
کمالوندی
Hadis Akhlak Ushul Kafi: Hasud
Hasud
 
1. Imam Shadiq as berkata, "Sesungguhnya hasud memakan iman sebagaimana api memakan kayu bakar."[1]
 
2. Rasulullah Saw bersabda, "Hampir saja hasud mengalahkan Qadha dan Qadar."[2]
 
3. Imam Shadiq as berkata, "Penyakit agama adalah hasud."[3]
 
4. Imam Shadiq as berkata, "Seorang mukmin melakukan ghibthah dan tidak hasud, sementara orang munafik sebaliknya, justru melakukan hasud dan tidak ghibthah."[4]
 
Penjelasan:
Sifat hasud itu terjadi ketika Allah memberikan nikmat kepada saudara seagamamu dan engkau tidak ingin nikmat itu ada padanya, merasa tersiksa melihat nikmat itu dan berusaha untuk menghilangkannya darinya, baik nikmat yang seperti itu sampai kepadamu atau tidak. Sementara ghibthah engkau tidak punya urusan dengan nikmat yang diberikan kepada saudara seagamamu dan pada saat yang sama berharap mendapat nikmat yang seperti itu untuk dirimu.
 
Hasud menurut pandangan akal dan syariat sangat tercela. Karena hasud merupakan penyakit hati. Seseorang menginginkan keburukan saudaranya dan tersiksa dengan nikmat yang dimilikinya. Tapi yang paling buruk adalah dalam hasud ada bentuk protes akan keadilan ilahi dan sistem terbaik yang diciptakan di alam ini untuk manusia. Rasa tersiksa dalam diri orang yang hasud terkadang membuat panca inderanya bermasalah dan jiwanya sakit. Dengan demikian, perbuatan hasud itu musuh setiap orang. Sementara ghibthah atau persaingan sehat merupakan perbuatan yang dipuji dan baik. Dalam banyak ayat dan hadis terkadang diungkapkan dengan kata perlombaan seperti ayat "... dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba."[5] (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
 
Sumber: Vajeh-haye Akhlak az Ushul Kafi, Ibrahim Pishvai Malayeri, 1380 Hs, cet 6, Qom, Entesharat Daftar Tablighat-e Eslami.
Hadis Akhlak Ushul Kafi: Berprasangka Baik
Berprasangka Baik
 
1. Rasulullah Saw bersabda, "Demi Zat yang tidak ada tuhan selain-Nya! Tidak pernah diberikan kepada seorang mukmin kebaikan dunia dan akhirat kecuali prasangka baik kepada Allah dan harapannya kepada Allah." Beliau kemudian melanjutkan, "Demi Zat yang tidak ada tuhan selain-Nya! Seorang hamba mukmin tidak akan berprasangka baik kepada Allah kecuali Allah bersama prasangka baiknya. Karena sesungguhnya Allah itu Karim dan segala kebaikan berada di tangan-Nya. Allah Swt akan malu bila hamba mukmin-Nya telah berprasangka baik kepada-Nya, sementara Dia berbuat yang bertentangan dengan prasangka baik dan harapan hamba-Nya. Oleh karenanya, senantiasa berprasangka baik kepada Allah dan semakin dekat kepada-Nya."[1]
 
2. Imam Shadiq as berkata, "Berprasangka baik kepada Allah bermakna jangan pernah berharap kepada selain-Nya dan yang paling ditakuti hanya dosamu sendiri."[2]
 
Sumber: Vajeh-haye Akhlak az Ushul Kafi, Ibrahim Pishvai Malayeri, 1380 Hs, cet 6, Qom, Entesharat Daftar Tablighat-e Eslami.
Peran Imam Shadiq as dalam Memerangi Penyimpangan
Hari ini adalah tanggal 17 Rabiul Awal, dan menurut sebagian besar sejarawan Islam, 17 Rabiul Awal merupakan hari lahirnya Nabi Muhammad Saw, manusia yang paling sempurna dan paling dekat dengan Allah SWT. Hari ini juga hari lahirnya cucu Rasulullah Saw generasi kelima, Imam Jakfar Shadiq as yang akan menghidupkan dan membangkitkan kembali ajaran-ajaran murni kakeknya.
 
Tanggal 17 Rabiul Awal tahun 83 Hijriah, Imam Shadiq as terlahir ke dunia di kota Madinah. Sampai usia 12 tahun, beliau diasuh oleh kakek beliau, Imam Sajjad as, dan 19 tahun kemudian, beliau di bawah bimbingan ayah beliau, Imam Muhammad Baqir as. Imam Shadiq as hidup di masa ketika Dinasti Bani Umayah sedang mengalami kemunduran dan Dinasti Bani Abbasiah mulai merebut kekuasaan. Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh beliau untuk menyebarkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan Islam yang murni dan hakiki.
Selain menguasai ilmu dan makrifat Islam, Imam Shadiq as juga menguasai ilmu kedokteran, kimia, matematika, dan bidang-bidang ilmu lainnya. Pada masa hidupnya, beliau adalah sumber rujukan ilmu dan dikunjungi banyak orang dari berbagai penjuru dunia untuk meminta jawaban atas berbagai persoalan ilmiah. Tercatat ada 4.000 murid yang belajar kepada Imam Shadiq as, di antaranya adalah Jabir bin Hayyan, seorang kimiawan muslim terkenal.
 
Periode Imam Shadiq as adalah kesempatan emas untuk menghidupkan dan membangkitkan kembali ajaran-ajaran suci Islam. Setelah wafatnya Rasulullah Saw, banyak terjadi penyimpangan terhadap ajaran-ajaran murni Islam, bahkan masyarakat lupa tentang bagaimana menunaikan shalat dan haji dengan benar. Hal itu disebabkan kesibukan mereka dengan berbagai urusan dunia seperti penaklukan wilayah atau negara, masalah keuangan dan berbagai persoalan lainnya.
 
