کمالوندی

کمالوندی

Selasa, 18 Oktober 2016 22:02

Dalam Bimbingan Imam Husain as (6)

Sejarah umat manusia dipenuhi dengan catatan peperangan. Di antaranya ada berbagai revolusi yang ditujukan untuk membela kebenaran dan keadilan. Banyak manusia yang rela mengorbankan diri dan orang yang mereka cintai untuk merealisasikan keadilan dan demi kebenaran, bahkan demi tujuan-tujuan Ilahi. Yang pasti siapa saja yang bangkit di jalan kebenaran dan berjuang, maka mereka akan mendapat pahala besar di sisi Allah.

Namun demikian sebagian orang seperti ini namanya bahkan terlupakan di sejarah dan sebagian lainnya hanya diingat kebaikannya. Di antara seluruh kebangkitan memperjuangan kebenaran, hanya kebangkitan Imam Husain as yang masih terus diingat, diperingati dan dikenang sepanjang tahun meski telah berlalu lebih dari 1400 tahun. Kebangkitan yang slogan dan nilai-nilainya senantiasa menjadi sumber inspirasi berbagai transformasi besar. Para pemuka agama menyebut rahasia abadinya kebangkitan Karbala adalah keikhlasan Imam Husain as dan para sahabatnya. Karena di sisi Tuhan perbuatan dan amal dianggap memiliki nilai besar ketika dikerjakan demi keridhaan-Nya.

 

Di al-Quran, seluruh perintah Ilahi disyaratkan dengan ikhlas dan niat mendekatkan diri kepada Allah. Seperti yang difirmankan Allah di al-Quran terkait jihad, “Mereka yang berjihad di jalan Tuhan” dan terkait syahadah Allah berfirman, “Mereka yang terbunuh di jalan Tuhan.” Terkait infak Allah berfirman, “Mereka yang mengifakkan hartanya di jalan Tuhan.” Selain itu, al-Quran terkiat Ahlul Bait menyatakan, “Dia memberikan makanannya, meski ia menyukainya, kepada orang miskin, yatim dan tawanan.” Kemudian al-Quran menambahkan, “Kami memberi makanan kepada kalian hanya karena Allah, dan kami tidak mengharapkan imbalan dan ucapan terima kasih dari kalian.”

 

Karakteristik unggul kebangkitan Imam Husain as adalah sisi keikhlasan dan demi Allah. Al-Quran menyebutkan, “Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya' kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan.” Imam Husain terkait kebangkitannya mengatakan, “Sesungguhnya aku keluar hanyalah untuk menuntut perbaikan bagi umat kakekku, aku hendak melakukan amar makruf nahi munkar”.

 

Kebangkitan Imam Husain yang penuh keikhlasan ini didukung oleh para sahabat dan pengikut yang memiliki keikhlasan tinggi pula. Mereka yang tidak ikhlas dan mereka yang mengejar tujuan lain selain keridhaan Tuhan, benar-benar keluar dari konvoi suci ini. Jadi kelompok Imam Husain di perjuangan Padang Karbala telah dibersihkan dari anasir-anasir yang dapat merusak perjuangan suci ini. Dengan demikian perjuangan Imam Husain di Karbala kekal dan senantiasa di peringati serta diambil pelajaran oleh umat sepanjang sejarah, bahkan non muslim pun dengan rendah hati meneladani perjuangan manusia suci Ahlul Bait tersebut. Seiring berlalunya waktu, kebangkitan Asyura bukannya pudar dan ditelan sejarah, namun dari hari ke hari semakin bersinar cemerlang dan kian menarik simpati manusia pecinta kebebasan dan keadilan.

 

Ada satu ciri khas; bahwa kebangkitan Husain bin Ali as. adalah sebuah kebangkitan yang murni, tulus dan tanpa pamrih sedikitpun; demi Allah, demi agama dan demi perbaikan pada masyarakat Muslim. Ini adalah ciri khas pertama yang sangat penting. Ketika Imam Husain bin Ali as. mengatakan, "Aku tidak keluar melawan sebagai orang yang angkuh atau sombong; tidak pula sebagai orang yang zalim dan perusak".

 

Ini bukanlah unjuk diri; bukan pasang diri; bukan penuntutan sesuatu; bukan pamer diri. Dalam kebangkitan beliau, tidak ada sedikit pun kezaliman atau korupsi. Imam Husain melanjutkan, “"Akan tetapi, aku bangkit hanya untuk menuntut perbaikan dalam umat datukku". Ini satu poin yang sangat penting. ‘Innama' berarti hanya. Yakni, tidak ada niat dan maksud apa pun yang mencemari niat bersih dan pikiran cemerlang itu.

 

Model terunggul di sini adalah Imam Husain bin Ali as. Pada diri beliau, tidak ada egoisme, keakuan, hawa nafsu, kepentingan pribadi, ras dan kelompok. Ini ciri khas pertama dalam kebangkitan Imam Husain bin Ali as. Dalam suatu kegiatan yang sedang kita lakukan, maka semakin besar basis keikhlasan dalam diri kita, kegiatan itu akan menemukan nilai yang lebih besar lagi. Akan tetapi, semakin kita berpisah jauh dari poros keikhlasan, kita justru semakin dekat dengan hawa nafsu, egoisme dan bekerja untuk diri sendiri, memikirkan diri sendiri, kepentingan pribadi, ras dan semacamnya, dan jelas ini satu tipe lain. Antara keikhlasan mutlak dan egoisme mutlak, terdapat jarak yang besar. Semakin kita merenggang dari yang pertama dan mendekat kepada yang kedua, nilai kerja kita semakin kecil, berkahnya semakin sedikit, keutuhannya juga semakin kurang.

 

Inilah sifat dari duduk persoalan. Seberapa pun ketidak-ikhlasan itu ada, maka semakin cepat rusak. Kalau kerja itu tulus dan murni, pasti tidak akan pernah rusak. Kalau kita ambil perumpamaan dengan hal-hal inderawi, maka perhiasan ini emas seratus persen; ia tidak akan bisa rusak, tidak akan luntur. Akan tetapi, sebesar apa pun tembaga, besi dan logam-logam lainnya yang tercampur dalam perhiasan itu, maka tingkat kerusakannya dan kehancurannya semakin tinggi. Ini sebuah kaidah umum.

 

Ini dalam hal-hal yang terindera. Dalam hal-hal yang tak terindera, korelasi ini jauh lebih cermat dari itu. Sejauh pandangan yang materi dan yang biasa ini, kita tidak memahaminya, akan tetapi ahli hakikat dan mereka yang memiliki mata hati bisa memahaminya. Pengeritik hakikat masalah ini, penimbang tajam peristiwa ini adalah Allah SWT. "Pengeritik itu tajam pandangan." Jika ada sekadar mata jarum saja ketidakmurnian dalam pekerjaan kita, maka sekadar itu pula pekerjaan kita itu akan berkurang nilainya, dan Allah akan mengurangi tingkat keutuhannya. Pengeritik itu tajam pandangannya. Pejuangan Imam Husain as. salah satu perjuangan yang di dalamnya tidak ada semata jarum pun dari ketidakikhlasan.

 

Oleh karena itu, kita menyaksikan jenis [perjuangan] yang murni ini tetap utuh hingga sekarang, dan akan tetap utuh selama-lamanya. Siapa yang percaya bahwa setelah kelompok [pejuang] ini tewas terbunuh dalam keadaan terasing jauh di padang sahara itu, tubuh-tubuh mereka dimakamkan di sana, lalu [musuh-musuh] melancarkan segenap propaganda itu terhadap mereka, sedemikian rupa menumpas habis mereka, dan membakar kota Madinah pasca kesyahidan mereka - sebagaimana kisah Waq'ah Harrah yang terjadi pada tahun berikutnya - lantas taman ini diporakporandakan dan bunga-bunganya dipereteli, setelah semua ini ternyata masih ada orang yang mencium aroma air bunga dari taman ini?! Dengan kaidah fisis manakah peristiwa itu dapat ditafsirkan dimana daun sekuntum bunga dari taman itu tetap utuh segar di alam materi ini? Namun kita saksikan sendiri; semakin masa berlalu, aroma wangi taman itu semakin menyebar di dunia.

 

Banyak riwayat menyebutkan bahwa jika nyawa seseorang terancam, ia menggunakan hartanya untuk menghemat nyawanya. Namun juga Islam yang terancam, maka ia akan menggunakan nyawanya untuk melindungi agama. Oleh karena itu, untuk menjaga agama, segala pengorbanan diperbolehkan dan Imam Husain pun termasuk sosok seperti ini. Imam Husain meski menyadari akan nasibnya jika bertolak ke Karbala, namun menjaga agama lebih penting ketimbang nyawanya. Penyelewengan agama di pemerintahan Muawaiyah dan kemudian disusul Yazid mendorong Imam Husain untuk bangkit dan menyuarakan Islam hakiki meski harus ditebus dengan nyawa.

 

Ketika Imam Husain tiba di Karbala, beliau menulis surat kepada Habib bin Madhahir, salah satu sahabat Nabi dan pengikut dekat Imam Ali as. Di suratnya Imam Husain menjelaskan, “... Wahai Habib! Kamu mengetahui kedekatanku dengan Rasulullah dan lebih baik dari yang lain dalam mengenal kami. Di satu sisi kamu sangat mengenal rasa sakit dan sosok yang bersemangat. Oleh karena itu, jangan ragu-ragu membantu kami. Kakekku, Rasulullah di hari Kiamat kelak akan menghargaimu.”

 

Setelah membaca surat Imam Husain, Habib berpura-pura sakit untuk menghindari antek-antek Abdullah bin Ziyad. Bahkan di antara kabilahnya sendiri, Habib pun terus melanjutkan sandiwaranya tersebut, sehingga keputusannya tidak akan terungkap. Akhirnya Habib bersama pelayannya meninggalkan Kufah di tengah malam menuju Karbala.

 

Setibanya di Karbala, Habib menujukkan loyalitasnya kepada Imam Husain di medan perang. Ketika Habib menyaksikan bahwa pengikut Imam sedikit sedangkan musuh jumlahnya lebih banyak, ia menawarkan kepada Imam Husain untuk mencari bantuan. Ia berkata, “Di dekat sini ada kabilah Bani Asad. Ijinkan aku pergi ke mereka dan mengajaknya untuk membantu Anda. Semoga Allah memberi hidayah mereka.”

 

Setelah mendapat ijin dari Imam, Habib kemudian menuju perkemahan Bani Asad dan menyeru mereka untuk membela cucu Rasulullah. Kebanyakan dari Bani Asad menyambut seruan tersebut dan terkumpullah 70-90 orang. Mereka berencana menuju Karbala, namun mata-mata Umar Saad berada di antara mereka dan melaporkan kejadian tersebut kepada pemimpinnya. Umar Saad kemudian mengirim 500 penunggang kuda ke Bani Saad dan menghalangi mereka menuju Karbala. Meski Bani Saad gagal membantu Imam Husain di Karbala, pasca peristiwa Asyura mereka mendatangi bumi Karbala dan menguburkan jenazah para syuhada.

 

Di Karbala, Habib, muslim yang memiliki keimanan dan keikhalasan tinggi ini bertempur dengan gagah berani di usinya yang lanjut membela putri Fatimah. Setelah bertempur cukup lama dan berhasil membantai musuh-musuh keluarga Nabi, Habib pun tersungkur dan mereguk cawan syahadah. Ketika Imam Husain tiba di sisi jenazah Habib, beliau bersabda, “Saya mengharapkan pahala dari Allah bagi para pengikutku.”

Selasa, 18 Oktober 2016 22:01

Dalam Bimbingan Imam Husein as (5)

Imam Husein as adalah pewaris seluruh keutamaan dan akhlak mulia Rasulullah Saw. Sama seperti kakeknya, beliau sangat tersiksa dan tidak dapat berdiam diri menghadapi penyimpangan dalam masyarakat. Penyaksian penyimpangan masyarakat di jalan kebatilan dan kekufuran, menciptakan duka yang mendalam di hati beliau. Oleh karena itu, meski beliau tahu bahwa musuh tidak akan mendengarkan ucapannya, beliau tetap menyampaikan bimbingan dan nasehat hingga detik akhir kehidupannya.

Rasulullah Saw tersiksa menyaksikan kebodohan dan penyimpangan dalam masyarakat sebagaimana dijelaskan Allah Swt dalam firmannya dalam surat Al-Syuara ayat tiga: "Boleh jadi kamu (Muhammad) akan membinasakan dirimu, karena mereka tidak beriman." Dan Imam Husein as adalah buah dari risalah. Dia adalah pewaris Rasulullah Saw dan bagian dari wujud beliau, sebagaimana dalam hadis Rasulullah Saw disebutkan, "Husein bagian dariku dan aku bagian dari Husein."

