کمالوندی

کمالوندی

Sabtu, 19 Oktober 2019 19:43

Acara Duka Arbain Bersama Rahbar

Acara duka memperingati Arbain digelar di Huseiniyah Imam Khomeini ra di Tehran, ibu kota Republik Islam Iran, Sabtu pagi, 19 Oktober 2019.


Acara tersebut dihadiri oleh Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei dan para mahasiswa dari berbagai universitas di Iran.


Rahbar dalam acara tersebut mengucapkan terimakasih kepada para mahasiswa dan generasi muda Iran yang telah menyelenggarakan acara-acara duka mengenang kesyahidan Imam Husein as.


Ayatullah Khamenei mengatakan, ketulusan dan penerangan (spiritual) dari kalian yang tercinta sangat berharga.


"Saya selalu berdoa dan memohon kepada Allah Swt agar kami dan kalian senantiasa bisa melangkah dengan mantap di jalan yang lurus, sebab, jika kalian melangkah di jalan yang benar ini dengan mantap dan kukuh, negara dan dunia akan bisa diperbaiki dan umat manusia akan mendapatkan manfaatnya," ujarnya.


Sementara itu, Hujjatul Islam Sa'di dalam pidatonya dalam acara tersebut mengatakan bahwa wacana perlawanan rakyat Iran diambil dari perlawanan Imam Husein as.


Dia mengatakan, kubu arogansi berupaya menggantikan hak dengan yang batil melalui kejahatan propaganda mereka yang sangat banyak, namun Imam Sajjad as dan Sayidah Zainab al-Kubra di Kufah dan Syam telah mengungkap siapa sebenarnya pemerintahan Umayyah melalui pidato-pidato keduanya, dan hari ini, podium dan mimbar kebenaran juga menyampaikan Islam dan revolusi dengan kuat dan mengungkap sistem hegemonik.


Acara kemudian ditutup dengan membaca doa ziarah kepada Imam Husein as oleh Hanif Taheri dan dilanjutkan shalat Dzuhur yang diimami oleh Ayatullah Khamenei.


Arbain adalah peringatan mengenang 40 hari Kesyahidan Imam Husein as, Cucu Baginda Nabi Muhammad Saw yang dibantai oleh pasukan Yazid di Karbala pada tanggal 10 Muharram 61 H.


Tanggal 20 Safar yang tahun ini bertepatan dengan tanggal 19 Oktober 2019 adalah hari Arbain.

Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon Sayid Hassan Nasrullah mengatakan, krisis keuangan saat ini di Lebanon adalah hasil dari belasan tahun, di mana semua pihak harus bertanggung jawab.

Hal itu diungkapkan Sayid Nasrullah dalam pidato memperingati Arbain di Baalbek, timur laut Beirut, ibu kota Lebanon, Sabtu (19/10/2019).

Dia menambahkan, sejumlah pihak dalam pemerintah dan kelompok politik ingin mengelak dari tanggung jawab, dan melimpahkan konsekuensi dari kondisi saat ini ke pundak orang lain. Namun langkah ini  tanda tidak adanya nilai-nilai moral dan kemanusiaan dalam menghadapi nasib rakyat dan negara.

"Sangat memalukan bahwa ada orang-orang yang mengabaikan tanggung jawab, terutama mereka yang mengambil bagian dalam semua kabinet sebelumnya," ujarnya.

Sayid Nasrullah menuturkan, dengan saling membantu, sebuah langkah harus diambil agar ekonomi dan kondisi masyarakat membaik.

"Apa yang terjadi selama beberapa hari ini menegaskan bahwa penyelesaian masalah melalui pajak akan mengakibatkan krisis," imbuhnya.

Menurutnya, dalam situasi saat ini, ada dua bahaya besar; yang pertama adalah keruntuhan finansial dan ekonomi, yang kedua adalah bahaya ledakan populer.

Dia menambahkan, mengangkat isu-isu seperti mengadakan pemilihan parlemen dini, dan pembentukan pemerintahan baru, adalah buang-buang waktu.

"Jika kita bekerja sama, memberikan prioritas pada ekonomi negara, kita akan dapat menyelamatkan negara kita."

Pemerintah ini, lanjut Sayid Nasrullah, harus melanjutkan aktivitasnya dengan cara yang baru, dan mengambil pelajaran dari protes terbaru.

"Hizbullah menghormati aksi protes kalian, dan tidak akan membiarkan negara dan rakyat, serta tidak akan membiarkan Lebanon dihancurkan. Jika Hizbullah turun ke jalan, maka tidak akan ada jalan kembali kecuali memenuhi tuntutan," pungkasnya.

Unjuk rasa di Lebanon
Warga Lebanon di Beirut dan sejumlah kota lainnya berunjuk rasa pada Kamis malam untuk memprotes kenaikan pajak.

Mereka turun ke jalan-jalan memprotes kebijakan  Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri dan mengumumkan akan melanjutkan aksinya.

Menurut jaringan televisi al-Mayadeen, bentrokan antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan pecah di pusat Beirut, ibu kota Lebanon pada Jumat petang. Pasukan keamanan terpaksa menembakkan gas air mata ke arah pengunjuk rasa.

Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon Sayid Hassan Nasrullah mengatakan, partisipasi jutaan peziarah Arbain di Karbala tak tertandingi dalam sejarah.

Dia menambahkan, Amerika Serikat, rezim Zionis Israel dan para arogan dan penindas dunia khawatir menyaksikan pawai jutaan peziarah Arbain.

Hal itu diungkapkan Sayid Nasrullah dalam pidato memperingati Arbain di Baalbek, timur laut Beirut, ibu kota Lebanon, Sabtu (19/10/2019).

"Kehadiran jutaan orang dalam acara Arbain tidak ada yang menyerupainya di dunia. Mereka datang ke Karbala dari berbagai penjuru dunia, bahkan dari Eropa dan Amerika. Pawai ini kembali memperkenalkan kepada masyarakat dunia tentang Imam Husein as dan semangat Huesini," kata Sayid Nasrullah.

Sekjen Hizbullah lebih lanjut menyinggung peristiwa terbaru di Lebanon terutama unjuk rasa yang berakhir ricuh di beberapa lokasi di negara ini. Dia mengatakan, krisis keuangan saat ini di Lebanon adalah hasil dari belasan tahun, di mana semua orang harus bertanggung jawab.

