
کمالوندی
Nilai Spiritualitas Ibadah Haji (Bagian 1)
Salah satu momen besar di bulan Dzulhijjah ini adalah pelaksanaan ritual ibadah haji. Ratusan ribu manusia dari berbagai penjuru dunia berkumpul di tanah suci Mekah untuk menunaikan salah satu dari rukun Islam. Mereka tidak dibedakan berdasarkan kelas sosial, ras, etnis, bahasa, atau budaya. Semua jamaah haji datang dengan satu tujuan dan bernaung di bawah panji yang satu, yaitu panji tauhid. Massa yang begitu besar itu bergerak dan berputar mengelilingi Kabah. Mereka adalah orang-orang yang terpanggil untuk berkunjung dan bertamu ke rumah Allah. Karena mereka adalah tamu Allah Swt, maka Dia akan menyuguhkan jamuan yang tak terbilang nikmatnya bagi umat manusia. Jamuan itu adalah kasih sayang dan ampunan Allah Swt yang tak terbatas.
Hal itu tidak lain merupakan realisasi doa Nabi Ibrahim as, "Wahai Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Wahai Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur."(QS: Ibrahim: 37).
Sudah berabad-abad lamanya, umat manusia berlomba-lomba untuk menggapai Kabah dan menumpahkan semua keinginan hatinya di hadapan bangunan suci itu. Mereka ingin menikmati keindahan jamuan Ilahi dan mengulang kembali sejarah tegaknya agama tauhid dan pengesaan Tuhan di tanah suci Mekah. Setiap ibadah yang disyariatkan oleh Allah Swt mengandung hikmah tersendiri. Allah Swt tidak pernah sekalipun memerintahkan manusia melakukan suatu perbuatan yang tak bermakna atau tidak mengandung hikmah.
Kongres agung ini juga menyimpan banyak pesan spiritual dan setiap bagian dari manasik haji memiliki filosofi, hikmah, dan makna tersendiri. Hikmah terpenting ibadah haji adalah ekspresi puncak penghambaan kepada Allah Swt dan ini tampak di seluruh ritual haji. Seseorang yang mendapat kesempatan dari Allah Swt untuk menjalankan ibadah haji sesungguhnya mengemban dua tugas dan tanggung jawab. Tugas pertama adalah mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah atau manasik haji. Tugas kedua adalah meningkatkan solidaritas di antara sesama Muslim.
Keselarasan ajaran Ilahi dengan fitrah manusia telah memberi daya tarik tersendiri bagi para pencari kebenaran dan hakikat. Keistimewaan ini adalah indikasi dari kelanggengan dan universalitas syariat Islam. Oleh karena itu, Allah Swt menurunkan syariatnya sesuai dengan tuntutan zaman dan fitrah suci manusia. Seluruh ajaran syariat termasuk ibadah haji senantiasa menjawab kebutuhan-kebutuhan spiritual, material, individual, dan sosial manusia di setiap zaman dan tempat.
Setiap ritual ibadah dalam Islam memiliki sisi keindahan dan kenikmatan, namun dimensi itu tidak akan dicapai kecuali memahami dengan benar seluruh gerak-gerik dalam ibadah itu sendiri. Ibadah haji juga seperti itu. Jamaah haji yang tidak memahami makna filosofis dan nilai-nilai agung yang terkandung dalam ritual haji tidak menutup kemungkinan akan merasakan kehampaan dalam ibadahnya. Sebaliknya, mereka yang mampu menangkap makna dan nilai-nilai tersebut akan semakin bersemangat dan khusyuk dalam melaksanakannya.
Ketika memasuki Mekah dan melihat Kabah umat Islam diajak untuk mengingat nilai-nilai ketakwaan Nabi Ibrahim as beserta keluarganya. Seberat apa pun perintah Allah Swt, bahkan meninggalkan istri di padang tandus dan menyembelih seorang anak sekalipun, tetap dilaksanakan dengan baik oleh Ibrahim. Ketika memakai pakaian ihram yang berwarna putih polos tanpa jahitan dan pernak-pernik umat manusia dari segala penjuru seakan-akan diingatkan bahwa mereka adalah umat yang satu. Mereka semua sama di mata Allah Swt. Satu-satunya yang membedakan hanyalah ketakwaan masing-masing. Dalam ibadah haji, terpapar persamaan atas nama agama, yaitu Islam.
Dalam thawaf saja, seseorang sebenarnya sedang berasyik-masyuk dengan Sang Pencipta. Doa-doanya mendaki langit menerawang angkasa. Hatinya merunduk-runduk, menyerah-pasrah, keharibaan Yang Maha Kuasa. Tak sesaatpun lepas dari doa dan munajat, dengan air mata bercucuran, mengharap anugerah Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Haji adalah ibadah yang menyempurnakan kehidupan spiritual umat Islam. Setelah shalat, puasa, dan zakat ditunaikan maka ibadah haji adalah penyempurnanya. Umat Islam dari penjuru dunia berkumpul ditempat yang sama dan pada waktu yang sama. Mereka membawa rasa cinta yang sama, yaitu cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Haji adalah pertemuan akbar yang dihadiri oleh umat Islam dari segala penjuru dunia. Dengan demikian, haji memberikan kesempatan yang sangat besar bagi umat Islam untuk menggalang persatuan di antara sesamanya, menyatukan tekad dan semangat, dan bersama-sama memikirkan persoalan yang mendera umat Islam.
Apakah ibadah haji hanya terbatas pada gerakan-gerakan lahiriyah dan ritual tahunan umat Islam saja? Dan Muslim tidak membawa perubahan apapun ketika kembali ke negara masing-masing? Tentu saja tidak. Suatu hari seorang ateis, Ibnu Abil Auja bertanya kepada Imam Jakfar Shadiq as bahwa sampai kapan engkau akan berlindung kepada batu itu? Dan menyembah rumah yang terbuat dari batu dan tanah liat? Engkau juga berkeliling di sisinya
Mendengar itu, Imam Jakfar as menjawab, "Ini adalah sebuah rumah, di mana Tuhan menyeru para hamba untuk menyembah-Nya sehingga menguji tingkat kepatuhan dan ketaatan mereka dengan datang ke tempat itu. Oleh karena itu, Tuhan menyeru hambanya untuk mengunjungi rumah itu dan menjadikannya sebagai kiblat untuk orang-orang yang shalat. Kabah adalah poros untuk mencapai keridhaan Tuhan dan jalan untuk mencapai pengampunan. Sebaik-baiknya hamba adalah mereka yang menaati perintah-perintah-Nya dan menjauhkan larangan-larangan-Nya. Tuhan yang menciptakan jiwa dan raga."
Setiap ritual dalam ibadah haji merupakan kenangan dari perjalanan Nabi Ibrahim as, Nabi Ismail as dan ibundanya Hajar. Sebuah kenangan terhadap perjuangan dan usaha keras mereka, serta kenangan dari sebuah ketakwaan yang agung. Jejak manusia-manusia agung ini setapak demi setapak terpahat dan terukir di hadapan mata jutaan manusia.
