کمالوندی

کمالوندی

Senin, 05 Desember 2016 22:53

Ayatullah Sayyid Muhammad Sa'id Hakim

Ayatullah Sayyid Muhammad Sa'id Hakim

 

Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

 

Pertanyaan:

Kepada Yang Terhormat Ayatullah Sayyid Muhammad Sa'id Hakim

 

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Tolong berikan pencerahan kepada jutaan umat Islam terkait dua isu penting sebagai berikut:

 

Apakah seseorang yang mengaku dengan imannya atas keesaan Allah SWT, dan kenabian Nabi Muhammad bin Abdullah (SAW), melaksanakan sholat dengan menghadapi kiblat dan mengikuti salah satu dari delapan Mazhab Islam (Hanafi, Syafi’i, Maliki, Hanbali, Ja'fari, Zaidi, Abazi dan Zahiri) dianggap sebagai Muslim? Apakah hidupnya, kehormatan dan harta bendanya harus dijaga (dihormati)?

 

Jawaban:

 

"Menuduh para sahabat atau Muslim lainnya dengan tuduhan sesat, terkait apapun Mazhab yang mereka percayai, bukanlah bagian dari keyakinan Syiah. Hal ini berlandaskan atas dasar semangat dan prinsip-prinsip dasar Islam. Terkait hal ini juga telah tersirat dalam hadis yang dikutip dari Imam Syiah (SAW) dan pengajaran ulama-ulamanya begitu juga kesepakatan agama."

 

Salah satu orang dari Mukmin lainnya juga bertanya:

 

Banyak Muslim dan non-Muslims bertanya kepada kami tentang hubungan antara mazhab-mazhab Islam. Terkait hal ini, tolong berikan jawaban dua pertanyaan ini dibawah ini:

 

1. Apakah seseorang yang mengikuti salah satu dari delapan Mazhab Islam (Hanafi, Syafi’i, Maliki, Hanbali, Ja'fari, Zaidi, Abazi dan Zahiri) dianggap sebagai Muslim?

 

2. Apa batasan menuduh orang lain dengan tuduhan sesat? Apakah diperbolehkan seorang Muslim menuduh sesat kepada pengikut mazhab Islam (yang mashur) lainnya ataupun mazhab Asy’ariyah atau Mu’tazilah? Dan apakah menuduh para pengikut Sufi dengan tuduhan sesat diperbolehkan?

 

Jawaban:

 

Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

 

1.      Kesaksian dengan iman atas keesaan Allah SWT, dan Kenabian Nabi Muhammad (SAW), melaksanakan tugas agama dan ajaran wajib agama seperti sholat dan lain-lainya sudah cukup bagi seseorang untuk dianggap sebagai Muslim. Dengan demikian, semua ajaran agama seperti perlunya menghormati hidupnya, harta bendanya dan lain-lain berlaku baginya.

2.      Jawaban sama dengan point pertama diatas.

 

Sayyid Muhammad Sa'id Hakim

 

Senin, 05 Desember 2016 22:51

Ayatullah Sayyid Muhammad Sa'id Hakim

Ayatullah Sayyid Muhammad Sa'id Hakim

 

Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

 

Pertanyaan:

Kepada Yang Terhormat Ayatullah Sayyid Muhammad Sa'id Hakim

 

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Tolong berikan pencerahan kepada jutaan umat Islam terkait dua isu penting sebagai berikut:

 

Apakah seseorang yang mengaku dengan imannya atas keesaan Allah SWT, dan kenabian Nabi Muhammad bin Abdullah (SAW), melaksanakan sholat dengan menghadapi kiblat dan mengikuti salah satu dari delapan Mazhab Islam (Hanafi, Syafi’i, Maliki, Hanbali, Ja'fari, Zaidi, Abazi dan Zahiri) dianggap sebagai Muslim? Apakah hidupnya, kehormatan dan harta bendanya harus dijaga (dihormati)?

 

Jawaban:

 

"Menuduh para sahabat atau Muslim lainnya dengan tuduhan sesat, terkait apapun Mazhab yang mereka percayai, bukanlah bagian dari keyakinan Syiah. Hal ini berlandaskan atas dasar semangat dan prinsip-prinsip dasar Islam. Terkait hal ini juga telah tersirat dalam hadis yang dikutip dari Imam Syiah (SAW) dan pengajaran ulama-ulamanya begitu juga kesepakatan agama."

