
کمالوندی
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 179-183
Ayat ke 179
Artinya:
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (7: 179)
Tujuan utama Allah menciptakan manusia adalah untuk mengembangkan dan menyempurnakan manusia itu sendiri. Karena itu, Dia memberikan dan menyediakan segala sesuatu yang diperlukan manusia. Telinga, mata dan akal merupakan sarana untuk mengetahui dan memahami hakikat. Manusia yang memiliki alat-alat tubuh tersebut namun tidak mau mempergunakannya di jalan yang benar, bahkan menggunakannya untuk tujuan yang keji, akan mendapat balasan siksa neraka jahanam.
Pada dasarnya, hewan-hewanpun juga memiliki alat-alat tubuh semacam ini, namun kemampuannya sangat terbatas bila dibandingkan dengan kemampuan manusia. Karena itu, apabila manusia tidak memanfaatkan fasilitas yang diberikan oleh Allah Swt kepadanya dengan cara yang baik dan benar, berarti mereka lebih rendah dan lebih sesat dari hewan. Berdasarkan ayat ini, kebenaran adalah suatu pengetahuan yang bisa dicari dan dikenali, dan manusia ditugaskan Allah untuk mencari kebenaran itu dengan menggunakan fasilitas yang dimilikinya, yaitu akal, mata, dan telinga. Bila manusia tidak mencari kebenaran itu, kelak dia akan dikumpulkan di neraka jahanam bersama orang-orang yang tersesat.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita jangan mengharapkan semua orang menjadi baik dan beriman. Karena Allah telah memberi kebebasan kepada manusia untuk memilih jalannya sendiri dan sebagian besar manusia memilih kepada jalan yang sesat sehingga kelak mereka akan dimasukkan ke dalam neraka jahanam.
2. Manusia dianugerahi akal dan kemampuan untuk memahami hakikat dan kebenaran. Hal inilah yang membedakan manusia dengan hewan. Bila kemampuan untuk memahami kebenaran itu tidak digunakan maka, kualitas manusia itu sama, atau bahkan lebih rendah dari hewan.
Ayat ke 180
Artinya:
Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (7: 180)
Semua sifat-sifat mulia, baik dan indah hanyalah milik Allah Swt karena Dialah sumber dari semua kesempurnaan. Oleh karena itulah, dalam menyebut dan menyifati Allah, kita harus menggunakan nama-nama yang terbaik dan terindah. Dalam berbagai ayat al-Quran yang lain juga disebutkan mengenai perintah agar manusia menjaga kesucian dan keagungan nama-nama Allah Swt. Selain itu, al-Quran juga memerintahkan kita agar tidak menyekutukan Allah baik dalam sikap, maupun dalam menyebut nama-Nya. Dengan kata lain, kita tidak boleh menyebut nama Allah setara dengan nama-nama lainnya.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Seluruh kebaikan dan kemuliaan datang dari Allah Swt. Karena itu, untuk bisa sampai kepada kebaikan dan kemuliaan itu, kita harus selalu berusaha mendekati Allah Swt.
2. Dalam pandangan Islam, nama memiliki makna-makna yang penting, sehingga dalam para nabi, imam, dan ulama selalu berpesan agar kita memakai kata-kata yang indah dan mulia dalam memberi nama untuk anak-anak kita.
Ayat ke 181-183
Artinya:
Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan. (7: 181)
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangaur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. (7: 182)
Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh. (7: 183)
Ayat-ayat ini membagi manusia dalam ke dalam dua bagian. Kelompok pertama adalah orang-orang yang mendapat petunjuk untuk diri mereka sendiri dan menyampaikan petunjuk itu kepada orang-orang lain. Orang-orang ini bekerja dengan berdasarkan kepada kebenaran dan keadilan sehingga mereka menjadi teladan dan panutan bagi orang-orang yang lain. Kelompok kedua adalah mereka ingkar atas kebenaran dan bahkan mendustakan kebenaran itu. Mereka tidak menyembah Allah, tetapi malah menyembah hawa nafsu.
Dalam ayat ini Allah Swt menegaskan, "Aku akan memberikan kesempatan kepada orang-orang itu untuk melakukan segala kesesatan dan keingkaran mereka. Akan tetapi janganlah mereka menyangka bahwa kesempatan itu akan menguntungkan mereka, karena kesempatan itu justru akan menambah dosa dan penyelewengan mereka. Sehingga hari demi hari dosa mereka akan bertambah dan mereka akan semakin jauh dari jalan kebenaran."
Salah satu bentuk dari balasan Allah kepada orang-orang Kafir di dunia ini adalah dengan memberikan berbagai kenikmatan semu kepada mereka yang secara beransur-ansur akan membawa mereka kepada kebinasaan. Inilah yang dimaksud ayat 182. Kenyataan di sekitar kita menunjukkan betapa banyak pendusta agama dan orang-orang korup yang hidup secara bermewah-mewah dan bermegah-megah, namun hidup mereka sesungguhnya tidak bahagia. Mereka hari demi hari akan semakin tersiksa oleh dosa-dosa yang telah mereka perbuat.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Untuk mendapatkan petunjuk, tidaklah cukup kita mendengarkan nasihat orang-orang lain, akan tetapi kita harus dapat mengamalkan ajaran kebenaran tersebut dengan baik dan benar. Dengan demikian amal perbuatan kita akan menjadi teladan bagi orang lain, dan hal itu akan menyebabkan orang lain tersebut petunjuk dan hadiah.
2. Apabila kita berbuat dosa, namun kita tidak mendapatkan balasan siksa apapun, janganlah kita bersuka hati, karena betapa banyak siksa yang diberlakukan oleh Allah namun kita tidak merasakannya. Karena itu, kita harus terus bertaubat atas segala kesalahan dan dosa kita.
3. Allah Swt memberikan kesempatan bertaubat kepada semua umat manusia, namun hanya kaum Mukmin yang bisa memanfaatkan kesempatan tersebut. Sementara itu, orang-orang yang kafir dan ingkar malah menafsirkan kesempatan yang diberikan oleh Allah tersebut sebagai kesempatan untuk lari dari kekuasaan Allah. Padahal, tidak ada seorangpun yang dapat lari dari kekuasaan Allah dan siapapun yang ingkar, cepat atau lambat pasti akan mendapat balasan.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 175-178
Ayat ke 175
Artinya:
Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. (7: 175)
Ayat ini menyinggung kisah tentang seorang alim dan cendikia dari Bani Israil bernama Bal'am Ba'ura. Pada awalnya, dia termasuk dalam barisan orang-orang yang beriman dan merupakan salah satu sahabat dekat Nabi Musa as. Akan tetapi karena bisikan dan godaan setan yang terus menerus akhirnya dia menerima bujuk rayu keluarga kerajaan Fir'aun. Iming-iming hadiah, gemerlapnya dunia, serta kebesaran istana Fir'aun membuatnya lupa daratan, dan akhirnya berbalik melawan Nabi Musa as. Dan para pengikutnya peristiwa ini disebutkan dalam kitab Taurat, Perjalanan Bilangan, bab 22.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Bahaya cinta dunia senantiasa mengancam siapapun, termasuk para ilmuan dan pemuka agama. Nasib seorang ulama seperti Bal'am Ba'ura dapat kita jadikan sebagai pelajaran yang berharga agar selalu waspada dari bahaya cinta dunia ini.
