کمالوندی

کمالوندی

Salam satu problema besar Dunia Islam saat ini adalah masalah perselisihan umat Islam dan isu madzhab yang sengaja ditimpakan dengan tujuan-tujuan yang keji. Hal itu disampaikan Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei hari Senin (11/11) ini dalam pertemuan dengan para pejabat dan penanggung jawab urusan haji.

Dalam kesempatan itu, beliau menyebut haji sebagai hadiah Ilahi dengan kapasitas tanpa batas untuk menciptakan kesepahaman terkait kebutuhan-kebutuhan bersama Dunia Islam.

Seraya menekankan untuk memerhatikan kondisi dan tuntutan zaman dalam memaksimalkan pemanfaatan kapasitas haji yang sangat besar, Ayatollah al-Udzma Khamenei mengatakan, "Kubu arogansi dan imperialis punya pengalaman yang besar dalam menyulut konflik berlatar belakang perbedaan madzhab. Dalam kondisi sekarang, kapasitas haji harus diaktifasi untuk melawan konspirasi ini."

Beliau menambahkan, "Konflik antar madzhab tidak terbatas dalam isu Syiah dan Sunni. Jika musuh berhasil mengobarkan pertikaian ini, maka pada tahap berikutnya mereka akan menyusun agenda menyulut konflik internal antara kelompok di tubuh Sunni dan Syiah."

Lebih lanjut Pemimpin Besar Revolusi Islam menyatakan bahwa salah satu kapasitas besar haji adalah peluang di sana untuk memupuk kesepahaman terkait kebutuhan dan tuntutan bersama Dunia Islam.

Beliau menandaskan, "Masih banyak kapasitas haji yang belum dikenal, yang untuk bisa mengungkapnya diperlukan tenaga dan pemikiran para pemikir dan cendekiawan."

Seraya mengapresiasi kinerja para petugas dan pengurus pelaksanaan haji tahun ini yang telah memberikan layanan yang baik kepada para jamaah haji, Rahbar berharap supaya anugerah dan kapasitas besar yang ada pada ibadah haji bisa lebih dimanfaatkan untuk kepentingan Dunia Islam.

Di awal pertemuan, Wakil Waki Faqih dan Pimpinan Jamaah Haji Iran, Hojjatul Islam wal Muslimin Qazi Asgar menyampaikan laporannya terkait program yang dilaksanakan Bi'tsah Pemimpin Besar Revolusi Islam selama musim haji yang meliputi berbagai kegiatan budaya, keagamaan, dan kegiatan yang berlevel internasional.
Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei Rabu (20/11) dalam pertemuan akbar dengan puluhan ribu komandan pasukan relawan Basij, menyebut Basij sebagai manifestasi dari kestabilan, kebanggaan dan wibawa pemerintahan Islam. Seraya menjelaskan beberapa kriteria dan modus-modus penipuan kubu arogansi global, khususnya Amerika Serikat (AS), yang tak bersedia tunduk kepada kebenaran, beliau menegaskan bahwa resistensi dan kekuatan bangsa adalah satu-satunya cara melawan musuh.

Ayatollah al-Udzma Khamenei menekankan kembali dukungannya kepada pemerintah dan para pejabat negara seraya menandaskan, "Dalam masalah nuklir, ada beberapa garis merah yang harus dijaga dan jangan pernah mundur walau sejengkal dalam membela hak-hak bangsa."

Menurut beliau, Basij adalah wujud nyata dari kebesaran bangsa Iran dan kumpulan tenaga-tenaga handal di dalam negeri. "Bagi para pendukung pemerintahan, revolusi Islam dan negara ini, Basij adalah kesatuan yang membanggakan, tumpuan harapan dan lembaga yang terpercaya, sementara bagi musuh-musuh pemerintahan Islam ini Basij merupakan lembaga yang menakutkan dan mengecewakan," tambah beliau.

Menyinggung peringatan Pekan Basij yang bertepatan dengan peringatan perjuangan Zainab al-Kubra (as), Pemimpin Besar Revolusi Islam mengatakan, "Perjuangan Zainab merupakan kelanjutan dari epik Asyura. Dengan kata lain, perjuangan Syd. Zainab (as) menghidupkan dan menjaga epik perjuangan Asyura."

Seraya menyinggung perjuangan Zainab al-Kubra (as) yang penuh dengan resistensi dan ketabahan saat menghadapi berbagai musibah yang kebesarannya hanya bisa disandingkan dengan kebesaran perjuangan Asyura, beliau menjelaskan khutbah-khutbah Zainab al-Kubra (as) yang tegas di depan warga Kufah, di depan Ibnu Ziyad dan di istana Yazid.

Rahbar menegaskan bahwa resistensi Zainab al-Kubra (as) telah membuahkan gerakan resistensi sepanjang sejarah dalam membela kebenaran. "Karena itu, teladan dan orientasi kita dalam gerakan ini adalah Zainab (as) dan tujuan yang harus dikejar adalah kemuliaan Islam dan masyarakat Islam serta kemuliaan insani," kata beliau.

Dalam pertemuan akbar ini, Pemimpin Besar Revolusi Islam menyinggung ungkapan ‘lunak tapi unggul' yang beberapa waktu lalu beliau gunakan, seraya mengatakan, "Sebagian orang menyebut ungkapan ‘lunak tapi unggul' sebagai langkah melepas prinsip dan cita-cita pemerintahan Islam. Atas dasar itu, sebagian musuh kita mengklaim bahwa pemerintahan Islam telah mundur dari prinsipnya. Padahal semua kesimpulan itu tidak benar dan satu pemahaman yang buruk."

Beliau menambahkan, "Sikap lunak yang unggul berarti bermain cantik dengan menggunakan berbagai cara untuk mencapai tujuan dan berbagai cita-cita yang didambakan oleh pemerintahan Islam."

Di antara cita-cita revolusi dan pemerintahan Islam yang disinggung Rahbar adalah kemajuan dan membangun peradaban Islam yang agung. Cita-cita ini merupakan gerakan bersama yang dilakukan secara bertahap.

Lebih lanjut beliau mempertanyakan, "Apakah penekanan pemerintahan Islam akan kemajuan berarti kecenderungan pemerintahan Islam kepada perang? Apakah pemerintahan Islam hendak menyulut masalah dengan semua bangsa dan negara di dunia? Dan inilah yang sering kali terdengar dari mulut najis anjing-anjing galak di kawasan ini, yakni Rezim Zionis Israel."

Ayatollah al-Udzma Khamenei menambahkan, "Apa yang diklaim musuh justeru berlawanan dengan pandangan dan perilaku Islam. Sebab, cita-cita pemerintahan Islam sebagaimana yang diajarkan oleh al-Qur'an, Nabi Muhammad Saw dan para Imam Suci (as) adalah keadilan, kebajikan dan sikap baik terhadap semua bangsa."

Menurut beliau, bahaya sesungguhnya yang mengancam dunia adalah kekuatan jahat global termasuk rezim ilegal Zionis dan para pendukungnya.

Pemimpin Besar Revolusi Islam mengungkapkan bahwa pemerintahan Islam selalu mendambakan kasih sayang dan pengabdian kepada semua manusia serta memupuk hubungan persaudaraan dengan semua bangsa.

Ditambahkannya, pemerintahan Islam bahkan tidak bermusuhan sama sekali dengan rakyat Amerika, walaupun pemerintah AS bersikap arogan, memusuhi, keji dan menaruh dendam terhadap bangsa Iran.

"Yang berseberangan dengan pemerintahan Islam dan dilawan oleh pemerintahan Islam adalah arogansi," tegas beliau.

Lebih lanjut di depan puluhan ribu komandan Basij, Rahbar menjelaskan kriteria-kriteria arogansi dan maniferasinya di zaman ini. Seraya menyatakan bahwa arogansi atau istikbar adalah ungkapan yang ada dalam al-Qur'an, beliau menegaskan, "Arogansi selalu ada sepanjang sejarah walaupun modus-modus dan caranya berbeda."

Dalam menghadapi arogansi beliau menekankan untuk bersikap dan bertindak secara logis dan cerdas serta terprogram, sama seperti menangani hal-hal yang lain. Salah satu langkah awal dalam melawan arogansi adalah dengan mengenalnya secara benar.

Mengenai kriteria kubu arogansi, Ayatollah al-Udzma Khamenei menyatakan bahwa salah satu kriteria utamanya adalah anggapan dirinya sebagai yang lebih unggul di atas yang lain. Ketika sebuah negara atau sistem hegemoni di kancah internasional menganggap dirinya sebagai yang utama, poros, dan di atas yang lain, maka yang akan muncul adalah percaturan global yang membahayakan. Di antara dampak-dampaknya adalah anggapan akan hak mengintervensi urusan negara-negara lain, memaksakan pandangan terhadap bangsa-bangsa lain, dan klaim sebagai penguasa dunia.

"Retorika yang digunakan para petinggi AS saat berbicara memperlihatkan bahwa mereka merasa memegang kendali atas nasib bangsa-bangsa lain dan merekalah yang memiliki dunia dan kawasan ini," kata beliau.

Dampak buruk lainnya dari sikap congkak itu adalah keengganan untuk menerima kebenaran. Pemimpin Besar Revolusi Islam menyebutkan salah satu contohnya yaitu sikap AS dan kubu arogansi yang tidak bersedia mengakui hak bangsa-bangsa lain. "Isu nuklir Iran adalah satu contoh jelas yang memperlihatkan penolakan kubu hegemoni untuk mengakui hak bangsa lain," tegas beliau.

