
کمالوندی
Kebijakan Indonesia di Bidang Kontra-Terorisme Mendapat Pujian
Menurut Kantor Berita ABNA, "Kerja sama kemitraan ASEAN-Uni Eropa penting untuk diperkuat, utamanya dalam upaya memerangi aksi terorisme dan ekstremisme melalui kerja sama konkret kedua belah pihak", demikian disampaikan Menlu Retno L.P. Marsudi dalam Pertemuan ke-21 ASEAN-European Union Ministerial Meeting (AEMM).
Pada pertemuan tersebut, Menlu RI memimpin pembahasan pada agenda mengenai kerja sama menghadapi tantangan keamanan global, yang menyangkut kontra-terorisme, deradikalisasi, migrasi, dan penyelundupan manusia.
Dalam hal pemberantasan terorisme, Indonesia menekankan 3 (tiga) hal pokok yaitu penguatan kerja sama kontra-terorisme; penguatan kemampuan unit anti teror dan counter cyber terrorism; dan pengarusutamaan pendekatan soft power melalui pendidikan, peningkatan peran perempuan, civil society, serta organisasi kemasyarakatan dan agama.
Pandangan Menlu RI sangat diapresiasi oleh sejumlah Negara Anggota Uni Eropa, terutama terkait penggunaan pendekatan soft power yang menekankan nilai-nilai toleransi dan moderasi di masyarakat. Ke depannya, diharapkan adanya peningkatan kerja sama dalam penyebaran nilai-nilai tersebut, baik melalui kerja sama bilateral maupun regional.
Pada agenda prioritas dan arah ke depan kerja sama kemitraan ASEAN-Uni Eropa, Indonesia menegaskan pentingnya peningkatan kerja sama maritim, khususnya penanggulangan IUU Fishing, sebagai salah satu isu strategis bersama.
Dalam kaitan ini, Indonesia menggarisbawahi perlunya IUU Fishing dimasukkan sebagai isu kejahatan transnasional mengingat adanya kaitan antara IUU Fishing dengan kegiatan penyelundupan manusia, perdagangan obat terlarang, hingga senjata.
Pertemuan ke-21 AEMM menghasilkan "Bangkok Declaration on Promoting an ASEAN-EU Global Partnership for Shared Strategic Goals" sebagai landasan dan komitmen ASEAN-Uni Eropa dalam memperkuat kerja sama menuju kemitraan strategis di masa datang. ASEAN – UE akan memperingati 40 tahun kemitraan. Tahun depan, ASEAN – UE mempersiapkan Plan of Action untuk 2018 – 2022.
Pertemuan dimaksud dihadiri oleh seluruh negara anggota ASEAN dan Uni Eropa serta dipimpin bersama oleh Menteri Luar Negeri Thailand, selaku Country Coordinator kerja sama kemitraan ASEAN-Uni Eropa (2015-2018), dan Menteri Luar Negeri Slovakia, sebagai Presiden Dewan Uni Eropa saat ini.
Di sela-sela Pertemuan ke-21 AEMM, Menlu RI juga melakukan pertemuan dengan Menlu/Ketua Delegasi dari 8 (delapan) Negara Anggota Uni Eropa, yakni Belanda, Denmark, Luxembourg, Latvia, Italia, Lithuania, Perancis dan Polandia.
Delegasi RI pada Pertemuan ke-21 AEMM dipimpin oleh Menlu RI dan didampingi oleh Duta Besar RI di Bangkok, Direktur Polkam ASEAN, serta pejabat/staf dari Direktorat MWAK, PTRI ASEAN, dan KBRI Bangkok.
ICMI Gelar Konferensi Agama dan Kebudayaan
#beritadunia.net Menurut Kantor Berita ABNA, Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) bekerja sama dengan Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) menyelenggarakan Konferensi Internasional Agama dan Kebudayaan untuk menyebarkan semangat pluralisme dan toleransi antaragama.
"Walaupun sering dilakukan, dialog antaragama semacam ini harus terus-menerus dilakukan dan melibatkan semua pihak, agar kita semua terbiasa untuk saling mendengarkan," kata Ketua Umum ICMI, Jimly Asshidiqie dalam pembukaan Konferensi Internasional Agama dan Kebudayaan di Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan kondisi dunia modern yang sudah terbuka seperti saat ini tidak memungkinkan masing-masing peradaban berjalan dan menyakini keyakinannya sendiri-sendiri.
Jimly menegaskan bahwa harus ada upaya untuk saling mendengarkan, terutama terkait dengan nilai-nilai kemanusiaan yang universal.
"Pemahaman mengenai nilai kemanusiaan yang universal mampu menghasilkan kemajuan bagi peradaban bangsa dan kemanusiaan. Menangkap pesan universal itulah yang bisa mempersatukan kita," kata dia.
Konferensi Internasional Agama dan Kebudayaan diselenggarakan oleh Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), dan Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk Timur Tengah dan Organisasi Kerja sama Islam pada 14 hingga 22 Oktober 2016 di Jakarta, Bogor, dan Yogyakarta.
Konferensi tersebut juga melibatkan akademisi dari Hartford Seminary, Amerika Serikat, yang memiliki latar belakang dari berbagai unsur agama dan keyakinan.
"Kami ingin berdialog sebagai teman dan bisa saling belajar bagaimana Indonesia, yang memiliki komunitas masyarakat sangat beragam, membangun jembatan pemahaman bersama untuk perdamaian," ujar Presiden Hartford Seminary, Heidi Hadsell.
Ketua penyelenggara Konferensi Internasional Agama dan Kebudayaan, Yasril Ananta Baharuddin mempercayai bahwa perdamaian antaragama dapat diwujudkan melalui jalan dialog yang seimbang.
Ketua Koordinasi Bidang Luar Negeri dan Pertahanan dan Keamanan ICMI tersebut mengatakan dengan cara meminimalkan perbedaan yang ada antaragama maka persatuan yang terwujud akan mampu menyumbang perdamaian dunia.
"Karena itu, dalam konferensi ini nanti yang ditonjolkan adalah persamaan dan bukan perbedaan," imbuh Yasril.
Bedanya Jika Ikut Langsung Peringatan Asyura
#beritadunia.net Suara Sayyid Ali Rabbani tiba-tiba tercekat. Sejenak dia terdiam setelah sebelumnya menceritakan bagaimana Imam Husain bin Ali bin Abi Thalib, tetap mendirikan Shalat secara berjamaah pada malam 10 Asyura. Shalat diikuti oleh anak-anaknya, para ponakannya (anak-anak saudaranya, Imam Hasan) serta beberapa sahabat dan pengikut setianya.
Setelah mengambil nafas yang panjang, Sayyid Ali melanjutkan kisahnya. Malam itu, Imam Husain mengumpulkan seluruh sahabat serta anggota keluarganya di dalam tenda utama. Kala itu, mereka sudah dalam kondisi terkepung oleh puluhan ribu pasukan Yazid bin Muawiyah, dan dalam kondisi kehausan karena akses mereka ke sungai terdekat diboikot.
Imam Husain lalu menyampaikan bahwa besok, peperangan akan terjadi dan akan banyak yang menjemput kematian. Qasim, salah satu putra Imam Hasan yang masih belasan tahun lalu berkata, “Apakah besok aku juga akan syahid?”, Imam Husain menanggapi pertanyaan keponakannya, “Puteraku, bagaimana kematian itu dalam pandanganmu?”. Ia menjawab, “Kematian bagiku, lebih manis dari madu.” Imam Husain lalu menjawab, “Iya, puteraku, besok, kamu juga akan meraih kesyahidanmu.”
Kisah yang disampaikan Sayyid Ali Rabbani ini spontan membuat jemaah yang menghadiri majelis Asyura, menangis tersedu-sedu. Tangis mereka semakin menjadi-jadi ketika narasi dilanjutkan, saat bagaimana ribuan prajurit tanpa perasaan membantai Qasim bin Hasan yang maju ke medan laga seorang diri. Seorang remaja berwajah tampan yang mirip dengan ayahnya, Imam Hasan, cucu Nabi Muhammad Saw, kini tak bernyawa, tergeletak bersimbah darah di Padang Karbala.
Selama hampir satu jam, Sayyid Ali Rabbani membawakan narasi tragedi Karbala. Meski dia berkebangsaan Iran, namun bahasa Indonesianya sangat fasih.
Usai menyelesaikan narasi tragedi Karbala, Sayyid Ali yang merupakan salah satu Qari dari Iran ini, memimpin Doa Ziarah Imam Husain, semacam doa untuk menyatakan kesetiaan terhadap perjuangan Imam Husain, dan menyatakan berpaling dari orang-orang yang memerangi Sang Imam di Karbala, pada 10 Muharram 60 Hijriyah lalu.
