
کمالوندی
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anfal Ayat 22-25
Ayat ke 22
Artinya:
Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah; orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apapun. (8: 22)
Keistimewaan terpenting manusia yang dapat membedakan dirinya dengan makhluk bernyawa lainnya adalah kemampuannya dalam berpikir dan menggunakan akal. Karena itu manusia yang memiliki kekuatan akal, namun tidak mau membuka telinga untuk mendengarkan nasehat dan seruan atau berdasarkan akal dan logika mereka tidak enggan angkat bicara, seakan mereka tidak mempunyai akal. Dalam kondisi demikian, mereka sama persis dengan binatang-binatang lainnya. Akan tetapi menurut pandangan al-Quran, orang-orang semacam ini lebih rendah bahkan lebih hina dari binatang-binatang berkaki empat. Karena binatang berkaki empat itu tidak memiliki akal dan pantaslah mereka tidak bisa berfikir, sehingga mereka hanya bisa berbuat berdasarkan naluri dan insting.
Berbeda dengan manusia yang selain memiliki insting dan naluri, mereka juga memiliki akal untuk berpikir secara rasional, namun sewaktu manusia tidak menggunakan akalnya yang sehat ini, maka mereka akan terjatuh, hina, rendah bahkan lebih rendah dan hina dari binatang-binatang tersebut. Ayat ini mengatakan, nilai manusia di sisi Allah Swt adalah karena akalnya, mendengarkan kebenaran dan juga berbicara yang benar. Jika tidak demikian manusia itu tidak memiliki kedudukan dan nilai di sisi Allah, bahkan lebih kecil dan rendah dari binatang-binatang. Berdasarkan surat al-Mulk ayat 10, para penghuni neraka jahannam menjelaskan alasan dimasukkannya mereka ke dalam neraka. Menurut mereka, apabila kami membuka telinga dan menggunakan akal, maka pastilah kami tidak dimasukkan kedalam api neraka.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Meski dengan memiliki telinga, mata dan lisan, namun selama organ-organ yang berharga tersebut tidak dimanfaatkan di jalan mencari dan menerima hakikat, maka tidak akan ada gunanya.
2. Manusia yang bernilai adalah mereka yang pandai menggunakan akal mereka, sehingga dapat menggali ajaran Ilahi dengan benar, dan inilah sebenarnya yang disebut dengan kecerdikan.
Ayat ke 23
Artinya:
Kalau sekiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu). (8: 23)
Dalam ayat sebelumnya telah dijelaskan pernyataan orang-orang yang tidak memiliki telinga yakni mereka tidak mau menggunakan telinganya dengan baik, seperti mau mendengarkan pernyataan dan seruan kebenaran. Mereka memiliki lisan, akan tetapi sewaktu mereka harus menyatakan dan menetapkan kebenaran, mereka malah mengingkarinya. Ayat ini mengatakan, sekalipun Allah Swt Maha Kuasa dan bisa berbuat sesuatu sehingga seruan kebenaran dapat berkesan dan mempengaruhi hati mereka, namun mereka selalu berbuat sesuatu yang tidak layak, dan jalan untuk diterimanya kebenaran itu menjadi lenyap, sehingga tidak ada kebaikan bagi mereka. Selain itu mereka selalu keras kepala, bahkan apabila hati mereka disirami kebenaran ayat-ayat Allah, yang bisa menyebabkan keyakinan, namun sudah pasti mereka akan memperotesnya, bahkan mereka tidak segan-segan dan tidak siap untuk menyatakan kebenaran itu.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sunnatullah berjalan sebagai berikut, yakni setiap orang dengan kadar dan kepatutan mereka dapat menyiapkan lahan kondusif, untuk bisa menerima taufik.
2. Sunnatullah senantiasa transparan dengan ikhtiyar manusia. Meski Allah Swt mampu membuat manusia terpaksa menerima kebenaran, namun Allah memberikan kemungkinan bagi manusia itu untuk menolak.
Ayat ke 24
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan. (8: 24)
Ayat ini menyeru manusia agar dapat melaksanakan kehidupan yang lebih jauh dari sekedar kehidupan binatang. Yaitu, suatu kehidupan yang menjadi dasar berkembangnya pemikiran, akal dan spiritual manusia. Sedang untuk bisa mencapai kehidupan ini manusia hendaknya dengan lapang dada menerima seruan Allah Swt dan Rasul-Nya. Sekalipun dalam ayat 97 surat an-Nahl disebutkan, "Barangsiapa yang melakukan amal perbuatan yang baik (shaleh) baik laki-laki maupun perempuan, bila mereka mu'min maka Kami akan memberikan kehidupan yang bersih dan sejahtera."
Lanjutan dari ayat ini mengatakan, apa yang terlintas di hati kalian, meski belum terucapkan oleh lisan kalian, maka Allah Swt telah mengetahuinya. Sehingga dengan demikian seakan Allah telah menjadi pemisah dan penghalang antara manusia dan hatinya, selain itu kalian semua manusia kelak pada Hari Kiamat akan dikumpulkan di sisi Allah Swt dan siap diajukan di muka pengadilan-Nya. Sehingga dalam setiap perkara kita umat manusia tidak bisa lepas dari kekuasaan-Nya baik di dunia maupun di akhirat. Apa lagi pada ayat-ayat yang lain Allah Swt berfirman, "Kami dekat dengan kalian bahkan lebih dekat dengan urat leher kalian."
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kehidupan manusia yang sebenarnya hendaknya mengikuti gerak langkah ajaran-ajaran para nabi, karena tanpa melalui jalan tersebut manusia telah mati, sekalipun mereka minum air dan makan nasi bahkan bergerak ke sana dan ke mari.
2. Sebelumnya Allah Swt menjadikan penghalang di antara kami dan hati kami, sedang kematian kami telah tiba dan kamipun telah menerima kebenaran, karena kami senantiasa memikirkan kehidupan abadi.
Ayat ke 25
Artinya:
Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (8: 25)
Dalam melakukan perbuatan dosa, terkadang manusia melakukannya sendiri dan secara sembunyi-sembunyi. Balasan atas dosa ini ditanggung sendiri oleh pelakunya. Tapi terkadang dosa yang dilakukan tidak bersifat individu, tapi sosial dan skala dosa atau kerusakan yang ditimbulkan juga luas. Ayat ini mengatakan, apabila kemungkaran telah tersebar terang-terangan di kalangan masyarakat, sedang orang-orang alim yang mampu mengantisipasi menjalarnya kemungkaran tersebut diam tutup mulut, maka azab dan siksaan Allah akan diturunkan kepada semua lapisan masyarakat. Karena itu yang dimaksud dengan menjauhkan diri dari berbagai fitnah dalam ayat ini ialah tidak beruzlah dan menjauhkan diri dari karamaian masyarakat. Akan tetapi hendaknya memberi peringatan dan tetap bergaul dengan baik agar masyarakat dapat terhindar dari segala fitnah.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jauh dari ajaran-ajaran Ilahi dapat menyebabkan kehancuran manusia dan masyarakat serta menjadi unsur utama timbulnya fitnah dan fasad.
2. Kita jangan menjadi unsur timbulnya fitnah dan jangan bergandengan tangan dengan para peniup fitnah serta jangan pula kita diam dalam menghadapi fitnah.
3. Nahi mungkar merupakan tugas setiap orang mukmin, apabila aksi pencegahan terhadap mungkar sudah tidak berguna lagi, maka pencegahan terhadap azab dan siksaan Allah pasti masih bisa berpengaruh.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anfal Ayat 15-21
Ayat ke 15-16
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). (8: 15)
Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya. (8: 16)
Sebelumnya telah dijelaskan tentang peristiwa perang Badr dan kemenangan pasukan Islam atas pasukan Kafir Quraisy. Pada dua ayat ini ditegaskan bahwa jumlah besarnya jumlah musuh tidak bisa menjadi alasan untuk mundur dari medan dan melarikan diri. Islam melarang para pengikutnya untuk mundur dari medan perang kecuali untuk tujuan mengatur strategi baru, memperbaharui kekuatan, menyiapkan peralatan tempur atau untuk bergabung pada barisan Muslimin yang lainnya, untuk kemudian menyerang kembali musuh.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Melarikan diri dari medan pertempuran dan jihad merupakan dosa besar, dan perbuatan semacam ini bisa mendatangkan murka Allah.
