کمالوندی

کمالوندی

Selasa, 26 November 2013 18:36

Mengenal Pasukan Sukarelawan Iran

Pada tanggal 26 November 1980, Pemimpin Revolusi Islam Iran Imam Khomeini mengeluarkan perintah pembentukan 20 juta tentara rakyat di Iran. Tentara rakyat yang disebut sebagai Basij ini, memainkan peran besar dalam perjuangan rakyat Iran melawan invasi Irak. Hingga hari ini, Basij tetap berperan aktif dalam bidang sosial, budaya, dan militer di Iran.

Imam Khomeini dalam pernyataannya mengenai Basij mengatakan, "Basij merupakan manifestasi dari etika tinggi Islam dan media untuk mengabdi kepada Tuhan."

Hari ini, Iran memulai Pekan Basij yang diisi dengan beragam kegiatan. Basji dibentuk untuk melindungi dan melestarikan nilai-nilai luhur sistem pemerintahan Islam dan sepanjang 34 tahun keberadaannya, Basij selalu berada di garda terdepan untuk mengabdi kepada rakyat dan melindungi negara.

Tujuan mulia dari revolusi, kompleksitas dan luasnya konspirasi musuh, telah melahirkan gerakan spontan dari rakyat untuk menjaga pencapaian-pencapaian Revolusi Islam. Imam Khomeini dengan kearifan dan pemahaman realitas situasi, kondisi politik dan keamanan negara, merasa perlu untuk membentuk sebuah organisasi yang akan mengawal tujuan-tujuan revolusi.

Rakyat Iran juga menyambut seruan Imam Khomeini dan mereka membentuk sebuah kekuatan besar yang ditujukan untuk menggagalkan konspirasi-konspirasi musuh.

Anggaran Dasar Basij menyebutkan bahwa Basij adalah sebuah organisasi yang berada di bawah komando pemimpin revolusi dengan tujuan untuk menjaga prestasi-prestasi Revolusi Islam, berjihad di jalan Allah Swt, memperkuat sistem pertahanan negara dan juga membantu warga pada saat bencana alam dan peristiwa yang tak terduga.

Pasukan Sukarelawan Rakyat Iran ini memainkan peran penting dalam menghadapi agresi rezim Saddam Hussein ke wilayah Iran dan mereka terlibat aktif di medan perang selama delapan tahun.

Selama Perang Pertahanan Suci, musuh-musuh revolusi mengakui kekuatan Basij dan menganggap kekuatan mereka setara dengan sebuah pasukan militer besar dan klasik dunia.

Imam Khomeini dan penerusnya, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, senantiasa menaruh perhatian khusus pada Basij, bahkan dalam kondisi tertentu, menekankan pentingnya Basij dalam Republik Islam Iran. Imam Khomeini menyebut Basij sebagai generasi unggul.

Salah satu ciri khas Basij yang seringkali disinggung adalah keikhlasan dan kepahlawanan tanpa nama. Secara umum, Basij menilai langkah untuk mempertahankan hasil revolusi atau Republik Islam Iran sebagai salah satu tanggung jawabnya.

Basij tidak hanya berperan di bidang militer, tapi juga aktif di bidang-bidang lain seperti budaya, sosial, ekonomi, dan kesejahteraan. Semua itu dilakukan Basij untuk melayani rakyat.

Pada intinya, Basij dapat disebut sebagai kekuatan rakyat yang efektif dan memainkan peran penting dalam perimbangan sosial, budaya, politik, dan militer Iran.

Selasa, 26 November 2013 18:33

Bom Mobil Tewaskan 15 Orang di Damaskus

Sedikitnya 15 orang tewas akibat ledakan sebuah bom mobil di wilayah dekat ibukota Suriah Damaskus.

Sembilan di antara korban tewas akibat ledakan bom Selasa (26/11) itu adalah warga sipil sementara sisanya adalah militer Suriah.

Laporan menyebutkan bahwa lebih dari 30 orang juga terluka dalam serangan itu.

Media lokal mengatakan ledakan itu terjadi ketika pelaku meledakkan bom mobil di depan sebuah halte bus di wilayah Al-Sumariyah, di pinggiran Damaskus.

Wilayah tersebut adalah kompleks perumahan keluarga para tentara yang berperang melawan militan dukungan asing.

Awal bulan ini, delapan orang tewas dan puluhan luka-luka akibat ledakan bom di dekat Bundaran Al-Hijaz, Damaskus.

Ratusan ribu warga Mesir yang bekerja di Arab Saudi terancam deportasi menyusul langkah Riyadh untuk mengusir para imigran gelap di negara tersebut.

Menurut sebuah laporan yang diterbitkan oleh surat kabar The Guardian pada 21 November, Riyadh berencana mendeportasi sedikitnya 700.000 pekerja Mesir, atau lebih dari seperempat dari total 2,5 juta warga Mesir yang bekerja di luar negeri.

Pemerintah Saudi menggulirkan tindakan keras pada visa pekerja asing tanpa dokumen pada awal November. Beberapa pekerja asing telah sejak dibunuh oleh polisi Saudi dan banyak lainnya dipenjara.

Pada tanggal 12 November, polisi Saudi menewaskan tiga imigran asal Ethiopia di kawasan miskin Manfuhah di ibukota, Riyadh, di mana ribuan pekerja Afrika, yang mayoritasnya dari Etiopia, sedang menunggu bus untuk membawa mereka ke pusat-pusat deportasi.

Riyadh berencana menciptakan lapangan kerja bagi warga negara Saudi dengan mengurangi jumlah pekerja asing, dengan total sekitar sembilan juta orang.

Senin, 11 November 2013 16:52

Mengenal Identitas Kelompok Takfiri

Perang melawan pemikiran dan aktivitas kelompok Takfiri tampak semakin terorganisir bersamaan dengan meningkatnya kegiatan dan kejahatan mereka di beberapa negara Islam. Di Mesir, Front Melawan Pemikiran Takfiri mengirim para juru dakwah ke sejumlah provinsi di negara itu untuk mengenalkan masyarakat dengan ajaran Islam murni serta melawan pemikiran dan akidah Takfiri. Mereka menyiapkan 10 ribu brosur untuk memperkenalkan Islam murni kepada masyarakat dengan melibatkan para ulama dan cendekiawan dari Universitas al-Azhar.

Koordinator juru dakwah front tersebut, Sabrah Qasemi mengatakan, "Para ulama al-Azhar juga bekerjasama dengan Front Melawan Pemikiran Takfiri untuk menyebarluaskan pemikiran moderat dan menolak ideologi Takfiri." Mesir sama seperti negara-negara Islam lainnya, menghadapi gelombang keganasan kelompok Takfiri. Mereka melakukan banyak kejahatan terhadap muslim Mesir, khususnya kelompok Syiah.