 

Pada hari Asyura, Imam Husein as selalu menasehati dan memberikan bimbingan kepada musuh, yaitu mereka yang bahkan mencegah keluarganya mendapatkan air. Di hadapan riuh dan keributan di barisan musuh, Imam Husein as, sebagai pemimpin umat, tidak berhenti menasehati mereka. Nasehat yang setiap kata di dalamnya mengandung makna yang sangat dalam.

 

Bahkan beliau menasehati para panglima pasukan Yazid yang memiliki catatan kejahatan panjang. Tujuan Imam Husein as adalah menyelamatkan manusia-manusia yang telah menjual jiwa mereka dan orang-orang yang akan mendapatkan azab dan siksa neraka dengan membunuh cucu Rasulullah Saw. Pada hari Asyura, dalam pertemuan dengan Omar bin Saad, panglima pasukan Yazid, Imam Husein as berkata, "Celakalah kau wahai putra Saad! Apakah kau tidak takut pada Tuhanmu yang kau akan kembali kepada-Nya? Apakah kau akan memerangiku meski kau tahu putra siapa aku? Tinggalkanlah kaum itu dan bersamalah denganku sehingga kau akan dekat dengan Allah Swt!"

 

Ucapan peduli Imam Husein as meski tidak berpengaruh pada mayoritas pasukan keji Yazid, akan tetapi ada orang-orang yang kemudian bergabung dengan pasukan Imam Husein as dan menggapai keridhoan Allah Swt dan kebahagian abadi. Ini adalah cara yang ditempuh pewaris Rasulullah di mana pada saat-saat genting, beliau tidak melupakan hidayah untuk umatnya.

 

 

Imam Husein as adalah buah pohon risalah di mana sirah akhlaknya memberikan gambaran jelas nilai-nilai luhur Al-Quran. Dia adalah teladan keutamaan, kemuliaan dan kepahlawanan bagi kawan dan lawan. Lautan kepahlawanan dan kemuliaan Imam Husein as tidak dapat dituangkan melalui otak dan pena kita yang kecil. Akan tetapi keluhuran dan kemuliaan jiwa Imam akan memuaskan jiwa-jiwa manusia yang dahaga.

 

Dalam sejarah disebutkan seorang laki-laki asal Syam menyimpan dendam dan permusuhan terhadap Imam Husein as karena terpengaruhi propaganda keji Muawiyah terhadap Ahlul Bait Nabi as. Dia tiba di Madinah. Ketika berhadapab dengan Imam Husein as, dia langsung menghina dan melontarkan kata-kata tidak sopan. Imam Husein as menatapnya dengan penuh kasih sayang dan berkata, "Jika kau meminta bantuan dari kami, kami akan membantumu, jika kau menginginkan sesuatu, kami akan memberikannya padamu, dan jika kau menginginkan bimbingan dan hidayah, kami akan membimbingmu." Lelaki itu merasa malu mendapat jawaban Imam Husein as. Beliau menyaksikan penyesalan itu dan berkata, "Tidak ada celaan dan hardikan untukmu, semoga Allah Swt mengampunimu, karena Dia-lah Yang Maha Pengasih." Lelaki itu merasa sangat malu dan meninggalkan majlis Imam Husein as itu. Namun kali ini dengan hati penuh kecintaan pada Ali as dan Ahlul Bait as.

 

Manifestasi terindah kepahlawanan Imam Husein as dapat disaksikan melalui perilaku beliau yang sangat mempesona di padang Karbala. Rombongan Imam Husein as dalam perjalanan menuju Kufah berpapasan dengan pasukan yang dipimpin Hur bin Yazid Ar-Riyahi.  Mereka diperintahkan untuk mencegat Imam Husein as beserta rombongannya dan menahan mereka di sebuah wilayah yang kering tanpa air. Namun pasukan Hur sendiri juga telah kehabisan air. Imam Husein as memerintahkan para sahabat dan keluarga beliau untuk berbagi air dengan pasukan Hur.

 

Seorang tentara dari pasukan Hur yang tiba paling akhir, sedemikian haus dan lemas tubuhnya bahkan tidak mampu turun dari kuda untuk meminum air. Imam Husein as menyaksikan hal itu dan beliau sendiri yang memberikan air ke mulut tentara itu. Akan tetapi pada hari Asyura, mereka bahkan tidak mengijinkan bayi Imam Husein as yang barus berusia enam bulan untuk minum air. Bahkan mereka melesatkan panah ke leher bayi yang sedang berada di tangan ayahnya.

 

Pada hari Asyura, Imam Husein as menampilkan puncak keberanian dan kepahlawanan beliau di hadapan puncak kehinaan musuh. Sebuah pemandangan yang mengingatkan masyarakat pada kepahlawanan Ali as di medan pertempuran. Tamim bin Qahtabah, salah satu tentara handal pasukan musuh, kehilangan salah satu kakinya ketika berduel dengan Imam Husein. Tamim yang menyaksikan kematian di depan matanya, langsung meminta belas kasihan dari Imam Husein as. Imam pun mengabulkannya dan membiarkan musuh menggotongnya kembali ke barisan musuh. Peristiwa ini terjadi di sat Imam Husein as dan keluarga Nabi sedang dirundung duka besar karena kejahatan pasukan Yazid. Akan tetapi Imam Husein as tetap menunjukkan belas kasihan kepada musuhnya yang sama sekali tidak menunjukkan belas kasih kepada beliau dan keluarganya.

 

Ketika seluruh sahabatnya telah berguguran di medan pertempuran, Imam Husein as menyaksikan kesyahidan seluruh putra-putranya, dan kini giliran beliau yang harus terjun ke medan tempur. Namun sebelum itu, Imam kembali menyampaikan hidayah terlebih dahulu dan berseru, "Apakah ada orang yang akan membela keluarga Rasulullah Saw? Apakah ada penyemah Allah Swt yang takut akan murka-Nya karena kami? Apakah ada penolong yang akan menolong kami demi keridhoan Allah? Apakah ada yang membatu kami demi keridhoan Allah Swt?"

 

Setelah seruan penuh kesedihan Imam Husein as itu terdengar musuh, suara tangis mereka menggelegar. Rasulullah Saw kembali ke perkemahan beliau dan berkatan kepada Sayyidah Zainab, "Bawakan putra kecilku (Ali Asghar) agar aku berpisah dengannya."

 

Imam Husein as memeluk erat putaranya di saat Sayyidah Zainab as berkata, "Wahai saudaraku! Anak ini sudah lama tidak menyentuh air. Mintalah sedikit air untuknya dari pasukan itu."

 

Imam Husein as membawa putranyanya itu mendekati musuh. Beliau menjunjungnya sambil berseru: "Hai para pengikut keluarga Abu Sufyan, jika kalian menganggapku sebagai pendosa, lantas dosa apakah yang diperbuat oleh bayi ini sehingga setetes airpun tidak kalian berikan untuknya yang sedang mengerang kehausan."

 

Sungguh biadab, tak seorangpun di antara manusia iblis itu yang tersentuh oleh kata-kata Imam Husein. Yang terjadi justru keganasan yang tak mengenal sama sekali rasa kasih sayang dan nilai-nilai kemanusiaan.

 

Tangisan Ali Asghar terus memuncak. Ia seperti tahu penderitaan yang dialami ayahnya sendiri. Namun tidak ada yang bisa dilakukan kecuali menangis. Dalam kondisi mengenaskan itu, tiba-tiba Umar Saad pimpinan komando musuh mengarahkan pandangannya kepada pasukannya.

 

Ketika itu, seseorang bernama Harmalah bin Kahil Al-Asadi menarik anak panah dan membidikannya menuju Ali Asghar. Melihat ulah serdadu musuh itu, Imam Husein berteriak, "Jika kamu tidak mengasihaniku, setidaknya kasihanilah bayi ini." Namun perkataan Imam Husein itu tidak memengaruhi Harmalah. Bahkan ia mengarahkan anak panah menuju Ali Ashgar.

 

Anak panah Harmala melesat ke arah Ali Asghar. Tidak berapa lama bayi malang itu menggelepar di atas telapak Imam Husein yang tak menduga akan mendapat serangan sesadis itu, sehingga tak sempat berkelit atau melindunginya dengan cara apapun. Beliau tak dapat berbuat sesuatu hingga bayi itu diam tak berkutik setelah anak panah itu menebus lehernya. Ali Akbar telah gugur syahid dalam kondisi yang kehausan. Darah segar mengucur dari lehernya hingga menggenangi telapak tangan ayahnya.

 

Dengan hati yang tersayat-sayat, Imam berkata, "Ya Allah! Hakimi antara kami dan kaum ini. Mereka mengundang kami untuk membantu, akan tetapi mereka bertekad membunuh kami."

 

Imam Husein as memenuhi telapak tangannya dengan darah putranya kemudian melemparkannya ke arah langit seraya berkata, "Setiap musibah yang aku alami, mudah bagiku untuk bersabar karena semuanya disaksikan Allah Swt." Setelah itu beliau turun dari kudanya dan dengan sarung pedangnya, beliau menggali tanah dan menguburkan putranya. 

Selasa, 18 Oktober 2016 22:01

Dalam Bimbingan Imam Husein as (4)

Imam Husein keluar dari Madinah saat malam tiba. Mengingat ancaman teror yang ada, akhirnya Imam Husein memilih Mekah sebagai tujuannya. Selama perjalannya ini, Imam membawa seluruh keluarganya, karena jika beliau meninggalkan Madinah tanpa keluarganya, maka Yazid akan menggunakan keluarganya untuk menekan cucu Rasulullah ini.

Setiap perilaku dan tindakan para Imam maksum merupakan lautan nasehat seperti mutiara berharga. Salah satu sirah terindah para Maksum adalah sikap mereka terhadap keluarganya. Cara berliau bersikap terhadap istri dan anak-anaknya dapat menjadi pembuka simpul banyak kesulitan dan kendala yang dihadapi manusia serta masyarakat.

 

Imam Husain dengan tingkatan tinggi irfan dan derajatnya yang tinggi di sisi Tuhan, tidak pernah menolak untuk mengungkapkan kecintaannya kepada istri serta anak-anaknya. Sebuah syair terkenal dari Imam Husain terkait istrinya, Rabab dan putrinya Sakinah banyak diriwayatkan oleh para sahabat. Syair ini menyebutkan, “Aku mencintai rumah yang dihuni oleh Sakinah dan Rabab. Aku mencintai keduanya. Aku akan menyerahkan seluruh hartaku demi kecintaanku. Selama hidupku Aku tidak pernah bersedia menerima celaan orang, kecuali Aku terkubur di tanah.”

 

Sebaliknya Rabab, pasca syahadahnya Imam Husain melantunkan syair, “Wahai cahaya yang menerangiku, Kini terbujur di Karbala tanpa dikubur, Bagiku kamu adalah gunung kokoh yang menjadi tempat perlindunganku. Kamu memperlakukan kami dengan penuh rahmat. Setelah dirimu, siapa yang menyantuni anak yatim, siapa yang memenuhi kebutuhan orang miskin, siapa menjadi tempat perlindungan kaum papa.” Unsur kecintaan, kebaikan dan persahabatan juga ditunjukkan oleh Sakinah.

 

Imam Husain memiliki perhatian khusus terhadap keinginan dan kecantikan istrinya. Hal ini terkadang mendorong para sahabatnya mengkritik beliau. Namun begitu Imam Husain menghormati keinginan alami dan tak berlebihan istrinya serta memberikan pelajaran hidup kepada pengikutnya. Di sebuah riwayat disebutkan, sekelompok orang mendatangi Imam Husain. Ketika masuk mereka memandang peralatan rumah Imam terlalu indah. Kemudian mereka berkata, Wahai anak Rasulullah! Kami menyaksikan sesuatu di rumahmu yang tidak menyenangkan kami. Imam berkata, istri-istri kami membeli sesuatu dengan maharnya dan sesuai dengan seleranya. Apa yang kamu saksikan bukan dari kami.

 

Melalui jawaban ini, Imam Husain ingin menunjukkan kepada pengikutnya bahwa memperhatikan spirit dan keinginan tak berlebihan istri merupakan kelaziman kehidupan serta memperkokoh sebuah keluarga. Di hari kesepuluh bulan Muharram (Asyura), ketika berperang, Imam Husain tidak pernah melupakan keluarganya yang berada di kemah. Di tengah-tengah peperangan, Imam menyempatkan diri untuk menjenguk mereka serta menenangkannya serta menyeru mereka untuk bersabar.