Penyimpangan-penyimpangan itu terjadi sebagai dampak dari pelarangan penulisan hadis dan munculnya hadis-hadis palsu di tengah masyarakat Islam sejak masa kekuasaan Muawiyah. Agama Islam di masa itu dalam bahaya dan di ambang kehancuran. Sementara ilmu pengetahuan ditinggalkan dan terisolasi dan para ulama tidak memiliki sumber shahih untuk mengenalkan agama Islam. Selain itu, terjadi berbagai bentrokan dan konflik di antara kelompok-kelompok politik dan sosial. Perselisihan yang menyebabkan lemahnya pemerintahan Bani Umayah dan berdirinya pemerintahan Abbasiyah.
 
Situasi politik yang terbuka akibat lemahnya badan-badan pemerintahan di masa itu, dimanfaatkan oleh Imam Shadiq as untuk menyebarkan ajaran-ajaran murni Islam. Beliau melanjutkan gerakan ilmiah dan budaya yang sebelumnya dilakukan oleh ayahnya dengan membuka Hauzah Ilmiah di berbagai bidang ilmu dan mendidik ribuan murid. Murid-murid beliau yang menguasai ribuan hadis di berbagai cabang ilmu seperti tafsir, fikih, sejarah, akhlak, kalam, kedokteran, kimia dan lain sebagainya, sangat berpengaruh dalam menyebarkan hadis-hadis shahih Nabi Muhammad Saw dan mengajarkan ilmu-ilmu agama. Hal itu juga menjadi penghalang munculnya berbagai penyimpangan di tengah-tengah masyarakat Islam.
 
Murid-murid Imam Shadiq as yang mencapai 4.000 orang paling tidak telah mampu menghapus banyak penyimpangan dan syubhat, dan mengakhiri kemandekan budaya islami akibat pelarangan menukil hadis. Beliau mendorong dan mendidik setiap muridnya sesuai dengan bidang, bakat dan kapasitas murid tersebut. Hasilnya, setiap murid beliau mampu menguasai satu atau dua bidang ilmu seperti hadis, tafsir, ilmu kalam, dan cabang-cabang ilmu lainnya.
 
Menariknya, Imam Shadiq as meminta setiap muridnya untuk berbicara tentang cabang ilmu tertentu dan kemudian mendiskusikan hal itu dengan mereka. Metode ini bertujuan agar semua mengetahui keahlian apa saja yang harus dimiliki oleh seorang mubaligh. Hisham ibn Salim, salah satu murid beliau mengatakan, "Ketika kami bersama Imam Shadiq as, seorang laki-laki dari Syam datang. Imam Shadiq as bertanya: apa yang Anda inginkan? Laki-laki itu menjawab: mereka mengatakan kepadaku bahwa Anda adalah orang yang paling pandai di antara masyarakat. Aku akan bertanya beberapa persoalan kepada Anda. Imam Shadiq as bertanya: mengenai apa? Orang itu menjawab: tentang al-Quran, huruf muqaththa`ah, sukun, rafa`, nasab dan jar.
 
Imam Shadiq as kemudian berkata, "Wahai Hamran ibn A`yun! kamu yang harus menjawab pertanyaan-pertanyaan orang itu." Lelaki dari Syam tersebut berkata: "Aku ingin Anda yang menjawabnya." Beliau berkata, "Jika Anda menang atas dia maka Anda telah mengalahkanku." Lelaki itu kemudian melontarkan berbagai pertanyaan kepada Hamran, tetapi ia mampu menjawab semua pertanyaannya hingga lelaki itu lelah dan kepada Imam Shadiq as ia berkata: "Ia lelaki yang pandai. Ia menjawab setiap pertanyaanku."
 
Atas nasihat Imam Shadiq as, Hamran bertanya balik kepada lelaki dari Syam tersebut, namun lelaki itu tidak mampu menjawabnya. Warga Syam itu kemudian kepada Imam as berkata: "Aku ingin berbicara dengan Anda tentang ilmu Nahwu dan sastra." Kemudian Imam Shadiq as memanggil Aban ibn Taglib untuk berdiskusi dengan lelaki tersebut mengenai Nahwu dan sastra. Kali ini, lelaki dari Syam tersebut juga kalah dalam berdebat dengan Aban. Namun ia tidak menyerah. Ia meminta kepada Imam Shadiq as untuk berdiskusi tentang fikih. Beliau kemudian meminta Zararah ibn A`yun untuk meladeni lelaki itu. Ketika lelaki itu meminta berdiskusi masalah ilmu Kalam, Imam Shadiq as menunjuk Mukmin al-Thaq. Di bidang ilmu tauhid, beliau menunjuk Hisham ibn Salim, dan di bidang Imamah, beliau menunjuk Hisham ibn al-Hakam untuk berdiskusi dengan lelaki dari Syam itu. Pada akhirnya, lelaki itu kalah dan semua pertanyaan dan persoalannya dijawab oleh murid-murid Imam Shadiq as.
 
Melalui perluasan budaya islami, Imam Shadiq as berusaha menghapus kebodohan umat Islam. Dari satu sisi, beliau berusaha memerangi kerusakan politik di Bani Umayah dan Abasiyah dan dari sisi lainnya, cucu Rasulullah Saw itu berusaha memerangi berbagai penyimpangan akidah, persepsi dan interpretasi keliru tentang agama.
 
Salah satu penafsiran keliru yang terjadi di masa itu adalah melakukan qiyas dalam hukum. Diriwayatkan bahwa suatu hari Imam Shadiq as melihat seorang laki-laki yang dikenal di masyarakat dengan ketakwaannya. Lelaki mencuri dua potong roti dan dengan cepat menyembunyikan roti-roti itu di balik bajunya. Ia kemudian mencuri dua buah delima dari seorang penjual buah dan melangkah menuju ke seseorang fakir yang sedang sakit. Ia memberikan dua potong roti dan dua buah delima itu kepada orang fakir tersebut.
 