Padahal, lanjut beliau, setiap manusia atau negara yang menggunakan logika akan tunduk dan menerima kata-kata yang benar. Lain halnya dengan kubu arogansi yang tidak pernah bersedia menerima kata-kata pihak lain yang benar dan jelas. Mereka hanya memikirkan upaya untuk menistakan hak bangsa lain.

Seraya menjelaskan bahwa kriteria lain dari arogansi adalah sikap yang menghalalkan segala bentuk kejahatan terhadap bangsa lain, Rahbar menandaskan, "Di mata kubu hegemoni, bangsa dan orang yang tak bersedia tunduk dan menyerah kepadanya, tidak ada harganya dan mereka bisa diperlakukan dengan cara seburuk apapun."

Menurut beliau, contoh dalam hal ini sangat banyak dan tak terbilang, diantaranya adalah kejahatan keji dan menjijikkan yang mereka lakukan terhadap warga pribumi benua Amerika, kejahatan Inggris terhadap warga pribumi Australia, dan perbudakan paksa orang-orang kulit hitam asal Afrika yang dilakukan oleh orang-orang Amerika. Contoh lain yang merupakan kejahatan di zaman ini adalah tindakan AS yang menjatuhkan bom atom di Jepang.

"Di dunia ini, bom atom hanya digunakan dua kali dan keduanya digunakan terhadap rakyat Jepang dan pelakunya adalah orang-orang Amerika. Meski sudah melakukan kejahatan ini, AS justeru tampil sebagai pihak yang merasa berhak mengambil keputusan dalam masalah nuklir," kata beliau.

Ayatollah al-Udzma Khamenei mengingatkan kembali pembantaian dan penyiksaan rakyat Vietnam, Irak, Pakistan dan Afghanistan oleh AS. "Penyiksaan keji yang terjadi di Guantanamo dan Abu Ghraib tak akan pernah terlupakan," ungkap beliau.

Untuk itu, beliau kembali menekankan keharusan mengenal kriteria kubu arogansi sebagai langkah awal dalam melakukan perlawanan yang arif dan cerdas. Beliau menambahkan kriteria lain kubu arogansi yaitu hipokritas dan kebohongan. Salah satu modus yang biasa digunakan adalah melakukan kejahatan dengan dikemas dalam bentuk pelayanan dan jasa.

Sebagai contohnya, kata beliau, untuk menjustifikasi kejahatan menjatuhkan bom atom di Jepang, para petinggi AS lewat media propagandanya menyatakan, jika 200 ribu orang tidak terbunuh akibat bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, Perang Dunia II tak akan berakhir dan akan ada dua juta orang lagi yang terbunuh dalam perang. Karena itu, serangan bom atom ke Jepang pada hakikatnya adalah pengabdian AS kepada umat manusia!

Pemimpin Besar Revolusi Islam menjelaskan, "Klaim itu terus diulang-ulang padahal data-data yang ada menunjukkan bahwa beberapa bulan sebelum AS melakukan kejahatan besar itu di Jepang, Hitler yang merupakan salah satu penyulut PD II sudah bunuh diri, dan Mussolini pilar lainnya dalam PD II juga sudah ditangkap dalam sebuah serbuan, sementara Jepang sendiri sejak dua bulan sebelumnya sudah mengumumkan kesiapannya untuk menyerah."

Tujuan AS di balik kejahatan itu, kata beliau, adalah untuk mengujicoba senjata barunya, yaitu bom atom, di medan perang yang nyata. Dan itu dilakukan meski harus mengorbankan nyawa rakyat Hiroshima dan Nagasaki yang tak berdosa. Tapi sekarang, kejahatan itu dikemas dalam bentuk sebuah pengabdian kepada umat manusia.

Contoh lainnya adalah hipokritas sikap yang ditunjukkan AS dan kubu hegemoni dalam kasus senjata kimia Suriah. Ayatollah al-Udzma Khamenei mengatakan, "Para petinggi AS berulang kali mengaku bahwa penggunaan senjata kimia adalah garis merah bagi mereka. Tapi dulu ketika Saddam menggunakan senjata kimia untuk menyerang rakyat Iran, rezim AS bukan hanya tak menunjukkan penentangan bahkan menyuplai rezim Saddam dengan minimal 500 ton bahan kimia yang sangat berbahaya. Bahan itulah yang digunakan untuk membuat senjata kimia dan menyerang para pejuang Iran."

Contoh lain dari kejahatan AS adalah pembunuhan terhadap sekitar 300 penumpang dan awak pesawat komersial Iran dan bantuan intelijen AS kepada rezim Saddam di Irak.

Di bagian lain pembicaraannya, menyinggung konflik sepanjang sejarah antara kubu kebenaran dan kubu arogansi, Rahbar mengajukan pertanyaan mendasar tentang faktor yang memicu konspirasi dan permusuhan kubu arogansi terhadap Republik Islam Iran? Jawaban pertanyaan ini bisa dilihat dari sejarah terbentuknya revolusi Islam.

"Revolusi Islam rakyat Iran dan berdirinya pemerintahan yang diinginkan bangsa ini adalah gerakan protes dan penentangan terhadap arogansi dan kaki tangannya. Karena itu, kubu arogansi tak bisa menerima keberadaan pemerintahan Islam ini," kata beliau.

Hal itu pula, menurut beliau, yang membuat semua Presiden AS memusuhi Iran sejak kemenangan revolusi Islam dan melakukan berbagai konspirasi terhadap Iran, seperti kudeta, menyulut sentimen etnis, mendorong Saddam untuk menyerang Iran, membantu Saddam sepenuhnya, serta penerapan berbagai sanksi dan intimidasi.

Rahbar juga menyebut Presiden AS saat ini sebagai pihak yang ikut berperan dalam menyulut rangkaian kerusuhan dan fitnah pasca pemilu 2009 di Iran. Saat ini yang dijadikan oleh AS sebagai alat untuk menundukkan bangsa Iran adalah embargo. "Masalah mereka sebenarnya adalah karena mereka tidak mengenal bangsa ini juga iman dan kekompakannya, selain itu mereka juga tak pernah mau belajar dari kesalahan yang lalu," imbuh beliau.

Mengenai perundingan nuklir antara Republik Islam Iran dan enam negara (5+1), beliau menyatakan dukungannya kepada pemerintah dan para pejabat negara, dan ini merupakan satu kewajiban. Meski demikian beliau mengingatkan bahwa hak-hak bangsa Iran termasuk hak mengembangkan dan memanfaatkan teknologi nuklir untuk tujuan damai bukan masalah yang bisa ditawar. "Dalam membela hak bangsa, jangan sampai mundur meski hanya satu langkah," tegas beliau.

Pemimpin Besar Revolusi Islam menjelaskan sikapnya yang tidak mencampuri rincian proses perundingan yang ada. Tapi, ada beberapa garis merah yang harus dijaga. Beliau juga berpesan kepada tim perunding untuk tidak takut menghadapi tekanan dan intimidasi apapun.

Mengenai sanksi dan embargo yang dijatuhkan AS dan kubu arogansi terhadap Iran, beliau menegaskan, "Mereka keliru. Bangsa Iran tak akan pernah tunduk kepada siapapun hanya karena tekanan dan intimidasi."

Beliau menambahkan, "Dengan inayah dan taufik Ilahi, bangsa Iran akan berhasil menanggung semua tekanan ini dan akan mengubahnya menjadi peluang."

Ayatollah al-Udzma Khamenei menyebut sanksi AS terhadap Iran sebagai langkah yang sia-sia. Para petinggi AS juga menyadari bahwa sanksi ini tidak menghasilkan apapun. Karena itu, seiring dengan sanksi mereka juga sering mengumbar ancaman serangan militer, yang membuktikan bahwa sanksi tidak berguna sama sekali.

Beliau menambahkan, "Sebaiknya Presiden dan para petinggi AS memikirkan ekonomi mereka yang ambruk dan utang-utangnya supaya pemerintahan tidak terhenti selama dua pekan, bukan malah mengumbar ancaman militer terhadap bangsa Iran."

Rahbar menyebut bangsa Iran sebagai bangsa yang cinta damai dan menghargai bangsa-bangsa lain. Meski demikian, jika ada yang mencari gara-gara, bangsa ini siap melakukan tindakan yang tak terlupakan yang membuatnya menyesal.

Di akhir pembicaraannya, Pemimpin Besar Revolusi Islam menyatakan bahwa masa depan yang cerah menanti bangsa dan negara ini. Untuk itu beliau berpesan kepada para pemuda yang kelak akan memikul tugas yang berat ini supaya menempa diri dengan ketaatan beragama, ketaqwaan, kesusilaan, dan kebersihan jiwa yang diiringi dengan keilmuan, semangat, amanah, dan pengabdian kepada masyarakat.
Minggu, 01 Desember 2013 19:39

Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 95-99

Ayat ke 95

 

سَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَكُمْ إِذَا انْقَلَبْتُمْ إِلَيْهِمْ لِتُعْرِضُوا عَنْهُمْ فَأَعْرِضُوا عَنْهُمْ إِنَّهُمْ رِجْسٌ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (95)

 

Artinya:

Kelak mereka akan bersumpah kepadamu dengan nama Allah, apabila kamu kembali kepada mereka, supaya kamu berpaling dari mereka. Maka berpalinglah dari mereka; karena sesungguhnya mereka itu adalah najis dan tempat mereka jahannam; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. (9: 95)

 

Orang-orang munafik yang enggan untuk hadir dalam perang Tabuk dan memilih tetap tinggal di Madinah datang menyambut Nabi dan pasukan Islam yang kembali dari medan perang. Pada saat itu dengan bersumpah mereka mengajukan berbagai dalih atas ketidakikutsertaan mereka dalam medan jihad. Akan tetapi Allah Swt memerintahkan kaum Muslimin agar mengabaikan sumpah dan dalih-dalih yang diajukan orang-orang Munafik itu. Karena itulah, Nabi Muhammad Saw menyuruh kaum Muslimin agar tidak bergaul dengan orang-orang Munafik yang tidak hadir di medan pertempuran itu dan tidak menaruh kepercayaan kepada mereka. Lanjutan ayat tadi menyebutkan alasan kemurkaan Ilahi terhadap orang-orang munafik, yaitu karena jiwa mereka kotor dan kelak balasan bagi mereka adalah api neraka.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Kita tidak boleh gampang percaya pada sumpah orang-orang Munafik, yang pada umumnya bermaksud menipu kaum Mukminin.