Ziarah ini ditutup dengan sujud bersama, sembari memohon kepada Allah Swt, agar bisa mendapatkan syafaat dari Nabi Muhammad Saw dan para keluarganya, termasuk Imam Husain. Muslim Syiah meyakini, para Ahlulbait Nabi Saw yang berjumlah 12 orang, termasuk Imam Husain, kelak akan menemui para peziarahnya dan memberikan mereka syafaat di hari akhir kelak.
Jurnalis Berita Kota Kendari, diperkenankan mengikuti ritual yang digelar di Hotel Qubra, Kendari, Selasa (11/10), yang bertepatan dengan 10 Muharram itu. Acara yang dihadiri sekitar seratusan muslim Syiah dari seluruh Sulawesi Tenggara ini, dibuka sekitar pukul 13.00 dan berakhir tiga jam kemudian.
Meski demikian, ritual ini sempat mendapatkan protes dari puluhan orang yang merupakan aktivis Anti-Syiah. Namun protes mereka tak membuat ritual Asyura di dalam hotel sampai terganggu. Seluruh ritual berjalan dengan lancar dan khidmat dari awal sampai selesai.
Ratusan aparat gabungan Polri dan TNI pun terus melakukan pengamanan untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi, jumlah jamaah Syiah yang ikut dalam acara itu terbilang sedikit. Itu pun masih terdiri dari perempuan dan anak-anak.
Ketua DPW Ikatan Jemaah Ahlul Bait Indonesia (Ijabi) Sultra, Ustad Nunung Piagi menyesalkan adanya gerakan yang ingin menggagalkan ritual Asyura. “Anda bisa lihat sendiri, bahwa peringatan Asyura ini hanya membacakan narasi tragedi di Karbala dan doa bersama. Apanya yang dipersoalkan? Apa salah jika kami memperingati kesyahidan Imam Husain?” kata Ustad Nunung.
Dia juga mengatakan, sudah seringkali mengundang tokoh atau warga di luar Syiah untuk melihat langsung ritual Asyura, agar mereka bisa langsung tahu dan memahami esensi dari tradisi ini. “Beda kan kalau kita ikut langsung, daripada hanya mendengar-dengar,” tambahnya.
Di tempat yang sama, Ketua DPW Ahlul Bait Indonesia (ABI) Sultra, Ir Tachrir mengatakan setiap tahun peringatan Asyura yang digelar komunitas Syiah memang selalu mendapat penentangan dari ormas-ormas tertentu. Itu terjadi karena adanya perbedaan pemahaman antara Syiah dan golongan tersebut dalam beberapa hal, termasuk ritual Asyura.
Ketua Formasi Sultra, Muhammad Ridwan Zainal juga menambahkan bahwa pemerintah sebaiknya memfasilitasi dialog antarmazhab untuk mendorong toleransi antarsesama. Yang jelas, kata Ridwan, antara Syiah dan Sunni, persamaannya masih jauh lebih banyak dibandingkan perbedaannya.
Sementara di luar hotel, pihak MUI Sultra dan Muhammadiyah juga ikut memberikan penjelasan. Mereka mengatakan, Syiah itu ada yang sesat, dan ada juga yang tidak. IJABI dan ABI, yang merupakan Ormas penggagas Asyura di Kota Kendari, tidak termasuk dalam golongan yang disesatkan. Mereka adalah pengikut Syiah Imamiyah yang diakui sebagai salah satu mazhab resmi dalam Islam.
Juga disebutkan, bahwa ritual Ahlulbait sebenarnya sangat kental dengan tradisi orang Sultra sendiri. Tiang keraton Buton yang berjumlah 12, sebenarnya merujuk pada keyakinan Syiah Imamiyah yang memiliki 12 orang Imam atau pemimpin umat.
Berdasarkan pantauan jurnalis Berita Kota Kendari, pengamanan itu dihadiri Komandan Kodim (Dandim), Letnan Kolonel (Letkol) Kafleri Eko Hermawan serta Kapolres Kendari, AKBP Sigit Hariadi.
Dari penelusuran di internet, tradisi Asyura memang menjadi salah satu ritual besar dalam tradisi Muslim Syiah. Populasi jumlah Muslim Syiah di seluruh dunia diperkirakan mencapai 150 juta sampai 200 juta orang, termasuk 2,5 juta orang di Indonesia. Setiap tahunnya, diperkirakan 20 juta muslim Syiah dari seluruh dunia melakukan ziarah ke makam Imam Husain yang terletak di Karbala, Irak.
Dalam Risalah Amman yang dihadiri ratusan ulama dan para pemimpin negara, disepakati bahwa Syiah Imamiyah dan Syiah Zaidiyah merupakan bagian dari keanekaragaman mazhab dalam Islam. Dari total pemeluk Syiah, kebanyakan merupakan Syiah Imamiyah dan sisanya adalah Syiah Zaidiyah, yang ajarannya lebih mirip dengan Sunni.
Menurut Prof Dr KH Quraish Shihab, perbedaan mendasar Sunni dan Syiah hanya terletak pada imamah atau kepemimpinan. Syiah hanya mengakui kepemimpinan Ali bin Abi Thalib sepeninggal Rasulullah Saw, dan dilanjutkan oleh sebelas keturunannya, termasuk Imam Husain. Karena itu, mereka disebut Syiah Ali atau pengikut Imam Ali.
Usut Dugaan Penistaan Agama oleh Ahok, Polri Libatkan Tiga Ahli
#beritadunia.net Menurut Kantor Berita ABNA, Kementerian Luar Negeri bekerjasama dengan Kementerian Agama menyelenggarakan Dialog Lintas Agama dan Budaya (DLAB) negara-negara MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki dan Australia) di Yogyakarta, 18 – 19 Oktober 2016, diikuti oleh tokoh agama, budaya, akademisi, pejabat dan masyarakat madani dari negara-negara tersebut. Dialog dibuka oleh Wakil Menteri Luar Negeri, Dr. AM. Fachir, sementara welcoming remarks disampaikan oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Dalam sambutan pembukaannya, Dr. A.M. Fachir antara lain menyampaikan bahwa Indonesia dan negara-negara MIKTA memiliki hubungan bilateral yang erat dan hubungan itu tentu saja semakin kuat melalui kerjasama MIKTA. Sejak terbentuk pada tahun 2013, MIKTA aktif membicarakan beberapa isu seperti perdamaian, keamanan, pengungsi, pemberdayan jender, perdagangan dan ekonomi global. MIKTA juga telah menjalankan berbagai program outreach di bidang kepemudaan dan media.
Ditambahkan, bahwa kerja sama dalam MIKTA sejalan dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Pelaksanaan Dialog Lintas Agama dan Budaya ini merupakan inisiatif Indonesia dalam upaya mengatasi situasi keamanan global, yaitu terorisme, radikalisme, dan ekstrimisme.
Lebih lanjut Dr. A.M. Fachir mengharapkan kedepannya kerja sama MIKTA dapat menjadi bridge builder dan consensus makingterhadap beberapa permasalahan yang menjadi perhatian bersama negara MIKTA. MIKTA juga diharapkan menjadi kerja sama yang inklusif yang melibatkan semua pihak tidak hanya Kementerian Luar Negeri.
Sementara itu Sri Sultan Hamengkubuwono X menggaris bawahi bahwa dialog bukanlah kompromi iman, namun untuk mewujudkan empati antarumat agama, dimana benteng perbedaan diubah menjadi jembatan saling pemahaman dan penghormatan.
DLAB negara-negara MIKTA dengan tema "Strengthening solidarity, friendship, and cooperation through interfaith and intercultural dialogue", bertujuan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman diantara negara-negara MIKTA dalam meningkatkan pemahaman dan mempromosikan toleransi, perdamaian, moderasi, serta penghormatan di antara masyarakat multi agama dan budaya.
Indonesia sebagai tuan rumah menyampaikan Host Statement/Yogyakarta Message dalam kegiatan ini. Yogyakarta Message berisi pesan perdamaian yang mendorong pelaksanaan berbagai kegiatan yang memupuk rasa solidaritas dan penghargaan terhadap keragaman, keterbukaan dan tranparansi, baik pada level pemerintah maupun non-pemerintah.
Yogyakarta Message juga mendorong peran aktif pemuda dalam memupuk solidaritas antar umat beragama, mengembangkan jaringan diskusi tentang toleransi, dan melangkah dari berbagai perbedaan guna mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
Indonesia juga menyampaikan komitmennya untuk memberikan Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia kepada pemuda dari negara-negara MIKTA mulai tahun 2017.