 

Salah satu orang dari Mukmin lainnya juga bertanya:

 

Banyak Muslim dan non-Muslims bertanya kepada kami tentang hubungan antara mazhab-mazhab Islam. Terkait hal ini, tolong berikan jawaban dua pertanyaan ini dibawah ini:

 

1. Apakah seseorang yang mengikuti salah satu dari delapan Mazhab Islam (Hanafi, Syafi’i, Maliki, Hanbali, Ja'fari, Zaidi, Abazi dan Zahiri) dianggap sebagai Muslim?

 

2. Apa batasan menuduh orang lain dengan tuduhan sesat? Apakah diperbolehkan seorang Muslim menuduh sesat kepada pengikut mazhab Islam (yang mashur) lainnya ataupun mazhab Asy’ariyah atau Mu’tazilah? Dan apakah menuduh para pengikut Sufi dengan tuduhan sesat diperbolehkan?

 

Jawaban:

 

Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

 

1.      Kesaksian dengan iman atas keesaan Allah SWT, dan Kenabian Nabi Muhammad (SAW), melaksanakan tugas agama dan ajaran wajib agama seperti sholat dan lain-lainya sudah cukup bagi seseorang untuk dianggap sebagai Muslim. Dengan demikian, semua ajaran agama seperti perlunya menghormati hidupnya, harta bendanya dan lain-lain berlaku baginya.

2.      Jawaban sama dengan point pertama diatas.

 

Sayyid Muhammad Sa'id Hakim

 

Senin, 05 Desember 2016 22:43

Ayatullah Syeikh Bashir Najafi

Ayatullah Syeikh Bashir Najafi

 

Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

 

Yang Terhormat : Ayatullah Syeikh Bashir Najafi

 

Banyak dari Muslim dan non-Muslims yang bertanya kepada kami tentang hubungan antara mazhab-mazhab dalam Agama Islam. Pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:

 

1. Apakah seseorang yang mengikuti salah satu mazhab dalam Islam (Hanafi, Syafi’i, Maliki, Hanbali, Ja'fari, Zaidi, Abazi) dianggap sebagai seorang Muslim?

 

2. Apa parameter seseorang dianggap sesat? Apakah diperbolehkan bagi seorang Muslim untuk menuduh pengikut mazhab lain, atau mazhab Asy’ariyah atau Mu’tazilah dengan tuduhan sesat? Apakah menuduh pengikut Sufi dengan tuduhan sesat diperbolehkan?

 

Jawaban:

Dalam Nama-Nya Yang Agung

 

1.      Siapapun yang telah bersaksi dengan imannya atas keesaan Allah SWT, dan kenabian Nabi Muhammad bin Abdullah (SAW), dan kenabian yang telah ditutup (oleh Nabi Muhammad SAW), dan hari Pembalasan, juga tidak membuat penolakan terkait masalah ini, maka dia terbukti dan dianggap sebagai Muslim. Hidupnya, kehormatan dan harta bendanya dijaga (dihormati) dan semua ajaran agama berlaku baginya. Semua Muslim memiliki kewajiban agama untuk mempertahankan hidupnya, kehormatan dan harta bendanya, dan Allah SWT mengetahui yang terbaik.

 

2.      Tidak diperbolehkan menuduh siapa pun dengan tuduhan sesat bagi siapa saja yang telah bersaksi atas keesaan Allah SWT, dan kenabian yang telah ditutup (oleh Nabi Muhammad SAW), dan hari Pembalasan, juga tidak membuat penolakan terkait masalah ini, maka dia terbukti dan dianggap sebagai Muslim. Ada beberapa riwayat dari Rasulullah Saw tentang larangan tindakan ini. Bagi siapa pun yang berusaha untuk menebar hasutan agama atau menuduh sesat seseorang yang telah mengaku keyakinan yang telah disebutkan di atas adalah jahil, pura-pura tidak tahu, atau dia adalah musuh Islam yang mencoba untuk mempengaruhi umat Islam untuk melayani kepentingan kekuatan arogan kafir yang ingin membuat konflik dan perpecahan.

 

Wallahu A’lam.

 

Bashir Al-Najafi

Senin, 05 Desember 2016 22:36

Ayatullah Syeikh Fazel Lankarani

Ayatullah Syeikh Fazel Lankarani

Pertanyaan:

Setelah Anda mengetahui dengan baik, terkait dengan kedatangan Barat pada abad ketiga Masehi, Barat telah memutuskan dengan pasti untuk menebar hasutan di antara kaum Muslim dan mereka berusaha untuk menggambarkan Islam sebagai agama kekerasan. Dalam situasi ini, menjaga persatuan umat Islam terlihat lebih penting daripada sebelumnya. Dengan menimbang bukti yang sangat jelas akan perlunya persatuan umat Islam sekarang ini, apa pendapat Anda tentang label ‘umat Islam’ untuk masyarakat muslim yang mengikuti salah satu dari empat mazhab Sunni ditambah dengan mazhab Zaidiyah, Dzahiriyah, Abazieh dan sebagainya? Yang mana mereka mengimani rukun Islam? Apakah dibolehkan menuduh mereka sesat? Apa batas-batas dan kriteria terkait tuduhan seperti itu? Kami memohon kepada Allah SWT untuk memberikan kesuksesan bagi Anda yang akan terus meningkat dalam melayani Islam dan Muslim khususnya muslim Syiah.