 

Di hari Asyura, ketika mengucapkan perpisahan, Sukainah, putri Imam Husain menangis dan Imam pun merangkul putri tercintanya tersebut, menciumnya dan menghapus air matanya. Kemudian Imam melantunkan Syair, Wahai Sukainah! Setelah kesyahidanku kamu akan sering menangis. Jangan kamu bakar hati kami dengan penyesalan melalui air matamu, selama hayat masih di kandung badan. Ketika aku meninggal, kamu akan menjadi orang paling dekat dengan tubuhku. Maka saat itu menangislah sepuasmu.

 

Imam Husain hanya memiliki dua jalan, membaiat Yazid yang berlumuran dosa sebagai khalifah umat Islam atau terbunuh. Imam kemudian meninggalkan Madinah di tengah malam menuju Mekah, kota yang dijanjikan Tuhan sebagai kota aman. Namun ternyata di kota tersebut, Imam juga terus mendapat ancaman teror. Takut kesucian Mekah ternoda dengan pembunuhan terhadap dirinya, Imam akhirnya meninggalkan Mekah menuju Kufah. Selama perjalanannya ini, Imam membawa seluruh keluarganya karena takut Yazid akan menyandera mereka untuk menekan dirinya. Oleh karena itu, Imam Husain melindungi seluruh keluarnya dengan segenap raganya dan tidak pernah berpisah dengan mereka.

 

Warga Syam mengenal Islam melalui sosok seperti Muawiyah. Anak Abu Sufyan ini memerintah Syam sekitar 42 tahun dan salama periode tersebut, ia mendidik warga tanpa kesadaran atas agama. Akhirnya yang muncul adalah sebuah komunitas yang sangat patuh terhadap Muawiyah. Mereka akan melakukan apa saja demi dirinya dengan membabi buta. Warga Syam saat itu sangat jauh dari Islam sebenarnya.

 

Kemegahan di istana Muawiyah, penggelapan uang rakyat, pembangunan gedung dan istana megah, pembuangan, penjara atau pembunuhan para penentang penguasa merupakan hal biasa bagi warga Syam. Bahkan mereka menganggap hal seperti ini juga terjadi di zaman Rasulullah dan pemerintahan Islam. Oleh karena itu, pemerintah Bani Umayyah dengan mudah berhasil menyelewengkan kebangkitan Imam Husain dan syahadahnya cucu Rasulullah ini. Sebagian dari mereka bahkan berani berbohong terkain gugurnya Imam Husain dan mengatakan, Husain meninggal akibat penyakit paru-paru basah.

 

Di kondisi seperti ini, seorang pria saat menyaksikan konvoi tawanan keluarga Rasulullah di Damaskus berkata kepada Imam Sajjad, “Kami bersyukur kepada Allah yang membunuh, menghancurkan kalian dan membebaskan kaum lelaki kami dari kejahatan kalian! Mendengar perkatan pria tersebut, Imam berhenti sejenak dan kemudian membacakan ayat 33 Surat al-Ahzab yang artinya “...Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya” dan kemudian berkata, ayat ini turun berkenaan dengan kami. Saat itulah pria tersebut memahami apa yang ia ketahui tentang tawanan ini tidak benar. Mereka bukan orang asing, namun anak dan keturuan Rasulullah. Kemudian ia menyesal atas perkataannya dan bertaubat.

 

Dengan demikian melalui khutbah dan perkataan keluarga Imam Husain dan pencerahan Imam Sajjad serta Sayidah Zainab, penyelewengan dan penyesatan selama beberapa tahun Bani Umayyah, bahkan di Syam yang menjadi pusat pemerintahan mereka, berhasil digagalkan.

 

Ia masih sangat muda, memiliki semangat penuh dan bahkan belum mencapai usia balig. Ketika Imam Husain di malam Asyura mengabarkan kesyahidan pengikut dan sahabtnya, Qasim mendatangi Imam dan berkata, Wahai Pamanku! Apakah besok aku juga akan syahid. Imam Husain kemudian merangkulnya dan berkata, Anakku! Bagaimana kamu memandang kematian. Qasim berkata, lebih manis dari madu. Imam yang mendengar jawaban keponakannya tersebut sangat gembira dan berkata, kamu akan terbunuh dan Ali Asghar pun akan syahid.

 

Qasim di hari Asyura menyiapkan diri untuk berperang dan pedangnya pun tak lupa ia bawa. Namun mengingat usinya yang masih belia dan postur tubuhnya pun tidak tinggi, pedang tersebut masih menyentuh tanah dan meninggalkan garis ketika ia berjalan. Imam Husain kemudian mengikat beberapa kali sarung pedang Qasim supaya tidak menyentuh tanah. Kemudian Imam merangkul keponakannya tersebut sambil menangis. Saat itu, Qasim meminta ijin turun ke medan laga. Sambil merangkul keponakannya, Imam tidak mengijinkannya untuk berperang. Namun karena desakan Qasim, akhirnya Imam mengijinkannya untuk berperang.

 

Qasim kemudian turun ke medan perang dan seperti tradisi perang saat itu, ia pun mulai mengenalkan dirinya dan berkata, Wahai musuh Allah! Kalian tidak mengenaliku, Aku adalah putra Hasan bin Ali bin Abi Talib. Pria yang tengah kalian kepung adalah pamanku, Husain bin Ali. Di medan perang Qasim berperang dengan gagah berani. Di medan perang ia mencerminkan keberanian ayahnya, Hasan bin Ali.

 

Hamid bin Muslim, salah satu tentara meriwayatkan, dari kemah Husain muncul seorang remaja ke medan perang, wajahnya bersinar bak purnama. Ia memegang pedang di tangannya dan memakai pakaian kebesaran. Umar Azdi mengatakan, Aku bersumpah bahwa sangat sulit memerangi remaja ini. Aku berkata, aneh! Apa yang kamu lakukan di usia remaja seperti ini. Aku bersumpah, jika ia memukulku, aku tidak akan memiliki kesempatan untuk membalas. Aku kemudian berkata, biarkan ia terus berada dikepungan, hingga ia terbunuh.

 

Umar Saad berkata,  Aku bersumpah harus menyerangnya (Qasim). Saat itu Qasim tengah sibuk berperang dan tidak memperhatikan niat serta serangan menyelinap Umar Saad. Kemudian Umar menyerangnya dengan sengit dan memukul kepala Qasim. Qasim pun jatuh ke tanah dan berteriak, Paman! Ketika Imam Husain mendengar panggilan keponakannya tersebut, tanpa ragu-ragu Imam melesat ke medan pertempuran. Imam Husain duduk di samping Qasim dan memeluk kepalanya, saat itu Imam berkata, Aku bersumpah! Sangat sulit bagi pamanmu ini ketika mendengar panggilannya, namun tidak dapat memenuhi panggilanmu, atau jika pun dapat memenuhi panggilanmu, namun saat itu sudah tidak berguna bagimu. Imam Husain merangkul jenazah Qasim dan membawanya ke kemah. Imam membaringkan jenazah Qasim di samping Ali Akbar.
 

Selasa, 18 Oktober 2016 22:00

Isfahan, Tuan Rumah Kerajinan Dunia

Konferensi Dewan Kerajinan Dunia ke-18 untuk pertama kalinya digelar di Iran dengan dihadiri 200 orang seniman dan pelaku industri kerajinan serta pejabat terkait dari berbagai negara dunia. Pertemuan besar yang berlangsung di kota Isfahan tersebut diselenggarakan dari 24 hingga 27 September 2016.

Di acara ini diberikan penghargaan “Tangan Kreatif” kepada 10 seniman kerajinan tangan terbaik. Selain itu, digelar pameran internasional dengan menghadirkan 80 stan yang menyajikan beragam kerajinan dari Iran dan berbagai negara dunia.

Even internasional ini semakin lengkap dan meriah dengan digelarnya pelatihan dan pertemuan khusus yang mendatangkan para ahli di bidangnya masing-masing. Para pakar dari berbagai negara dunia menyampaikan pandangannya mengenai kerajinan tangan. Selain itu, digelar seminar “Teknologi, kerajinan dan Masa Depan”. Di sela-sela itu, para peserta diajak mengelilingi objek wisata Isfahan, Yazd dan Shiraz.

Berdirinya Dewan Kerajinan Dunia (WCC) di tahun 1964 sebagai salah satu lembaga yang berafiliasi di bawah UNESCO, menjadikan kerajinan tangan sebagai bagian dari budaya dan ekonomi bangsa-bangsa dunia. Sejak tahun 1968, Iran menjadi anggota Dewan Kerajinan Dunia, dan kini bersama negara anggota lainnya, Iran berperan mewujudkan tujuan nasional dan internasional organisasi ini.

Secara umum tujuan pendirian Dewan Kerajinan Dunia untuk mendorong kalangan seniman dan pelaku industri kerajinan meningkatkan tingkat informasi dan keterampilan mereka. Selain itu, bertujuan untuk menguatkan industri kerajinan tangan sebagai prinsip utama kehidupan budaya berbagai bangsa, sekaligus menciptakan solidaritas antarkalangan pengrajin kerajinan tangan di seluruh dunia.

Penghargaan “Tangan Kreatif” diberikan Dewan Kerajinan Dunia kepada lima seniman kerajinan tangan dari Isfahan, dan lima lainnya kepada seniman dari kota Iran lainnya. Selain itu, Permadani Perdamaian hasil karya seniman Iran dipamerkan dalam pertemuan Dewan Kerajinan Dunia ke-18. Karya ustad Hamed Kazem Niaz, seniman permadani provinsi Azerbaijan Timur ini, sebagai bagian dari upaya mewujudkan perdamaian dan persahabatan antarbangsa dan negara dunia.

Permadani yang seluruhnya dibuat dari kain sutra ini mengusung tema “Perdamaian dan Persahabatan” demi mendorong peningkatan interaksi antarbangsa dalam mewujudkan perdamaian dan persahabatan di arena internasional. Permadani indah ini menampilkan gambar lima benua, buruh dan pohon dengan bentuk yang indah dan menawan.

Perwakilan dari pemimpin bangsa, agama dan politik dari berbagai negara yang hadir dalam konferensi Dewan Kerajinan Dunia ke-18 secara simbolis hadir dalam peluncuran permadani perdamaian ini, sekaligus mengukuhkan Isfahan sebagai kota kedua industri kerajinan dunia.

Selain itu, Isfahan dinobatkan sebagai “Kota Kreatif”, dan masuk jajaran kota-kota kreatif dunia.Dewasa ini jaringan kota-kota kreatif dunia merupakan jaringan terkemuka yang dibentuk oleh UNESCO. Di Iran, Isfahan menjadi kota pertama yang dinobatkan UNESCO sebagai kota kreatif.

Jaringan Kota Kreatif UNESCO (UCCN) dibentuk pada tahun 2004 untuk meningkatkan kerjasama antarkota di berbagai negara dunia yang telah diidentifikasi kreativitasnya sebagai faktor strategis untuk pembangunan perkotaan yang berkelanjutan.

Menurut UNESCO, sebanyak 116 kota yang saat ini membuat jaringan kerja sama demi mewujudkan tujuan umum menempatkan kreativitas dan industri budaya di jantung rencana pembangunan nasional di tingkat lokal, dan menjalin bekerja sama secara aktif di tingkat internasional.

Tujuan dibentuknya jaringan kota kreatif antara lain: memperkuat kreasi seni, produksi, distribusi dan penyebaran kegiatan budaya, barang dan jasa; pengembangkan kreativitas dan inovasi demi memperluas kesempatan bagi seniman dan profesional di sektor budaya.

Selain itu dibentuknya jaringan kota kreatif dunia untuk meningkatkan akses dan partisipasi dalam kehidupan budaya, sekaligus sepenuhnya mengintegrasikan budaya dan kreativitas ke dalam rencana pembangunan berkelanjutan.

Isfahan dipilih sebagai kota kreatif oleh UNESCO karena memiliki keragaman kerajinan tangan dan potensinya yang besar. Selain itu, sebagian dari kehidupan warga Isfahan bertumpu pada kerajinan tangan yang dikerjakan secara profesional dan bernilai seni tinggi.

Berdasarkan data Organisasi Warisan Budaya Iran, dari total 297 cabang kerajinan yang ada di Iran, sebanyak 199 cabang diproduksi di Isfahan. Faktor inilah yang menjadi pertimbangan Isfahan dipilih sebagai tuan rumah penyelenggaraan pertemuan Dewan Kerajinan Dunia ke-18.

Berbagai negara dunia yang hadir dalam pertemuan Dewan Kerajinan Dunia ke-18 antara lain: Italia, Yordania, Lebanon, Australia, Kuwait, Inggris, Bangladesh, Madagaskar, Denmark, Mesir, Uni Emirat Arab, India, Cina, Kyrgyzstan, Pakistan, Uruguay dan Thailand. Selain itu, ada 15 negara lain termasuk Indonesia yang bergabung menjadi anggota baru. Dari negara-negara ini, Cina dan India merupakan negara yang paling besar mengirimkan jumlah delegasinya dengan jumlah 70 dan 50 orang.

