کمالوندی

کمالوندی

Jumat, 12 Oktober 2012 10:03

Imam Ridha, Mutiara Ahlul Bait Nabi

Imam Ali Ar-Ridha as lahir pada 11 Dzulqaidah 148 H di Madinah. Ayah beliau adalah Imam Musa Al-Kadzim as dan ibunya seorang wanita mukmin nan saleh, bernama Najmah. Beliau memegang tampuk kepemimpinan umat pada usia 35 tahun pasca kesyahidan ayahnya, Imam Musa al-Kadzim as. Imam Ridha adalah Imam maksum yang kedelapan dari Ahlul Bait Rasulullah saw. Terdapat perbedaan pendapat mengenai tahun kelahiran beliau. Tapi mayoritas para ulama seperti Syeikh Mufid, Kulaini, Kaf'ami, Syahid Tsani, Tabarsi, Syeikh Shaduq, Ibnu Zahrah, Mas'udi, Abul Fida, Ibn Atsir, Ibnu Hajar, Ibnu Jauzi, dan ulama besar lainnya berpendapat bahwa Imam Ridha dilahirkan pada tahun 148 H.

Kelahiran manusia mulia ini telah dikabarkan oleh Rasulullah Saw jauh hari. Dalam kitab Biharul Anwar jilid 99 hal 33, Rasulullah Saw bersabda, "Bagian dari tubuhku ada di Khorasan dan akan dimakamkan di sana. Barangsiapa yang menziarahinya, maka Allah akan mencabut gundah gulana dalam diri mereka, dan mengampuni dosa para peziarah makamnya."

Gelar dan julukan beliau merupakan nama dan kata yang selalu harum sepanjang zaman. Julukan beliau "Abu al-Hasan" merupakan panggilan di kalangan orang-orang khusus, sedangkan gelar beliau di antaranya: Shabir (yang sabar), zaki (yang suci), wali (pemimpin/sahabat), fadhil (yang utama), wafi' (yang menepati janji), shiddiq (yang benar), radhi (yang rela), sirajullah (pelita Allah), nurulhuda (lentera petunjuk), qurratu ‘ainil Mu'minin (penghibur orang-orang mukmin), kufu'l malik (padanan raja), kafi al-khalq (yang mencukupi kebutuhan orang), rabb as-sarir (pemilik rahasia) dan riab at-tadbir (pengatur yang baik).

Dari semua gelar tersebut, "Ridha" (yang rela) merupakan gelar yang paling terkenal. Beliau terkenal dengan panggilan "Ridha" karena mendapatkan keridhaan Allah Swt di langit dan menjadi sumber kebahagiaan para nabi dan para imam sesudahnya di bumi. Ada juga yang mengatakan bahwa panggilan itu didasari oleh kenyataan bahwa setiap orang yang bersama beliau, baik kawan maupun lawan akan bahagia. Bahkan disebutkan bahwa Makmun yang notabene berlawanan dengan beliau begitu senang dengan sikap Imam Ridha.

Kesucian hati, ketajaman pandangan, keluasan ilmu, keimanan yang kuat kepada Allah Swt, dan perhatiannya yang besar kepada nasib masyarakat merupakan sejumlah sifat mulia yang khas pada diri Imam Ridha as. Kurang lebih selama 20 tahun, beliau memikul tanggung jawab sebagai imam dan pemimpin kaum muslimin. Karena itu, salah satu julukan beliau adalah "Rauf" atau penyayang. Beliau as memiliki hubungan baik dengan siapapun, mulai dari kalangan orang-orang kaya dan fakir-miskin, cerdik-pandai dan masyarakat awam, para pecinta beliau maupun musuh-musuhnya.

Dikisahkan, suatu hari Imam Ali Ar-Ridha as berbincang-bincang dengan masyarakat. Mereka bertanya tentang masalah-masalah hukum. Tiba-tiba seorang warga Khorasan masuk dan berkata, "Salam atasmu wahai putra Rasulullah! Aku adalah seorang pengagummu dan pecinta ayahmu serta para datukmu. Aku baru saja kembali dari haji dan aku kehilangan nafkah hidupku. Tak satu harta pun tersisa lagi padaku. Jika engkau sudi membantuku sampai di negeriku, sungguh nikmat besar Allah atasku, dan bila aku telah sampai, aku akan menginfakkan jumlah uang yang kau berikan kepadaku atas namamu, karena aku tidak berhak menerima infak."

Dengan nada lembut, Imam al-Ridha as berkata kepadanya, "Duduklah, semoga Allah mengasihanimu!". Kemudian Imam melanjutkan perbincangannya dengan masyarakat sampai mereka bubar. Setelah itu, Imam bangkit dari duduknya dan masuk ke kamar. Tak lama kemudian, beliau mengeluarkan tangannya dari balik pintu sambil berkata, "Mana orang Khorasan itu?"

Orang Khorasan itu mendekat dan Imam berkata, "Ini 200 Dinar. Pergunakanlah untuk perjalananmu dan janganlah engkau menafkahkan hartamu atas nama kami." Orang itu mengambilnya dengan penuh rasa syukur, lalu meninggalkan Imam as.

Setelah itu Imam keluar dari kamar. Salah seorang sahabat bertanya, "Kenapa engkau menyembunyikan wajahmu dari balik pintu, wahai putra Rasulullah?"

Imam berkata, "Agar aku tidak melihat kehinaan pada raut wajah orang yang meminta. Tidakkah kau mendengar Rasulullah saw pernah bersabda, ‘Berbuat baik secara sembunyi-sembunyi adalah sama seperti tujuh puluh kali ibadah haji, dan orang yang terang-terangan dalam berbuat jahat sungguh terhina, dan orang yang sembunyi dalam melakukannya akan diampuni.'"

Syeikh Shaduq menuturkan bahwa Imam Ridha terbiasa tidur hanya sebentar di malam hari. Beliau sibuk melaksanakan ibadah. Dalam sehari semalam beliau melakukan shalat seribu rakaat dan secara kontinu berpuasa, khususnya tiga hari setiap bulan yaitu hari Kamis awal bulan, dan Kamis akhir bulan serta hari Rabu tengah bulan). Beliau berkata: Berpuasa di tiga hari tersebut sebanding dengan berpuasa sepanjang masa.

Dalam kitab Muntahab al-Amal terdapat riwayat dari Aba Shalah. Ia menuturkan, "Saya tidak melihat orang yang lebih alim daripada Imam Ridha. Makmun sering kali mengundang dan mengumpulkan para ilmuan dan ulama serta ahli fikih untuk melakukan debat bersama beliau. Dan Imam Ridha selalu menang dalam dialog dan perdebatan tersebut. Dan mereka mengakui keutamaan Imam Ridha. Imam Ridha dikenal sangat pemurah dan rajin memberikan sedekah secara sembunyi-sembunyi. Seringkali beliau memberikan sedekah di waktu malam."