2. Kita harus bisa mengambil jarak terhadap orang-orang dan lingkungan yang sudah rusak. Bahkan, kita harus berani memutus hubungan dengan orang-orang Munafik karena kemunafikan adalah sebuah penyakit yang membahayakan dan akan merusak keimanan kita.

 

Ayat ke 96

 

يَحْلِفُونَ لَكُمْ لِتَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنْ تَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَرْضَى عَنِ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ (96)

 

Artinya:

Mereka akan bersumpah kepadamu, agar kamu ridha kepada mereka. Tetapi jika sekiranya kamu ridha kepada mereka, sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang yang fasik itu. (9: 96)

 

Bagi orang-orang Munafik, usaha untuk mengambil hati orang mukmin bertujuan untuk menghindarkan diri dari kemaharan kaum Mukminin atas perbuatan licik mereka dan untuk menguatkan posisi mereka di tengah masyarakat. Meskipun kaum Mukmin ada yang terpedaya oleh usaha kaum Munafik dan menjadi ridha terhadap orang-orang Munafik itu, namun Allah tetap tidak akan ridha terhadap mereka. Keridhaan kaum mukmin itu sama sekali tidak ada artinya bila Allah tidak meridhai.

 

Terkait dengan masalah ini, Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, "Barangsiapa yang berusaha untuk mendapatkan keridhaan Allah, sekalipun akibat usaha itu ia mungkin akan menerima kemarahan dari masyarakat, namun Allah Swt akan membuka jalan agar masyarakat juga akan ridha kepadanya. Akan tetapi sebaliknya, barangsiapa yang mencari keridhaan manusia dengan cara melanggar aturan Allah, maka Allah akan memurkainya dan Allah Swt akan membuat masyarakat tidak suka kepada orang itu."

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Orang munafik tidak akan pernah berusaha mencari keridhaan Allah. Mereka hanya mencari kesenangan duniawi dan untuk itu, mereka rela melakukan berbagai tipu daya terhadap kaum Muslimin.

2. Hati dan lisan manusia yang beriman tidak boleh menyatakan persetujuan atas perbuatan orang-orang yang fasik dan pembuat dosa.

 

Ayat ke 97

 

الْأَعْرَابُ أَشَدُّ كُفْرًا وَنِفَاقًا وَأَجْدَرُ أَلَّا يَعْلَمُوا حُدُودَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (97)

 

Artinya:

Orang-orang Arab Badwi itu, lebih sangat kekafiran dan kemunafikannya, dan lebih wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (9: 97)

 

Masyarakat pada zaman Nabi Saw terbagi dalam dua kelompok, yaitu mereka yang tinggal di perkotaan dan yang tinggal di pedalaman atau pedesaan. Ayat-ayat sebelumnya berbicara mengenai orang-orang Munafik yang tinggal di perkotaan. Sementara itu, ayat ini dan dua ayat sesudahnya membicarakan tentang orang-orang Munafik yang tinggal di pedesaan. Ayat ini mengatakan, "Orang-orang Arab Badui, dikarenakan jauh dari budaya dan adat istiadat Islam, pemahaman mereka terhadap agama Islam menjadi sedikit. Oleh karena itu, mereka menjadi rentan terhadap isu dan fitnah yang dilontarkan oleh musuh."

 

Poin lain dari ayat ini adalah bahwa kalimat al-A'rab, arti harfiahnya adalah orang Arab Badui yang tinggal di pedalaman dan di desa-desa yang jauh. Namun, dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa kalimat ini memiliki mafhum dan pengertian yang lebih luas, yang tidak terbatas pada geografi. Dengan kata lain, yang dimaksud sebagai Badui dalam ayat ini adalah orang-orang yang pengetahuan agamanya minim, sehingga umumnya akan mudah menerima isu dan fitnah dari musuh.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Kehidupan dalam lingkungan yang jauh dari kebudayaan dan keyakinan-keyakinan Islam, serta ketidaktahuan terhadap hukum Allah, dapat menyebabkan kerentanan dari berbagai sifat munafik dan kekafiran.

2. Menurut pandangan al-Quran, orang Badui adalah mereka yang meninggalkan tradisi dan sunnah Islami, lalu menggantikannya dengan tradisi jahiliah. Karena itu, meskipun seseorang tinggal di kota dan punya kehidupan modern, namun berperilaku meninggalkan tradisi Islami, sama saja dengan orang Badui.

 

Ayat ke 98-99

 

وَمِنَ الْأَعْرَابِ مَنْ يَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ مَغْرَمًا وَيَتَرَبَّصُ بِكُمُ الدَّوَائِرَ عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ السَّوْءِ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (98) وَمِنَ الْأَعْرَابِ مَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَيَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ قُرُبَاتٍ عِنْدَ اللَّهِ وَصَلَوَاتِ الرَّسُولِ أَلَا إِنَّهَا قُرْبَةٌ لَهُمْ سَيُدْخِلُهُمُ اللَّهُ فِي رَحْمَتِهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (99)

 

Artinya:

Di antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah), sebagi suatu kerugian, dan dia menanti-nanti marabahaya menimpamu, merekalah yang akan ditimpa marabahaya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (9: 98)

 

Di antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan untuk mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukan mereka kedalam rahmat (surga)Nya; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (9: 99)

 

Kedua ayat ini membicarakan tentang adanya dua pandangan yang berbeda mengenai infak atau bantuan di jalan Islam, dengan mengatakan, "Mereka yang jauh dari kebudayaan Islam, ketika menginfakkan sesuatu kepada kaum fakir miskin, yang hanya bisa mendoakan saja, akan memandang infak dan bantuan itu sebagai kerugian belaka. Sebaliknya, orang-orang yang telah memahami kebudayaan Islam dan beriman kepada Hari Kiamat, mengetahui bahwa infak atau bantuan yang dikeluarkan di jalan Allah merupakan tabungan dan investasi kepada Allah yang tidak pernah rugi. Mereka mengetahui bahwa kelak pada Hari Kiamat, Allah akan membalas infak dan sedekah itu dengan pahala yang berlipat ganda. Sementara itu, di dunia, perbuatan mereka ini menggembirakan Rasul sehingga Rasul mendoakan mereka. Doa dari Rasul itu akan menyebabkan keridhaan dari Allah Swt dan mendatangkan rahmat-Nya di dunia dan di akhirat.

 

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Orang-orang munafik menganggap infak dan mengeluarkan bantuan itu sebagai kerugian, karena di hati mereka tidak tertanam iman kepada Allah dan Hari Kiamat.

2. Kaum Munafikin hanya menginginkan kejelekan dan bencana bagi orang-orang Mukmin, tetapi mereka sendiri yang akan terlilit kesulitan dan keinginan mereka itu tidak akan pernah tercapai.

3. Hal-hal yang bisa mendekatkan diri kepada Allah, tidak lain adalah keikhlasan dan ketulusan kepada Allah Swt. Sebagai contoh, orang munafik bila mengeluarkan infak, maka amalnya itu tidak akan diterima Allah, karena dia melakukannya dengan niat yang busuk.

Minggu, 01 Desember 2013 19:38

Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 91-94

Ayat ke 91

 

لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلَا عَلَى الْمَرْضَى وَلَا عَلَى الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ مَا يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِنْ سَبِيلٍ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (91)

 

Artinya:

Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (9: 91)

 

Pada pembahasan lalu telah disebutkan bahwa sebagian orang-orang munafik guna melarikan diri dari kewajiban jihad fi salibillah mereka mengetengahkan berbagai alasan yang dibuat-buat. Sementara Allah Swt telah menganggap perbuatan mereka itu sebagai sumber kekufuran dan keluar dari iman kepada-Nya. Pada ayat ini dan ayat berikutnya al-Quran telah menyinggung beberapa kelompok muslimin yang dimaafkan untuk tidak mengikuti jihad dan perang, sehingga tidak lagi ada kelompok lain yang membuat-buat alasan dan justifikasi untuk tidak berpartisipasi dalam jihad. Kaum wanita dan anak-anak sudah barang tentu diterima alasan mereka tidak mengikuti perang dan jihad fi sabilillah.