Sayid Nasrullah menuturkan, sejumlah pihak dalam pemerintah dan kelompok politik ingin mengelak dari tanggung jawab, dan melimpahkan konsekuensi dari kondisi saat ini ke pundak orang lain. Namun langkah ini  tanda tidak adanya nilai-nilai moral dan kemanusiaan dalam menghadapi nasib rakyat dan negara.

"Sangat memalukan bahwa ada orang-orang yang mengabaikan tanggung jawab, terutama mereka yang mengambil bagian dalam semua kabinet sebelumnya," ujarnya.

Sayid Nasrullah menuturkan, dengan saling membantu, sebuah langkah harus diambil agar ekonomi dan kondisi masyarakat membaik.

"Apa yang terjadi selama beberapa hari ini menegaskan bahwa penyelesaian masalah melalui pajak akan mengakibatkan krisis," imbuhnya.

Menurutnya, dalam situasi saat ini, ada dua bahaya besar; yang pertama adalah keruntuhan finansial dan ekonomi, yang kedua adalah bahaya ledakan populer.


Dia menambahkan, mengangkat isu-isu seperti mengadakan pemilihan parlemen dini, dan pembentukan pemerintahan baru, adalah buang-buang waktu.

"Jika kita bekerja sama, memberikan prioritas pada ekonomi negara, kita akan dapat menyelamatkan negara kita."

Pemerintah ini, lanjut Sayid Nasrullah, harus melanjutkan aktivitasnya dengan cara yang baru, dan mengambil pelajaran dari protes terbaru.

"Hizbullah menghormati aksi protes kalian, dan tidak akan membiarkan negara dan rakyat, serta tidak akan membiarkan Lebanon dihancurkan. Jika Hizbullah turun ke jalan, maka tidak akan ada jalan kembali kecuali memenuhi tuntutan," pungkasnya.

Warga Lebanon di Beirut dan sejumlah kota lainnya berunjuk rasa pada Kamis malam untuk memprotes kenaikan pajak.

Mereka turun ke jalan-jalan memprotes kebijakan  Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri dan mengumumkan akan melanjutkan aksinya.

Menurut jaringan televisi al-Mayadeen, bentrokan antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan pecah di pusat Beirut, ibu kota Lebanon pada Jumat petang. Pasukan keamanan terpaksa menembakkan gas air mata ke arah pengunjuk rasa. 

Sabtu, 19 Oktober 2019 19:35

Arbain di Kota Suci Karbala

Kota Karbala pada hari Arbain yang jatuh pada hari ini, Sabtu, 20 Safar 1441 H atau 19 Oktober 2019 menjadi tuan rumah jutaan peziarah dari berbagai negara dunia.


Arbain adalah peringatan mengenang 40 hari Kesyahidan Imam Husein as, Cucu Baginda Nabi Muhammad Saw yang dibantai oleh pasukan Yazid di Karbala pada tanggal 10 Muharram 61 H.


Peringatan Arbain di Karbala setiap tahunnya diikuti oleh jutaan peziarah dari kota-kota dan daerah di Irak dan juga dari berbabagai negara dunia, terutama peziarah dari negara-negara Muslim.


Dari Republik Islam Iran, jumlah peziarah mencapai lebih dari dari 3,5 juta orang. Mereka berpartisipasi dalam pawai tahunan Arbain di kota suci Karbala, Irak. 


Setelah para peziarah tiba di Irak, mereka berjalan kaki dari kota Najaf menuju Karbala yang berjarak sekitar 82 km untuk menghadiri acara Arbain Huseini as.  


Penduduk Irak sebagai tuan rumah menyiapkan berbagai pelayanan kepada para peziarah seperti penyediaan makanan dan minuman gratis, dan pelayanan-pelayanan lainnya, termasuk pelayanan medis.


Mereka menyediakan posko-posko (Mokeb) pelayanan peziarah Arbain di berbabagai sudut kota Karbala dan rute perjalanan yang dilalui peziarah dari kota Najaf ke Karbala.


Pasukan keamanan Irak juga dikerahkan di semua pintu masuk ke Karbala untuk menjamin keamanan para peziarah.


Berdasarkan data resmi Irak, sekitar 14 juta peziarah berjalan kaki dari kota Najaf ke Karbala pada tahun lalu, di mana ini merupakan pertemuan keagamaan terbesar di dunia yang terjadi setiap tahun.

Sabtu, 19 Oktober 2019 19:33

Suasana Arbain di Mashhad

Rakyat Republik Islam Iran tenggelam dalam duka untuk meperingati Arbain Huseini as. Mereka mendatangi masjid-masjid, Huseiniyah dan tempat-tempat ziarah untuk memperingati 40 hari kesyahidan cucu tercinta Rasulullah Saw.


Puluhan ribu warga di kota Mashhad, timur laut Republik Islam Iran juga mendatangi kompleks makam Imam Ridha as, cicit Nabi Muhammad Saw. Mereka berziarah, berdoa dan mengikuti peringatan Arbain.


Arbain adalah peringatan mengenang 40 hari Kesyahidan Imam Husein as, Cucu Baginda Nabi Muhammad Saw yang dibantai oleh pasukan Yazid di Karbala pada tanggal 10 Muharram 61 H.


Tanggal 20 Safar yang tahun ini bertepatan dengan tanggal 19 Oktober 2019 adalah hari Arbain. 


Sementara itu, lebih dari 3,5 juta warga Iran berpartisipasi dalam pawai tahunan Arbain di kota suci Karbala, Irak. Jumlah ini berarti 1,2 juta lebih banyak dari jumlah yang dilaporkan tahun lalu.


Peringatan Arbain di Karbala setiap tahunnya diikuti oleh jutaan peziarah dari berbagai negara dunia, terutama peziarah dari negara-negara Muslim. 

Acara duka memperingati Arbain digelar di Huseiniyah Imam Khomeini ra di Tehran, ibu kota Republik Islam Iran, Sabtu pagi, 19 Oktober 2019.

Acara tersebut dihadiri oleh Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei dan para mahasiswa dari berbagai universitas di Iran.

Rahbar dalam acara tersebut mengucapkan terimakasih kepada para mahasiswa dan generasi muda Iran yang telah menyelenggarakan acara-acara duka mengenang kesyahidan Imam Husein as.

Ayatullah Khamenei mengatakan, ketulusan dan penerangan (spiritual) dari kalian yang tercinta sangat berharga.