MIKTA merupakan Cross Regional Consultative Platform tingkat Menteri Luar Negeri yang dibentuk pada saat pertemuan ke-68 Majelis Umum PBB tanggal 17 September 2013 berdasarkan berbagai persamaan, diantaranya kemampuan ekonomi dan peran di kawasan. MIKTA diharapkan dapat bekerjasama untuk meningkatkan berkontribusi dalam pembangunan komunitas internasional.
Komisi Informasi Desak MUI Buka Laporan Keuangan
#beritadunia.net Menurut Kantor Berita ABNA, Komisi Informasi Pusat (KIP) meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) membuka laporan keuangannya ke publik. Ketua KIP Abdulhamid Diporamono mengatakan MUI perlu membuka laporan keuangannya karena lembaga itu mendapatkan dana dari pemerintah dan masyarakat.
“Dana dari pemerintah tidak saja didapat langsung dari APBN tapi juga program-program dari beberapa kementerian,” kata Abdulhamid dalam siaran pers yang diterima Tempo, di Jakarta, Ahad 27 Maret 2016.
Abdulhamid menjelaskan dana masyarakat yang masuk ke rekening MUI berasal dari biaya sertifikasi halal. Sertifikasi halal bukan saja untuk produk makanan, minuman, dan kosmetik, tetapi juga semua barang dan jasa. Menurut dia, masyarakat harus mulai kritis terhadap kondisi keuangan nonpemerintah seperti MUI.
Menurut UU Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), Abdulhamid menilai bahwa MUI adalah badan publik. Ia menjelaskan bahwa yang dimaksud sebagai badan publik ini bukan saja lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, tetapi juga badan lain atau organisasi nonpemerintah yang sumber dananya berasal daru APBN, APBD, dan sumbangan masyarakat.
Karena itu, MUI, kata dia, wajib menginformasikan program dan laporan keuangannya ke publik dengan mengelola lembaga secara transparan, efektif, efisien, akuntabel, dan dapat dipertanggungjawabkan. “Badan publik juga tidak boleh menunggu diminta informasinya tapi harus proaktif mengumumkannya ke masyarakat,” ujar Abdulhamid.
Atas dasar itulah, kata dia, KIP mempertanyakan kondisi keuangan MUI saat ini. Abdulhamid menilai tidak ada keterbukaan program dan laporan keuangan di lembaga tersebut secara periodik. Menurut dia, wajar apabila masyarakat mempertanyakan keterbukaan informasi MUI yang ingin mensertifikasi banyak jenis barang. “Jika makin banyak obyek yang disertifikasi maka akan semakin banyak pula uang masuk ke MUI,” tutur dia.
Abdulhamid menilai masyarakat harus kritis mempertanyakan laporan keuangan MIU. Sebab, kata dia, biaya yang dikeluarkan oleh pihak yang disertifikasi, pasti pada akhirnya akan dibebankan kepada masyarakat sebagai konsumen.
Antara Facebook, Israel dan Shimon Peres
Facebook adalah layanan media sosial yang saat ini paling diminati di dunia. Pertama kali didirikan oleh Mark Zuckerberg dan mitranya pada Februari 2004. Berbagai kalangan, termasuk Julian Assange, pendiri situs pembocor kawat intelejen Wikileaks, mengungkapkan bahwa Facebook adalah alat spionase paling dibenci yang dibuat sekarang.
Dewasa ini Facebook memiliki harta karun informasi yang sangat melimpah dari para penggunanya yang memberikan informasi pribadi secara sukarela. Padahal informasi tersebut dipergunakan oleh dinas keamanan dan intelejen AS untuk kepentingan tertentu.
Meskipun jejaring sosial semacam Facebook dipergunakan untuk menjalin hubungan sosial antarindividu dengan yang lain. Tapi, tidak luput dari ancaman bahaya yang mengintai setiap saat. Salah satu alasannya adalah besarnya konten rahasia yang bercampur dengan konten umum di dalamnya. Semua bercampur menjadi satu, dan tidak ada pemisahan antara keduanya.
Berdasarkan data yang dirilis pusat statistik internet global, masyarakat dunia menggunakan 500 miliar menit setiap bulan dari waktunya Facebook. Di kawasan Timur Tengah, Uni Emirat Arab dan Israel merupakan pengguna tertinggi Facebook.
Kini, pendiri Facebook, Mark Zuckerberg dinobatkan sebagai pemuda terkaya di dunia, dan orang terkaya ke-35 di dunia. Situs Jew or Not Jew memberikan parameter untuk menentukan seorang tokoh dunia, apakah dia Yahudi atau bukan. Situs ini memberikan nilai 13 dari 15 kepada Mark Zuckerberg, yang menunjukkan bahwa pendiri Facebook ini adalah seorang Yahudi. Koran Zionis, Jerusalem Post menempatkan Mark Zuckerberg dalam deretan ranking keempat dari 50 orang Yahudi paling berpengaruh di dunia.
Presiden rezim Zionis ke-9 yang belum lama ini meninggal pernah menyampaikan pujian besar terhadap Facebook. Shimon Peres dalam kunjungannya ke kantor Facebook di California tahun lalu menyebut jejaring sosial ini sebagai media untuk melakukan perubahan sosial. Menurut pengakuan Peres sendiri sebelum meninggal, tujuan kunjungannya ke kantor Facebook untuk menemui pemuda Yahudi yang baik, yaitu Mark Zuckerberg.
Dalam sebuah wawancara langsung dengan Facebook, Peres menjawab berbagai pertanyaan. Salah satunya, apa yang bisa dilakukan Facebook untuk meningkatkan perdamaian di Timur Tengah ? “Kalian bisa meyakinkan masyarakat supaya percaya tidak ada alasan untuk membenci !”, jawabnya.
Titik penting ini menunjukkan posisi Facebook sebagai alat untuk memperluas gerakan perdamaian ala Zionis. Tapi ironisnya, Facebook menutup laman yang berkaitan dengan Palestina, Lebanon, Iran dan gerakan anti-Zionis di dunia. Misalnya, Facebook menutup laman Intifadha Ketiga Palestina yang telah memiliki anggota hampir setengah juta.
Pada September lalu, rezim Zionis meminta Facebook mengirimkan delegasinya ke Israel supaya Tel Aviv bisa mewujudkan tujuannya melalui jejaring sosial itu. Rai Alyoum memberitakan sejak delegasi Facebook tiba di wilayah Palestina pendudukan langsung bertemu dengan menteri intelejen dalam negeri dan urusan peradilan rezim Zionis.
Dalam pertemuan tersebut hadir dua orang perwakilan dari pengadilan dan kepolisian Israel. Facebook menerima seluruh syarat yang diajukan rezim Zionis dan diakhir penandatangan kesepakatan bersama mengenai penguatan kerjasama antara dinas keamanan Israel dan Facebook.
Di akhir pertemuan, menteri kehakiman rezim Zionis yang memimpin delegasi Israel menyatakan, dua jejaring sosial, Facebook dan Twitter menerima permintaan rezim Zionis supaya menghapus konten anti-Israel yang telah dilakukan selama beberapa bulan belakangan ini.
Sebelumnya, Israel membentuk sebuah komite untuk menentukan “Aturan Facebook”. Tujuannya, untuk mengarahkan jejaring sosial ini demi kepentingan rezim Zionis. Dengan aturan ini, Tel Aviv bisa mendikte Facebook untuk menghapus konten yang tidak sesuai dengan kepentingan Israel.
Sebelum penandatangan kesepakatan antara Israel dan Facebook, sudah diprediksi akan ada penutupan secara besar-besaran akun-akun yang dinilai mengancam rezim Zionis. Benar saja, tidak lama setelah penandatangan tersebut, ribuan akun yang berkaitan dengan Palestina ditutup.
Belum lama ini, akun resmi Hamas dan sejumlah tokoh Palestina juga ditutup dari laman Facebook. Hingga kini penutupan akun pribadi dan fan page mengenai Palestina terus berlanjut. Bahkan fan page universitas Palestina seperti Universitas al-Khalil, universitas Al-Najah dan lainnya ditutup.
Tidak hanya itu, Aljazeera baru-baru ini melaporkan empat orang editor kantor berita Shehab dan akun tiga manajer kantor berita Quds dinonaktifkan. Dua kantor berita tersebut selama ini meliput perkembangan terbaru di Palestina pendudukan, dan laman Facebooknya diikuti oleh sekitar lima hingga enam juta orang.