 

Selain kedua kelompok oang itu, disebutkan pula orang-orang yang dari segi fisik tidak mampu, atau dikarenakan sakit sehingga mereka tidak mungkin bisa berperang, atau orang-orang yang tidak memiliki apapun dirumahnya,yang apabila mereka tinggal ke medan tempur pastilah keluarga dan rumah tangga mereka akan kelaparan. Orang-orang semacam ini diampuni untuk tidak mengikuti perang. Tentu dalam hal ini orang-orang semacam tersebut masih bisa diberi tugas dengan sebatas kemampuannya yaitu mereka tinggal di front terbelakang, sehingga tidak menimbulkan iri hati.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Dalam Islam tidak pernah ada perintah yang melampaui batas kemampuan manusia. Karena undang-undang Islam selalu didasarkan pada perasaan dan keadilan. Untuk itu, setiap pekerjaan dan kewajiban yang manusia tidak mampu melaksanakannya, terlepas dari tanggung jawabnya.

2. Mereka yang punya alasan tidak bisa pergi ke medan tempur, meski sebenarnya mereka berkeinginan untuk ikut pergi. Mereka tersebut selalu berdoa kepada Allah Swt dengan hati dan lisannya agar pasukan Islam memperoleh kemenangan, atau mereka memberikan dukungan apapun yang bisa mereka lakukan sebagai perbuatan baik.

 

Ayat ke 92

 

وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ (92)

 

Artinya:

Dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu". lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. (9: 92)

 

Ayat sebelumnya menyinggung 3 kelompok manusia yang dimaafkan untuk tidak ikuti ke medan pertempuran. Selanjutnya ayat ini menyebut kelompok manusia ke 4, yang bila diperhatikan dari segi pisik, mereka itu sehat, kuat dan mampu, mereka juga tidak memiliki peroblema keluarga, akan tetapi mereka tidak memiliki sarana dan alat untuk berperang seperti senjata atau alat dan sarana lainnya untuk bisa hadir dalam pertempuran. Agama Islam memaafkan kelompok manusia semacam ini, dikarenakan pemerintah Islam tidak bisa menyediakan peralatan dan sarana yang diperlukan bagi mereka. Jelas, bahwa kelompok Muslimin semacam ini juga memiliki hak untuk mendapatkan pahala dan balasan yang diperoleh oleh pasukan Muslimin. Karena mereka telah melangkah untuk bisa berpartisipasi, namun disebabkan oleh tidak tersedianya alat dan sarana, akhirnya mereka tidak bisa hadir. Selain itu, mereka juga bersedih dan menyesal atas ketidak hadirannya.

 

Dalam hal ini Nabi Muhammad Saw dalam perang Tabuk mengatakan, "Kelompok Muslimin semacam ini yang tinggal di Madinah memiliki hak bersama kalian di medan tempur ini. Karena sesungguhnya mereka sangat ingin pergi ke medan Jihad, akan tetapi mereka tidak bisa pergi dikarenakan tidak tersedianya sarana dan alat-alat untuk berperang."

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Nilai-nilai kemanusiaan tegak lewat motivasi kejiwaan dan semangat manusia itu, bukan dengan fasilitas. Semangat keagamaan juga merupakan suatu hal yang penting.

2. Orang mukmin yang sebenarnya akan sedih dan menangis bila tidak bisa ikut dan partisipasi dalam Jihad fi sabilillah. Akan tetapi orang-orang Munafik malah bergembira dan senang bila tidak hadir dalam pertempuan dan jihad fi sabilillah.

 

Ayat ke 93

 

إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَسْتَأْذِنُونَكَ وَهُمْ أَغْنِيَاءُ رَضُوا بِأَنْ يَكُونُوا مَعَ الْخَوَالِفِ وَطَبَعَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (93)

 

Artinya:

Sesungguhnya jalan (untuk menyalahkan) hanyalah terhadap orang-orang yang meminta izin kepadamu, padahal mereka itu orang-orang kaya. Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak ikut berperang dan Allah telah mengunci mati hati mereka, maka mereka tidak mengetahui (akibat perbuatan mereka). (9: 93)

 

Ayat ini menyinggung mengenai orang kaya dan munafik yang hidup berkecukupan di dalam masyarakat. Mereka ini tidak segan-segan absen dari medan jilida fi sabilillah karena mereka menjaga harta kekayaannya. Untuk itu mereka selalu mencari jalan untuk melarikan diri dari kewajiban Islam. Dalam ayat ini mereka mendapat kecaman keras dan disebutkan, sedemikian hebatnya mereka cinta kepada dunia sehingga membuat hati mereka mati dan sekeras batu. Mereka bahkan tidak bisa memahami hakikat dan tidak malu-malu tinggal bersama orang-orang yang menentang.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Kaya dan miskin sama dihadapan hukum Allah.

2. Siapa saja tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab melakukan hukum-hukum Islam.

 

Ayat ke 94

 

يَعْتَذِرُونَ إِلَيْكُمْ إِذَا رَجَعْتُمْ إِلَيْهِمْ قُلْ لَا تَعْتَذِرُوا لَنْ نُؤْمِنَ لَكُمْ قَدْ نَبَّأَنَا اللَّهُ مِنْ أَخْبَارِكُمْ وَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (94)

 

Artinya:

Mereka (orang-orang munafik) mengemukakan 'uzurnya kepadamu, apabila kamu telah kembali kepada mereka (dari medan perang). Katakanlah: "Janganlah kamu mengemukakan 'uzur; kami tidak percaya lagi kepadamu, (karena) sesungguhnya Allah telah memberitahukan kepada kami beritamu yang sebenarnya. Dan Allah serta Rasul-Nya akan melihat pekerjaanmu, kemudian kamu dikembalikan kepada Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (9: 94)

 

Berdasarkan beberapa riwayat kira-kira 80 orang munafik dengan berbagai alasan enggan berpartisipasi dalam perang Tabuk, bahkan sewaktu Nabi Muhammad Saw dan kaum Muslimin kembali dari pertempuran, mereka mengetengahkan berbagai justifikasi atas pekerjaan mereka. Akan tetapi sewaktu ayat ini diturunkan, orang-orang Mukmin justru merasa curiga atas alasan mereka. Sementara mereka merasa dapat mengelabui orang-orang Mukmin supaya bila pasukan Islam memperoleh kemenangan, mereka akan bisa memperoleh bagian dari rampasan perang tersebut.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Betapa mudah dan baiknya Islam menerima alasan para pengikutnya dengan syarat tidak mencari-cari alasan. Selain itu, alasan itu juga tidak membahayakan dan menciptakan ketakutkan di kalangan kaum Muslimin.

2. Mereka yang melarikan diri dari melaksanakan tanggung jawab agama dan sosialnya, harus mendapatkan sanksi dari masyarakat berupa pemboikotan dan lain sebagainya, sehingga akan menjadi pelajaran bagi yang lainnya.

Minggu, 01 Desember 2013 19:37

Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 85-90

Ayat ke 85

 

وَلَا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَأَوْلَادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ (85)

 

Artinya:

Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka, dalam keadaan kafir. (9: 85)

 

Kondisi di awal munculnya Islam serba sulit, dimana kebanyakan kaum Muslimin ekonomi mereka sangat memprihatinkan. Sebaliknya, posisi keuangan orang-orang munafik sangat baik dan kuat, sehingga hal ini bisa menggoda dan menarik kaum Muslimin untuk simpati kepada mereka. Karena itulah pada ayat ini, juga ayat 55 surat at-Taubah ini Allah Swt mengingatkan orang-orang Mukmin, agar jangan tertipu dan tertarik pada glamournya dunia dan kekayaan yang berlimpah pada orang-orang Munafik. Namun sebaliknya mereka harus memandang kepada orang munafik itu sebagai kerugian, betapa tidak, karena nikmat-nikmat Allah ini bila jatuh ke tangan orang-orang yang tidak memiliki iman kepada Tuhan, maka ia akan menjadi adzab dan siksaan bagi mereka. Hal itu berakibat jelek bagi mereka di dunia ini dan mereka akan meninggalkan dunia ini dalam keadaan masih kufur.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Menumpuknya harta kekayaan dan banyaknya anak, terkadang akan menjadi azab dan kesulitan. Karena itu sekali-kali janganlah kita memandang itu semua sebagai kesejahteraan dan kebaikan.

2. Ukuran bahagia dan sejahtera adalah bebas dan merdekanya manusia itu. Akibat yang baik itu penting dan bukan kekayaan yang banyak.

 

Ayat ke 86-87

 

وَإِذَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ أَنْ آَمِنُوا بِاللَّهِ وَجَاهِدُوا مَعَ رَسُولِهِ اسْتَأْذَنَكَ أُولُو الطَّوْلِ مِنْهُمْ وَقَالُوا ذَرْنَا نَكُنْ مَعَ الْقَاعِدِينَ (86) رَضُوا بِأَنْ يَكُونُوا مَعَ الْخَوَالِفِ وَطُبِعَ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُونَ (87)

 

Artinya:

Dan apabila diturunkan suatu surat (yang memerintahkan kepada orang munafik itu): "Berimanlah kamu kepada Allah dan berjihadlah beserta Rasul-Nya", niscaya orang-orang yang sanggup di antara mereka meminta izin kepadamu (untuk tidak berjihad) dan mereka berkata: "Biarkanlah kami berada bersama orang-orang yang duduk". (9: 86)

 

Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak berperang, dan hati mereka telah dikunci mati maka mereka tidak mengetahui (kebahagiaan beriman dan berjihad). (9: 87)

 

Dalam lanjutan ayat sebelumnya dua ayat ini mengatakan, "Mereka yang harta kekayaannya telah membuat mata kalian terbelalak, hatinya telah tertambat oleh dunia ini. Sehingga setiap kali seruan untuk berjihad dan perang datang, mereka selalu mencari-cari jalan untuk melarikan diri. Mereka lebih suka tinggal di kota bersama orang-orang tua dan kaum perempuan yang lemah. Dikarenakan cintanya kepada dunia mereka telah menjual agama dan membiarkan Nabi Muhammad Saw sendirian menghadapi musuh. Apakah kalian orang-orang Mukmin juga mencari dunia semacam itu, lalu kalian melepaskan tugas-tugas dan kewajiban kalian?"