"Saya selalu berdoa dan memohon kepada Allah Swt agar kami dan kalian senantiasa bisa melangkah dengan mantap di jalan yang lurus, sebab, jika kalian melangkah di jalan yang benar ini dengan mantap dan kukuh, negara dan dunia akan bisa diperbaiki dan umat manusia akan mendapatkan manfaatnya," ujarnya.

Sementara itu, Hujjatul Islam Sa'di dalam pidatonya dalam acara tersebut mengatakan bahwa wacana perlawanan rakyat Iran diambil dari perlawanan Imam Husein as.


Dia mengatakan, kubu arogansi berupaya menggantikan hak dengan yang batil melalui kejahatan propaganda mereka yang sangat banyak, namun Imam Sajjad as dan Sayidah Zainab al-Kubra di Kufah dan Syam telah mengungkap siapa sebenarnya pemerintahan Umayyah melalui pidato-pidato keduanya, dan hari ini, podium dan mimbar kebenaran juga menyampaikan Islam dan revolusi dengan kuat dan mengungkap sistem hegemonik.

Acara kemudian ditutup dengan membaca doa ziarah kepada Imam Husein as oleh Hanif Taheri dan dilanjutkan shalat Dzuhur yang diimami oleh Ayatullah Khamenei.

Arbain adalah peringatan mengenang 40 hari Kesyahidan Imam Husein as, Cucu Baginda Nabi Muhammad Saw yang dibantai oleh pasukan Yazid di Karbala pada tanggal 10 Muharram 61 H.

Tanggal 20 Safar yang tahun ini bertepatan dengan tanggal 19 Oktober 2019 adalah hari Arbain.

Sabtu, 19 Oktober 2019 19:29

Tasua Huseini

 

Imam Shadiq as berkata, Tasua adalah hari ketika Imam Husein as dan sahabat-sahabatnya dikepung di Karbala oleh pasukan Syam. Ibnu Ziyad dan Umar bin Saad bergembira melihat pasukan sebanyak itu mengepung Imam Husein. Mereka mengira hari itu, Imam Husein bersama para sahabatnya sudah lemah dan tidak akan ada lagi yang datang menolong, warga Irak pun tidak akan mendukungnya.

Meski kebangkitan Imam Husein terjadi di hari ke-10 Muharam tahun 61 HQ, di Karbala, namun peristiwa-peristiwa sebelumnya menjadi penyebab kebangkitan tersebut. Semakin dekat ke hari Asyura, kebejatan-kebejatan Yazid bin Muawiyah pun semakin merajalela dan mendorong Imam Husein melakukan kebangkitan bersejarah.

Di antara hari-hari penting sebelum pecahnya kebangkitan Asyura, adalah hari ke-9 Muharam atau Tasua. Di hari ini, terjadi beberapa peristiwa menentukan, pertama, semakin jelas bahwa antara pasukan Yazid pimpinan Umar bin Saad dan pasukan Imam Husein akan terjadi perang, dan seluruh pintu kesepakatan dan kompromi sudah tertutup. Kedua, jelas bahwa perang akan pecah pada hari berikutnya yaitu 10 Muharam.

Umar bin Saad, Komandan pasukan Yazid, karena mengetahui kedudukan tinggi Imam Husein di sisi Rasulullah Saw, berusaha agar beliau, dengan cara tertentu, mau berbaiat kepada Yazid. Dalam pertemuannya dengan Imam Husein, Umar bin Saad diperingatkan akan dampak perbuatannya dan dicegah memerangi dan membunuh keluarga Nabi Muhammad Saw.

Akan tetapi Umar bin Saad bersikeras mendesak Imam Husein berbaiat kepada Yazid karena sudah dijanjikan kekuasaan atas Rei. Setibanya Shimr bin Dzil Jausyan, salah satu komandan pasukan Yazid yang paling bengis, ke Karbala, maka kemungkinan pecahnya perang semakin pasti.

Shimr membawa 1000 pasukan ke Karbala. Sejumlah sumber sejarah mengatakan, jumlah total pasukan Yazid yang dikerahkan ke Karbala diperkirakan mencapai antara 20-30 ribu orang. Di sisi lain, sejak hari ke-7 Muharam, aliran air sudah ditutup bagi para sahabat dan keluarga Imam Husein, dan di hari Tasua, mereka sudah terkepung. Saat itu, sudah tidak ada harapan lagi bagi datangnya bala bantuan yang lebih besar.

Namun yang lebih penting dari pasukan yang dibawa Shimr ke Karbala, adalah sebuah surat yang dibawanya dari Ubaidillah bin Ziyad, penguasa Kufah kala itu. Surat tersebut ditujukan untuk Umar bin Saad yang memerintahkannya untuk meminta baiat dari Imam Husein atau memeranginya.

Ibnu Ziyad juga mengancam Umar bin Saad, jika tidak sanggup melaksanakan perintah, komando laskar akan diserahkan kepada Shimr bin Dzil Jausyan. Terungkap bahwa surat itu ditulis Ibnu Ziyad di bawah pengaruh Shimr. Umar bin Saad yang khawatir pemerintahan Rei lepas dari tangannya, mengumumkan keputusan untuk memerangi Imam Husein.

Langkah konspiratif lain yang dilakukan Shimr di hari Tasua adalah upayanya memisahkan Abbas bin Ali, pembawa panji pasukan Imam Husein dari Imam. Abbas adalah saudara dan penolong yang setia dan berani, Imam Husein. Oleh karena itu, jika ia terpisah dari Imam Husein, berarti pukulan keras atas kebangkitan beliau.

Untuk menjalankan rencana busuknya, Shimr menyiapkan surat jaminan keamanan untuk Abul Fadhl Abbas dan tiga saudaranya, dan berusaha memanfaatkan kesamaan nasab ibunya untuk menarik simpati putra-putra Umul Banin itu. Akan tetapi ketika Shimr memanggil Abbas, ia bahkan tidak menjawabnya sampai Imam Husein memintanya mendatangi Shimr.

Ketika Abbas menerima surat jaminan keamanan dari Shimr dan diminta meninggalkan Imam Husein, dengan marah ia berkata, semoga Allah Swt melaknatmu dan suratmu ini. Tidak mungkin kami berada dalam keadaan aman sementara putra Fathimah terancam.

Jawaban tegas dan berani Abbas menggagalkan rencana Shimr dan ia benar-benar putus asa untuk memisahkan Abul Fadhl dari Imam Husein. Shimr memahami bahwa Abul Fadhl Abbas akan setia dan membela saudaranya sampai titik darah penghabisan, dan keduanya tidak mungkin dipisahkan.