Puncak kejahatan itu terjadi pada Juni lalu di Provinsi al-Jizah (sekitar 30 kilometer selatan Kairo). Ulama Syiah Mesir, Allamah Sheikh Hassan Shehata dan tiga pengikutnya meninggal dunia dalam serangan brutal yang dilakukan oleh ekstrimis Takfiri. Peristiwa itu telah mencoreng citra Mesir sebagai bumi peradaban dan kiblat pemikiran dan persatuan muslim.

Kelompok Takfiri sekarang menebarkan teror mematikan di Suriah, Irak, Afghanistan, Pakistan, Tunisia, dan Libya. Satu-satunya cara untuk melawan gerakan Takfiri dan ekstrimis adalah memperkenalkan pemikiran Islam yang luhur dan adil serta menyadarkan masyarakat dari bahaya ajaran-ajaran Takfiri. Semua tokoh dan cendekiawan Islam harus bersatu untuk memberi pencerahan kepada muslim dunia seputar kesalahan-kesalahan interpretasi terhadap Islam.

Gerakan pemikiran Takfiri adalah bukan sebuah fenomena baru dalam sejarah Islam, tapi telah ada sejak dulu sejalan dengan perkembangan sosial dan pemikiran di tengah masyarakat Islam. Namun, ada empat kriteria yang menjadi pembeda antara Takfiri tradisional dan Takfiri modern. Pertama, Takfiri modern memiliki dimensi global, kedua, mereka adalah sebuah gerakan terorganisir, ketiga, Takfiri modern melegalkan semua aksi keji dan buas, dan keempat, menampilkan wajah Islam sebagai agama yang kejam di tengah opini publik dunia.

Kejahatan Takfiri atas nama Islam telah banyak membantu kemajuan program Islamophobia dan perang melawan terorisme yang didengungkan oleh Barat. Sebenarnya, ada beberapa mukaddimah untuk melawan gerakan tersebut. Pertama, kita harus mengenal kriteria dan parameter pemikiran dan tindakan-tindakan Takfiri. Pada tahap kedua, mengenal komposisi dan unsur-unsur penting yang membentuk kelompok Takfiri. Setelah kita mengetahui esensi gerakan ini, maka tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi faktor-faktor pertumbuhan pemikiran Takfiri dan kemudian memaparkan solusi untuk melawan kelompok ekstrimis tersebut.

Kriteria pertama Takfiri adalah mengedepankan dan menonjolkan perilaku ekstrim. Kekerasan merupakan identitas utama yang disandang oleh setiap Takfiri dan cerminan mereka. Imam Ali as ketika menggambarkan Takfiri pada zamannya, mengatakan, "Pedang-pedang mereka dipanggul di leher-leher mereka." Tempat untuk meletakkan pedang ada di pinggang, tapi ketika ia dipanggul di leher, berarti mereka bermaksud untuk membunuh seseorang.

Kriteria kedua Takfiri adalah membunuh dan meneror orang-orang tak berdosa. Mereka menganggap sama semua individu di sebuah komunitas dan membantai mereka secara serentak, padahal ajaran Islam mengatakan bahwa setiap kesalahan akan menjadi tanggung jawab pelakunya dan tidak bisa dibebankan kepada orang lain. Islam sangat teliti dalam masalah ini dan bahkan jika sebuah kesalahan dilakukan oleh seorang ayah, maka dosa orang tua tidak akan dicatat atas nama anaknya. Ribuan manusia tak berdosa tewas dalam operasi teror dan peledakan bom yang dilakukan oleh Takfiri di sejumlah negara dunia.

Di Irak, setiap hari kita mendengar berita tentang ledakan bom dan operasi teror yang menyasar warga sipil tak berdosa. Perilaku seperti ini merupakan ciri khas kelompok Takfiri. Sementara kriteria ketiga mereka adalah agresif dan gampang dalam mengkafirkan orang lain. Takfiri pada awalnya akan memberi lebel sesat kepada orang lain, kemudian mengkafirkan mereka dan setelah itu, membantai mereka semua tanpa memilah-milah. Dalam aksinya itu, Takfiri akan memulai dari satu individu atau sebuah komunitas kecil dan kemudian memperluas penyematan lebel kafir dan sesat kepada semua orang di luar mereka.

Imam Ali as dalam sebuah ungkapan kepada Takfiri pada masanya, mengatakan, "Jika kalian menentangku atas dasar prasangka bahwa aku telah berbuat kesalahan dan menyimpang, lalu kenapa kalian membunuh semua orang dengan pedang yang kalian panggul dan menyamaratakan pelaku dosa dengan orang yang tidak bersalah."

Pada dasarnya, ada beberapa unsur penting yang membentuk kelompok Takfiri seperti, kebodohan dan faktor psikologi dan kejiwaan. Pemikiran Takfiri akan mudah berkembang di tengah masyarakat yang minim pengetahuan tentang ajaran-ajaran Islam. Dunia modern membutuhkan para ulama dan cendekiawan untuk mewujudkan sebuah perubahan mendasar dan mengarahkan umat ke jalan yang benar. Manusia di era modern haus akan keindahan, kasih sayang, dan ketenangan batin.

Tuhan di tengah masyarakat Takfiri hanya menjadi alat untuk mempersempit ruang gerak individu. Takfiri menganggap mereka paling taat beragama, padahal apa yang mereka miliki adalah bukan agama. Orang ekstrim sebenarnya tidak mengenal Tuhan, tidak memahami hukum-hukum Islam, dan juga tidak takut terhadap neraka. Orang-orang Takfiri terjangkit sebuah fanatisme pemikiran dan kejiwaan serta sebuah ideologi yang kacau.

Akidah menyimpang itu kadang tampak dalam bentuk individual dan juga dalam bentuk sosial. Individu Takfiri terjebak dalam sebuah kondisi kejiwaan di mana ia melihat semua masalah dengan pandangan yang sempit dan akhirnya terisolasi dalam kesulitan. Padahal, agama tidak memberatkan umatnya. Mereka menyikapi semua masalah tanpa dilandasi dengan pengetahuan yang memadai dan landasan logika. Individu Takfiri selalu berpikir untuk membunuh orang-orang tak berdosa, sementara spirit Islam mengajak umatnya untuk mengabdi kepada masyarakat dan mengatasi kesulitan-kesulitan mereka.

Saat ini, masalah Takfiri hanya bisa disembuhkan dengan tekad para ulama dan umat Islam. Para ulama harus menemukan solusi untuk mengobati kelompok Takfiri dan menyusun sebuah dokumen bersama untuk memusnahkan fenomena tersebut dari dunia Islam. Lembaga-lembaga pendekatan antar-mazhab perlu meningkatkan kegiatan budaya untuk meluruskan pemikiran dan akidah Takfiri. Satu hal yang perlu dicatat bahwa negara-negara Barat memanfaatkan Takfiri untuk kepentingan ganda mereka. Di satu sisi, mereka mendukung kelompok Takfiri untuk menciptakan kekacauan dan pembantaian di negara-negara muslim seperti, Suriah dan Irak. Di sisi lain, Barat memanfaatkan brutalitas Takfiri sebagai amunisi untuk memojokkan Islam dan menyerang agama ini.