Kini kita simak beberapa petuah suci Imam Ali al-Ridha as. Imam as berkata, "Akal seorang muslim tidak akan sempurna kecuali jika ia memiliki sepuluh karakter berikut: (1) Kebaikannya selalu diharapkan orang, (2) Orang lain merasa aman dari kejahatannya, (3) Menganggap banyak kebaikan orang yang sedikit, (4) Menganggap sedikit kebaikan yang telah diperbuatnya kepada orang lain, (5) Tidak pernah menyesal jika orang lain selalu meminta bantuan darinya, (6) Tidak merasa bosan mencari ilmu sepanjang umurnya, (7) Kefakiran di jalan Allah lebih disukainya dari pada kekayaan, (8) Hina di jalan Allah lebih disukainya dari pada mulia di dalam pelukan musuh-Nya, (9) Ketidaktenaran lebih disukainya dari pada ketenaran".

Kemudian sahabat beliau bertanya: "Lalu, apakah yang kesepuluh?",

Beliau menjawab, "Ia tidak melihat seseorang kecuali berkata (dalam hatinya): 'Ia masih lebih baik dariku dan lebih bertakwa'."

Jumat, 12 Oktober 2012 09:53

Rasul Saw, Poros Persatuan Umat

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei mengecam politik antagonis Zionisme dan Amerika Serikat sebagai akar dari aksi terbaru produksi film yang menistakan kesucian Nabi Muhammad Saw. Ayatullah Khamenei dalam sebuah pernyataannya mengatakan, musuh-musuh Islam sekali lagi menyingkap dendamnya yang mengakar dengan menistakan Nabi Besar Muhammad Saw dan dengan langkah gila dan tercela itu, sekelompok jahat Zionis menunjukkan kemarahan atas cahaya Islam dan al-Quran yang terus berkilau di dunia saat ini.

Rahbar menandaskan, Barat telah menargetkan sosok paling suci dan bercahaya di antara seluruh kesucian dunia ini dengan omong kosong menjijikkan mereka. Di balik gerakan jahat ini, terdapat politik konfrontatif Zionisme dan Amerika Serikat serta para penguasa kekuatan imperialis dunia. Dengan anggapan batilnya, mereka ingin menurunkan posisi nilai-nilai sakral Islami dari pandangan generasi-generasi muda di dunia Islam dan memadamkan sentimen keagamaan mereka.

Menurut Rahbar, aktor utama dari kejahatan ini adalah Zionisme dan pemerintah Amerika Serikat. Jika para politisi Washington jujur dalam mengklaim ketidakterlibatan mereka dalam produksi film anti-Islam itu, maka mereka harus menindak para pelaku kejahatan mengerikan ini dan pendukung finansial mereka, yang telah melukai hati bangsa-bangsa Muslim dunia, dengan hukuman yang setimpal dengan kejahatan tersebut. Beliau menandaskan, umat Islam di seluruh dunia juga harus mengetahui bahwa langkah putus asa musuh-musuh di hadapan Kebangkitan Islam, adalah indikasi besar tentang pentingnya kebangkitan tersebut.

Di bagian lain, Ayatullah Khamenei menilai sikap para politisi Barat yang melakukan penistaan besar terhadap Rasulullah Saw sama sekali tidak berbeda dengan sikap permusuhan. Beliau menegaskan bahwa sikap Barat terhadap penistaan sakralitas Islam itu telah menguak wajah asli kaum arogan dan mengindikasikan permusuhan mereka terhadap Islam dan Nabi Muhammad Saw.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran mengapresiasi reaksi tegas umat Muslim di berbagai negara dan bahkan di Amerika dan Eropa terhadap film anti-Islam di Amerika Serikat dan karikatur tercela di Perancis. Beliau menilai kemarahan umat Islam di dunia dalam menunjukkan penghormatan mereka kepada Rasulullah dan dalam mengungkapkan kebencian mereka terhadap musuh, merupakan sebuah adegan yang indah yang menampilkan kepasitas massif gerakan umat Islam.

Ayatullah Khamenei menekankan umat Islam untuk tetap waspada dalam menghadapi konspirasi berbahaya musuh yang bertujuan menciptakan perpecahan dan konflik di tubuh umat. Beliau menegaskan, kaum arogan tidak boleh dibiarkan untuk menyelamatkan diri dari kemarahan umat Islam dengan menciptakan perpecahan. Menurut Rahbar, musuh-musuh agama dan kekuatan arogan dunia harus tahu bahwa meski ada perbedaan mazhab, pandangan dan ideologi, namun umat Islam bersatu melawan mereka.

Sementara dalam pidatonya di Akademi Militer Republik Islam Iran, Rahbar menyebut Amerika Serikat sebagai pelestari diktatorisme dan mengajukan sebuah pertanyaan, "Mereka dengan rapor merahnya bagaimana dapat mengklaim diri sebagai penegak demokrasi dan kebebasan?" Berbicara tentang kejahatan terbaru musuh dalam menistakan kesucian Rasulullah Saw, Rahbar menegaskan, "Berlandaskan pada pengenalan politik anti-Islam kaum imperialis dan rezim Zionis Israel, maka wajar jika bangsa-bangsa dunia mengarahkan tudingan kepada Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa. Penguasa di negara-negara tersebut harus mencegah aksi-aksi gila itu, dan membuktikan bahwa mereka tidak terlibat dalam kejahatan tersebut."

Rahbar menilai aksi itu termasuk pelajaran abadi dalam sejarah dan menjelaskan, para penguasa arogan, di samping tidak mengecam kejahatan itu, juga tidak melaksanakan tugasnya untuk menindak pelaku kejahatan tersebut, bahkan mereka mengklaim tidak terlibat di dalamnya. Beliau menambahkan, "Kami tidak bersikeras untuk membuktikan keterlibatan mereka dalam tindak kejahatan tersebut, akan tetapi gelagat para politisi Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa sendiri yang membuat mereka menjadi tersangka di tengah opini publik dunia dan mereka harus melepaskan diri dari kejahatan besar itu dengan langkah praktis bukan dengan lisan saja."

Menyinggung motif-motif anti-Islam kaum arogan, Rahbar menandaskan, "Karena motif-motif itulah, Barat tidak akan pernah mencegah penistaan terhadap Islam dan sakralitasnya." Ketika membuktikan kebatilan dalih para pejabat Washington dan Barat bahwa pencegahan penistaan terhadap Islam itu bertentangan dengan kebebasan berekspresi, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran ini menjelaskan beberapa poin argumentatif.

Adanya garis merah yang jelas di Barat dalam mencegah segala bentuk serangan terhadap prinsip-prinsip imperialisme, termasuk di antara poin tersebut. "Apakah ada yang percaya bahwa pencegahan aksi penistaan terhadap sakralitas Islam, bertentangan dengan agama di negara-negara yang di dalamnya mempersoalkan prinsip-prinsip imperialisme direaksi dengan kekerasan dan brutalitas?"