Seiring dengan gagalnya rencana busuk Shimr, Umar bin Saad memerintahkan pasukannya untuk bersiap perang. Setelah mengetahui bahwa musuh bermaksud menyerang, Imam Husein kepada Abul Fadhl Abbas berkata, jika engkau sanggup mintalah mereka untuk menunda perang hingga esok hari dan beri kesempatan kami malam ini untuk bermunajat kepada Allah Swt dan melaksanakan shalat. Allah Swt tahu aku sangat mencintai shalat dan membaca kitab-Nya.

Meski permintaan Imam Husein masuk akal dan manusiawi, namun Umar bin Saad tidak mengabulkannya sampai ia mendengar pendapat beberapa komandan lain dan menunda perang hingga pagi hari Asyura. Malam itu, adalah malam yang penuh dengan keberkahan, spiritualitas dan ibadah kepada Tuhan, di tenda-tenda sahabat Imam Husein.

Di sana, sama sekali tidak ditemukan rasa takut mati dan kecemasan tentang apa yang akan terjadi esok hari, yaitu di hari Asyura. Oleh karena itu, ketika Imam Husein sekali lagi meminta sahabat-sahabatnya meninggalkan dirinya di tengah kegelapan malam, mereka masing-masing menolak dan mengumumkan kesiapan untuk berkorban di jalan Tuhan bersama Imam Husein.

Di setiap peristiwa yang terjadi di hari Tasua, Abul Fadhl Abbas memainkan peran kunci. Dengan demikian, biasanya di hari ke-9 Muharam ini, dikenang keberanian, pengorbanan dan penghormatan atas beliau.

Bukan hanya di Karbala saja Abul Fadhl menaruh hormat dan kecintaan yang besar kepada Imam Husein, bahkan semenjak ia kanak-kanak. Abbas tumbuh di tengah pribadi-pribadi agung seperti Imam Ali, Imam Hasan dan Imam Husein, dan ia mendapatkan limpahan ilmu, makrifat dan keutamaan dari mereka.

Berkenaan dengan Abul Fadhl Abbas, Imam Ali as mengatakan, Abbas putraku sejak kecil belajar ilmu, dan layaknya bayi merpati yang mendapatkan makanan dan minuman dari ibunya, Abbas mendapatkan pengetahuan dariku. Oleh karena itu, Imam Husein memberi penghormatan khusus kepada Abbas dan menjadikannya orang kepercayaan dan sandaran. Imam Husein menyerahkan panji pasukannya kepada Abul Fadhl Abbas.

Hari Asyura adalah momen pertunjukan keberanian, pengorbanan dan perjuangan Abbas bin Ali as. Ia hadir di setiap tempat dan melindungi tenda-tenda. Satu persatu sahabat Imam Husein gugur dan Abbas hanya menunggu waktu untuk terjun ke medan tempur. Tiga saudaranya sudah terlebih dahulu menerjang lautan musuh dan semuanya gugur. Tidak ada seorangpun yang tersisa.

Abul Fadhl Abbas mendatangi saudaranya dan meminta izin untuk bertempur. Menurut sejumlah sumber sejarah, Imam Husein menganggap tugas Abul Fadhl Abbas menjaga tenda-tenda sangat penting, dan tidak mengabulkan permintaannya. Akan tetapi ketika Abbas terlihat memaksa, maka Imam Husein meminta saudaranya itu untuk mengambilkan air minum bagi anak-anak kecil yang kehausan.

Tugas ini sungguh berat dan berbahaya, karena aliran air dijaga sekitar 4000 tentara musuh sehingga tak ada seorangpun yang bisa mendekatinya. Namun Abbas yang selalu taat pada perintah Imam Husein, dan hatinya teriris melihat anak-anak dan perempuan kehausan, ia menyerang musuh untuk mendapatkan air minum dan berhasil memenuhi qirbahnya.

Namun, ketika kembali, ia dihadang sejumlah banyak pasukan musuh. Saat itu Abbas menegaskan bahwa dirinya siap menyambut syahadah dan tidak takut menghadapi sulitnya pertempuran. Pejuang pemberani itu berhasil memporakporandakan barisan musuh dan membuka jalan untuk dirinya. Namun tiba-tiba salah seorang musuh menyabetkan pedangnya tepat ke tangan kanan Abbas hingga putus.

Abbas berteriak, demi Allah Swt sekalipun kalian putus tangan kananku, aku akan terus membela agama dan Imamku, putra Rasulullah Saw yang suci dan terpecaya. Musuh yang semakin beringas, memutus tangan kiri Abbas dan akhirnya memukulkan besi ke kepala Abbas hingga ia tersungkur ke tanah. Imam Husein yang menyaksikan peristiwa itu dari jauh, dengan cepat mendatangi saudaranya dan berkata, sekarang kalian telah mematahkan tulang punggungku dan kesempatanku tinggal sedikit.

Pernyataan Imam Husein ini menunjukkan kedudukan tinggi Abul Fadhl Abbas di sisinya. Imam Sajjad putra Imam Husein terkait pamannya Abbas mengatakan, semoga Allah Swt merahmati Abbas pamanku, ia telah berkorban dan berjuang dengan sebenar-benarnya, perang menyebabkan tangannya putus dan mengorbankan jiwa untuk saudaranya.

Imam Sajjad menuturkan, Allah Swt membalas seluruh pengorbanan ini dengan memberikan dua sayap kepadanya, sehingga ia bisa terbang bersama para malaikat di surga, seperti pamanku Jafar At Thoyar. Sesungguhnya Abul Fadhl Abbas di sisi Tuhan memiliki kedudukan tinggi yang membuat iri seluruh syuhada di Hari Kiamat kelak dan mereka berharap bisa mencapai kedudukan itu.

Sabtu, 19 Oktober 2019 19:28

Tragedi Asyura dalam Budaya Nusantara

Keragaman budaya Nusantara diwarnai dengan fakta corak keislaman yang tidak tunggal. Meskipun Islam di Indonesia mayoritasnya penganut Ahlussunah wal Jamaah, tapi banyak ditemukan jejak kebudayaan yang menunjukkan kebhinekaan dengan kehadiran mazhab lain.

Fakta kebudayaan mengindikasikan ajaran Syiah sudah mengakar dalam budaya Indonesia dan tidak bisa dipisahkan dari identitas keislaman Nusantara. Bahkan sebagian peneliti seperti Nurbaiti, penulis buku "Aceh Gerbang Masuknya Islam ke Nusantara", meyakini Syiah sebagai mazhab yang pertama kali masuk ke Indonesia.