 

Balasan:

 

Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

 

Selama mazhab-mazhab tersebut tidak bertentangan dengan rukun-rukun Islam, ajaran wajib Islam, atau larangan Allah SWT dan para Imam Maksum (SAW), maka mereka dianggap bagian dari mazhab Islam.

 

Muhammad Fazel Lankarani

Senin, 05 Desember 2016 22:41

Ayatullah Wahid Khurosani

Ayatullah Wahid Khurosani

Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Pertanyaan:

Kami adalah kelompok yang tinggal di lingkungan Sunni. Sunni menuduh kita sesat dan percaya bahwa Syiah adalah kafir. Bolehkan kita membalas mereka dengan menganggap mereka sebagai orang-orang kafir dan memperlakukan mereka seperti itu? Kami mohon jawaban tentang kewajiban agama bagi kami berkaitan dengan serangan tersebut.

 

Tanda tangan

Sekelompok Orang Mukmin

 

 

Ini adalah Jawaban dari Ayatullah Wahid Khurosani:

 

Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

 

Bagi siapapun yang telah bersaksi atas keesaan Allah SWT dan Kenabian Nabi Muhammad SAWW adalah seorang Muslim, adapun terkait hidupnya, kehormatan dan harta bendanya adalah sama kedudukannya seperti hidupnya, kehormatannya, dan hartanya milik pengikut Mazhab Ja'fari. Agama Anda mewajibkan Anda untuk memperlakukan dengan hormat seseorang yang telah mengaku beriman kepada Allah dan Nabi SAWW, sekalipun jika ia menganggap Anda sebagai orang yang tidak beriman.  Walaupun mereka melakukan tindakan tidak adil terhadap Anda, maka tetaplah berjalan pada jalan keadilan; jika mereka sakit, kunjungilah mereka; jika salah satu dari mereka meninggal, hadirilah upacara pemakamannya, jika mereka meminta pertolongan maka bantulah mereka, dan serahkan masalah ini kepada kehendak Allah SWT yang berfirman:

 

وَلَا يَجۡرِمَنَّكُمۡ شَنَ‍َٔانُ قَوۡمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعۡدِلُواْۚ ٱعۡدِلُواْ هُوَ أَقۡرَبُ لِلتَّقۡوَىٰۖ

Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa (QS. Al-Maidah: 8)

 

dan patuhilah perintah Allah SWT yang telah berfirman:

 

وَلَا تَقُولُواْ لِمَنۡ أَلۡقَىٰٓ إِلَيۡكُمُ ٱلسَّلَٰمَ لَسۡتَ مُؤۡمِنٗا

“Dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu: "Kamu bukan seorang mukmin” (QS. An-Nisa’:94)

 

Wassalamualaikum Wr.Wb

Senin, 05 Desember 2016 22:35

Ayatullah Sayyid Ali Khamenei

Ayatullah Sayyid Ali Khamenei

 

Dengan menimbang bukti yang sangat jelas akan perlunya persatuan umat Islam sekarang ini, apa pendapat Anda tentang label ‘umat Islam’ untuk masyarakat muslim yang mengikuti salah satu dari empat mazhab Sunni ditambah dengan mazhab Zaidiyah, Dzahiriyah, Abazieh dan sebagainya? Yang mana mereka mengimani rukun Islam? Apakah dibolehkan menuduh mereka sesat? Apa batas-batas dan kriteria terkait tuduhan seperti itu? Kami memohon kepada Allah SWT untuk memberikan kesuksesan bagi Anda yang akan terus meningkat dalam melayani Islam dan Muslim khususnya muslim Syiah.

 

Jawaban yang diberikan dari kantor Rahbar:

 

Semua mazhab Islam, pada hakikatnya adalah bagian dari satu umat Islam, dan mereka semua memiliki hak-hak khususnya sebagai umat Islam. Hal-hal yang menyebabkan perpecahan di antara mereka adalah bertentangan dengan ajaran Al-Qur'an dan Sunnah Nabi suci (SAW). Selain itu, hal ini juga dapat melemahkan umat Islam, dan akan digunakan sebagai dalih oleh musuh-musuh Islam. Jadi menuduh mazhab Islam yang lain dengan tuduhan sesat tidaklah diperbolehkan.