2. Di medan perang, kita diperbolehkan menggunakan taktik mundur dan tipuan untuk mengelabuhi musuh.
3. Lari diri dari medan pertempuran selain menyebabkan kehinaan di dunia, juga mendatangkan azab di akhirat.
Ayat ke 17-18
Artinya:
Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (8: 17)
Itulah (karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu), dan sesungguhnya Allah melemahkan tipu daya orang-orang yang kafir. (8: 18)
Masih melanjutkan pembahasan ayat-ayat sebelumnya, ayat ini mengingatkan orang-orang Mukmin agar mereka tidak tertimpa rasa congkak dan jangan beranggapan bahwa kondisi medan tempur adalah faktor penentu dalam peperangan. Karena itu ayat ini menyatakan bahwa dengan bantuan Allah pasukan musuh dapat dikalahkan. Mereka kalah bukan karena bidikan anak panah dan tebasan pedang kalian. Siapakah yang mengarahkan anak panah kalian mengenai musuh, tidak lain adalah Allah. Medan perang ini merupakan medan untuk menguji kaum Mukminin. Percobaan atau ujian terbesar apakah yang lebih tinggi dari mengorbankan darah dan jiwa di jalan Allah dan disaksikan langsung oleh-Nya? Terkadang ujian dan cobaan Allah berupa kemenangan yang disebut sebagai bala hasan atau ujian yang baik, namun terkadang juga berupa kesulitan dan musibah yang dinamakan bala sayyi atau ujian yang buruk.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Perang dan jihad merupakan salah satu sarana uji dan cobaan, sehingga dapat diketahui siapa gerangan orang-orang Mukmin yang sebenarnya dan siapa pula orang-orang yang imannya lemah.
2. Apa yang dilakukan oleh manusia dan atas kehendaknya, bisa disebut sebagai perbuatannya. Akan tetapi dari sisi itu bahwa kekuatan yang dimilikinya untuk melakukan pekerjaan berasal dari Allah, maka perbuatan itu bisa disandarkan kepda Allah. Karenanya, dalam semua pekerjaan, manusia tidak bisa lepas dari kehendak Allah
3. Allah Swt telah selalu membantu kaum Mukmin yang sebenarnya, dan menggagalkan semua makar dan taktik musuh.
Ayat ke 19
Artinya:
Jika kamu (orang-orang musyrikin) mencari keputusan, maka telah datang keputusan kepadamu; dan jika kamu berhenti; maka itulah yang lehih baik bagimu; dan jika kamu kembali, niscaya Kami kembali (pula); dan angkatan perangmu sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sesuatu bahayapun, biarpun dia banyak dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang beriman. (8: 19)
Menurut sebagian mufassir, kaum Muslimin berselisih mengenai ghanimah atau harta rampasan perang, bahkan mereka berdebat dengan Rasulullah setelah memperoleh kemenangan. Itulah sebabnya ayat ini ditujukan kepada mereka. Namun kebanyakan mufassir menyebutkan ayat yang dimaksudkan oleh ayat ini adalah orang-orang Kafir dan Musyrik. Ayat ini mengatakan bahwa Allah menghendaki kemenangan di pihak kaum Mukminin untuk menunjukkan kebenaran.
Siapapun yang dimaksud, kelompok Muslimin atau kaum Kafir, yang jelas ayat ini menegaskan bahwa memprotes ketentuan Rasul dapat mendatangkan kemurkaan Allah dan tidak ada satu kelompok pun yang mampu melindungi seseorang dari siksaan dan balasan Allah.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kebaikan manusia terletak pada kepatuhan dan keikhlasannya kepada perintah Allah dan Rasul-Nya.
2. Syarat kemenangan dan pertolongan Allah Swt adalah iman dan komitmen pada keimanan. Demikian pula, besarnya jumlah pasukan musuh tidak ada pengaruhnya pada kemurkaan Allah.
Ayat ke 20-21
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari pada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya). (8: 20)
Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang (munafik) vang berkata "Kami mendengarkan, padahal mereka tidak mendengarkan. (8: 21)
Dua ayat ini mengajak kaum Mukminin untuk secara total tunduk dan patuh kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, serta menjauhi sikap penentangan dan pembangkangan terhadap ajaran ilahi. Ayat ini mengatakan, "Kalian yang mendengar kata-kata Nabi dan beriman kepadanya, seyogianya kalian tidak menentang perintah dan keputusannya. Syarat keimanan kepada Allah adalah ketaatan kepada nabi dan utusan-Nya. Jika tidak, berarti kalian sama dengan orang-orang yang mengatakan bahwa mereka mendengar kata-kata Nabi dan beriman kepadanya akan tetapi tindakan dan perilaku mereka tidak mencerminkan pengakuan itu.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kaum Mukminin selalu berada dalam bahaya pelanggaran terhadap ajaran agama. Karena itu mereka dituntut untuk selalu mawas diri.
2. Setelah mendengar dan menerima kebenaran, kita memikul beban tanggung jawab untuk mengikutinya.
3. Keimanan tidak cukup dengan pengakuan belaka tetapi memerlukan pembuktian dalam perilaku dan perbuatan.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anfal Ayat 10-14
Ayat ke 10
Artinya:
Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (8: 10)
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa Allah Swt telah mengirimkan ribuan malaikatnya untuk membantu kaum Muslimin di perang Badr. Al-Quran menerangkan bahwa malaikat berkali-kali turun membantu kaum Mukminin. Ketika seorang mukmin tengah menghadapi sakaratul maut, malaikat turun untuk menghibur dan memberikan ketenangan kepada kaum Mukminin sekaligus melindungi mereka dari godaan setan. Turunnya para malaikat ke bumi untuk membantu kaum Mukminin di perang Badr bukan berarti bahwa mereka juga terlibat duel fisik dengan kaum Kafir. Sebab sejarah menceritakan dengan jelas tentang korban tewas dan yang membunuhnya pada perang itu. Semua itu adalah untuk memberikan ketenangan kepada kaum Mukminin.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pejuang Muslim harus memiliki mental dan hati yang kuat bagai baja. Sebab dengan mental yang kuat, kemenangan akan dapat diraih.
2. Selama kita masih berada di jalan agama dan mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya, Allah pasti akan memberikan bantuan dan menghilangkan ketakutan dan kekalutan dari hati kita.
3. Taktik perang, perlengkapan militer yang kuat, banyaknya personil bahkan bantuan malaikat, bukanlah faktor utama untuk meraih kemenangan di medan pertempuran. Tetapi semua itu bergantung pada kehendak dan iradah Allah Swt. Betapa banyak kelompok kecil yang berhasil mengalahkan musuhnya yang kuat dan besar, karena anugerah dari Allah?
Ayat ke 11
Artinya:
(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan mesmperteguh dengannya telapak kaki(mu). (8: 11)
Dalam ayat sebelum ini, disebutkan bahwa untuk menenangkan hati kaum Mukminin Allah menurunkan ribuan malaikat. Selain itu, Allah juga mengirimkan rasa kantuk kepada kaum Muslimin. Rasa kantuk ini, bukan berarti tidur pulas sehingga memungkinkan pasukan musuh melakukan serangan dadakan.
Di sisi lain medan, pasukan Kafir Quraisy telah menyiapkan segala sesuatunya untuk berperang termasuk perlengkapan militer, perbekalan dan bahkan wanita-wanita yang menyanyikan lagu-lagu perang untuk memberikan semangat kepada pasukan ini. Mereka juga menguasai sumur-sumur air di Badr. Kondisi yang berbeda di barisan kaum Muslimin. Mereka umumnya tidak siap untuk berperang karena perlengkapan militer yang terbatas, perbekalan yang tidak mencukupi ditambah lagi dengan tertutupnya pintu bagi mereka untuk mendapatkan air.
Di saat seperti itu, Allah memberikan kabar gembira akan datangnya bantuan yang berupa ribuan para malaikat. Untuk persiapan perang, Allah juga mengirimkan rasa kantuk sehingga pasukan muslim malam itu dapat beristirahat. Lebih dari itu, Allah menurunkan hujan agar pasukan Muslimin dapat memanfaatkannya untuk bersuci dan meredakan dahaga.
Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dengan kehendak dan bantuan Allah, dalam menghadapi pasukan musuh yang bersenjata lengkap dan berjumlah besar, kita bisa memperoleh ketenangan hati dan dapat tidur dengan nyaman.
2. Terkadang tidur ringan di medan perang merupakan anugerah dan nikmat dari Allah.
3. Dengan bersabar dan bertawakal, Allah akan mencurahkan nikmat-Nya kepada kita dan menjadikan fenomena alam untuk membantu kita dalam segala hal.