Melihat perbuatan lelaki itu, Imam Shadiq as heran dan kepadanya ia bertanya; "Apa yang Anda lakukan." Ia menjawab, "Aku mengambil dua potong roti dan dua buah delima, dengan demikian aku telah melakukan empat kesalahan. Tetapi dalam al-Quran disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan buruk maka ia tidak akan dibalas kecuali sesuai dengan perbuatannya itu. Oleh karena itu, dalam hal ini aku telah melakukan empat dosa. Sementara di sisi lain, Allah Swt berfirman, "Barang siapa melakukan satu perbuatan baik, maka akan dilipatgandakan 10 kali lipat." Karena aku telah memberikan dua potong roti dan dua buah delima kepada orang fakir itu, maka aku mendapatkan 40 kebaikan, dan jika dikurangi empat dosaku maka masih tersisa 36 kebaikan bagiku."
 
Untuk meluruskan penafsiran keliru yang diakibatkan oleh ketidakpahaman terhadap dasar-dasar pemahaman ayat itu, Imam Shadiq as membacakan Surat al-Maidah Ayat 27 yang artinya: " Sesungguhnya Allah hanya menerima kurban (perbuatan baik) dari orang-orang yang bertakwa." Jadi, jika perbuatan tersebut tidak sah maka tidak akan mendatangkan pahala apapun. Pada dasarnya, menjauhi sumber wahyu akan menyebabkan munculnya orang-orang yang mengklaim memiliki ilmu tetapi sebenarnya tidak memahami dasar-dasar al-Quran dan agama.
 
Imam Shadiq as adalah sosok yang memiliki kesabaran dan toleransi yang tinggi. Beliau tidak hanya sopan dan ramah kepada umat Islam saja tetapi juga kepada pemeluk agama lain bahkan kepada orang-orang musrik dan kafir. Meski demikian, beliau sangat keras dan tegas terhadap kelompok ghulat yang membesar-besarkan Ahlul Bait as dan mensifati mereka dengan sifat-sifat yang Ahlul Bait as sendiri tidak menerimanya.
 
Keyakinan kelompok-kelompok ghulat adalah ancaman besar bagi dunia Islam. Imam Shadiq as yang memahami ancaman itu segera mengambil langkah-langkah untuk memerangi pemikiran keliru dan ekstim tersebut. Sebab, kecintaan yang bercampur dengan kebodohan akan melemahkan setiap akar keyakinan dan agama. Situasi itu juga akan membuka peluang bagi musuh untuk menghantam Islam. Salah satu langkah Imam Shadiq as dalam memerangi kelompok ghulat adalah memberikan petunjuk kepada masyarakat ke jalan yang benar, menjelaskan akidah murni Islam dan mengungkap keyakinan keliru kelompok-kelompok tersebut.
 
Dengan demikian, Imam Shadiq as telah memisahkan antara yang haq dan yang batil. Beliau melarang keras masyarakat untuk duduk bersama dengan orang-orang ghulat dan memperingatkan kaum muda tentang bahaya akidah kelompok sesat itu. Imam Shadiq as berkata, "Hendaklah pemuda-pemuda kalian waspada terhadap orang-orang ghulat supaya mereka tidak dirusak oleh kelompok tersebut. Sebab, orang-orang ghulat adalah seburuk-buruknya ciptaan Tuhan. Mereka meremehkan kebesaran Tuhan dan mengklaim hamba Tuhan sebagai Tuhan. Aku bersumpah bahwa orang-orang ghulat lebih buruk dari pada Yahudi, Nasrani, Majusi dan orang-orang musrik."
 
Imam Shadiq as di setiap kesempatan selalu menentang pemerintahan-pemerintahan taghut. Beliau tidak pernah menyerah terhadap tekanan dinasti-dinasti zalim di masa itu. Beliau bahkan selalu memerangi kejahatan pemerintah taghut dan akhirnya meneguk cawan kesyahidan pada tahun 148 Hijriah.
Hadis Akhlak Ushul Kafi: Hak Mukmin atas Saudaranya
Hak Mukmin atas Saudaranya
 
1. Imam Shadiq as berkata, "Tidak ada ibadah yang lebih baik dari menunaikan hak seorang mukmin."[1]
 
2. Imam Baqir as berkata, "Termasuk hak seorang mukmin atas saudara seiman adalah mengenyangkannya, menutupi auratnya, membantu kesulitannya, membayar utangnya dan bila ia meninggal maka hendaknya mencarikan penggantinya di antara keluarga dan anak-anaknya."[2]
 
3. Imam Shadiq as berkata, "Termasuk hak seorang mukmin atas saudara seiman adalah mencintainya, membantu harta, dan bila ia meninggal, maka hendaknya mengasuh anak-anaknya dan membantunya bila ada yang menzaliminya."[3]
 
Sumber: Vajeh-haye Akhlak az Ushul Kafi, Ibrahim Pishvai Malayeri, 1380 Hs, cet 6, Qom, Entesharat Daftar Tablighat-e Eslami.
Hadis Akhlak Ushul Kafi: Hak Tetangga
Hak Tetangga
 
1. Rasulullah Saw bersabda, "Tetangga seperti diri sendiri, tidak merugikan dan juga tidak berdosa. Menghormati tetangga sama dengan menghormati ibu."[1]
 
2. Imam Shadiq as berkata, "Berbuat baik kepada tetangga akan menambah rezeki."[2]
 
3.Imam Shadiq as berkata, "Berbuat baik kepada tetangga akan membuat rumah lebih makmur dan menambah umur."[3]
 
4. Imam Kazhim as berkata, "Berbuat baik kepada tetangga bukan hanya tidak mengganggunya, tapi bersabar atas gangguannya."[4]
 
5. Imam Shadiq as berkata, "Ketahuilah bahwa seseorang yang tidak berbuat baik dengan tetangganya bukan dari kita."[5]
 
6. Imam Shadiq as berkata, "Seorang mukmin adalah orang yang melindungi tetangganya dari gangguan dan kezalimannya."[6]
 
7. Rasulullah Saw bersabda, "Tetangga terhitung sampai 40 rumah, baik itu dari depan, belakang, kanan dan kiri."[7]
 
Sumber: Vajeh-haye Akhlak az Ushul Kafi, Ibrahim Pishvai Malayeri, 1380 Hs, cet 6, Qom, Entesharat Daftar Tablighat-e Eslami.
Revolusi Islam Iran dan Ajaran Ahlul Bait as
Hari ini merupakan hari kelahiran Imam Hasan Askari as, salah satu manusia suci dan keturunan Rasulullah Saw dan bertepatan dengan hari kemenangan Revolusi Islam Iran. Hari yang penuh dengan catatan bersejarah bagi bangsa Muslim Iran. Seraya mengucapkan selamat atas kelahiran manusia suci Imam Hasan Askari as dan kemenangan Revolusi Islam, dalam kesempatan ini kami mencoba untuk mengkaji sejarah kehidupan manusia suci ini dan pengaruhnya terhadap terbentuknya Revolusi Islam serta keberlanjutannya.
 