 

Kantor Penasehat Fatwa Ayatullah Sayyid Ali Khamenei.

Senin, 05 Desember 2016 22:34

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Ayatullah Sayyid Ali Sistani

 

Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

 

Pertanyaan:

Ayatullah Sayyid Ali Sistani

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

 

Kami berharap agar jutaan umat Islam saat ini diarahkan kepada dua isu terpenting:

Apakah seseorang yang bersaksi dengan imannya atas keesaan Allah SWT, dan Kenabian Nabi Muhammad bin Abdullah (SAW), mengerjakan sholat dengan menghadapi kiblat dan mengikuti salah satu dari delapan mazhab (Hanafi, Shafi'i, Maliki, Hanbali , Ja'fari, Zaidi, Abazi dan Zahiri) maka dia dianggap sebagai Muslim? Dan apakah hidupnya, kehormatan dan hartanya juga dihormati (dijaga)?

 

Jawaban:

Dengan Menyebut Asma Allah SWT Yang Maha Agung

 

Barang siapa yang bersaksi dengan imannya atas keesaan Allah SWT, dan bersaksi atas Kenabian Nabi Muhammad bin Abdullah (SAW), tidak membuat pernyataan yang bertentangan dengan imannya, dan tidak menunjukkan permusuhan terhadap Ahlu Bait Nabi (SAW) maka dia dianggap sebagai Muslim.

 

Wa alaikum salam Wr.Wb.

 

Seorang Muslim lainnya juga bertanya kepada Ayatullah Sayyid Ali Sistani tentang sikap Muslim Syiah terhadap Muslim Sunni

 

Kantor resmi pengeluaran fatwa telah memberikan jawaban sebagai berikut:

 

Dari sudut pandang madzhab Syiah, Muslim Sunni dengan semua ajaran Islam berlaku untuk mereka. Pernikahan mereka diperbolehkan, mereka dapat menerima warisan dari muslim Syiah; muslim Syiah juga mewarisi dari mereka (kecuali untuk kaum Khawarij dan Nasibi), hidup mereka, kehormatan dan harta bendanya juga harus dijaga (dihormati). Tekait tuduhan bahwa Syiah menggap sesat para pengikut Perang Badar, atau Baiat Ridwan, dan orang-orang yang telah meninggalkan (rumah mereka) dan memberi bantuan kepada kaum Muhajirin dan Ansar, begitu juga para pemimpin mazhab Islam dan pengikut mereka, adalah kebohongan belaka.

 

Senin, 05 Desember 2016 22:32

Ayatullah Ja’far Subhani

Ayatullah Ja’far Subhani

 

Dengan menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

 

وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعٗا وَلَا تَفَرَّقُواْۚ

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai” (QS. Al-Imran:103)

 

Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk berpegang teguh kepada tali (agama) Allah. Perumpamaan bangsa yang terbagi dan terpecah belah adalah seperti seseorang yang jatuh ke dalam sumur, yang membuat Allah SWT menggunakan istilah ‘tali’ dan tidak menggunakan istilah selain ini. Oleh karena itu seseorang yang telah masuk ke dalam sumur tersebut hanya dapat diselamatkan dengan berpegang pada tali yang telah dijulurkan kedalam lubang sumur.

 

Hal yang perlu digaris bawahi bahwa Al-Qur'an telah berulang-ulang memuji dan memerintahkan umat akan persatuan dan kerukunan, dan melarang umat dari perpecahan. Al-Qur'an telah mencela perpecahan dengan pertimbangan akan terjadinya bencana mengerikan sebagai konsequensinya.

 

قُلۡ هُوَ ٱلۡقَادِرُ عَلَىٰٓ أَن يَبۡعَثَ عَلَيۡكُمۡ عَذَابٗا مِّن فَوۡقِكُمۡ أَوۡ مِن تَحۡتِ أَرۡجُلِكُمۡ أَوۡ يَلۡبِسَكُمۡ شِيَعٗا وَيُذِيقَ بَعۡضَكُم بَأۡسَ بَعۡضٍۗ

“Katakanlah: "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain” (QS. Al-An’am: 65)

 

Dengan demikian, semua umat Islam harus merujuk ke Al-Qur'an, bertindak sesuai dengan perintah Allah SWT didalamnya, dengan bersatu dan menahan diri dari sesuatu yang menyebabkan perpecahan. Apalagi pada zaman sekarang ini, di mana orang-orang kafir dan kekuatan arogan bersekongkol untuk menyebabkan perselisihan di kalangan umat Islam, dan mereka telah memimpin untuk menumpahkan darah satu sama lain untuk demi mencapai tujuan jahat mereka, mendominasi negara-negara Islam dan menjarahnya, yang mana kekayaan alam di negara itu adalah rahmat yang diberikan Allah SWT. Dengan demikian, mereka mencoba untuk membuat tempat yang aman bagi tentara penjajah yang telah menginvasi Palestina dan Yerusalem.