Pada bagian lain pidatonya, Ayatullah Khamenei menjelaskan, "Di sebagian besar negara Barat, tidak ada orang yang berani menyoal peristiwa Holocaust yang tidak jelas atau menulis artikel tentang politik moral menjijikkan kaum arogan, termasuk homoseksual, bagaimana mungkin dalam masalah-masalah ini tidak ada kebebasan berekspresi, namun penistaan terhadap Islam dan sakralitasnya dibebaskan dengan dalih kebebasan berpendapat?"

Rahbar lebih jauh memaparkan bahwa setiap kasus yang berhubungan dengan kebijakan jahat Zionis yang melanggar prinsip-prinsip etika dan merusak generasi muda, maka kebebasan berekspresi menjadi tidak berarti dan tidak ada yang berani untuk mempublikasikan tindakan arogan Zionis. Menurut Rahbar, tidak ada yang percaya bahwa Amerika Serikat adalah pendukung demokrasi. Mereka mendukung para diktator seperti Hosni Mubarak selama 30 tahun dan Mohammad Reza Pahlavi selama 35 tahun terlepas dari semua kejahatan yang dia lakukan di Iran.

Tidak ada yang percaya bahwa invasi Amerika Serikat ke Irak dan serangan mereka terhadap Saddam Hussein adalah upaya untuk melawan kediktatoran. Mereka sendiri telah menciptakan dan mendukung kediktatoran. Dukungan Barat telah memungkinkan para diktator regional menindas rakyat mereka sendiri. Bagaimana mereka bisa mengklaim mendukung demokrasi? Tidak ada yang akan percaya klaim ini.

Rahbar menilai aksi demonstrasi rakyat di pusat-pusat sosial-politik Amerika Serikat di berbagai belahan dunia merefleksikan kebencian mendalam mereka terhadap politik imperialisme dan Zionisme. Beliau menambahkan, "Sanubari bangsa-bangsa telah dipenuhi dengan kebencian terhadap Amerika Serikat, oleh karena itu ketika satu kasus dan sebuah isu muncul, kebencian dan kegeraman itu akan terluap secara massif."

Organisasi-organisasi yang berafiliasi dengan kekuatan arogan memiliki motivasi untuk menghina Islam dan apa yang dianggap suci dalam Islam. Gelombang besar Kebangkitan Islam telah mendorong mereka untuk melakukan hal-hal konyol seperti itu. Meski demikian, Rahbar menegaskan, "Tidak diragukan lagi bahwa matahari Islam akan bersinar lebih terang dari sebelumnya dalam menghadapi konfrontasi kaum arogan dengan agama Allah Swt ini, dan kemenangan akan berpihak pada umat Islam. Saya berharap Allah Swt akan selalu melimpahkan keberhasilan kepada kita semua."

Nourdeen Wilderman adalah seorang warga Belanda berusia 26 tahun yang memeluk agama Islam secara resmi pada 9 Desember 2007. Kita ikuti kisah menarik dari Nourdeen.

Ketika orang mengetahui anda memeluk agama Islam, maka anda akan sering menerima pertanyaan yang sama berkali-kali. Seperti bagaimana orang tua anda mereaksi terhadap perubahan anda? Ketika anda berpacaran dengan perempuan muslim? Adakah masyarakat Islam menerima anda? Dan paling lumrah ialah mengapa anda memeluk agama Islam?

Saya merasa terkejut saat ditanya demikian, malah muslim sendiri bertanya mengapa saya memeluk agama Islam. Seringnya saya menjawab, "Islam merupakan agama yang benar". Saya sendiri tidak tahu kapan saya menjadi seorang muslim.

 

Menemukan Islam

Sebagian orang agak terkejut, tetapi memang saya tidak mencari Tuhan. Saya juga tidak mencari satu alasan dalam kehidupan. Saya tidak mencari tujuan kehidupan.

Sebenarnya, saya mencari sebuah buku. Saya masuk ke dalam sebuah toko buku tanpa mengetahui apa yang ingin saya beli. Kejadian ini terjadi sekitar tahun 2003 atau 2004. Saya memang suka membaca, dengan minat khusus dalam buku-buku berkaitan sejarah kontemporer, falsafah dan sosiologi.

Saya bertemu dengan sebuah buku berwarna hijau. Buku berjudul "Islam: Nilai, Prinsip dan Realita". Saya mengambil buku tersebut, melihatnya, dan menyadari bahwa saya mengenali beberapa orang Muslim tetapi tidak pernah mengetahui apa yang mereka percayai.

Sementara, nampaknya Islam sering keluar dari berita dan mempunyai pengaruh baik dalam urusan dalam negeri atau luar. Saya mengambil keputusan untuk membeli buku tersebut dan mempelajari apa itu Islam. Saya berjalan ke stan dan membeli buku itu, tanpa menyadari ia menjadi sebuah perjalanan selama 4 setengah tahun, yang berakhir dengan saya memeluk agama Islam. Sebelum saya membaca tentang Islam, sebenarnya saya telah mempunyai pandangan negatif terhadap agama ini. Contohnya, saya berpikir bagaimana seorang Muslim bisa menganggap dirinya baik tetapi pada masa yang mendera isterinya sendiri.

Atau, contohnya, saya heran mengapa Muslim menyembah batu empat persegi di Mekah sedangkan berhala atau bangunan tidak punya kekuasaan dan tidak dapat membantu siapapun.

Saya tidak dapat memahami mengapa Muslim begitu tidak toleransi dengan agama lain. Dengan pikiran seperti ini, saya mulai membaca.

Selepas buku pertama selesai, saya membaca buku kedua. Kemudian diikuti buku ketiga dan seterusnya. Selepas beberapa tahun, saya telah membaca sejumlah buku tentang Islam dan amat terkejut. Saya dapati apa yang saya pikirkan merupakan bagian dari Islam, dan hal-hal yang saya tentang, ternyata juga ditentang oleh agama Islam.

Nabi Muhammad Saw, pernah bersabda,untuk melihat seorang penganut Islam yang baik ialah dengan melihat cara dia melayani isterinya. Saya dapati bahwa Muslim tidak menyembah Ka'bah, dan mereka menentang segala penyembahan terhadap berhala atau yang serupa.

Saya dapati Islam adalah agama yang sangat rasional. Ia juga pro-sains. Agama ini mengajak manusia untuk memahami semua yang ada disekitarnya, untuk merenung, dan sebenarnya ia adalah sebuah agama self-critical.

Sebelum saya mendalami lebih jauh agama Islam, saya selalu berpikir bahwa kehidupan sebagai seorang ateis adalah sangat mudah, seperti mereka bebas melakukan apa saja yang diinginkan, tetapi secara pribadi saya pernah juga mengkritik cara hidup sedemikian.

Saya dapati peradaban Islam terdapat dalam semua sejarahnya – kecuali mungkin pada zaman kontemporer – merupakan contoh terbaik toleransi agamis di muka bumi ini.

