
کمالوندی
Surat Shaad ayat 79-83
قَالَ رَبِّ فَأَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ (79) قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ (80) إِلَى يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ (81)
Iblis berkata, “Ya Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan.” (38: 79)
Allah berfirman, “Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh. (38: 80)
Sampai kepada hari yang telah ditentukan waktunya (hari Kiamat).” (38: 81)
Pada pembahasan sebelumnya telah dikupas mengenai sikap Iblis yang tidak mau bersujud kepada Adam, padahal Allah swt telah memerintahkannya. Masalah Iblis bukan sekedar tidak bersedia untuk bersujud kepada Adam, tapi berupaya untuk menjustifikasi sepak terjangnya yang menentang perintah Allah tersebut.
Alih-alih bertaubat atas perbuatan dosanya itu, Iblis justru mengatakan bahwa dirinya tidak mau bersujud kepada Adam karena merasa lebih utama darinya. Perbuatan Iblis tersebut menjadikannya dikeluarkan dari barisan malaikat.
Di ayat ini, Iblis meminta penangguhan waktu kepada Allah swt hingga hari Kiamat dan usianya dipanjangkan hingga akhir zaman. Panangguhan waktu ini dilakukan Iblis bukan untuk menebus dosanya, tapi justru untuk membalas dendam kepada manusia dengan menggodanya supaya tergelincir dari jalan kebenaran. Iblis kembali melakukan kesalahan dengan menyalahkan manusia yang menurutnya menjadi penyebab keluar dari surga.
Penangguhan waktu yang diminta Iblis akhirnya dikabulkan oleh Allah swt hingga waktu yang ditentukan-Nya, bukan hari Kiamat. Maksud dari waktu ini adalah akhir kehidupan manusia di muka bumi, atau hari kemenangan hujah terakhir Allah swt di dunia ini, yaitu Imam Mahdi.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sifat sombong dan takabur menyebabkan Iblis meminta penangguhan waktu untuk membalas dendam kepada manusia, dari pada memohon ampunan dari Allah swt.
2. Allah swt dengan mudah memberikan umur yang panjang kepada sebagian makhluk hidup dengan mempertimbangkan kemaslahatannya.
3. Masalah iblis bukan tidak mengenali Allah maupun Kiamat, tapi sifat takabur yang menyebabkannya menentang perintah Allah swt.
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (82) إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (83)
Iblis menjawab, “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya. (38: 82)
Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.” (38: 83)
Setan meminta umur panjang kepada Allah swt bukan untuk menebus kesalahannya, tapi untuk menggoda manusia dan menyelewengkan jalan hidupnya.
Di ayat ini, setan bersumpah dengan kekuasaan Allah akan menyesatkan semua manusia demi menunjukkan bahwa manusia lemah dan tidak berdaya menghadapi ajakannya.Tapi setan tidak berhasil menyelewengkan jalan orang-orang yang ikhlas beribadah kepada Allah swt. Sebab, hamba-hamba Allah yang Mukhlis tidak akan terpengaruh oleh godaan setan. Masalah ini juga ditegaskan di ayat 20 surat Saba yang menegaskan bahwa sebagian manusia tidak terpengaruh oleh godaan setan.
Mengenai hikmah diberikannya penangguhan waktu dari Allah swt kepada iblis dengan memberinya umur panjang yang dipergunakan untuk menggoda manusia, terdapat sejumlah pendapat. Tapi secara umum menunjukkan bahwa Allah menciptakan manusia sebagai makhluk bebas dan memiliki ikhtiar untuk memilih jalan hidupnya sendiri.
Di sisi lain, Allah swt menghendaki manusia mencapai kesempurnaan yang diperoleh dengan kerja keras dan usaha tak kenal henti. Sebab, untuk mencapai kesempurnaan dalam masalah ilmu pengetahuan saja membutuhkan kerja keras dan menempuh berbagai rintangan yang menghadang, demikian juga dengan kesempurnaan spiritual manusia.
Setan menggoda manusia dengan mempengaruhi hawa nafsu yang ada dalam dirinya. Sebagian manusia mengikuti ajakan setan dan menjadi pengikutnya. Tapi sebagian lain tetap teguh menempuh jalan kebenaran, tanpa memperdulikan bisikan setan.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Manusia sepanjang hidupnya senantiasa berada dalam bahaya godaan setan, dan jangan pernah melalaikannya. Sebab iblis bersumpah untuk menyelewengkan manusia dari jalan kebenaran.
2. Terkadang sebuah dosa menjadi pembuka dari dosa lainnya yang lebih besar. Setan melakukan dosa karena tidak mau bersujud kepada Adam, meskipun diperintah oleh Allah swt. Dosa ini menjadi pembuka bagi dosa lain yang lebih besar dengan menjadi penggoda manusia sepanjang zaman.
3. Menyucikan diri dari selain Allah dan ikhlas dalam beramal menjadi syarat keterjagaan manusia dari godaan setan.
Surat Shaad ayat 75-78
قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ (75) قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ (76)
Allah berfirman, “Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?" (38: 75)
Iblis berkata, “Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (38: 76)
Pada pembahasan sebelumnya telah dikupas mengenai perintah Allah swt kepada malaikat supaya bersujud kepada manusia pertama. Seluruh malaikat bersujud kepada Adam karena menaati perintah Allah. Tapi iblis menolak menaati perintah Allah tersebut.
Sifat sombong dan takabur yang ada dalam diri Iblis menyebabkan turun derajat dari posisi sebagai makhluk yang taat dan rajin beribadah menjadi makhluk yang menentang Allah swt.
Iblis tidak mau bersujud kepada Adam karena merasa lebih unggul disebabkan diciptakan dari api, sedangkan Adam dari tanah. Menurutnya, api lebih utama dari tanah. Oleh karena itu mereka tidak mau bersujud kepada Adam, meskipun itu perintah Allah swt langsung.
Mengenai perbandingan yang dikemukakan iblis ini terdapat sejumlah poin yang bisa kita soroti antara lain:
Pertama, perbandingan ini tidak memiliki dasar yang kuat. Sebab secara logis dan rasional tidak ada yang bisa membuktikan bahwa api lebih utama dari tanah.
Kedua, anggap saja seandainya iblis lebih utama dari Adam, ia tentu tidak akan membantah perintah Allah swt yang memerintah untuk bersujud kepada Adam.
Ketiga, perintah bersujud kepada Adam bukan karena jasmaninya yang dibuat dari tanah, tapi karena ruhaninya yang ditiupkan dengan ruhani ilahi. Dari aspek inilah manusia lebih utama dari makhluk lainnya.
Dari dua ayat tadi terdapat lima poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang-orang yang bersalah dan kriminal harus diberikan kesempatan untuk menyampaikan motif dan akar kejahatan yang mereka lakukan.
2. Penciptaan manusia berbeda dengan makhluk lainnya, tidak hanya dengan hewan maupun makhluk hidup lainnya di muka bumi, tapi juga berbeda dengan malaikat di langit dan jin yang tidak kelihatan. Semua makhluk tidak akan mencapai kedudukan tinggi yang diraih manusia.