Indikasinya dilihat dari beberapa peninggalan Syiah di Aceh, antara lain Kerajaan Peurlak sebagai kerajaan Islam pertama di Aceh yang didirikan orang pribumi dan para pendatang asing bermazhab Syiah. Meskipun demikian, pandangan ini dibantah oleh ahli lain seperti Buya Hamka yang menilai Sunni sebagai mazhab pertama kali yang masuk ke Nusantara.

Terlepas dari kontroversi tersebut, kehadiran Syiah tidak bisa dipungkiri eksistensi dan peran pentingnya dalam kebudyaaan Nusantara. Peninggalan Syiah sangat banyak ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Misalnya, di Aceh ditemukan budaya penghormatan terhadap Ahlul Bait, tradisi asyura, lagu pujian terhadap Ahlul Bait, dan tarian seperti Saman hingga manuskrip penting yang menceritakan tragedi Asyura.

Berbagai manuskrip kuno Nusantara menunjukkan fakta penting mengenai tradisi Asyura dalam kebudayaan Nusantara. Misalnya, dua naskah penting yang berkaitan dengan penghormatan terhadap Ahlul Bait, seperti Naskah Kisah Hasan dan Husain. Dalam masyarakat Aceh, khususnya di wilayah Pidie, naskah-naskah seperti ini dibaca dan dikenal luas.

Selain itu, Hikayat Muhammad Hanafiyyah karya Muhammad Ikhram Fadhly Hussin menunjukkan dengan jelas tradisi Asyura dan kepahlawanan Imam Husein dan keluarganya melalui narasi Hanafiyyah. Kitab ini terdapat dalam koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, berjudul Hikayat Muhammad Ali Hanafiyyah dengan nomor panggil ML 446, yang terletak di lantai 5B, bercerita tentang bagaimana pada 10 Muharam atau Hari Asyura, cucu Nabi, Imam Husein telah syahid.

Muhammad bin al-Hanafiyyah adalah putra Ali bin Abi Thalib. Di kalangan bangsa Melayu, Muhammad Hanafiyyah mewakili citra perwira Islam yang sempurna sejak pada masa kejayaan kerajaan Pasai dan Melaka.

Hikayat setebal kurang lebih 4 cm, lebar 17,5 cm, panjang 25,6 cm dan diperkirakan berumur sekitar 4 abad ini masih terawat rapi. Meski tampak lusuh namun isinya masih tetap dapat dibaca. Dengan menggunakan huruf Arab pegon dan bahasa Melayu, Hikayat dari abad ke 13-15 M ini menjadi bukti nyata bahwa peringatan Asyura dan kisah tentang kesyahidan Imam Husein telah ada di negeri kita sejak awal masuknya Islam ke Nusantara.

Dalam kitab ini, kisah kesyahidan Imam Husein pada 10 Muharam dijelaskan di halaman 186 baris ke enam hingga halaman 187. Di kitab tersebut tertulis bahwa pasukan Yazid membantai Imam Husein di padang Karbala. “Amir Husein di padang Karbala dikerubungi oleh segala kaum munafik. seperti orang memetik kembang, kepalanya pun diperceraikan daripada badannya.”

Sementara di halaman 190 Hikayat Muhammad Ali Hanafiyyah itu dikisahkan saat Imam Husein tiba di padang Karbala dengan paparan sebagai berikut:

“Diceritakan Amir Husein pun bertanya, hai tolongku apa nama padang ini? Maka kata segala sahabatnya, junjunganku padang inilah padang Karbala. Maka kata Amir Husein, wah inilah padang tempat kematianku itu, karena sabda Rasulullah saw, bahwa kematian Husein itu kepada padang Karbala, maka kata Amir Husein, qolu innalillahi wa inna ilaihi roji’un.“

Bukan hanya cerita tentang Imam Husein yang syahid di padang Karbala saja, Hikayat ini pun menjelaskan tentang acara peringatan 10 Muharam atau Asyura pada masa itu di berbagai daerah di Nusantara yang dalam pelaksanaannya terbagi menjadi dua jenis.

Peringatan pertama yang berlangsung sederhana dilakukan di sejumlah wilayah di Nusantara seperti di pulau Jawa, Madura, Sulawesi Selatan dan Aceh. Di Jawa dan Madura peringatan 10 Muharram atau Asyura disebut dengan Hari Suro atau Asuro.

Sementara di Aceh, Asyura disebut dengan hari Hasan dan Husin, yang pada malam harinya diadakan pengajian atau majlis dengan mendengarkan pembacaan Hikayat Muhammad Ali Hanafiyyah yang menceritakan tentang tragedi Karbala.

Peringatan yang kedua adalah peringatan yang lebih mirip dengan di Iran atau India. Bentuk perayaan seperti ini dapat dijumpai di Sumatera Barat dan Bengkulu yang dimulai sejak abad ke-18 M, ketika Inggris menguasai Bengkulu dan membawa banyak warga Muslim Syiah dari daratan India.

Perayaan yang dilakukan dengan arak-arakan Tabut, melambangkan kesyahidan Imam Husein dengan diiringi rombongan musik yang melambangkan pasukan Imam Husein. Terkait tradisi Tabut di Bengkulu, pengamat budaya, Zainab menjelaskan:

Perayaan Asyura yang disebut Tabuik di Kota Pariaman Sumatera Barat dilaksanakan tiap 1 hingga 10 Muharram. Warga Pariaman, Sumatera Barat, mengawali tahun baru Hijriyah dengan menggelar ritual budaya Tabuik. Prosesi tersebut dilakukan dalam dua kelompok yaitu kelompok tabuik Pasa dan kelompok tabuik Subarang yang akan diiringi oleh arakan serta ditemani dengan dentuman gandang tasa.

Ritual yang digelar awal Muharram itu dimulai dengan upacara "maambiak tanah," pengambilan tanah dari dasar sungai yang berbeda dan berlawanan arah oleh dua kelompok Tabuik. Prosesi itu dilakukan oleh seorang laki-laki dari keluarga pengurus tabuik. Dia mengenakan pakaian putih, melambangkan kejujuran kepemimpinan Husein, cucu Nabi Muhammad Saw.

Menurut Tuo (sesepuh) Tabuik, Nasrul Syam, ritual ini tidak hanya sekedar pengambilan tanah saja, tetapi merupakan simbol dari pengambilan jasad Husein yang mati syahid dalam perang Karbala melawan penguasa Yazid Bin Muawiyah.