Saya tidak perlu lagi diyakinkan tentang apa yang Islam ajarkan kepada kita atau bagaimana harus kita berperilaku, karena saya mendapati segala ajarannya telahpun saya setujui sebelum mempelajari Islam. Saya membaca opini saya sendiri berkaitan banyak hal, tetapi buku-buku tersebut terus mengatakan bahwa inilah Islam.

 

Keluarga

Ayah saya seorang ateis dan ibu saya adalah seorang Kristen. Saya besar dalam lingkungan multi-agama. Saya tidak segera memberitahu mereka bahwa saya telah memeluk agama Islam.

Malah, saya bertanya terlebih dahulu tentang reaksi mereka andainya saya memilih sebuah agama lain misalnya Islam. Mereka mengatakan bahwa itu merupakan kehidupan saya, selagi saya tidak mengganggu orang lain, maka saya bebas untuk melakukannya.

Ibu saya memberi saranan, adalah mudah bagi saya menjadi Kristen. Jawaban saya, saya bukanlah mencari agama termudah, tetapi agama yang paling benar.

Sementara ayah saya, dia malah menemani saya ketika saya memeluk agama Islam dan merekamnya. Konsep dia memberi dukungan kepada saya ialah saya merupakan bagian darinya, dan Islam akan menjadi bagian diri saya, maka dia akan menerima saya yang telah menjadi Muslim.

Sebenarnya, banyak pemeluk agama Islam berhadapan dengan masalah besar dengan keluarga mereka setelah mereka memeluk Islam dan sebagian besarnya adalah wanita.

Saya merasa hormat dengan wanita di dalam negeri saya yang memeluk agama Islam karena mereka menghadapi tantangan dan kesulitan yang lebih besar karena mereka harus memakai jilbab. Saya kenal beberapa orang dari mereka yang diusir keluar rumah dan keluarga tidak lagi menerima mereka. Alhamdulillah, saya sungguh beruntung mempunyai keluarga yang memahami.

 

Bertemu Muslim

Ketika itu masih belum banyak orang berdakwah tentang Islam. Tidak banyak yang dapat diharapkan bagaimana dakwah beroperasi di Netherlands, dan saya tidak punya banyak orang yang bisa membantu saya dalam hal ini.

Ketika bulan Ramadhan tiba, saya membuat keputusan untuk mencoba – tidak ada buku yang dapat memberitahu anda apa sebenarnya perasaan anda – saya bertemu dengan rekan sekerja beragama Islam dan memberitahu mereka saya akan berpuasa bersama mereka. Saya membawa al-Quran dan menemui jadwal buka puasa selama 30 hari di internet.

Ketika saya memberitahu mereka tentang membaca al-Quran dan berpuasa sunnah di bulan Syawal, sebagian dari mereka tidak pernah mendengarkannya atau melakukannya. Saya membawa susu dan kurma ke tempat kerja dan memberitahu mereka sebaiknya mengamalkan sunnah tersebut.

Ibu atau isteri mereka memasak makanan untuk berbuka puasa di tempat kerja, maka saya dapat merasakan makanan-makanan baru.

Saya banyak belajar tentang Ramadhan, demikian juga teman-teman lain. Sayangnya, hari raya saya berubah menjadi pengkebumian, tetapi yang lain ia merupakan sebuah bulan yang agung.

Selepas bulan Ramadhan, saya ke masjid untuk membayar zakat. Saya merasakan bahwa memberikan uang untuk jalan yang baik adalah sesuatu yang benar, tidak semestinya sebagai bukan Muslim saya tidak boleh membayarnya.

Itulah pertama kali saya bertemu dengan bendahara masjid di tempat saya tinggal. Dia bertanya jika saya seorang Muslim. "Tidak, saya bukan seorang Muslim," jawab saya, "Tetapi saya berpuasa di bulan Ramadhan."

Dia memberitahu saya supaya tidak memaksakan diri saya, saya harus mengambil mudah.

Berbulan-bulan berlalu, saya terus saja membaca buku tentang Islam. Kebanyakan buku yang saya baca adalah dari non-Muslim seperti Karen Amstrong. Saya juga turut membaca buku yang memandang negatif terhadap Islam. Saya membaca mengenai terorisme yang dimotivasikan oleh agama, mengenai pertentangan antara peradaban, dan sebagainya.

Bagaimanapun juga saya dapati setiap persoalan saya, Islam mempunyai jawabannya. Bukanlah bermakna Muslim yang saya temui dapat memberikan jawaban yang baik, tetapi kebanyakan informasi yang saya kumpulkan tentang Islam adalah dari buku-buku tersebut.

 

Menjadi Muslim

Akhir bulan Ramadhan tahun berikutnya, saya kembali ke masjid untuk membayar zakat. Saya bertemu semula dengan bendahara tersebut dan dia mengenali saya. Dia bertanya, sekali lagi, jika saya telah memeluk agama Islam.

"Tidak, saya belum menjadi seorang muslim," saya menjawab, "Bukankah anda meminta saya untuk mengambil mudah."

Dia perlahan-lahan mengelengkan kepalanya dan berkata, "Ya, saya suruh anda mengambil mudah, tetapi bukanlah terlalu mudah!"

Saya mula menjalani kehidupan di tahun terakhir sebagai seorang non-muslim. Saya telah berhenti minum alkohol, saya berhenti merokok. Saya berusaha untuk memperbaiki diri dan orang lain untuk melakukan perbuatan baik, berusaha untuk mencegah diri saya dan orang lain dari berbuat kesalahan.

Saya berlibur ke Turki dan berkunjung ke beberapa buah masjid besar di sana. Setiap langkah yang saya ambil, dengan berlalunya setiap hari, saya dapat merasakan keberadaan Tuhan dalam kehidupan saya.

Saya mengunjungi alam yang indah ini dan untuk pertama kali saya dapat melihat tanda-tanda Sang Pencipta di alam raya ini. Ada kalanya saya coba untuk melakukan shalat – sesuatu yang tidak pernah saya lakukan seumur hidup – yang sudah tentu bukan seperti yang saya lakukan hari ini. Saya terus membaca dan membaca, dan kini saya juga mulai mencari informasi tentang Islam di internet.

On Hyves, sebuah situs sosial terkenal Belanda, saya berkenalan dengan seorang Muslim Belanda yang baru memeluk Islam. Dia bertanya apakah saya seorang Muslim dan saya mengatakan bahwa saya belum memeluk Islam. Dia mengundang saya ke rumahnya dan bertemu dengan suaminya. Dia adalah seorang Muslim warga Mesir.

Kami makan malam bersama dan berbincang tentang Islam. Kali kedua saya berada di sana, dia menunjukkan cara yang benar menunaikan shalat. Saya berusaha melakukannya dengan sebaik mungkin dan dia memerhatikan saya.

Ketika kami beristirahat sebentar, dia bertanya; "Adakah anda telah bersedia untuk melakukannya?"

"Ya, saya pikir saya telah bersedia."

Saya belum melafadkan syahadah, maka Islam belum resmibagi saya, tetapi saya menyadari bahwa saya telah memeluk Islam tahun sebelumnya. Saya telah yakin bahwa tiada Tuhan melainkan Allah.