Para ulama perlu memberi pencerahan kepada masyarakat dan menyikapi secara bijak terhadap pemikiran-pemikiran sesat di dunia Islam. Cara yang diadopsi oleh Front Melawan Pemikiran Takfiri di Mesir merupakan sebuah inisiatif yang sangat baik untuk menghadapi kegiatan kelompok Takfiri yang meresahkan umat.

Ada dua berita tentang Mesir yang menarik untuk diamati lebih dalam. Pertama, terkait dengan aksi kekerasan mahasiswa pro-IM di kampus-kampus, terutama Al Azhar. Mereka menghalangi proses perkuliahan, merusak gedung-gedung kampus, termasuk membakar dan mencoret-coret dindingnya. Beberapa mahasiswa Indonesia yang tengah studi di Al Azhar menyatakan kekecewaaan mereka terhadap aksi ini di facebook. Ungkapan seperti atau "Kalau ingin meraih kekuasaan kembali, mengapa kampus dan proses perkuliahan yang diganggu?" atau "Katanya pejuang syariah, tapi mengapa perilakunya jauh dari syar'i?"

 

Sikap anarkhis aktivis IM, baik saat mereka berdemo di Rabaa (dokumentasi kekerasan mereka bisa dilihat di sini[1] maupun di kampus Al Azhar (videonya bisa dilihat di sini[2]), seolah membuat sebagian pihak menjustifikasi kekerasan militer terhadap mereka, sehingga muncul kalimat semaacam ini, "Pantas saja militer turun tangan membubarkan para demonstran IM karena perilaku mereka yang anarkhis!"

 

Para mahasiswa pro-IM membalas kecaman ini, "Yang dilakukan aktivisi IM itu masih belum seberapa dibanding kejahatan kudeta, pembunuhan, dan penangkapan para pemimpin IM yang dilakukan militer!" Meskipun ini adalah jawaban yang tidak logis karena menggunakan kaidah tabrir (menjustifikasi perilaku salah dengan menyebutkan kesalahan pihak lain), namun bukan berarti ini jawaban yang perlu diabaikan dalam analisis psikologi politik. Jawaban justifikasi ini justru menunjukkan apa yang ada dalam benak terdalam para aktivis IM.

 

Berita keduaadalah sebuah tulisan di The Guardian[3] (dan sejalan isinya dengan tulisan di beberapa blog orang Mesir): tentang naik daunnya Jenderal El Sisi. (Sebagian) rakyat Mesir diberitakan mengelu-elukan El Sisi dan mengharapkan dia jadi presiden dalam pemilu mendatang. Berita ini benar-benar mengacaukan logika demokrasi. Hampir tiga tahun yang lalu, rakyat Mesir berdemo massal di Tahrir Square untuk menggulingkan pemerintahan korup Mubarak; pemerintaan despotik yang sangat didukung militer (bahkan militerlah tulang punggung rezim ini). Banyak demonstran yang menjadi korban kekerasan militer waktu itu. Lalu, bagaimana mungkin kini mereka malah menganggap militer sebagai pahlawan? Bagaimana mungkin, sosok El Sisi yang jelas-jelas dididik oleh AS dan bahkan ternyata keturunan Yahudi, dan punya paman yang anggota teroris Israel, Haganah; bahkan ketahuan berkomunikasi langsung dengan Israel menjelang masa penggulingan Mursi, tiba-tiba jadi pahlawan?Apa yang sebenarnya terjadi? Untuk mencari jawabannya, analisis psikologi politik agaknya menarik untuk digunakan.

 

Prof. Ian Robertson, pakar psikologi politik, menulis analisisnya hanya sehari setelah Mursi dikudeta, dan memprediksikan hal yang hari ini tengah terjadi: balas dendam IM [[4],[5]]. Balas dendam ini lahir dari rasa sakit hati yang sangat dalam, akibat kehilangan sesuatu yang sangat berharga dan telah sangat lama didambakan, yaitu power (kekuasaan). Menurut Robertson, tidak ada kampanye politik, propaganda, pendidikan, atau obat yang bisa sedemikian membentuk-ulang pikiran puluhan juta manusia dalam waktu yang bersamaan, selain rasa sakit hati akibat kudeta tersebut. Robertson menyebut kondisi ini ‘endowment effect', yaitu situasi alami yang dialami manusia: terluka ketika kehilangan sesuatu yang sudah pernah mereka miliki.

 

Tentu saja, tidak bisa dipungkiri, perilaku Mursi-IM yang saat berkuasa selama setahun telah menjadi bensin yang sangat efektif membakar kemarahan massa non-IM sehingga mereka berdemo besar-besaran menuntut lengsernya Mursi (selengkapnya bisa baca di ‘Pemetaan Konflik Mesir'[6]). Bila dilihat betapa banyak massa demo anti-Mursi (media memberitakan jumlah bervariasi, antara 17-20 juta), bisa disimpulkan betapa besar rasa ‘eneg' massa terhadap Mursi dan IM.

 

Secara psikologis, kesalahan politik Mursi-IM selama setahun itu lahir dari ketidakmampuannya ‘bermain' dalam atmosfer euforia demokrasi. Selama 30 tahun rakyat Mesir berada dalam cengkeraman sebuah rezim yang diktator, lalu tiba-tiba ‘lepas' dan mereka bebas mengungkapkan apa saja. Dan sebagaimana kita saksikan juga di Indonesia pasca reformasi, semua orang tiba-tiba menjadi pakar politik, bebas berkomentar, dan apa saja yang dilakukan pemerintah selalu disalahkan. Komedi macam Sentilan-Sentilun yang menyindir pemerintah pun menjadi bagian dari demokrasi. Sayangnya Mursi-IM terlihat gamang menghadapi debat, oposisi, bahkan juga ejekan-ejekan dalam siaran komedi di televisi. Kultur pendidikan politik IM adalah kultur antikritik yang yang sangat menjunjung tinggi patronase (antara lain dengan istilah doktrinasi ‘tsiqah', percaya saja pada apa yang dilakukan pemimpin, umat manut saja, pasti hasilnya akan baik) sulit bernegosiasi dengan kultur eforia demokrasi. Dan terjadilah apa yang terjadi: IM yang selama puluhan tahun dibungkam penguasa, justru melakukan upaya-upaya pembungkaman suara oposisi, termasuk menangkap Dr Bassem Youseff, komedian televisi yang dituduh menghina presiden.