Hisyam bin Hakam, salah seorang sahabat Imam Jakfar Shadiq as berkata, "Aku pernah bertanya kepada beliau tentang filsafat haji dan thawaf di sekeliling Kabah. Beliau menjawab, ‘Allah telah menciptakan hamba-hamba-Nya dan Dia telah memberikan perintah-perintah kepada mereka bagaimana jalan untuk mendapatkan kebaikan agama dan dunia. Dan salah satu cara tersebut adalah dengan menetapkan berkumpulnya manusia dari barat hingga timur (dalam pelaksanaan haji) sehingga mereka bisa saling mengenal antara satu dengan yang lainnya dan masing-masing bisa saling mengetahui keadaan yang lainnya… Begitu juga, supaya mereka mengenal sunnah, peninggalan-peninggalan, dan berita-berita dari Rasulullah saw, sehingga masyarakat akan senantiasa mengenang dan tidak melupakannya."
Haji juga merupakan sebuah jihad bagi orang-orang yang lemah. Sebuah jihad yang bahkan pria lanjut usia dan wanita renta pun mampu untuk merefleksikan keagungan dan kemegahan umat Islam ini dengan kehadirannya di kongres haji, dan mampu untuk menggoncangkan kubu pertahanan para musuh dengan lingkaran barisan shalat yang mengelilingi rumah Allah secara berlapis-lapis, serta dengan pekikan suara yang mengumandangkan keagungan Allah Swt. (IRIB Indonesia)
Syahadah Imam Muhammad Al-Jawad as
Hari ini 29 Dzulqadah adalah syahadah Imam Muhammad al-Jawad, putera suci Nabi Saw dan dan mata rantai Ahlul Bait. Beliau syahid lewat kelicikan dan tipu daya penguasa Mu'tashim, Khalifah Abbasi, pada akhir bulan Dzulqadah 220 Hijriah. Beliau gugur syahid ditangan penguasa zalim ini dalam usia tidak lebih dari 25 tahun.
Sewaku membuka biografi kehidupan Imam Muhammad bin Ali al-Jawad as, perhatianku tertarik pada sebuah kalimat yang indah dari beliau as. Imam al-Jawad mengatakan,"Setiap kali Allah Swt menambah dan memperbanyak nikmat-Nya kepada seseorang, maka kebutuhan masyarakat terhadap Zat Yang Maha Kuasa ini juga semakin besar. Apabila manusia tidak mau menanggung jerih payah ini, yakni apabila manusia tidak mau berusaha untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat, maka nikmat-nikmat tersebut akan dicabut."
Dalam untaian kalimat Imam Muhammad al-Jawad yang penuh makna ini, aku merenung sejenak, lalu memohon kepada Allah Swt agar sebelum memperoleh segala kenikmatan, aku diberi bimbingan dan petunjuk untuk bisa memanfaatkan nikmat-nikmat tersebut dengan tepat dan baik, sehingga aku bisa menggunakan nikmat tersebut untuk mengatasi dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Salah satu poin penting dalam kehidupan Imam Muhammad al-Jawad as yang perlu mendapat perhatian ialah bahwa beliau pada usia kanak-kanak telah mencapai kesempurnaan dalam ilmu pengetahuan, retorika serta seluruh keutamaan akhlak. Kecerdasan beliau luar biasa dan beliau juga memiliki kekuatan logika, sehingga berbagai problema dan masalah ilmu pengetahuan dapat beliau jawab dengan gamblang. Thabarsi seorang sejarawan terkenal dalam salah satu bukunya "A'lamul Wara" menulis,"Imam al-Jawad as di masa hidupnya, meski dengan usia yang masih muda, tetapi telah memperoleh dan mencapai suatu tahap sempurna dalam ilmu danhikmah, sehingga tak seorang pun dari cendikiawan dan ilmuwan besar mampu berhadapan dengan Imam al-Jawad as.
Kemampuan ilmu pengetahuan Imam Muhammad al-Jawad di tengah-tengah berbagai kalangan cerdik pandai danulama dari berbagai aliran agama, justru telah menciptakan kecemerlangan beliau yang luar biasa. Sehingga sewaktu para tokoh agama lain menyaksikan dan mendengarkan ilmu pengetahuan Imam al-Jawad as, mereka mengakui bahwa ilmu Imam Ahlul Bait ini bersumber dari ilmu Allah Swt.
Imam Muhammad bin Ali al-Jawad as adalah satu-satunya putra Imam Ali Ridha as, dan dengan penekanan serta penunjukan ayahnya yaitu Imam Ali bin Musa Ridha as beliau dikukuhkan sebagai Imam Muslimin. Pada era kepemimpinan atau keimamahan beliau as, penguasa Bani Abbas semakin meningkatkan kejahatan dan pengawasannya, sehingga tidak membiarkan sedikit pun para pencinta Imam al-Jawad untuk menjalin kontak dengan beliau as. Dengan alasan inilah, masyarakat yang senantiasa di bawah kontrol penguasa itu mengambil jalan kontak dengan Imam melalui surat menyurat, dan Imam al-Jawad pun menjawab surat-surat mereka. Syeikh Thusi menyebut ada 116 orang perawi hadis dari beliau. Dan kelompok ini telah meriwayatkan hadis-hadis yang cukup banyak dari Imam Muhammad bin Ali al-Jawad as, yang sekaligus mengindikasikan betapa luasnya ilmu Imam al-Jawad berkenaan dengan masalah-masalah fiqih dan tafsir.
Imam al-Jawad as merupakan sentral berbagai gerakan pemikiran dan politik pada zamannya. Bahkan di berbagai penjuru kawasan, bantuan-bantuan material sangat banyak berdatangan untuk beliau, dan dimemanfaatkan bantuan-bantuan tersebut untuk kepentingan kemasyarakatan dan politik. Kontak-kontak semacam ini selalu dilakukan dalam kondisi yang sangat sulit, sehingga Imam dan pengikutnya terpaksa menulis surat dalam bentuk sandi. Namun justru surat dan kontak tersebut, semakin membuktikan betapa kuatnya gerakan dan aktifitas-aktifitas Imam al-Jawad.
Imam al-Jawad as dalam bergaul dengan berbagai lapisan masyarakat biasa, senantiasa menunjukkan sifat rendah hati dan tawadhu, serta akhlakul karimah. Sekalipun Imam dalam bergaul dengan masyarakat menunjukkan puncak ketawadhuan dan toleransi yang sangat tinggi, namun sebelum segala sesuatunya beliau selalu memikirkan keridhaan Allah, dan mengatakan,"Keridhaan Allah di atas keridhaan manusia. Oleh karena itulah Imam selalu menampilkan sikap lembut dan tenang dalam menghadapi orang-orang yang tidak mempedulikan norma-norma Ilahi. Namun beliau tetap bersikap tegas dan kukuh dalam menghadapi musuh.