2. Kita tidak boleh bersikap sombong atas kelebihan kita karena sikap sombong akan mengakibatkan kita masuk dalam perangkap. Semakin tinggi kedudukan seseorang, semakin besar pula bahaya kejatuhannya.
3. Mereka yang memilih berpisah dengan Tuhan berarti telah terpancing bujuk rayu dan jebakan setan. Cinta kepada dunia dapat menyebabkan seseorang sekalipun dia berilmu tinggi, menjadi tawanan setan dan tersesat.
Ayat ke 176
Artinya:
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (7: 176)
Pada ayat ini Allah Swt mengatakan, "Sesungguhnya Kami ingin meninggikan derajatnya, akan tetapi dia lebih condong kepada dunia yang hina. Padahal, Kami telah menyediakan jalan baginya untuk terus naik menuju kesempurnaan dan tidak bersedia untuk memisahkan diri dari ikatan materi dan duniawi. Karena itu, dia terjebak dalam perangkap setan dan tersesat, sehingga apa saja yang sebelumnya dia peroleh menjadi lenyap dan hilang musnah sama sekali."
Al-Quran al-Karim menyebut orang-orang yang lupa daratan bagaikan binatang berkaki empat. Bahkan, para ulama, ilmuan atau cendikiawan yang terpedaya oleh jebakan setan diumpamakan sebagai anjing yang senantiasa menjulurkan lidahnya, seakan sifat rakusnya tak pernah habis. Kerakusan untuk memperoleh harta dan kedudukan yang lebih besar dan lebih tinggi adalah kerakusan yang bersumber dari kesombongan. Nabi Muhammad Saw bersabda, "Meskipun seseorang memiliki ilmu dan pengetahuan yang banyak, namun bila ilmu tidak memberikan petunjuk kepada dirinya, maka ilmu itu akan membuat ia semakin jauh dari Allah Swt."
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pengetahuan atas ayat-ayat Allah akan menyebabkan terangkatnya kedudukan dan derajat manusia ketingkat yang tinggi dan mulia, dengan syarat ilmunya itu tidak disertai dengan rasa cinta dunia.
2. Bila para ulama agama menjadi pecinta dunia, mereka sangat mungkin akan melakukan kebohongan dan penyelewengan terhadap ayat-ayat Ilahi, sehingga mereka menjadi orang yang kufur.
3. Sejarah para pendahulu harus dijadikan sebagai pelajaran bagi generasi saat ini dan masa yang akan datang. Karena itu, kita tidak boleh mengampang sejarah orang-orang dahulu.
Ayat ke 177-178
Artinya:
Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim. (7: 177)
Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi. (7: 178)
Setelah menjelaskan peristiwa yang menimpa Bal'am Ba'ura, al-Quran menjelaskan sebuah prinsip umum bahwa siapapun yang mendustakan ayat-ayat Allah, pasti akan memperoleh celaka. Al-Quran juga menyatakan bahwa orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Ilahi sesungguhnya sama sekali tidak memberikan pukulan apa pun kepada Allah. Sebaliknya, perbuatan mereka itu akan memukul diri mereka sendiri. Orang-orang seperti itu akan dijauhkan dari rahmat dan anugerah Ilahi. Meskipun Allah berkuasa untuk memberi petunjuk atau menyesatkan manusia, namun semua itu akan dilakukan dengan perhitungan dan pertimbangan atas perilaku manusia itu sendiri. Allah Swt adalah Tuhan yang Maha Penyayang dan Maha Bijaksana, sehingga tidak akan berbuat zalim kepada hamba-Nya. Orang yang ingkar dan sesat adalah orang yang berbuat zalim kepada dirinya sendiri.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Perbuatan yang zalim adalah menganiaya diri sendiri melalui perbuatan ingkar terhadap kebenaran dan menyembah hawa nafsu.
2. Beriman atau kufurnya kita umat manusia tidaklah membahayakan Allah Swt, karena Dia tidak memerlukan sesuatupun. Sebaliknya semua makhluk di dunia ini memerlukan kasih saying Allah.
3. Ilmu bukanlah jaminan untuk memperoleh keselamatan manusia bila ilmu itu tidak disertai dengan amal perbuatan yang diridhai oleh Allah Swt.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 167-169
Ayat ke 167
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu memberitahukan, bahwa sesungguhnya Dia akan mengirim kepada mereka (orang-orang Yahudi) sampai hari kiamat orang-orang yang akan menimpakan kepada mereka azab yang seburuk-buruknya. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksa-Nya, dan sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (7: 167)
Sebelumnya telah disebutkan bahwa sekelompok Bani Israil dengan berbagai tipuan dan akal licik, telah mengabaikan perintah Allah untuk tidak melakukan segala aktifitas pada hari Sabtu, dan mengisinya dengan ibadah dan keperluan pribadi. Dengan berbagai cara tipuan mereka menjaring ikan-ikan yang masuk diperangkap mereka pada hari Sabtu, lalu mengambilnya sehari setelah itu. Kelompok ini mendapat siksa Allah yang amat pedih dengan diubah bentuk menjadi kera. Kelompok ini mendapat siksa Allah yang amat pedih dengan diubah bentuk menjadi kera.
Allah Swt dalam ayat ini mengatakan, barang siapa yang mempermainkan hukum Allah dan acuh tak acuh terhadap perintah dan ketetapan-Nya, maka Allah akan mengazab mereka di dunia ini dengan azab yang berat, dan akan membuka pintu kesulitan dan kemalangan bagi mereka. Akan tetapi, apabila mereka bertaubat dan kembali ke jalan Allah, maka Allah akan mengampuni dan melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para pendosa dari kaum Yahudi ini hingga Hari Kiamat, akan berada dalam kesulitan dan musibah, serta tidak akan memperoleh kebaikan.
2. Takut terhadap siksaan, dan harapan akan rahmat Allah, ini merupakan faktor kemajuan manusia.
Ayat ke 168
Artinya:
Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran). (7: 168)
Ayat sebelumnya menjelaskan soal kehinaan dan kesengsaraan sekelompok orang dari kaum Yahudi pada Hari Kiamat. Ayat ini mengatakan, mereka bukanlah sebuah umat yang bersatu dan berkumpul, akan tetapi mereka bercerai berai dan tersebar dimana-mana. Mereka tidak memiliki sebuah negara dan pemerintahan yang tersendiri.