 

Yang paling fatal adalah Dekrit November 2012 yang dikeluarkan Mursi, yang menyatakan bahwa semua produk hukum yang dihasilkan anggota parlemen (yang didominasi Ikhwanul Muslimin) tidak bisa dibatalkan pengadilan. Argumen yang diberikan aktivis IM atas dekrit ini adalah: kalau parlemen terus-terusan diganggu oposisi dan keputusannya bisa dibatalkan, kapan pemerintahan akan jalan? Tapi apapun juga argumennya, yang jelas dekrit ini semakin menambah masif gelombang demo anti-Mursi.

 

Di sini pula kita bisa menganalisis, apa yang sebenarnya terjadi dalam benak para demonstran anti-Mursi. Menurut Prof. Robertson, power (kekuasaan) bisa mendistorsi pikiran dan emosi massa. Ketika mereka berdiri dalam jumlah jutaan di Tahrir Square muncul rasa solidaritas, sekaligus power, yang sangat besar. Sayangnya, pada saat yang sama, muncul pula keinginan yang lebih besar untuk melihat orang di luar kelompok mereka menderita. Situasi ini menunjukkan bahwa kekuatan massa pun ternyata bisa menjadi kekuatan korup (perusak).

 

Distorsi pikiran dan emosi massa yang merasa memiliki kekuasaan ini pula agaknya yang membuat mereka mengambil keputusan irrasional, yaitu menyerahkan kedaulatan kepada pihak yang sebelumnya telah merepresi kedaulatan itu sendiri: militer. Mereka membiarkan militer menangkap presiden yang mereka pilih sendiri dalam pemilu dan memaafkan pembunuhan yang dilakukan militer terhadap para aktivis IM. Mereka membiarkan media-media IM dibredel dan membiarkan media massa pro-militer mencekoki rakyat dengan narasi-narasi versi mereka. Akibatnya, tak heran bila dukungan terhadap militer semakin besar.

 

Inilah kondisi rusaknya kemampuan abstraksi rakyat Mesir terkait demokrasi. Dalam alam demokrasi ada pola pikir abstrak yang seharusnya dimiliki semua pihak: saya tidak suka kalah, tapi saya menghormati proses demokrasi. Menurut Robertson, fitur utama demokrasi adalah bahwa ego individual dan ego massa harus tunduk pada prinsip hukum dan prinsip demokrasi. Inilah yang akan menjinakkan ‘angkara murka' psikologis manusia, yaitu nafsu untuk mencapai kekuasaan yang dibarengi dengan keyakinan bahwa kekerasan adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan itu. Artinya, setiap faksi politik punya nafsu untuk berkuasa dan secara psikologis ada potensi untuk meyakini bahwa kekuasaan bisa dicapai dengan kekerasan. Demokrasilah yang dianggap bisa menghalangi perilaku seperti ini.

 

Sayangnya, situasi di Mesir memperlihatkan penurunan kemampuan berpikir abstrak-demokrasi telah melanda hampir setiap elemen yang berseteru: pemerintah interim yang di-backing militer terus merepresi aktivis IM dan pihak anti-IM yang kehilangan orientasi: mendukung militer, membiarkannya (dan membenarkan) melakukan apa saja terhadap IM, dan melupakan apa yang mereka perjuangkan tiga tahun sebelumnya (penggulingan Mubarak yang didukung militer selama puluhan tahun). Di saat yang sama, IM terus melakukan aksi-aksi pembangkangan terhadap pemerintah interim walau itu berujung pada semakin kerasnya represi militer terhadap mereka; dan memunculkan antipati massa yang lebih besar.

 

Perdamaian di Mesir tampaknya masih lama akan terwujud. Perseteruan masih akan terus berlanjut, selain karena kemampuan berpikir massa yang terdistorsi, juga karena menyembuhkan luka di hati jutaan orang yang merasa ‘barang berharga'-nya telah dirampas bukanlah pekerjaan mudah.



[1]
. http://opegypt.wordpress.com/2013/07/25/pro-morsi-peacefulness/

[2]. http://www.youtube.com/watch?v=KBQ3QiWsskY&feature=youtu.be

[3]. http://www.theguardian.com/world/2013/oct/20/egypt-general-sisi-mania

[4]. http://professorianrobertson.wordpress.com/2013/07/04/mob-power-can-corrupt-too-bad-news-for-egypts-future/

[5]. http://professorianrobertson.wordpress.com/2013/08/16/egypts-psychological-furies/

[6]. http://dinasulaeman.wordpress.com/2013/07/28/pemetaan-konflik-mesir/

alt

پرتال پورتال سازمانی بایگانی اسناد پورتال جامعه مجازی پورتال شبکه اجتماعی

Senin, 11 November 2013 16:48

Penyakit yang Merusak Acara Ratapan Duka

Penyakit utama yang merusak bahkan menghilangkan pengaruh penting dan konstruktif sebuah perbuatan baik adalah mengubahnya menjadi sekadar kebiasaan. Hal yang sama juga dapat menimpa penyelenggaraan acara ratapan duka Imam Husein as. Bila pelaksana acara ini tidak mengenal secara khusus apa yang tengah dilakukannya dan tidak mengetahui filosofi apa yang sedang dikerjakannya, maka pada dasarnya mereka lemah dan acara yang diselenggarakan juga akan kehilangan ruh dan semangatnya. Ketidakmampuan ini akan membuat acara yang dilakukan tidak lagi memperhatikan aturan yang semestinya. Acara ratapan duka Imam Husein as perlahan-lahan akan menjadi kebiasaan dan tradisi yang memiliki sedikit kandungan, atau tidak memiliki substansi sama sekali, bahkan acara ini bisa merugikan.

 

Imam Ali as menilai penyakit utama sebuah pekerjaan yang dilakukan atas dasar kebodohan adalah berubahnya pekerjaan itu menjadi sekadar kebiasaan.

 

Bila acara ratapan duka Imam Husein as berubah substansi menjadi hanya sekadar kebiasaan dan tradisi, maka tidak akan ada yang peduli kualitas, tujuan dan mengapa Ahlul Bait as memerintahkan kita untuk menyelenggarakan peringatan acara ratapan duka Imam Husein as. Di sini, acara ratapan duka akan kehilangan substansi dan dampak konstruktifnya.

 

Acara ratapan duka Imam Husein as yang semula merupakan gerakan revolusioner, membentuk jiwa resistensi dan menyempurnakan serta menyadarkan jiwa manusia menjadi kehilangan substansinya. Acara ratapan duka yang seharusnya merupakan alat, kini berubah menjadi tujuan!

 

Dalam kondisi yang seperti ini, sebuah pahala, ibadah dan tujuan penting akan tetap dinilai sebagai satu nilai, sekalipun bercampur dengan pelbagai kebohongan, penyimpangan, dosa dan perselisihan, bahkan dalam banyak kasus justru bertentangan dengan shalat dan kewajiban yang lain. Bagi penyelenggaranya sudah cukup ketika bentuk lahiriah dari sebuah acara ratapan duka diselenggarakan dengan baik.