Saya juga percaya bahwa Muhammad adalah utusan-Nya, utusan terakhir yang menyempurnakan agama. Saya ingin berpuasa, saya ingin membayar zakat, saya ingin menunaikan shalat, dan saya juga masih bermimpin untuk menunaikan haji setiap hari.

Jalan yang saya lalui adalah menerusi buku, saya datang menerusi teori. Ia merupakan pilihan yang rasional, bukan sesuatu yang emosional. Saya mencari informasi, membandingkan dan memikirkannya. Islam memberikan semua jawaban. Dia kemudian membawa saya ke masjid. Dia telah memberitahu perkara ini kepada Imam Masjid maka mereka memang sudah tahu bahwa saya akan datang. Ayah saya turut menyertai kami dan membawa kamera.

Imam menyebut sedikit demi sedikit lafad syahadah. Saya menurutinya, satu persatu.

Ketika Imam membaca doa, saudara Mesir tersebut menerjemahkannya ke bahasa Belanda untuk saya. Saya merasakan seolah-olah saya telah berlari selama bermil-mil dan kini saya telah sampai ke garis akhir. Saya merasa seolah-olah kehabisan nafas seperti orang sedang berlari. Perlahan-lahan saya menarik nafas kembali, merasa tenang dan gembira.

Akhirnya, saya menjadi Nourdeen.

Saya ke masjid tempat tinggal saya. Sebaik saja saya memasuki bangunan, saya bertemu dengan bendahara. Dia bertanya saya, sekali lagi, jika saya sudah memeluk agama Islam.

"Ya, saya sudah memeluk Islam, nama saya Nourdeen!" Saya berkata sambil tersenyum.

"Alhamdulillah," dia menjawab dan segera menambah: "akhirnya!"

روی عن الصادق(علیه‏ السلام) قال:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ(صلّی‏ الله‏ علیه‏ وآله‏ وسلّم) لِاَصْحَابِهِ اَيُّ عُرَى الْإِيمَانِ اَوْثَقُ فَقَالُوا اللَّهُ وَ رَسُولُهُ اَعْلَمُ وَ قَالَ بَعْضُهُمُ الصَّلَاةُ وَ قَالَ بَعْضُهُمُ الزَّكَاةُ ... فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلّی الله علیه و آله و سلّم لِكُلِّ مَا قُلْتُمْ فَضْلٌ وَ لَيْسَ بِهِ وَ لَكِنْ اَوْثَقُ عُرَى الْإِيمَانِ الْحُبُّ فِي اللَّهِ وَ الْبُغْضُ فِي اللَّهِ وَ تَوَالِي اَوْلِيَاءِ اللَّهِ وَ التَّبَرِّي مِنْ اَعْدَاءِ اللَّهِ .

Diriwayatkan Imam Ja'far as-Sadiq as berkata: "Rasulullah Saw bersabda kepada para sahabatnya, pegangan iman mana yang paling meyakinkan? Maka mereka menjawab: Allah Swt dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Sebagian dari mereka menjawab shalat dan sebagian lain berkata zakat … Rasulullah Saw berkata: apa yang kalian sebutkan itu adalah keutamaan dan tidak lebih, akan tetapi ikatan iman yang paling terpercaya adalah kecintaan dan kebencian demi Allah Swt dan menaati wali Allah Swt dan melepaskan tangan dari musuh-musuh Allah."

Ayatullah Mojtaba Tehrani menjelaskan, "Pegangan iman apa yang paling dapat dipercaya? Di sini terjelaskan pula bahwa dengan berpegang teguh pada iman, manusia dapat terselamatkan dari seluruh bencana. Juga terbukti bahwa ada banyak pegangan dalam iman yang ketika digapai dengan erat maka manusia akan selamat. Lalu Rasulullah Saw bertanya di antara sekian banyak pegangan iman itu, mana yang paling kuat dan paling meyakinkan? Karena semakin kokoh pegangan itu maka seseorang dapat dengan lebih baik menjaga diri dari jurang kehancuran."

"Para sahabat Nabi ada yang memberikan jawaban bahwa Allah Swt dan Rasul-Nya lebih mengetahui dalam hal ini, sebagian lain menjawab shalat dan ada pula yang menyebutkan zakat. Rasulullah Saw menjelaskan bahwa yang telah mereka sebutkan semua itu baik dan sebuah keutamaan. Selain itu, semuanya juga dapat menjadi pegangan. Akan tetapi dalam hadis ini yang dicari adalah pegangan yang paling kuat dan meyakinkan, yang jika manusia menggenggamnya erat-erat maka dia tidak akan pernah tergelincir."

"Kemudian Rasulullah Saw menjelaskan bahwa pegangan iman yang paling kuat adalah kecintaan dan permusuhan yang berdasarkan keinginan Allah Swt bukan berdasarkan hawa nafsu. Nabi telah memberikan parameter agar manusia mencintai atau memusuhi sesuatu atau orang lain hanya karena Allah Swt, bukan karena hawa nafsu. Misalnya dalam urusan duniawi, jika seseorang membenci sesuatu atau seseorang maka harus berlandaskan keinginan Allah, bukan karena hawa nafsunya."

"Selanjutnya Rasulullah Saw bersabda agar menaati para wali Allah karena mereka adalah orang-orang yang dicintai Allah Swt. Jika kalian ingin berhubungan dekat dengan seseorang dalam masyarakat, maka carilah manusia-manusia wali. Akan tetapi yang dimaksud dengan tawalli di sini adalah kepemimpinan."

"Dalam penjelasan berikutnya, Rasulullah Saw menyebutkan lepas tangan dari musuh-musuh Allah Swt. Ini berarti jangan sampai kalian tidak peduli di hadapan orang-orang yang memusuhi Allah, melainkan kalian harus melepaskan diri dari mereka baik secara batin maupun lahiriyah."

بحارالانوار ج66 ص242 –کافی ج2 ص125- وسائل ج16 ص177 شماره21284

رُوِيَ عَنْ الصادِقِ عَلَيْهِ السَّلامُ قالَ:

في قَوْلِهِ تَعالي «اِهْدِنَا الصِّراطَ الْمُسْتَقيمَ» يَقُولُ اَرْشِدْنَا الصِّراطَ الْمُسْتَقيمَ اَرْشِدْنا لِلُزُومِ الطَّريقِ الْمُوَدّي اِلي مَحَبَّتِكَ وَ الْمُبَلِّغِ اِلي جَنَّتِكَ مِنْ اَنْ نَتَّبِعَ اَهْوائَنا فَنَعْطَبَ[1]

Diriwayatkan Imam Ja'far as-Sadiq as berkata: "Dalam firman Allah Swt tunjukkanlah kami jalan yang lurus, kemudian Imam berkata, bimbinglah kami di jalan yang lurus, bimbinglah kami di jalan yang mengantarkan kami pada kecintaan terhadap-Mu, dan yang menyampaikan kami ke sorga-Mu, bimbinglah kami agar tidak mengikuti hawa nafsu yang akan membinasakan kami."