Tentunya, tidak semua orang Yahudi termasuk golongan orang-orang yang tidak saleh dan tidak lurus. Ada juga orang-orang Yahudi yang jujur dan baik. Namun dikarenakan mayoritas kaum ini adalah orang-orang yang membangkang, maka mereka menjadi hina dan terusir sepanjang sejarah. Lanjutan ayat ini mengatakan, Sunnatullah dimaksudkan untuk menguji umat manusia, tidak terkecuali umat Yahudi. Mereka diuji dengan kenikmatan dan kesusahan supaya mereka sadar dan menyesali apa yang telah diperbuat pada masa lalu.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam memperlakukan para penentang, kita harus bersikap jujur dan mengakui kebaikan yang mereka lakukan.
2. Ujian Allah ini akan menyadarkan manusia dan membuatnya bertaubat dan kembali kepada jalan Allah Swt.
Ayat ke 169
Artinya:
Maka datanglah sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata: "Kami akan diberi ampun". Dan kelak jika datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya (juga). Bukankah perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, yaitu bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar, padahal mereka telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya?. Dan kampung akhirat itu lebih bagi mereka yang bertakwa. Maka apakah kamu sekalian tidak mengerti? (7: 169)
Al-Quran al-Karim dengan menjelaskan sejarah umat Yahudi yang ada dalam ayat-ayat tersebut, mengatakan, mereka yang hidup pada zaman Nabi Musa as dan menyaksikan para nabi Bani Israil lainnya, telah mendengar langsung ajaran para nabi itu. Sayangnya mereka menentang ajaran Ilahi dan mempermainkannya, akibatnya mereka ditimpa azab dan kemalangan. Setelah itu, datang generasi sesudah mereka yang meski membaca dan mengetahui isi kitab Taurat, tetapi lebih mementingkan dunia dan kekayaan. Mereka dengan congkak mengatakan, meskipun kami hanya mengejar dunia dan tidak mempedulikan akhirat kami, tetapi Tuhan pada Hari Kiamat pasti akan mengampuni kami dan memasukkan kami ke dalam surga.
Dalam ayat ini, Allah Swt mengatakan, "Pernyataan ini tidak mendasar sama sekali. Kalian yang telah membaca Kitab Taurat dan sudah memahami isinya, seharusnya mengetahui kesalahan sikap ini. Sebaiknya kalian bertakwa dan memikirkan akibat dari perbuatan kalian?"
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Cinta dunia dan penyembahan kepada harta, merupakan bahaya yang mengancam orang-orang yang taat beragama dan bisa melupakan manusia dari akhirat.
2. Berharap kepada rahmat Allah tanpa melakukan perbuatan apapun adalah pengharapan yang tidak pada tempatnya.
Tafsir Surat Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 163-166
Ayat ke 163
Artinya:
Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik. (7: 163)
Salah satu hukum dan peraturan kaum Yahudi yaitu libur pada hari Sabtu. Pada hari ini mereka tidak boleh melakukan pekerjaan apapun, selain melakukan pekerjaan peribadi dan ibadah kepada Allah Swt. Hukum ini masih dijalankan dan dihormati orang-orang di zaman ini. Akan tetapi sekelompok Bani Israel yang tinggal di pinggir pantai, menyaksikan bahwa pada hari Sabtu ketika mereka tidak bekerja dan mengail ikan, ikan-ikan itu berdatangan ke tepi pntai. Padahal di hari yang lain, mereka harus menangkap ikan di tengah laut.
Penduduk di tepi pantai ini menyusun satu cara untuk menangkap ikan tanpa harus melanggar hukum Allah. Mereka membuat petak-petak semacam kolam di tepi pantai. Dengan cara ini mereka tetap beribadah sementara ikan-ikan yang berdatangan di hari Sabtu akan terjebak dan tidak dapat keluar dari kolam-kolam tersebut. Sehari setelahnya, ikan-ikan itu akan ditangkap. Al-Quran menyebut cara seperti sebagai salah satu bentuk pelanggaran terhadap hukum Ilahi. Al-Quran mengatakan, "Datang dan tidak datangnya ikan-ikan itu adalah karena perintah Allah, untuk menguji kaum Bani Israil. Dengan ujian ini, dapat diketauhi, apakah mereka mementingkan perintah Allah atau mengutamakan ikan!"
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Keburukan dosa tidak bisa dihilangkan dengan tipu muslihat. Keburukan dosa dengan tipu muslihat ini lebih besar karena orang yang melakukannya tidak menganggap hal itu sebagai dosa sehingga tidak berpikir untuk bertaubat.
2. Kenikmatan duniawi yang halal sekalipun, terkadang merupakan ujian. Karena itu manusia terkadang harus menutup mata dari hal-hal yang halal untuk memperolehi keredhaan Allah. Menangkap ikan merupakan perbuatan yang yang halal, namun telah ditentukan bahwa pada hari Sabtu mereka dilarang menangkap ikan.
Ayat ke 164
Artinya:
Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: "Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?" Mereka menjawab: "Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa. (7: 164)
Al-Quran al-Karim membagi Bani Israil ke dalam tiga kelompok; kelompok pertama adalah mereka yang melanggar hukum ilahi. Kedua adalah mereka yang menasehati para pendosa. Sedang kelompok ketiga, terdiri dari orang-orang yang tidak peduli dengan keadaan orang lain.
Ayat 164 ini mengungkapkan bahwa kelompok ketiga mengimbau kelompok kedua untuk tidak menyusahkan diri dengan menasehati para pendosa, sebab mereka tidak akan pernah mendengarkan nasehat. Biarkan Allah yang menyiksa atau menghancurkan mereka. Menanggapi imbauan itu, kelompok kedua mengatakan, "Kata-kata kami tidak akan sia-sia. Mungkin dengan nasehat kami sebagian dari para pendosa akan bertaubat, atau paling tidak, mereka akan mengulangi perbuatan maksiat. Selebihnya, kami menyampaikan nasehat dan peringatan kepada mereka, supaya Allah tidak menghukum kami karena kewajiban amat makruf nahi munkar.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sebagian orang tidak mau memberikan nasehat dan tidak bisa mendengar nasehat orang lain. Mereka bukannya memprotes para pendosa, malah melayangkan kritik kepada mereka yang memberi nasehat kebaikan.
2. Nahi mungkar atau melarang perbuatan mungkar merupakan kewajiban agama. Meski mungkin saja nasehat kita tidak mendatangkan hasil, tetapi kita diperintah untuk melakukan tugas ini.
Ayat ke 165-166
Artinya:
Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. (7: 165)
Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: "Jadilah kamu kera yang hina. (7: 166)
Pada ayat-ayat sebelumnya, telah dijelaskan bahwa Bani Israil terbagi ke dalam tiga kelompak. Ayat ini menyebutkan kepada kelompak yang mencegah kemungkaran diselamatkan Allah dari siksaan. Sementara mereka yang tidak acuh terhadap orang lain terperangkap dalam siksa Allah. Mereka merasakan azab yang pedih. Bahkan sebagian dari mereka dikutuk menjadi kera yang hina. Dalam hal ini riwayat atau hadis menyebutkan bahwa mereka berubah untuk menjadi kera. Namun kera-kera ini tidak memiliki keturunan dan hidup hanya beberapa hari saja.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Nahi mungkar, jika tidak bisa mencegah perbuatan dosa orang lain, minimalnya dapat menyelamatkan manusia dari azab Allah.