Menyikapi sepak terjang Facebook tersebut, jutaan orang di dunia maya melancarkan kampanye boikot Facebook sebagai bentuk perlawanan terhadap tindakan perusahaan milik Mark Zuckerberg terhadap penutupan akun pro-Palestina.
Salah satu hashtag kampanye boikot Facebook adalah #FBcensorspalestine menjadi hit dalam waktu yang relatif singkat. Hanya dalam waktu dua jam, lebih dari 266 juta orang dari seluruh dunia mengikuti tagar boikot Facebook, dan lebih dari 40.000 orang memberikan komentar di tagar tersebut. Tagar Facebook menyensor Palestina menempati posisi tertinggi kelima di Twitter.
Keberpihakan jejaring sosial semacam Facebook terhadap rezim Zionis tidak bisa lagi ditutup-tutupi. Lebih dari 10.000 laman milik Israel di dalam Facebook. Sejumlah kalimat seperti “Bunuh orang-orang Palestina” mendekati 3.000 kali terulang di akun milik Israel. Sedangkan kalimat “Usir orang-orang Palestina” terulang sekitar 12.000 kali.
Terkait hal ini, menteri kehakiman rezim Zionis, Ayelet Shaked di laman pribadinya menyerukan pembunuhan massal warga Gaza. Ironisnya, statemen bersifat intimidatif ini tidak disensor oleh Facebook. Pada saat yang sama, jika itu dilakukan oleh orang-orang Palestina, maupun bangsa lainnya terhadap Israel maka Facebook pasti akan memblokirnya.
Contoh lainnya, sebuah akun memposting foto perempuan tua disertai tulisan singkat, “Usia nenek ini lebih tua dari Usia Israel”. Tidak berapa lama setelah diposting, Facebook segera menghapusnya. Foto perempuan tua itu adalah gambar Fatimah Ali salim Abu Husyiah, yang dilahirkan pada tahun 1910 di wilayah Qathana Palestina. Situs Al-Alam melaporkan, manajemen Facebook menjustifikasi keputusan tidak profesionalnya dengan menyebut “konten ini rasis !” yang ditujukan kepada siapa saja yang memposting sesuatu yang tidak sejalan dengan kepentingan rezim Zionis.
Mark Zuckerberg terkadang mengenakan pakaian dengan penutup kepala khas Yahudi di hadapan khalayak ramai. Kostum tersebut menimbulkan pertanyaan banyak orang mengenai sosok Mark Zuckerberg. Tidak bisa dipungkiri bagaimana ia mengarahkan Facebook untuk kepentingan rezim Zionis.
Jika sedikit menelisik simbol bintang Dawud yang ada di tengah bendera Israel dan slogan “membangun dunia” dalam bendera dan slogan rezim Zionis Israel, kita bisa menilai bagaimana ambisi Zionisme internasional menguasai dunia, dan memfungsikan potensi-potensi besar seperti Facebook yang didirikan oleh anak muda berbakat seperti Mark Zuckerberg.
Pada Februari 2008, Mark Zuckerberg diundang datang ke Jerusalem untuk menghadiri konferensi internasional hari berdirinya rezim Zionis. Tema yang diusung dalam konferensi tersebut adalah “Masa Depan Teknologi di dunia”, termasuk membahas masyarakat Yahudi global dan Israel, serta pengaruhnya di dunia. Pada konferensi tersebut Shimon Peres menyebut Mark Zuckerberg sebagai teknokrat yang mengubah kehidupan dunia yang kita tempati saat ini.
Dalam Bimbingan Imam Husain as (10)
Konsistensi Imam Husain as dan sahabatnya di saat-saat paling sulit dan keridhoan mereka terhadap musibah muncul dari pemahaman mereka terhadap hakikat kehidupan dan kematian. Imam Husain senantiasa berdiri kokoh dan tidak pernah kalah, sehingga menjadi teladan bagi keuletan dan konsistensi dalam menghadapi beragam kesulitan dan perang melawan otoritarianisme.
Istiqomah di jalan Tuhan merupakan kesempurnaan tertinggi manusia. Melalui istiqomah, manusia mampu menegakkan kebenaran dan tidak akan pernah mundur melawan kebatilan. Imam Husain di kebangkitan bersejarahnya menyadarkan sahabat dan keluarganya akan rahasia istiqomah, sehingga mereka mampu memahami dengan benar hakikat istiqomah, menerapkannya dan menjadi manusia sempurna.
Di antara sahabat Imam Husain as adalah Nafi’ bin Hilal. Di hari Asyura dengan membawa busur dan anak panah, ia menyongsong musuh. Ketika anak panahnya habis ia berperang menggunakan pedang dan membantai musuh-musuh Allah. Sambil mengacungkan pedangnya ia bersyair, Agamaku adalah agama Husain bin Ali. Jika hari ini aku terbunuh, maka ini adalah harapanku. Konsisten dan istiqomahnya Nafi’ bin Hilal di peperangan membuat musuh ketakutan dan memaksa komandan pasukan musuh memaki bawahannya. Komandan musuh berteriak, Wahai orang-orang bodah! Apakah kalian tahu tengah berperang dengan siapa. Kalian tengah berperang melawan orang yang haus akan kematian dan pemberani. Oleh karena itu, jangan berperang langsung melawannya.
Kinerja sahabat Imam Husain as tak ubahnya seperti bendera yang berkibar, konsisten dan istiqomah. Habib bin Madhahir, salah satu sahabat Imam Ali as dan saat berperang di Karbala telah berusia 75 tahun. Saat bertempur ia melantunkan syair, Namaku Habib dan ayahku Madhahir. Aku adalah pahlawan di medan perang. Meski jumlah kalian lebih banyak dari kami, namun loyalitas kami lebih besar dari kalian. Kami adalah hujjah lebih ungul dan kebenaran yang nyata dan lebih bertakwa dari kalian.
Habib di medan pertempuran telah membuktikan istiqomah dan konsistennya di jalan kebenaran serta mempersembahkan nyawanya. Ia bertempur dengan gigih hingga mereguk cawan syahadah. Konsistensi Imam Husain as dan sahabatnya di saat paling sulit dan ketika mereka mengadapi musibah besar bersumber dari upaya mereka memperjuangkan kebenaran dan pamahamannya atas realita kehidupan dan kematian.
Air mata manusia yang menangisi Imam Husain as sejatinya termasuk salah satu pilar yang mempertahankan misi beliau dan menyampaikan pesannya kepada seluruh umat manusia. Dengan demikian, air mata bagi Husain adalah teriakan protes kepada kubu arogan dan zalim. Sebuah kilat dan guntur yang menembak para pendurjana di mana pun dan kapan pun.
Tentang keberadaan Imam Husain as di Karbala diriwayatkan bahwa ketika beliau tiba di padang ini kuda yang beliau tunggangi tiba-tiba berhenti. Kuda itu tetap bergeming dan memaku kendati beliau sudah menarik tali kekangnya kuat-kuat agar beranjak dari tempatnya berdiri. Beliau lalu mencoba menunggangi kuda lain, namun hasilnya tetap sama, kuda kedua itu juga tak menggerakkan kakinya. Karena itu, Imam Husain as nampak mulai curiga sehingga bertanya: “Apakah nama daerah ini?” Orang-orang menjawab: “Qadisiah.”“Adakah nama lain?”, tanya Imam lagi. “Shati' Al-Furat.” “Selain itu ada nama lain lagi?” “Karbala...”
Mendengar jawaban terakhir ini Imam Husain as segera berucap: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegundahan dan malapetaka.” Imam lalu berseru kepada para pengikutnya: “Kita berhenti disini, karena di sinilah akhir perjalanan kita, di sinilah tempat tumpahnya darah kita, dan di sinilah tempat kita dikebumikan.”
Di tanah itu, Ummu Kaltsum as adik Imam Husain as berkeluh kesah kepada beliau. “Padang sahara terlihat menyeramkan, aku tiba-tiba dicekam ketakutan yang amat besar.” Imam menjawab: “Adikku, dalam perjalanan untuk Perang Siffin, bersama ayahanda kami pernah berhenti di sini. Di sini ayah merebahkan kepalanya ke pangkuan kakakku, Hasan, kemudian tertidur. Aku juga kebetulan ada di sisinya. Begitu terjaga, ayah tiba-tiba menangis sehingga kakakku bertanya mengapa ayah menangis.