Imam Jawad as dikenal sangat dermawan dan lapang dada, dan dengan alasan inilah beliau dijuluki Jawad yang berarti sangat dermawan dan lapang dada. Tak seorang pun yang datang kepada beliau kembali dengan tangan hampa. Imam al-Jawad selalu berusaha sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan mereka, meski masyarakat mengutarakannya melalui surat-surat. Oleh karena itulah kecintaan kepada Imam selalu melekat di hati para pengikutnya, walaupun terdapat jarak pemisah antara beliau dengan pengikutnya, namun mereka tetap berusaha melaksanakan nasehat-nasehat beliau dengan menyaksikan tulisan tangan beliau as.
Ahmad bin Zakariya Shaidalani dalam sebuah hikayat mengenai kehidupan Imam Jawad as mengatakan,"Aku melaksanakan ibadah haji dengan penuh khusyu bersama Imam al-Jawad. Sewaktu manasik haji selesai, aku datang kepada beliau untuk menyampaikan perpisahan, dan aku mengatakan,‘Wahai putra Rasulullah! Pemerintah telah membebankan pajak yang berat terhadapku, sehingga aku tidak mampu lagi membayar pajak tersebut. Karena itu aku berharap kepada Tuan agar menulis sebuah surat kepada Gubernur penguasa kota ini, dan berpesan agar bersikap lembut dan baik kepadaku.' Imam al-Jawad as mengatakan,‘Aku tidak mengenal penguasa kota itu, bagaimana aku bisa menulis surat dan berpesan kepadanya?' Lalu aku berkata,‘Walikota kami adalah pecinta Tuan, aku pikir surat dan pesan Tuan akan sangat bermanfaat.' Kemudian Imam al-Jawad as mengambil kertas dan pena, lalu menulis sebuah surat yang isinya sebagai berikut:
Bismillahir rahmanir rahim.
Salam buat Anda dan hamba-hamba Allah yang bijaksana.
Wahai Walikota Sistan!
Kekuasaan dan pemerintahan adalah sebuah amanat Allah yang berada di pundak Anda, sehingga Anda dapat berkhidmat kepada para Hamba Allah. Maka dengan kekuasaan ini, sebenarnya Anda dapat membantu saudara-saudara Anda seakidah. Ketahuilah, bahwa sesuatu yang langgeng bagi Anda adalah perbuatan baik, serta bantuan-bantuan kebaikan yang Anda lakukan terhadap saudara-saudara segolongan dan sependeritaan. Ingatlah bahwa Allah Swt pada Hari Kiamat akan meminta pertanggungjawaban seluruh perbuatan Anda, dan perbuatan sekecil apa pun tidak akan tersembunyi bagi Allah Swt."
Ahmad bin Zakariya melanjutkan penuturannya,"Aku terima surat Imam al-Jawad as, lalu aku pun menyampaikan perpisahan dan terus pulang ke kotaku. Akan tetapi rupanya berita tentang surat Imamal-Jawad yang ditujukan kepada walikota Sistan itu telah sampai ke telinga penduduk setempat. Mereka menyambut kedatanganku. Lalu kuserahkan surat tersebut kepada Walikota. Surat itu pun diterima dan diciuminya, lalu dibuka pelan-pelan dan dibacanya dengan hati-hati. Setelah itu semua urusanku terhadap walikota tersebut menjadi mudah dan selama dia memegang tampuk pemerintahan walikota itu senantiasa bersikap jujur dan adil terhadap semua masyarakat."
Imam Ali ar-Ridha as menyampaikan pernyataan mengenai musibah yang menimpa putranya Imam Muhammad bin Ali al-Jawad semacam ini,"Putraku dibunuh dengan aniaya, sehingga para malaikat ;angit pun menangisinya. Allah Swt murka terhadap musuh dan orang-orang yang menzaliminya, sedang orang tersebut akan mendapatkan azab Allah yang sangat pedih."
Mu'tashim seorang khalifah Abbasi yang zalim. Sewaktu merasa tidak mampu mengahalangi kemampuan pemikiran, politik dan maknawi Imam al-Jawad as, memutuskan untuk membunuh Imam. Tetapi nampaknya dia lupa, justru hati para pencinta Ahlul Bait Nabi senantiasa mengenang dan menghidupkan perjuangan tokoh besar ini, hingga setelah syahadah beliau makam Imam al-Jawad menjadi tempat berlindung bagi orang-orang yang mengalami kesusahan. Ajaran dan pernyataan-pernyataan beliau menjadi pelita bagi orang-orang yang mencari kebahagiaan dan kemuliaan.
Imam Muhammad bin Ali al-Jawad berkata,"Barangsiapa yang hanya bergantung kepada Allah Swt, pasti ia tidak akan membutuhkan orang lain,justru orang lain yang akan membutuhkannya. (IRIB Indonesia)
Imam Jawad, Mahkota Ilmu Ahlul Bait
Imam Muhammad Jawad lahir pada bulan Rajab 195 H dan mereguk cawan syahadat pada hari terakhir bulan Dzulqaidah tahun 220 H. Salah satu hal menarik dalam kehidupannya, beliau menjadi imam pada usia delapan tahun. Lalu, muncul pertanyaan mungkinkah di usia semuda itu menjadi pemimpin umat sebagai Imam kaum muslimin? Memang, akal dan fisik manusia harus menempuh tahapan-tahapan tertentu untuk mencapai kesempurnaan. Tapi, jika Allah swt berkehendak maka fase yang sangat panjang itu bisa dilalui dalam waktu yang sangat singkat oleh orang-orang tertentu.
Dalam kenabian dan imamah, faktor umur bukan suatu persyaratan. Allah Yang Maha Kuasa mampu memberikan ilmu dan kemaksuman serta segala sesuatu yang menjadi kekhususan bagi seorang nabi dan imam kepada seorang anak kecil atau bayi yang baru dilahirkan. Demikian pula dengan Imam Jawad as, dalam keadaan masih anak-anak telah menjadi imam setelah kesyahidan ayah beliau yang mulia.
Al-Quran menjelaskan orang-orang tertentu yang dipilih Tuhan menjadi pemimpin umat di usia sangat muda bahkan bayi. Nabi Yahya misalnya, menjadi pemimpin umat di usia kanak-kanak. Dalam surat Maryam ayat 12, Allah swt berfirman, "Wahai Yahya, ambillah alKitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak.
Di ayat lain, al-Quran menjelaskan bahwa Nabi Isa dapat berbicara dalam keadaan masih bayi dan memberitahukan kenabiannya kepada masyarakat. Surat Maryam ayat 30 menceritakan, "Berkata Isa: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada. Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup. Berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali. Itulah Isa putera Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya."