Kemudian, Tanah yang diambil tersebut kemudian dibungkus dengan kain putih seolah-olah mengafani jasad Husein, lalu dimasukkan ke dalam panci yang kemudian juga dibungkus dengan kain putih. Kemudian panci yang sudah dibungkus kain putih tersebut akan diletakkan di Daraga (tempat pembuatan tabuik).

Sejarawan Minangkabau Muhammad Ilham Fadli menilai Tabuik dan pengaruhnya Syi'ah di Minangkabau adalah realitas sejarah yang tak bisa dipungkiri. Dosen sejarah UIN Imam Bonjol mengungkapkan bahwa dalam konteks sosiologis, simbol-simbol budaya semacam Tabuik tidak bisa dipisahkan dari realitas sosial historis sebuah masyarakat.

Jika di Sumatera ada tradisi Tabuik dan Tabut memperingati Asyura, di Jawa, pada bulan Muharam, para tetangga saling berkirim 'bubur Sura' atau 'jenang Suro', sebuah makanan khas Asyura. Bubur dengan warna putih sebagai simbol kesucian, dan warna merah menjadi simbol kesyahidan Imam Husein yang dibantai Yazid di padang Karbala.

Sabtu, 19 Oktober 2019 19:26

Revolusi Asyura, Simbol Abadi Heroisme

Karbala adalah sebuah nama tempat di Irak. Mungkin bisa dikatakan bahwa tidak ada revolusi dalam sejarah Islam, dari segi bentangan geografi dan durasi kejadian lebih kecil dan lebih singkat dari revolusi Karbala. Dalam peristiwa ini, 72 pembela Imam Husein as berdiri tegak melawan 30.000 pasukan musuh. Peristiwa ini adalah bagian dari sejarah Islam yang paling menggemparkan dan berpengaruh. Di wilayah geografis yang kecil ini, semua keindahan, keagungan, dan nilai-nilai kehidupan tampak dengan

Kisah peristiwa terbesar dalam sejarah mulai ditulis ketika matahari menerangi semesta pada Hari Asyura. Pada subuh hari, Imam Husein as mulai menyusun formasi pasukannya. Setelah shalat Subuh, ia membagi pasukannya dalam tiga regu yang terdiri dari 32 penunggang kuda dan 40 berjalan kaki. Regu pertama berada di sektor Maimanah, regu kedua di sektor Maisarah, dan regu ketiga disiagakan di tengah-tengah.

Komando sektor Maimanah dipegang oleh Zuhair bin Qain, komando sektor Maisarah oleh Habib bin Madhahir, dan sektor tengah dikepalai oleh Imam Husein as sendiri. Ia kemudian menyerahkan panji pasukan kepada saudaranya, Abbas bin Ali atau yang lebih dikenal Qamar Bani Hashim, sementara kemah-kemah berada di belakang pasukan.

Umar bin Sa'ad juga membagi pasukan bejatnya menjadi beberapa kelompok. Kedua pasukan sudah saling berhadapan dan bersiap untuk memulai pertempuran yang menentukan. Husein bin Ali as telah berusaha keras untuk mencegah perang dan terbunuhnya orang-orang Muslim. Ia mencoba segala cara untuk mencegah perang dan tumpahnya darah siapapun di bumi.

Tapi musuh –yang bangga atas banyaknya jumlah mereka dan sedikitnya pendukung Husein as– sudah tidak menggubris cara apapun dan tidak menanggapi positif usulan apapun. Pada Hari Asyura, Imam bahkan mengirim beberapa sahabatnya untuk berbicara dengan pasukan musuh dan dengan cara menjelaskan kebenaran dan realita, mencegah mereka dari melakukan kejahatan.

Ia sendiri juga berulang kali maju ke depan untuk menasehati pasukan musuh dan dengan khutbah yang mencerahkan, menyeru mereka untuk menjaga ketenangan dan tidak menumpahkan darah. Tapi menurut Imam, makanan haram telah menghalangi mereka untuk memahami kebenaran, tetap berada dalam kesesatannya, dan bersikeras untuk memulai perang.

Umar bin Sa'ad resmi memulai perang dengan melepaskan anak panah ke arah pasukan Imam Husein as dan memerintahkan tentaranya untuk menyerbu barisan pasukan Imam. Dalam waktu singkat, kedua pasukan saling mendekat dan terlibat pertempuran sengit. Dalam pertempuran ini, keajaiban sejarah terjadi dan perimbangan militer runtuh yaitu; pertahanan tentara yang kurang dari seratus orang, di mana sebagian dari mereka adalah remaja atau orang tua, terhadap sebuah pasukan dengan kekuatan puluhan ribu personel.

Pejuang yang sedikit ini, dengan keberanian dan kegagahannya, membela dan melindungi semua martabat dan eksistensinya, keyakinan dan prinsip-prinsip agama dan politiknya, dan tidak tunduk pada musuh. Para sahabat setia Imam Husein as adalah contoh nyata dari firman Allah ini, "Dan orang-orang yang bersama dengan dia (Muhammad) adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang dengan sesama."

Di Karbala, hati para sahabat Imam Husein as dipenuhi dengan rasa cinta kepada Tuhan. Dalam kondisi sulit itu, keikhlasan dan ketabahan mereka belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah dunia. Seorang Orientalis Jerman, Marbien mengatakan, "Al-Husein telah memberi dunia pelajaran pengorbanan dengan mengorbankan orang-orang yang paling ia cintai dan dengan membuktikan kebenaran alasannya, juga penindasan dan ketidakadilan yang harus ia hadapi. Dia membuat Islam dan kaum Muslim masuk ke dalam buku-buku sejarah."

Para sahabat Imam Husein dengan mulia menjemput syahadah atau dengan melanjutkan perlawanan, membuat musuh berjatuhan dan mati konyol. Anggapan musuh pada awalnya adalah bahwa pasukan kecil Imam Husein pada detik-detik pertama serangan besar-besaran, akan hancur total dan perang Karbala akan mudah berakhir, tapi setelah terlibat perang dengan mereka, musuh baru menyadari bahwa mereka menghadapi gunung yang kokoh dari iman dan keyakinan, dan tidak mudah mengalahkannya.