3. Setiap perintah Allah swt harus ditaati, dan jangan dibantah dengan dalih yang tidak benar dan tidak rasional, apalagi mencari-cari alasan.
4. Akar dari segala bentuk penentangan terhadap aturan Allah swt adalah kesombongan dan ketakaburan sebagaimana iblis.
5. Rasisme dan merasa lebih unggul dari sisi ras maupun suku sebagai bentuk pandangan keliru yang mencontoh perilaku iblis.
قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَإِنَّكَ رَجِيمٌ (77) وَإِنَّ عَلَيْكَ لَعْنَتِي إِلَى يَوْمِ الدِّينِ (78)
Allah berfirman, “Maka keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk. (38: 77)
Sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan.” (38: 78)
Walaupun iblis yang berasal dari kalangan jin pernah masuk jajaran malaikat karena ketaatannya dalam beribadah selama bertahun-tahun. Tapi penentangannya terhadap perintah Allah yang tidak mau bersujud kepada Adam karena sombong dan takabur, menjadikan kedudukan iblis terjatuh.
Perjalanan iblis seperti orang yang berusaha untuk mencapai puncak gunung dan melalui berbagai rintangan besar yang menghadang dan akhirnya hampir mencapai tujuan. Namun mendekati puncak gunung, ia terlena dan merasa besar kepala hingga akhirnya terjatuh. Iblis juga demikian, kedudukannya di hadapan Allah swt terjatuh dari tempat yang tinggi menuju tempat terendah karena kesombongannya.
Berdasarkan ayat ini, iblis dikutuk oleh Allah swt hingga hari Kiamat. Dari sini muncul pertanyaan, bagaimana bisa sebuah perintah, itupun bersujud kepada Adam bukan kepada Allah swt, menyebabkan iblis demikian?
Menjawab pertanyaan tersebut, penentangan terhadap perintah Allah swt merupakan perbuatan buruk. Nabi Adam juga dikeluarkan dari taman surga karena memakan buah terlarang. Tapi keduanya memiliki perbedaan. Nabi Adam tidak berdalih untuk menjustifikasi kesalahannya, sedangkan iblis melakukan sebaliknya.
Nabi Adam memohon ampunan dari Allah swt atas perbuatan salahnya. Tapi iblis tetap merasa benar atas apa yang dilakukannya, karena merasa lebih unggul dan lebih baik dari Adam, sehingga dikutuk oleh Allah swt.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Takabur, sombong dan berbangga diri hanya akan menjadikan manusia jatuh dan tidak akan mendapatkan rahmat ilahi.
2. Unsur-unsur yang buruk dalam masyarakat dan orang-orang yang menentang aturan ilahi harus dibersihkan. Orang-orang yang bersih dan beriman harus melakukannya dengan benar dan tepat.
3. Orang-orang yang memiliki sifat laksana setan seperti hasud, takabur dan lainnya harus dijauhkan dari lingkungan masyarakat.
Surat Shaad ayat 67-74
قُلْ هُوَ نَبَأٌ عَظِيمٌ (67) أَنْتُمْ عَنْهُ مُعْرِضُونَ (68) مَا كَانَ لِيَ مِنْ عِلْمٍ بِالْمَلَإِ الْأَعْلَى إِذْ يَخْتَصِمُونَ (69) إِنْ يُوحَى إِلَيَّ إِلَّا أَنَّمَا أَنَا نَذِيرٌ مُبِينٌ (70)
Katakanlah, “Berita itu adalah berita yang besar. (38: 67)
yang kamu berpaling daripadanya. (38: 68)
Aku tiada mempunyai pengetahuan sedikitpun tentang al mala'ul a'la (malaikat) itu ketika mereka berbantah-bantahan. (38: 69)
Tidak diwahyukan kepadaku, melainkan bahwa sesungguhnya aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang nyata.” (38: 70)
Di ayat sebelumnya telah dibahas mengenai surga dan neraka, serta kondisi orang-orang yang berada di dalamnya. Di ayat ini akan dikupas mengenai masalah ghaib yang hanya bisa diketahui melalui jalan wahyu yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul Allah swt, sebagaimana diterima Nabi Muhammad Saw dalam bentuk kitab suci Al-Quran. Oleh karena itu, sejak awal Allah swt menurunkan ayat ini kepada Nabi Muhammad Saw supaya menyampaikan Al-Quran sebagai berita besar, tapi orang-orang kafir menolak untuk mendengarkannya dan menentang seruan utusan Allah.
Ketika itu, Rasulullah Saw mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui masalah ghaib, kecuali wahyu yang disampaikan Allah swt. Hal ini sebagaimana ketidaktahuan beliau terhadap masalah penciptaan Nabi Adam yang dipersoalkan oleh Malaikat, tapi Allah swt memberikan pengetahuan kepada Nabi Muhammad Saw mengenai masalah tersebut.
Dari empat ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam masalah akidah, pandangan masyarakat tidak bisa menjadi acuan benar atau tidaknya keyakinan yang mereka anut.
2. Sumber pengetahuan para Nabi dan Rasul dalam urusan ghaib adalah wahyu dari Allah swt. Oleh karena itu, pengetahuan yang dimiliki para Nabi dalam urusan ghaib sesuai yang mereka terima dari Allah swt.
إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِينٍ (71) فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ (72)
(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah.” (38: 71)
Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya.” (38: 72)
Melanjutkan ayat sebelumnya, di ayat ini diawali dengan dialog antara malaikat dengan Allah swt mengenai penciptaan manusia. Allah swt berfirman kepada malaikat tentang penciptaan manusia dari tanah yang berbeda denga makhluk lainnya. Setelah manusia tercipta, makhluk lain harus bersujud kepadanya.
Jasmani manusia yang terbuat dari tanah dan air merupakan masalah yang jelas. Sebab seluruh bahan utama yang membentuk tubuh manusia terbuat dari tanah, baik langsung maupun tidak langsung. Masalah hakikat manusia yang terletak pada ruhaninya menunjukkan kemuliaan manusia, dan kedudukan khususnya di alam semesta ini. Sebab, manusialah yang diberi amanat oleh Allah swt untuk mengelola alam semesta ini.
Maksud dari Allah swt meniupkan ruh di ayat ini bahwa sumber ruh manusia berasal dari alam yang tinggi, bukan dari alam tanah ini. Dengan kata lain, Allah swt menganugerahkan sifat-sifat ilahi kepada manusia. Misalnya Allah swt memiliki sifat seperti berilmu, kuasa, memberi rahmat dan sifat lainnya. Tapi sifat-sifat yang dimiliki manusia terbatas, sedangkan sifat Allah swt tidak terbatas.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Malaikat diciptakan lebih awal dari manusia. Meskipun demikian, Allah swt menciptakan manusia sebagai makhluk yang lebih utama dari malaikat.
2. Manusia adalah makhluk yang memiliki dua dimensi, jasmani dan ruhani. Dimensi ruhani manusialah yang menyebabkan malaikat bersujud kepada manusia.