Ahlul Bait Nabi Saw merupakan teladan kebenaran dan petunjuk bagi umat manusia. Oleh karena itu, Rasulullah menyebut mereka sebagai salah satu peninggalan dan warisannya yang sangat berharga yang beliau tinggalkan untuk umat manusia khususnya umat Islam. Menurut Nabi setelah al-Quran, Ahlul Baitnya menempati posisi kedua sebagai penyelamat umat manusia.
 
Imam Hasan Askari dilahirkan di Madinah pada tahun 232 Hijriah. Setelah kesyahidan ayahnya (Imam Hadi as), Imam Hasan Askari di usia 22 tahun memegang tampuk imamah dan kepemimpinan umat Islam, untuk memberi hidayah umat manusia ke jalan kebenaran dan keadilan atas perintah Allah Swt. Masa keimamahan Imam Hasan selama enam tahun dan selama itu beliau banyak mendapat tekanan serta kesulitan yang besar. Sementara itu, penguasa Bani Abbasiyah menerapkan pembatasan ketat kepada Imam Hasan.
 
Fase kehidupan dan era keimamahan Imam Hasan Askari sangat sulit dan sensitif, khususnya mengingat kelahiran anak beliau yang menjadi imam keduabelas, Imam Mahdi as. Hal ini dikarenakan kehidupan Imam Hasan diawasi secara ketat oleh agen-agen Bani Abbasiyah dan ketika anak dari Imam Maksum ini lahir maka akan segera dibunuh. Namun dengan perlindungan Allah Swt, Imam Mahdi as lahir kedunia dengan selamat dan setelah syahidnya Imam Hasan Askari, beliau mengalami masa ghaib untuk kemudian muncul kembali di tengah masyarakat atas ijin Allah serta memerangi segala kezaliman, kekafiran dan menebarkan keadilan di atas muka bumi.
 
Program utama para Ahlul Bait Nabi as adalah upaya untuk mendidik moral umat Islam, memerangi kezaliman serta kefasadan di muka bumi. Ucapan dan sejarah hidup mereka dalam masalah ini menjadi penerang umat Islam setelah al-Quran. Revolusi Islam Iran juga terbentuk dengan mengilhami ajaran suci ini dan menemukan jalannya di dunia materialis modern. Revolusi Islam Iran sebagai salah satu fenomena penting dalam sejarah kontemporer memiliki tiga pilar utama yakni agama, rahbar (pemimpin) dan rakyat yang berdiri saling sejajar. Dalam hal ini yang mengkoordinasi ketiga pilar ini adalah inspirasi besar kebangkitan ini dari sejarah Nabi dan Ahlul Bait as. Pengaruh ini sangat kuat dan di segala bidang sehingga membuat Revolusi Islam tercatat sebagai kebangkitan yang muncul atas inspirasi tuntutan atas kebenaran dan menolak kezaliman yang diajarkan oleh Ahlul Bait as.
 
Revolusi Islam banyak mengambil pelajaran berharga dari Ahlul Bait as seperti merujuk pada ajaran murni Islam, resistensi terhadap kezaliman dan arogansi kekuatan dunia serta reformasi masyarakat Islam. Dalam peristiwa Revolusi Islam, dunia menyaksikan bahwa bangsa Muslim Iran meski melontarkan tuntutan ekonomi, namun mereka lebih menekankan isu spiritual seperti memerangi dekadensi moral, menghidupkan nilai-nilai agama serta merealisasikan keadilan.
 
Spirit seperti ini telah memberi kekuatan besar terhadap resistensi rakyat. Dalam logika Revolusi Islam, spiritualitas dan moral memiliki posisi sangat penting. Para revolusioner yang agamis selain memerangi diktator juga berusaha mendidik dan memperbaiki jiwanya. Imam Khomeini dalam berbagai nasehatnya sangat menekankan upaya mendidik dan memperbaiki diri. Dalam hal ini Imam Khomeini berkata, "Selama manusia belum terdidik, maka mereka membahayakan masyarakat. Tidak ada makhluk yang sangat berbahaya kecuali manusia dan manusia yang terdidik paling bermanfaat bagi masyarakat. Dan sekali lagi tidak ada makhluk yang sangat bermanfaat kecuali manusia terdidik. Poros dari alam semesta ini ada pada pendidikan manusia."
 
Oleh karena itu, ketika Imam Hasan Askari menulis surat kepada salah satu muridnya yang bernama Abu al-Hasan Ali bin Husein Qomi yang tercatat sebagai salah satu ahli fiqih terkenal di zamannya, beliau menjelaskan dimensi manusia yang terdidik dengan ajaran Islam dan beliau pun menginginkan pengikutnya merupakan orang-orang yang terdidik dengan nilai-nilai agama.
 
Imam Hasan dalam suratnya menulis, "Wahai ahli fiqih dan orang kepercayaanku! Semoga Allah memberimu taufik untuk melakukan perbuatan terpuji. Aku nasehatkan kepadamu untuk bertakwa, mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat. Aku wasiatkan kepadamu untuk memaafkan kesalahan orang lain, menahan kemarahan dan menyambung tali silaturahmi. Berusahalah untuk memenuhi kebutuhan saudara Muslimmu. Jangan pernah berpisah dengan al-Quran dan laksanakanlah amr bil maruf nahi anil munkar."
 