Para sahabat Imam Husein melanjutkan pertempuran dari pagi sampai petang Asyura, dan membela Husein as sampai tetesan darah penghabisan. Musuh yang tidak memperoleh hasil apapun dalam serangan habis-habisan, secara bertahap mulai beralih ke perang satu lawan satu. Karena, meskipun semua pasukan Umar bin Sa'ad datang untuk berperang dengan Imam Husein, namun di antara mereka ada banyak pria yang tidak suka menghunus pedang atas putra Rasulullah Saw, dan mereka dengan terpaksa bergabung dalam barisan pasukan Umar bin Sa'ad.

Untuk alasan ini, mereka ragu-ragu ketika melakukan serangan habis-habisan dan perang terbuka, dan mereka membuat Umar bin Sa'ad gagal untuk mencapai tujuan jahatnya. Disebutkan bahwa perang perorangan lebih menguntungkan pasukan Imam Husein as yang berjumlah kecil. Dalam kondisi ini, masing-masing sahabat Imam pasti bisa melawan beberapa tentara musuh dan menempatkan mereka pada posisi pasif.

Para sahabat Imam Husein, satu per satu –dengan motif membela sosok yang disebut oleh Nabi Saw sebagai pemuda penghulu surga, dan dengan keimanan dan keyakinan yang kuat– meminta izin untuk bertempur kepada Imam dan setelah terlibat perang sengit, mereka menyambut syahadah dengan mulia.

Pada Hari Asyura, para pembela Husein as menciptakan pemandangan yang indah dari cinta dan pengorbanan. Masing-masing berlomba untuk menjemput mati syahid dan mereka menegaskan kesetiaannya kepada putra Fatimah as bahwa jika mereka memiliki beberapa nyawa, mereka akan mengorbankannya untuk Husein dan untuk tujuan sucinya.

Ketika salah satu dari mereka terjun ke medan perang, ia pertama-tama membabat pasukan musuh dengan kekuatan iman dan perlawanannya, dan membela Husein as dengan gagah berani. Saat Imam Husein as menghampiri tubuh sahabatnya yang terluka, sang sahabat bertanya untuk terakhir kalinya, "Wahai Husein, apakah engkau rela atasku?" Dan Husein pun meyakinkannya bahwa mereka semua tidak ada bandingan dalam kesetiaan dan pengorbanan.

Imam Husein akhirnya terjun ke medan perang dengan gagah berani dan jiwa ksatria. Darah Muhammad Saw, Ali dan Fatimah mengalir dalam pembuluh darahnya. Husein kembali membuktikan bahwa ia telah melakukan apapun demi menyelamatkan umat dari kebodohan dan tipu daya. Ia bertempur dengan gagah dan mengingatkan bahwa kebangkitannya semata-mata untuk meluruskan agama kakeknya.

Kehebatannya mengingatkan pasukan musuh pada keberanian Ali as. Tapi, kerakusan akan kedudukan dan harta, membuat mata musuh tidak mampu melihat kebenaran. Sinar matahari perlahan mulai menyingsing dan sebuah peristiwa besar terjadi di Padang Karbala. Darah suci Husein, putra Nabi Muhammad Saw, telah memerahkan tanah Karbala dan kepala Husein berada di ujung tombak musuh.

Kebangkitan Husein as, yang dibarengi dengan rasionalitas dan kearifan, dilakukan untuk melindungi martabat manusia dan agama Islam. Kebangkitan ini penuh dengan nilai-nilai moral dan kemanusiaan. Oleh karena itu, berabad-abad telah berlalu dari kebangkitan Huseini dan revolusi Karbala, tapi nama dan kenangan akan pengorbanan dan epik ini tetap abadi dalam kalbu dan lembaran sejarah.

Husein as akan dikenang selamanya dan kebangkitannya akan tetap membara. Kesyahidan Imam Husein pada Hari Asyura –demi membela kebenaran dan keadilan– telah menciptakan sebuah kisah cinta yang indah dan abadi dalam sejarah dan mengilhami orang-orang Muslim dan semua manusia merdeka untuk memperingati epik besar ini.

Dapat dikatakan bahwa hari ini Asyura adalah modal untuk persatuan dan kesolidan bangsa-bansga Muslim. Pada hari-hari ini, masyarakat Muslim seolah-olah menemukan kembali kekompakan mereka dalam sebuah simfoni yang besar dan harmonis, mereka semua meneriakkan slogan-slogan untuk menuntut kebenaran dan melawan penindasan.

Turut berduka cita atas gugur syahidnya pemimpin manusia merdeka di dunia dan para sahabat setianya.

Bulan Muharram selalu mengingatkan kita pada perjuangan Imam Husein as dan para sahabatnya untuk menegakkan kebenaran dan melawan kebatilan.

Revolusi Asyura selalu dikenang dan diperingati meski telah berlalu selama berabad-abad. Nama Imam Husein as dan para sahabatnya selalu dikenang di dunia dan sampai sekarang banyak karya ditulis tentang kebangkitan ini oleh para pemikir Syiah dan Sunni serta ilmuwan Timur dan Barat.

Mereka mengupas faktor-faktor yang menyebabkan kebangkitan Imam Husein, pesan-pesan, pelajaran, dan aspek-aspek lain dari peristiwa ini. Namun tetap masih menyisakan pertanyaan yaitu mengapa setelah wafatnya Rasulullah Saw, para penguasa Bani Umayyah dan pendukungnya dapat menciptakan sebuah tragedi besar Asyura serta menuding Imam Husein dan pengikutnya telah keluar dari Islam, dan menawan keluarga sucinya?

Penguasa Umayyah kemudian menggiring keluarga Nabi Saw yang ditawan ke berbagai kota, pasukan Umayyah menyerang kota Madinah dan Makam Rasul, melakukan pembantaian massal, merampas kehormatan kaum wanita Madinah, dan kemudian melanjutkan serangan ke Mekkah dan membakar Ka'bah.

Tentu tidak mengherankan jika tragedi itu dilakukan oleh imperium dan poros kekuatan kala itu yaitu Iran dan Romawi, atau oleh para pengikut agama lain. Namun, tragedi Karbala dilakukan oleh sebuah kelompok yang mengatasnamakan Islam dan dengan dukungan banyak orang Muslim, mereka membunuh anggota keluarga Rasul Saw dan para sahabatnya dengan cara yang paling keji.

Untuk itu, sangat penting untuk mengkaji akar tragedi ini, bagaimana ia bisa terjadi, dan siapa saja yang memolopori peristiwa yang menjadi noktah hitam dalam sejarah Islam ini?