4. Seorang pejuang muslim dituntut untuk memiliki jiwa yang besar dan tangguh di medan perang.
Ayat ke 12
Artinya:
(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman". Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (8: 12)
Seperti yang disinggung dalam beberapa ayat sebelum ini, dalam perang Badr Allah menurunkan bantuannya dalam berbagai bentuk kepada pasukan Muslimin. Dalam ayat ini disebutkan bahawa Allah memerintahkan kepada para malaikat-Nya untuk menenteramkan jiwa kaum Mukminin, sementara untuk kaum Kafir, Allah akan menciptakan rasa takut di hati mereka.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw mengirim seseorang untuk memata-matai gerak gerik pasukan Kafir dan ia melaporkan rasa takut berlebihan yang dirasakan pasukan Quraisy. Padahal jumlah mereka besar dan peralatan militer mereka lengkap. Mereka semua dicekam rasa takut. Sementara di perkemahan pasukan Muslim, ketenangan dan keceriaan tampak memancar dari raut muka mereka.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Terkadang, Allah menurunkan bantuan kepada para hamba-Nya melalui malaikat.
2. Salah satu bantuan ilahi adalah menebar ketakutan di hati kaum Kafir dan memberikan kemantapan dan ketenangan di hati kaum Mukminin. Rasa takut yang dialami oleh pasukan kafir Quraisy merupakan salah satu faktor kekalahan mereka dalam perang Badr.
3. Kekuatan lahiriah, besarnya jumlah pasukan dan lengkapnya peralatan perang tidak menjamin kemenangan dan ketenangan. Sebab semua itu terpulang kepada Allah dan kehendak-Nya.
Ayat ke 13-14
Artinya:
(Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya. (8: 13)
Itulah (hukum dunia yang ditimpakan atasmu), maka rasakanlah hukuman itu. Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu ada (lagi) azab neraka. (8: 14)
Dua ayat ini menyebut serangan dan pukulan yang di dapat pasukan Kafir dari kaum Muslimin sebagai sebuah azab dari Allah. Kedua ayat ini menjelaskan bahwa kaum Kafir telah mengingkari dan menentang agama ilahi dan seruan para nabi, bahkan mereka tidak bersedia mendengar kebenaran. Untuk itu Allah menurunkan bantuan-Nya kepada kaum Muslimin dan memenangkan mereka atas kaum Kafir. Kekalahan pasukan Kafir di perang Badr adalah siksa Allah terhadap mereka di dunia. Dan kelak di akhirat Allah akan mengazab mereka dengan siksaan yang pedih.
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kemurkaan Allah atas suatu kaum bukan tanpa alasan, tetapi dikarenakan mereka telah menentang kebenaran dan berlaku congkak di muka bumi.
2. Sesuai dengan Sunnah Allah, semua yang menentang kebenaran akan dihancurkan.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anfal Ayat 5-9
Ayat ke 5-6
Artinya:
Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dan rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya. (8: 5)
Mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (bahwa mereka pasti menang), seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedang mereka melihat (sebab-sebab kematian itu). (8: 6)
Dua ayat ini berhubungan dengan ketidakpuasan orang-orang Muslim dengan pembagian rampasan perang Badr. Pada tahun ke 2 Hijriah, Nabi Muhammad Saw mendapat wahyu bahwa sebuah rombongan dagang besar yang dipimpin oleh Abu Sufyan sedang menuju ke Mekah dari arah Syam. Nabi Muhammad Saw menyuruh para sahabat beliau untuk segera menuju kafilah tersebut guna memberi pukulan telak terhadap perekonomian musuh dan merebut kembali harta kaum Muhajirin yang ada di tangan orang-orang Quraisy Mekah. Akan tetapi langkah kaum Muslimin ini didengar oleh Abu Sufyan yang lantas menempuh jalur lain menuju ke Mekah.
Saat itu pasukan Mekah pimpinan Abu Jahal dengan jumlah personil 1.000 orang bergerak untuk menghadapi pasukan kaum Muslimin. Kedua pasukan bertemu di sekitar sumber air di kawasan Badr, antara Mekah dan Madinah. Nabi Muhammad Saw lantas berunding dengan para sahabatnya, apakah pasukan Muslimin sebaliknya mengejar rombongan dagang tersebut itu atau menghadapi pasukan Quraisy. Mengingat bahwa tujuan awal adalah untuk menghalang kafilah dagang dan jumlah pasukan Kafir tiga kali lipat dari jumlah pasukan Muslim, sebagian sahabat Nabi menyatakan keengganan mereka untuk berperang menghadapi pasukan Mekah.
Akan tetapi dengan adanya pernyataan siap dari kebanyakan sahabat membuat Nabi memutuskan untuk menghadapi pasukan musuh. Dalam pertempuran ini kaum Muslimin mendapat bantuan pasukan gaib dari Allah Swt, sehingga memperoleh kemenangan. Abu Jahl dan 70 orang dari pasukan musuh terbunuh, selain itu sebanyak 70 orang dari pasukan Mekah tertawan. Adapun di pihak kaum Muslimin 14 orang gugur syahid.
Dua ayat ini menceritakan tentang adanya sekelompok umat Islam yang meski telah beriman kepada Allah dan Nabi-Nya, akan tetapi sewaktu tiba saatnya mereka harus mempertaruhkan jiwa dalam membela Islam, keimanan mereka menjadi lemah dan mereka bahkan memprotes keputusan Nabi Saw.
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jihad melawan musuh merupakan salah satu kewajiban agama, meski secara tabiat, manusia membenci perang dan pemusuhan.
2. Orang-orang Mukmin yang tidak memiliki nyali dan penakut, bukan saja enggan maju ke medan jihad, tetapi juga tidak segan mendebat utusan Allah ini mengenai kewajiban ini.
Ayat ke 7-8
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir. (8: 7)
Agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan membatalkan yang batil (syirik) walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak menyukainya. (8: 8)
Kedua ayat ini menyatakan bahwa sekalipun langkah kalian adalah untuk dapat merampas harta musuh yang disebut ghanimah dan sama sekali tidak menduga akan terlibat bentrokan dengan pasukan musuh yang bersenjata, akan tetapi Allah Swt memiliki maksud lain saat mendorong kalian untuk bergerak. Allah menghendaki agar posisi kalian kuat dalam terlibat dalam perang melawan pasukan Kafir. Dengan demikian, kebenaran akan bertambah kuat dan kebatilan akan melemah, sehingga Sunnatullah bahwa kebenaran pasti menang akan terwujud.
Memang, sampai saat ini, ketentuan ini belum terealisasi secara sempurna. Kaum Mukminin meski sering memperoleh kemenangan juga tak jarang menderita kekalahan. Berdasarkan al-Quran dan Hadis bahwa pada akhir zaman ketika Imam Mahdi af datang, Sunnatullah ini akan terealisasi, sehingga keadilan dan kebenaran tegak, sedangkan kebatilan dan kezaliman di muka bumi akan sirna.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kemenangan tidak selalu ditentukan oleh banyaknya jumlah tentara dan atau kecanggihan peralatan perang, tetapi ada juga unsur-unsur lain seperti semangat juang dan bantuan gaib dari Allah yang ikut andil dalam sebuah kemenangan.
2. Tujuan perang dalam Islam adalah untuk menegakkan kebenaran dan menghancurkan kebatilan, bukan untuk tujuan ekspansi teritorial atau untuk mengumpulkan rampasan perang.
3. Jangan sampai kita melakukan sesuatu yang bisa menyenangkan hati musuh kita. Sebab, perjuangan menegakkan kebenaran pasti akan berbuntut pada ketidaksenangan kaum Kafir.
Ayat ke 9
Artinya:
(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut". (8: 9)
Ayat ini dengan terang dan jelas menceritakan tentang turunnya pertolongan Allah Swt dalam perang Badr. Bantuan Allah ini adalah melalui turunnya Malaikat. Dalam ayat ini telah disebutkan jumlah 1000 Malaikat. Sementara pada ayat 124 dan 125 surat Ali Imran disebutkan bahwa Malaikat yang turun membantu kaum muslimin berjumlah 3000 dan 5000 malaikat. Perbedaan ini menunjukkan tahapan turunnya Malaikat yang membantu kaum muslimin dalam peperangan.