“Ayah menjawab: 'Aku bermimpi sahara ini berubah menjadi lautan darah dan Husain tenggelam ke dalamnya sambil berteriak-teriak meminta pertolongan tetapi tak seorangpun mengindahkan teriakannya.' Ayah kemudian bertanya kepadaku: 'Bagaimanakah kalian jika seandainya ini terjadi.' Aku menjawab: 'Tidak ada jalan lain, aku akan sabar.'”
Imam Husain as kemudian berkata: “Sesungguhnya Bani Umayyah telah mencemarkan nama baikku, tetapi aku bersabar. Mereka merampas harta bendaku, aku juga bersabar. Mereka kemudian menuntut darahku, tetapi juga tetap sabar. Demi Allah, mereka akan membunuhku sehingga Allah akan menimpakan kepada mereka kehinaan yang amat sangat dan akan menghunjam kepada mereka pedang yang amat tajam.”
Sementara itu, Ubaidillah bin Ziyad sudah mendapat laporan bahwa Imam Husain as berada di Karbala. Dia mengirim surat kepada beliau berisikan desakan agar beliau membaiat Yazid. Ubaidillah mengancam Imam Husain as pasti akan mati jika tetap menolak memberikan baiat. Imam Husain as membaca surat itu kemudian melemparkannya jauh-jauh sambil berkata kepada kurir Ubaidillah bahwa surat itu tidak akan dibalas oleh beliau. Ubaidillah murka setelah mendengar laporan sang kurir tentang sikap Imam Husain ini. Dipanggilnya Umar bin Sa'ad, orang yang sangat mendambakan jabatan sebagai gubernur di kota Rey. “Cepat pergi!” Seru Ubaidillah kepada Umar. “Habisi Husain, setelah itu datanglah kemari lalu pergilah ke Rey untuk menjabat di sana selama 10 tahun.”
Umar bin Sa'ad meminta waktu satu hari untuk berpikir, dan Ubaidillah pun memberinya kesempatan itu. Umar kemudian berunding dengan teman-temannya. Dia disarankan supaya tidak menerima tugas untuk membunuh cucu Rasul itu. Namun, saran itu tidak meluluhkan hatinya yang sudah dilumuri ambisi untuk bertahta. Maka, dengan memimpin 4.000 pasukan dia bergerak menuju Karbala. Begitu tiba di Karbala, mulai adegan-agedan penganiayaan terjadi terhadap Imam Husain beserta rombongannya. Umar bin Sa'ad bahkan tak segansegan mencegah mereka untuk mendapatkan seteguk air minum.
Hur dan pasukannya bergabung di bawah pasukan pimpinan Umar bin Sa'ad. Umar memerintahkan seseorang bernama Azrah bin Qais. “Cepat datangi Husain, dan tanyakan kepadanya untuk apa datang kemari.” Kata Umar. Azrah kebingungan dan malu karena dia termasuk orang yang mengirim surat kepada Imam Husain as supaya beliau datang ke Kufah. Umar bin Sa'ad kemudian menyuruh beberapa orang lain untuk bertanya seperti itu, tetapi tak ada satupun diantara mereka yang bersedia. Mereka keberatan karena mereka juga seperti Azrah bin Qais; ikut mengundang Imam Husain as tetapi malah berada di barisan pasukan yang memusuhi beliau.
Diriwayatkan bahwa Barir bin Khudair meminta izin Imam Husain as untuk berbicara dengan Umar bin Sa'ad mengenai penggunaan air sungai Furat. Beliau mengizinkannya dan Barir pun pergi mendatangi Umar bin Sa'ad. Di depan Bin Sa'ad Barir langsung duduk tanpa mengucapkan salam. Karena itu Umar bin Sa'ad langsung naik pitam.
“Kenapa kamu tidak mengucapkan salam kepadaku? Bukankah aku ini seorang muslim yang mengenal Allah dan rasul-Nya?”, tegur Ibnu Sa'ad geram. “Kalau kamu memang seorang Muslim,” jawab Barir, “kamu tentu tidak akan keluar untuk memerangi keluarga nabimu, Muhammad bin Abdullah, untuk membunuh mereka, untuk menawan para anggota keluarga mereka. Di saat orang-orang Yahudi dan Nasrani bisa menikmati air sungai Furat, Husain putera Fatimah beserta keluarga dan sahabatnya justru terancam maut akibat kehausan karena kamu mencegah mereka meneguk air sungai tersebut, tetapi di saat yang sama kamu mengaku mengenal Allah dan rasul-Nya.”
Ibnu Sa'ad sejenak menunjukkan kepada kemudian mendongak lagi sambil berkata: “Hai Barir, saya yakin siapapun akan masuk neraka jika memerangi dan membunuh Husain dan kaum kerabatnya. Namun, apa yang bisa aku lakukan nanti untuk ambisiku di Ray? Apakah aku akan membiarkannya jatuh ke tangan orang lain? Demi Allah, hatiku tidak berkenan untuk yang demikian.” Barir kemudian kembali menghadap Imam Husain as dan melaporkan apa yang dikatakan Umar bin Sa'ad. Imam pun berkomentar: “Dia tidak bisa mencapai kekuasaan di Ray. Dia akan terbunuh di tempat tidurnya sendiri.”
Dalam Bimbingan Imam Husein (9)
Dalam al-Quran, izzah atau kemuliaan merupakan sifat terpuji yang menjadi ciri para Nabi, Rasul dan orang-orang yang beriman. Di Karbala, Imam Husein dan pengikutnya memberikan pelajaran penting mengenai martabat dan kehormatan yang dijelaskan dalam al-Quran. Beliau bukan hanya menolak kehinaan yang menjadi slogan utama dalam gerakan Asyura, “Haihat Minna al-dzillah”, lebih dari itu, Imam Husein memberikan contoh mengenai kemuliaan hidup berdasarkan prinsip al-Quran.
Salah satu pelajaran penting dari gerakan Imam Husein adalah kehormatan dan kemerdekaan. Ketika kehinaan rezim fasik melingkar di leher umat Islam saat itu, Imam Husein tidak hanya menyuarakan penolakan terhadap kehinaan, tapi beliau bangkit menyuarakan kemuliaan. Kebangkitan Imam Husein bukan untuk kepentingan dirinya, tapi demi membela ajaran Islam yang telah dihina dan direndahkan oleh orang lalim dan fasik semacam Yazid.
Imam Husein berkata, “…bagaimana Tuhan menjauhkan kami dari kehinaan! Tuhan memerintahkan kami [Ahlul bait] supaya menolak kehinaan. Rasulullah Saw menentang kehinaan, dan orang-orang Mukmin pun mengikutinya. Pakaian bersih dan suci yang kami kenakan tidak akan pernah membiarkan nafas kami berada dalam kelaliman. Lebih baik kami mati mulia, dari pada harus taat kepada orang-orang tercela,”.
Bahkan, ketika titik darah penghabisan, Imam Husein tetap memegang prinsip hidupnya yang menjunjung tinggi kemuliaan. Pada saat puluhan anak panah beracun menancap di dada Imam Husein di hari Asyura, dan beliau sudah tidak bisa duduk di kuda serta melanjutkan pertahanan dirinya, kemuliaan dan kehormatannya tetap terjaga. Imam Husein tidak menyerah menghadapi musuh yang menghadang di depan mata.
Salah satu manifestasi besar revolusi Asyura yang dipimpin oleh Imam Husein di padang Karbala adalah kemuliaan dan martabat kemanusiaan. Kemuliaan adalah sebuah kondisi di mana manusia memiliki kebesaran jiwa, keluhuran budi, dan tangguh. Mereka bukan hanya tidak merasa terhina dan rendah diri di hadapan musuh, tapi kemuliaannya justru semakin bertambah. Sedangkan martabat adalah sebuah kondisi yang menolak segala bentuk kehinaan dan kerendahan.
Martabat kemanusiaan sebagai salah satu dari nilai-nilai Islam yang senantiasa mendapat perhatian. Manusia bermartabat adalah mereka yang sudah menemukan keluhuran jiwa sehingga membuatnya menjauhi kehinaan dan kerendahan. Mereka juga menjaga kehormatan dan harga dirinya di setiap kondisi. Dengan bekal kemuliaan dan martabat yang dimilikinya, orang-orang Mukmin sangat tangguh dalam menghadapi berbagai masalah, dan mereka tahan banting meskipun diterjang badai kesulitan dan musibah besar.
Imam Husein telah menampilkan keteladanan kemuliaan dan martabat kemanusiaan. Ia tidak mengenal kata kompromi dengan kehinaan dan kerendahan. Jiwanya tetap tangguh meskipun anak-anak dan para sahabatnya terbunuh, keluarganya ditawan, dan jasadnya tercabik-cabik oleh pedang musuh. Meskipun Husein bin Ali telah tiada lebih dari seribu tahun lalu, tapi martabat kemanusiaan dan kemuliaan imannya tetap kekal abadi.