3. Bersujud kepada selain Allah swt tidak diperbolehkan, kecuali atas izin-Nya. Malaikat bersujud kepada Nabi Adam as atas perintah Allah swt, sebagai bentuk kepatuhan kepada perintah ilahi, bukan menyembah Adam.
فَسَجَدَ الْمَلَائِكَةُ كُلُّهُمْ أَجْمَعُونَ (73) إِلَّا إِبْلِيسَ اسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ (74)
Lalu seluruh malaikat-malaikat itu bersujud semuanya. (38: 73)
Kecuali iblis; dia menyombongkan diri dan adalah dia termasuk orang-orang yang kafir. (38: 74)
Berdasarkan ayat al-Quran, malaikat adalah makhluk yang menaati Allah swt, dan tidak pernah sekalipun membantah perintah-Nya. Oleh karena itu ketika Allah swt memerintahkan malaikat untuk bersujud kepada Adam, mereka segera melaksanakannya. Tapi iblis berbeda. Mereka tidak menaati perintah Allah supaya bersujud kepada Adam, karena merasa lebih unggul dan utama dari manusia.
Iblis takabur dan sombong sehingga tidak mau bersujud kepada Adam meskipun itu perintah Allah swt. Sebab mereka merasa lebih unggul karena diciptakan dari api, sedangkan Adam dari tanah. Penentangan Iblis atas perintah Allah swt yang menyuruh bersujud kepada Adam menjadikan mereka turun derajat dari golongan orang-orang yang taat menjadi golongan kafir.
Jika iblis termasuk golongan malaikat, maka ia pasti akan menaati perintah Allah. Berdasarkan ayat al-Quran, Iblis termasuk golongan jin, sebab jin seperti manusia yang sebagian taat dan sebagian golongan tidak taat kepada perintah Allah swt. Dalam riwayat disebutkan bahwa iblis pernah masuk dalam barisan para malaikat karena ketaatannya dan ibadahnya. Tapi kemudian berubah kedudukan mereka, karena menolak menaati perintah Allah swt supaya bersujud kepada Nabi Adam as.
Dari tiga ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Takabur dan sombong bisa menyebabkan manusia mengalami kehancuran, meskipun sudah melakukan perbuatan baik sebelumnya.
2. Berada di antara orang-orang yang baik bukan jaminan bagi keselamatan diri manusia, sebab setiap orang harus mempertanggung jawabkan setiap perbuatannya masing-masing. Oleh karena itu, anak-anak Nabi dan Rasul Allah bisa saja tersesat masuk di jurang kehancuran akibat perbuatannya sendiri.
Surat Shaad ayat 59-66
هَذَا فَوْجٌ مُقْتَحِمٌ مَعَكُمْ لَا مَرْحَبًا بِهِمْ إِنَّهُمْ صَالُوا النَّارِ (59) قَالُوا بَلْ أَنْتُمْ لَا مَرْحَبًا بِكُمْ أَنْتُمْ قَدَّمْتُمُوهُ لَنَا فَبِئْسَ الْقَرَارُ (60) قَالُوا رَبَّنَا مَنْ قَدَّمَ لَنَا هَذَا فَزِدْهُ عَذَابًا ضِعْفًا فِي النَّارِ (61)
(Dikatakan kepada mereka), “Ini adalah suatu rombongan (pengikut-pengikutmu) yang masuk berdesak-desak bersama kamu (ke neraka).” (Berkata pemimpin-pemimpin mereka yang durhaka), “Tiadalah ucapan selamat datang kepada mereka karena sesungguhnya mereka akan masuk neraka.” (38: 59)
Pengikut-pengikut mereka menjawab, “Sebenarnya kamulah. Tiada ucapan selamat datang bagimu, karena kamulah yang menjerumuskan kami ke dalam azab, maka amat buruklah Jahannam itu sebagai tempat menetap.” (38: 60)
Mereka berkata (lagi), “Ya Tuhan kami; barang siapa yang menjerumuskan kami ke dalam azab ini maka tambahkanlah azab kepadanya dengan berlipat ganda di dalam neraka.” (38: 61)
Ahli tidak akan menerima sambutan saat memasuki Jahannam, tetapi mereka justru menerima celaan dan hinaan. Berdasarkan ayat-ayat al-Quran, para pemimpin kafir mencela orang-orang yang menjadi pengikutnya, dan para pengikut mereka juga mengecam pemimpinnya karena telah menyeret mereka ke neraka.
Para penjaga neraka berkata kepada pemimpin kaum kafir dan musyrik, "Mereka adalah para pengikut kalian di dunia yang sedang memasuki neraka bersama kalian berdesak-desakan. Mereka adalah pengikut kalian dan akan berkumpul bersama kalian di neraka."
Para pemimpin kafir berkata, "Tiadalah ucapan selamat datang kepada mereka karena sesungguhnya mereka akan masuk neraka." Umat mereka menjawab, "Sebenarnya kamulah. Tiada ucapan selamat datang bagimu, karena kamulah yang menjerumuskan kami ke dalam azab, maka amat buruklah Jahannam itu sebagai tempat menetap."
Mereka kemudian meminta kepada Tuhan untuk melipatgandakan azab kepada para pemimpinnya karena telah menjerumuskan mereka ke neraka.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para penghuni neraka saling mencela dan saling membenci di dalamnya. Setiap golongan menyalahkan golongan lain dan mereka saling lempar tanggung jawab.
2. Kiamat adalah manifestasi dari amal perbuatan manusia selama di dunia. Mereka akan menyaksikan hasil dari perbuatannya di sana.
3. Dosa seseorang tidak bisa dilimpahkan ke pundak orang lain. Meskipun para pemimpin kafir bersalah dan menerima azab yang lebih berat, tapi bukan berarti para pengikut mereka akan terbebas dari tanggung jawab. Mereka juga bersalah karena mengikuti orang-orang sesat tanpa penalaran. Oleh karena itu, kedua golongan akan memperoleh siksaan di neraka.
وَقَالُوا مَا لَنَا لَا نَرَى رِجَالًا كُنَّا نَعُدُّهُمْ مِنَ الْأَشْرَارِ (62) أَتَّخَذْنَاهُمْ سِخْرِيًّا أَمْ زَاغَتْ عَنْهُمُ الْأَبْصَارُ (63) إِنَّ ذَلِكَ لَحَقٌّ تَخَاصُمُ أَهْلِ النَّارِ (64)
Dan (orang-orang durhaka) berkata, “Mengapa kami tidak melihat orang-orang yang dahulu (di dunia) kami anggap sebagai orang-orang yang jahat (hina). (38: 62)
Apakah kami dahulu menjadikan mereka olok-olokan, ataukah karena mata kami tidak melihat mereka?” (38: 63)
Sesungguhnya yang demikian itu pasti terjadi, (yaitu) pertengkaran penghuni neraka. (38: 64)
Para penghuni neraka menganggap dirinya sebagai tokoh dan panutan selama di dunia. Mereka mengira golongan yang beriman sebagai orang yang hina, rendah, aib masyarakat, dan orang bodoh. Mereka selalu mengejek dan menghina orang-orang yang beriman.