Riset arkeologis menunjukkan orang-orang Iran di zaman dahulu kala sudah mengenal teknik pewarnaan dengan alat yang sangat sederhana, tapi memiliki kualitas yang tinggi di masanya. Teknik pewarnaan secara tradisional dipergunakan untuk kain kapas, wol, dan sutra dengan beragam penggunaan dari kain hingga permadani.

Pencelupan kain tradisional memanfaatkan warna alami yang diperolah dari bahan-bahan alam dengan formula khas dan keterampilan yang khusus. Sutra maupun wol yang diberi warna alami dengan teknik pencelupan tradisonal selama ini memiliki daya tarik estetis, sebagaimana disaksikan dalam permadani-permadani Persia.

Di Iran lebih dari seratus warga alami yang dipergunakan untuk berbagai keperluan. Sebagian memiliki tingkat ketahanan warna yang sangat tinggi dan sebagian warna lainnya lebih rendah.

Penggunaan warna sintesis dari bahan kimia yang dipergunakan secara besar-besar di berbagai industri termasuk kerajinan selama ini menimbulkan masalah bagi lingkungan hidup. Oleh karena itu, Dewan Kerajinan Dunia berupaya menghidupkan kembali penggunaan bahan alami untuk keperluan kerajinan.

Pada pertemuan Dewan Kerajinan Dunia ke-18 yang berlangsung di Isfahan, digelar pelatihan teknik pewarnaan tradisional yang mempergunakan bahan alami yang dipakai di berbagai negara dunia. Dari Iran, Fathali Ghasghaie Par dan Jalil Joukar memberikan penjelasan mengenai teknik pewarnaan tradisional ala Persia yang dipergunakan untuk permadani dan kerajinan lainnya.

Selain itu, Monica Saila dari India, dan Saida Ghaznavi yang merupakan anggota kehormatan Dewan Kerajinan Dunia, dan Shamim Ara dari Bangladesh menunjukkan teknik dan praktik pewarnaan natural yang biasa pergunakan di negaranya.   

Penyelenggaraan pertemuan Dewan Kerajinan dunia ke-18 bertujuan untuk memasyarakatkan warisan budaya dunia termasuk kerajinan tangan kepada bangsa-bangsa dunia. Sekaligus memperkuat interaksi antarbangsa dunia dalam mendukung terwujudnya perdamaian dan persahabatan.

Selasa, 18 Oktober 2016 21:59

Dalam Bimbingan Imam Husein as (3)

Salah satu sifat indah manusia adalah kebaikan dan amal. Dalam budaya Al-Quran, infaq, kebaikan, pertolongan dan bantuan kepada kelompok masyarakat yang tidak mampu dan terzalimi, adalah bukti dari pengkhidmatan dan amal kebaikan. Sama seperti para kakeknya, Imam Husein as, adalah manifestasi sempurna kebaikan dan keikhlasan beramal.

Beliau tidak pernah menolak tangan yang meminta dan beliau tidak membuang-buang waktu untuk memberikan hartanya demi menyelesaikan masalah sesama. Kehormatan orang yang meminta bantuan dari Imam Husein as akan tetap terjaga dan beliau akan sebaik-baiknya membantu menyelesaikan masalahnya.

 

Pada satu hari, seorang menghadapi Imam Husein as. Dia meminta bantuan dari beliau, akan tetapi Imam Husein as memotong ucapannya dan berkata, "Wahai saudaraku! Jagalah kehormatanmu dari mengutarakan permintaanmu secara terang-terangan, dan ajukan permintaanmu secara terulis, dan aku akan bersikap sedemikian rupa sehingga dapat membahagiakanmu, InsyaAllah." Kemudian lelaki itu menulis surat kepada Imam Husein as memberikan dua kali lipat dari jumlah yang diharapkannya.

 

Dalam membantu fakir miskin, Imam Husein as selain menjaga kehormatan mereka dan berkata, "Sesungguhnya orang yang paling dermawan adalah yang memberikan bantuan kepada orang lain dan tidak mengharapkan apapun." Dikutip dalam sejarah bahwa pada hari Asyura, di punggung Imam Husein as terlihat bekas-bekas luka yang bukan karena sabetan senjata dalam perang. Imam Zainul Abidin as ditanya tentang hal itu dan beliau menjawab, "Itu adalah karena beliau memanggul karung  pada malam hari untuk diberikan kepada mereka yang tidak memiliki pengayom, yatim piatu dan fakir miskin."

 

Husein bin Ali as adalah manusia paling dermawan di masanya dan tidak ada yang dapat menandinginya kecuali manusia-manusia maksum as. Kedermawanan beliau sama seperti Rasulullah Saw dan para imam maksum lain, merupakan salah satu karakteristik istimewa beliau dan refleksi kesempurnaan jiwa sang Imam. Salah satu sifat paling menonjol Imam Husein as ketika berderma dan beramal adalah kesantunan dan kelembutan hati di hadapan masyarakat papa dan miskin. Ketika kebanyakan orang merasa terganggu dengan permintaan orang-orang miskin dan bahkan mereka memberi bantuan hanya dengan tujuan agar orang miskin itu menjauh.

 

Akan tetapi Husein bin Ali as akan merasa sedih melihat orang yang meminta bantuan dan beliau merasa malu ketika mengabulkan permintaan orang tersebut. Selain membantu dengan penuh rasa hormat, beliau juga meminta maaf jika orang yang dibantu merasa malu. Jika orang meminta bantuan menulis surat dan mengajukan permintaannya melalui surat, Imam Husein as segera memastikan kepadanya bahwa permintaannya akan dipenuhi beliau. Imam Husein as kepada para sahabatnya berkata, "Allah Swt akan menanyaiku tentang berdiri dan penantian sangat memalukan orang yang meminta kepadaku selama aku membaca suratnya."

 

Sepeninggal Rasulullah Saw, terjadi dua penyimpangan besar di dunia Islam. Penyimpangan pertama terkait dengan kepemimpinan atau khilafah dan imamah. Sementara  penyimpangan kedua terjadi seiring dengan berlalunya masa, yaitu perubahan nilai-nilai Islam.

 

Pada era Imam Husein as penyimpangan nilai-nilai agama telah sampai pada titik sehingga sosok seperti Yazid yang kefasikan dan kefasadannya telah dikenal masyarakat, menjadi khalifah umat Islam. Meski Muawiyah juga zalim dan fasik, akan tetapi dia menjaga sisi lahiriyahnya. Adapun Yazid, sama sekali tidak menjaga sisi lahiriyahnya. Dengan kepribadian seperti itu, dia memaksa mendapat baiat dari Imam Husein as. Karena Yazid mengetahui posisi Imam Husein as dalam masyarakat Islam.

 

Setelah dipaksa gubernur Madinah untuk berbaiat kepada Yazid, Imam Husein as keluar meninggalkan kota tersebut pada malam hari. Karena beliau mengetahui bahwa tetap berada di Madinah maka beliau akan dipaksa berbaiat, dan jika menolak beliau akan dibunuh dan kesyahidan beliau tidak akan memberikan penagruh besar. Oleh karena itu, Imam Husein as bergerak menuju Mekkah.

 

Di Mekkah, ketika beliau menyadari adanya makar pembunuhan dari pihak musuh, maka beliau segera meninggalkan Mekkah dan tidak menyelesaikan manasi haji beliau. Dengan demikian, haji tamattu' beliau berubah menjadi umrah. Setelah itu beliau bergerak menujuk Kufah.

 

Imam Husein as mengetahui bila tetap berada di Mekkah sama artinya dengan terbunuh. Dan kematian di rumah Allah akan menodai wilayah haram yang telah ditetapkan Allah Swt. Selain itu, jenis kematian seperti ini tidak akan berpengaruh pada nasib umat Islam. Atas alasan itu, pihak yang mengklaim bahwa Imam Husein as lebih mengedepankan cinta dibanding rasionalitas, mereka harus merenungkan kembali klaim mereka. Karena Imam Husein as telah merencanakan setiap langkah tersebut secara rasional.

 

Dia adalah imam dan pemimpin umat Islam yang tidak pernah berhenti berjuang. Sejak awal kepemimpinannya hingga hari Asyura, di setiap kesempatan beliau berjuang menjaga keselamatan ideologi dan akhlak Islam, yangkelak akan membantu memperkokoh perspektif umat menuju tujuan kebangkitan beliau. Terkadang beliau mengunjungi kemah masyarakat dan beliau langsung menggalang dukungan mereka, atau terkadang seperti dakwah Zuhair dengan mengirim pesan ke kemah-kemah masyarakat dan berdialog dengan mereka.

 

Zuhair bin al-Qain al-Bajali, adalah sahabat Imam Husein yang ikut mementaskan kisah heroik di padang Karbala. Ia adalah orator ulung dan ksatria medan laga. Zuhair masih ingat betul masa kanak-kanaknya ketika ia bermain dengan Husein bin Ali as di lorong-lorong kota Madinah. Saat Imam Husein meninggalkan Madinah, ia tak berpikir untuk menyertainya dan tidak pula tertarik ikut dalam rombongan cucu Nabi itu. Tapi di dalam hatinya ada sesuatu yang sangat mengganggu.

 

Ia terus memikirkan apa yang bakal dialami Husein bin Ali setelah meninggalkan Madinah. Kegelisahan seakan tak mau melepaskan dirinya. Untuk itulah ia memilih untuk membawa serta keluarga dan rombongannya meninggalkan Madinah. Setiap kali karavan Imam berhenti di satu tempat, ia juga menghentikan langkah dan mendirikan kemah agak jauh dari posisi Imam Husein. Ketika Imam dan rombongannya bergerak melanjutkan perjalanan, Zuhair pun melangkah mengikuti dari kejauhan.

 

Mentari sudah sampai di ketinggian. Rombongan Imam berhenti. Zuhair sudah tiba terlebih dahulu di tempat itu. Kemah pun sudah ia dirikan. Imam bertanya kepada sahabat-sahabatnya, kemah siapakah itu? Mereka menjawab, kemah itu milik Zuhair bin al-Qain.

 

Di sisi lain, Zuhair berserta rombongannya sedang menyantap makanan. Seorang sahabat Imam Husein as datang menghampiri kemah Zuhair dan menyampaikan pesan Imam serta berkata, "Semoga Allah mengganjarmu dengan kebaikan. Sampaikan salamku kepada Zuhair dan katakan kepadanya, putra Fatimah memintanya untuk bergabung."

 

Keheningan seketika menyelimuti suasana di kemah Zuhair. Mereka yang memegang makanan langsung meletakkannya kembali. Istri Zuhari seketika bangkit dan berkata, "Subhanallah! Putra Rasulullah Saw memanggilmu dan kau masih menimang untuk pergi? Mengapa kau tidak menemuinya dan mendengarkan ucapannya?" Hati Zuhair tergetar mendengar ucapan istrinya dan segera beranjak menemui Imam Husein.

 

Tak lama kemudian, Zuhair kembali dari kemah Imam Husein as dengan wajah ceria. Kepada istrinya Zuhair berkata, "Aku akan menyertai Husein. Aku merasakan cinta yang menyelimuti seluruh wujudku. Kau adalah istri yang selama ini selalu setia kepadaku. Aku memuji kesabaranmu. Tapi kini aku harus pergi dalam sebuah perjalanan yang penuh bahaya. Kupersilahkan kau untuk meninggalkanku."

 

Sang istri terkejut mendengar penuturan suaminya dan menjwab, "Akulah yang menyuruhmu untuk menemui Husein dan mengikutinya. Sekarang, ketika kau memutuskan untuk memenuhi panggilan putra Fatimah, aku pun akan menyertaimu."

 

Akhirnya Zuhair dan istrinya bergabung dengan rombongan Imam Husein as.

 

Di malam kesepuluh Muharram itu, Imam Husein mengumpulkan semua anggota karavan dan memberi mereka pilihan untuk pergi atau tetap tinggal bersama beliau. Air mata nampak membasahi wajah-wajah penuh kerinduan itu. Mereka bertanya, dengan alasan apa mereka meninggalkan Husein bin Ali dalam kondisi seperti ini? Satu persatu menyampaikan pendapatnya sampai tiba giliran Zuhair.

 

Di tengah perkumpulan kecil itu, kepada Imam Husein, putra al-Qain berkata, "Demi Allah, aku lebih suka terbunuh lalu dihidupkan kembali dan dibunuh lagi sampai seribu kali demi menjauhkan derita dan kesulitan dari dirimu. Aku mendambakan hidup bersamamu dan mati di jalan cita-citamu."