Tentunya para malaikat itu tidak terlibat langsung dalam berperang melawan pasukan musuh. Akan tetapi kehadiran mereka di sisi pasukan Muslimin memberikan semangat dan keimanan kaum Muslimin. Sebaliknya, bagi pasukan musuh, hadirnya malaikat itu telah menimbulkan ketakutan yang luar biasa. Ayat ini juga menyinggung soal doa dan munajat di dalam perang. Ayat ini menyatakan bahwa doa adalah simbol kemenangan kaum Mukminin.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sekalipun tanpa doa dan munajat, Allah Swt dapat memberikan sesuatu akan tetapi doa membuat manusia lebih siap untuk menerima anugerah Allah.
2. Malaikat memiliki peranan dalam kehidupan manusia, sedang keimanan adalah unsur penarik mereka kepada manusia.
3. Bantuan dan pertolongan gaib Allah akan diturunkan kepada manusia, ketika manusia itu berusaha dan memohon dengan kerendahan kepada-Nya.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anfal Ayat 1-4
Surat al-Anfal memiliki 75 ayat dan diturunkan di kota Madinah. Surat ini disebut al-Anfal yang berarti kelebihan dikarenakan adanya kata al-Anfal di ayat pertama surat ini. Selain itu, asurat ini juga menjelaskan hukum al-Anfal dan kekayaan milik umum secara terperinci. Tapi surat ini punya nama lain yaitu Badr. Karena kebanyakan ayat-ayat dalam surat ini membicarakan tentang perang Badr. Dalam sejarah Islam, perang Badr merupakan perang pertama umat Islam dengan kalangan Musyrikin. Dalam ayat ini juga dijelaskan panjang lebar mengenai bantuan Allah kepada umat Islam dalam perang ini.
Selain berbicara tentang perang Badr, ayat-ayat surat al-Anfal secara terperinci juga menjelaskan ciri khas pasukan hak dan pasukan batil. Surat ini juga memberikan pelajaran tentang sejarah Nabi Muhammad Saw dan bagaimana beliau berlaku dengan umat Islam terkait masalah seperti harta rampasan perang, Baitul Mal, hukum jihad, tawanan perang dan bagaimana membagi harta rampasan perang.
Ayat ke 1
Artinya:
Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul, oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman". (8: 1)
Dalam al-Quran ada sekitar 130 kali pertanyaan dan turunan katanya dan ungkapan "Yasaluunaka" disebutkan dalam al-Quran sebanyak 15 kali. Kata al-Anfal sendiri berarti banyak dan pemberian. Ketika seseorang melakukan shalat lebih dari shalat wajib maka shalat itu disebut nafilah atau kelebihan, maka al-Anfal merupakan kelebihan dari harta. Sementara dalam buku-buku hadis dan fiqih disebutkan bahwa sumber alam, kekayaan milik umum, harta rampasan perang, harta yang tidak ada pemiliknya, harta orang meninggal yang tidak ada pewarisnya, hutan, tambang dan lain-lainnya disebut Anfal.
Sebelum datangnya Islam cara pembagian harta rampasan perang dilakukan secara diskriminatif. Pasca perang Badr, umat Islam yang memenangkan perang dihadapkan pada harta rampasan perang yang banyak. Apa yang harus dilakukan dengan ini semua dan siapa yang mendapat prioritas untuk memilikinya. Akhirnya mereka menanyakan masalah ini kepada Rasulullah Saw dan beliau sendiri yang turun tangan membagi harta rampasan perang itu. Beliau membaginya secara adil kepada seluruh orang yang ikut dalam perang. Perlu diketahui bahwa sekalipun ayat ini diturunkan di masa perang Badr, tapi tidak ada pengkhususan di masa itu saja, tapi berlaku juga ketika ada peperangan yang terjadi antara umat Islam dan kaum Kafir.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pertanyaan masyarakat tentang harta rampasan perang dan jawaban Rasulullah menunjukkan Islam juga mengurusi masalah ekonomi.
2. Tujuan jihad dalam Islam adalah memenangkan kebenaran di atas kebatilan.
3. Islam punya aturan mengenai sumber daya alam.
Ayat ke 2-3
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (8: 2)
(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (8: 3)
Allah Swt dalam ayat kedua surat al-Anfal menyebutkan bahwa hati orang mukmin akan bergetar ketika mengingat Allah Swt, tapi dalam ayat yang lain, surat ar-Ra'd ayat 28 Allah Swt berfirman, "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." Kedua ayat ini tidak saling kontradiksi. Karena yang pertama hati bergetar akibat takut akan keagungan Allah Swt sementara yang kedua tenang dan percaya kepada Allah Swt.
Mengingat azab ilahi pasti membuat hati orang-orang Mukmin bergetar, tapi pada saat yang sama, ketika mengingat kasih sayang Allah, membuat hati menjadi tenang. Kondisi ini sama seperti sikap seorang anak yang takut kepada orang tuanya, tapi pada saat yang sama percaya dan tenang berada di sisi mereka.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hanya orang mukmin yang hatinya bergetar ketika mengingat Allah Swt dan begitu mendengar ayat-ayat Allah dibacakan, maka iman mereka akan bertambah.
2. Orang-orang Mukmin yang melakukan shalat dan mendapat rezeki dari Allah akan membagi rezekinya dengan orang-orang yang membutuhkan.
Ayat ke 4
Artinya:
Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia. (8: 4)
Rizqun Karim yang disebutkan dalam ayat ini berarti rezeki abadi, murni dan tanpa ada maksud apa-apa. Ayat ini menyebutkan orang-orang Mukmin yang benar-benar berada di jalan kebenaran memiliki banyak derajat di sisi Allah. Orang-orang seperti ini akan mendapat ampunan dan rezeki yang tidak ada habis-habisnya. Dan satu-satunya iman yang hakiki yang mampu menyampaikan manusia ke derajat yang tinggi di sisi Allah Swt.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Iman akan menjadi sempurna bila diserta takut kepada Allah dan perbuatan baik.
2. Rahasia mendapat derajat yang tinggi di sisi Allah adalah shalat dan berinfak.
3. Ketika iman manusia bisa bertambah dan berkurang, maka derajat ilahi juga bisa bertambah dan berkurang.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 203-206
Ayat ke 203
Artinya:
Dan apabila kamu tidak membawa suatu ayat Al Quran kepada mereka, mereka berkata: "Mengapa tidak kamu buat sendiri ayat itu?" Katakanlah: "Sesungguhnya aku hanya mengikut apa yang diwahyukan dari Tuhanku kepadaku. Al Quran ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman". (7: 203)
Sebagaimana yang kita ketahui, al-Quran diturunkan secara bertahap dan memakan waktu 23 Tahun. Oleh karena itu, selama masa risalah kenabian Nabi Muhammad Saw, ada waktu-waktu tertentu ketika tidak ada sebuah ayat pun yang turun kepada beliau selama beberapa bulan. Hal ini digunakan oleh para penentang Islam dan kaum Musyrikin untuk mencari-cari kelemahan Nabi Muhammad Saw. Ketika selama beberapa saat tidak turun wahyu kepada Rasulullah, mereka langsung bertanya-tanya, " Mengapa ayat-ayat al-Quran itu tidak diturunkan lagi, apakah Tuhan Muhammad telah murka kepada Nabi-Nya? Bahkan, mereka menyuruh Nabi Muhammad untuk membuat sendiri ayat al-Quran.
Dalam menanggapi pertanyaan-pertanyaan kaum Musyrikin ini, Allah Swt berfirman kepada Nabi-Nya, "Katakanlah kepada kaum Musyrikin yang mencari-cari alasan itu bahwa engkau tidak menyampaikan suatu ayat pun kecuali yang datang dari Allah. Katakanlah kepada mereka bahwa al-Quran adalah bukti nyata dari Allah dan menjadi petunjuk bagi orang-orang yang beriman."
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam upaya untuk menyebarkan ajaran agama, kita harus terus-menerus memberi nasihat dan teladan kepada masyarakat tanpa kenal lelah. Namun demikian, kadang-kadang diperlukan pula sikap diam dan ketika tiba kondisi yang tepat,barulah kita berbicara.
2. Kita tidak boleh terpengaruh dan kecil hati akibat berbagai alasan yang dicari-cari atau permintaan tidak logis yang dijauhkan oleh para penentang Islam dan kaum Musyrikin. Kita harus tetap teguh berjalan di jalan lurus yang kita yakini kebenarannya.