Mereka berharap akan menyaksikan orang-orang mukmin bersamanya di neraka. Namun, ketika tidak menemukan orang-orang mukmin di sana, mereka berkata, "Apakah kami telah menghina mereka secara keliru dan mereka sekarang berada di surga? Atau mereka juga berada di neraka, tetapi kami tidak bisa melihatnya?"
Dari tiga ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang-orang yang dihina di dunia justru mereka termasuk golongan yang selamat pada hari kiamat. Mereka menjadi penghuni surga, sementara orang-orang yang menghina mereka berada di neraka.
2. Kita tidak boleh menilai orang lain hanya dari segi lahiriyah. Orang yang dianggap hina di dunia, kadang justru akan memiliki kedudukan yang tinggi di hari kiamat kelak.
قُلْ إِنَّمَا أَنَا مُنْذِرٌ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ (65) رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا الْعَزِيزُ الْغَفَّارُ (66)
Katakanlah (ya Muhammad): "Sesungguhnya aku hanya seorang pemberi peringatan, dan sekali-kali tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa dan Maha Mengalahkan. (38: 65)
Tuhan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (38: 66)
Allah Swt memerintahkan Rasul-Nya untuk berkata kepada kaum musyrik dan kafir bahwa "Aku memberi peringatan kepada kalian agar mengambil ibrah dari kaum terdahulu serta meninggalkan kesyirikan dan kekufuran. Ketahuilah, tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Kuasa dan tidak ada yang mampu mengalahkan-Nya. Dia adalah pencipta langit dan bumi dan pengatur semua urusan alam, namun Dia juga maha pengampun dan mengampuni para pendosa yang bertaubat."
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Di samping kabar gembira, kalimat peringatan juga harus ada sehingga tabir kelalaian tersingkap dari hati manusia. Karena manusia menghadapi banyak bahaya dan godaan dalam hidupnya, maka peringatan dapat menjadi pengingat dan penyelamat mereka dari kesesatan.
2. Alam semesta berada di bawah pengaturan Tuhan, dan kekuasaan dan pemerintahan-Nya meliputi seluruh semesta.
3. Allah Swt memiliki kekuasaan mutlak dan juga rahmat yang tak terbatas. Berbeda dengan tatanan di dunia, para pemilik kekuasaan biasanya akan bersikap arogan dan jauh dari kasih sayang.
Surat Shaad ayat 49-58
هَذَا ذِكْرٌ وَإِنَّ لِلْمُتَّقِينَ لَحُسْنَ مَآَبٍ (49) جَنَّاتِ عَدْنٍ مُفَتَّحَةً لَهُمُ الْأَبْوَابُ (50) مُتَّكِئِينَ فِيهَا يَدْعُونَ فِيهَا بِفَاكِهَةٍ كَثِيرَةٍ وَشَرَابٍ (51)
Ini adalah kehormatan (bagi mereka). Dan sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa benar-benar (disediakan) tempat kembali yang baik. (38: 49)
(yaitu) surga 'Adn yang pintu-pintunya terbuka bagi mereka. (38: 50)
Di dalamnya mereka bertelekan (diatas dipan-dipan) sambil meminta buah-buahan yang banyak dan minuman di surga itu. (38: 51)
Ayat-ayat sebelumnya berbicara tentang sejarah kehidupan beberapa nabi as. Allah Swt kemudian menjelaskan balasan bagi orang yang mengikuti risalah mereka. Al-Quran ini adalah kehormatan bagi mereka mengharapkan petunjuk-Nya.
Karunia Allah tidak hanya diberikan untuk para nabi, tetapi keberuntungan juga dirasakan oleh semua orang yang bertakwa. Di hari kiamat, Tuhan akan menggantikan kesulitan yang mereka alami selama hidup di dunia dan membalas amal baik mereka. Jika selama hidupnya harus meninggalkan sebagian dari kelezatan duniawi demi menjaga takwanya, Dia akan memberikan kepada mereka kenikmatan yang terlezat.
Kelezatan duniawi tentu saja cepat berlalu, semua itu tidak akan bermakna saat kita jatuh sakit atau meninggal dunia. Namun, kenikmatan surgawi bersifat abadi dan tidak ada batasnya. Pada intinya, Allah akan membalas kerja keras setiap orang selama di dunia dan memberikan tempat yang layak baginya di akhirat kelak.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sejarah masa lalu haruslah menjadi sumber kebangkitan dan kesadaran manusia.
2. Ketakwaan adalah sarana untuk memperoleh akibat yang baik dan husnul khatimah. Oleh sebab itu, orang-orang yang bertakwa adalah satu-satunya golongan yang dijanjikan akan memperoleh akibat yang baik.
3. Pintu rahmat selalu terbuka untuk para penghuni surga dan apa yang mereka inginkan, berada dalam jangkauannya.
وَعِنْدَهُمْ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ أَتْرَابٌ (52) هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِيَوْمِ الْحِسَابِ (53) إِنَّ هَذَا لَرِزْقُنَا مَا لَهُ مِنْ نَفَادٍ (54)
Dan pada sisi mereka (ada bidadari-bidadari) yang tidak liar pandangannya dan sebaya umurnya. (38: 52)
Inilah apa yang dijanjikan kepadamu pada hari berhisab. (38: 53)
Sesungguhnya ini adalah benar-benar rezeki dari Kami yang tiada habis-habisnya. (38: 54)
Ayat ini berbicara tentang kebutuhan manusia kepada pasangan bahkan saat mereka di surga. Allah telah menyediakan bidadari yang cantik dan suci untuk penghuni surga. Mereka hanya fokus pada pasangannya dan memiliki usia yang sama dengan pasangannya.
Di hari hisab, semua orang harus mempertanggung jawabkan perbuatannya dan hanya orang-orang yang bertakwa yang akan memperoleh nikmat surgawi. Mereka akan menerima semua yang dijanjikan dan Tuhan tidak pernah ingkar janji. Poin lain adalah kenikmatan dan karunia Tuhan di surga tidak akan pernah habis.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kriteria istri yang baik adalah memusatkan penglihatan dan hati hanya untuk suaminya.
2. Kenikmatan surga bersifat abadi dan tidak ada habisnya.
3. Hari kiamat bersifat jasmani yaitu jasad dan ruh manusia dibangkitkan bersama kelak pada hari akhirat. Mereka akan mencicipi nikmat-nikmat surga dan juga memenuhi kebutuhan biologisnya bersama bidadari pasangannya.