 

Hari Asyura, tanggal 10 Muharram 61 Hijriyah, pertempuran tak seimbang antara pasukan besar pimpinan Umar bin Saad melawan Imam Husein dan para sahabatnya yang berjumlah 72 orang sudah dimulai.

 

Terik mentari panas padang Karbala semakin membakar medan perang. Zuhair meminta izin untuk berbicara kepada pasukan musuh. Mungkin ada dari mereka yang mau mendengar kata-katanya dan bersedia membuka pintu hati. Dengan suara lantang, Zuhair berkata, "Hai, pasukan Kufah! Husein adalah putra Nabi. Ia adalah pelita hidayah. Berlindunglah kalian dengan cahaya pelitanya untuk menerangi diri. Apa yang bakal kalian katakan kelak saat bertemu dengan Nabi? Sungguh tidak etis, menjamu tamu undangan dengan pedang."

 

Dari pasukan musuh, Syimr menyeringai, "Tutup mulutmu, hai Zuhair! Ajal sudah siap menerkammu."

 

Zuhair menjawab, "Kau takut-takuti aku dengan kematian? Demi Allah, mati demi Husein seribu kali lebih baik dari hidup hina bersama kalian."

 

Mendadak dari tiga arah musuh datang menyerang. Dengan gagah berani dan ketangkasan luar biasa, Zuhair bertempur dan menari-narikan pedang dengan lincah. Tiba waktu azan Dhuhur. Zuhair kembali ke kemah. Imam Husein dan para sahabatnya melaksanakan shalat berjamaah. Zuhair dan Said bin Abdullah menjadi perisai hidup yang melindungi mereka dari serangan musuh. Zuhair terluka, namun dia tetap meminta izin untuk kembali bertempur.

 

Maju ke medan laga Zuhair bersenandung, "Akulah Zuhair, putra al-Qain. Dengan pedangku, kubela Husein. Tak gentar kuberikan jiwa di jalan Rasul. Semoga tubuhku tercabik-cabik untuk menyongsong kesyahidan."

 

Pertarungan yang dipertontonkan Zuhair sangat memukau. Beberapa kali pasukan musuh dibuatnya kocar-kacir. Tenaga sang ksatira semakin terkuras dan gerak lincahnya kian melemah. Mendadak sejumlah anak panah melesat ke arahnya dan bersarang di tubuhnya. Zuhair roboh bersimbah darah. Imam Husein segera memacu kuda ke arah Zuhair. Di detik-detik itulah, Imam merangkulnya. Sambil membelaikan tangan di dahi Zuhair beliau berkata, "Semoga Allah merahmatimu dan melaknat pembunuhmu."

Selasa, 18 Oktober 2016 21:57

Kematian Sang Penjagal Qana, Shimon Peres

Kematian Shimon Peres, mantan presiden Israel, diumumkan pada 28 September, setelah koma dua pekan. Peres adalah pejabat tinggi kedua rezim Zionis setelah Ariel Sharon yang mati setelah mengalami koma terlebih dahulu. Peres, 93 tahun, berasal dari Polandia. Dia dilahirkan di kota Wiszniew, yang saat ini masuk dalam wilayah Belarusia. Namun 82 tahun lalu, dia bersama keluarganya berhijrak ke Palestina pada tahun 1934. Ketika eksistensi rezim penjajah Qods diumumkan, Peres berusia 25 tahun.

Menelusuri jejak Peres menunjukkan bahwa dia berperan langsung dalam pendirian dan perluasan rezim Zionis, pengusiran warga Palestina, penempatan imigran Yahudi di wilayah pendudukan, pembangunan permukiman Zionis, penandatanganan kesepakatan perdamaian Oslo pada tahun 1993, operasi pada 1996, serangan ke kamp pengungsi Palestina di Qana, selatan Lebanon, serta penyebab Intifada Pertama dan Kedua Palestina.

 

Pada tahun 1947, Peres bergabung dengan kelompok militan ekstrim Zionis Haganah, yang dipimpin David Ben Gurion. Peres sendiri mengidolakan Ben Gurion. Pada tahun-tahun berikutnya, Peres membentuk cikal-bakal militer Israel dan sangat berperan besar dalam pengusiran wara Palestina serta penempatan imigran Yahudi.

 

Shimon Peres bertanggungjawab membeli persenjataan untuk militan Haganah. Dan menyusul pengumuman eksistensi Israel pada Mei 1948, Ben Gurion menjadi perdana menteri pertama Israel dan menunjuk Peres sebagai panglima angkatan laut Israel. Pada tahun 1952, Peres ditunjuk sebagai wakil direktur utama kementerian perang dan antara tahun 1953 hingga 1959, dia menjabat sebagai direktur utama kementerian perang Israel.

 

Antara tahun 1959 hingga 1965, Peres ditunjuk sebagai wakil menteri perang Israel. Adapun pada tahun 1974, Peres diangkat menjadi menteri perang di kabinet Yitzhak Rabin dan bertahan di posisi tersebut selama tiga tahun. Kemudian Peres duduk di posisi yang sama selama satu tahun pada 1995.

 

Jabatan politik pertama Peres adalah keanggotaan di parlemen Zionis Knesset pada 1959. Peres pada 2007 dilantik menjadi presiden rezim Zionis Israel. Peres pernah menjabat banyak posisi penting di Israel sebelum terpilih menjadi presiden. Peres pernah menduduki kuris di lima kementerian kabinet Israel antara lain kementerian imigrasi (1969-1970), kementerian transportasi dan komunikasi (1970-1974), kementerian perang (1974-1977 dan 1995-1996), kementerian luar negeri (1984-1986, 1992-1995, dan 2001-2002), kementerian keuangan (1988-1990) dan menjadi menteri selama dua periode(1984-1986 dan 1995-1996) serta sekali menjabat sebagai perdana menteri. Pada tahun 2007 Peres diangkat sebagai presiden rezim Zionis dan menjabat posisi tersebut selama tujuh tahun.

 

Secara keseluruhan, Peres menjabat di berbagai kementerian selama 15 tahun, tiga tahun menjadi perdana menteri dan tujuh tahun menjadi presiden Zionis. Oleh karena itu, Peres memainkan peran cukup besar dalam pengembangan program nuklir Israel. Bahkan dia dikenal sebagai arsitek program nuklir Israel. Peres adalah orang Zionis pertama yang pernah menjabat sebagai presiden dan perdana menteri Israel.

 

Dalam catatan karir politiknya, Shimon Peres pernah menjadi anggota empat partai. Awalnya Peres menjadi anggota partai Mapai, namun pada 1965, memisahkan diri dari partai tersebut bersama Ben Gurion dan mendirikan partai Rafi. Dua tahun kemudian, yaitu 1967, Shimon Peres mempersiapkan penggabungan partai Mapai dan Rafi serta membentuk Partai Buruh. Peres sejak tahun 1977 hingga 1992 menjabat sebagai sekrataris jenderal partai tersebut. Sebelum pelaksanaan pemilu Knesset ke-17, Peres bergabung dengan partai Kadima. Partai Kadima dibentuk oleh orang-orang seperti Ariel Sharon, Ehud Olmert dan Tzipi Livni.

 

Peres terlibat secara langsung maupun tidak langsung kejahatan rezim Zionis Israel. Sebagai salah satu anggota senior kelompok teror bersenjata Zionis Haganah, Peres berandil besar dalam perubahan demografi di Palestina pendudukan, melalui pengusiran paksa warga Palestina dan penempatan imigran Yahudi. Peres mencatat rapor panjang dalam politik pembangunan permukiman ilegal Zionis di bumi Paletsina.

 

Puncak kekejaman Shimon Peres tercatat pada April 1996, ketika dia menjabat sebagai perdana menteri Israel dan menginstruksikan serangan ke Lebanon dengan tujuan mengakhiri perlawanan di negara itu. Dalam perang tersebut, atas instruksi Peres, militer Israel menyerang kamp pengungsi Palestina Qana di selatan Lebanon. Akibatnya lebih dari 250 orang tewas dan terluka. Pasca insiden tersebut, Peres dikenal dengan julukan, "Si Penjagal Qana".

 

Ketika Peres menjabat sebagai presiden Israel, dia menggelar dua perang yaitu ke Gaza pada tahun 2008 dan ke Lebanon pada 2012. Ribuan nyawa menjadi korban dalam insiden tersebut. Serangan ke kapal Mavi Marmara pada tahun 2010 juga terjadi atas instruksi Peres.

 

Peres juga berperan tidak langsung dalam berbagai kejahatan Israel lainnya. Pada tahun 1982, Peres adalah pihak yang mendukung penuh serangan ke Lebanon yang merenggut nyawa 20 ribu orang. Pada tahun 1987 dan 2000, Peres juga mendukung penumpasan sadis terhadap gerakan Intifada Pertama dan Kedua. Pada gerakan Intifada Pertama sekitar 3.000 warga Palestina gugur syahid. Adapun pada gerakan Intifada Kedua, lebih dari 3.000 warga Palestina gugur syahid dan ribuan lainnya terluka. Peres juga merupakan pendukung utama blokade terhadap Jalur Gaza yang dimulai sejak 2006.

 

Meski dengan catatan tindak kejahatan sedemikian panjang, namun sejumlah pejabat, analisa dan media massa yang menyebutnya sebagai "Tokoh Perdamaian". Sebabnya adalah peran besar Peres dalam konferensi perdamaian Oslo pada 1993. Konferensi perdamaian yang bak pengakuan de facto rezim Zionis Israel oleh negara-negara Arab itu, pada hakikatnya tidak memberikan pengaruh untuk mereduksi kejahatan Israel, namun berdampak besar pada hubungan diplomatik resmi maupun tidak resmi antara Israel dan negara-negara Arab.

 

Konferensi Oslo sendiri digelar bukan dengan tujuan meningkatkan keamanan di Timur Tengah, melainkan menjamin kepentingan Israel. Karena sebelum konferensi tersebut, negara-negara Arab dan Israel juga tidak berperang selama 20 tahun. Pada saat yang sama, Mesir sebagai pemimpin perang dengan Israel, pada tahun 1979 telah menandatangani perjanjian Camp David dengan Israel. Pasca konferensi Oslo, Israel juga tetap menyerang Jalur Gaza dan Lebanon Selatan. Akan tetapi, rezim-rezim Arab yang dahulu menggunakan isu perang dengan rezim Zionis untuk mendapatkan legitimasi di dalam negeri, ternyata bungkam di hadapan kejahatan Israel itu.

 

Konferensi Oslo digelar atas upaya tiga orang yaitu Shimor Peres sebagai menlu Zionis, Yitzhak Rabin sebagai PM Zionis, dan Yasser Arafat, ketua Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) kala itu. Ketiganya kemudian mendapat Nobel Perdamaian. Rabin meninggal 1995 dan Arafat menyusul sembilan tahun kemudian pada tahun 2004. Adapun Peres meninggal 12 tahun setelah Arafat. Dengan demikian tidak ada satu pun yang tersisa dari para arsitek kesepakatan damai Oslo.

 

Yang menarik terkait kematian Peres adalah reaksi sejumlah tokoh dan pemimpin Arab, khususnya Ketua Otorita Ramallah, Mahmoud Abbas dan Khalid bin Ahmad Al-Khalifa, Menlu Bahrain dalam hal ini.

 

Khaled bin Ahmad Al-Khalifa, dalam sebuah pesan di medsos menyatakan belasungkawa atas kematian Shimon Peres, "Istirahat dengan tenang Shimon Peres, lelaki perang dan perdamaian yang pencapaiannya untuk kawasan ini masih sangat jauh."

 

Namun yang lebih parah lagi adalah reaksi dan langkah dari pemimpin Palestina, Mahmoud Abbas. Dia bukan hanya menilai Peres sebagai bapak spiritual bagi Israel, melainkan juga bapak spiritual bangsa Palestina. Pada hari pemakaman Peres, media massa internasional mempublikasikan foto-foto kesedihan Abbas pada acara pemakaman sang Penjagal Qana.

 

Seorang anggota Knesset dari partai Likud mengatakan, "Salah seorang pemimpin negara-negara Teluk Persia mendengar kematian Peres, betapa dia menit dia menangis tersedu."

 

Penyesalan sejumlah pejabat Arab atas kematian mantan Presiden rezim Zionis Israel menuai kritikan dari para tokoh Palestina. Beberapa tokoh Palestina mengatakan, penyesalan sejumlah pejabat Arab atas kematian Shimon Peres dan kehadiran mereka di prosesi penguburan orang yang tangannya telah berlumuran darah ribuan warga Palestina ini tidak akan pernah bisa menghapus kasus kelam Peres dalam pembantaian rakyat Palestina.