Nasehat Imam Hasan Askari ini merupakan piagam bagi kehidupan masyarakat agamis, di mana ketika setiap anggota masyarakat menerapkan nasehat tersebut maka mereka akan mampu memberikan bantuan bagi terciptanya sebuah masyarakat ideal. Ini adalah sebuah masyarakat ideal yang berhasil direalisasikan oleh Revolusi Islam Iran. Revolusi Islam ibarat cahaya terang di tengah kegelapan memberikan ide bahwa moral dan spiritual harus mengisi seluruh dimensi kehidupan manusia termasuk politik. Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap pemimpin dan politikus untuk menjadikan takwa, keadilan dan kebenaran sebagai programnya sehingga perdamaian dan keadilan dapat diterapkan di dunia.
 
Seiring dengan munculnya Revolusi Islam, maka sirah Nabi dan hukum agama kembali dapat terealisasi. Revolusi Islam yang muncul di penghujung abad ke 20 merupakan awal dari gerakan dan perubahan baru di dunia. Munculnya fenomena ini yang diwarnai oleh esensi agama menunjukkan bahwa Islam sebagai oleh-oleh dari kerja keras Nabi Muhammad dan para Ahlul Baitnya tidak terbatas pada zaman dan tempat tertentu. Nilai-nilaidan kabar gembira universal Islam ditujukan kepada seluruh umat manusia. Sementara itu, harapan terkait petunjuk bagi umat manusia tetap hidup sepanjang masa. Imam Khomeini untuk menghidupkan Islam telah menempuh jalur kebangkitan yang pernah ditempuh oleh Nabi Muhammad dan Ahlul Bait beliau, yakni sebuah gerakan yang dilandasi oleh ketauhidan dan penuh dengan iman serta keikhlasan.
 
Memerangi kezaliman, salah satu dari ajaran lain Ahlul Bait Nabi as. Kabar gembira kemenangan kaum mustadhafin terhadap kaum arogan serta terealisasinya pemerintahan kaum saleh di atas muka bumi yang juga merupakan kabar gembira al-Quran, juga banyak ditemukan dalam perkataan para Imam Maksum as. Dalam hal ini, Imam Hasan Askari as dalam sabdanya kerap menyinggung masalah ini khususnya ketika berbicara mengenai kelahiran anaknya, Imam Mahdi as.
 
Dalam suratnya kepada Abu al-Hasan bin Husein Qomi, Imam Hasan Askari mengungkapkan posisi anaknya, Imam Mahdi as dan mempersiapkan opini publik untuk menghadapi masa ghaib anaknya serta beliau memberi kabar gembira bahwa ketika al-Mahdi muncul maka hari itu adalah hari kesealmatan dan terbebasnya orang-orang bertakwa. Dalam suratnya Imam Hasan Askari menulis, "Aku nasehatkan kepadamu untuk bersabar dan menanti kemunculan sang penyelamat yang dijanjikan. Ia adalah anakku dan ia akan bangkit pada suatu hari serta akan memenuhi bumi dengan keadilan setelah diselimuti oleh kegelapan dan kezaliman. Bersabarlah dan perintahkan kepada pengikutku untuk bersabar, karena kemenangan milik orang-orang bertakwa."
 
Imam Hasan Askari mengerahkan segenap upayanya untuk menyadarkan manusia akan posisi Imam Mahdi as dan keimanan serta keyakinan mereka atas ghaibnya sang penyelamat tidak rusak. Imam Hasan Askari tengah mendidik generasi yang sadar sehingga terbuka keberlangsungan pendidikan kepada generasi berikutnya di era ghaibnya Imam Mahdi as. Di bagian lain, Imam Hasan Askari bersabda, "Wahai pengikutku! Kelompok yang beruntung dan suci adalah mereka yang menjaga ajaran kami dan mereka menjadi benteng terhadap orang-orang zalim serta membantu pekerjaan kami."
 
Kebangkitan rakyat Iran menentang kezaliman dan kefasadan adalah gerakan mereka yang diberi kabar gembira oleh Imam Hasan Askari. Rakyat yang dengan mengambil pelajaran dari tuntutan Ahlul Bait berusaha untuk mempersiapkan kemunculan sang penyelamat dunia (al-Mahdi). Untuk mempersiapkan kemunculan Imam Mahdi diperlukan kesiapan, perubahan ideologi dan budaya umat manusia. Oleh karena itu, setiap mukmin harus melakukan kewajibannya dan siap menanti kemunculan al-Mahdi. Mereka pun harus mempersiapkan kemunculan Imam Mahdi dengan gerakan revolusioner dan memperbaiki kefasadan serta menyadarkan umat manusia. Revolusi Islam Iran juga muncul demi merealisasikan tujuan mulia ini.
Hadis Akhlak Ushul Kafi: Rasa Malu
Rasa Malu
 
1. Imam Shadiq as berkata, "Rasa malu berasal dari iman dan tempat iman di surga."[1]
 
2. Imam Baqir atau Imam Shadiq as berkata, "Rasa malu dan iman senantaisa bersama dan saling mendukung, bila satu dari kedua pergi, maka yang lain akan mengikutinya."[2]
 
3. Imam Shadiq as berkata, "Barangsiapa yang tidak punya rasa malu, berarti ia tidak punya iman."[3]
 
4. Rasulullah Saw bersabda, "Rasa malu itu ada dua; akal dan kebodohan. Rasa malu akal itulah ilmu dan rasa malu kebodohan itulah ketidaktahuan."[4]
 
5. Imam Shadiq as berkata, "Barangsiapa yang tidak percaya diri akan kurang ilmunya."[5]
 
Penjelasan:
Karena biasanya orang yang malu untuk bertanya, maka masalah keilmuan yang dihadapinya tidak akan terselesaikan.
 