هَذَا وَإِنَّ لِلطَّاغِينَ لَشَرَّ مَآَبٍ (55) جَهَنَّمَ يَصْلَوْنَهَا فَبِئْسَ الْمِهَادُ (56) هَذَا فَلْيَذُوقُوهُ حَمِيمٌ وَغَسَّاقٌ (57) وَآَخَرُ مِنْ شَكْلِهِ أَزْوَاجٌ (58)
Beginilah (keadaan mereka). Dan sesungguhnya bagi orang-orang yang durhaka benar-benar (disediakan) tempat kembali yang buruk. (38: 55)
(yaitu) neraka Jahannam, yang mereka masuk ke dalamnya; maka amat buruklah Jahannam itu sebagai tempat tinggal. (38: 56)
Inilah (azab neraka), biarlah mereka merasakannya, (minuman mereka) air yang sangat panas dan air yang sangat dingin. (38: 57)
Dan azab yang lain yang serupa itu berbagai macam. (38: 58)
Al-Quran sengaja menjelaskan nasib orang-orang baik dan buruk secara bersamaan sehingga manusia bisa memilih jalannya dengan penuh kesadaran. Setelah menguraikan nikmat yang diperoleh penghuni surga, Allah kemudian berbicara tentang manusia yang melampaui batas dan pembangkang. Mereka akan memperoleh siksa yang pedih di neraka dan di dalamnya, mereka diberi minum air yang sangat panas dan air yang sangat dingin.
Para pembangkang akan menjadi penghuni Jahannam dan semua pelaku maksiat dikumpulkan di sana. Tentu saja, azab penghuni neraka tidak terbatas pada air panas dan api yang menyala, tetapi juga memiliki banyak ragam dan penghuninya akan selalu merasakan siksaan yang amat berat.
Dari empat ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Berpikir ke depan akan membuat manusia lebih teliti dan sadar dalam memilih jalan hidup. Mereka juga akan tunduk di hadapan perintah-perintah Allah.
2. Pahala dan siksa Tuhan itu memiliki banyak jenis, dan siksaan neraka tidak akan pernah menjadi hal yang biasa bagi penghuninya.
3. Manusia perlu selalu waspada sehingga tidak menggadaikan kenikmatan atau siksaan abadi hanya demi kelezatan sesaat di dunia ini.
Surat Shaad ayat 44-48
وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثًا فَاضْرِبْ بِهِ وَلَا تَحْنَثْ إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ (44)
Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan-nya). (38: 44)
Dalam tafsir ayat-ayat sebelumnya tentang Nabi Ayyub as, dimana Allah Swt mengujinya dengan penyakit yang sulit disembuhkan di badannya, sehingga ia kehilangan harta dan anak-anaknya, tapi dalam kondisi yang sulit ini, ia tetap bersabar dan bersyukur kepada Allah Swt. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat, istri Nabi Ayyub as mulai terpengaruh bisikan setan dan berbicara seaka-akan Allah Swt telah melupakan Ayyub dan untuk menyelamatkan dirinya dari kesulitan dan masalah, ia harus merujuk kepada selain Allah. Nabi Ayyub as sangat menyesali ucapan tersebut dan bersumpah bahwa ketika sembuh dari penyakitnya, ia akan menghukum istrinya.
Namun ketika Nabi Ayyub as sembuh dari penyakitnya lewat pertolongan Allah Swt, ia memutuskan untuk tidak menghukumi istrinya karena telah berkorban dan bersamanya selama masa-masa sulit.
Ayat ini mengatakan, “Allah berfirman kepada Ayyub, ‘Karena engkau telah bersumpah, jangan batalkan sumpahmu agar kehormatan nama Allah dalam sumpah tetap terjaga. Tapi karena ia berhak untuk mendapat ampunan, maka ambillah setangkai gandum atau yang sepertinya lalu pukulkan dengan pelan ke badan istrimu. Dengan demikian, engkau tetap melaksanakan sumpahmu dan istrimu tidak cedera karenanya.”
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sebagaimana di Hari Kiamat, Allah mengurangi hukuman dikarenakan kebaikan yang dilakukan manusia, di dunia juga Allah Swt menganjurkan untuk meringankan hukuman seseorang, dikarenakan perbuatan baik yang dilakukannya.
2. Nama Allah Swt memiliki kehormatan. Oleh karenanya, ketika bersumpah dengan nama Allah, jangan melanggarnya.
3. Kedekatan dan memiliki hubungan keluarga dengan nabi tidak menjadi penghalang untuk melakukan hukum.
وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ أُولِي الْأَيْدِي وَالْأَبْصَارِ (45) إِنَّا أَخْلَصْنَاهُمْ بِخَالِصَةٍ ذِكْرَى الدَّارِ (46) وَإِنَّهُمْ عِنْدَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ الْأَخْيَارِ (47) وَاذْكُرْ إِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَذَا الْكِفْلِ وَكُلٌّ مِنَ الْأَخْيَارِ (48)
Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. (38: 45)
Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. (38: 46)
Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik. (38: 47)
Dan ingatlah akan Ismail, Ilyasa' dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik. (38: 48)
Kekhususan pertama para nabi yang telah disinggung dalam ayat-ayat ini adalan hamba Allah. Yakni, para nabi sampai pada derajat ini akibat penghambaan yang dilakukannya. Mereka bukan saja dalam ibadah dan penghambaan kepada Allah, tapi dalam seluruh urusan kehidupannya benar-benar berserah diri kepada perintah Allah Swt.
Berbeda dengan manusia biasa yang dalam kehidupannya biasanya mengikuti keingingan dirinya. Bila mereka melakukan sesuatu bertentangan dengan keinginannya, biasanya disertai ketidaksukaan. Sementara para utusan Allah Swt selalu melaksakan keinginan Allah dan mendahulukannya dari keinginan dirinya. Mereka melakukan perintah Allah dengan penuh keinginan dan bangga dengannya.
Jelas, sampai pada derajat ini membutuhkan upaya keras dan perjuangan dalam diri manusia. Mereka yang memiliki kelayakan untuk mendapatkan makam dan derajat risalah dipilih dari orang-orang yang baik.
Selain beribadah dan penghambaan, Allah Swt menyebut para nabi sebagai orang yang memiliki ilmu dan sanubari. Kekuatan untuk memahami yang kuat dalam mengindentifikasi kewajiban dan memanfaatkan segala kemampuan dan fasilitas yang dimilikinya dan pengikutnya untuk memajukan tujuan ilahi. Ini merupakan kekhususan lain para nabi ilahi.
Ayat-ayat ini menekankan untuk mengingat Hari Kiamat dan perannya dalam mensucikan manusia dari segala kebergantungan dan kecenderungan kepada dunia. Begitu juga dalam ayat-ayat ini dua kali mengisyaratkan masalah ini bahwa para nabi berasal dari orang-orang baik dan terpilih.
Dari empat ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mempelajari sejarah kaum sebelumnya dan para nabi serta penghormatan kepada para utusan Allah merupakan salah satu cara al-Quran untuk mendidik manusia.
2. Sumber dari segala kesempurnaan para nabi adalah penghambaan. Oleh karenanya, seorang hamba yang benar-benar menghambakan dirinya dihadapan Allah Swt akan disebutkan terlebih dahulu dari seluruh kesempurnaan yang dimilikinya. Dengan kata lain, para nabi akibat penghambaan kepada Allah telah mencapai derajat yang tinggi ini.
3. Menjauhi dunia dan senantiasa memperhatikan akhirat menjadi sarana bagi keterjagaan dan kesucian manusia dari polusi dunia serta memberikan manusia hati yang jernih.