 

Nabi Muhammad Saw bersabda, "Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegahnya dari perbuatan buruk dan tidak benar, maka yang didapatkannya adalah semakin jauh dari Allah."

 

Imam Shadiq as berkata, "Barangsiapa yang melaksanakan sebuah pekerjaan tanpa pengetahuan dan kesadaran, maka ia akan semakin jauh dari tujuan sesuai dengan seberapa cepat ia melakukan perbuatannya."

Dalam pelaksanaan acara ratapan duka Imam Husein as biasanya muncul hal-hal yang tidak baik dan bahkan berbahaya bagi agama. Hal ini harus disikapi dengan tegas.

 

Sering kali terjadi saat menyampaikan kisah-kisah sejarah dalam acara ratapan duka terjadi penambahan, pengurangan atau penyimpangan. Sebagian syair-syair yang dibacakan melenceng dari akidah Islam.

 

Benar, cinta dan kesedihan yang ada dalam peristiwa Asyura sedemikian dalamnya, sehingga siapapun yang mendengarnya akan meratapi semuanya. Tapi ini tidak menjadi pembolehan atas penambahan, pengurangan atau penyimpangan kisah Asyura. Apa lagi dalam membacakan syair-syair yang yang terlalu berlebihan tentang Imam Husein as, sehingga bertentangan dengan akidah Islam. Semua bentuk penyimpangan ini dilarang oleh para marji Syiah.

 

Para ulama melarang membacakan syair-syair yang memiliki kandungan ekstrim dan lemah, apalagi yang bertentangan dengan pribadi Imam Husein as dan revolusinya. Mereka yang mengikuti acara ratapan duka hendaknya tidak melakukan gerakan-gerakan atau perbuatan yang akan disalahgunakan oleh musuh-musuh Islam.

 

Penyimpangan dan bidah dalam penyelenggarakan acara ratapan duka Imam Husein as adalah sesuatu yang berbahaya. Begitu juga dengan membawa bendera dan simbol-simbol yang tidak memiliki rujukan dalam Islam dan perbuatan lain yang dapat membuat orang salah paham tentang substansi acara ratapan duka Imam Husein as.

 

Hal ini dilarang oleh para ulama agar jangan sampai menjadi tradisi. Perilaku yang salah ketika dibiarkan perlahan-lahan akan menjadi kebiasaan dan bila telah menjadi demikian, maka akan sangat sulit untuk menghilangkannya. Bahkan bisa jadi sedemikian kuatnya tradisi ini membuat mereka yang melakukannya menganggap bagian dari agama, dan siapa saja yang memberikan pencerahan akan masalah ini dianggap tidak mengenal agama, bahkan kafir!

 

Para penyelenggara acara ratapan duka Imam Husein as harus berusaha sedemikian rupa sehingga jangan ada yang punya anggapan dikarenakan untuk Imam Husein as, maka pasti akan diberi pahala dan menggembirakan beliau. Padahal, pemberian pahala dari Allah dan kegembiraan beliau hanya akan terjadi bila perbuatan yang dilakukan sesuai dengan perintah agama.

Tidak Berilmu

 

Prasyarat utama untuk melakukan sebuah perbuatan adalah memiliki ilmu dan informasi terkait aturan, adab dan perilaku yang menjamin dampak positif dari perbuatan itu. Poin penting yang menjadi perhatian dalam penyelenggaraan acara ratapan duka Imam Husein as adalah segalanya bukan merupakan tujuan, tapi sarana untuk menjadi lebih sempurna dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.

 

Bila kita meyakini acara ratapan duka Imam Husein as merupakan sarana, maka setiap sarana hanya dalam kondisi khusus dapat mengantarkan manusia kepada tujuannya. Artinya, tidak benar bahwa setiap perbuatan baik, apakah itu wajib atau sunnah, dalam segala kondisi dapat mengantarkan manusia kepada kesempurnaan.Di sini, sebuah perbuatan yang disertai ilmu dapat meninggikan derajat manusia di sisi Allah.

 

Imam Shadiq as berkata, "Allah Swt tidak akan menerima sebuah perbuatan tanpa makrifah."

 

Dalam sebuah hadis yang lain dari Imam Husein as disebutkan, "Allah Swt menciptakan manusia agar dapat mengenal diri-Nya. Setelah mereka mengenalnya baru melakukan penghambaan kepada-Nya.

Pembaca Kidung Duka dan Tafsir Birrayu atas Sejarah, Hadis dan Maqtal

 

Sebagian pembaca kidung ratapan duka Imam Husein as melakukan hal-hal yang menyimpang dari aturan agama. Semua itu dinisbatkan kepada Imam Husein as bahwa apa saja yang dilakukan demi beliau sudah pasti diterima oleh Allah Swt.

 

Berangkat dari pemahaman semacam ini sebagian dari pembaca kidung ratapan Imam Husein asi ada yang memaknai sendiri apa saja terkait hukum Islam. Ada juga yang menyampaikan sejarah sesuai dengan yang diinginkannya. Bahkan sebagian mereka menjelaskan riwayat-riwayat secara serampangan akibat ketidakmampuannya di bidang Hadis. Sementara yang lain menambahkan sendiri cerita-cerita tambahan di luar yang dinukil oleh buku-buku maqtal yang mengisahkan peristiwa pembantaian Karbala.

 

Tapi perlu dipahami bahwa mereka yang melakukan ini kebanyakan dikarenakan cintanya kepada Ahlul Bait as, khususnya Imam Husein as. Oleh karenanya, apa yang mereka lakukan ini tidak boleh disikapi dengan keras, tapi perlu dikontrol dan dinasihati. Mereka diberi arahan mengenai mana yang seharusnya mereka lakukan dan mana yang tidak.

 

Kita harus melihat mereka sebagai orang-orang yang perlu diperkaya mengenai ajaran Islam, khususnya terkait acara ratapan duka Imam Husein as. Bukan sebaliknya, kita mencaci mereka dan menjauhkan mereka. Jangan sampai kita melihat orang yang berada di bibir jurang dan ingin menolongnya, tapi bukan menolong, justru kita mendorongnya ke dalam jurang. Dengan kata lain perlu pembinaan khusus kepada mereka yang terlibat dalam acara ratapan duka agar tidak terjatuh pada pemaknaan, penambahan dan penjelasan yang keluar dari pesan Asyura itu sendiri.

Menurut al-Quran, ratapan duka memiliki akar dalam Islam. Bahkan yang melakukan ratapan duka pertama kalinya adalah Allah Swt. Dalam al-Quran surat al-Buruj ayat 4-8 Allah Swt berfirman, "Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman."

Ayat selanjutnya menyebutkan alasan mengapa mereka disiksa seperti itu. Allah Swt berfirman, "Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji."