 

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Jihad dan berperang melawan musuh-musuh Islam guna membela dan menjaga agama Islam merupakan keharusan dan penyempurna Iman kepada Allah Swt.

2. Keterikatan dan cinta kepada dunia merupakan unsur terpenting untuk melarikan diri dari kewajiban jihad. Karena itu, apabila kita tidak memiliki kemampuan untuk menjaga komitmen, maka janganlah mencari dunia sebanyak mungkin.

3. Orang-orang Munafik adalah orang yang hatinya sakit. Karena sebenarnya mereka mampu mengetahui kebenaran, akan tetapi mereka memilih untuk melenyapkan kebenaran.

 

Ayat ke 88-89

 

لَكِنِ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آَمَنُوا مَعَهُ جَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ وَأُولَئِكَ لَهُمُ الْخَيْرَاتُ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (88) أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (89)

 

Artinya:

Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama dia, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (9: 88)

 

Allah telah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (9: 89)

 

Orang-orang Munafik yang mempunyai kekayaan dan harta yang banyak dan demi menjaga jiwa dan harta tersebut, mereka tidak segan-segan menolak berpartisipasi di medan jihad dan perang melawan musuh. Sebaliknya, Nabi Saw dan kaum Mukminin bersedia mempertaruhkan nyawa dan harta demi membela dan menjaga agama Islam. Sudah barang tentu orang-orang Mumin seperti ini akan memperoleh kebahagiaan yang sebenarnya, baik di dunia maupun di akhirat. Mereka bahkan akan memperoleh balasan pahala yang terbaik. Gugur dan melayangnya nyawa dan harta mereka di jalan Allah itu dalam rangka memudahkan jalan bagi manusia untuk melaksanakan setiap bentuk pekerjaan yang baik, sekalipun pekerjaan tersebut sulit dan memerlukan kekuatan. Oleh sebab itu, mereka pantas memperoleh kebaikan dan kebahagiaan di dunia. Sedang Allah Swt juga akan mengganti segala bentuk kesulitan dan keluh kesah mereka di dunia ini dengan balasan yang terbaik pada Hari Kiamat kelak. Mereka akan menikmati segala kenikmatan surga.

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Orang-orang Munafik tidak bisa mengambil hikmah dengan diawasinya diri mereka. Sementara orang-orang Mukmin harus terus mendukung Nabi dan Islam.

2. Beriman kepada Nabi tidaklah cukup. Seorang muslim harus senantiasa bersama dan membela beliau Saw.

 

Ayat ke 90

 

وَجَاءَ الْمُعَذِّرُونَ مِنَ الْأَعْرَابِ لِيُؤْذَنَ لَهُمْ وَقَعَدَ الَّذِينَ كَذَبُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ سَيُصِيبُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (90)

 

Artinya:

Dan datang (kepada Nabi) orang-orang yang mengemukakan 'uzur, yaitu orang-orang Arab Baswi agar diberi izin bagi mereka (untuk tidak berjihad), sedang orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya, duduk berdiam diri saja. Kelak orang-orang yang kafir di antara mereka itu akan ditimpa azab yang pedih. (9: 90)

 

Ayat ini menunjukkan pembagian masyarakat menjadi dua bagian dan dengan mengatakan, "Sekelompok manusia memang memiliki alasan yang benar, dimana mereka memang tidak mungkin ikut dalam jihad dan berperang melawan musuh-musuh Islam. Akan tetapi ada kelompok lain yang tidak memiliki alasan logis dan enggan berpartisipasi dalam jihad. Orang seperti ini pada dasarnya tidak memiliki kepedulian samasekali dalam membela kesucian Islam. Karena itu al-Quran mengenai kelompok pertama ini menyatakan, "Terhadap mereka yang memiliki alasan yang benar, tetapi mereka masih juga meminta ijin kepada Nabi dan menyatakan penyesalan atas hal ini, maka mereka ini masih dianggap memiliki kepedulian untuk membela Nabi Saw dan kesucian agama Islam. Namun berbeda dengan kelompok kedua yang dengan bohong, mereka mencari-cari alasan agar Nabi mengijinkan mereka untuk tinggal di rumah, dengan sikap dan tingkah laku yang tidak patut inilah mereka dikategorikan sebagai kelompok Kafirin.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Jihad fi sabilillah adalah perkara negara Islam dan bukan urusan peribadi. Karena itu tidak ada hak bagi setiap orang untuk melakukan suatu tindakan tanpa memperoleh ijin dari Nabi atau pemimpin Islam yang sah.

2. Bohong tidak hanya dilakukan dengan lisan, terkadang amal perbuatan manusia juga mengindikasikan kebohongan yang dinyatakannya.

Minggu, 01 Desember 2013 19:35

Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 80-84

Ayat ke 80

 

اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ (80)

 

Artinya:

Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (9: 80)

 

Pada penafsiran ayat-ayat sebelumnya telah disebutkan bahwa orang-orang Munafik zaman awal Islam sekalipun pernyataan dan sikap mereka mengganggu kaum Mukminin serta berusaha membunuh Nabi, tapi semua usaha itu tidak berhasil. Ayat ini berbicara kepada Nabi Muhammad Saw dengan mengatakan, hendaknya engkau jangan memikirkan mereka, bahkan jangan pula memintakan ampunan bagi mereka. Karena mereka itu sedemikian fasik dan tenggelam dalam dosa. Mereka telah sampai pada batas kekufuran kepada Allah dan Rasul-Nya, sehingga cara untuk kembali pun sudah tidak ada lagi. Kendatipun engkau seorang Nabi yang diutus sebagai rahmatan lil alamin, dan meski engkau memintakan ampunan bagi mereka sebanyak 70 kali, namun mereka tidak akan bisa diampuni. Seperti suatu penyakit yang sedemikian kronisnya merongrong si penderita, sehingga dokter ahli pun yang dengan upaya maksimalnya tetap tidak berhasil menyelamatkan jiwanya. Akhirnya si penderita itu harus menjemput ajalnya dengan kematian.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Menghina orang-orang Mukmin dan meremehkan hukum-hukum Islam dapat menyeret manuia ke dalam kekufuran.

2. Allah Swt dan Nabi Muhammad tidak pernah bakhil dalam memberi dan memintakan ampunan kepada mereka. Akan tetapi memang sebagian manusia tidak memiliki potensi untuk mendapatkan ampunan Allah. Karena perbuatan dan dosanya tak terampuni.

 

Ayat ke 81-82

 

فَرِحَ الْمُخَلَّفُونَ بِمَقْعَدِهِمْ خِلَافَ رَسُولِ اللَّهِ وَكَرِهُوا أَنْ يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَقَالُوا لَا تَنْفِرُوا فِي الْحَرِّ قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا لَوْ كَانُوا يَفْقَهُونَ (81) فَلْيَضْحَكُوا قَلِيلًا وَلْيَبْكُوا كَثِيرًا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (82)

 

Artinya:

Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini". Katakanlah: "Api neraka jahannam itu lebih sangat panas(nya)" jika mereka mengetahui. (9: 81)

 

Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan. (9: 82)

 

Setelah keterangan mengenai kemurkaan Allah Swt terhadap orang-orang Munafik dalam ayat sebelumnya, ayat ini menyinggung sebagian ciri-ciri mereka. Dalam ayat ini disebutkan, sewaktu perang Tabuk, orang-orang Munafik tidak hanya absen dalam peperangan tersebut. Karena mereka juga aktif menggembosi kaum Muslimin yang lain agar tidak berpartisipasi dalam peperangan tersebut. Mereka menyebut sejumlah alasan seperti udara panas, jauhnya jarak yang harus ditempuh dan tibanya musim panen. Orang-orang Munafik tidak hanya absen dalam jihad, tetapi mereka juga gembira dapat melarikan diri dari kewajiban perang. Mereka bahkan menyebut tindakan tersebut sebagai tanda kecerdikan dan keahlian Munafikin itu, sehingga jiwa mereka dapat terselamatkan dalam peperangan.

 

Namun Allah Swt dalam menjawab mereka menyatakan, "Jangan bersenang-senang dan bergembira dahulu, karena pada saatnya nanti kalian akan menangis. Meski menurut mereka cucuran air mata itu merupakan siksa, sedang tertawa merupakan pahala. Apakah kalian sudah lupa Hari Kiamat? Dikarenakan udara yang panas kalian dengan begitu saja meninggalkan Rasulullah.

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Orang mukmin yang penakut, meski dia tidak pergi ke medan perang, namun hati mereka tetap merasa tidak enak dan menyesal. Karena tidak pergi ke medan perang dan juga tidak memberikan bantuan meski sebatas kemampuan. Berbeda dengan orang-orang Munafik, mereka selalu gembira tidak pergi ke medan perang dan tidak pula memberi bantuan apapun.

2. Ingat kepada hari Kebangkitan membuat manusia selalu bertahan dalam menghadapi berbagai kesulitan dunia, sehingga mereka berusaha mensejajarkan antara tertawa dan menangis.