Surat Shaad ayat 39-43
هَذَا عَطَاؤُنَا فَامْنُنْ أَوْ أَمْسِكْ بِغَيْرِ حِسَابٍ (39) وَإِنَّ لَهُ عِنْدَنَا لَزُلْفَى وَحُسْنَ مَآَبٍ (40)
Inilah anugerah Kami; maka berikanlah (kepada orang lain) atau tahanlah (untuk dirimu sendiri) dengan tiada pertanggungan jawab. (38: 39)
Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik. (38: 40)
Allah Swt telah menganugerahkan kekayaan yang melimpah dan kedudukan yang tinggi kepada Nabi Sulaiman as. Dia kemudian diminta membagikan kekayaan itu kepada fakir-miskin dan berjuang untuk mengatasi kesulitan mereka. Karena Sulaiman seorang nabi, maka ia membagikan anugerah Ilahi kepada fakir-miskin secara adil dan setiap orang menerima sesuai dengan kebutuhannya, bukan penyamarataan.
Meski menikmati kekayaan yang berlimpah dan kedudukan yang tinggi, Nabi Sulaiman as tidak pernah melenceng dari penghambaan Tuhan dan tidak pernah berbuat zalim kepada masyarakat. Oleh karena itu, ia memiliki kedudukan yang dekat di sisi Allah dan tempat kembali yang baik.
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Di pemerintahan Tuhan, penguasa menganggap apa yang dimilikinya sebagai anugerah Ilahi yang harus digunakan untuk melayani masyarakat.
2. Kepemilikan kekayaan dan harta tidak bertentangan dengan penghambaan kepada Allah dan mencapai kedudukan yang dekat dengan-Nya. Di pemerintahan Tuhan, kemajuan dan perkembangan di sektor materi bukan sesuatu yang bertentangan dengan usaha mencapai kesempurnaan jiwa dan spiritual.
وَاذْكُرْ عَبْدَنَا أَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الشَّيْطَانُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ (41) ارْكُضْ بِرِجْلِكَ هَذَا مُغْتَسَلٌ بَارِدٌ وَشَرَابٌ (42) وَوَهَبْنَا لَهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنَّا وَذِكْرَى لِأُولِي الْأَلْبَابِ (43)
Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhan-nya, “Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan.” (38: 41)
(Allah berfirman), “Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.” (38: 42)
Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran. (38: 43)
Ayat tersebut berbicara tentang kisah Nabi Ayyub as yang menjadi simbol kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi cobaan. Berdasarkan ayat ini, Rasulullah Saw diperintahkan untuk menceritakan kehidupan Nabi Ayyub as kepada masyarakat dan mengajak mereka pada kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi cobaan hidup.
Menurut berbagai kitab tafsir dan riwayat, Allah melimpahkan nikmat yang sangat banyak kepada Nabi Ayyub dan ia juga seorang hamba yang bersyukur. Namun, Tuhan kemudian mengujinya dengan kesulitan untuk membuktikan bahwa Ayyub akan tetap bersyukur di semua keadaan, baik saat senang maupun susah. Oleh karena itu, harta benda, hasil pertanian, dan ternak milik Ayyub secara perlahan musnah dan ia sendiri juga didera penyakit, di mana anaknya pun menjauhinya karena takut tertular.
Dalam kondisi seperti ini, syaitan menyebarkan kebohongan di tengah masyarakat bahwa Nabi Ayyub menderita kesulitan dan penyakit karena tidak mematuhi perintah Tuhan. Jika ia memang seorang yang baik, tentu tidak akan tertimpa bala yang membuat anaknya pun lari darinya. Masyarakat dan keluarga Ayyub mempercayai berita bohong ini sehingga ia benar-benar menghadapi situasi yang sangat sulit dan tersiksa.
Namun, Nabi Ayyub tidak pernah mengeluh dengan keadaannya dan selalu bersyukur kepada Allah. Suatu hari, ia mengadu kepada Allah dari prasangka buruk masyarakat yang telah termakan rayuan syaitan, tapi ia tidak memohon apa-apa dari Tuhan.
Untuk menyelamatkan Nabi Ayyub dari gunjingan, Allah memberikan kesembuhan kepadanya untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa Ayyub disayang oleh Allah, bukan orang yang dimurkai.
Allah Swt memerintahkan Nabi Ayyub untuk memukul kakinya ke tanah di tempat ia berpijak sehingga mengalir air yang jernih dan sejuk. Setelah air mengalir, Tuhan meminta Ayyub untuk membasuh dirinya dengan air itu dan meminumnya untuk memperoleh kesembuhan.
Nabi Ayyub as berhasil melewati ujian Ilahi ini dengan kemenangan dan Allah pun mengembalikan semua nikmat kepadanya. Allah melimpahkan segala nikmat dan karunianya kepada Ayyub. Ia memperoleh kesembuhan yang sempurna dan anugerah yang melimpah.
Kisah Nabi Ayyub as adalah pelajaran dan ibrah bagi orang-orang yang berakal sehingga manusia tidak boleh sombong dengan apa yang dimilikinya, karena semua itu bisa hilang dalam sekejap.
Kisah ini mengajarkan manusia untuk tidak berputus asa dari karunia dan rahmat Allah Swt dalam kesulitan dan tertimpa penyakit, karena mengangkat kesulitan dan penyakit merupakan pekerjaan yang mudah bagi Allah.
Dari dua tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mempelajari sejarah masa lampau, terutama kisah para nabi adalah sesuatu yang bermanfaat dan penuh muatan pelajaran. Dengan mengetahui kesulitan orang lain, tekad kesabaran dan ketabahan dalam diri kita juga akan menguat.
2. Kesulitan dan musibah akan menjadi sasaran godaan syaitan. Terkadang syaitan ingin menyimpangkan manusia dari jalan lurus lewat sarana kesulitan dan kesusahan hidup.
3. Berdoa adalah sirah para nabi dan manifestasi dari penghambaan dan ketundukan di hadapan Allah Swt. Oleh sebab itu, jangan pernah meninggalkan doa dalam mengatasi kesulitan dan cobaan.
4. Banyaknya anak yang saleh merupakan karunia ilahi.
Surat Shaad ayat 34-38
وَلَقَدْ فَتَنَّا سُلَيْمَانَ وَأَلْقَيْنَا عَلَى كُرْسِيِّهِ جَسَدًا ثُمَّ أَنَابَ (34) قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ (35)
Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit), kemudian ia bertaubat. (38: 34)
Ia berkata, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.” (38: 35)
Ayat tersebut berbicara tentang salah satu ujian berat yang dihadapi Nabi Sulaiman as. Namun, jenis ujian ini tidak disebutkan secara spesifik dan di sini kita perlu merujuk ke riwayat yang sahih untuk menemukan jawabannya.
Nabi Sulaiman as berharap memiliki banyak anak sehingga bisa memilih salah satu dari mereka yang paling kuat dan berani untuk menjadi penggantinya. Tetapi, ia menjadi lalai karena keinginannya dan bersandar pada kehendaknya ketimbang bertawakkal dan mengikuti kehendak Allah Swt.
Allah kemudian mempersulit keadaan Nabi Sulaiman dan mentakdirkan para istrinya tidak ada satu pun yang mengandung, kecuali seorang istri yang melahirkan anak yang cacat.