Imam Jawad sebagaimana ayahnya Imam Ridha memainkan peran penting dalam menjaga dan menyebarkan nilai-nilai agama Islam di tengah masyarakat. Beliau menyebarkan ilmu al-Quran, akidah, fiqh, hadis, dan ilmu keislaman lainnya. Salah satunya mengenai tafsir al-Quran. Imam Jawab menjawab pertanyaan mengenai makna dan tafsir sejumlah ayat al-Quran.
Seorang sahabat Imam bernama Abu Hashim Jafari bertanya, "Apa makna kalimat ‘Ahad' dalam ayat ‘Qul Huwallahu Ahad'." Imam menjawab, "Ahad adalah keyakinan terhadap keesaan Allah yang Maha Besar. Apakah kamu tidak mendengar ayat yang artinya berbunyi, "Jika ditanya kepada orang kafir siapa yang menciptakan langit dan bumi ini ? Mereka pasti menjawab, ‘Allah'. Meskipun orang-orang kafir itu sesuai fitrah dan akalnya mengakui Tuhan, tapi mereka menyekutukannya."
Keutamaan ilmu dan kemuliaan akhlak Imam Jawad begitu harum semerbak di tengah masyarakat, hingga penguasa yang merasa terancam dengan popularitas sang Imam merancang sebuah konspirasi untuk menjatuhkan citra beliau. Pada hari yang telah ditentukan, penguasa Abbasiyah bersama Yahya bin Aktsam memasuki majelis besar yang dihadiri oleh orang-orang terhormat, bangsawan, dan para pejabat pemerintahan. Kemudian, datanglah Imam Jawad as ke majelis itu. Orang-orang yang hadir di dalam majelis itu berdiri menyambut kedatangan beliau.
Makmun berkata kepada Imam Jawad, "Yahya bin Aktsam ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepadamu." "Silahkan bertanya apa pun yang ia ingin ditanyakan", jawab Imam as. Yahya mulai melontarkan pertanyaannya kepada Imam, "Apa pendapatmu tentang orang yang mengenakan pakaian Ihram dan berziarah ke Ka'bah, pada saat yang sama ia juga pergi berburu dan membunuh seekor binatang di sana?"
Imam Al-Jawad berkata, "Wahai Yahya, kau telah menanyakan sebuah masalah yang masih sangat umum. Mana yang sebenarnya ingin kau tanyakan; apakah orang itu berada di dalam Tanah Haram atau di luar? Apakah ia tahu dan mengerti tentang larangan perbuatan itu atau tidak? Apakah dia membunuh binatang itu dengan sengaja atau tidak? Apakah dia itu seorang budak atau seorang merdeka? Apakah pelaku perbuatan itu menyesali perbuatannya atau tidak? Apakah kejadian ini terjadi pada malam atau siang hari? Apakah perbuatannya itu untuk yang pertama kali atau kedua kalinya atau ketiga kalinya? Apakah binatang buruan itu sejenis burung atau bukan? Apakah binatang buruan itu besar atau kecil?"
Mendengar jawaban dari Imam Jawadyang saat ini berusia sangat muda, Yahya bin Aktsam, takjub dan dari raut mukanya terlihat ketidakberdayaannya. Ia pun mengakui keilmuan Imam Jawad.
Imam Jawad juga memiliki sahabat dan murid-murid yang berjasa dalam penyebaran keilmuan Islam. Di antaranya adalah Muhammad Bin Khalid Barqi yang menulis sejumlah karya di bidang tafsir al-Quran, sejarah, sastra, ilmu hadis dan lainnya.
Mengenai pentingnya Ilmu pengetahuan, Imam Jawad berkata, "Beruntunglah orang yang menuntut ilmu. Sebab mempelajarinya diwajibkan bagimu. Membahas dan mengkajinya merupakan perbuatan baik dan terpuji. Ilmu mendekatkan saudara seiman, hadiah terbaik dalam setiap pertemuan, mengiringi manusia dalam setiap perjalanan, dan menemani manusia dalam keterasingan dan kesendirian."
Imam Jawad senantiasa menyerukan untuk menuntut ilmu dan menyebutnya sebagai penolong terbaik. Beliau menasehati sahabatnya supaya menghadiri majelis ilmu dan menghormati orang-orang yang berilmu. Tentang pembagian ilmu, Imam Jawad berkata, "Ilmu terbagi dua, yaitu ilmu yang berakar dari dalam diri manusia, dan ilmu yang diraih dari orang lain. Jika ilmu yang diraih tidak seirama dengan ilmu fitri, maka tidak ada gunanya sama sekali. Barang siapa yang tidak mengetahui kenikmatan hikmah dan tidak merasakan manisnya, maka ia tidak akan mempelajarinya. Keindahan sejati terdapat dalam lisan dan laku baik. Sedangkan kesempurnaan yang benar berada dalam akal."
Imam Jawad menyebut ilmu sebagai faktor pembawa kemenangan dan sarana mencapai kesempurnaan. Beliau menyarankan kepada para pencari hakikat dan orang-orang yang mencari kesempurnaan dalam kehidupannya untuk menuntut ilmu. Sebab ilmu akan membantu mencapai tujuan tinggi baik dunia maupun akhirat.
Pada hari terakhir bulan Dzulqaidah 220 H, Imam Jawad syahid akibat racun yang disuguhkan oleh isterinya, Ummu Al-Fadhl atas perintah khalifah Bani Abbas. Makam suci beliau di samping kuburan suci kakeknya yang mulia, Imam Musa Ibn Ja`far as, di kota Kadzimain yang menjadi tempat ziarah para pecinta Ahlul Bait as.
Di akhir acara ini, kita akhiri dengan mengutip bagian dari ziarah Imam Jawad.
Salam bagimu wahai Muhammad bin Ali yang mulia, takwa dan setia !
Salam bagimu wahai tanda besar Tuhan !
Salam bagimu wahai hujah Allah bagi makhluk !
Kami segenap kru Radio Melayu suara Republik Islam Iran mengucapkan turut berduka cita atas kesyahidan Imam Jawad as.(IRIB Indonesia)
Pengaruh Personal dan Sosial Pernikahan
Salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan emosional seperti, cinta, kasih sayang, ketenangan dan kedamaian batin. Semua kebutuhan itu dapat dipenuhi dalam kerangka pernikahan dan rumah tangga. Menurut Islam, di antara dampak-dampak pernikahan adalah mewujudkan sakinah, mawaddah, dan rahmah. Kisah pernikahan Imam Ali as dan Sayidah Fatimah as penuh dengan keindahan seperti kisah perkawinan Rasul Saw dan Sayidah Khadijah as. Ini adalah kisah pernikahan antara dua manusia suci dan penuh keberkahan. Pernikahan antara dua manusia suci itu berlangsung pada tanggal 1 Dzulhijjah tahun kedua Hijriyah.