 

Daud Shahab, salah satu pejabat Gerakan Jihad Islam Palestina mengatakan, Peres sebagai simbol terorisme Zionis adalah pelaku utama pengusiran ribuan warga Palestina yang tak berdosa dari kota dan tanah air mereka.

 

Sami Abu Zuhri, juru bicara Gerakan Muqawama Islam Palestina (Hamas) menilai kematian Peres –orang terakhir dari pendiri rezim palsu Zionis– sebagai akhir sebuah tahap dari sejarah rezim perampas Israel dan dimulainya tahap baru dari sejarah ini.

Selasa, 18 Oktober 2016 21:56

Dalam Bimbingan Imam Husein as (2)

Allah Swt dalam Al-Quran menegaskan bahwa keberanian dan ketidaktakutan di hadapan selain Allah Swt merupakan salah satu kriteria para wali Allah Swt. Dalam surat Al-Ahzab ayat 39 Allah Swt berfirman, "(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan." Keberanian itu termanifestasi pada wujud Imam Husein as dalam bentuknya yang paling indah dan

Keberanian dan kepahlawanan Imam Husein as telah terlihat sejak beliau masih kanak-kanak, sehingga membuat kawan maupun lawan terkesima. Pada masa remaja, beliau melawan penyimpangan agama dan mengungkapkannya kepada masyarakat. Sampai para pengklaim pemikiran distorsif pun tidak mampu mengalahkan argumentasi beliau. Perjuangan epik beliau di masa remaja tercatat sangat fenomenal pada perang Jamal, Siffin dan Nahrawan. Keberanian dan kepahlawanan beliau ditunjukkan ketika para panglima pasukan Islam tidak mampu berbuat banyak.

 

Imam Husein as selalu bersikap keras dan tegas di hadapan musuh-musuh Islam serta para manusia zalim dan sewenang-wenang. Di mana pun beliau merasakan harus melaksanakan tugasnya, dengan gagah berani Imam Husein as akan berpihak pada kebenaran dan menghinakan para pendukung kebatilan.

 

Ketika masyarakat Muslim menghadapi kemiskinan dan berbagai kesulitan hidup, banyak rombongan yang mengangkut pajak berupa barang-barang berharga dan dikirim dari Yaman menuju istana Muawiyah, untuk membiayai kehidupan mewah sang khalifah dan keluarganya. Imam Husein as, menentang perilaku taghut Muawiyah yang bertentangan dengan agama Rasulullah Saw itu, dan menyadari bahwa nasihat serta imbauan kepada Muawiyah sudah tidak berguna lagi, akhirnya dengan berani beliau menyita seluruh konvoi itu untuk menyelesaikan masalah masyarakat Islam. 

 

Imam Husein as memiliki tekad luar biasa dalam membongkar peran durjana musuh-musuh Islam. Ketika Muawiyah di akhir usianya, berusaha memperkokoh posisi Yazid, dengan memuji Yazid di hadapan Imam Husein as dan para pembesar kota, Imam berdiri dan melalui sebuah khutbah tegas, beliau membongkar seluruh kefasadan Yazid, serta mengecam Muawiyah karena memuji putranya yang fasid. Pidato Imam Husein as menjadi pukulan telak bagi Muawiyah dan membuyarkan semua rencananya. 

 

Puncak keberanian Imam Husein as tercatat pada hari Asyura ketika beliau sendirian dan dengan bibir kering kehausan, terjun ke medan menghadapi puluhan ribu musuh. Di satu sisi, jenazah para orang-orang yang dicintai beliau dan juga para sahabat bergelimangan dan bersimbah darah. Sementara di sisi lain, beliau menyaksikan perempuan dan anak-anak keluarga Rasulullah Saw tanpa penjaga. Namun sedikit pun beliau tidak ragu atau bimbang, dan beliau terjun ke medan pertempuran menunjukkan keberanian epik yang belum pernah dilakukan oleh pahlawan mana pun dalam sejarah. 

 

Allah Swt berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui."

 

Tentang kebangkitan Imam Husein as, sebagian kelompok berpendapat, Imam bergerak menuju Kufah karena surat dan undangan kepada beliau untuk membentuk sebuah pemerintah Islam di kota itu. Dengan demikian, peristiwa Karbala dan Asyura adalah karena respon masyarakat Kufah kepada Imam Husein as. Jika masyarakat Kufah tidak mengundang Imam Husein, maka peristiwa Asyura tidak akan pernah terjadi. Alasan perjalanan Imam Husein as menuju kota Kufah memang karena undangan dari masyarakat kota itu, akan tetapi alasan di balik kebangkitan dan perlawanan beliau di hadapan kezaliman dinasti Umayyah lebih besar dari masalah tersebut.

 

Imam Husein as adalah putra sang ksatria Arab, Ali bin Abi Thalib as, yang tidak pernah dapat berdiam diri menyaksikan penyimpangan agama. Oleh karena itu, sejak awal ketika Marwan bin Hakam, gubernur provinsi Madinah, menuntut Imam Husein as untuk berbaiat kepada Yazid, beliau dengan lantang berkata, "Innaa lillahi wa innaa ilaihi rajiun! Ketika umat terperangkap kepemimpinan seperti Yazid, maka harus diucapkan selamat tinggal dengan Islam." Oleh karena itu, Imam Husein as memulai perjuangan dengan cara lain demi menghidupkan kembali Islam.

 

Imam Husein memulai tahap baru pemberantasan kefasadan dengan keluar dari kota Madinah. Ketika meninggalkan Madinah pada malam hari dan berpisah dengan saudaranya, Muhammad bin Hanifah, beliau menjelaskan sebab-sebab perlawanan beliau dan berkata, "Aku tidak keluar dari Madinah karena (fenomena) mabuk-mabukan, kelancangan, kejahatan dan kesewenang-wenangan, melainkan demi islah umat kakekku. Aku akan melaksanakan amr makruf dan Nahyu munkar, dan mengamalkan sirah kakekku dan ayahku Ali bin Abi Thalib (as)."

 

Imam Husein as tidak pernah bungkam pada masa pemerintah Muawiyah. Di setiap tempat dan kesempatan, beliau melaksanakan tugas amr makruf dan nahyu munkar. Pada salah satu kunjungannya ke Mekkah, beliau berkhutbah di hadapan sekelompok ulama dan cendikiawan Muslim yang datang dari berbagai wilayah. Dalam khutbahnya, Imam mengingatkan tugas berat serta taklif besar para ulama dan tokoh masyarakat dalam menjaga hakikat Islam, serta memperingatkan dampak dari kebungkaman di hadapan kejahatan dinasti Umayyah. Beliau mengimbau semua orang untuk melawan politik anti-agama para penguasa dinasti Umayah. Imam Husein as juga mengkritik mereka yang bungkam di hadapan para penguasa.

 

Imam Husein as menolak mengiringi dinasti Umayyah melalui berbagai perlawanan. Beliau menilai pengiringan kebijakan Yazid sebagai dosa besar dan berkata, "Ya Allah, Engkau mengetahui apa yang kami lakukan, bukan karena bersaing dalam kekuasaan dan penumpukan kenikmatan hina dunia, melainkan demi menunjukkan tanda-tanda agama-Mu kepada masyarakat serta meng-islah kota-kota-Mu. Kami ingin mengamankan para hamba-Mu yang tertindas, serta mengamalkan perintah, sunnah serta hukum agama."

 

Seluruh ucapan Imam Husein as selama perjalanan menuju Karbala, telah tercatat dalam sejarah. Ucapan beliau menjelaskan tujuan di balik kebangkitan melawan pemerintah Yazid. Seperti ketika Imam Husein as berpapasan dengan Hur, panglima pasukan Yazid, beliau menatap pasukan Yazid itu dan menjelaskan tujuan beliau dengan berdasarkan pada ucapan Rasulullah Sawseraya berkata:

 

"Wahai masyarakat! Rasulullah Saw bersabda, 'orang yang melihat penguasa jahat yang menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah Swt dan melanggar ketentuan ilahi serta berbuat dosa dan kemunkaran di antara masyarakat, namun tidak bersikap dengan perilaku dan perkataannya di hadapan penguasa itu, maka Allah akan menempatkannya di posisi orang zalim itu', maka wahai masyarakat! Ketahuilah bahwa mereka (kelompok Yazid) telah berpaling ke arah setan dan meninggalkan ketaatan kepada Allah Swt serta mengumbar kefasadan dan  melanggar batasan-batasan yang telah ditetapkan Allah Swt. Orang-orang Yazid ini telah merampas baitul mal, menghalalkan yang diharamkan Allah Swt dan mengharamkan apa yang dihalalkan-Nya, dan aku adalah orang yang paling pantas untuk mengubah (nasib dan urusan umat)."

 

Rombongan bergerak. Di depan rombongan, wajah Imam Husein as bersinar. Beliau mendengar berita kekalahan perlawanan para pengikut beliau di kota Kufah dan gugur syahidnya Muslim bin Aqil di tangan pasukan Ubaidillah bin Ziyad. Namun rombongan Imam Husein tetap bergerak dari tempat persinggahannya menuju Kufah. Menjelang zuhur, salah seorang sahabat Imam bertakbir dan berkata, "Kebun kurma Kufah telah terlihat." Imam kemudian menjawab, "Itu bukan kebun kurma, melainkan pasukan dengan senjata lengkap yang sedang bergerak ke arah kita."

 

Rombongan berhenti. Tidak lama kemudian, tiba sebuah pasukan berjumlah seribu orang yang dipimpin Hur bin Yazid Ar-Riyahi. Imam Husein as menyaksikan keletihan pada wajah mereka, dan beliau memerintahkan para sahabatnya untuk memberikan air kepada para tentara dan kuda-kuda mereka.

 

Usai shalat, Imam Husein as memerintahkan para sahabat beliau untuk bergerak. Namun Hur mencegah. Imam menyoal mengapa dia melarang gerakan rombongan beliau. Hur menjawab, "Aku tidak menerima perintah untuk memerangimu dan aku hanya diperintah untuk tidak terpisah denganmu hingga kita sampai ke Kufah. Aku berharap tidak terjadi sesuatu buruk antara kita. Wahai Husein! Demi Allah! Jagalah nyawamu dan urungkan perang ini; karena kau pasti akan terbunuh." 

 

Imam Husein as menjawab, "Apakah kau menakut-nakutiku dengan kematian? Apakah dengan kematianku urusan kalian akan terselesaikan?"

 

Imam memimpin rombongannya bergerak menuju Kufah. Hur melaporkan perkembangan itu kepada Ibn Ziyad. Ketika pesan Hur sampai ke tangan Ubaidillah bin Ziyad, rombongan Imam Husein as telah tiba di Karbala. Ibn Ziyad membalas surat Hur dan menulis, "Segera setelah surat ini kau terima, hentikan Husein dan rombongannya di sebuah padang pasir yang kering tanpa air dan rumput!"  Hur pun melaksanakannya. Hur berkata kepada Imam Husein as, "Aku tidak dapat mengijinkanmu melanjutkan perjalanan, karena Ibn Ziyad telah mengirim mata-mata untuk mengawasiku apakah aku melaksanakan perintahnya atau tidak." Seorang sahabat Imam Husein  as mengusulkan agar berperang dengan Hur, akan tetapi Imam menolak usulan itu dan berkata, "Kita tidak akan memulai perang." Kondisi ini berlanjut sampai akhirnya pasukan Yazid dipimpin oleh Omar ibn Saad.

 

Pagi hari Asyura, pasukan Yazid menyusun barisan mereka. Hur menepi dan berkata kepada salah satu kawannya, "Sumpah demi Allah! Aku melihat diriku berada di antara api neraka dan sorga. Sumpah demi Allah! Aku tidak memilih selain sorga, meski badanku tercabik-cabik dan terbakar."

 

Setelah mengucapkannya, Hur bergerak menuju perkemahan Imam Husein as. Hur menghadap Imam Husein as dan dengan perasaan malu dia berkata, "Wahai putra Rasulullah Saw! Nyawaku kukorbankan demimu!  Aku adalah orang yang menghalangi jalanmu dan mencegatmu di padang pasir. Aku tidak mengira akan memerangimu. Sekarang aku datang dengan penyesalan, apakah taubatku diterima? Dengan penuh kasih sayang Imam Husein as berkata, "Iya! Allah Swt telah menerima taubatmu."

 

Hur turun ke medan pertempuran dengan gagah berani dan perkasa, akan tetapi akhirnya dia terjatuh bersimbah darah. Para sahabat Imam Husein as membawa tubuh Hur yang di akhir nafasnya. Imam Husein as seraya membersihkan darah dari wajahnya dan berkata, "Kau telah bebas, sama seperti ibumu menamaimu Hur (bebas)."