Ayatullah Mojtaba Tehrani menjelaskan, Imam meminta ihdina tunjukkanlah kami, akan tetapi beliau selanjutnya mengatakan arshidna yang berarti bimbinglah kami untuk sampai pada kecintaan-Mu. Seperti dalam kalimat sebelumnya disebutkan,

«ايّاكَ نعبُد و ايّاك نَستَعين»

Ya Allah! Bimbinglah kami di jalan yang membuat kecintaan kepada-Mu ada dalam hati kami. Sampaikanlah kami ke sorga-Mu yang khusus untuk jiwa-jiwa yang tenang.

«ياايَّتُها النَّفسُ المُطمَئنَّة إرجِعی الی ربِّکِ راضِیةً مَرضِیةً فَادخُلی فی عِبادی وادخُلی جنَّتی»

Poin penting di sini adalah tidak disebutkan jalan yang sampai ke sorga, melainkan sorga-Mu. Berikan kami kecintaan yang menyampaikan kami ke sorga-Mu. Para arif berpendapat bahwa sorga itu adalah pertemuan dengan Allah Swt. Yang penting adalah bahwa manusia yang meminta kecintaan, bimbingan, dan pertolongan, harus menempuh jalan yang menjadi mukaddimah, tidak bisa hanya dengan berbicara saja tapi dalam amal dia melakukan hal yang berbeda.

Poin penting lainnya adalah bahwa dalam hidayah dan bimbingan tidak ada stagnasi melainkan selalu ada gerakan. Bimbingan dari Allah Swt untuk manusia tidak pernah terputus. Hidayah itu juga memiliki derajat, ada yang sedikit ada yang lebih banyak. Jika seseorang tidak mendapat hidayah dari Allah, maka bimbingan jalannya akan diberikan oleh setan dan hawa nafsu. Orang yang terjebak hawa nafsunya, pada akhirnya dia akan terjerumus dan hancur."

[1]بحارالانوار، جلد47، باب7، روايت 23، صفحه 238

سَأَلَ أَعْرَابِيٌّ عَلِيّاً «عليه السلام» عَنْ دَرَجَاتِ الْمُحِبِّينَ مَا هِيَ قَالَ«عليه السلام» أَدْنَى دَرَجَاتِهِمْ مَنِ اسْتَصْغَرَ طَاعَتَهُ وَ اسْتَعْظَمَ ذَنْبَهُ وَ هُوَ يَظُنُّ أَنْ لَيْسَ فِي الدَّارَيْنِ مَأْخُوذٌ غَيْرُهُ فَغُشِيَ عَلَى الْأَعْرَابِيِّ فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ هَلْ دَرَجَةٌ أَعْلَى مِنْهَا قَالَ نَعَمْ سَبْعُونَ دَرَجَةً

 

Suatu hari seorang Arab Badui bertanya kepada Ali (as) tentang derajat muhibbin (para pecinta), Imam berkata: derajat terendah muhibbin adalah orang yang menggap kecil ketaatannya, dan membesar-besarkan dosanya, dan dia mengira bahwa di dua dunia (dunia dan akhirat) Allah Swt hanya akan menghukumnya. Maka Badui itu pingsan. Ketika tersadar, dia bertanya: apakah ada derajat yang lebih tinggi dari itu? Imam berkata: iya, ada tujuh puluh derajat.

Ayatullah Mojtaba Tehrani menjelaskan, "Sekarang jika kalian ingin mengetahui apakah kalian termasuk di antara muhibbin atau tidak, Imam Ali as telah menunjukkan ciri-ciri derajat terendah orang yang mencintai Allah Swt. Mereka yang mengklaim mencintai Allah Swt, harus mencocokkan diri dengan parameter yang telah ditunjukkan Imam Ali as."

"Terkadang—nauzubillah—kebalikan dari ucapan Imam Ali ini yang disaksikan pada diri manusia. Maka celakalah orang yang menilai amalnya sangat besar dan menganggap maksiatnya kecil. Dia hanya mengingat amalnya tapi lupa akan maksiatnya."

"Ini adalah sebuah parameter. Jika kalian melihat seseorang yang hanya mengingat amalnya akan tetapi di sisi lain dia melupakan dosanya, maka ketahuilah bahwa dalam pandangan orang itu dosa sangat kecil dan amal sangat besar."

"Sekarang bagaimana kita tahu posisi kita? Kita dapat memahaminya melalui riwayat ini. Jika—nauzubillah—kalian ingin mengungkapkan amal kalian maka ketahuilah bahwa kalian sedang berlawanan dengan riwayat tersebut. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa jika seseorang beramal, akan tetapi ketika dia mengungkapkannya, maka semua pahala amalnya akan hilang. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa jika dia kembali memamerkan amalnya untuk kedua kali, maka bukan saja pahalanya terhapus, maka dia akan mendapat catatan perbuatan riya'. Maka celakalah orang yang sampai pada derajat ini."

"Saya ingin mengatakan bahwa manusia harus membangun diri dari dalam dan menyelamatkan dirinya dari hawa nafsu serta harus berhati-hati dengan masalah amalnya, jangan sampai mengandalkan amalnya saja tapi melupakan dosanya, karena ini yang akan menghancurkan seseorang.

مستدرك الوسائل ج1 ص133

Bulan Dzulqa'dah yang di dalamnya ada hari hari kelahiran Imam Ali ar-Ridho as dan juga terdapat ziarah khusus untuk beliau, dapat disebutkan sebagai bulan Imam Ridho as. Dianjurkan pula bagi kita untuk berziarah baik secara langsung atau dari jauh untuk Imam Ridho as.

Almarhum Haji Syeikh Abbas Qommi dalam Waqayi'ul Ayyam dan Mafatihul Jinan menulis, "Ketahuilah bahwa bulan ini adalah awal bulan haram yang telah disebutkan dalam firman Allah di al-Quran (dan bulan Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab diagungkan dan dihormati dalam Islam).

Sayid Ibnu Thaqus menukil sebuah riwayat bahwa Dzulqa'dah adalah bulan terkabulkannya doa di masa-masa sulit dan di hari Ahad di bulan ini juga disebutkan tentang kutamaan satu amalan shalat dalam riwayat dari Rasulullah yang secara keseluruhan kandungan riwayat itu berarti bahwa orang yang menunaikan shalat ini maka taubatnya terkabulkan dan dosa-dosanya terampuni, dia akan meninggalkan dunia dengan iman, agamanya tidak tercabut, kuburannya akan luas dan terang, agamanya akan ridho terhadapnya, dan ampunan dari Allah akan mencakup kedua orang tua dan keluarganya, rejekinya melimpah, malaikat maut akan bersikap lembut kepadanya ketika akan mencabut nyawanya, dan dia akan mati dengan tenang. (Perincian shalat tersebut dapat dirujuk di kitab Mafatihul Jinan)

Diriwayatkan bahwa siapa saja yang berpuasa tiga hari berturut-turut di hari Kamis Jumat dan Sabtu, maka dia akan mendapat pahala 900 tahun ibadah.