Banyak orang yang berniat mempersunting Fatimah as dan menjadikannya sebagai bagian dari keutamaan mereka. Dengan berbagai cara, mereka ungkapkan keinginan tersebut kepada Nabi Saw. Abu Bakar dan Umar mengedepankan persahabatan mereka dengan Nabi Saw dan menyebutkan keutamaan mereka untuk mengambil hati beliau. Namun, Nabi Saw menolak lamaran mereka. Waktu terus berlalu hingga Imam Ali as datang menghadap Rasulullah Saw dengan tujuan yang sama, melamar Sayidah Fatimah Zahra as.
Ketika itu Nabi Muhammad Saw berkata, "Wahai Ali! Sebelum engkau datang, sudah banyak pria yang menghadapku untuk melamar Sayidah Fatimah sebagai isterinya, tapi Fatimah menolak mereka semua. Tunggulah di sini, seperti yang lain. Aku akan ke dalam menanyakan pendapat Fatimah." Rasulullah Saw menemui Fatimah dan berkata, "Fatimah, engkau telah mengenal Ali bin Abi Thalib dari sisi kedekatan keluarga, keutamaan dan keislamannya. Aku memohon kepada Allah Swt untuk mengawinkanmu dengan makhluk terbaik dan paling dicintai Allah Swt ini. Kini, Ali telah melamarmu. Apa pendapatmu?"
Fatimah kemudian terdiam, tapi ia tidak memalingkan wajahnya. Rasulullah Saw sendiri tidak melihat wajah Fatimah menunjukkan ketidaksukaan. Akhirnya Nabi Saw berdiri dan berkata, "Allahu Akbar. Diamnya Fatimah merupakan tanda kerelaannya." Ketika itu juga Malaikat Jibril turun dan berkata, "Wahai Rasulullah! Nikahkan Fatimah dengan Ali. Allah menerima Fatimah untuk Ali dan sebaliknya, Ali untuk Fatimah." Akhirnya Rasulullah Saw menikahkan Ali dengan Fatimah. Setelah mempersiapkan segala sesuatu, keduanya dinikahkan oleh Rasulullah pada tanggal 1 Dzulhijjah tahun kedua Hijriyah.
Mas kawin Sayidah Fatimah Zahra senilai 500 dirham dimana Ali membeli rumah dari setengah harga mas kawin tersebut. Sekaitan dengan hal ini Nabi berkata, "Saya menikahkan Fatimah dengan Ali sesuai dengan perintah Allah." Dengan demikian, Sayidah Fatimah as hidup serumah dengan Imam Ali as. Dari pernikahan keduanya lahir dua pemuda penghulu Surga, Imam Hasan dan Husein as dan Sayidah Zainab Kubra dan Shugra as. Pernikahan Imam Ali as dan Sayidah Fatimah sa, merupakan teladan bagi seluruh keluarga.
Salah satu fase penting kehidupan setiap individu adalah pernikahan dan pembentukan rumah tangga. Sebagaimana musim semi yang menebarkan kesegaran dan keindahan alam, fase usia manusia juga memiliki musim semi yang penuh semangat dan optimisme, yaitu masa muda. Pernikahan juga memiliki musim semi yaitu ketika seseorang telah mencapai kematangan biologis dan pemikiran. Jika pernikahan dilakukan pada masa muda, tentu ada banyak manfaat dan keuntungan yang didapat seperti, kehidupan yang harmonis, kesegaran fisik dan mental, serta buah hati yang sehat.
Salah satu karakteristik utama agama Islam adalah memberikan solusi atas semua kebutuhan manusia baik itu jasmani ataupun ruhani. Islam juga menganjurkan untuk segera menikahkan muda-mudi yang telah siap untuk membina rumah tangga. Rasul Saw menyebut pernikahan sebagai bangunan yang paling dicintai di sisi Allah Swt. Islam memberi perhatian khusus terhadap masalah pernikahan dan rumah tangga serta menganjurkan untuk mencari pasangan hidup yang setara dari segi keyakinan, akhlak, budaya, ekonomi, dan strata sosial. Jelas bahwa dalam bingkai sebuah pernikahan yang ideal, laki-laki dan perempuan akan mencapai kesempurnaan hakiki.
Jika sebuah kehidupan yang indah dimulai atas dasar keyakinan dan parameter-parameter yang benar, maka kehidupan itu juga akan berlanjut dengan penuh keindahan. Pernikahan akan menghadiahkan ketenangan dan kedamaian kepada seseorang. Dalam surat Rum ayat 21, Allah Swt berfirman, "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untuk kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri, supaya kamu bersenang hati dan hidup mesra dengannya, dan dijadikan-Nya di antara kamu (suami isteri) kasih sayang dan rahmat."
Seorang peneliti, sosiolog, dan penulis Amerika, James Q. Wilson menulis, "Pernikahan adalah sebuah jawaban atas kecenderungan fundamental untuk cinta, kasih sayang, dan juga mendidik anak-anak. Mereka yang sudah menikah tampak lebih ceria dari orang-orang lajang yang seusia dengannya." Pada dasarnya, pernikahan adalah sebuah kebutuhan manusia dan orang-orang yang bangkit melawan tuntutan internal ini, mereka akan terperangkap dalam berbagai masalah seperti, gangguan mental dan spiritual.
Menurut berbagai riset, menolak menikah pada usia ideal memiliki banyak dampak negatif bagi kehidupan individu dan sosial. Menunda pernikahan berarti mengharuskan seseorang untuk menahan gejolak hawa nafsu dalam waktu yang relatif lama. Hal ini dengan sendirinya akan menciptakan tekanan mental, jiwa, depresi, dan penyakit-penyakit mental lainnya. Menunda pernikahan bahkan bisa menyeret seseorang ke dalam penyimpangan dan bahkan pergaulan bebas. Oleh karena itu, pernikahan akan meredam semua gejolak batin dan mencegah manusia terjerumus ke dalam jurang kegelapan.
Di tengah masyarakat, tidak ada interaksi yang lebih penting dari hubungan suami-istri dari segi sensitivitas dan urgensitas. Sebuah hubungan, di mana manusia menghabiskan saat-saat yang paling indah dalam hidupnya secara bersama-sama dan berdampingan. Peran mereka juga sangat penting dalam mempersiapkan sebuah masyarakat yang bermoral dan mulia. Selain itu, penyaluran kebutuhan biologis dalam kerangka pernikahan akan menciptakan lingkungan sosial yang bersih dan tenteram.
Salah satu dampak positif pernikahan adalah hidup terarah dan penuh target serta membangkitkan motivasi untuk beraktivitas. Seorang suami akan senantiasa bersemangat untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dan membesarkan buah hatinya. Oleh sebab itu, perjuangan untuk mencari rezeki akan menggairahkan kondisi ekonomi, pasar, dan juga masyarakat.