Selasa, 18 Oktober 2016 21:56

Dalam Bimbingan Imam Husein as (1)

Selalu muncul pertanyaan di benak kita semua, soal apa sebenarnya tujuan utama kebangkitan Imam Husein as? Apakah alasannya adalah kekuasaan atau menciptakan perubahan dalam masyarakat Islam? Apakah Imam Husein as tidak mampu menggapai tujuannya melalui cara-cara damai sehingga tidak terjadi pembunuhan, perampokan dan penyanderaan terhadap keluarga Nabi Saw?

Khatamul Anbiya, Muhammad Saw bersabda: "Husein adalah pelita hidayah dan bahtera keselamatan." Mengikuti sirah amal dan akhlak Imam Husein as, akan menjamin kebahagiaan individu dan masyarakat. Dalam sebuah hadis sahih yang tidak hanya dinukil oleh para muhaddits Syiah melainkan juga para perawi Ahlussunnah, disebutkan bahwa pada suatu hari, Imam Husein as, ketika masih kanak-kanak, menghadap Rasulullah Saw. Melihat cucunya, Rasulullah Saw berkata, "Selamat datang wahai Husein! Wahai hiasan langit dan bumi."

 

Ubai bin Kaab, sahabat Rasulullah Saw dan di antara penulis wahyu yang duduk di samping Nabi bertanya, "Wahai Rasulullah! Adakah orang selainmu yang menghiasi langit dan bumi?" Rasulullah Saw menjawab, "Sumpah demi Allah yang mengutusku sebagai nabi, posisi Husein di langit lebih dari posisinya di bumi! Di sana tertulis, Husein adalah pelita hidayah dan bahtera keselamatan, seorang pemimpin tanpa cela."

 

Di antara sifat luhur Imam Husein as, yang pertama dan terpenting adalah, beliau merupakan menifestasi sejati seorang hamba Allah Swt. Sebelum segala hal yang menyangkut pribadi beliau, Imam Husein as terlebih dahulu adalah seorang hamba Allah Swt dan penghambaan itu menjelma di setiap aspek dalam kehidupannya, baik perkataan maupun perbuatan. Beliau tidak memikirkan apapun selain keridhoan Allah Swt. Ketenangan atau kemarahannya juga demi di jalan Allah Swt.

 

Selama bertahun-tahun Imam Husein as bersabar untuk menjaga agama Allah Swt, dan ketika beliau menyaksikan keridhoan Allah Swt di balik kebangkitan melawan Yazid, beliau rela mengorbankan nyawanya dan keluarga yang dicintainya demi mewujudkan keridhoan Allah Swt tersebut. Imam Husein as berkata, "Ya Allah! Apa yang didapati orang yang kehilangan-Mu? Dan apa yang mereka hilangkan ketika telah mendapati-Mu?"

 

Julukan Abu Abdillah untuk Imam Husein as, adalah karena puncak penghambaan dan kecintaan beliau kepada Allah Swt yang ditunjukkan beliau dengan pengorbanan nyawa dan seluruh yang dimilikinya di jalan kebenaran. Dalam buku "Kepribadian Imam Husein as" disebutkan: "Husein adalah simbol ibadah! Semua rasul dan pemimpin maksum, menghamba di hadapan Tuhan mereka dengan ikhlas dan kecintaan; akan tetapi Husein, memiliki ibadah dan penghambaan yang istimewa. Sejak cahaya wujudnya berada di rahim ibunya Sayyidah Fatimah as hingga detik-detik akhir ketika kepalanya yang bercahaya tertancap di ujung tombak, dia senantiasa memuja, bersyukur dan bertasbih kepada Allah Swt serta bertilawah ayat-ayat Al-Quran."

 

Imam Husein as pergi menunaikan ibadah haji selama 25 kali dan setiap hari menunaikan shalat 1.000 rakaat. Kecintaan Imam Husein as pada shalat dan ibadah sedemikian rupa sehingga pada malam Asyura, ketika pasukan musuh hendak menyerang perkemahan beliau, Imam meminta musuh untuk memberi kesempatan untuk shalat, berdoa dan bermunajat pada malam itu hingga keesokan harinya. Pada peristiwa Karbala, penderitaan dan masalah yang meski membebani pundak beliau, sementara kesedihan dan duka yang luar biasa pedihnya menyelimuti hati beliau, akan tetapi kesabaran dan ketabahan serta kepasrahan beliau di hadapan keridhoan Allah Swt lebih besar sehingga beliau berkata: "Ya Allah! Aku ridho atas keridhoan-Mu!"

 

Berbagai penyimpangan agama yang bermula setelah wafatnya Rasulullah Saw, semakin memburuk seiring dengan berlalunya waktu. Para penguasa Bani Umayah yang berkuasa di Syam sejak era kepemimpinan khalifah Utsman, pada tahun 41 Hijriah, secara resmi mengumumkan sebagai pemimpin umat Islam. Dengan tampilnya Muawiyah, putra Abu Sufyan—musuh terbesar Rasulullah Saw di antara Quraisy—nilai-nilai agama Islam sedemikian berubah sehingga hanya tinggal namanya saja yang tersisa. Nama besar Islam itu kemudian menjadi tanda tanya besar setelah kematian Muawiyah dan dimulainya era kekuasaan Yazid. Bahkan Yazid mengingkari segala hal dalam Islam dan berkata, "Tidak ada berita yang datang dari langit dan tidak ada wahyu yang diturunkan."

 

Demi mengokohkan kekuasaannya, Yazid berniat mengambil baiat dari Imam Husein as dengan cara apapun. Baiat berarti kesiapan untuk melaksanakan instruksi khalifah sejati Rasulullah Saw dalam menjalankan tugasnya. Berbaiat dengan pemimpin seperti Yazid, bahkan sekedar untuk menghindari bahaya saja, berarti legalisasi kejahatan dan tindak kriminal Yazid.

 

Baiat tersebut sama artinya dengan kerjasama dalam pembunuhan manusia tidak berdosa dan penistaan kemuliaan Islam. Oleh karena itu, Imam Husein as tidak mungkin menyetujui baiat kepada Yazid. Dan ketika Yazid hendak duduk sebagai pemimpin umat Islam sebagimana Rasulullah Saw sebagai pemimpin agama, politik dan sosial umat Islam, Imam Husein as menolak berbaiat kepadanya. Imam Husein as tidak punya pilihan kecuali menolak baiat kepada Yazid, demi menjaga agama dan syariat Allah Swt.

 

Imam Husein as, cucu Rasulullah Saw dan pewaris kepemimpinan umat, ketika berhadapan dengan Farzdaq, seorang penyair ternama Arab berkata, "Mereka (para pengikut Yazid) telah meninggalkan ketaatan pada Allah Yang Maha Pengasih dan menjadikan kefasadan sebagai sisi lahiriah mereka dan melanggar batasan-batasan, mereka meminum arak dan menggunakan harta orang-orang miskin. Dan aku adalah orang yang paling pantas untuk bangkit demi membantu agama, kemuliaan dan syariat serta berjihad di jalan Allah Swt."

 

Oleh karena itu, Imam Husein as bangkit melawan Yazid. Akan tetapi perjuangan dan perlawanan beliau, disusun dengan manajemen yang rapi dan rasionalitas sehingga menjadi hujjah bagi semua orang. Imam Husein as juga menekankan sisi ketertindasan keluarga Nabi Saw untuk menguak kedok pihak zalim. Sedemikian berpengaruh perjuangan Imam Husein as sehingga tidak akan pudar seiring dengan berlalunya masa.

 

Pada tahun 61 H atau 50 tahun pasca wafatnya Rasulullah Saw, Imam Husein as bangkit untuk menghidupkan kembali agama kakeknya yang terancam akibat ulah dan pengaruh para penguasa zalim di masa itu. Husein bin Ali as adalah anak Sayidah Fatimah az-Zahra as, putri Rasulullah Saw. Nabi Muhammad Saw di depan para sahabat beliau berulang kali bersabda, “Husein dariku dan Aku dari Husein.”Kebangkitan Imam Husein as telah memberikan pelajaran tentang kebebasan dan kemuliaan kepada seluruh umat manusia. Dengan darahnya, beliau telah menyirami  “pohon” Islam dan membangunkan nurani-nurani yang tertidur.

 

Husein bin Ali as telah menghabiskan enam tahun masa kanak-kanaknya bersama kakeknya, Rasulullah Saw. Kemudian beliau hidup bersama ayahnya, Imam Ali bin Abi Thalib as selama 30 tahun. Setelah kesyahidan Imam Ali as, Imam Husen as aktif di kancah politik dan sosial bersama saudaranya, Imam Hasan as selama 10 tahun.

 

Pasca kematian Muawiyah, khalifah pertama Bani Umayyah, Yazid, putranya, memegang tampuk kekuasaan Bani Umayyah. Pada tahun 60 H, Yazid meminta Imam Husein as untuk membaitnya. Permintaan tersebut dilontarkan Yazid melalui sebuah surat kepada penguasa Kota Madinah. Namun Imam Husein as tidak bersedia membaiatnya karena beliau tahu keburukan dan kebobrokan Yazid. Beliau kemudian memilih jalan untuk bangkit menyelamatkan Islam dari pengaruh penguasa lalim tersebut. 

 

Imam Husein as kemudian hijrah dari Madinah ke Mekah. Setelah memperoleh ribuan surat dari warga kota Kufah di Irak yang memintanya untuk mengunjungi kota tersebut, beliau kemudian bergerak ke Kota Kufah. Namun pengkhianatan warga Kufah telah menyebabkan kondisi di Irak tak menentu. Imam Husein as bersama keluarga, anak-anak dan sahabat-sahabat beliau yang sedang menuju ke Kufah dihadang dan dikepung oleh pasukan Yazid bin Muawiyah di padang pasir Karbala. Imam Husein as tidak bersedia untuk menyerahkan diri kepada pasukan Yazid, dan akhirnya pada tanggal 10 Muharram yang kemudian dikenal dengan Asyura, beliau dan para sahabatnya syahid dalam kondisi kehausan di padang tandus tersebut.

 

Meski dari sisi militer Imam Husein as kalah melawan pasukan Yazid, namun perlawanan tersebut telah merupakan berkah bagi masyarakat di masa itu dan periode selanjutnya. Bahkan banyak orang yang tertindas oleh para penguasa despotik berani bangkit melawan mereka setelah terinspirasi dari perjuangan Imam Husein as. Hasil menonjol dari kebangkitan cucu Rasulullah Saw itu adalah menyelamatkan masyarakat dari kebodohan dan kesesatan. Beliau telah memperjelas batas antara hak dan batil yang memulai memudar akibat pengaruh penguasa zalim.

 

Peristiwa Asyura tidak hanya mendorong umat Islam untuk bangkit melawan kezaliman, tetapi juga telah menerangi hati orang-orang non-Muslim. Para pencari kebenaran dan keadilan telah banyak mengambil hikmah dari perjuangan Imam Husein as. Perjuangan beliau juga menyinari jalan kebenaran bagi para penuntut kebebasan di dunia. Kesyahidan Imam Husein as dan para sahabatnya di Karbala telah membuktikan kebenaran Islam dan menegaskan keabsahannya.

Selasa, 18 Oktober 2016 21:47

Mengenang Seniman Ornamen Arsitektur Iran

Arsitektur merupakan bagian terpenting dalam budaya dan kesenian setiap negara. Arsitektur merefleksikan mentalitas sebuah masyarakat serta perspektif mereka terkait persatuan, ketidakadilan atau keadilan dan persahabatan dan permusuhan mereka. Cukup dengan melihat pada kondisi arsitek sebuah kota, pemerhati dapat meresapi mentalitas masyarakatnya. 

Ketika menelusuri wilayah-wilayah tradisional di Isfahan, Shiraz, Tehran, Kashan, Mibad, Mimand, Yazd, Kerman dan lain-lain, tanpa harus menelusuri sebab dan akibat dalam sosiologi, para pelancong akan merasakan semangat berbagi masyarakat di wilayah tersebut. Namun sekarang kondisi telah berubah, arsitektur tradisional telah semakin ditinggalkan sehingga menjadi lonceng bahaya untuk identitas nasional. 

Beberapa waktu lalu, guru besar arsitektur Iran di bidang ornamen, Ali Asghar Sherbaf, meninggal dunia. Dia adalah salah satu tokoh yang sangat peduli untuk melestarikan identitas arsitektur Iran dan menghabiskan usianya untuk menciptakan dan merenovasi bangunan-bangunan indah di seluruh penjuru Iran.