Pada dasarnya, Imam Husein mengajarkan kepada umat manusia tentang pelajaran menjaga kemuliaan hidup. Dalam ideologi Imam Husein, sebuah kekalahan untuk memperoleh kemuliaan bukan kegagalan, tapi ia kemenangan sejati.
Imam Husein gugur syahid dalam membela agama dan berjuang melawan kezaliman. Ia tidak bersedia menerima kehinaan dan mengajarkan kepada kaum Muslim kemuliaan dan pengorbanan demi menjaga agama. Imam Husein telah menghidupkan sifat-sifat mulia kemanusiaan, dan mengajarkan kepada masyarakat tentang kepahlawanan dan pengorbanan.
Kemuliaan dan martabat kemanusiaan ini tidak mengizinkan putra Ali as ini menyerah pada kehinaan seperti Ibnu Ziyad. Mereka tidak hanya melecehkan agama, tapi juga nilai-nilai kemanusiaan dan menistakan putra Rasulullah Saw. Oleh karena itu, Imam Husein as bangkit menentang mereka.
Dalam sebuah jawaban kepada orang-orang yang mengusulkan baiat dengan Yazid, Imam Husein berkata,“Ketahuilah, sesungguhnya pejuang putra pejuang telah dihadapkan kepada dua pilihan antara mengangkat pedang atau memilih kehinaan. Enyahlah kehinaan dari kami. Allah Swt dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman pasti menolaknya.”
Imam Husein mustahil memilih kehinaan, karena Allah Swt menginginkan kemuliaan umat manusia. Keputusan Imam Husein menolak baiat sangat penting, karena hal itu sama saja dengan mengakui dan memberi legitimasi kepada pemerintahan Yazid dan Bani Umayyah yang lalim. Penolakan tersebut memberikan pelajaran tentang kehormatan dan kemuliaan kepada generasi mendatang.
Imam Husein berkata, "Demi Allah! Aku tidak akan menyerah kepada kalian dengan kehinaan dan aku tidak akan lari seperti para budak. Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku, dan Tuhan kalian dari serangan kalian."
Ia menolak baiat yang hina, dan memperkenalkan Allah Swt hanya sebagai tempat berlindung. Menurut Imam Husein, seluruh kemuliaan dan kekuatan adalah milik Allah Swt, dan ini adalah puncak martabat kemanusiaan. Imam Husein selalu menghadirkan kemuliaan dan martabat kepada masyarakat, dan ia tidak membiarkan seseorang bertekuk lutut pada kehinaan dan kerendahan.
Akhlak mulia dan perhatian terhadap martabat kemanusiaan dalam mendidik dan memperkuat kemuliaan diri dapat ditemukan di seluruh fase kehidupan Imam Husein. Puncak kemuliaan ini dapat disaksikan bagaimana ia memperlakukan pasukan musuh.
Sikap Imam Husein saat menghadapi pasukan Hurr bin Yazid al-Riyahi adalah bukti keluhuran jiwanya. Dalam perjalanan dari Mekkah menuju Kufah, Imam Husein dan rombongan dihadang oleh pasukan musuh pimpinan Hurr di sekitar Qasr Muqatil, tidak jauh dari Kufah. Cuaca panas dan minimnya persediaan air memaksa semua orang untuk berhemat. Dalam situasi seperti ini, pasukan Hurr bertemu kafilah Imam Husein dengan terengah-engah kehausan.
Sebagian orang di kafilah menyarankan kepada Imam Husein as agar memanfaatkan kesempatan itu untuk menyerang pasukan Hurr. Akan tetapi, ia tidak hanya menolak usulan tersebut, tapi juga memerintahkan keluarga dan para sahabatnya untuk memberi air minum kepada pasukan musuh, dan ia bahkan meminta mereka untuk memberi minum kepada hewan-hewan tunggangan. Bahkan, Imam Husein dengan tangannya sendiri memberi air minum kepada tentara musuh yang kehausan.
Salah seorang tentara Hurr berkisah, “Aku adalah orang terakhir dari pasukan Hurr yang bertemu Husein bin Ali. Aku dicekik rasa haus, bahkan aku tidak sangguh memegang girbah air untuk meminumnya, Husein menyaksikan kondisiku yang lemah, dan ia kemudian dengan tangannya sendiri memberiku minum hingga dahagaku hilang.”
Kebesaran jiwa dan kemuliaan Imam Husein akan tampak jelas ketika kita membandingkannya dengan tindakan pasukan Umar bin Sa'ad di kemudian hari. Mereka tidak hanya menutup aliran air kepada sahabat dan pasukan Imam Husein, tapi juga membungkam tangisan anak-anak yang kehausan.
Salah satu keutamaan kepribadian Imam Husein adalah perhatiannya akan keselamatan seluruh umat manusia. Beliau juga melakukan banyak upaya untuk menyelamatkan musuh-musuhnya. Pada hari Asyura, ketika Imam Husein sudah dikepung dan genderang perang sudah ditabuh, ia bergegas menuju ke arah pasukan musuh dan memperkenalkan dirinya sebagai jalan terakhir untuk menyelamatkan orang-orang yang lalai dan menyadarkan mereka.
Dalam kondisi tersulit sekalipun, Husein bin Ali masih tetap memikirkan keselamatan orang-orang yang memusuhinya dari kesesatan. Apakah mereka tidak tahu siapa Husein? Apakah sebagian dari ribuan tentara itu tidak temasuk orang yang pernah menulis surat kepada Husein bin Ali?
Bukankah sebagian dari mereka pernah bertemu dengan Nabi Muhammad Saw dan mendengar langsung dari Rasulullah yang bersabda, “Husein adalah pemuda penghulu surga.” Tapi, harta, tahta dan kebodohan telah menjadikan mereka buta dan tuli untuk menerima kebenaran.
Sikap Imam Husein membuktikan betapa tinggi pemikirannya. Ia masih mencari cara untuk menyelamatkan orang-orang dari kehancuran dan menolong mereka. Di detik-detik akhir hayatnya, ksatria Karbala tetap berjuang demi membela agama dan kemanusiaan, kebenaran dan keadilan, kebebasan dan kemerdekaan sejati. Inna lillahi wa Inna ilahi rajiun.
Dalam Bimbingan Imam Husain as (8)
Derajat keridhoan dari Allah merupakan salah satu derajat tertinggi yang dapat diraih manusia melalui pengenalan sempurna akan pencipta, hikmah dan rahamat-Nya. Tak hanya itu, derajat ini juga membutuhkan pengenalan sempurna akan dunia dan hakikatnya. Adapun Karbala adalah manifestasi dari kerdihoan manusia akan ketentuan (qadha) Tuhan.
Imam Sadiq as bersabda, “Bacalah surat al-Fajr di shalat wajib dan sunnah, karena surat ini berkenaan dengan Husain bin Ali as. Kalian juga harus memiliki kecintaan lebih terhadap surat ini.” Salah satu sahabat Imam bertanya, Bagaimana surat ini khusus berkenaan dengan Imam Husain? Imam Sadiq berkata, Apakah kamu tidak tahu bahwa di akhir surat al-Fajr Allah berfirman “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku”. Husain adalah pemilik jiwa yang tenang, ia ridho kepada Allah dan Allah pun ridho kepadanya. Sementara para sahabatnya dan keluarga Nabi lainnya juga ridho kepada Allah.
Imam Husain sejak awal perjalanannya ketika keluar dari Madinah, terlebih dahulu berziarah ke makam kakeknya, Rasulullah Saw dan setelah shalat beliau berdoa, “Ya Allah! Atas nama orang yang dimakamkan di kuburan ini, tentukan jalan bagiku yang Kamu ridhoi dan Rasulullah pun ridho jalan tersebut. Selama perjalananya tersebut Imam Husain hanya memikirkan jalan yang dirihoi Tuhan. Ketika menuju Karbala dari Mekkah, Imam Husain di depan sahabatnya menyampaikan pidato dan mengisyaratkan akhir dari perjalannya ini, bahwa ia dan para sahabatnya akan gugur. Imam berkata, keridhoan Tuhan adalah keridhoan kami Ahlul Bait.
Sesorang mengirim surat kepada Imam Husain dan bertanya, “Kebaikan dunia dan akhirat terletak di mana? Imam menjawab, “Mereka yang mengharap keridhoan Tuhan meski manusia membenci mereka. Allah akan menganggap cukup hubungan orang tersebut dengan manusia lain dan siapa saja yang berani melanggar ketentuan Allah demi meraih keridhoan manusia, maka Allah akan membiarkannya di tengah masyarakat.”