Peristiwa Asyura dan Karbala harus senantiasa dihidupkan. Allah Swt dalam surat Maryam ayat 41 berfirman, "Ceritakanlah (Hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam al-Kitab (al-Quran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi." Dalam ayat ini disebutkan bahwa Nabi Ibrahim as telah melakukan pengorbanan dan engkau wahai Nabi Saw harus terus menghidupkan pengorbanan yang telah dilakukan itu.

Begitu juga dalam ayat 16 disebutkan, "Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam al-Quran, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur." Nabi Muhammad Saw diperintahkan menyebut nama Maryam dan menjelaskan kesulitan yang dialaminya dan semua ini harus dipertahankan serta disampaikan kepada generasi yang akan datang.

Dengan demikian, ratapan duka banyak ditemukan dalam al-Quran dan menjadi satu hal prinsip dalam Islam untuk tetap mempertahankan pengorbanan dan perjuangan mereka. Ini menjadi pelajaran berharga bagi generasi yang akan datang.

Penyelenggara acara ratapan duka Imam Husein as yang baik dan benar adalah setiap kali masuk waktu shalat, maka shalat yang harus didahulukan. Sebagaimana diketahui bahwa bila shalat seseorang diterima oleh Allah Swt, maka seluruh amalnya akan diterima. Sebaliknya, bila shalatnya tidak diterima, maka seluruh amalnya tidak diterima.

Imam Shadiq as berkata, "Termasuk ucapan Luqman kepada anaknya adalah ‘Anakku! Jangan sampai ayam jantan lebih cerdas darimu. Apakah engkau tidak melihat bagaimana ia mengeluarkan suaranya ketika suara azan terdengar?"

Dalam riwayat yang lain Imam Shadiq as mengatakan, "Ada tiga amal yang paling baik dan yang terbaik dari ketiganya adalah shalat."

Panitia penyelenggara acara ratapan duka Imam Husein as juga harus berasal dari orang yang takut kepada Allah. Karena mereka juga menjadi penyelenggara shalat di awal waktu. Itulah yang dikerjakan Imam Husein as di hari Asyura

Bila penyelenggaraan acara ratapan duka di rumah, maka rumah itu semestinya menjadi tempat pelaksanaan shalat di awal waktu. Tapi jangan sampai melupakan shalat awal waktu di masjid. Karena bila terjadi shalat awal waktu di masjid menjadi lemah, maka para penyelenggara acara ratapan duka Imam Husein as harus semakin takut kepada Allah. Masjid adalah pusat aktivitas keagamaan dan begitulah seterusnya hingga Huseiniyah dan gedung atau rumah.

 

Berpakaian Hitam

Menurut ilmu fiqih, makruh hukumnya memakai pakaian berwarna hitam, tapi memakainya dalam memperingati syahadah Imam Husein as dan para Imam Maksum as yang lain telah dikecualikan. Itulah mengapa mereka yang menghadiri acara ratapan duka Imam Husein as berpakaian hitam-hitam. Pakaian hitam sendiri menunjukkan kesedihan, semangat perjuangan dan simbol agama bila dipakai pada waktu-waktu tertentu, seperti di hari-hari bulan Muharram.

 

Ucapan Belasungkawa

Disunnahkan dalam Islam mengucapkan belasungkawa kepada orang yang terkena musibah kehilangan orang yang dicintai atau keluarganya.

 

Cara Mengucapkan Belasungkawa

Imam Baqir as berkata:

 

أَعْظَمَ اللهُ اُجُورَنَا بِمُصَابِنَا بِالْحُسَیْنِ(عَلَیْهِ السلَامِ)، وَ جَعَلَنَا و اِیّاکُمْ مِنَ الطّالِبِیْنَ بِثَارِهِ مَعَ وَلِیّهِ الْاِمَامِ الْمَهْدِیِّ مِنَ آلِ مُحَمَّدٍ عَلَیْهِمِ السلَام

 

A'zhamallahu Ujurana Bimushabina bi al-Husein alaihi as-Salam, wa Ja'alana wa Iyyakum Mina at-Thalibina bi Tsarihi ma'a Waliyyihi al-Imam al-Mahdi min Ali Muhammad alaihim as-Salam

Semoga Allah Swt menambahkan pahala kita dengan ratapan duka akan musibah yang menimpa Imam Husein as dan menjadikan kita dan kalian sebagai penuntut darahnya bersama walinya al-Imam Mahdi af dari keluarga Muhammad as.

Pertalian kejiwaan dengan kebangkitan Imam Husein as membuat manusia hidup dengan perasaan. Nikmat besar ini bila dirangkaikan dengan akal memberi kesempatan manusia meraih kesempurnaan dan mengaktualisasikan segala potensinya. Pada waktu itu manusia akan terbebaskan dari segala batasan duniawi.

Kehidupan manusia yang semata-mata rasional akan terasa kering. Orang yang hidup dengan cara ini, maka kehidupannya tidak sehat. Hal yang sama juga dengan manusia yang hidup hanya mengandalkan perasaan. Ia tidak dapat melakoni kehidupannya dengan benar.

Dengan demikian, hanya manusia yang mampu mengkombinasikan antara akal dan afeksi yang dapat hidup sehat. Manusia hanya dapat terbang dengan dua sayap; akal dan emosi baru dapat mengarungi kehidupan yang tak bertepi. Di sini, revolusi Asyura memperkaya kehidupan manusia dari sisi rasionalitas dan afeksi secara bersamaan.

Orang Mukmin dan Cobaan

 

Sejumlah sahabat Imam Husein as bertanya kepada beliau tentang falsafah bencana, cobaan dan masalah yang menimpa pengikut Ahlul Bait.

 

Imam Husein as menjawab:

 

"Demi Allah! Bencana, kemiskinan, kefakiran dan pembunuhan dengan cepat menimpa para pecinta kami seperti larinya kuda di tempat perlombaan, atau pergerakan cepat banjir ke dataran rendah." (Mustadrak al-Wasail, jilid 2, hal 431)

 

Salah satu falsafah penting adanya cobaan, bencana dan masalah yang menimpa manusia adalah ujian bagi manusia demi meraih keikhlasan, mensucikan niat yang tidak benar dan motivasi yang tidak ilahi. Secara umum, bencana dan masalah yang menimpa manusia itu pada dasarnya merupakan anugerah Allah Swt kepada para hamba-Nya. Sikap manusia menanggung bencana itu menunjukkan cinta dan keimanan mereka kepada Allah.

 

Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa manusia yang dekat kepada Allah adalah orang-orang yang lebih banyak mendapat cobaan dan bencana. Sementara bagi sebagian orang yang memiliki kapasitas kurang dari mereka, maka cobaan dan bencana menjadi perusak keimanan mereka. Cobaan itu dapat mengeluarkan mereka dari jalan kebenaran. Mereka ini adalah orang-orang yang motivasi keberagamaan mereka lebih kepada dunia dan bersifat materi.