Di dunia ini, manusia selalu menghadapi berbagai bencana alam, sosial, politik, budaya, ekonomi, dan sejarah. Semua peristiwa ini terjadi berdasarkan sistem penciptaan yaitu hukum sebab-akibat. Apa yang tampak di hadapan kita adalah akibat dan apa yang tersembunyi di balik itu adalah sebab.

Para intelektual dan pemikir yang bijak dan visioner, tidak pernah puas dengan hanya melihat dimensi lahiriyah dari sebuah peristiwa, tetapi dengan melihat akibat, mereka berusaha untuk mencari sebab dan menguak tabirnya. Mereka kemudian mencapai hakikat sesuatu yang tidak pernah terbayang oleh masyarakat awam. Misalnya dengan jatuhnya buah apel dari pohonnya, muncul pertanyaan bagi Isaac Newton, mengapa apel ini jatuhnya ke bawah?

Newton mulai mencari sebab di balik peristiwa itu dan melalui sebuah penelitian, ia menemukan teori gravitasi bumi.

Ilustrasi shalat zuhur terakhir Imam Husein as dan para sahabatnya di Karbala.
Al-Quran menyeru orang-orang yang bijak dan berakal untuk mencari akar dan sebab dari peristiwa yang terjadi di alam ini sehingga menyingkap rahasianya. Para pemikir diajak untuk menyelami hakikat sesuatu dan dengan pemahaman yang dalam ini, mereka bisa memberikan makna dan tujuan untuk kehidupan di alam ini.

Pemahaman seperti ini membantu mereka menyingkirkan keraguan dalam menghadapi setiap peristiwa dan tidak pernah berputus asa atas jalan yang sudah dipilihnya.

Salah satu perkara yang menjadi perhatian serius al-Quran adalah masalah nasib bangsa-bangsa lampau dan pelajaran yang dapat diambil dari mereka. Al-Quran mengisahkan sejarah bangsa-bangsa terdahulu dan sebab-sebab kejatuhan atau kedigdayaan mereka. Misi al-Quran tentu saja bukan hanya menyampaikan cerita, tetapi mengajak pembacanya untuk melakukan analisa yang rasional dan penelitian serta mengkaji titik kekuatan dan kelemahan sehingga bisa mencegah terulangnya peristiwa pahit dalam sejarah.

Salah satu kisah yang sering disebut al-Quran adalah nasib Bani Israil. Apakah pengulangan kisah mereka terjadi tanpa sebab? Apakah kita memperoleh pelajaran dan menyingkap rahasia dari kisah-kisah itu jika tanpa meneliti sebab-sebabnya?

Rasulullah Saw memberikan jawaban atas pertanyaan mendasar ini ketika menyinggung tentang masyarakat Muslim di permulaan Islam. Beliau bersabda, "Sesunguhnya kalian akan mengikuti kebiasaan umat-umat sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sedepa demi sedepa, sehingga seandainya mereka masuk lubang dhab (sejenis kadal), niscaya akan kalian ikuti.” Para sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, (maksudmu) orang-orang Yahudi dan Nasrani?" Beliau menjawab, "Lalu siapa lagi? Kalian akan mematahkan pegangan Islam satu demi satu. Hal pertama yang kalian rusak adalah amanah dan yang terakhir shalat."

Benar, salah satu tabiat Ahlul Kitab adalah berulang kali melanggar janji-janji Allah Swt, dan sebagian orang Muslim di permulaan Islam melakukan taklid buta kepada mereka. Rasulullah bersabda, "Kalian juga akan mematahkan pegangan Islam satu demi satu."

Menariknya, Rasul Saw berkata bahwa hal pertama yang dipatahkan oleh mereka adalah amanah yaitu sebuah fakta pahit yang disinggung oleh al-Quran,

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui." (QS: al-Anfal, ayat 27)

Ada beberapa poin yang perlu diperhatikan dalam ayat ini yaitu: ayat tersebut tidak ditujukan untuk orang-orang kafir dan musyrik, jika ini untuk mereka, tentu kita tidak perlu heran. Karena hakikat mereka sudah jelas dan wajar bagi mereka untuk mengkhianati Allah dan Rasul-Nya. Hal yang mengejutkan di sini adalah bahwa Allah berbicara kepada orang-orang yang secara lahiriyah beriman dan pada saat yang sama mengkhianati Allah dan Rasul-Nya.

Hadis Tsaqalain.
Dari beberapa ayat lain dapat disimpulkan bahwa maksud Tuhan adalah orang-orang munafik yang mengaku beriman, tetapi imannya tidak tulus. Allah Swt berfirman, "Di antara manusia ada yang mengatakan, Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian,' padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman." (QS: al-Baqarah, ayat 8)

Pada dasarnya, orang yang beriman secara jujur dan ikhlas mustahil akan mengkhianati Allah dan Rasul-Nya.

Poin lain dalam ayat tersebut adalah bahwa Allah berfirman, "… kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui." Artinya, pengkhianatan ini bukan karena ketidaktahuan dan kebodohan, tetapi berkhianat dengan pengetahuan dan kesadaran. Poin terakhir adalah mengenai larangan berkhianat terhadap "amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu."

Lalu, apa yang dimaksud dengan amanah-amanah yang dipercayakan itu? Para ulama tafsir mengutip berbagai contoh dari amanah tersebut seperti rahasia militer, politik, ilmiah, dan sirah Rasulullah Saw, tetapi maksud yang paling tepat dari kata amanat dalam ayat itu adalah sabda Rasul sendiri yang disampaikan kepada para sahabatnya.

"Aku akan mendahului kalian di al-haudh (telaga) Kautsar dan kalian (jika mendapatkan kelayakan) juga akan bersamaku di samping telaga itu. Aku meninggalkan dua pusaka berharga sebagai amanah di tengah kalian, maka lihat dan perhatikan bagaimana kalian memperlakukan kedua (amanah) ini setelahku."

Kemudian seorang sahabat bangkit bertanya, "Wahai Rasulullah, manakah dua amanah yang berharga itu?" Beliau menjawab, "Pertama Tsiql Akbar yaitu kitab Allah, maka berpegang teguhlah kepadanya agar kalian tidak sesat dan satu lagi adalah Tsqil Asghar yaitu Ahlul Bait dari keturunanku ('Itrahku), dan Allah telah memberitahu kepadaku bahwa sesungguhnya keduanya tidak akan terpisah sampai mendatangiku di telaga Kautsar. Janganlah kalian mendahului dan meninggalkan mereka, maka kalian akan bisana."