Ali Asghar Sherbaf adalah seorang seniman besar arsitektur Iran yang lahir pada tahun 1931 di Tehran. Ornamen arsitektur, merupakan profesi keturunan keluarganya dan dia telah merintis bidang ini sejak usia 10 tahun. Kakeknya Haj Abbas Peyvand, salah satu guru besar di masanya dan mendapat julukan "Peyvand" karena kemahirannya dalam memindah soffit dan menggabungkan bagian-bagian arsitektur. Sherbaf sejak masa muda menimba ilmu dari guru-guru besar seperti Hossein Lorzadeh, Haj Mohammad Me'mar Kashani, dan juga dari ayahnya.

Sherbaf juga belajar dari para pengerajin keramik dan sejak muda dia telah mengerjakan sendiri ornamen bangunan khususnya di bidang hiasan keramik. Di antara karyanya yang bernilai tinggi adalah garapan ornamen bangunan Masjid Jami Saveh, Masjid Besar Qom, masjid dan sekolah Sepahsalar (Syahid Mothahhari) di Tehran, makam Imamzadeh Zaid, Masjid Nabi Ibrahim, Masjid Universitas Teknik Syarif, monumen syuhada 7 Tir di Behesht Zahra Tehran dan Aula Almas di bawah tanah Istana Golestan.

Di bidang renovasi, Sherbaf juga telah sangat ahli merenovasi bangunan bersejarah yang di antaranya adalah renovasi bangunan Badgir dan Aula Almas, juga ornamen rumah kolam renang kompleks istana Saadabad di Tehran dan juga renovasi bangunan bersejarah Ali Qapu di Qazvin.

Almarhum Sherbaf telah beraktivitas selama lebih dari 60 tahun dalam renovasi bangunan-bangunan bersejarah. Dia adalah salah satu seniman arsitektur tradisional Iran. Selain arsitektur tradisional, Sherbaf juga mahir dalam teknik baru Mogharnas Kari dan teknik ornamen Gereh Beham Zadeh atau pattern geometris yang banyak di temukan pada bangunan-bangunan kuno dan bersejarah.

Dia berpendapat bahwa renovasi peninggalan bersejarah merupakan sebuah jalan untuk menghidupkan kembali keotentikan sebuah karya dan pada akhirnya mendulang kembali semangat dan mentalitas masyarakat. Renovasi setiap karya memberikan peluang untuk menghadirkan nostalgia abadi masyarakat yang tersimpan dalam karya-karya bersejarah, sekaligus menghadirkan ketenangan jiwa masyarakat. Sherbaf menilai renovasi sebagai sarana untuk menghidupkan kembali identitas kesenian Iran dan dia berjuang keras untuk melestarikannya.

Selain itu, dia juga merupakan dosen kehormatan di banyak universitas. Selama bertahun-tahun, dia menjadi dosen arsitektur tradisional di Universitas Tehran dan Al-Zahra. Dia mentransfer seluruh pengetahuan dan kemahirannya di bidang ini kepada para mahasiswa.

Di usia 35 tahun, Sherbaf bertemu dengan Parnia, seorang arsitektur terkemuka Iran. Kolaborasi dua seniman besar ini menjadi titik balik bagi Sherbaf sehingga dia mengatakan, "Tidak ada orang yang saya lihat seperti Parnia yang memahami seluk beluk arsitektur. Dia bukan saja memahami arsitektur tradisional melainkan juga menguasai bidang manajemen dan pengelolaannya, dia memahami nilai sebuah karya." Guru besar arsitek ini telah meninggalkan banyak buku dan artikel dan meninggal dunia di usia 85 tahun pada 23 Agustus 2016 akibat gagal paru-paru.

 

Arsitektur Iran dalam catatan sejarahnya yang panjang, menjadi panggung pelestarian, pengembangan dan penyempurnaan berbagai teknik dan seni. Masing-masing teknik itu dibabungkan dengan indah oleh para arsitek dan melalui teknik tersebut, para arsitek Iran mampu mencapai target dan tujuannya dengan inovasi dan penuh seni. Dalam arsitektur ini tidak ada yang sekedar hiasan, karena di balik dari setiap elemen ornamen, ada faktor-faktor teknis, efektivitas dan juga nilai-nilai luhur.

Kashi kari, Gajbori, Negargari, Qabbandi, Mogharnas Kari (ornamen pada bagian soffit seperti sarang lebah atau stalagnit dengan memasang potongan cermin) termasuk di antara karya para seniman ornamen arsitektur yang banyak dittemukan pada bangunan kuno. Selain itu, ornamen arsitektur Iran juga melibatkan seniman di bidang lain untuk membubuhkan karyanya, seperti seniman kaligrafi.

Sejak manusia mampu menulis, dimulai pula penulisan pada bangunan dan produk untuk memperindah atau untuk menjelaskan keyakinan dan rekaman sejarah dan persitiwa bagi para generasi mendatang. Seni kaligrafi sama seperti berbagai seni ornamen islami lainnya yang memiliki hubungan dekat dengan teknik, ukuran, matematika, ukuran huruf-huruf dan volume lekukan yang semuanya memiliki struktur dan aturan tersendiri. Penggunaan kaligrafi dalam ornamen arsitektur dapat dilakukan dengan cara penulisan inskripsi di mana di dalamnya mencakup ayat-ayat Al-Quran.

Gambar atau hiasan bunga dan pattern Eslimi merupakan salah satu ciri khas ornamen dalam arsitektur Iran. Gambar dan pengukiran pattern Eslimi mencakup garis-garis rumit, kurva dan berbagai busur lingkaran yang terinspirasi dari tangkai tumbuh-tumbuhan atau hewan. Ornamen seperti ini sebelum era Islam juga dapat disaksikan di Soosh dan Yunani.

Eslimi terkadang dijadikan sebagai motif utama dalam ornamen asli di bagian dalam kubah. Ruang permukaan pada bagian dalam kubah mengesankan sebuah antariksa yang semuanya mengacu pada satu titik pusat di tengah kubah. Motif parttern Eslimi di bagian dalam kubah, memberikan pesan wahdatul wujud. Motif yang sama juga digunakan untuk ornamen dinding, pilar, inskripsi dan lain-lain.

Teknik arsitektur Iran sangat memperhatikan pada aspek pencahayaan. Faktor yang sama pula yang akhirnya mendorong lahirnya ornamen indah dalam banyak bangunan karya arsitek Iran. Cahaya dalam arsitektur Iran selain memiliki aspek reliji, juga berfungsi menampilkan ornamen-ornamen bangunan secara lebih spesifik.

Ornamen dalam arsitektur pada era Islam didesain dengan menggunakan permukaan mengkilau sehingga memantulkan cahaya ke seluruh ruangan. Selain pemerataannya, cahaya yang masuk menembus kaca berwarna-warni yang kian menambah kehindahan ruangan. Dalam arsitektur era ini, cahaya dipadukan disandingkan dengan titik-titik gelap sehingga menghasilkan gradasi dan kontras yang indah.

Cahaya merupakan poros nilai estetika arsitektur Islam dan menjadi keunggulan dalam arsitektur Iran. Teknik pencahayaan akan mendongkrak kualitas ornamen yang dinamis. Kualitas yang akan membuat elemen utama pada bangunan seperti kubah, mihrab dan bahkan interior bangunan lebih menonjol. Semuanya terkombinasikan dengan baik untuk menciptakan atmosfer spiritual yang tenang, aman dan nyaman bagi para jemaah shalat.
 

Selasa, 18 Oktober 2016 21:45

Menikah Dengan Sayidina Ali

Sayidah Zahra telah mencapai usia pernikahan. Pada waktu itu usia sembilan tahun. Beberapa orang yang terkenal di Madinah pada waktu itu termasuk Abu Bakar dan Umar melamar beliau kepada Rasulullah Saw. Namun Rasulullah Saw tidak memberikan jawaban positif. Sampai akhirnya Sayidina Ali datang menemui Rasulullah Saw.

Sayidina Ali diam dan tidak berbicara apa-apa. Kepadanya Rasulullah Saw bertanya, “Hai Ali! Katakan, ada urusan apa denganku!”

Karena malu, wajah Sayidina Ali memerah. Rasulullah Saw berkata, “Jangan malu! Sampaikan isi hatimu!”

Sayidina Ali malu dan pelan-pelan berkata, “Anda mengenal saya dengan baik dan Anda-lah yang membesarkan saya. Saya ingin menikah dan saya tidak menemukan istri yang lebih tepat dari Zahra.”

Rasulullah Saw gembira dan dengan penuh kasih sayang berkata, “Dari semua sisi, engkau baik sebagai suami bagi Zahra. Namun, aku juga harus menanyakan pendapatnya.”

Kemudian Rasulullah Saw menemui putrinya dan menyampaikan apa yang terjadi. Sayidah Fathimah Zahra malu dan menundukkan kepalanya dan berkata, “Saya ridha dengan apa yang Anda ridhai.”

Rasulullah Saw merasa senang dan kepada Sayidina Ali berkata, “Hai Ali, engkau aku terima sebagai suami Zahra. Sekarang katakan, berapakah mahar untuk Zahra?!”

Sayidina Ali berkata, “Wahai Rasulullah! Anda cukup tahu bahwa terkait harta kekayaan, saya memiliki satu pedang, satu kuda, satu baju perang dan satu onta.”

Rasulullah Saw berkata, “Engkau memerlukan pedang untuk berjuang, onta dan kuda untuk mencari rezeki yang halal. Namun pemberani sepertimu tidak begitu memerlukan baju perang. Pergilah ke pasar dan juallah baju perangmu dan uangnya bawa ke aku.”

Sayidina Ali menjual baju perangnya seharga 480 dirham dan menyerahkan uangnya kepada Rasulullah Saw, sehingga uang itu dipakai untuk menyiapkan perabot rumah tangga untuk Sayidah Fathimah Zahra as.

Perabot Kehidupan Sayidah Fathimah Zahra

Rasulullah menyiapkan hal-hal yang diperlukan untuk pernikahan putrinya. Beliau meminta orang-orang sekitarnya untuk membantunya dalam menyelenggarakan acara pernikahan Sayidah Fathimah.

Setelah Sayidina Ali menjual baju perangnya, beliau menyerahkan uang itu kepada Rasulullah Saw. Rasulullah Saw pun memberikan sebagian uang itu kepada Ummu Aiman untuk menyiapkan peralatan hidup Sayidah Fathimah. Ammar, Bilal dan satu-dua orang lainnya menyertai Ummu Aiman pergi ke pasar. Kemudian Rasulullah Saw memberikan sebagian uang itu kepada Asma’ binti ‘Umais supaya membeli minyak wangi untuk Sayidah Fathimah. Ummu Salamah istri Rasulullah juga mendapatkan tugas untuk menyiapkan makanan acara pernikahan.

Setelah Ummu Aiman, Ammar dan Bila kembali dari pasar, mereka membawa barang-barang yang telah dibeli, antara lain;

1- Satu baju sederhana dan kerudung. 2- Satu cadur [hijab yang menutupi seluruh badan] berwarna hitam. 3- Tempat tidur dari bahan besi. 4- Dua kasur dari bahan katun yang satunya berisi serabut kurma dan satunya lagi berisi bulu hewan. 5- Empat bantal kulit yang berisi tumbuhan berbau wangi. 6- Satu kelambu. 7- Satu tikar untuk alas di ruangan. 8- Penggilingan. 9- Ember untuk mencuci pakaian. 10- Satu mangkok dari tanah liat. 11- Tempat air. 12- Satu kendi besar. 13- Dua gelas dari tanah liat. 14- Satu taplak kulit. 15- Abaya.

Kecintaan Para Malaikat Pada Sayidah Fathimah

Setelah pernikahan Sayidah Fathimah dan Sayidina Ali, sekelompok orang cupet dan hasud memrotes Rasulullah. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah! Mengapa Anda menikahkan Fathimah dengan Ali dengan mahar yang tidak seberapa? Di kota ini banyak orang yang dari sisi harta lebih baik dari Ali. Mengapa Anda tidak menerima mereka sebagai suami Fathimah?

Rasulullah Saw berkata, “Aku bukan menerima Ali sebagai suami Fathimah, tapi Allah telah menikahkan Fathimah dengan Ali di sisi pohon Thuba di surga. Para malaikat Allah telah menjadi saksi dua orang ini di sisi pohon Thuba dan Allah telah memerintahkan pohon itu untuk menaburkan buah-buahnya untuk Ali dan Fathimah. Kemudian pohon itu menaburkan permata dan yakut di atas mereka. Para malaikat saling berlomba-lomba mengumpulkan permata itu. Para malaikat ini akan saling memberikan hadiah ini sampai pada Hari Kiamat dan mengatakan, “Ini adalah saweran pernikahan Fathimah; putri Rasulullah...” (Emi Nur Hayati)  

Sumber: Sad Pand va Hekayat; Sayidah Fathimah Zahra as