 

Sementara orang-orang yang beriman mendapatkan keimanannya lewat pengetahuan dan pengenalan yang benar. Bukan saja keimanan mereka tidak goyah dengan datangnya cobaan dan bencana, tapi juga menjadi sarana untuk membersihkan ruh dan jiwa mereka sekaligus mensucikan amalnya. Karena menurut mereka, cobaan itu sendiri merupakan anugerah ilahi.

 

Dalam banyak hadis disebutkan bahwa cobaan dan bencana yang seperti ini pada intinya untuk mengangkat derajat manusia di sisi Allah dan tingkat bencana itu sendiri menimpa seseorang akan sesuai dengan kekuatan atau kelemahan imannya.

 

Sumber: Pandha-ye Emam Hossein.

Senin, 11 November 2013 16:42

Peran Ibu Saat Ayah Tiada

Anak yang kehilangan ayah dan ibu dalam agama disebut yatim. Namun dari sisi lain harus diketahui bahwa tidak hanya anak yang kehilangan ayah disebut yatim, tapi setiap anak, dengan alasan apapun bila kehilangan kasih sayang ayah dan ibu, atau tidak dapat berhubungan secara kontinyu dengan kedua orang tuanya juga disebut anak yatim.

 

Ayah atau ibu yang tidak memiliki kesempatan yang cukup untuk mengurusi anaknya berarti orang tua yang memiliki anak yatim. Sebagai contoh seorang anak yang tidak melihat ayahnya di pagi atau malam hari, karena ayahnya pergi ke tempat kerjanya saat anaknya tidur dan kembali malam hari dimana anaknya sudah tidur. Anak yang orang tuanya bercerai dan tidak lagi mengurusinya juga tergolong anak yatim.

 

Kenyataan pahit yang terjadi dalam kehidupan adalah meninggalnya ayah dan anak kecil yang menjadi yatim. Menghadapi anak yang kehilangan ayah seperti ini membuat kewajiban seorang ibu lebih berat dari sebelumnya. Tanggung jawabnya menjadi lebih luas. Ia dapat menyelamatkan anaknya dari masalah yang dihadapi, tapi pada saat yang sama bila ia melukai hati anaknya, maka luka hati anaknya menjadi berkali lipat.

 

Dalam kondisi yang seperti ini seorang ibu memiliki dua kewajiban. Yang pertama mencakup kewajiban pribadinya sebagai seorang ibu dan menjadi teladan kasih sayang, emosi dan cinta. Sementara yang kedua mencakup kewajiban sebagai seorang ayah dari sisi disiplin dan aturan. Kombinasi antara emosi dan disiplin merupakan satu hal yang sulit. Seorang ibu saat menghadapi anaknya memainkan dua kepribadian. Tentu saja ibu membutuhkan ketrampilan khusus untuk mengkombinasikan dua tugas berat ini dalam dirinya.

 

Menyampaikan kematian ayah

Anak yang ditinggal mati ayahnya dan disebut anak yatim tentu berada dalam kondisi sedih. Dalam kondisi yang demikian, apa yang harus dilakukan oleh ibunya dan bagaimana caranya ia menyampaikan berita kematian ayahnya? Reaksi dan keputusan seorang ibu dalam kondisi yang demikian berbeda-beda. Ada yang berusaha menjelaskan bahwa ayahnya melakukan perjalanan jauh, sebagian ada yang mengatakan ayahnya ada di rumah sakit dan lain-lain.

 

Buat anak yang usianya lebih dari tujuh tahun, ia sudah memahami apa itu kematian dan berita kematian ayahnya dapat disampaikan kepadanya, tapi harus memberikan rasa optimis kepadanya bahwa ibu akan berusaha untuk membesarkannya. Beri penjelasan agar kepercayaan anak kepadanya tidak sampai hilang. Tidak boleh menggambarkan kematian sebagai sesuatu yang menakutkan, sehingga anak menganggap ibunya telah berbohong kepadanya. Di usia ini, anak harus mengetahui apa itu kematian dan begitu juga tentang kehidupan. Berbeda dengan anak yang usianya di bawah tujuh tahun. Menjelaskan masalah ini sangat sulit baginya, tapi dengan cepat kasih sayang ibu akan mengambil tempat ayahnya yang baru meninggal dan membuat anak mampu menghadapi kenyataan.

 

Memperkuat jiwa anak

Memperkuat jiwa anak merupakan kewajiban penting yang harus dilakukan oleh seorang ibu kepada anak yatimnya. Berusaha menyenangkannya bahwa ia sudah besar dan dapat menyelesaikan pekerjaannya sendiri dengan bantuannya. Ibunya harus meyakinkannya dengan penuh kesabaran dan keteguhan bahwa dirinya dapat melindunginya dan dengan perbuatannya harus mengajarkan anak menjadi lebih sabar. Anak harus diajarkan ketegaran dan istiqamah di samping tidak lupa mengambil langkah-langkah bahwa ia memikirkan apa yang dirasakan anaknya.

 

Seorang ibu pasca kematian atau perceraian dengan suaminya harus memperkenalkan anaknya dengan keluarga ayahnya dan berusaha menciptakan kondisi agar anaknya dapat berhubungan lebih baik dan luas dengan mereka, sehingga ia dapat membiasakan dirinya dengan lingkungan mereka dan tetap riang.

 

Tidak berlebihan menyayangi anak

Anak yatim tentu membutuhkan kasih sayang dan kedisiplinan agar tetap terkontrol. Tak syak bahwa bila ayahnya masih hidup ia pasti melakukan aturan yang telah ditetapkan. Sekarang, ketika ayah telah tiada, ibunya yang melakukan kewajiban itu. Dalam menjalankan kewajiban ini, ibu harus memperhatikan bahwa jangan sampai berlebih-lebihan dalam menyayanginya, sehingga kehilangan sarana untuk mengontrolnya.

 

Anak yang kehilangan ayahnya dari satu sisi merasa lebih bebas dan ingin melepaskan dirinya dari segala bentuk kewajiban. Bila ibunya tidak bersikap tegas terkait aturan keluarga yang ada bagi anaknya, maka hal ini bisa membuat anak itu tidak lagi taat kepada peraturan dan merasa bebas. Ibu harus teliti dalam pelaksanaan aturan dan melaksanakan kewajiban. Bersikap keras dan kaku atau membiarkan anak begitu saja akan menyulitkan ibu untuk merealisasikan tujuan pendidikan anak. Bahkan dalam sebagian kasus justru memberikan kesempatan anak untuk melawan orang tuanya.