Farazdaq, penyair ulung Arab berkata, Aku bertemu dengan Imam Husain di dekat Mekkah, Imam kemudian bertanya tentang kondisi warga Kufah. Aku berkata, Wahai tuanku! Hati-hari mereka bersamamu, namun pedang mereka melawanmu. Imam Husain berkata, benar apa katamu, segala sesuatu ada di tangan Allah. Jika qadha dan ketentuan Allah sesuai dengan apa yang kita inginkan, maka kita akan bersyukur atas nikmat tersebut dan kami akan meminta pertolongan-Nya untuk menunaikan rasa syukur tersebut. Adapun jika ketentuan Allah tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, mereka yang niatnya benar dan benar-benar bertakwa tidak akan jauh dari keridhoan Allah dan tidak pula akan rugi.
Di detik-detik akhir usianya dan ketika sendirian serta kehausan dan badannya penuh dengan luka, Imam Husain as jatuh dari kudanya dan berkata, “Ya Allah! Kerelaanku sesuai dengan keridhoanku dan Aku berserah diri terhadap perintah-Mu.
Karbala manifestasi keridhoan manusia terhadap ketentuan Allah. Oleh karena itu, Sayidah Zainab setelah mengalami berbagai penderitaan dan kesedihan berpisah dengan orang yang dicintainya, berkata kepada kriminal terbesar dunia yang berencana menghina dan melecehkannya. Ia mengatakan bahwa dirinya tidak menyaksikan sesuatu di Karbala kecuali keindahan dan apa yang saksiksan seluruhnya indah.
Dalam dialog antara Sayyidah Zainab dan Ibn Ziyad disebutkan bahwa saat itu Ibn Ziyad bertanya kepada putri Imam Ali as ini, ”Bagaimana pendapatmu tentang apa yang telah Allah lakukan terhadap saudara dan keluargamu?” Sayyidah Zainab berkata, “Aku tidak melihat ketentuan Allah kecuali Indah. Mereka adalah sekelompok orang yang telah di taqdirkan oleh Allah untuk mati terbunuh. Mereka pun bergegas menuju kematian itu. Allah kelak akan mempertemukanmu dengan mereka. Kelak kau akan dihujani pertannyaan dan disudutkan. Lihatlah, siapa pemenang hari itu! Semoga ibumu memakimu, hai anak Marjanah!”
Musibah datang menimpa hamba-hamba pilihan Allah. Ada riwayat mengatakan “Musibah diperuntukkan bagi para kekasih Allah." Sehingga dapat dikatakan, tiada musibah yang menimpa kaum pria seperti musibah yang menimpa Imam Husain as. Dan tiada musibah yang menimpa kaum wanita seperti musibah yang menimpa Sayyidah Zainab. Rasulullah saw. bersabda, ”Siapa saja yang menangisi musibah yang menimpa anak gadis ini (Zainab), maka ia seperti orang yang menangisi musibah yang menimpa dua orang saudaranya (Hasan dan Husain).
Perawi berkata: Demi Allah, aku masih ingat bagaimana Zainab bin Ali meratapi Al-Husain as dan menjerit dengan suara parau dan hati yang hancur. “Oh Muhammad! Salam sejahtera dari Tuhan penguasa langit untukmu. Lihatlah! Ini Husainmu tengah terbujur kaku di alam terbuka dengan tubuh bersimbah darah. Badannya terpotong-potong. Oh sungguh malang! kini putri-putrimu menjadi tawanan musuh Allah. Hanya kepada Allah dan RasulNya, Muhammad Mustafa, Ali Murthada, Fatimah Zahra, dan Hamzah Sayyidusy Syuhada, kuadukan penderitaan ini.
Wahai Muhammad! Ini Husainmu, terbaring di alam terbuka, menjadi sasaran terpaan angin timur. Inilah korban kebiadaban anak-anak sundal. Oh malangnya! Betapa beratnya penderitaan yang kau alami, Wahai Abu Abdillah. Hari ini adalah hari kematian kakekku Rasullulah saw.
Dua Putra Sayyidah Zainab syahid di karbala, sehingga ia dapat merasakan kepedihan yang dirasakan para syuhada karbala dan saudra tercintanya Husain as. Diriwayatkan bahwa di hari Asyura, Sayyidah Zainab mempersiapkan dua putranya, Aoun dan Mohammad ke medan perang. Beliau dengan tangannya mengenakan pakaian baru dan bersih kepada anak-anaknya, mempersiapkan pedang dan tameng. Kemudian Sayyidah Zainab membawa anak-anaknya ke hadapan Imam Husain dan meminta ijin bagi mereka untuk turun ke medan laga membela cucu Rasulullah.
Awalnya Imam Husain tidak bersedia memberi ijin, namun Sayyidah Zainab bersikeras dan akhirnya imam pun memeri ijin kepada keponakannya tersebut. Dengan tangannya sendiri Sayyidah Zainab melepas buah hatinya ke medan perang. Dua bersaudara ini bahu membahu berperang dengan musuh. Keduanya tampil gagah berani membantai musuh Allah dan Rasul-Nya, hingga Mohammad meneguk cawan syahadah. Menyaksikan saudaranya gugur, Aoun berdiri di sampingnya dan berkata, “Sabar sedikit saudaraku, aku akan menyusulmu.”
Aoun pun melanjutkan pertempuran hingga menyusul saudaranya bergabung dengan kakek dan keluarganya di surga. Imam Husain dengan penuh kesedihan merangkul jenazah dua remaja dan keponakannya tersebut serta membawanya ke kemah. Para wanita Ahlul Bait keluar menyambut dua jenazah syuhada Karbala, namun anehnya Sayyidah Zainab tetap berada di dalam kemah dan tidak keluar menyambut jenazah anaknya. Hal ini karena beliau takut, Imam Husain malu melihat kondisi dirinya dan tidak mampu memberi jawaban.
Dalam rombongan tawanan, Zainab bertindak sebagai penanggung jawab rombongan. Dia berusaha sedapat mungkin menyediakan segala kebutuhan kaum wanita dan anak-anak. Sayyidah Zainab menghibur mereka dalam setiap kesulitan, seperti kelaparan, kehausan dan mengalami tindakan pemukulan.
Sayyidah Zainab mulai dari awal hingga akhir memandang peristiwa Asyura sebagai keindahan. Khutbah Imam Husain, ungkapan loyalitasn para pengikut cucu Rasulullah ini, malam yang penuh dengan untaian doa dan bacaan al-Quran semuanya menunjukkan penghambaan tinggi dan derajat keridhoan (maqom ridho).
Darah suci tertumpah di Karbala dan sendi-sendi kelaliman hancur. Mereka yang menciptakan tragedi Karbala berpikir bahwa dengan membantai Ahlul Bait Nabi dan para penyeru kebenaran, akan dapat mencapai ambisinya. Namun dalam pandangan Sayyidah Zainab justru mereka telah mengungkap esensinya sendiri dan membuat citra Ahlul Bait semakin gemilang serta namanya menjadi abadi.
Kendati beliau harus kehilangan kakak yang amat dicintainya, anggota keluarga, sanak famili dan sahabat-sahabat setianya namun pada tragedi Karbala yang sangat memilukan hati itu, Sayyidah Zainab sa berkata: “Ya Allah, hamba bersabar atas segala ketentuan-Mu”. Setelah kesyahidan Imam Husain as beserta pasukannya yang berjumlah sangat sedikit itu dan rombongan tawanan akan diarak ke Kufah, beliau sempat berkata kepada Sang Kekasih sejatinya dengan ungkapan: “Ya Allah, terimalah persembahan ini dari kami”. Ungkapan ini menunjukkan bahwa Sayyidah Zainab berada di maqom ridho dan menerima segala takdir dan qadha Allah Swt.
Dalam Bimbingan Imam Husein as (7)
Imam Husein as di Zuhur Asyura melaksanakan salat terakhirnya. Salat ini memberikan pesan penting kepada manusia hingga Hari Kiamat, bahwa perang, jihad dan pengorbanan beliau demi mempertahankan Islam. Karena salat merupakan tiang agama. Tanpa salat, agama tidak bermakna. Sebagaimana kemah tidak akan tegak tanpa tiang. Begitu juga seluruh perbuatan manusia akan diterima di sisi Allah dengan syarat salatnya diterima.