 

Ayat ke 83

 

فَإِنْ رَجَعَكَ اللَّهُ إِلَى طَائِفَةٍ مِنْهُمْ فَاسْتَأْذَنُوكَ لِلْخُرُوجِ فَقُلْ لَنْ تَخْرُجُوا مَعِيَ أَبَدًا وَلَنْ تُقَاتِلُوا مَعِيَ عَدُوًّا إِنَّكُمْ رَضِيتُمْ بِالْقُعُودِ أَوَّلَ مَرَّةٍ فَاقْعُدُوا مَعَ الْخَالِفِينَ (83)

 

Artinya:

Maka jika Allah mengembalikanmu kepada suatu golongan dari mereka, kemudian mereka minta izin kepadamu untuk keluar (pergi berperang), maka Katakanlah: "Kamu tidak boleh keluar bersamaku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. Karena itu duduklah bersama orang-orang yang tidak ikut berperang". (9: 83)

 

Termasuk dari salah satu tanda orang-orang Munafik ialah selalu ingin menjadikan pendapatnya sebagai sentral. Padahal Nabi Muhammad Saw menandaskan bahwa semua gerakan mereka adalah dalam rangka melarikan diri. Karena itu sewaktu segala sesuatunya telah terungkap, mereka mengusulkan perang lainnya kepada Nabi. Yaitu mereka meminta kepada Nabi Saw agar bergerak pada front ini. Padahal semestinya mereka harus tunduk kepada perintah Nabi, akan tetapi mereka malah berusaha agar Nabi mengikuti keinginan keinginan mereka.

 

Yang menarik justru al-Quran mengatakan, "Sekalipun Nabi mau mendengarkan pernyataan dan keinginan mereka, bahkan siap bergerak di barisan musuh, namun orang munafik itu masih saja akan mengetengahkan alasan dan justifikasi lain. Hal itu dilakukan agar mereka bisa melarikan diri dan tidak ikut bersama beliau. Yang mereka katakan itu hanyalah tipu daya dan sekali-kali bukan kesiapan yang sesungguhnya. Karena itulah Nabi berkata kepada mereka, "Kalian bukanlah orang yang berani berperang, karena itu kalian jangan mengajukan usul semacam ini. Pergilah kalian dan tinggallah di rumah saja sebagaimana para orang tua yang uzur, mereka yang sedang sakit, dan orang-orang yang tidak mampu pergi ke medan perang".

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Kita harus berhati-hati terhadap para mantan pelarian tempo hari, juga terhadap orang-orang yang seakan menyusul mereka sesuatu hari ini. Karena sesungguhnya mereka tidak memiliki iman dan mereka hanya bisa berbicara saja.

2. Kita akan selalu menyambut dan menerima orang yang benar-benar mau bertaubat. Tetapi kita tidak akan tertipu dengan ulah orang-orang yang berbuat riya, atau mereka yang selalu menampakkan perbuatannya hanya untuk mendapatkan pujian orang lain. Karena yang demikian ini merupakan ciri dan tanda orang-orang Munafik.

 

Ayat ke 84

 

وَلَا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ (84)

 

Artinya:

Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik. (9: 84)

 

Sepak terjang Rasulullah Saw dalam upacara menghantarkan jenazah dan pengebumian orang-orang Islam yang meninggal dunia, yaitu beliau mendoakan mereka dan menshalatkan jenazah mereka. Akan tetapi Allah Swt dalam ayat ini berfirman dan mengingatkan kepada Nabi-Nya agar tidak perlu hadir untuk menshalatkan jenazah-jenazah orang munafik. Beliau bahkan diingatkan supaya tidak menghormati mereka, karena mereka telah mati dalam keadaan tidak terhormat dan fasik.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Salah satu cara untuk berperang dan bersikap tegas terhadap orang-orang Munafik, yaitu perlawanan pasip dengan memboikot mereka dalam masyarakat.

2. Shalat jenazah dan ziarah kubur orang-orang Mukmin merupakan perbuatan yang baik dan terpuji, yang sekaligus mengindikasikan mulia dan dihormatinya orang mumin itu sekalipun dia telah meninggal dunia.

Minggu, 01 Desember 2013 19:34

Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 74-79

Ayat Ke-74

 

 

يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ مَا قَالُوا وَلَقَدْ قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلَامِهِمْ وَهَمُّوا بِمَا لَمْ يَنَالُوا وَمَا نَقَمُوا إِلَّا أَنْ أَغْنَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ مِنْ فَضْلِهِ فَإِنْ يَتُوبُوا يَكُ خَيْرًا لَهُمْ وَإِنْ يَتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ عَذَابًا أَلِيمًا فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَمَا لَهُمْ فِي الْأَرْضِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (74)

 

Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya, dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi. (9: 74)

 

Ayat ini menyinggung bagian lain dari tanda dan ciri-ciri khusus orang-orang Munafik dengan mengatakan, "Mereka selalu berkata dengan perkataan yang bernuansa kekufuran, namun mereka menampakkan keislaman secara lahiriah. Meskipun mereka sedang berada di dekat Nabi Saw sekalipun, mereka tidak segan-segan bersumpah bahwa mereka tidak mengatakan sesuatu apapun. Kekufuran orang-orang Munafik tidak saja tampak dari pembicaraan mereka, melainkan juga dari perbuatan. Sekelompok orang munafik pernah berencana membunuh Nabi dengan cara menakut-nakuti unta beliau agar unta itu ketakutan dan lari pontang-panting, sehingga Nabi bisa terjatuh. Akan tetapi, konspirasi jahat itu telah diketahui sebelum terlaksana sehingga niat mereka tidak tercapai.

 

Lanjutan dari ayat ini mempertanyakan mengapa orang-orang Munafik sedemikian besar menaruh dendam terhadap Nabi dan kaum Mukminin? Bukankah orang-orang Munafik itu setelah memeluk Islam tetap berhasil meraih harta dan kedudukan? Bukankah mereka juga mendapatkan bagian dari rampasan perang?

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Sumpah palsu adalah sebagian dari ciri-ciri orang-orang Munafik. Karena itu berhati-hatilah agar kita tidak terkena sifat jelek kaum Munafik ini.

2. Orang-orang Munafik adalah salah satu di antara kelompok yang akan menerima azab Allah di dunia. Allah akan menjadikan mereka hidup dalam kebingungan, ketakutan, dan kegelisahan dan inilah salah satu bentuk azab dan siksaan dari Allah Swt.

 

وَمِنْهُمْ مَنْ عَاهَدَ اللَّهَ لَئِنْ آَتَانَا مِنْ فَضْلِهِ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُونَنَّ مِنَ الصَّالِحِينَ (75) فَلَمَّا آَتَاهُمْ مِنْ فَضْلِهِ بَخِلُوا بِهِ وَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ (76)

 

Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh. (9: 75)

 

Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). (9: 76)

 

Dalam sebagian riwayat disebutkan, salah seorang sahabat dari kalangan Anshar memohon kepada Nabi Muhammad Saw agar beliau mau mendoakannya menjadi orang kaya. Rasul bersabda bahwa harta yang sedikit bila disyukuri itu lebih baik daripada kekayaan yang berlimpah, namun tidak puas dan tidak disyukuri. Akan tetapi sahabat tersebut berkata, "Ya Rasulullah! Aku berjanji, bila Allah Swt menganugerahkan kekayaan kepadaku, aku pasti akan menunaikan kewajibanku." Setelah didoakan oleh Rasul, kekayaan orang itu terus bertambah, sehingga sampai pada suatu waktu, dia tidak lagi mengikuti shalat berjamaah dan bahkan menolak untuk membayarkan zakat.

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Apabila manusia tidak menggunakan kesadaran dan ilmu pengetahuan, maka berbagai karunia dan nikmat Allah yang telah dimilikinya justru akan menjadi bencana. Oleh karena itu, janganlah kita menjadi orang yang tidak bersyukur dan selalu ingkar janji.

2. Harta kekayaan yang tidak pernah dikeluarkan zakatnya tidak akan bisa menjadi sarana untuk mencapai kebahagiaan, dan bahkan akan menjadi musibah bagi pemiliknya.

 

فَأَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِي قُلُوبِهِمْ إِلَى يَوْمِ يَلْقَوْنَهُ بِمَا أَخْلَفُوا اللَّهَ مَا وَعَدُوهُ وَبِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ (77)

 

Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta. (9: 77)

 

Ayat ini menyinggung masuknya sifat kemunafikan ke dalam hati manusia, dengan mengatakan, "Mengucapkan janji palsu kepada Allah Swt merupakan unsur yang bisa menjauhkan manusia dari iman dan bahkan menjadi penyebab dari masuknya sifat munafik ke dalam jiwa manusia. Sebagian sahabat Nabi Saw telah terkena penyakit ini sehingga iman mereka menjadi lenyap.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Munafik dalam bertutur kata dan bersikap, sedikit demi sedikit akan menyebabkan masuknya sifat kemunafikan ke dalam hati dan jiwa manusia.

2. Berbuat bakhil kepada orang-orang fakir miskin, akan menjadi unsur yang bisa menyebabkan manusia itu celaka dan menerima bencana di dunia ini.