 

Benar, di sini ibu memainkan peran ayah sebagai teladan disiplin bagi anak, tapi dalam melaksanakannya ibu harus memperhatikan perasaan dan emosi anak. Mengikuti keingin anak atau tidak boleh dikritik merupakan satu hal yang tidak baik dalam mendidik anak. Ibu harus mengingatkan perbuatan baik dan buruk kepada anak dan melaksanakan aturan yang ada. Dalam kondisi ini, ibu harus menghilangkan sementara perasaan dan kasih sayangnya, tapi pada saat yang sama tidak boleh melupakan bahwa sebagian kesalahan yang dilakukan anak dapat ditolerir, khususnya ketika anak melakukan kesalahan untuk pertama kalinya.

 

Satu kewajiban penting lainnya yang harus dilakukan ibu untuk anaknya pasca meninggalnya ayah adalah menentukan kewajiban dan tanggung jawab bagi anak. Sebagian pekerjaan rumah harus dilimpahkan kepada anak. Ibu harus berusaha agar anak menerima kewajiban itu dan dengan penuh rasa tanggung jawab melakukannya. Bila hal itu dilakukannya, maka ibu harus memujinya.

 

Ibu juga punya kewajiban mengontrol pekerjaan rumah anaknya. Hal ini harus terus dilakukan ketika anak tidak memperhatikannya, tapi bila anak memberikan perhatian untuk melakukan pekerjaan rumahnya, maka ibu tidak terlalu ketat lagi dalam mengontrolnya. Ibu harus menghormati sikap anak yang ingin merasa independen, selama tidak merugikan orang lain dan melalaikan aturan. Ibu harus menghormati sikap anak dalam mengelola uang sakunya, tapi penggunaanya perlu mendapat bimbingan ibu, bukan perintahnya. Artinya, ibu lebih bersifat mengontrol dan bukan memerintah.

Senin, 11 November 2013 16:41

110 Keutamaan Imam Ali as: Puncak Kefasihan

Puncak Kefasihan

 

Ibnu Abi al-Hadid tentang Imam Ali as dan Nahjul Balaghah mengatakan, "Ali pemimpin orang-orang fasih dan tuan ahli sastra. Ucapannya di bawah firman Khaliq dan di atas Makhluq, dimana masyarakat belajar berbicara dan menulis darinya."[1]

 

Ayah Umat

 

Nabi Muhammad Saw bersabda, "Hak Ali as ke atas umat Islam seperti hak seorang ayah ke atas anaknya."[2]

 

Hidup Sederhana

 

Imam Shadiq as berkata, "Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib as membebaskan seribu budak dan tawanan dengan bayaran yang didapat setelah bekerja. Tapi bila engkau melihat Imam Ali as, makanannya hanya kurma kering, susu dan pakaiannya sangat sederhana."[3]

 

Ali Pasangan Fathimah

 

Rasulullah Saw bersabda, "Jibril turun dan menjumpaiku lalu berkata, "Wahai Muhammad! Allah Swt berfirman, ‘Bila Aku tidak menciptakan Ali, maka tidak ada anak Adam yang dapat menjadi pasangannya."[4]

 

Alasan Tersenyum

 

Ibnu Saman dalam buku al-Muwafaqah menukil dari Qais bin Abi Hazim, "Suatu hari Abu Bakar dan Imam Ali as berhadap-hadapan. Ketika Abu Bakar melihat wajah Imam Ali as, ia langsung tersenyum. Ali as bertanya, ‘Apa yang menyebabkan engkau tersenyum?' Abu Bakar menjawab, ‘Saya mendengar dari Rasulullah Saw, ‘Tidak ada seorangpun yang dapat melewati Shirat al-Mustaqim, kecuali mendapat izin dari Ali as."[5]

 

Ilmu Ali as

 

Para sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw tentang ilmu Ali as. Beliau menjawab, "Hikmat dibagi sepuluh dan sembilannya diberikan kepada Ali as dan satunya dibagikan kepada seluruh manusia, termasuk Ali as dan ia yang paling alim dari mereka semua."[6]

 

Kulit dan Inti

 

Khathib Kharazmi, seorang ahli fiqih, sastrawan dan orator terkenal bermazhab Hanafi ketika sampai pada nama Ali as, ia mengatakan, "Ketika membahas tentang Ali as, mataku sakit seakan-akan ada tanah di dalamnya. Bagaiman tidak, beliau tidak memiliki apa-apa, di balik kekayaan Baitul Mal yang ada. Seakan-akan semua orang seperti kulit dan intinya adalah Ali as, pemimpin kita."[7]

 

Bendera Hidayah

 

Rasulullah Saw bersabda, "Ali as adalah bendera hidayah dan pemimpin para waliku. Ia menjadi cahaya siapa saja yang menaatiku. Ali merupakan nama yang kuwajibkan kepada orang-orang bertakwa untuk mengikutinya. Barangsiapa mencintainya, berarti ia mencintai aku dan barangsiapa yang menaatinya, berarti ia menaatiku."[8]

 

Berjabat Tangan dengan Malaikat

 

Imam Ridha as berkata, "Bila manusia mengetahui nilai hari ini, Hari Ghadir, maka di setiap kesempatan para malaikat berjabat tangan dengan mereka 10 kali setiap hari."[9]

 

Sumber Keutamaan

 

Seorang penyair Kristen mengatakan, "Saya menggubah sebuah puisi untuk Ali as. Bila ada yang protes dan mengatakan, ‘Semestinya engkau menggubah puisi untuk Paus, Isa dan Maryam?' Saya akan menjawab, ‘Saya mencintai keutamaan dan ketika mencarinya di dunia ini saya menemukan sumber keutamaan dan saya menyaksikan Ali as sumber keutamaan itu. Itulah mengapa saya menggubah puisi untuk Ali as."[10]

 

Sumber: Hossein Deilami, Ghadir Khourshide Velayat, 1388, Qom, Moasseseh Entesharat Haram.

 



[1]
. Nahjul Balaghah az Kist?, hal 17.

[2]. Yanabi' al-Mawaddah, jilid 1, hal 287, bab 41, hadis 1.

[3]. Tarjomeh al-Gharat, hal 31-32. Bihar al-Anwar, jilid 8, hal 739.

[4]. Imam Ali as dar Ahadis-e Ghodsi, hal 49.

[5]. Yanabi' al-Mawaddah, jilid 2, hal 335.

[6]. Ibid, jilid 1, hal 161, bab 14, hadis 9.

[7]. Hassastarin Faraz-e Tarikh Ya Dastan-e Ghadir, hal 286.

[8]. Nur ats-Tsaqalain, jilid 5, hal 73.

[9]. Payam Ghadir, hal 45. Tahdzib al-Ahkam, jilid 6, hadis 52.

[10]. Tarbiyat-e Farzand, hal 235.

© Indonesian Radio. All rights reserved.

alt

پرتال پورتال سازمانی بایگانی اسناد پورتال جامعه مجازی پورتال شبکه اجتماعی