Adapun berbagai peristiwa penting di bulan ini adalah:

1 Dzulqa'dah hari kelahiran Sayidah Fatimah Ma'sumah sa.

5 Dzulqa'dah dinaikkannya dinding Ka'bah oleh Nabi Ibrahim as.

6 Dzulqa'dah penulisan surat Muslim bin Aqil di Kufah kepada Imam Husein as.

11 Dzulqa'dah hari kelahiran Imam Ali al-Ridho as.

23 Dzulqa'dah hari yang sangat mulia, di hari itu, dianjurkan untuk melakukan ziarah khusus untuk Imam Ridho as baik secara langsung atau dari jauh.

Allamah Majlesi mengatakan, "Ziarah Imam Ridho as di hari-hari yang disucikan Islam sangat utama, khususnya di hari-hari yang khusus untuk beliau, seperti di hari kelahiran dan hari syahadah beliau (di akhir bulan Shafar).

Dalam kitab Iqbal oleh Sayid Ibnu Thawus, dianjurkan untuk berziarah pada tanggal 23 Dzulqa'dah (yang menurut sebagian riwayat adalah hari gugur syahidnya Imam Ridho as). Disebutkan pula bahwa dianjurkan untuk berziarah kepada Imam Ridho as di bulan Rajab. (Biharul anwar, jilid 99 hal 43-44)

Almarhum Muhadditsi Qommi juga menambahkan kemustahaban berziarah untuk Imam Ridho as di hari ke 25 Dzulqa'dah.

Pesan Almarhum Ayatullah Behjat untuk Berizarah Kepada Imam Ridho as.

"Ziarah Anda harus dengan tulus, ketika akan masuk (ke makam beliau), hendaknya Anda meminta ijin. Jika Anda mampu berziarahlah ke makam beliau. Ketika Anda meminta ijin untuk masuk dari Imam Ridho as Anda mengatakan:

أأدخل یا حجة الله

Apakah aku boleh masuk wahai Hujjah Allah? Kemudian merujuklah pada batin Anda, apakah terjadi perubahan di dalamnya atau tidak? Jika terjadi perubahan, maka itu berarti Imam telah mengijinkan Anda untuk masuk. Ijin masuk ke makam Sayidus Syuhada as adalah air mata, jika Anda menangis maka Imam Husein as telah mengijinkan Anda masuk.

Jika tidak terjadi perubahan apa-apa dalam hati Anda, dan Anda melihat kondisi tidak mendukung, maka lebih baik Anda mengerjakan pekerjaan mustahab lain. Tiga hari berpuasa, mandi mustahab, dan kemudian pergi ke makam Imam Ridho as, dan mintalah ijin dari beliau untuk masuk.

Ziarah Imam Ridho as lebih tinggi dari ziarah Imam Husein as. Karena banyak orang yang berziarah ke makam Imam Husein as, akan tetapi hanya para pencinta Ahlul Bait itsna asyar yang berziarah ke makam Imam Ridho as." (IRIB Indonesia/MZ)

روي عن ابي الحسن الرضا عليه السلام قَالَ:

«أَوْحَى اللَّهُ عَزَّ وَ جَلَّ إِلَى نَبِيٍّ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ إِذَا أُطِعْتُ رَضِيتُ وَ إِذَا رَضِيتُ بَارَكْتُ وَ لَيْسَ لِبَرَكَتِي نِهَايَةٌ»

 

Imam Ridho as berkata: "Allah Swt mewahyukan kepada satu nabi di antara para nabi jika Aku ditaati, maka Aku akan ridho dan jika Aku ridho, maka Aku akan memberkahi, dan tidak ada akhir dari berkah-Ku."

 

Ayatullah Mojtaba Tehrani menjelaskan, "Ketika Allah Swt ditaati hamba-Nya, Dia akan ridho. Dan ketika Allah Swt meridhoi, maka Dia akan melimpahkan berkah-Nya. Berkah di sini berarti kesinambungan dalam pelimpahannya. Yakni nikmat itu senantiasa dilimpahkan kepada hamba untuk digunakan di jalan kebaikan."

 

"Dalam riwayat disebutkan bahwa maksiat akan menimbulkan banyak masalah akan tetapi ketaatan akan mengundang nikmat Allah Swt yang berkesinambungan yang tentunya dengan berkah dan kebaikan."

 

"Namun poin penting lainnya adalah jangan kalian meminta nikmat dari Allah Swt. Akan tetapi mintalah nikmat yang di dalamnya ada kebaikan untuk kalian. Katakanlah: Ya Allah! Limpahkanlah rejeki yang di dalamnya ada kebaikan untukku dan cocok untukku. Karena mungkin saja di sampingnya ada kesusahan atau lubang yang semuanya kalian masukkan di situ akan tetapi kalian tidak dapat memanfaatkannya. Oleh karena itu, orang yang berakal akan meminta nikmat yang di dalamnya ada kebaikan dan berkah untukknya dan benar-benar dapat dinikmati. Dan jika nikmat seperti ini yang kalian inginkan, maka taatilah Allah Swt!"

 

كافي ج2ص275-بحارالانوارج73ص341-وسائل الشيعه ج15ص307

روی عن الحسین‏بن‏علی(علیهما‏السلام) قال: الِاسْتِدْرَاجُ مِنَ اللَّهِ سُبْحَانَهُ لِعَبْدِهِ أَنْ يُسْبِغَ عَلَيْهِ النِّعَمَ وَ يَسْلُبَهُ الشُّكْر.[1]

Diriwayatkan Imam Husein as berkata: "Istidraj dari Allah Swt kepada hamba-Nya adalah Allah melimpahkan nikmat kepada hamba-Nya dan mencabut syukur darinya (hamba)."

Berikut ini penjelasan Ayatullah Mojtaba Tehrani atas hadis tersebut:

Makna Istidraj

Dalam pertemuan sebelumnya, saya telah menjelaskan banyak riwayat tentang hubungan peristiwa dan kesulitan dengan maksiat dan dosa. Sekarang bukan saatnya menyinggungnya. Riwayat ini berkaitan denganistidraj yang merupakan salah satu bukti kesengsaraan manusia. Imam Husein as dalam riwayat ini mendefinisikan istidraj yaitu bahwa Allah Swt mencurahkan nikmat kepada hamba-Nya, akan tetapi di sisi lain Allah Swt membuat hamba itu tidak mampu mensyukuri nikmat-nikmat tersebut.

 

Mengapa Istidraj?

Sekarang muncul pertanyaan, mengapa Allah Swt melakukan ini dan mencabut kemampuan hamba itu untuk mensyukuri nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya? Allah Swt yang memberi nikmat tersebut lalu mengapa tidak memberikan kesempatan bagi hamba untuk bersyukur? [2] Mengapa Allah Swt tidak memberikan kesempatan bagi hamba-Nya untuk bersyukur? Sebenarnya, mengapa Allah Swt melakukan ini kepada hamba-Nya?