 

أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ سِرَّهُمْ وَنَجْوَاهُمْ وَأَنَّ اللَّهَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ (78) الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللَّهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (79)

 

 

Tidaklah mereka tahu bahwasanya Allah mengetahui rahasia dan bisikan mereka, dan bahwasanya Allah amat mengetahui segala yang ghaib. (9: 78)

 

(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih. (9: 79)

 

Pada ayat-ayat sebelumnya, telah dipelajari bahwa orang-orang munafik enggan dan bakhil membayar zakat. Kedua ayat ini mengatakan, "Mereka tidak saja enggan melaksanakan kewajiban mereka, namun bahkan mengejek dan menghina orang-orang Mukmin yang rela menyumbangkan harta di luar zakat, demi membantu muslim yang akan ke medan perang. Orang-orang Munafik itu menuduh bahwa bantuan yang dikeluarkan oleh orang-orang Mukmin adalah bantuan yang disertai riya dan pamrih. Mereka bahkan mencibir bantuan yang jumlahnya sedikit dengan mengatakan bahwa bantuan yang sedikit itu tidak ada artinya sama sekali."

 

Dalam menjawab sikap busuk orang-orang munafik itu, al-Quran mengatakan, "Apakah mereka tidak mengerti bahwa Allah Swt Maha Mengetahui segala bentuk

kekufuran di hati mereka serta berbagai niat-niat jahat dan busuk yang mereka simpan? Karena itu, mereka pantas untuk mendapatkan balasan dan siksa. Sesungguhnya, siksa bagi mereka sangat berat dan pedih."

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Mengejek dan mempermainkan orang-orang Mukmin adalah tanda dan ciri-ciri orang-orang Munafik. Karena itu, kita harus berusaha untuk tidak menghina dan mengecilkan perbuatan orang-orang lain.

2. Tanggung jawab setiap orang didasarkan pada kemampuan orang tersebut. Penilaian atas kadar infak yang dikeluarkan oleh manusia adalah bergantung kepada motivasi dan kemampuan orang yang memberi infak itu. Seseorang yang berinfak banyak namun tidak disertai keikhlasan, perbuatannya akan sia-sia belaka.

Minggu, 01 Desember 2013 19:31

Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 70-73

Ayat Ke-70

 

 

أَلَمْ يَأْتِهِمْ نَبَأُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ قَوْمِ نُوحٍ وَعَادٍ وَثَمُودَ وَقَوْمِ إِبْرَاهِيمَ وَأَصْحَابِ مَدْيَنَ وَالْمُؤْتَفِكَاتِ أَتَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (70)

 

Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, 'Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan dan negeri-negeri yang telah musnah?. Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa keterangan yang nyata, maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (9: 70)

 

Pada ayat sebelumnya telah disinggung mengenai kaum dan bangsa yang hancur akibat ketidakpatuhan dan kezaliman mereka sendiri. Sementara itu, ayat ini menjelaskan nama sebagian kaum dan bangsa-bangsa yang hancur itu. Kaum Nabi Nuh as dihempas oleh angin topan yang sangat menakutkan, dan akhirnya mereka ditenggelamkan ke dalam air. Kaum ‘Aad, umat Nabi Hud as diterjang angin kencang yang dingin dan beracun. Sementara kaum Tsamud, umat Nabi Saleh as hancur terkena gempa dahsyat. Begitu juga kaum Madyan yang telah diseru Nabi Syu'aib as agar beriman kepada Allah, akhirnya binasa karena awan panas yang membakar akibat kekufuran mereka. Kaum Nabi Luth as hancur karena tanah longsor sehingga rumah-rumah mereka tertimbun ke dalam tanah.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Penjelasan tentang sejarah kaum dan bangsa-bangsa terdahulu dalam al-Quran adalah pelajaran yang sangat berharga bagi orang-orang yang mau berpikir dan mengambil pelajaran.

2. Tidak semua balasan dan siksa akan diterima manusia di akhirat. Allah Swt dalam beberapa hal akan menyiksa para pendosa di dunia ini.

 

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (71)

 

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (9: 71)

 

Sebelumnya, pada ayat 67 surat at-Taubah yang telah dikaji menyebutkan ciri-ciri menonjol kaum Munafikin. Mereka yang selalu mengajak orang lain untuk berbuat yang munkar dan meninggalkan kebaikan. Sementara itu, ayat ini menyebutkan bahwa sifat orang mukmin adalah sebaliknya. Mereka mengajak masyarakat untuk berbuat kebaikan dan menasihati mereka meninggalkan keburukan dan dosa. Pada dasarnya, amr makruf dan nahi munkar merupakan salah satu kewajiban penting agama Islam. Ajaran Islam tidak hanya memberikan kewajiban individu kepada umatnya, melainkan juga kewajiban bersama untuk saling menasehati satu sama lain.

 

Islam tidak mengizinkan kaum Muslimin untuk berdiam diri di hadapan kejelekan dan penyimpangan yang terjadi di dalam masyarakat. Karena sesungguhnya sebuah masyarakat adalah bagaikan sebuah perahu. Apabila perahu tersebut mengalami kebocoran, maka seluruh penumpang perahu itu akan tenggelam. Untuk itulah, akal dan syariat Islam memerintahkan setiap individu untuk menjaga keselamatan masyarakatnya dengan cara saling menasehati agar setiap orang berbuat baik dan menjauhi kemungkaran.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Kaum wanita dan pria, masing-masing memiliki peran penting dalam perbaikan masyarakat. Karena amar makruf dan nahi munkar bukan hanya kewajiban kaum lelaki saja, akan tetapi kewajiban seluruh kaum Mukminin dan Mukminat.

2. Amar makruf dan nahi munkar, mendirikan shalat, membayar zakat dan menaati seluruh perintah Allah adalah perilaku yang harus dilakukan secara kontinyu oleh orang-orang yang beriman.

 

وَعَدَ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (72)

 

Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. (9: 72)

 

Setelah ayat-ayat sebelumnya menjelaskan tentang neraka jahanam serta siksa yang sangat pedih bagi orang-orang Munafikin, ayat ini menyebutkan kenikmatan yang luar biasa di dalam surga, yang dijanjikan Allah Swt bagi orang-orang Mukminin. Ayat ini mengatakan, "Allah telah menyediakan surga bagi orang-orang Mukmin dan mereka akan abadi di dalamnya. Mereka tidak akan pernah merasa lelah di dalam surga dan Allah pun tidak menentukan batas waktu tertentu bagi mereka. Selain itu, orang-orang Mukmin tersebut telah memperoleh keridhaan Allah, dan ini merupakan puncak harapan dan keinginan dari kaum Mukminin."

 

Dengan kata lain, kaum Mukmin akan meraih kenikmatan surga, namun kenikmatan yang lebih besar lagi bagi mereka adalah keridhaan Allah Swt. Berada dalam naungan keridhaan Allah merupakan puncak dan kedudukan tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia dan hal itu bisa dicapai melalui keistiqamahan di jalan Allah.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Kehidupan di akhirat tidak saja berupa kehidupan maknawiah, melainkan juga berbentuk kehidupan materi. Namun, kenikmatan maknawi yang dirasakan di surga lebih utama daripada seluruh kenikmatan materi.

2. Allah Swt pada Hari Kiamat kelak, akan mengganti seluruh kenikmatan yang terlarang bagi manusia di dunia dengan bentuknya yang lebih baik. Manusia yang selama di dunia bersabar mematuhi larangan dari Allah, akan mendapatkan gantinya di surga kelak.

 

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (73)

 

Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya. (9: 73)

 

Setelah menjelaskan sikap kaum Munafikin dalam memperlakukan perintah-perintah Allah, menghina Nabi, dan mengganggu orang-orang Mukmin, ayat ini berbicara kepada Nabi Muhammad Saw dan Mukminin, "Janganlah kalian berbasa-basi dalam bergaul dengan orang-orang Munafik. Mereka selalu keras kepala dan acuh tak acuh terhadap hukum Allah meski secara lahiriah mereka menampilkan diri sebagai orang yang baik. Karena itu, kalian harus bisa bersikap kokoh dan tegas dalam menghadapi mereka supaya mereka merasa gentar. Janganlah kalian menunjukkan sikap yang lemah, agar mereka menyadari bahwa nasib buruk kelak akan menimpa mereka."

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Tugas seorang mukmin di hadapan orang kafir dan munafik yang telah menunjukkan permusuhan mereka dengan terang-terangan, adalah jihad dan resistensi. Tentu saja, perjuangan itu memiliki tahap-tahap tertentu, terkadang dengan menggunakan lisan dan terkadang harus dengan angkat senjata.

2. Bahaya orang-orang Kafir dan musuh-musuh asing tidak boleh melengahkan kita dari musuh-musuh internal, yakni orang-orang Munafik. Karena itu kita harus senantiasa siap menghadapi kedua musuh tersebut.

Minggu, 01 Desember 2013 19:29

Tafsi Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 66-69

Ayat ke 66

 

Artinya:

Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (9: 66)

 

Sebelumnya, telah disinggung berbagai perlakukan jelek dan tidak patut orang-orang munafik terhadap Nabi Muhammad Saw dan Mukminin. Ayat ini merupakan kelanjutan dari ayat sebelumnya, yang berbicara kepada mereka dengan mengatakan, "Mengapa kalian justru menganggap remeh terhadap kesucian agama dan menghina kaum Mukminin dan hal tersebut kalian anggap sebagai bergurau dan bahan tertawaan? Padahal perkara tersebut tidak bisa dijadikan sebagai bahan gurau dan tertawaan. Karena perbuatan akan menciptakan sakit hati, tidak rela dan kekufuran."

 

Selanjutnya dikatakan bahwa mungkin suatu kelompok dari kalian telah melakukan pekerjaan tersebut, namun mereka tidak dengan suatu tujuan tertentu. Orang yang seperti ini mungkin akan mendapatkan ampunan Allah Swt. Berbeda dengan orang-orang yang dengan sadar dan sengaja melakukan perbuatan jahat dan jelek tersebut, maka pekerjaan dan perbuatan mereka itu akan mendapat balasan dan siksa.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Menghina dan menganggap remah ayat-ayat Allah dapat menyebabkan kekufuran dan akibat buruk.