Sumber: Vajeh-haye Akhlak az Ushul Kafi, Ibrahim Pishvai Malayeri, 1380 Hs, cet 6, Qom, Entesharat Daftar Tablighat-e Eslami.
Hadis Akhlak Ushul Kafi: Menahan Diri
Menahan Diri
 
1. Imam Sajjad as berkata, "Sesungguhnya orang yang dapat menahan diri saat marah sangat menakjubkan saya."[1]
 
2. Imam Shadiq as berkata, "Menahan diri cukup untuk menolong seseorang. Bila anda bukan orang yang mampu menahan diri, maka usahakan dirimu mampu menahan diri."[2]
 
3. Imam Baqir as berkata, "Sesungguhnya Allah Swt mencintai seorang pemalu yang dapat menahan dirinya dan orang yang menjaga kehormatannya yang mencintai hal-hal yang suci."[3]
 
Sumber: Vajeh-haye Akhlak az Ushul Kafi, Ibrahim Pishvai Malayeri, 1380 Hs, cet 6, Qom, Entesharat Daftar Tablighat-e Eslami.
Sayidah Zainab, Teladan Umat Manusia
Sayidah Zainab al-Kubra dilahirkan di Madinah pada 5 Jumadil Awal tahun 5 Hijriah. Ketika Sayidah Zainab lahir, Sayidah Fathimah Zahra as. Berkata kepada Amirul Mukminin as., "Karena ayahku tengah bepergian, tolong beri nama bagi anak ini. "Imam Ali as. Menjawab, "Aku tidak mau mendahului ayahmu."
 
Setelah tiga hari berlalu, Rasulullah saw, pulang dari perjalanan. Sebagaimana biasa, pertama Rasulullah saw datang ke rumah Sayidah Fathimah Zahra as. Kemudian beliau berkata, "Anak-anak Fathimah adalah anak-anakmu." Rasulullah saw menunggu wahyu untuk memberi nama bayi tersebut. Kemudian Jibril turun dan berkata, "Allah menyampaikan salam untukmu, dan dia berfirman, ÔÇÿBeri anak ini nama Zainab, sebagaimana yang telah Kami tulis di Lauh Mahfuz."
 
Kemudian Rasulullah saw mencium Sayidah Zainab dan berkata, "Aku berpesan kepada umatku, baik yang hadir maupun yang tidak hadir, untuk menghormati anak perempuan ini. Karena dia sebanding dengan Khadijah Kubra." Kemudian Rasulullah saw. mendekap Sayidah Zainab di dadanya dan meletakkan wajahnya yang mulia di wajahnya. Tiba-tiba Rasulullah saw menangis. Begitu banyak air mata yang mengalir hingga membasahi janggutnya. Sayidah Fathimah as. bertanya, "Duhai ayah, mengapa engkau menangis?" Rasulullah saw. bersabda, "Setelah kepergianku, anak ini akan mendapat musibah yang bermacam-macam." Mendengar itu, Sayidah Fathimah as. pun menangis.
 
Pesan Rasulullah kepada umatnya untuk menghormati Sayidah Zainab karena beliau ini serupa dengan Khadijah al-Kubra adalah dikarenakan peran Sayidah Zainab tak berbeda jauh dengan peran nenek buyutnya tersebut. Jika Sayidah Khadijah sejak awal penyebaran Islam banyak menderita cobaan dan kesulitan serta dengan penuh berani membela agama ini, Sayidah Zainab pun dengan kesabaran dan pengorbanannya yang tinggi menanggung tekanan yang besar dan berjuang mencegah kehancuran Islam.
 
Sayidah Zainab adalah wanita yang memiliki wawasan dan pandangan tinggi. Sejarah hidup beliau menjadi teladan bagi Muslimah maupun wanita non muslim. Di antara keutamaan wanita suci ini adalah ketinggian dan keluasan ilmunya. Dalam sejarah disebutkan bahwa ketika Sayidah Zainab sa bersama keluarganya tinggal di Kufah di masa pemerintahan Imam Ali as., para lelaki penduduk Kufah mendatangi Iman Ali as dan memohon kepada beliau supaya putrinya, Sayidah Zainab sa, mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada istri dan anak-anak perempuan mereka. Iman Ali as, menerima permohonan tersebut dan Sayidah Zainab sa pun mengajari mereka. Sejarah membuktikan dalam tempo empat tahun atau lebih, banyak para perempuan yang berguru dan belajar kepada beliau.
 
Pada suatu hari Iman Ali as mendengar Sayidah Zainab sa mengajarkan tafsir huruf-huruf muqatta'ah (yang terpotong-potong) dari al-Qur'an. Khususnya tentang huruf permulaan surat Maryam, yaitu huruf "Kaaf, Haa, Yaa, Ain Shaad". Seusai mengajar, Imam Ali as mendatangi beliau dan berkata kepadanya: "Wahai cahaya mataku, tahukah bahwa huruf-huruf ini (Kaaf, Haa, Yaa, Ain, Shaad) merupakan kunci rahasia peristiwa yang akan menimpa engkau dan saudaramu Husain di padang Karbala?" Setelah itu lantas Imam Ali as menjelaskan secara terperinci kepada beliau tentang tragedi Asyura yang akan menimpanya.
 
Poin penting lain terkait Sayidah Zainab adalah ketegasan beliau dalam mengambil keputusan dalam berbagai kondisi. Beliau dengan baik mengetahui kapan harus berbicara dengan lembut dan kapan harus tegas. Kapan harus mencucurkan air mata dan kapan harus mengedepankan akal serta rasio. Pidato tegas dan berapi-api Sayidah Zainab di istana Yazid bin Muawiyyah di saat kepala suci sudaranya, Imam Huseain berada di depannya menunjukkan kemampuan beliau tersebut.
 
Para pakar terkait hal ini menulis, "Sikap dan reaksi Sayidah Zainab terhadap musuh sangat mencengangkan. Beliau sangat keras menghadapi musuh, padahal mereka tengah berada di puncak kekuasaan. Zainab adalah singa Bani Hasyim. Dengan suara lantang dan kefasihannya dalam berpidato, Zainab berhasil menggetarkan istana Bani Umayyah yang zalim. Pidatonya yang berapi-api telah membuat malu Yazid dan kambrat-kambratnya."
 
Salah satu keutamaan Sayidah Zainab adalah keberaniannya yang besar. Sikap beliau saat menghadapi musuh membuat banyak orang tercengang. Dengan sepenuh hati, Sayidah Zainab bangkit memerangi penguasa zalim. Zainab yang juga dikenal sebagai Singa Betina Bani Hasyim, layaknya kaum pria berteriak dihadapan musuh, menghina mereka dan melecehkannya. Ia tidak pernah merasa takut. Ia tidak takut menyaksikan kilatan pedang para pembunuh yang belepotan darah.
 