 

Pengingkaran Nikmat-Nikmat

Saya ingin menjelaskan bagaimana istidraj itu bisa terjadi. Meski demikian saya tidak dapat banyak membacakan riwayat dan saya hanya akan menukil satu riwayat saja. Dalam hadis dari Imam Ja'far as-Sadiq as disebutkan [3] bahwa Allah Swt terkadang melimpahkan nikmat-Nya kepada hamba, dan hamba itu menggunakan nikmat itu untuk bermaksiat dan berdosa.

Maksud dari nikmat dalam riwayat tersebut bukan hanya uang, melainkan juga mata, telinga, tangan, kaki dan seluruh daya manusia. Semuanya dalah nikmat dari Allah Swt. Nikmat bukan hanya terbatas pada uang dan emas saja! Bukalah mata kalian dan kenali nikmat-nikmat yang diberikan Allah Swt kepada kalian. Sedemikian banyak nikmat muttasilah dan munfasilah yang dimiliki manusia dan bahkan meliputi seluruh wujudnya. Ini berarti bahwa seluruh wujud manusia pada hakikatnya adalah nikmat dari Allah Swt. Jika manusia menggunakannya untuk bermaksiat, Allah Swt akan memberi kesempatan untuk menebusnya dengan istighfar dan bertaubat.

 

Istidraj Jalan Menuju Kekufuran

Apa yang akan saya katakan berikut ini adalah riwayat dari Imam Sadiq as. Karena waktu yang sedikit, saya tidak bisa menukil seluruh riwayat tersebut. Ayat al-Quran juga menyinggung masalah ini:

« إِنَّما نُمْلي‏ لَهُمْ لِيَزْدادُوا إِثْماً»[4]

Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka

Allah Swt akan memberikan kesempatan apakah mereka akan beristighfar atau tidak! Jika mereka beristighfar maka tidak akan ada masalah, akan tetapi jika mereka tidak beristighfar, maka Allah Swt akan mengulangi pelimpahan nikmat-Nya. Akan tetapi ketika itu, kalian tidak akan lagi diberi kesempatan oleh Allah Swt untuk mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Ini bukan berarti tidak ada peritungan ketika Allah melimpahkan nikmat-Nya.

Ketika seorang hamba berdosa dan sebagai imbalannya dia justru mendapat limpahan nikmat, dia secara perlahan-lahan akan berpikir mengapa dia melakukan sedemikian banyak dosa akan tetapi tidak terjadi apa-apa? Jangan-jangan memang tidak ada apa-apa? Atau mungkin sebenarnya halal dan haram itu tidak ada! Di sinilah manusia itu telah terseret ke jurang kekufuran.

 

Mengapa Kondisi Para Kufar Ideal?

Anda sendiri menyaksikan idealnya kondisi materi kaum kufar. Ini semua adalah karena masalah istidraj. Jika ada orang yang berkata: "Orang-orang kafir meski telah melakukan berbagai kejahatan dan dosa, mengapa mereka tetap hidup tenang dan mewah?" Jawabannya adalah karena Allah Swt telah melakukan istidraj kepada mereka dan mereka tidak diberi kesempatan untuk bersyukur. Hal ini akan sangat merugikan mereka.

 

Sumber Masalah Kaum Muslim

Dari sisi ini, kaum Muslim tidak berbeda dengan kufar, jika mereka diberi nikmat dan menggunakannya untuk bermaksiat dan dosa, maka Allah Swt akan memberi kesempatan kepada mereka untuk bertaubat. Jika mereka bertaubat, alhamdulillah. Akan tetapi jika tidak, maka Allah juga akan mencabut kesempatan untuk mensyukuri nikmat dan dengan demikian mereka terjerat istidraj.

Kesulitan dan masalah yang kita hadapi juga bersumber dari sini. Ketika kita—nauzubillah—menggunakan maksiat untuk bermaksiat, dan kemudian kita menghadapi berbagai masalah, sampai kita sadar dan beristighfar. Masalah dan kesulitan itu adalah hukuman dari Allah Swt untuk menyadarkan kita.

Jika nikmat yang dilimpahkan Allah Swt, kita gunakan untuk bermaksiat dan Allah Swt menjerat kita dengan berbagai masalah untuk menyadarkan kita, akan tetapi kita tidak sadar, tidak bertaubat dan tidak beristighfar, maka ketika itulah kita terjerat istidraj dan—nauzubillah—jika kita terseret hingga ke jurang kekufuran.

 

[1]. بحارالأنوار، ج 75، ص 117

[2]. البته اینجا جای این بحث‏های طلبگی نیست که چرا در روایت می‏فرماید: «یسبغ علیه النعم و یسلبه الشکر»

[3]. بحارالأنوار، ج 5، ص 217؛ (الْعَبْدُ يُذْنِبُ الذَّنْبَ فَيُمْلِي لَهُ وَ يُجَدَّدُ لَهُ عِنْدَهُ النِّعَمُ فَيُلْهِيهِ عَنِ الِاسْتِغْفَارِ مِنَ الذُّنُوبِ فَهُوَ مُسْتَدْرَجٌ مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُ )

[4]. سوره مبارکه آل‏عمران، آیه 178

Amerika Serikat mendukung penuh langkah Turki yang memaksa turun pesawat sipil Suriah di Bandara Esenboga, Ankara.

Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu mengatakan, pesawat tersebut sedang dalam perjalanan dari Moskow menuju Damaskus, Rabu (10/19) petang, waktu setempat. Demikian dilaporkan IRNA pada hari Jumat (12/10).

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Victoria Nuland mengatakan, "Kami sangat mendukung keputusan pemerintah Turki untuk memeriksa pesawat sipil Suriah." Namun, Nuland tidak bisa mengkonfirmasi apa yang telah ditemukan di pesawat tersebut.

"Setiap transfer peralatan militer kepada rezim Suriah saat ini sangat memprihatinkan. Dan kami berharap akan memperoleh hasil pemeriksaan oleh pemerintah Turki," katanya.

Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan mengklaim pesawat SyriaAir membawa 'peralatan dan amunisi' untuk Kementerian Pertahanan Suriah yang tampaknya telah dipasok oleh lembaga ekspor senjata Rusia.

Erdogan menambahkan bahwa beberapa kargo yang disita masih sedang dipelajari dengan teliti oleh pihak berwenang Turki.

Rusia menuntut penjelasan dan menuduh pihak berwenang Turki telah membahayakan keselamatan penumpang, sementara Suriah seraya mengecam langkah itu, menuntut agar Turki mengembalikan kargo yang disita.

Suriah pada hari Kamis menuduh Erdogan berbohong tentang isi kargo tersebut. "Perdana Menteri Turki terus berbohong untuk membenarkan sikap bermusuhan pemerintahnya terhadap Suriah," kata kementerian luar negeri dalam sebuah pernyataan. (IRIB Indonesia/RM/NA)