2. Dalam bergaul dengan orang-orang yang menentang, kita harus bisa membedakan orang-orang yang benar-benar jahat dengan orang-orang yang jahil dan tidak bertujuan apapun.

 

Ayat ke 67

 

Artinya:

Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik. (9: 67)

 

Sebagai ciri terpenting orang-orang Munafik adalah selalu menghina orang-orang yang beriman dan meremehkan perbuatan baiknya. Sebaliknya, orang-orang Munafik itu malah suka berteman dengan para pendosa dan orang-orang yang suka riya dalam berbagai perbuatannya. Perilaku dan sikap seperti ini dapat mengajak manusia untuk meninggalkan perbuatan baik dan mensosialisasikan perbuatan jelek dan jahat. Mereka samasekali tidak berkeyakinan yang kuat mengenai Hari Kiamat, bahkan mereka enggan untuk menginfakkan harta kekayaan di jalan Allah dan samasekali tidak mau memberikan pertolongan.

 

Mungkin ungkapan yang terbaik dan tepat bagi mereka adalah ungkapan firman Allah yang mengatakan, "Mereka melupakan Allah samasekali. Karena itu Allah juga melupakan mereka, sementara mereka tengah sibuk berbuat apa saja. Namun sudah jelas Allah tidak akan pernah lupa. Sedang yang dimaksud dengah kelupaan Allah dalam ayat ini lalai. Maksudnya, dengan kelalaian itu Allah akan menjauhkan mereka dari segala kebaikan."

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Peran perempuan dan pria di tengah masyarakat yang menentukan sehat atau tusaknya masyarakat.

2. Balasan dan siksa Allah tergantung pada kinerja manusia itu sendiri. Bila manusia sudah melupakan Tuhan, maka Dia juga akan melupakan manusia dan membiarkan keadaan mereka.

 

Ayat ke 68

 

Artinya:

Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah melaknati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal. (9: 68)

 

Dalam ayat-ayat sebelumnya Alllah Swt menganggap pekerjaan orang-orang munafik dalam menghina dan merendahkan Nabi Muhammad Saw dan ayat-ayat Ilahi sebagai kufur. Sementara ayat ini menjelaskan orang-orang munafik itu senasib dengan orang-orang kafir pada Hari Kiamat. Kedua kelompok tersebut akan kekal di dalamnya. Karena tidak ada jalan keluar bagi kedua kelompok ini, mereka justru akan mendapat kutukan dan murka Allah.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Sekalipun orang-orang Munafik berada di sisi kaum Mukminin di dunia, tapi di akhirat nanti mereka bersama orang-orang Kafir.

2. Lebih dahsyat dari api neraka adalah kutukan Allah Swt yang akan menimpa orang-orang Munafik. Sedang yang lebih hebat dari surga adalah rahmat dan keridhaan Allah Swt yang diberikan kepada orang-orang Mukminin.

 

Ayat ke 69

 

Artinya:

(keadaan kamu hai orang-orang munafik dan musyrikin) adalah seperti keadaan orang-orang sebelum kamu, mereka lebih kuat daripada kamu, dan lebih banyak harta dan anak-anaknya dari kamu. Maka mereka telah menikmati bagian mereka, dan kamu telah menikmati bagian kamu sebagaimana orang-orang yang sebelummu menikmati bagiannya, dan kamu mempercakapkan (hal yang batil) sebagaimana mereka mempercakapkannya. Mereka itu amalannya menjadi sia-sia di dunia dan di akhirat; dan mereka itulah orang-orang yang merugi. (9: 69)

 

Ayat ini menyinggung proses sikap berpura-pura dan munafik sepanjang sejarah. Kepada orang-orang Munafik, ayat ini mengatakan, "Jangan kalian menyangka bahwa orang yang cerdas dan pintar itu adalah mereka yang dapat menipu dan mencundangi orang-orang Mukminin. Setelah itu, dengan berpura-pura sebagai orang-orang yang taat beragama kalian dapat melaksanakan apa saja yang dikehendaki. Meski sebelum kalian terdapat orang-orang yang memiliki kekayaan, kekuasaan dan posisi yang terhormat, lalu mendapat harta yang banyak sekali. Tapi pada akhirnya mereka pergi dari dunia ini dengan kehinaan, celaan, yang pada gilirannya di Hari Kiamat kelak mereka akan datang dengan tangan kosong dan hampa.

 

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Kemampuan militer dan ekonomi yang mantap ditambah dengan sumber daya manusia yang memadai tidak akan bisa mencegah kemurkaan Allah Swt. Oleh sebab itu, kita tidak boleh membanggakan itu semua. Karena bila kemurkaan Allah tiba, maka semua itu tidak berarti.

2. Posisi di dunia tidak akan abadi. Oleh karenanya kita tidak boleh bersandar padanya . Karena pada Hari Kiamat kelak hal tersebut akan menjadi sesuatu yang menghancurkan.

3. Hal yang sangat membahayakan adalah terjun dan tengelam dalam kefasadan, dosa dan merusak agama Islam

Minggu, 01 Desember 2013 19:23

Friksi Internal Ancam P-GCC

Sidang tingkat menteri Dewan Kerjasama Teluk Persia (P-GCC) ke-10 yang digelar di Kuwait telah berakhir dengan meninggalkan friksi antara Arab Saudi dan Qatar terkait berbagai isu regional.

 

Berbagai laporan media menyebutkan, Sekjen P-GCC, Abdullatif Bin Rashid Al Zayani dalam pidatonya di sela-sela sidang komite tingkat menteri organisasi ini di Kuwait mengakui eskalasi friksi antara Arab Saudi dan Qatar terkait berbagai isu kawasan khususnya Mesir. Ia menandaskan, mediasi emir Kuwait sampai saat ini belum mampu meredakan tensi yang ada antara Riyadh dan Doha.

 

Sekjen P-GCC seraya menyatakan kekhawatirannya atas tensi dalam hubungan Riyadh dan Doha mengatakan, di saat organisasi ini menghadapi beragam kesulitan di negara-negara Arab, berlanjutnya ketegangan antara Qatar dan Arab Saudi akan menurunkan peran P-GCC di percaturan regional dan internasional.

 

Pengakuan Abdullatif Bin Rashid Al Zayani terkait friksi antara Arab Saudi dan Qatar terjadi di saat Riyadh selama ini di antara negara anggota P-GCC senantiasa memainkan peran saudara tertua. Sementara Qatar juga tercatat sebagai pemain utama organisasi ini dalam transformasi regional.

 

Di sisi lain, berbagai laporan dari negara-negara Arab Teluk Persia menunjukkan bahwa Emir Kuwait, Sheikh Sabah al-Ahmad masih terus melanjutkan peran mediatornya guna menekan krisis hubungan Qatar dan Arab Saudi. Sejumlah berita menunjukkan jika Riyadh malah berusaha mengeluarkan Doha dari P-GCC.

 

Berdasarkan sejumlah info, Emir Kuwait yang negaranya bulan depan menjadi tuan rumah KTT P-GCC dalam kondisi apa pun tidak ingin friksi antara Riyadh dan Doha mempengaruhi pertemuan ini dan keputusan yang bakal diambil.

 

Menurut para pengamat, friksi antara Arab Saudi dan Qatar secara transparan juga berdampak pada krisis regional khususnya Mesir. Di mana Qatar yang mendukung Ikhwanul Muslimin dan Muhammad Mursi, presiden terguling. Sementara, Arab Saudi lebih memilih mendukung pemerintah interim Mesir dan militer negara ini serta telah menyalurkan bantuan lebih dari tujuh miliar dolar ke Kairo.

 

Adapun petinggi Qatar meyakini bahwa Arab Saudi bersama Uni Emirat Arab, Kuwait dan Bahrain menggalang koalisi anti Doha. Dan Pangeran Bandar bin Sultan, kepala Dinas Intelijen Arab Saudi memimpin koalisi tersebut.

 

Dalam hal ini terdapat poin yang patut dicermati bahwa safari Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani ke negara-negara kawasan Teluk Persia dalam dua pekan terakhir hanya ditujukan ke negara seperti Uni Emirat Arab, Kuwait dan Bahrain. Sementara Arab Saudi tidak masuk dalam agenda lawatan sang emir muda Qatar. Sheikh Tamim juga tercatat sebagai pemimpin pertama yang meninggalkan pertemuan pasca pembukaan KTT Liga Arab dan Uni Afrika di Kuwait.

 

Sejatinya sidang terbaru negara anggota P-GCC di Kuwait dapat dicermati sebagai pertemuan yang menunjukkan borok serta friksi sesama anggota, karena negara anggota termasuk Arab Saudi dan Qatar dihadapkan pada luka lama pasca meletusnya kebangkitan Islam, berkuasanya pemerintahan Islam dan semakin rumitnya krisis Suriah, Yaman dan Bahrain.

 

Mencermati sidang P-GCC sebelumnya akan tampak bahwa meski berbagai propaganda telah dipublikasikan, namun sidang ini sampai kini tidak memberi hasil politik atau keamanan yang dapat dirasakan bangsa kawasan. Atau dengan kata lain, pertemuan organisasi ini sia-sia.

 

Sejatinya P-GCC dengan membentuk struktur politik yang bersandar pada sistem monarki al-Saud, sampai saat ini masih belum mampu memberi jawaban dan solusi bagi tuntutan berbagai bangsa kawasan.