Sayidah Zainab saat berada di istana Ibnu Ziyad, gubernur Kufah duduk di pojok dan diam tanpa menghiraukan pertanyaan yang ditujukan kepadanya. Sikap beliau ini merupakan pelecahan terhadap Ibnu Ziyad. Sayidah Zainab tak takut menghina Ibnu Ziyad dan menyebutnya fasid dan bejat. Beliau berkata, "Segala puji bagi Allah yang memuliakan kami dengan kenabian Muhammad dan membersihkan kami dari segala kekotoran. Kalau kamu bilang kami dipermalukan, sesungguhnya yang dipermalukan adalah orang yang fasik. Kalau kamu bilang kami berbohong, sesungguhnya pelaku kezalimanlah yang berbohong, bukan kami dan segala puji bagi Allah."
 
 
Saat berada di istana Yazid bin Muawiyah, Sayidah Zainab pun melontarkan perkataan pedas terhadap penguasa zalim, pembunuh cucu Rasulullah ini. Yazid dalam pandangan Sayidah Zainab adalah manusia yang sangat rendah dan hina sehingga tidak layak menjadi orang yang diajak bicara oleh beliau. Tapi beliau terpaksa berbicara dengan Yazid seraya mengatakan, "Bila musibah menyeretku ke sini dan terpaksa harus bicara denganmu, ketahuilah posisimu di mataku sangat rendah dan terhina. Sehingga sulit bagiku untuk menegur dan mengritikmu. Tapi aku harus bagaimana? Mata-mata kami menangis dan dada-dada kami terbakar.
 
 
Kriteria agung lain Sayidah Zainab adalah kesabaran tinggi beliau. Sayidah Zainab harus menanggung dan menyaksikan peristiwa terberat, terparah dan paling menyakitkan sepanjang sejarah, yakni tragedi pembantaian saudara dan keluarganya, Imam Husain as di Padang Karbala. Ketika Imam Husain as dan 72 sahabat-sahabatnya gugur di Padang Karbala, segala kesulitan dan beban berat ini berada di pundak Sayidah Zainab. Selain itu, beliau juga harus mengurus sisa-sisa keluarga Rasulullah yang selamat dari pembantaian mulai dari Karbala hingga ke Syam dan dari Syam hingga ke Madinah.
 
Sayidah Zainab menyikapi tragedi Karbala dengan penuh kearifan. Sejak terjadinya tragedi Karbala hingga hari wafatnya, Sayidah Zainab satu kali pun tidak pernah mengucapkan kekesalan dan pengaduannya. Meski menghadapi peristiwa berat dan mengenaskan di Padang Karbala, Sayidah Zainab senantiasa bersyukur kepada Allah Swt. Peristiwa ini sangat terkenal ketika beberapa hari setelah tragedi Karbala, Ibnu Ziyad di istananya dengan penuh celaan berkata kepada Sayidah Zainab, Kini bagaimana kamu melihat apa yang diperbuat Allah kepada keluargamu? Artinya kini kamu lihat kami yang dimenangkan Allah dan kalian sekeluarga hancur dengan tubuh yang tercabik-cabik. Dengan tenang Sayidah Zainab menjawab, "Aku tidak menyaksikan kecuali keindahan."
 
Di antara kriteria agung lainnya Sayidah Zainab adalah pengorbanan dan sifat pemaaf beliau. Zainab lahir dalam keluarga yang dipuji Allah Swt karena sikap pemaaf dan pengorbanan mereka. Dalam surat al-Insan ayat 8-9, Allah berfirman yang artinya, "Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih."
 
Suatu hari Imam Ali as membawa tamu ke rumahnya dan ingin menjamunya. Ketika Imam Ali as bertanya kepada Sayidah Fatimah adakah makanan di rumah untuk dihidangkan kepada tamu. Sayidah Fatimah berkata, tidak ada makanan yang tersisa kecuali sedikit makanan yang aku sisakan untuk Zainab. Saat itu, Sayidah Zainab yang baru berusia empat tahun, kepada ibunya berkata, "Ibu! Berikan makananku kepada tamu.
 
Puncak pengorbanan Sayidah Zainab dapat disaksikan di Padang Karbala di hari kesepuluh Muharram (Asyura). Hari itu, Zainab menyerahkan segala miliknya dengan ikhlas kepada Allah. Pagi hari Asyura, Zainab dengan membawa dua anaknya, Muhammad dan Aun, mendatangi Imam Husain as dan berkata, "Kakekku Ibrahim menerima kurban Allah sebagai ganti dari mengorbankan Ismail. Saudaraku, hari ini terimalah dua kurbanku ini. Dan jika kewajiban jihad tidak dicabut bagi kaum wanita, aku akan korbankan ribuan kali jiwaku demi orang yang aku cintai. Dan aku akan meminta dianugerahi kesyahidan ribuan kali."
 
Saat itu, Sayidah Zainab berkata, "Aku menginginkan anak-anakku maju terlebih dahulu ke medan perang dari keponakan-keponakanku." Ketika dua anak Zainab ini mereguk cawan syahadah setelah bertempur dengan musuh dan jenazah keduanya yang berlumuran darah dibawa ke samping kemah, seluruh wanita keluar dari kemah menyambutnya, namun Sayidah Zainab tidak keluar dari kemahnya demi menjaga jangan sampai Imam Husain merasa malu menyaksikan dirinya.
 
Pengorbanan Sayidah Zainab tidak hanya sebatas itu, di detik-detik akhir dzuhur hari Asyura, ketika berada atas kepala terpenggal saudaranya (Imam Husain as), Singa Betina Bani Hasyim ini berkata, "Ya Allah! Terimalah hadiah dan kurban Ahlul Bait Nabi-Mu ini." Munajat Sayidah Zainab ini menunjukkan puncak keikhlasan dan pengorbanan beliau kepada dunia.
AS dan Program Rudal Balistik Iran
Di tengah kemajuan perundingan nuklir antara Iran dan Barat, pemerintah Amerika Serikat mulai berulah dan mengajukan tuntutan yang tidak rasional mengenai kemajuan program rudal balistik Iran.
 