Ayat ke 204
Artinya:
Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (7: 204)
Setelah sebelumnya telah dijelaskan bahwa al-Quran adalah petunjuk dan rahmat bagi orang-orang Mukmin, ayat ke 204 ini menyatakan, "Wahai kaum Mukminin, sewaktu Nabi atau orang-orang Mukmin lainnya membaca al-Quran, hendaknya kalian mendengarkan bacaan itu dengan baik dan dan jangan berbicara sendiri-sendiri. Dengarkan dan renungilah ayat-ayat Allah itu, semoga rahmat Allah akan tercurah kepada kalian." Dalam shalat berjamaah, sewaktu Imam shalat membaca surat al-Fatihah dan sebuah surat pendek al-Quran, kita juga harus diam dan secara khusyuk mendengarkan bacaan tersebut.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Al-Quran adalah firman Allah dan petuah samawi. Karena itu, firman suci ini dibacakan, kita harus mendengarkannya dengan sikap diam, khusyu, dan penuh khidmat.
2. Menjaga kehormatan dan kemuliaan al-Quran dapat menyebabkan turunnya rahmat Allah. Sebaliknya, tidak menghormati dan acuh tak acuh terhadap ayat-ayat Ilahi dapat mengakibatkan kemurkaan Allah Swt.
Ayat ke 205
Artinya:
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (7: 205)
Dalam ayat sebelumnya telah dijelaskan tata cara dan sopan santun dalam mambaca al-Quran. Dalam ayat ini, dijelaskan tentang adab dan sopan santun dalam berzikir, berdoa, dan bermunajat kepada Allah. Kita harus menyebut nama Allah dengan sepenuh jiwa, dengan merendahkan diri dan disertai rasa takut. Selain itu, zikir juga tidak boleh dilakukan dengan suara keras sehingga mengganggu ketentraman orang sekitarnya, melainkan dengan suara yang lembut dan pelan yang memanifestasikan kekusyukan dan ketawadhuan seorang hamba di hadapan Allah Sang Maha Pencipta. Sekalipun ayat ini berbicara kepada Nabi Muhammad Saw, namun jelas sekali bahwa seluruh orang-orang mukmin pengikut beliau termasuk ke dalam cakupan ayat ini. Selain itu, dalam ayat ini juga disebutkan bahwa kaum mukminin harus senantiasa mengingat Allah dalam hati sanubarinya sepanjang pagi dan petang.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Zikir kepada Allah akan bernilai bila manusia mengucapkan nama-nama Allah dengan sepenuh hati dan meresap ke dalam jiwa sanubari, serta teraplikasikan ke dalam seluruh aktifitas hidup manusia.
2. Zikrullah harus dilakukan dengan suara pelan dan bukan dengan berteriak-teriak. Bahkan, zikir harus diiringi dengan ketenangan jiwa, berserah diri, dan lebih baik lagi bila kita sampai menangis meneteskan air mata karena cinta kepada Allah.
3. Zikir juga harus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap kali kita akan memulai sebuah pekerjaan, kita harus memulainya dengan menyebut nama Allah dan meniatkan pekerjaan itu sebagai ibadah kepada Allah. Selain itu, segala aktifitas harus diakhiri pula dengan nama Allah. Atas berbagai nikmat dan keuntungan yang kita raih, kita harus berterima kasih dan bersyukur kepada Allah. Terhadap segala dosa dan kekhilafan, kita pun harus memohon ampunan kepada Allah.
Ayat ke 206
Artinya:
Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nya-lah mereka bersujud. (7: 206)
Setelah ayat sebelumnya menyuruh kita agar selalu berzikir kepada Allah, ayat terakhir dari surat al-A'raf ini mengatakan, " Orang-orang yang dekat di sisi Allah itu, baik malaikat, para wali dan orang-orang saleh sedikitpun tidak pernah takabur dan bebangga diri. Mereka selalu bertasbih dengan lisan dan hatinya dan mereka bersujud di hadapan Allah dengan meletakkan dahi mereka di atas tanah. Mereka tidak pernah merasa enggan untuk menyembah Allah, malah selalu rindu untuk bermunajat kepada Allah Swt.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Di hadapan Allah Yang Maha Besar, sikap takabur dan berbangga diri tidak akan ada artinya sama sekali. Sikap rendah hati, merasa kecil, dan menghamba kepada Sang Penguasa jagat raya justru merupakan jalan untuk memuliakan diri manusia dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.
2. Kita tidak boleh berbangga diri atas ibadah-ibadah yang kita lakukan. Kita harus mengikut orang-orang yang dekat di sisi Allah, yang senantiasa bersujud, tawadhu, dan khusyu di hadapan-Nya, sehingga mereka terjauhkan dari sikap berbangga diri dan takabur.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 197-202
Ayat ke 197-198
Artinya
Dan berhala-berhala yang kamu seru selain Allah tidaklah sanggup menolongmu, bahkan tidak dapat menolong dirinya sendiri. (7: 197)
Dan jika kamu sekalian menyeru (berhala-berhala) untuk memberi petunjuk, niscaya berhala-herhala itu tidak dapat mendengarnya. Dan kamu melihat berhala-berhala itu memandang kepadamu padahal ia tidak melihat. (7: 198)
Ayat-ayat ini merupakan lanjutan dari ayat-ayat sebelumnya yang menjelaskan ciri-ciri orang Musyrikin dan tuhan-tuhan sesembahan mereka. Ayat ini mengatakan, sesuatu yang kalian sembah selain Allah dan kepada sesuatu itulah kalian menuju, baik itu berupa patung berhala ataupun manusia-manusia seperti kalian sendiri, sebenarnya mereka tidak memiliki kekuatan dan kemampuan untuk dirinya. Bagaimana mereka akan dapat menjaga kalian dari berbagai bencana, sementara kalian melihat sendiri bahwa mereka pun tidak luput dari bencana. Mengapa kalian masih menaruh harapan kepada mereka dan melupakan Allah?
Lanjutan dari ayat-ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw dengan mengatakan, "Wahai Nabi! Tugasmu hanyalah memberikan peringatan kepada orang-orang yang sesat. Sampaikanlah seruan kebenaran kepada mereka, namun kamu tidak perlu menunggu agar mereka mendengar seruan dan ajakanmu itu. Sebagian besar dari mereka sesungguhnya telah memahami bahwa berhala-berhala sesembahan yang berupa batu dan kayu itu tidak memiliki kemampuan untuk mendengar dan melihat sesuatu pun. Mereka juga tahu bahwa berhala itu seolah-olah memandang kepada mereka, tetapi sesungguhnya berhala-berhala itu tidak bisa melihat. Namun, tetap saja mereka ingkar dan enggan mengikuti ajakanmu."
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Zat yang disembah haruslah memiliki kekuasaan untuk memberikan bantuan, sehingga Dia dapat menjadi tempat berlindung. Tuhan-tuhan sesembahan selain Allah tidak akan memiliki kemampuan untuk berbuat yang demikian itu.
2. Memiliki telinga dan mata bukanlah segalanya. Betapa banyak orang-orang yang buta dan tuna rungu namun dengan penuh keimanan menerima ajaran kebenaran. Sebaliknya, betapa banyak pula orang-orang yang bisa melihat dan mendengar, namun mengingkari kebenaran.
Ayat ke 199
Artinya:
Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (7: 199)
Ayat ini berbicara kepada Nabi Muhammad Saw dan para pengikutnya yang menjelaskan beberapa ajaran akhlak yang penting dalam bergaul dengan masyarakat, baik terhadap kawan maupun lawan. Ayat ini mengatakan, "Dalam menanggapi aksi kejahatan terhadapmu, ambillah sikap lapang dada dan pemaaf. Janganlah kamu membalas kejahatan itu namun sebaliknya, ajaklah mereka dengan cara yang baik agar mau melepaskan diri dari kejahatan dan bergabung bersama orang-orang yang benar. Terhadap orang-orang yang bersikap bodoh dan tidak bersopan santun, tunjukkanlah sikap mulia, lapang dada, dan pemaaf."
Namun demikian sikap-sikap yang diajarkan al-Quran tersebut hanya berlaku dalam pergaulan antar individu atau pribadi. Sebaliknya, dalam masalah sosial dan masalah-masalah yang berhubungan dengan hak masyarakat, sikap pemaaf dan lapang dada bukan sikap yang tepat. Kita harus bersikap tegas dan keras terhadap para pelaku kerusakan yang merudikan kepentingan umum. Bahkan kepada pemimpin atau raja sekalipun, kita harus berani mengkritik bila mereka berbuat tindakan yang merugikan masyarakat, misalnya korupsi atau menggunakan fasilitas umum untuk kepentingan pribadi. Kita tidak boleh membiarkan hak-hak masyarakat diganggu dan dizalimi.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Bersikap baik saja tidaklah cukup, namun kita hendaknya menyebarluaskan kebaikan itu di tengah-tengah masyarakat, sehingga orang lain pun juga akan termotivasi untuk berbuat baik.