Nabi Sulaiman memerintahkan awan untuk menjaga anaknya dari gangguan setan. Namun, tidak lama setelah itu, anak tersebut tergeletak di atas tahktanya dalam keadaan tak bernyawa. Nabi Sulaiman mulai menyadari bahwa ia telah melalaikan Tuhan dan tidak bertawakal kepada-Nya.
Beberapa riwayat menyebutkan Nabi Sulaiman diberi ujian berupa sakit berat hingga terduduk di atas takhtanya tanpa daya. Ia kemudian bertaubat dan meminta ampunan kepada Allah Swt atas kelalaiannya.
Setelah mendapatkan ampunan, Nabi Sulaiman meminta kerajaan yang super hebat sehingga menjadi bukti atas kenabiannya dari sisi Allah, seperti mukjizat para nabi lain. Ia meminta kerajaan yang tidak akan pernah dimiliki oleh seorang pun sesudahnya dan yang akan membedakannya dari semua penguasa di bumi.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ujian adalah salah satu sunnah Ilahi untuk membuat seseorang kembali ke sisi Allah Swt. Seluruh manusia dan bahkan para nabi akan diuji oleh Allah dan tidak ada pengecualian satu pun.
2. Sebagian nabi selain bertugas memberi hidayah dan petunjuk kepada masyarakat, juga menjadi penguasa (pemimpin) atas rakyat, dan tidak ada kontradisi dalam dua perkara ini.
3. Dalam berdoa, jangan pernah puas dengan permintaan yang sedikit. Kita perlu meniru Nabi Sulaiman dan meminta sesuatu yang penting dari Allah.
فَسَخَّرْنَا لَهُ الرِّيحَ تَجْرِي بِأَمْرِهِ رُخَاءً حَيْثُ أَصَابَ (36) وَالشَّيَاطِينَ كُلَّ بَنَّاءٍ وَغَوَّاصٍ (37) وَآَخَرِينَ مُقَرَّنِينَ فِي الْأَصْفَادِ (38)
Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin yang berhembus dengan baik menurut ke mana saja yang dikehendakinya. (38: 36)
Dan (Kami tundukkan pula kepadanya) syaitan-syaitan semuanya ahli bangunan dan penyelam. (38: 37)
Dan syaitan yang lain yang terikat dalam belenggu. (38: 38)
Permintaan Nabi Sulaiman as dikabulkan dan Allah Swt memberikan fasilitas dan kekuatan yang luar biasa kepadanya. Kerajaan sebelum dan sesudah Sulaiman tidak memiliki kekuatan seperti itu. Ia diberikan mukjizat dan kerajaan yang istimewa sebagai bukti atas kebesaran Allah.
Pemberian pertama adalah kemampuan menundukkan angin sebagai kendaraan. Angin akan mengantarkan Nabi Sulaiman as kemana pun mengikuti perintahnya. Angin dan awan ini ibarat pesawat di masa sekarang yang terbang di angkasa dan menempuh jarak yang jauh dalam waktu singkat.
Anugerah kedua adalah kemampuan menundukkan jin untuk berbagai kepentingan dan pelayanan. Sekelompok jin bekerja sebagai ahli bangunan untuk mendirikan berbagai fasilitas seperti jembatan dan bendungan, segolongan lain bekerja di laut sebagai penyelam. Sekelompok syaitan pembangkang dibelenggu dan dikurung dalam penjara karena menolak perintah Nabi Sulaiman as.
Dengan demikian, Allah dengan karunia dan kekuasaan-Nya telah menundukkan seluruh kekuatan alam, manusia, dan jin untuk mengabdi dan patuh kepada Nabi Sulaiman.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jin memiliki akal, nafsu, dan keahlian.
2. Pemanfaatan tenaga ahli dan kompeten sangat penting dalam pengelolaan negara atau pelaksanaan proyek-proyek penting.
3. Individu atau kelompok yang menganggu masyarakat dan merusak ketertiban sosial, harus dikendalikan dan dihukum, seperti yang dilakukan Nabi Sulaiman terhadap para jin pembangkang.
Surat Shaad ayat 29-33
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ (29)
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. (38: 29)
Ayat di atas menyatakan bahwa Allah telah menurunkan al-Quran untuk menjelaskan tujuan penciptaan dan menjadi sumber untuk perkembangan umat manusia. Tentu saja ini berlaku untuk orang yang mau bertadabbur dan menggunakan akalnya untuk memahami semua perintah Tuhan yang sarat dengan hikmah, dan menemukan jalan kebahagiaan.
Namun, manusia yang lalai dari Allah dan dirinya sebenarnya mereka adalah orang-orang yang mati, meskipun raganya hidup.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tujuan penurunan al-Quran adalah untuk tadabbur dan tafakkur pada ayat-ayat Allah, sementara membaca ayat-ayatnya akan mendatangkan berkah dalam kehidupan manusia.
2. Berbeda dengan anggapan orang-orang yang menyebut wahyu bertentangan dengan akal, al-Quran sepenuhnya sejalan dengan akal dan sama sekali tidak ditemukan perkara yang bertentangan dengan akal di dalamnya. Sebenarnya, wahyu diturunkan untuk mengembangkan dan menyempurnakan akal manusia, bukan untuk meliburkan atau memerangi akal.
3. Orang-orang yang melakukan tadabbur dan tafakkur dalam al-Quran akan memahami hukum dan rahasia-rahasianya.
وَوَهَبْنَا لِدَاوُودَ سُلَيْمَانَ نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ (30) إِذْ عُرِضَ عَلَيْهِ بِالْعَشِيِّ الصَّافِنَاتُ الْجِيَادُ (31) فَقَالَ إِنِّي أَحْبَبْتُ حُبَّ الْخَيْرِ عَنْ ذِكْرِ رَبِّي حَتَّى تَوَارَتْ بِالْحِجَابِ (32) رُدُّوهَا عَلَيَّ فَطَفِقَ مَسْحًا بِالسُّوقِ وَالْأَعْنَاقِ (33)
Dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). (38: 30)
(ingatlah) ketika dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang di waktu berhenti dan cepat waktu berlari pada waktu sore. (38: 31)
Maka ia berkata, “Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) sehingga aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang dari pandangan.” (38: 32)
“Bawalah kuda-kuda itu kembali kepadaku.” Lalu ia potong kaki dan leher kuda itu. (38: 33)
Ayat-ayat ini dimulai dengan mengabarkan pemberian seorang putra dengan nama Sulaiman kepada Daud as. Ia adalah anak yang sama seperti Daud, hamba Allah yang baik dan taat kepada-Nya.
Kemudian berbicara tentang keagungan kekuasaan dan pemerintahan Nabi Sulaiman as serta kuda-kuda yang kuat, cepat, dan bersayap yang dimilikinya. Ketika kuda-kuda tersebut melakukan parade di hadapannya, dia berkata, "Aku mencintai kuda-kuda ini karena Allah dan untuk berjihad di jalan-Nya dan untuk menjaga keamanan masyarakat."