Seorang pejabat senior intelijen AS mengatakan Iran akan memperoleh rudal balistik antar-benua pada tahun 2015. Direktur Badan Pertahanan Intelijen AS, Letnan Jenderal Michael Flynn menyampaikan hal itu dalam sidang Komite Angkatan Bersenjata Senat. Dia menambahkan, prediksi itu didasari pada pernyataan Kepala Staf Gabungan Militer AS Jenderal Martin Dempsey dan pendapat itu layak dipercaya.
 
Berdasarkan pernyataan itu, para pejabat Washington menuntut Tehran untuk membongkar program rudalnya. Mereaksi permintaan itu, para pejabat Tehran menegaskan perundingan dengan enam kekuatan dunia secara eksklusif berfokus pada masalah nuklir, sementara isu pertahanan tidak bisa dirundingkan.
 
Kini, pertanyaannya adalah mengapa para pejabat Washington mengangkat masalah baru di tengah-tengah pembicaraan nuklir, padahal mereka menyadari bahwa Iran tidak akan bersedia merundingkan masalah program rudalnya.
 
Masalah itu tentu saja dapat dianalisis dari dua sudut pandang. Sudut pandang pertama didasarkan pada bagaimana Amerika-Israel melihat kegiatan nuklir dan militer Iran.
 
Republik Islam mencapai kemajuan signifikan dalam tiga sektor yang berbeda namun saling melengkapi. Oleh karena itu, AS dan sekutunya harus mencegah Iran dari menyempurnakan rangkaian itu. Kemajuan dalam tiga bidang ini akan memaksimalkan kemampuan sistem pertahanan Iran terhadap segala bentuk ancaman.
 
Ketiga sektor tersebut adalah:
 
1. Bidang kegiatan nuklir. Iran dapat memperkaya uranium untuk menghasilkan energi nuklir. Tehran memperkaya uranium sampai kemurnian 20 persen dengan mengoperasikan sekitar 19.000 sentrifugal. Prestasi Iran di bidang ini tidak bisa dihentikan. Negara ini hanya dapat diyakinkan untuk secara sukarela mengurangi tingkat pengayaan uranium sebagaimana dalam kesepakatan Jenewa, di mana Iran setuju untuk tidak memperkaya uranium di atas kemurnian lima persen.
 
2. Bidang produksi dan peluncuran rudal balistik. Menurut para pakar militer dan strategi AS, Iran mampu meluncurkan rudal dengan jarak 5.000 kilometer dengan berat hulu ledak satu ton. Dalam analisa mereka, Iran ÔÇô yang terletak 10.000 kilometer dari timur Amerika ÔÇô semakin dekat untuk mengembangkan rudal yang dapat menghantam wilayah negara itu.
 
3. Bidang navigasi dan penerbangan. Iran dengan mencegat sebuah pesawat tanpa awak AS ÔÇô membuktikan bahwa mereka telah mencapai prestasi signifikan di sektor pertahanan udara. Oleh karena itu, para pakar militer dan strategi AS mengatakan, Iran dapat memasang hulu ledak nuklir pada rudal balistik untuk menyerang target apapun.
 
Dalam pandangan strategis AS, setiap negara yang mampu mencapai kemajuan di ketiga sektor itu, maka ia adalah sebuah kekuatan nuklir potensial di mana Washington tidak bisa lagi menggertaknya. Oleh sebab itu, mereka menekankan bahwa Tehran seharusnya tidak diperbolehkan untuk meningkatkan jangkauan rudal di atas 10.000 kilometer. Dengan kata lain, isu nuklir Iran dan program pengembangan rudal harus dibahas secara bersamaan dalam perundingan Iran dengan Barat.
 
Sudut pandang kedua menetapkan bahwa negosiasi dengan Iran seharusnya tidak terbatas pada isu nuklir, tapi juga mencakup kemajuan militer Iran, yang diperoleh dalam 25 tahun terakhir. Pada dasarnya, isu itu sengaja dilontarkan untuk membuka ruang diskusi tentang program rudal balistik Iran di masa mendatang.
 
Sudut pandang pertama tentu saja jauh dari realitas dan dikampanyekan oleh kubu anti-Iran di Amerika dan Israel. Sebuah poros yang menuding Iran sedang berupaya mengembangkan bom nuklir. Para pendukung pandangan ini menyebut perundingan dengan Tehran sebagai langkah yang sia-sia dan upaya untuk mengulur waktu oleh Iran demi mencapai tujuan-tujuannya.
 
Padahal, program nuklir Iran sepenuhnya berada di bawah pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dan lembaga nuklir PBB itu berkali-kali menegaskan aspek damai nuklir Tehran. Selain itu, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah Sayid Ali Khamenei dalam fatwanya, mengharamkan pengembangan, produksi, dan penggunaan bom nuklir.
 
Adapun mengenai sudut pandang kedua, penting untuk diketahui bahwa Iran tidak pernah menyembunyikan prestasi militer dan rudalnya. Republik Islam menyatakan berhak untuk meningkatkan kekuatan militernya dan AS tidak bisa menuntut Iran untuk menutup program rudalnya.
 
Opini publik dunia masih ingat bahwa AS, Perancis, Inggris, Jerman, Arab Saudi, Kuwait, dan Uni Soviet memasok Irak dengan senjata canggih selama menyerang Iran pada 1980-an.
 
Washington sengaja mengangkat isu rudal balistik Iran untuk menenangkan ekstremis Amerika-Zionis yang menentang pembicaraan nuklir. Negara itu juga ingin menetapkan agenda untuk pembicaraan masa depan antara Iran dan kekuatan dunia.
 
Bagaimana pun juga, Iran mustahil setuju untuk menegosiasikan hak absolutnya terkait sistem pertahanan negara. Iran telah menetapkan garis merah yang tidak bisa dirundingkan seperti, penangguhan kegiatan riset nuklir, penutupan reaktor Air Berat Arak, dan pembatasan jumlah sentrifugal sampai di bawah 10.000 unit.