2. Menutup pintu nasehat sama dengan membuka pintu kemurkaan Allah.
3. Acuh terhadap para pendosa dan zalim, akan membuat seseorang dijebloskan ke dalam siksa Allah.
4. Mereka yang telah mengubah-ubah Ilahi, akan diubah bentuk dan rupanya oleh Allah. Mereka yang mempermainkan agama Allah akan dirubah menjadi binatang yang suka meniru gerak gerik makhluk lain, yaitu kera.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 160-162
Ayat ke 160
Artinya:
Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu!". Maka memancarlah dari padanya duabelas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing. Dan Kami naungkan awan di atas mereka dan Kami turunkan kepada mereka manna dan salwa. (Kami berfirman): "Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Kami rezekikan kepadamu". Mereka tidak menganiaya Kami, tapi merekalah yang selalu menganiaya dirinya sendiri. (7: 160)
Kata "Israil" dalam bahasa Ibrani sama dengan "Abdullah" dalam bahasa Arab, yakni hamba Allah. Sedangkan yang dimaksud dengan hamba Allah itu adalah Nabi Ya'qub as. Dengan demikian Bani Israil ialah anak-anak dan keturunan Nabi Ya'qub yang berjumlah 12 orang, dimana masing-masing mereka merupakan sumber keturunan kaum Bani Israil.
Allah Swt dalam ayat 160 surah al-A'raf ini mengatakan bahwa salah satu mukjizat Nabi Musa as ialah sebuah tongkat yang ketika beliau pukulkan ke sungai Nil, maka sungai itu membelah, sehingga Bani Israel dapat menyeberang lewat dasar sungai yang membentuk jalan yang kering. Dengan tongkat itu pula Nabi Musa as memukul batu cadas, lalu keluar dari batu tersebut mata air berjumlah 12, sesuai dengan jumlah kaum Bani Israil hidup dalam kebingungan dan ketersesatan di padang tandus, berkali-kali awan tebal berada di atas mereka menaungi mereka dari terik panas matahari. Allah Swt juga mengirimkan burung-burung yang halal dan lezat dagingnya untuk memenuhi keperluan pangan mereka.
Akan tetapi sayangnya, setelah memperoleh berbagai nikmat dan menyaksikan mukjizat yang luar biasa semacam ini, sebagian besar Bani Israil justru tidak mau berterima kasih. Mereka tidak menghargai nikmat-nikmat yang Allah anugerahkan kepada mereka melalui Nabi Musa as, bahkan mereka menunjukkan keingkaran kepada Musa as. Akhir Ayat ini mengatakan, "Jangan sekali-kali mereka menyangka bahwa keingkaran mereka akan mendatangkan kerugian bagi Allah Swt. Akan tetapi dengan mengingkari ajaran Allah, sebenarnya mereka telah menganiaya diri sendiri, dan mereka telah merugikan diri sendiri.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Terbaginya suatu masyarakat kepada beberapa kelompok suku dan etnis, bukanlah sesuatu yang sesuatu yang negatif, selama mereka menjaga persatuan mencapai tujuan. Bahkan yang demikian itu kadang diperlukan untuk pembagian kerja dan kemudahan pengurusan sosial.
2. Bertawasul kepada para nabi untuk mengatasi berbagai kesulitan dan problema, tidak bertentangan dan tidak berlawanan dengan ajaran Tauhid. Bahkan hal itu akan lebih mempercepat dikabulkannya permintaan atau usaha.
3. Allah Swt menyedikan berbagai makanan halal yang baik bagi manusia, laiu meminta kepada manusia ini untuk tidak mencari makanan-makanan yang haram.Makanan-makanan yang halal lebih mudah kita dapatkan daripada makanan yang haram. Lalu mengapa kita mesti melanggar perintah Allah dalam hal ini?
Ayat ke 161-162
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika dikatakan kepada mereka (Bani Israil): "Diamlah di negeri ini saja (Baitul Maqdis) dan makanlah dari (hasil bumi)nya di mana saja kamu kehendaki". Dan katakanlah: "Bebaskanlah kami dari dosa kami dan masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk, niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu". Kelak akan Kami tambah (pahala) kepada orang-orang yang berbuat baik. (7: 161)
Maka orang-orang yang zalim di antara mereka itu mengganti (perkataan itu) dengan perkataan yang tidak dikatakan kepada mereka, maka Kami timpakan kepada mereka azab dari langit disebabkan kezaliman mereka. (7: 162)
Setelah menjalani kehidupan serba susah di padang sahara, Bani Israil mendapatkan ijin untuk memasuki Baitul Maqdis dan tinggal di sana. Namun mereka diminta sewaktu memasuki kawasan itu (Baitul Maqdis) hendaknya mereka mengucapkan istighfar, dikarenakan ketidak patuhan dan berbagai perbuatan mereka yang menyakiti Nabi Musa as. Mereka juga diperintah untuk memohon ampun kepada Allah Swt dengan bersujud meletakkan dahi mereka di atas tanah, seraya berserah diri kepada kepada-Nya. Semua perbuatan itu adalah sebagai jalan ampunan bagi mereka yang berdosa, sedangkan mereka yang tak berdosa akan mendapatkan pahala yang berlipat.
Akan tetapi kaum yang keras kepala ini, mempermainkan perintah Allah ini. Ketika mereka dimana mengucapkan kata "hittoh" yang berarti istighfar, mereka memplesetkan kata tersebut menjadi " hinthoh" yang berarti gandum. Jadi, mereka itu bukannya meminta ampun, tapi meminta gandum. Oleh karena itulah al-Quran kemudian mengatakan bahwa Allah menurunkan azab kepada mereka, gara-gara kezaliman mereka terhadap diri sendiri dan mempermainkan agama Allah.
Dari ayat tadi terdapat lima poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Istighfar dan permohanan ampunan juga merupakan cara bagi manusia untuk memperoleh nikmat-nikmat materi.
2. Sesungguhnya Allah Swt telah menyediakan segala keperluan materi manusia. Akan tetapi dosa-dosa manusia menyebabkan turunnya azab dan musnahnya nikmat-nikmat tersebut. Akan tetapi dengan istighfar, maka semua nikmat itu dapat diperoleh kembali.
3. Memasuki tempat-tempat suci, seperti masjid dan sebagainya memiliki tatacara dan sopan santun yang harus diperhatikan.
4. Tidak hanya setelah Nabi Musa as, bahkan pada zaman beliau pun sebagian Ayat Allah telah disimpangkan dan diubah-ubah.