Sementara itu, masyarakat yang bangkit melawan kebutuhan-kebutuhan fitrah manusia, mereka akan terpasung dengan berbagai problema sosial dan kerusakan mental. Salah satu faktor meningkatnya kerusakan di tengah masyarakat modern adalah menjaga jarak dari pernikahan dan tidak menyalurkan kebutuhan biologisnya dalam kerangka yang benar. Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei mengatakan, "Barat telah kehilangan keluarga sebagai sebuah poros bagi laki-laki dan perempuan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan damai. Kebanyakan keluarga di Barat telah hancur. Banyak perempuan hidup sendiri hingga akhir hayatnya. Ada banyak laki-laki dan perempuan yang tidak menemukan pasangan yang serasi dan kebanyakan pernikahan berujung pada perceraian."
Ayatullah Khamenei menilai pilar utama dan poros segala sesuatu adalah membentuk rumah tangga. Beliau meyakini keluarga yang sehat akan memberi pengaruh besar bagi kemajuan masyarakat yang diinginkan oleh Islam. Agama suci ini ingin poros tersebut terbentuk dan eksis. Berbicara tentang urgensitas membentuk rumah tangga kaum muda, Ayatullah Khamenei mengatakan, "Bagi laki-laki, memasuki rumah, menemukan kedamaian di dalam rumah, dan kehadiran istri yang penuh kasih di sisinya, merupakan sebuah sarana memperoleh ketenangan hidup. Sementara bagi perempuan, kehadiran seorang laki-laki, seorang pelindung yang selalu menyatakan cintanya kepada istri, dan tampil sebagai benteng yang kokoh bagi istrinya, merupakan sebuah kebahagiaan. Keluarga akan memenuhi kedua kebutuhan tersebut." (IRIB Indonesia)
Akhlak Mulia dan Kesehatan Mental
Jika sejarah pernah mencatat pribadi-pribadi agung dan insan-insan mulia di jagad raya ini, mereka semua diabadikan dan dikenang karena tingkat spiritualitas dan akhlak mulianya. Sebuah masyarakat yang tidak bermoral dan tidak memiliki nilai-nilai kemanusiaan, maka masyarakat seperti itu akan tenggelam dalam lembaran kelam sejarah. Menurut para pakar antropologi, keruntuhan peradaban besar dan kehancuran bangsa-bangsa tidak semata-mata diakibatkan oleh krisis ekonomi akut, tapi lebih disebabkan oleh sirnanya nilai-nilai spiritual dan moral di tengah sebuah masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa keruntuhan pilar-pilar spiritual dan moral memiliki peran signifikan dalam menenggelamkan sebuah masyarakat.
Landasan kepribadian setiap manusia dan nilai-nilai eksistensinya diukur menurut sifat-sifat mulia yang ia sandang. Seorang penulis Inggris, Samuel Smiles mengatakan, "Setiap kemajuan dan keberhasilan yang dicapai dalam kehidupan seseorang, berhubungan erat dengan kekuatan internal dan potensi fitrah individu tersebut. Hal itu juga berhubungan dengan akhlak mulia dan keseimbangan kepribadiannya. Pada dasarnya, kebahagiaan setiap orang memiliki hubungan erat dengan akhlak mulia dan keramahan dia dengan orang lain."
Dengan kata lain, bagian penting dari nilai-nilai kemanusiaan harus dicari dalam keutamaan-keutamaan moral. Namun perlu diingat bahwa sifat-sifat luhur kemanusiaan tersebut hanya bisa diraih melalui penyucian diri serta pendidikan mental dan moral. Oleh karena itu, para pakar psikologi dan guru akhlak menaruh perhatian besar untuk mencegah kerusakan moral dan juga bagaimana memperoleh sifat-sifat luhur kemanusiaan. Mereka juga sangat menekankan dimensi pendidikan praktis dalam masalah itu.
Para ulama telah mengajarkan banyak langkah praktis untuk memperoleh dan mengembangkan keutamaan-keutamaan moral. Selain itu, mereka juga mengajarkan umat manusia dengan memberi teladan yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Agama Islam senantiasa mengajak umatnya untuk bersikap sopan dan lemah lembut dalam berinteraksi dengan orang lain dan melarang mereka untuk berlaku kasar dan tidak sopan. Akhlak mulia dan sikap ramah termasuk di antara sifat dominan yang akan mengundang kasih sayang dan cinta di tengah pergaulan sosial. Perkataan yang lahir dari pribadi seperti itu juga memiliki dampak besar bagi pihak lain.
Salah satu faktor utama kemajuan Islam adalah akhlak mulia dan kesantunan Rasulullah Saw. Dalam surat Ali Imran ayat 159, Allah Swt berfirman "Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." Rasul Saw senantiasa bersikap ramah dan memberikan kasih sayang dan perhatian kepada semua Muslim dengan kadar yang sama. Cahaya kasih sayang dan cinta senantiasa menghiasi raut wajah beliau.
Anas bin Malik, pelayan Rasulullah Saw selalu mengisahkan kemuliaan akhlak Nabi Saw dan berkata, "Selama 10 tahun melayani beliau, aku sama sekali tidak melihat raut murung di wajah Rasul Saw dan bahkan tidak pernah mengerutkan wajahnya ketika menyaksikan perbuatanku yang tidak berkenan dan juga tidak pernah menunjukkan sikap kasar." Jelas bahwa perbuatan baik dan sikap tawadhu' Rasulullah Saw semata-mata memberi pesan bahwa manusia harus berlaku seperti itu untuk mencapai kesempurnaan.
Dalam budaya Islam, manusia harus menjadi teladan moral dan cerminan akhlak di tengah masyarakat sehingga orang lain dapat berkaca kepadanya. Berakhlak mulia memiliki dampak besar dalam kehidupan individual dan sosial. Mereka yang menyandang akhlak mulia umumnya lebih sukses dalam menjalani aktivitas dan karir. Akan tetapi, manusia yang berlaku kasar dan tidak sopan selain akan mengurangi daya tarik orang-orang di sekitarnya, juga kurang sukses dalam beraktivitas dan kegiatan.
Pada dasarnya, akhlak mulia memiliki banyak dampak positif bagi kehidupan seseorang dan akan menuntun mereka meraih kebahagiaan dan kesempurnaan. Sebaliknya, akhlak buruk juga memiliki dampak destruktif bagi individu dan bahkan masyarakat.
Alkisah, ada seorang remaja yang berakhlak buruk dan menyakiti orang-orang di sekitarnya. Pada suatu hari, ayahnya memberi sebuah kotak paku kepada remaja itu sambil berkata setiap kali emosi menguasaimu, engkau harus menancapkan sebuah paku di tembok itu. Pada hari pertama, remaja itu menancapkan 37 buah paku di tembok. Beberapa pekan kemudian, jumlah paku yang ia tancapkan ke tembok semakin berkurang dan mulai memahami bahwa mengontrol emosi lebih mudah daripada menancapkan paku di tembok. Akhirnya, orang tua remaja itu mengusulkan setiap kali engkau bisa mengontrol emosi, maka cabutlah satu paku dari tembok itu.