Imam Husein as mengajarkan manusia cinta kepada salat dan berdoa kepada Allah yang didapatkannya dari ayahnya. Ibnu Abbas di tengah-tengah perang Shiffin melihat Imam Ali as mengangkat kepalanya ke langit seakan-akan menanti sesuatu. Ibnu Abbas bertanya, “Wahai Amirul Mukminin! Apakah engkau mengkhawatirkan sesuatu?” Beliau menjawab, “Iya, saya menanti waktu salat.” Ibnu Abbas berkata, “Dalam kondisi genting seperti ini kita tidak bisa berhenti berperang dan menunaikan salat.” Imam Ali melihatnya dan berkata, “Kita berperang untuk menegakkan salat.”
Imam Husein as menyampaikan slogan Haihata Minnadz Dzillah atau Pantang Hina di sore hari Tasua. Waktu itu pasukan musuh telah siap untuk berperang. Beliau berkata kepada saudara pemberaninya Abbas agar menemui musuh dan menyampaikan pesannya. Beliau berkata, “Carikan jalan bagaimana caranya perang diundur hingga besok. Malam ini saya ingin melakukan salat dan menyembah Allah Swt. Hanya Allah yang tahu betapa saya sangat menyukai salat, membaca al-Quran, banyak berdoa dan mengucapkan istighfar.”
Ucapan Imam Husein sangat bermakna. Salat dan berdoa kepada Allah Swt memberikan kemuliaan yang sangat besar kepada manusia. Itulah mengapa beliau meminta kalau bisa perang diundur hingga keesokan hari agar dapat melakukan salat dan berdoa.
Falsafah salat adalah merasa hadir di sisi Allah, menyatakan penghambaan, dan mengakui keesaan Allah dan keabadian-Nya. Hasil dari salat yang disertai makrifat seperti ini adalah perubahan, kebahagiaan dan mencapai kesempurnaan. Ketika seseorang melakukan salat dan merasa di hadapan Allah dan mengingat-Nya, maka hal ini dengan sendirinya akan mencegahnya dari berbuat maksiat.
Salat memiliki posisi yang sangat urgen bila dibandingkan dengan ibadah yang lain. Kewajiban semua ibadah agama seperti haji, puasa, zakat, khumus dan lain-lain memiliki syarat dan bila syarat itu tidak terpenuhi, maka kewajiban itu menjadi gugur dengan sendirinya. Tapi berbeda dengan kewajiban salat, dimana dalam kondisi apapun tidak dapat gugur. Kewajiban salat tetap harus dilakukan baik dalam bepergian atau tidak, sehat atau sakit, kaya atau miskin, perang atau damai dan dalam kondisi apapun.
Dalam ibadah salat yang berubah hanya kualitasnya. Sebagai contoh, ketika orang yang melakukan salat dalam kondisi lemah, Allah membolehkannya untuk melakukan salat dengan duduk atau berbaring. Atau dalam kondisi sedang bepergian, ia dapat melakukan salat dengan qashar. Bahkan ketika seseorang dalam kondisi tenggelam dan tahu waktu salat telah tiba, maka ia tetap wajib salat dengan hanya niat dan mengucapkan takbir.
Salat Zuhur di hari Asyura merupakan sebuah riwayat yang mampu mengguncang hati setiap orang. Salat yang dilakukan Imam Husein as sejatinya merupakan pengamalan terhadap ibadah paling penting ini. Udara yang demikian panas, rasa haus yang mencekik, anak panah yang menyerang dan kesedihan mereka yang kehilangan orang yang dikasihinya tidak dapat merusak kewajiban mulia ini. Apa yang dilakukan Imam Husein as telah menutup alasan orang-prang yang meninggalkan salat, sekaligus menekankan penting dan agungnya ibadah ini.
Di sisi lain, Imam Husein as dengan salat Zuhur di hari Asyura berhasil membuktikan kepada hati semua manusia yang sadar bahwa tujuan sebenarnya dari kebangkitan ini berlandaskan agama. Kepergian beliau dari Mekah ke Karbala merupakan upaya beliau dalam melaksanakan kewajiban agamanya. Imam Husein as bangkit bukan untuk urusan duniawi, tapi untuk menghidupkan kembali agama yang dibawa oleh kakeknya Rasulullah Saw.
Akhir salat Imam Husein as merupakan salat khusus yang dimulai dengan Takbiratul Ihram, qiraah, berdiri, ruku, sujud, tasyahhud dan salam. Salat yang takbirnya bersamaan dengan turun dari kuda. Berdirinya dilakukan setelah terjatuh. Ruku yang dilakukan akibat luka parah dan darah yang menetes di atas tanah. Sekalipun demikian, beliau tetap bangkit dari ruku dan melakukan qunut dengan doa terakhir.
Dalam doanya beliau mengucapkan, “Ya Ilahi! Wahai Zat yang derajatnya sangat tinggi! Kemurkaan-Mu kepada orang zalim sangat besar dan kekuatan-Mu lebih dari segala kekuatan. Tuhan yang tidak membutuhkan selain-Nya. Zat yang kuasa dalam keagungan-Nya. Ya Ilahi! Kami keluarga Nabi yang dicintai dan Engkau pilih. Mereka datang dengan jalan licik dan tipuan. Mereka tidak mau membantu kami. Mereka menggugursyahidkan kami demi kebenaran dan keadilan yang kami tuntut.”
Akhir sujud Imam Husein as dilakukan dengan wajah sucinya menyentuh tanah Karbala. Beliau kemudian membaca tasyahhud dan salam disertai ruh beliau yang keluar dari badan sucinya. Pada akhirnya kepala yang baru diangkat dari sujud menyempurna dengan terpisah dari badan dan ditancapkan ke tombak. Amalan setelah salat dilakukan beliau dengan membaca doa, zikir dan surat al-Kahfi. Semua yang ada di padang Karbala menyaksikan dan mendengarkan apa yang dibacakan Imam Husein as.
Umar bin Abdullah yang dikenal dengan Abu Tsumamah merupakan tokoh Syiah Kufah. Ia terkenal dengan keberanian dalam berperang. Ketika Muslim bin Aqil, utusan Imam Husein as tiba di Kufah untuk mengambil baiat masyarakat, Abu Tsumamah bertanggung jawab untuk mengumpulkan bantuan dan menyiapkan senjata. Setelah warga tidak lagi mendukung Muslim bin Aqil dan sebelum terjadi peperangan di Karbala, Abu Tsumamah pergi ke Karbala dan bergabung dengan para sahabat Imam Husein as.
Zuhur hari Asyura, Syimr dan pasukannya sudah begitu dekat dengan kemah-kemah. Ia mengangkat tombaknya dan mulai melubangi kemah yang ada. Para sahabat Imam Husein as berusaha sekuat tenaga untuk menghalau Syimr dan pasukannya. Pasukan Syimr tidak berhasil menyerang para sahabat Imam Husein as dari kiri dan kanan. Namun mereka kembali menyerang untuk menghakhiri sisa sahabat yang dengan gagah berani bertahan sekalipun dalam kondisi lelah dan haus.
Dalam kondisi yang demikian, Abu Tsumamah, mujahid pemberani asyura yang menyaksikan sudah banyak sahabat yang gugur syahid menemui Imam Husein as. Ia berkata, “Jiwaku untukmu! Musuh sudah dekat dan umurku sudah tidak berapa lama lagi. Harapanku dapat melaksanakan salat Zuhur ketika menemui Allah.” Imam menengadahkan kepalanya ke langit dan berkata, “Engkau mengingatkan tentang salat. Semoga Allah menjadikan engkau termasuk orang yang melaksanakan salat dan berzikir. Benar, sekarang waktu salat telah tiba.”
Imam Husein as memutuskan untuk melaksanakan Salat. Zuheir bin Qein dan Said bin Abdillah berdiri di depan Imam. Mereka menjadikan badannya sebagai perisai menghadapi anak panah musuh yang berdatangan dari segala arah. Imam Husein as melaksanakan salat dengan para sahabatnya yang masih tersisa. Ketika selesai menunaikan salat, Said bin Abdillah terjatuh akibat banyaknya anak panah yang tertancap di badannya.
Dalam kondisi itu ia sempat berkata, “Ya Allah! Tujuanku berkorban dan menanggung segala kesakitan ini untuk membantu keturunan Nabi-Mu.” Setelah itu ia membuka matanya menatap Imam Husein as dan berkata, “Wahai keturunan Rasulullah! Apakah saya telah melaksanakan kewajibanku terhadapmu?” Imam Menjawab, “Iya, engkau telah melaksanakan kewajibanmu. Engkau lebih dahulu memasuki surga terbaik dari aku.”