5. Semua balasan dan siksa tidak diberikan di Hari Kiamat saja. Sebagian dosa akan diberikan siksa dan balasannya di dunia ini.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 157-159
Ayat ke 157
Artinya:
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (7: 157)
Ayat 157 ini mengatakan, di tengah- tengah kaum Yahudi dan Ahlul Kitab pada zaman Nabi Muhammad Saw, terdapat orang-orang yang termasuk mendapatkan rahmat Allah yaitu orang-orang yang selalu mengikuti nabi yang tanda-tandanya ada di dalam kitab Taurat dan Injil yang ada pada mereka.
Nabi terakhir adalah nabi yang menyeru manusia kepada kebaikan, dan menjauhkan mereka dari segala kejelekan dan keburukan, menyelamatkan mereka dari segala khurafat, pemikiran, akidah dan sikap-sikap batil yang selama ini telah membelenggu mereka. Nabi Muhammad Saw telah dibangkitkan di tengah bangsa Arab yang jauh dari peradaban. Sama seperti kaumnya, beliau tidak pernah berguru kepada siapapun. Akan tetapi, beliau membawa ajaran yang terbaik, dan menyeru umat kepada jalan yang lurus yang menjanjikan keselamatan. Hal ini adalah sebaik-baik bukti bahwa apa yang beliau bawa adalah ajaran dari Tuhan.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para nabi terdahulu telah menjanjikan berita gembira akan kedatangan seorang nabi yang nama dan tanda-tandanya tertulis dalam kitab Taurat dan Injil. Sebagaimana tertulis dalam kitab Kejadian pasal 17, dan Injil Johanes ayat 14.
2. Adat istiadat yang keliru dan berbagai khurafat merupakan belenggu bagi masyarakat. Para nabi diutus untuk membebaskan umatnya dari keterikatan belenggu tersebut.
3. Iman kepada nabi tidaklah cukup, karena umat juga harus menghormati nabi tersebut, memuliakan dan mendukungnya.
Ayat ke 158
Artinya:
Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk". (7: 158)
Ayat ini menunjukkan keuniversalan risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Ayat ini mengatakan, Nabi Muhammad Saw diutus kepada semua umat manusia, bukan hanya kepada bangsa Arab atau ras dan kabilah tertentu saja. Sebagaimana para nabi sebelumnya, beliau datang dari sisi Allah Tuhan Pencipta jagat raya ini yang kehidupan dan kematian manusia ada ditangan-Nya. Karena itu sebelum segala sesuatunya beliau telah beriman kepada Allah Swt. Keselamatan dan kebahagian umat manusia adalah dengan mengikuti ajaran nabi.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dengan datangnya agama Islam, maka seluruh pengikut agama-agama lain diwajibkan beriman dan mengikuti agama samawi terakhir ini.
2. Mengikuti al-Quran seiring dengan keimanan kepada Rasul adalah jalan menuju hidayah. Dan al-Quran tanpa mengikuti Nabi dan keluargannya tidak akan membawa kita kepada cahaya petunjuk.
Ayat ke 159
Artinya:
Dan di antara kaum Musa itu terdapat suatu umat yang memberi petunjuk (kepada manusia) dengan hak dan dengan yang hak itulah mereka menjalankan keadilan. (7: 159)
Al-Quran pada ayat ini memuji satu kelompok dari Bani Israil dan orang-orang Yahudi yang berbeda dengan orang-orang yang lain. Mereka inilah pengikut kebenaran dan keadilan dan mereka juga senantiasa menyeru manusia kepada jalan Allah. Kelompok ini juga ada pada zaman Nabi Musa as yang biasanya bertindak keras kepala dan membangkang. Mereka taat dan berserah diri di hadapan perintah dan ajaran Taurat. Di zaman Nabi Muhammad Saw, kelompok tersebut menyambut seruan Nabi terakhir ini dan beriman kepadanya.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam menyikapi para penentang ajaran samawi, kita harus bersikap adil.Kita tidak selayaknya menutup mata dari kebaikan dan pengorbanan mereka. Al-Quran juga saat berbicara mengenai Bani Israil, menjelaskan kelompok yang baik dan yang buruk dari kaum ini.
2. Menyeru masyarakat kepada kebenaran dan keadilan tidaklah cukup.Tetapi kita juga mesti menjadi orang yang mengamalkan keadilan dan kebenaran.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 154-156
Ayat ke 154
Artinya:
Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat) itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada Tuhannya. (7: 154)
Dalam ayat-ayat sebelumnya, telah disinggung ketika Musa as kembali dari bukit Thur, beliau menyaksikan kaumnya sedang sibuk melakukan penyembahan patung anak sapi. Saking marahnya menyaksikan perbuatan mereka, beliau melemparkan lempengan-lempengan Taurat yang diterimanya dari Tuhan, lalu mencela perbuatan mereka. Ayat ini menyebutkan, Nabi Musa as menenangkan diri, dan sewaktu beliau berhasil meredakan amarahnya, beliau segera mengambil kembali lempengan-lempengan Taurat itu, dan pergi menuju kaumnya. Beliau kemudian menjelaskan hukum-hukum dan pengetahuan yang ada padanya kepada masyarakat. Sebab, sama seperti kitab-kitab samawi lainnya, Taurat adalah sumber petunjuk dan rahmat. Hanya mereka yang beriman kepada Allah dan tidak menentangnya, yang dapat memanfaatkan kitab petunjuk dan rahmat ini.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Takut kepada Allah dapat membuka pintu-pintu rahmat bagi manusia.
2. Tidak ada yang harus ditakuti dan diagungkan selain dari Allah Swt.
Ayat ke 155
Artinya:
Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohonkan taubat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan. Maka ketika mereka digoncang gempa bumi, Musa berkata: "Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami? Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah Yang memimpin kami, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun yang sebaik-baiknya". (7: 155)
Dengan semua mukjizat yang ditunjukkan Nabi Musa as kepada umatnya, tapi kebanyakan mereka justru malah meminta agar dapat melihat Allah atau mendengar suara Tuhan. Karena itu Nabi Musa as memilih 70 orang di antara umatnya dan mengajak mereka naik bukit Thur untuk menyaksikan kemuliaan Allah di bukit itu. Setelah mendengar suara panggilan dari Tuhan, mereka meminta kepada Nabi Musa supaya beliau memohon kepada Allah Swt agar menampakkan diri. Maka saat itu bukit tersebut langsung bergetar dan mereka semua mati karena dicekam ketakutan.