Hari-hari berlalu dan remaja itu akhirnya mampu berkata kepada orang tuanya bahwa seluruh paku di tembok telah ia cabut. Kemudian ayahnya memegang tangan anaknya dan membawanya ke sisi tembok tersebut sambil berkata, "Wahai anakku! Engkau telah berbuat baik dan sukses mengontrol kemarahanmu. Akan tetapi, lihatlah lubang-lubang di tembok itu, dia tidak mungkin seperti dulu lagi. Ketika engkau sedang dikuasai emosi dan mengeluarkan sebuah ucapan, perkataan tersebut juga akan berbekas seperti itu. Engkau mampu menusuk sebuah pisau ke hati seseorang dan mencabutnya lagi, tapi ribuan kata maaf tidak berguna lagi, luka itu akan membekas. Luka lisan dan ucapan kasar lebih menyakitkan dari luka tusukan."
Setiap sifat mulia seseorang selain memiliki dimensi spiritual dan ukhrawi, juga punya dampak besar dalam kehidupan material dan duniawi umat manusia. Oleh sebab itu, masalah moral jangan dianggap hanya sebuah kasus pribadi dan individu serta sesuatu yang terpisah dari kehidupan sosial manusia. Namun sebaliknya, segala bentuk perubahan sosial tidak mungkin terjadi tanpa perubahan moral. Akhlak mulia adalah syarat pertama untuk mencapai kesuksesan interaksi sosial. Sifat itu menyimpan daya tarik dan membantu mengangkat kepribadian seseorang serta memiliki pengaruh besar dalam menata kehidupan individual dan sosial.
Tidak ada sifat lain yang mampu mengundang daya tarik dan mengurangi tekanan mental selain akhlak mulia. Orang yang bermental seperti ini mampu mengontrol diri dan membuat lingkungan sekitar tidak memahami problema-problema yang ia hadapi. Ia senantiasa berusaha bersikap ramah dan gembira sehingga orang lain merasa terhibur dan senang. Mereka yang berakhlak mulia selain mampu menguasai diri saat menghadapi beban hidup, juga bisa mengatasi kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Ahklak mulia merupakan faktor yang paling dominan dalam menjamin kesuksesan seseorang. Sebagai contoh, kemajuan sebuah pusat layanan sosial sangat bergantung pada keramahan dan kesopanan para pengelolanya.
Di dunia modern saat ini, ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang mengalami guncangan, depresi, stres, dan tekanan. Namun, akhlak mulia dan sopan santun akan mengurangi tingkat tekanan mental dan akan menyebabkan panjang usia. Imam Ali as berkata, "Tidak ada kehidupan yang lebih indah dari kehidupan yang dihiasi oleh akhlak mulia." Sementara Imam Jakfar Shadiq as berkata, "Kebaikan dan akhlak mulia akan memperpanjang usia." (IRIB Indonesia)
Bila Mampu, Mana yang Dipilih Seorang Pemuda; Pergi Haji atau Menikah?
Tempat paling baik untuk berdakwah adalah di saat musim haji. Nabi Muhammad Saw di musim haji mendatangi para calon haji dan menyampaikan dakwah Islam kepada mereka.
Dalam hadis disebutkan bahwa Imam Shadiq as di padang Arafah di tengah-tengah banyak manusia yang melaksanakan ibadah haji berteriak dengan suara lantang ke empat penjuru angin. Di tiga arah beliau berkata:
ایّها النّاس رسول اللّه صلى الله علیه و آله كان الامام ثمّ على بن ابیطالب ثم الحسن و الحسین ثم على بن الحسین ثم محمد بن على علیهم السلام ثم هَه
Yaa Ayyuhannaas. Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wa Aalihi Kaana Al-Imaama Tsumma Aliyabnu Abi Thalib Tsumma Al-Hasana Wal Huseina Tsumma Aliyabnal Husein Tsumma Muhammadabni Ali ‘Alaihissalaam Tsumma Hah
Wahai manusia! Rasulullah Saw adalah Imam. Setelah itu adalah Ali bin Abi Thalid lalu Hasan, Husein, Ali bin Husein dan Muhammad bin Ali. Dan saat ini adalah aku! (Furu' al-Kafi, 4/466)
Kata Hah dalam hadis ini berarti "Anaa Fasaluunii" yang berarti saya dan tanyalah kepadaku.
Imam Muhammad Baqir as selama 10 tahun di Mina melakukan Azadari (ratapan duka) untuk Imam Shadiq as dan berbicara mengenai kejahatan yang telah dilakukan penguasa yang zalim terhadap Imam dan Ahlul Bait.
Imam Husein as sebelum berangkat ke arah Karbala tinggal untuk beberapa bulan di Mekah sampai para calon jamaah haji datang dan beliau dapat menjelaskan sikap politiknya terkait Yazid kepada mereka. Dengan demikian setiap dari mereka menjadi pembawa pesan beliau ke daerahnya masing-masing. Setelah itu beliau bergerak ke Karbala.
Setelah menjelaskan sedikit pendahuluan tentang kekhususan haji, tiba saatnya untuk membahas beberapa fatwa dalam masalah haji:
Soal:Bila seseorang dari sisi keuangan dikategorikan tidak mampu lalu melakukan nazar bahwa bila ia mendapat uang, maka akan dipakai untuk berziarah ke makam Imam Husein as dan di hari Arafah berada di Karbala. Sekarang, bila ia memiliki uang untuk melakukan haji, maka mana yang harus didahulukan, haji atau berziarah ke makam Imam Husein as?
Jawab:
Ayatullah al-Udzma Sayid Mohammad Hosseini Shahroudi: Ia harus mendahulukan ibadah haji.
Soal:Seorang pemuda yang belum menikah baru-baru ini terhitung mampu untuk menunaikan ibadah haji, tapi pada saat yang sama ia berpikiran untuk menikah. Bila ia pergi haji, maka pernikahannya bakal tertunda. Dalam kondisi yang demikian mana yang harus dilakukannya?
Jawab:
Ayatullah al-Udzma Sistani: Ia harus pergi haji dan menunda pernikahannya. Kecuali bila dengan penundaan itu, menikah menjadi sulit baginya, maka dalam kondisi ini ia harus mendahulukan untuk menikah.
Soal:Seorang pelayan kelompok terbang haji setelah melakukan umrah, ia pergi ke Arafah dan Mina untuk melihat tempat tinggal kloter dimana ia ditugaskan, setelah itu ia kembali ke Mekah. Apakah ia boleh melakukan hal ini?
Jawab:
Ayatullah al-Udzma Sistani: Tidak masalah dalam kasus yang seperti ini, dimana ia yakin dapat kembali lagi ke Mekah dengan mudah.
Soal:Dengan mencermati bahwa perempuan dapat melempar Jumrah pada malam hari kesepuluh, apakah harus di malam Ied ataukah di malam kesebelas juga boleh. Bila diasumsikan boleh melakukannya, bila perempuan itu melaksanakan haji sebagai wakil dari orang lain, maka bagaimana ia harus melakukannya?