Nabi Sulaiman sangat terpana dengan kuda-kuda itu sehingga hilang dari pandangannya. Ia memerintahkan agar kuda-kuda tersebut dihadirkan kembali. Sulaiman kemudian mendekati kuda-kuda itu dan mengelus-ngelusnya karena rasa sukanya.
Sayangnya, menurut beberapa sumber yang tidak sahih, ayat-ayat tersebut ditafsirkan secara keliru dan menyebut Nabi Sulaiman as telah melalaikan shalatnya.
Disebutkan bahwa Sulaiman terlalu asyik menyaksikan parade kuda sampai matahari terbenam dan ketinggalan shalat Ashar. Ia kemudian meminta Tuhan untuk mengembalikan matahari supaya bisa menunaikan shalat. Namun, bagaimana mungkin seorang nabi sampai ketinggalan shalat hanya gara-gara menyaksikan parade kuda.
Jelas, pendapat seperti ini tidak tepat dan kelalaian seperti ini tidak mungkin dilakukan oleh seorang hamba yang saleh dan pilihan Tuhan. Sulaiman adalah seorang nabi yang dipuji dalam ayat tersebut, ia dipuji sebagai sebaik-baik hamba dan sangat taat. Jadi, pendapat tersebut bertentangan dengan teks ayat.
Dari empat ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Posisi tertinggi manusia adalah menghambakan diri dan kembali ke pangkuan Tuhan. Oleh karena itu, al-Quran berulang kali menggunakan kata 'Abd (hamba) untuk menyebut para nabi.
2. Memberi perhatian khusus pada keamanan masyarakat merupakan salah satu tugas pemimpin. Menggelar parade dan pameran alat pertahanan adalah sebuah pekerjaan yang baik, karena para pemimpin perlu memastikan kualitas dan kuantitas pasukan tempur serta memamerkan kekuatan di hadapan musuh.
3. Kekuasaan dan pemerintahan tidak akan menjadi alat untuk menindas jika dipegang oleh orang-orang yang saleh dan taat. Mereka menggunakan kekuasaan di jalan Allah Swt dan untuk tujuan yang diridhai-Nya.
Surat Shaad ayat 26-28
يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ (26)
Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. (38: 26)
Pada ayat sebelumnya dikisahkan bahwa dua orang laki-laki bersaudara yang sedang bersengketa datang kepada Nabi Daud as. Mereka berharap memperoleh keadilan dari keputusan Nabi Daud atas perkara mereka. Setelah memutuskan perkara itu, Nabi Daud menyadari bahwa Allah Swt sedang mengujinya, lalu bersujud untuk meminta ampun dan bertaubat kepada-Nya.
Allah Swt menerima taubat Nabi Daud dan mempertahankan kedudukannya. Tuhan memintanya untuk memutuskan setiap perkara sesuai dengan ajaran langit dan tidak mengikuti hawa nafsu. Dia meminta nabi-Nya untuk tidak mengedepankan kesenangan pribadinya atas kebenaran, karena perbuatan ini akan melencengkan mereka dari kebenaran (jalan Allah Swt).
Jelas, para nabi adalah orang-orang suci (maksum) dan tidak menyimpang dari kebenaran, namun dari ayat tersebut bisa dipahami bahwa kedudukan suci ini tidak menghilangkan hak memilih dan kebebasan dalam bertindak dari diri mereka. Mereka – sama seperti manusia lain – jika tidak hati-hati bisa terjebak dalam kesalahan.
Oleh karena itu, Allah memperingatkan mereka bahwa jika tidak menjaga hawa nafsunya, mereka berpotensi tersesat dan mendapatkan azab yang berat.
Orang-orang yang memerintah di muka bumi, harus bertindak atas dasar keadilan dan kebenaran dalam menangani semua urusan publik. Mereka perlu merujuk kepada hukum Allah Swt sehingga mengetahui dengan tepat mana keadilan dan kebenaran, bukan berbuat atas dasar kehendak pribadi. Jika mengikuti hawa nafsu, hak-hak masyarakat akan menjadi korban dari ambisi penguasa.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Agama tidak terpisah dari politik dan salah satu tugas para nabi adalah mendirikan pemerintahan dan mengatur urusan masyarakat, meskipun kondisi tidak mengizinkan semua nabi untuk membentuk pemerintahan.
2. Kebenaran harus menjadi parameter hukum peradilan, bukan nafsu penguasa atau hakim.
3. Kebenaran akan termalginalkan selama hawa nafsu berkuasa, sebab hawa nafsu berarti penyimpangan dari kebenaran. Oleh karena itu, orang-orang saleh selalu mengendalikan hawa nafsunya sehingga bisa bertindak atas dasar kebenaran dalam semua urusan kehidupan.
وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلًا ذَلِكَ ظَنُّ الَّذِينَ كَفَرُوا فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ كَفَرُوا مِنَ النَّارِ (27) أَمْ نَجْعَلُ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَالْمُفْسِدِينَ فِي الْأَرْضِ أَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِينَ كَالْفُجَّارِ (28)
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. (38: 27)
Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat? (38: 28)
Allah menciptakan alam semesta atas dasar kebenaran (hikmah) dan sama sekali tidak ada kebatilan di dalamnya. Di dunia, kebenaran juga harus menjadi panglima. Namun, orang-orang kafir mengira bahwa alam semesta diciptakan tanpa tujuan dan sia-sia, mereka baru menyadari kebatilan pikirannya ketika sudah terperosok dalam neraka.
Bukan hanya sistem penciptaan yang bersandar pada kebenaran, tetapi sistem balasan dan siksaan juga bertumpu pada kebenaran dan keadilan. Allah tidak menyamakan orang-orang baik dengan pelaku maksiat dan tidak akan memperlakukan mereka sama.
Jelas bahwa perilaku orang-orang yang menganggap Tuhan sebagai pencipta dan penguasanya serta beriman kepada hari kiamat, akan berbeda dengan mereka yang mengingkari Tuhan dan hari pembalasan. Golongan pertama berusaha untuk memperbaiki dirinya dan masyarakat, sementara golongan kedua ingin memperbanyak kerusakan di muka bumi.
Kelompok pertama bergerak sejalan dengan prinsip dan aturan Allah Swt serta menyebarluaskan nilai-nilai takwa di bumi, sementara kelompok kedua hanya mengejar kepentingan materi dan pribadi serta menyebarkan kerusakan dan kehancuran di masyarakat.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam perspektif agama, penciptaan memiliki tujuan dan hikmah. Tetapi bagi para pengingkar, penciptaan tidak punya tujuan dan perencanaan yang jelas.
2. Mengingat sistem penciptaan dibangun atas dasar kebenaran, maka sistem dan prinsip-prinsip yang berlaku di masyarakat juga harus bersandar pada ajaran kebenaran sehingga seirama dengan sistem penciptaan.
3. Kebenaran menuntut penerapan keadilan di dunia dan akhirat. Menyamaratakan orang baik dan jahat di masyarakat benar-benar menyalahi prinsip keadilan.
4. Pembangkangan dan maksiat akan menyebabkan meluasnya kerusakan di bumi.