Peristiwa ini amat menyakitkan bagi Nabi Musa as. Beliau termenung memikirkan apa yang mesti dikatakannya ketika kembali kepada kaumnya, saat mereka menyaksikan bahwa 70 pemuka Bani Israil yang pergi ke bukit Thur bersama Musa, semuanya telah binasa. Karena itu dengan kekuasaan-Nya, Allah menghidupkan mereka kembali, sehingga mereka dapat kembali kepada Bani Israil. Peristiwa ini terjadi setelah para pemuka bani Israil itu menyampaikan permohonan yang tidak pada tempatnya, yaitu keinginan melihat Allah. Peristiwa ini sekaligus menjadi cobaan Ilahi, yang karenanya satu kelompok akan mendapat petunjuk dan kelompok yang akan tersesat.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para Nabi Ilahi memperlakukan kaumnya layaknya manusia biasa tanpa menyertakan ilmu gaib. Karena itu orang-orang yang dipilih oleh Musa as ternyata orang-orang yang tidak sepantasnya mendapat kehormatan miqat di bukit Thur.
2. Berbagai ujian, musibah dan becana, merupakan ujian Allah untuk memisahkan orang-orang yang baik dari yang tidak baik.
Ayat ke 156
Artinya:
Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami". (7: 156)
Pada pelajaran yang lalu, kami telah singgung kemarahan Nabi Musa as terhadap beberapa orang dari kaumnya, yang menyampaikan permintaan yang tidak wajar yaitu melihat Allah. Akibatnya mereka ditimpa kemurkaan Allah. Nabi Musa lalu memohon ampunan bagi mereka. Ayat ini merupakan kelanjutan dari ayat sebelumnya, dimana Nabi Musa as berdoa kepada Allah agar mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. Dalam menjawab permohonan Nabi Musa untuk mengampuni orang-orang yang berdosa itu, Allah Swt berfirman, rahmat Allah mencakup dan meliputi segala sesuatu. Namun syarat untuk mendapatkannya haruslah dengan iman dan ketakwaan, serta memperhatikan orang-orang lemah dan fakir miskin. Karena itu, apabila sifat-sifat tersebut tidak dimiliki oleh seseorang, maka dia akan dijauhkan dari rahmat Allah, dan akan mendapatkan azab dan siksa-Nya.
Dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa sewaktu ayat ini turun, setan merasa senang dan mengatakan, "Aku juga termasuk yang mendapatkan rahmat Allah, karena Allah mengatakan bahwa rahmat-Nya meliputi segala sesuatu." Padahal sebenarnya untuk mendapatkan rahmat Allah yang luas ini ada syaratnya, yaitu; iman dan ketakwaan, sementara setan dan para pengikutnya tidak memiliki iman dan ketawaan tersebut.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Selayaknya kita meneladani para nabi dalam berdoa. Para nabi dalam doa mereka memohon kebaikan dunia dan akhirat, serta tidak merasa cukup dengan kebaikan salah satunya.
2. Rahmat Allah melampaui kemurkaan-Nya. Karena itu para pendosa akan mendapatkan ampunan Allah bila mereka taubat dan kembali kepada Allah, sehingga mereka terbebas dari azab Ilahi karena dapat jangkauan rahmat Allah.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 150-153
Ayat ke 150
Artinya:
Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: "Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? Dan Musapun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: "Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim" (7: 150)
Pada pembahasan ayat sebelumnya telah dijelaskan bahwa Bani Israil berpaling dari ajaran Ilahi dikarenakan selama empat puluh hari ditinggal nabi mereka Musa as bermunajat dan melakukan miqat (pertemuan) dengan Tuhan. Mereka menyembah patung anak sapi yang dibuat oleh Samiri. Mereka tidak menggubris nasehat dan peringatan yang diberikan Nabi Harun as yang oleh Musa ditunjuk untuk memimpin umat menggantikan beliau.
Ayat ini menyebutkan bahwa setelah tiba kembali di tengah kaumnya dan menyaksikan penyelewengan dan penyembahan patung anak sapi oleh Bani Israil, Nabi Musa marah besar dan sangat menyesalkan ketipisan iman kaumnya. Kepada kaumnya, Musa mengatakan, "Hai kaumku, alangkah buruk perbuatan penyelewengan yang kalian lakukan. Mengapa kalian tidak bersabar menungguku yang kini datang dengan membawa petunjuk dan hukum-hukum dari Tuhan."
Sebagai bentuk memuncaknya amarah Musa, Nabi pilihan Allah itu terkesan menyalahkan saudaranya, Harun. Harun dalam membela diri menyatakan bahwa umat tidak mengindahkan nasehatnya dan menganggapnya sebagai orang lemah yang tidak perlu digubris kata-kata dan nasehatnya. Lebih dari itu, mereka juga mencoba membunuh Harun as.
Ungkapan yang disampaikan Nabi Harun as dalam ayat ini juga pernah diucapkan oleh Imam Ali as. Setelah menyaksikan bahwa umat tidak mempedulikan imamah dan kepemimpinan yang oleh Rasul telah ditetapkan untuk Imam Ali as, di pusara Rasulullah Saw, beliau mengulang kata-kata Nabi Harun, "Sesungguhnya kaum ini menganggapku lemah dan hampir membunuhku,"
Dari ayat tadi terdapat dua belas poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam menghadapi penyelewengan pemikiran, kita harus menunjukkan sikap tegas seperti yang ditunjukkan Nabi Musa menyaksikan penyelewengan umat.
2. Kemurkaan para wali Allah adalah karena kasih sayang mereka yang dalam kepada umat.
3. Problema yang dihadapi oleh setiap revolusi dan gerakan reformasi adalah penyelewengan dan pengkhianatan.
4. Dalam tatanan sebuah masyarakat yang buruk dan rusak, terkadang upaya para nabi tidak membuahkan hasil. Seperti upaya pencegahan yang dilakukan oleh Nabi Harun as.
5. Dalam setiap urusan kita tidak boleh mendahului keputusan dan titah Ilahi.
6. Setiap kali prinsip-prinsip agama terancam bahaya, cabang-cabang agama harus ditinggalkan. Ketika Nabi Musa as menyaksikan syirik dan penyembahan patung anak sapi, beliau menyampakkan lempengan berisi taurat, lalu terjun langsung menangani masalah pokok agama yang tak lain adalah tauhid.
7. Untuk menciptakan kejutan di tengah kaum yang menyeleweng, harus ada tindakan yang mendasar. Dalam hal ini, Nabi Musa menarik kepala saudaranya, Harun as untuk menciptakan kejutan tersebut.
8. Dalam menghadapi orang yang sedang marah kita harus bersikap lemah lembut. Kepada Nabi Musa, Harun menyebutnya dengan kata-kata, "Wahai anak ibuku."
9. Bani Israil yang tertindas di bawah kekuasaan Fir'aun, setelah terbebas malah menindas salah satu pemimpin mereka.
10. Dekandensi moral, penyimpangan dan kecintaan kepada dunia dapat menyeret manusia kepada perbuatan dosa yang sangat besar seperti membunuh para nabi.
11. Dalam menasehati jangan sampai merendahkan seseorang, sehingga musuh bisa menyalahgunakan.
12. Sikap bungkam terhadap penyimpangan dapat membuat manusia termasuk ke dalam golongan orang-orang yang berbuat zalim. Dengan kata-katanya Nabi Harun menegaskan bahwa beliau tidak bungkam menghadapi penyimpangan karena itu beliau tidak termasuk ke dalam golongan kaum zalim.