Jawab:
Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei: Bila mampu melempar Jumrah Aqabah di malam Ied, maka itu harus dilakukannya, khususnya bila hajinya adalah mewakilkan orang lain. Hajinya tidak sah bila ia menundanya hingga malam hari kesebelas. Tapi tidak masalah bila di siang hari kesepuluh, yakni hari Ied ia melakukan lempar Jumrah. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Pasca Sanksi Baru Uni Eropa, Dirjen IAEA Ajak Iran Berunding
Dirjen IAEA Yukiya Amano menyatakan bahwa pertemuan antara Badan Energi Atom Internasional dan Iran bisa diadakan dalam waktu yang sangat dekat.
"Kami bersedia untuk bertemu dengan mereka di dalam waktu dekat .... Saya berharap kami dapat memiliki pertemuan yang cukup lama," kata Amano dalam kunjungannya ke London pada hari Rabu (17/10).
Pernyataan Amano datang setelah para menteri luar negeri Uni Eropa pada Senin (15/10) menyetujui putaran baru sanksi terhadap Iran, meskipun Sekjen PBB mengingatkan konsekuensi kemanusiaan dari larangan sebelumnya.
Para menteri luar negeri Uni Eropa (UE) Senin (15/10) menyetujui putaran baru sanksi terhadap Iran atas program energi nuklirnya, meskipun PBB memperingatkan konsekuensi kemanusiaan dari larangan sebelumnya.
Sanksi sepihak dan ilegal ini datang di saat kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Catherine Ashton Senin (15/10) mengatakan bahwa perundingan antara Iran dan kelompok 5 +1 bisa bergerak maju.
"Saya benar-benar berpikir ada ruang untuk negosiasi. Saya harap kami akan mampu membuat kemajuan segera, "tegas Ashton.
Para pejabat Iran telah berulang kali menggambarkan sanksi terhadap Republik Islam sebagai sia-sia dan tidak efektif. Tehran menilai langkah tersebut hanya ditujukan untuk menciptakan perang psikologis semata.
Langkah terbaru Uni Eropa ini bertentangan dengan pernyataan Sekjen PBB mengenai konsekuensi kemanusiaan dari embargo sebelumnya yang ditetapkan. Ban Ki-moon (5/10) memperingatkan bahwa sanksi Barat ini menargetkan mata pencaharian rakyat Iran.
Sanksi rekayasa ilegal yang dikenakan terhadap Iran berdasarkan tuduhan tak berdasar bahwa Tehran sedang mengejar tujuan non-sipil dalam program energi nuklirnya.
Iran menolak tuduhan tersebut. Sebagai penandatangan berkomitmen traktat Non-Proliferasi nuklir (NPT) dan anggota Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Iran berhak menggunakan teknologi nuklir untuk tujuan damai. (IRIB Indonesia/PH)
Hormati Idhul Adha, Brahimi Serukan Gencatan Senjata di Suriah
Utusan Khusus PBB-Liga Arab untuk Suriah Lakhdar Brahimi menyatakan bahwa krisis Suriah bisa membakar seluruh kawasan jika gencatan senjata tidak segera dilakukan.
Brahimi mengemukan pernyataan itu pada hari Rabu (17/10) selama kunjungannya ke Lebanon.
Tiga hari sebelumnya, Brahimi menyerukan gencatan senjata sementara selama liburan empat hari hari raya Idul Adha yang dimulai pada tanggal 26 Oktober mendatang. Pemerintah Suriah telah menyuarakan kesiapan untuk membahas usulan tersebut.
Selama kunjungannya ke Lebanon, Brahimi bertemu dengan Presiden Lebanon Michel Sleiman, Perdana Menteri Najib Mikati, dan Ketua Parlemen Nabih Berri.
Kunjungan utusan khusus PBB-Liga Arab ke Lebanon adalah bagian dari safari regionalnya yang bertujuan mencari solusi untuk mengatasi krisis Suriah. Dia juga sebelumnya sudah mengunjungi Turki, Arab Saudi, Iran, Irak dan Mesir.
Direktur IRIB Kecam Pelarangan Siaran TV dan Radio Iran
Direktur Islamic Republic of Iran Broadcasting (IRIB) Ezzatollah Zarghami mengecam pelarangan stasiun TV dan radio Iran dan menyebut tindakan itu sebagai "terorisme budaya."
Pernyataan tersebut disampaikan Zarghami dalam Sidang Umum Asia-Pacific Broadcasting Union (ABU) di Seoul, ibukota Korea Selatan, pada Rabu (17/10) sebagaimana dilaporkan Mehr News.
Ia juga menuntut organisasi-organisasi internasional, khususnya UNESCO untuk mengadopsi peraturan konkrit guna mencegah tindakan ilegal tersebut.
Menurut Zarghami, pelarangan stasiun-stasiun media Iran dimaksudkan untuk membungkam media alternatif meskipun fakta bahwa era penyensoran pers telah berakhir.
Pada Senin, satelit Eropa penyedia layanan Eutelsat SA memerintahkan perusahaan jasa media, Arqiva, untuk mencabut saluran-saluran satelit Iran dari salah satu frekuensinya, Hot Bird.
Terdapat 19 stasiun TV Iran termasuk Press TV, al-Alam, Jam-e-Jam 1 dan 2, Sahar 1 dan 2, jaringan berita Iran, Quran TV, dan al-Kawthar yang dihapus oleh perusahaan Eutelsat dari Hot Bird.
Tindakan tersebut merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap kebebasan berbicara. (IRIB Indonesia/RA)
Iran: Menjaga Persatuan, Prioritas Dunia Islam untuk Hadapi Israel
Wakil Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran urusan Arab dan Afrika Hossein Amir Abdollahian memperingatkan konspirasi baru Amerika Serikat dan rezim Zionis Israel untuk memicu konflik etnis dan sektarian di kalangan umat Islam menyusul kegagalan mereka untuk melemahkan Kebangkitan Islam.
"Menjaga persatuan dan resistensi dalam menghadapi agresi Israel terhadap Palestina yang tertindas masih menjadi prioritas utama bagi dunia Islam," kata AmirAbdollahian dalam pertemuannya dengan anggota-anggota senior Front Aksi Islam Lebanon pada Rabu (17/10) sebagaimana dilansir Fars News.
Sementara itu, para pejabat Lebanon mengakui posisi Iran di kawasan Timur Tengah dan dukungannya terhadap Muqawama untuk melawan agresi rezim Zionis.
Mereka juga menegaskan perlunya untuk melakukan pertemuan, konsultasi, dan pertukaran ide di antara para ulama dan cendekiawan dari berbagai negara Islam.
Salain itu mereka mengatakan, kemunafikan musuh dalam menangani isu-isu dunia Islam bukan rahasia lagi dan menilai bahwa upaya media-media AS dan Israel untuk menyulut permusuhan dan perpecahan di antara umat Islam akan sia-sia saja. (IRIB Indonesia/RA)