2. Orang yang jahil bukanlah orang yang tidak mengerti apa-apa, akan tetapi orang yang bersikap tidak benar, amburadul, dan menyimpang.
Ayat ke 200
Artinya:
Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka berlindunglah kepada Allah. (7: 200)
Ayat ini berbicara kepada Nabi Muhammad Saw dan menunjukkan betapa setan tidak akan berhenti dalam menggoda manusia, bahkan terhadap seorang nabi sekalipun. Meskipun Allah Swt telah menjaga para nabi utusan-Nya dari segala bentuk penyimpangan dan penyelewangan, namun setan tetap terus melancarkan godaan kepada para nabi agar mereka menyimpang dari jalan yang lurus. Dalam ayat sebelumnya disebutkan bahwa manusia harus bersikap sabar dan lapang dada, namun setan akan senantiasa berusaha menyulut dan mengobarkan api dendam serta kemarahan ke dalam jiwa manusia agar mereka kehilangan sifat-sifat lapang dada dan pemaaf. Karena itulah Allah Swt pada ayat ini mengatakan, "Janganlah kamu terpedaya oleh bisikan dan godaan-godaan setan. Tundukkanlah amarahmu dengan cara berlindung kepada Allah serta bertawakkal kepada-Nya, niscaya kamu akan selamat dan aman dari segala bisikan dan godaan-godaan setan."
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Setan akan terus melancarkan berbagai bisikan dan godaan tanpa henti-hentinya. Karena itu, Allah Swt selalu memperingatkan tentang hal ini.
2. Jalan untuk menjauhkan diri dari godaan setan ialah berlindung dan mendekatkan diri kepada Allah Swt melalui zikir dan mengingat Allah.
Ayat ke 201-202
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. (7: 201)
Dan teman-teman mereka (orang-orang kafir dan fasik) membantu syaitan-syaitan dalam menyesatkan dan mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan). (7: 202)
Bila ayat sebelumnya telah berbicara kepada Nabi Muhammad Saw, ayat ini menyinggung orang-orang Mukminin dengan mengatakan bahwa setan akan terus memberikan bisikan dan godaan, bahkan di saat mereka sedang melakukan tawaf sekalipun. Namun, setiap kali orang-orang Mukminin dan ahli takwa ditimpa kesusahan dan bisikan setan, mereka akan selalu ingat kepada Allah dan memahami bahwa Allah Swt selalu memperhatikan perbuatan mereka.
Kesadaran bahwa Allah selalu memperhatikan manusia akan menyebabkan kita meninggalkan perbuatan dosa. Sebaliknya, orang-orang yang tidak memiliki ketakwaan kepada Allah dan tidak takut kepada-Nya, mereka itu bagaikan saudara dan teman setan yang suka menggoda, menipu, dan memperdaya. Orang-orang seperti ini bukan saja menjerumuskan diri dalam perbuatan dosa, namun juga mengajak dan membujuk orang lain agar berbuat jahat, sebagaimana yang dilakukan setan.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Setan yang berbentuk manusia dan jin, selalu bertebaran menarik orang-orang lain agar mereka menyimpang dan menyeleweng dari jalan yang lurus. Karena itu, kita harus berhati-hati dan waspada.
2. Zikir dan mengingat Allah, baik dalam hati maupun melalui lisan, dapat menjaga manusia dari berbagai bisikan dan godaan setan.
3. Apabila manusia tidak memiliki ketakwaan dan keimanan kepada Allah, dia akan menjadi saudara setan. Bersama-sama dengan setan, dia akan menggoda dan menyesatkan manusia-manusia lain.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 193-196
Ayat ke 193
Artinya:
Dan jika kamu (hai orang-orang musyrik) menyerunya (berhala) untuk memberi petunjuk kepadamu, tidaklah berhala-berhala itu dapat memperkenankan seruanmu; sama saja (hasilnya) buat kamu menyeru mereka ataupun kamu herdiam diri. (7: 193)
Sebelumnya telah disebutkan bahwa sebagian orang tua semestinya mengajak anak-anak mereka, yang merupakan amanat Tuhan itu menuju ke jalan Allah Swt, namun malah membiarkan anak-anak mereka terseret ke jalan selain Allah. Ayat ini mengatakan, "Hal-hal yang kalian anggap dapat memberi petunjuk, yaitu berhala-berhala, sama sekali tidak bisa memberi apapun kepada kalian. Jika kalian meminta petunjuk kepada berhala-berhala itu, mereka tidak akan menjawab apapun. Permohonan kalian kepada berhala itu tidak akan sampai ke manapun, karena selain Allah, tidak ada wujud lain yang memiliki kekuasaan independen. Semua makhluk hanya mampu melakukan pekerjaan selama Allah mengizinkannya.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Setiap hamba tidak memiliki justifikasi atau alasan apapun untuk menyembah selain Allah, apalagi menyembah sesuatu benda yang tak bernyawa dan lebih lemah dari manusia itu sendiri.
2. Permohonan manusia yang terpenting terhadap zat yang disembah adalah permohonan untuk mendapat petunjuk menuju kebahagiaan. Petunjuk seperti ini tidak bisa diberikan oleh tuhan-tuhan berhala dan hanya bisa diberikan oleh Allah Swt.
Ayat ke 194
Artinya:
Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah) yang serupa juga dengan kamu. Maka serulah berhala-berhala itu lalu biarkanlah mereka mmperkenankan permintaanmu, jika kamu memang orang-orang yang benar. (7: 194)
Ayat ini menyatakan bahwa semua manusia adalah hamba dan ciptaan Allah. Semua manusia sama-sama memerlukan anugerah dan bantuan dari Allah. Semua manusia setara dan tidak ada yang lebih hebat dari yang lain. Karena itu, mengapa kalian menyembah sesama manusia dan meminta pertolongan kepadanya? Apakah kalian menyangka mereka itu memiliki kekuatan atas diri kalian? Jika kalian menyangka demikian, pergilah pada sembahan-sembahan itu dan mintalah hal-hal yang menjadi keinginan kalian, agar kalian dapat menyaksikan sendiri apakah berhala-berhala itu mampu memenuhi pemintaan kalian. Ayat ini mungkin juga dimaksudkan untuk menyindir orang-orang Kristen yang menganggap Nabi Isa al-Masih adalah Tuhan dan menjadikannya sesembahan.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Zat yang disembah haruslah lebih baik daripada zat yang menyembah. Karena itu, penyembahan manusia terhadap sesama manusia, apalagi terhadap benda mati, sama sekali tidak masuk akal dan tidak memiliki dalil.
2. Zat yang disembah harus memiliki kemampuan untuk memenuhi segala keperluan hamba-hamba yang menyembahnya. Karena selain Allah tak ada sesuatu pun yang memiliki kekuasaan semacam ini, maka selain Allah, tidak ada sesuatupun yang pantas disembah.
Ayat ke 195
Artinya:
Apakah berhala-berhala mempunyai kaki yang dengan itu ia dapat berjalan, atau mempunyai tangan yang dengan itu ia dapat memegang dengan keras, atau mempunyai mata yang dengan itu ia dapat melihat, atau mempunyai telinga yang dengan itu ia dapat mendengar? Katakanlah: "Panggillah berhala-berhalamu yang kamu jadikan sekutu Allah, kemudian lakukanlah tipu daya (untuk mencelakakan)-ku. tanpa memberi tangguh (kepada-ku)". (7: 195)
Pada pembahasan ayat sebelumnya yaitu ayat 194, telah dijelaskan bahwa Allah mencela orang-orang yang menjadikan sesama manusia sebagai sesembahan. Sementara itu, ayat ke 195 ini mengecam dan mencela orang-orang yang menyembah makhluk-makhluk yang lebih lemah daripada manusia, misalnya patung batu atau patung kayu yang tak bernyawa. Benda-benda ini bahkan tidak mampu berjalan, berbicara, melihat, atau mendengar. Melalui ayat ini Allah Swt memerintahkan Nabi Muhammad Saw agar menyadarkan manusia yang khilaf dan sesat agar mereka melepaskan diri dari penyembahan terhadap berhala. Ayat ini menantang orang-orang yang menyembah berhala itu agar meminta kepada sesembahannya untuk mendatangkan bala terhadap Allah. Tentu saja, berhala-berhala itu sama sekali tidak mampu berbuat apapun.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para nabi utusan Allah dan para pemimpin di jalan Allah, memiliki keimanan yang sangat teguh, sehingga mereka berani menantang musuh-musuh Allah agar terungkap kelemahan dan kesesatan dari orang-orang yang mengingkari Allah.