Ayat ke 151
Artinya:
Musa berdoa: "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang". (7: 151)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa setelah kemarahan Musa as reda, beliau memohon ampunan untuk dirinya dan saudaranya. Tindakan Nabi Musa ini adalah sebagai balasan atas sikap lemah lembut yang ditunjukkan Harun dengan menyebutnya sebagai "anak Ibuku."
Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sudah sewajarnya kita saling mendoakan saudara-saudara seiman dan teman-teman kita.
2. Di tengah badai penyelewengan dan penyimpangan, para pemuka agama lebih memerlukan doa dan kemurahan Ilahi dibanding orang-orang lain.
3. Sikap memaafkan merupakan awal bagi tercurahnya rahmat Allah kepada hamba-Nya.
4. Setiap kali berdoa hendaknya kita memuji Tuhan dengan sifat-sifat mulia-Nya. Dalam ayat ini Nabi Musa menyebut Allah "Arhamur Rahimin" atau yang paling penyayang dari semua penyayang.
Ayat ke 152
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya), kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan. (7: 152)
Meski Nabi Musa as telah kembali dari Bukit Thur dan mencela umatnya yang telah meninggalkan ajarannya, namun masih ada sekelompok orang yang tetap menyembah patung anak sapi tersebut. Dalam ayat ini Allah Swt berfirman bahwa kelompok ini telah mendapat murka, sehingga mereka hidup terhina. Hal itu telah disebabkan karena mereka meski menyaksikan hakikat dan kebenaran, tetapi tetap membohongkannnya.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kemurkaan wali Allah merupakan implikasi dari kemurkaan Allah. Pada ayat-ayat sebelumnya telah disebutkan kemarahan Nabi Musa as, sedang dalam ayat ini disebutkan kemurkaan Allah Swt.
2. Meninggalkan ajaran nabi dan wali Allah dan menggantinya dengan ajaran selain mereka, hanya akan menghadiahkan kehinaan di dunia dan kerugian yang nyata.
Ayat ke 153
Artinya:
Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman; sesungguhnya Tuhan kamu sesudah taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (7: 153)
Ayat ini berhubungan dengan orang-orang yang telah menyimpang dan menyembah patung anak sapi. Namun setelah kemarahan Nabi Musa as dan celaan beliau atas perbuatan itu, mereka sadar lalu menyesali perbuatan mereka. Sekaitan dengan golongan ini, Allah Swt mengatakan, apabila kalian melakukan taubat, kemudian menghentikan perbuatan syirik dan kembali menjadi ahli iman, maka Allah Swt akan menerima taubat kalian dan memberi rahmat kepada kalian.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pintu dan jalan bertaubat senantiasa terbuka dan tidak ada batas waktu tertentu.
2. Kita tidak boleh berputus asa terhadap ampunan dan rahmat Allah, karena Allah Swt mengampuni dosa-dosa yang besar sekalipun.
3. Allah Swt selain memberi ampunan kepada orang yang berbuat dosa, juga meliputinya dengan rahmat-Nya yang luas.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 143-146
Ayat ke 143
Artinya:
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman". (7: 143)
Sebelumnya telah disebutkan bahwa Allah Swt telah memerintahkan kepada Nabi Musa as agar pergi ke sebuah miqat (tempat pertemuan) yang terletak di bukit Thur untuk bermunajat kepada-Nya selama 40 hari, guna memperoleh kitab suci Taurat. Ayat ini menceritakan saat-saat ketika Musa as telah tiba di miqat dan berbicara dengan Tuhannya. Salah satu permintaan Bani Israil kepada Nabi Musa adalah melihat Tuhan dengan mata mereka. Karena itu Nabi Musa as menyampaikan permintaan kaumnya ini kepada Tuhan dengan mengatakan, "Ya Allah, tunjukkanlah diri-Mu kepadaku, sehingga aku dapat melihat-Mu dengan kedua mataku, dan akupun akan dapat mengatakan kepada kaumku bahwa aku telah melihat Tuhanku."
Kemudian terdengar jawaban, "Wahai Musa! Engkau tidak akan bisa melihat-Ku, karena Aku bukanlah Zat yang bisa dilihat dengan mata kasar, namun Aku tetap bisa kalian saksikan melalui sifat kekuasaan dan keagungan-Ku. Karena itu lihatlah gunung ini bagaimana ia hancur bertantakan dengan kehendak-Ku." Kejadian itu sedemikian dahsyatnya, sehingga Nabi Musa as pun terjatuh dan tak sadarkan diri. Sewaktu beliau sadar kembali, Nabi Musa as berkata, "Ya Allah, Ya Tuhanku! Aku adalah orang pertama yang menyaksikan kekuasaan, kedahsyatan dan kebesaran-Mu, karena itu aku mohon ampun atas permintaanku yang tidak pada tempatnya itu. Engkau Sungguh Maha Suci dari segala pandangan mata."
Imam Ali bin Abi Thalib suatu hari ditanya oleh seseorang, "Apakah engkau melihat Tuhan sehingga kau beribadah sedemikian tekun dan khusyuk kepada-Nya?"
Imam Ali as menjawab, "Aku tidak akan menjadi hamba dari Tuhan yang tidak bisa aku lihat, namun bukan Tuhan bisa dilihat dengan mata kepala, akan tetapi Tuhan yang dapat dirasakan dengan mata hati." Dilain kesempatan Imam Ali as juga mengatakan, "Aku tidak pernah melihat sesuatupun kecuali sebelum dan sesudahnya, senantiasa bersama Tuhan."
Dalam al-Quran al-Karim surat al-An'am ayat 103 dengan tegas disebutkan artinya, "Semua mata tidak akan bisa menyaksikan Dia, akan tetapi Dia bisa melihat semua mata makhluk-Nya."
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Guna mengenal Allah Swt, kita harus memperhatikan berbagai segala ciptaan dan makhluk yang di alam semesta ini. Karena segala sesuatu di alam merupakan manifestasi dari perwujudan dan keagungan Allah Swt.
2. Segala bentuk pemikiran atau permohonan yang tidak pada tempatnya harus ditebus dengan taubat. Karena itu, ketika manusia memiliki segala bentuk keraguan yang batil dan tidak pada proporsinya terhadap Tuhan Pencipta alam semesta, maka dia harus bertaubat.
Ayat ke 144-145
Artinya:
Allah berfirman: "Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dan manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur". (7: 144)
Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik. (7: 145)
Ketika Nabi Musa as telah melewati waktu 40 hari bermunajat dan mendekatkan diri kepada Allah Swt di bukit Thur, Allah menurunkan kitab suci Taurat dalam bentuk lempengan-lempengan batu kepada Nabi Musa as. Lalu Tuhan meminta kepada Musa agar hukum-hukum yang terdapat pada kitab itu dilaksanakan dengan tegas, kemudian menyeru kaum Bani Israil agar melaksanakan ajaran kitab suci ini.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Setelah hancurnya system pemerintahan Fir'aun yang tiran dan terbentuknya pemerintahan Ilahiah yang adil, maka undang-undang dan hukum-hukum Allah harus dilaksanakan secara penuh.