2. Kaum Musyrikin tidak pernah menaati seruan para nabi. Dalam menolak seruan nabi mereka beralasan bahwa para nabi adalah manusia yang seperti mereka. Namun anehnya, mereka malah menyembah patung-patung berhala, yang lebih lemah dan lebih hina dari mereka.
Ayat ke 196
Artinya:
Sesungguhnya pelindungku ialahlah Yang telah menurunkan Al Kitab (Al Quran) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh. (7: 196)
Pada ayat-ayat sebelumnya, telah dijelaskan berbagai kelemahan dari sesembahan selain Allah Swt. Pada ayat ini disebutkan bahwa Rasulullah secara tegas mendefinisikan Tuhan yang disembahnya. Rasulullah Saw bersabda, "Aku hanya mau menyembah Allah Swt Sang Pencipta alam semesta dan tidak akan melakukan penyembahan terhadap sesama manusia atau hal-hal lain selain Allah. Allah yang menurunkan wahyu dan ayat-ayat-Nya kepadaku sebagai petunjuk bagi kalian semua umat manusia. Dialah Tuhan yang melindungi orang-orang yang bersih dan beramal saleh. Dialah yang bertanggung jawab atas keselamatan orang-orang yang saleh."
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Seseorang yang saleh dan bersih memiliki kedudukan yang tinggi dan mulia di sisi Allah. Al-Quran menggolongkan para nabi sebagai orang-orang yang saleh dan suci.
2. Dalam menempuh jalan yang lurus, kita tidak perlu takut untuk berjalan sendirian karena Allah telah berjanji untuk membantu dan melindungi orang-orang yang saleh.
3. Selain memberikan petujuk mengenai jalan hidup yang harus ditempuh manusia, Allah Swt juga selalu membantu manusia dalam menjalani jalan yang lurus tersebut.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 188-192
Ayat ke 188
Artinya:
Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman". (7: 188)
Sebagian masyarakat menganggap Nabi Muhammad Saw bisa memberi ramalan dan keterangan mengenai masa depan beliau sendiri dan masa depan orang-orang lain. Mereka meminta kepada Nabi agar memberi ramalan atas diri mereka demi kepentingan mereka sendiri. Dalam ayat ini disebutkan bahwa Nabi menjawab permintaan orang-orang itu sebagai berikut; "Sesungguhnya aku datang untuk membimbing dan memberi petunjuk kepada kalian semua dan bukan untuk memberitahu tentang hal-hal yang gaib.Bila demikian pasti aku akan berusaha untuk mengumpulkan dan mendapatkan harta demi kepentinganku atau menyelamatkan diriku dari bahaya yang mengancam".
Rasulullah Saw selanjutnya mengatakan, "Sebagaimana juga kalian, keuntungan atau bahaya yang akan menimpaku, semua berada di tangan Allah, dan aku tidak memiliki kekuasaan untuk mengatur keuntungan bagiku atau menghindarkan diriku dari bahaya."
Pada dasarnya, ilmu gaib adalah khusus milik Allah Yang Maha Kuasa dan kemampuan manusia dalam mengetahui sebagian kecil dari ilmu gaib hanya bisa dicapai atas seizin Allah. Untuk memberi petunjuk kepada manusia, Allah Swt memberitahukan kepada Nabi mengenai berita-berita orang-orang terdahulu dan yang akan datang terdahulu dan akan datang. Akan tetapi, para nabi utusan Allah itu tidak berhak untuk memanfaatkan pengetahuan ini untuk diri mereka sendiri. Para nabi harus menjalani kehidupan yang sama seperti kehidupan orang-orang biasa, bukan kehidupan yang berdasarkan ilmu gaib.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Terhadap segala hak yang kita miliki, kita tidak boleh lupa daratan atau menyombongkan diri, karena itu adalah titipan dan milik Allah. Sewaktu-waktu Allah mungkin akan mengambil kembali titipan-Nya tersebut dan tidak ada sesuatu pun yang bisa terjadi, kecuali atas keinginan Allah.
2. Ilmu gaib yang diberikan kepada para nabi merupakan suatu sarana untuk memberi petunjuk kepada manusia dan bukan sarana untuk mencari pendapatan atau menghilangkan berbagai problem. Karena itulah sejarah mencatat bahwa kehidupan para Nabi as juga diwarnai oleh kepahitan, kesulitan, dan berbagai musibah lainnya.
Ayat ke 189-190
Artinya:
Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur". (7: 189)
Tatkala Allah memberi kepada keduanya seorang anak yang sempurna, maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah dianugerahkan-Nya kepada keduanya itu. Maka Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan. (7: 190)
Kedua ayat ini memberitahukan tentang kekuasan Allah. Ayat-ayat ini mengatakan, "Tuhanlah yang menciptakan manusia dari satu ruh. Kemudian, dari ruh yang satu itu, Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan." Selanjutnya, ayat ini menyindir pasangan suami-istri yang ketika belum diberi anak, mereka berdoa dengan khusyuk kepada Allah, namun setelah diberi anak, mereka malah lupa bersyukur kepada Allah.
Ayat 189 dan 190 itu mengatakan, "Allah Swt telah menetapkan kalian berdua sebagai suami dan istri, sehingga kalian dapat merasa tenang hidup berdampingan satu sama lain. Kemudian Allah mengaruniakan anak kepada kalian. Ketika kandungan istrimu menjadi berat dan hampir tiba masa kelahiran sang anak, kalian berdoa memohon kepada Allah Swt agar anak tersebut dijadikan anak yang baik dan saleh. Lalu Allah Swt menganugerahi anak yang saleh. Namun setelah anak itu lahir, kalian malah lupa kepada Tuhan. Anak yang seharusnya kalian bimbing agar taat di jalan Allah, malah kalian ajak ke jalan selain Allah".
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hubungan yang erat antara suami dan istri, merupakan unsur yang dapat menentramkan jiwa dan raga manusia. Karena itu, untuk mencegah timbulnya problema mental dan psikologis di tengah kawula muda, hendaknya masyarakat mempermudah jalan bagi mereka untuk menikah. Pernikahan adalah jalan penyelesaian yang paling baik dalam menghadapi berbagai problema kawula muda.
2. Manusia memperlukan ketenangan dan ketentraman lahir dan batin dan Allah Swt memberikan jalan keluar bagi kebutuhan ini, yaitu dalam rumah tangga melalui hubungan suami-istri.
3. Salah satu dari tujuan pernikahan adalah untuk kelestarian generasi dan rumah tangga adalah sarana untuk membina anak-anak agar menjadi manusia yang saleh dan berperilaku baik.
4. Guna mendidik anak-anak agar menjadi manusia yang saleh, sebelum masa kelahiran, orangtua harus melalui melakukan berbagai langkah persiapan, antara lain membekali diri dengan pengetahuan mengenai pendidikan anak, serta selalu memohon pertolongan kepada Allah Swt.
Ayat ke 191-192
Artinya:
Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan) berhada-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatupun? Sedangkan berhala-berhala itu sendiri buatan orang. (7: 191)
Dan berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada penyembah-penyembahnya dan kepada dirinya sendiripun berhala-berha]a itu tidak dapat memberi pertolongan. (7: 192)
Dua ayat sebelumnya menyebutkan tentang sebagian orang tua yang tidak mengarahkan anak-anak mereka ke jalan Allah Swt, namun mereka malah membiarkan anak-anak tersebut berjalan menuju kepada yang sesat. Mereka bahkan menyangka bahwa selain di jalan Allah, jalan yang lainnya pun memiliki kekuatan dan kemuliaan.
Pada ayat 191 dan 192 ini muncul pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut; "Kekuatan dan kemuliaan apa yang dimiliki oleh jalan-jalan selain Allah itu? Apakah mereka juga memiliki kekuasaan dalam menciptakan Alam semesta ini, padahal mereka sendiri adalah makhluk Allah?" Apakah berhala-berhala itu mampu melindungi manusia dalam menghadapi berbagai marabahaya, padahal berhala itu sendiri tidak mampu berbuat apapun bagi diri mereka sendiri? Bukankah hidup dan mati manusia berada di tangan Allah? Lalu, mengapa mereka tidak menuju atau mengarahkan muka kepada Allah Pencipta jagat raya ini? Adakah sesuatu yang tidak Allah miliki, pada saat yang lain memilikinya? Lalu mengapa pula anak-anak kalian dididik sedemikian rupa sehingga hanya memikirkan dunia dan menumpuk harta kekayaan saja? Mengapa pula kalian lupa terhadap akhirat, sehingga anak-anak kalian juga melupakan urusan akhirat yang sangat penting ini?
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Anak adalah anugerah dan amanat besar dari Allah yang diberikan kepada ayah dan ibunya. Karena itu, kita tidak boleh berkhianat dan menelantarkan amanat Allah ini, sehingga anak-anak tersebut terseret ke jalan selain jalan Allah.
2. Pada hakikatnya, selain Allah, tidak ada penguasa lain di alam ini. Diri kita sendiri juga tidak memiliki apapun, bahkan nyawa kita sendiripun bukan milik kita dan sewaktu-waktu bisa diambil oleh pemiliknya, yaitu Allah Swt. Oleh karena itu, janganlah kita menukar ketakwaan kita kepada Allah dengan segala sesuatu selain Allah.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 184-187
Ayat ke 184
Artinya:
Apakah (mereka lalai) dan tidak memikirkan bahwa teman mereka (Muhammad) tidak berpenyakit gila. Dia (Muhammad itu) tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan lagi pemberi penjelasan. (7: 184)
Telah disampaikan sebelumnya bahwa manusia dalam menghadapi seruan para nabi terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah orang-orang yang dengan kejujuran dan kebersihan hati menerima nasehat dan ajaran para utusan Allah tersebut. Sedang kelompok kedua adalah orang-orang yang bersikap keras kepala dan ingkar, serta tidak menerima kebenaran. Ayat yang baru kita baca tadi menyebutkan orang-orang kelompok kedua tersebut. Mereka menolak kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw dengan mengatakan bahwa Nabi Muhammad Saw terkena pengaruh jin dan berpenyakit gila.
Padahal, kaum Quraisy yang menuduh Nabi Muhammad secara keji itu telah hidup bersama beliau selama 40 tahun dan selama itu pula, mereka mengetahui bahwa sebelum beliau diangkat sebagai nabi, beliau sama sekali tidak pernah menunjukkan perilaku yang tidak wajar. Mereka juga menyaksikan selama 40 tahun bahwa Muhammad Saw adalah seorang yang , jujur, bersih dan adil. Kini, ketika Muhammad Saw menjelaskan kepada mereka ajaran ketuhanan dan kebenaran, mengapa tiba-tiba mereka mengatakan bahwa Muhammad Saw adalah seorang yang berpenyakit gila? Tuduhan gila tidak saja ditimpakan kepada Nabi Muhammad, melainkan kepada para nabi sebelumnya. Hal ini menunjukkan logika kacau orang-orang kafir, yaitu para utusan Allah yang jelas-jelas jujur, bersih, berakhlak mulia, mampu mengontrol hawa nafsu, dan dermawan, malah disebut sebagai orang gila.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Cara yang diambil oleh orang-orang Kafir dalam melawan kebenaran sama sekali tidak rasional dan tidak argumentatif. Yang dapat mereka lakukan hanyalah melemparkan tuduhan-tuduhan bohong.
2. Menakuti-nakuti dan memberi peringatan atas berbagai perbuatan, yang menilai akhir pekerjaan-pekerjaan itu haruslah jelas dan gamblang dan bukan di balik layar dan sembunyi.
Ayat ke 185
Artinya:
Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al Quran itu? (7: 185)
Pada ayat sebelumnya, Allah menyeru kepada para penentang kebenaran agar mencermati sikap dan kepribadian Nabi Muhammad Saw, supaya mereka dapat melihat bahwa beliau bukan orang gila, melainkan utusan Tuhan yang membawa ajaran kebenaran. Pada ayat ke 185 ini, Allah mengajak para penentang kebenaran itu untuk berfikir mengenai kehebatan penciptaan langit dan bumi, serta ciptaan alam lainnya. Ayat ini mengatakan, "Siapa yang menguasai alam raya ini? Apakah selain Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Pencipta, ada Tuhan lain yang menguasai jagat raya ini? Apakah kalian tidak memikirkan kemungkinan bahwa sebentar lagi kalian akan mati, sehingga kalian sibuk mengejar materi dan mengumbar hawa nafsu? Mengapa pula kalian justru meyakini dan membenarkan nasehat batil yang tidak argumentaf dari orang-orang lain dan menolak seruan dan nasehat kebenaran nabi utusan Allah?
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita harus bisa memandang dan mencermati alam raya ini dengan pemikiran yang dalam dan teliti, karena alam semesta merupakan tanda-tanda kebesaran Allah.
2. Lupa akan kematian merupakan penyebab utama terjadinya penyelewengan, penyimpangan pemikiran, dan kesesatan. Sebaliknya, ingat kepada kematian akan mendorong manusia untuk menerima kebenaran dan mempersiapkan dirinya menghadapi alam akhirat.
Ayat ke 186
Artinya:
Barangsiapa yang Allah sesatkan, maka baginya tak ada orang yang akan memberi petunjuk. Dan Allah membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan. (7: 186)
Ayat ini merupakan penjelasan yang tegas dari Allah kepada orang-orang Kafir. Sikap keras kepala, ekstrim, dan taklid buta pada kesesatan akan menyebabkan kemurkaan Allah Swt dan Allah akan membiarkan mereka dalam kondisi sesat tersebut. Mereka akan terjauhkan dari hidayah dan petunjuk Allah Swt. Jauh dari jalan Allah yang lurus akan menyebabkan manusia kebingungan, hidup tanpa arah dan tujuan, serta mengalami tekanan jiwa. Manusia-manusia yang telah tersesat sebagai akibat keingkaran mereka terhadap seruan kebenaran Nabi, hari demi hari akan semakin tersesat dan menderita.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Bersikap ingkar kepada Nabi utusan Allah akan menyebabkan datangnya murka Allah. Nabi utusan Allah adalah sumber petunjuk dan kebenaran. Menjauhi nabi sama saja dengan menjauhkan diri dari cahaya dan petunjuk Allah Swt.
2. Kehidupan kita di dunia ini bagaikan berdiri di tebing jurang, dan setiap saat kita bisa saja tergelincir jatuh. Oleh karena itu kita harus senantiasa berpegang teguh kepada tali Allah agar tidak tergelincir. Bila manusia melepaskan diri dari tali Allah, Allah melepaskannya ke dalam api neraka.
Ayat ke 187
Artinya:
Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba". Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". (7: 187)
Salah satu pertanyaan yang di ketengahkan oleh orang-orang Kafir kepada Nabi Muhammad Saw dengan tujuan untuk menantang beliau adalah pertanyaan mengenai kapan waktu tibanya Hari Kiamat. Namun tugas Nabi Muhammad hanyalah memberitakan tentang kepastian akan terjadinya Hari Kiamat. Namun, tugas Nabi Muhammad hanyalah memberikan tentang kepastian akan terjadinya Hari Kiamat, sedangkan kapan tepatnya kiamat akan terjadi adalah urusan Allah Swt. SeandainyaRasulullah menjawab bahwa kiamat itu sepuluh ribu tahun lagi, orang-orang Kafir itupun tetap tidak akan bisa membuktikan kebenarannya, karena pada saat itu mereka sudah mati.
Al-Quran al-Karim dalam ayat ini menekankan dua poin. Pertama, kiamat akan terjadi dengan tiba-tiba dan manusia tidak mampu memprediksi kapan terjadinya kiamat itu. Kedua, ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan mulai dan berakhirnya alam semesta ini hanya di tangan Allah Swt. Tak seorangpun dari manusia yang dapat mengetahuinya, termasuk para rasul sekalipun.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita harus senantiasa siap untuk menyosong tibanya Hari Kiamat yang sewaktu-waktu bisa datang. Setelah kiamat, manusia akan dihadirkan di pengadilan Allah. Oleh karena itu, selama masih hidup manusia harus berbuat amal saleh sebanyak-banyaknya sebelum terlambat.
2. Bila kita tidak tahu tentang sesuatu, kita harus mengakuinya secara terus-terang dan tidak perlu berbohong. Para nabi pun secara terus-terang menjawab tidak tahu, apabila mereka memang tidak mengetahui jawaban dari pertanyaan yang diajukan kepadanya.