2. Diturunkannya kitab suci dari Allah kepada manusia merupakan sebuah nikmat besar yang harus disyukuri oleh umat manusia. Syukur terhadap berbagai nikmat Allah merupakan perintah Ilahi, bukan hanya sekedar nasihat dan pesan moral.
Ayat ke 146
Artinya:
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya. (7: 146)
Setelah dalam ayat sebelumnya menekankan mengenai pentingnya berpegang teguh pada hukum-hukum Allah dan melaksanakan segala perintah Tuhan dengan penuh inisiatif dan sungguh-sungguh, ayat 146 tadi mengatakan, orang-orang yang tidak mau tunduk di hadapan hukum Allah, sombong, berbesar diri, tidak mau menerima kebenaran, meskipun mereka telah memahami berbagai ayat dan jalan lurus yang diajarkan oleh nabi utusan Allah, sesungguhnya mereka sedang berjalan semakin jauh dari kebenaran dan tengah menuju jalan kesesatan.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sombong dan arogan adalah akar utama keingkaran terhadap ayat-ayat Allah serta kekufuran kepada Allah Swt.
2. Berbesar diri dan arogan di hadapan Allah adalah penyebab utama terjauhnya seseorang dari petunjuk Allah, sedang Allah Swt tidak akan menarik anugerah-Nya dari seseorang tanpa ada alasan.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 141-142
Ayat ke 141
Artinya:
Dan (ingatlah hai Bani Israil), ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir'aun) dan kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab yang sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan hidup wanita-wanitamu. Dan pada yang demikian itu cobaan yang besar dari Tuhanmu". (7: 141)
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa setelah selamat dari cengkeraman dan kejaran Fir'aun dan kaumnya, dalam perjalannya, Bani Israil berjalan melalui sebuah kaum yang menyembah berhala. Saat itu mereka meminta Nabi Musa untuk membuatkan Tuhan yang bisa mereka raba, seperti berhala.
Ayat ini mengingatkan bani Israil apakah secepat itu mereka melupakan Tuhan, lalu mencari Tuhan dari kayu atau batu lantaran menyaksikan sekelompok orang yang menyembahnya? Apakah kalian lupa bahwa Tuhan Musa-lah yang menyelamatkan kalian dari cengkeraman dan kezaliman Fir'aun lalu menjadikan kalian sebagai kaum yang terhormat? Lupakah kalian akan apa yang diperbuat Fir'aun terhadap anak-anak kalian? Lupakah kalian bahwa Firaun dengan berbagai macam alasan membunuh laki-laki dari kalian dan membiarkan perempuan-perempuan kalian hidup untuk diperbudak? Di akhir ayat ini, Allah Swt mengingatkan bahwa meskipun pedih, tetapi penyiksaan yang dilakukan Fir'aun terhadap kalian adalah sebuah cobaan besar dari Tuhan untuk kalian.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Lalai akan nikmat dan karunia Tuhan adalah penyebab munculnya penyelewengan di tengah masyarakat. Para nabi dan wali Allah selalu mengingatkan umat akan nikmat Tuhan demi mencegah mereka dari kekafiran dan keingkaran.
2. Peristiwa pahit yang ada dalam kehidupan adalah bagian dari cobaan dan ujian Tuhan, demikian juga kenikmatan dan kenyamanan hidup.
Ayat ke 142
Artinya:
Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: "Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan". (7: 142)
Musa telah berhasil menyelesaikan tugas pertamanya yaitu menyelamatkan Bani Israil dari cengkeraman Fir'aun, meski untuk itu, Bani Israil harus melalui berbagai kesulitan yang besar. Selanjutnya setelah berhasil lepas dari Fir'aun, Bani Israel memerlukan adanya aturan-aturan untuk kehidupan individu dan sosial bangsa ini. Karena itu, Allah memanggil Musa as untuk menerima Taurat yang berisi aturan-aturan tersebut yang bisa menyejahterakan Bani Israil di dunia dan akhirat. Untuk itu, Musa harus pergi meninggalkan kaumnya selama empat puluh hari. Selama kepergiannya, Harun, saudara Musa menjadi penggantinya dalam memimpin umat.
Mungkin penekanan al-Quran pada kata malam, bukan hari, disebabkan karena malam adalah waktu yang paling baik untuk bermunajat, menerima kemurahan dan rahmat khusus dari Allah. Di dalam kitab keluaran yang merupakan bagian dari kitab Perjanjian Lama disebutkan bahwa Musa berada di gunung Thur selama empat puluh hari, empat puluh malam untuk menerima Taurat. Nabi Muhammad Saw juga meninggalkan istri dan keluarganya selama empat puluh hari dan tinggal di gua Hira untuk melakukan ibadah dan meraih rahmat khusus ilahi.
Ada satu hal menarik dalam ayat ini yang mengusik pernyataan kita. Musa as saat berpisah hanya untuk masa empat puluh hari menunjuk Harun untuk menggantikan posisi kepemimpinannya atas umat. Masuk akalkah jika Nabi Muhammad yang meninggalkan umat untuk selamanya tidak menunjuk seseorang untuk menggantikan posisi kepemimpinan beliau atas umat, tetapi menyerahkan kepada umat untuk memilih sendiri pemimpin mereka?
Ketika memimpin sebuah pasukan besar menuju Tabuk, Nabi Muhammad Saw menunjuk Ali bin Abi Thalib as untuk menggantikan posisi beliau di Madinah. Beliau Saw bersabda, "Wahai Ali, kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku."
Nabi Musa ketika hendak meninggalkan kaumnya berpesan kepada Harun untuk mengawasi gerak-gerik orang-orang yang berbuat kerusakan dan tidak membiarkan mereka memegang kendali atas umat. Musa juga berpesan agar Harun tidak mengikuti jalan mereka. Sepeninggal Musa, Bani Israil meninggalkan Harun dan tidak mempedulikannya. Mereka berpaling kepada seorang bernama Samiri. Samiri membuat patung anak sapi dari emas dan menyebutnya sebagai tuhan Musa.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ibadah dan munajat pada malam hari merupakan penopang dan penguat seseorang dalam memikul tanggung besar. Aktifitas seseorang di tengah masyarakat tidak semestinya menjadi penghalang dalam menjalankan ibadah.
2. Sebuah masyarakat memerlukan adanya pemimpin. Ketika Musa mendapat perintah untuk pergi ke gunung Thur, dia menunjuk saudaranya untuk menggantikan posisi kepemimpinannya atas bani Israil.
3. Tugas utama para nabi dan wali adalah memperbaiki masyarakat dan mengikis kerusakan.