 

Fenomena Takfir (menuduh orang lain sesat) adalah tindakan tercela dan tidak senonoh; Karena semua umat Islam menyembah satu Tuhan dan percaya pada kenabian Nabi dan hari Hari Kiamat, ini cukup untuk menganggap mereka sebagai Muslim, bahkan jika mereka tidak percaya pada salah satu mazhab dalam Islam. Di ranjang sebelum wafat, Imam Asy'ari mengumpulkan semua muridnya dan mengatakan kepada mereka: “Saya bersaksi bahwa saya tidak pernah menuduh (amalan) muslim yang lain dengan bid'ah, karena mereka semua menyembah satu Tuhan dan semua di bawah bendera Islam. Kita juga wajib menghormati perasaan dan keyakinan yang lain. Kita tidak boleh memperlakukan mereka dengan cara yang menyebabkan perpecahan dan yang dapat menabur benih permusuhan dan dendam, karena hal ini telah menjadi praktek umum keturunan yang saleh diantara kita, yang hidup berdampingan dalam damai dan aman. Tuduhan mengutuk sahabat nabi yang salah dilontarkan terhadap Syiah adalah palsu dan tidak berdasar. Syiah dengan keras menyangkal tuduhan tersebut. Dalam sikap mereka terhadap para sahabat nabi, mereka mencontoh Imam Ali bin Hussein yang berdoa kepada Allah:

 

"اللهم وأصحاب محمّد خاصة، الذين أحسنوا الصحبة، والذين أبلوا البلاء الحسن في نصره، وکانفوه، وأسرعوا إلی وفادته، وسابقوا إلی دعوته”

“Ya Allah, pujian kepada sahabat Nabi Muhammad SAW yang terpilih, yaitu mereka yang menjadi teman yang baik dan yang telah diberikan ujian dalam membantu dan mendukung Dia (Nabi SAW), dan mereka yang bersegera untuk menghargai kehadiran dan kenabiannya”

 

 

 

Salam Perdamaian untuk Anda Sekalian beserta rahmat Allah dan berkah-Nya.

 

Hauzah Ilmiyah Kota Suci Qom

 

Ja'far Subhani

Senin, 05 Desember 2016 22:30

Ayatullah Ja’far Subhani

Ayatullah Ja’far Subhani

 

Dengan menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

 

وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعٗا وَلَا تَفَرَّقُواْۚ

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai” (QS. Al-Imran:103)

 

Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk berpegang teguh kepada tali (agama) Allah. Perumpamaan bangsa yang terbagi dan terpecah belah adalah seperti seseorang yang jatuh ke dalam sumur, yang membuat Allah SWT menggunakan istilah ‘tali’ dan tidak menggunakan istilah selain ini. Oleh karena itu seseorang yang telah masuk ke dalam sumur tersebut hanya dapat diselamatkan dengan berpegang pada tali yang telah dijulurkan kedalam lubang sumur.

 

Hal yang perlu digaris bawahi bahwa Al-Qur'an telah berulang-ulang memuji dan memerintahkan umat akan persatuan dan kerukunan, dan melarang umat dari perpecahan. Al-Qur'an telah mencela perpecahan dengan pertimbangan akan terjadinya bencana mengerikan sebagai konsequensinya.

 

قُلۡ هُوَ ٱلۡقَادِرُ عَلَىٰٓ أَن يَبۡعَثَ عَلَيۡكُمۡ عَذَابٗا مِّن فَوۡقِكُمۡ أَوۡ مِن تَحۡتِ أَرۡجُلِكُمۡ أَوۡ يَلۡبِسَكُمۡ شِيَعٗا وَيُذِيقَ بَعۡضَكُم بَأۡسَ بَعۡضٍۗ

“Katakanlah: "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain” (QS. Al-An’am: 65)

 

Dengan demikian, semua umat Islam harus merujuk ke Al-Qur'an, bertindak sesuai dengan perintah Allah SWT didalamnya, dengan bersatu dan menahan diri dari sesuatu yang menyebabkan perpecahan. Apalagi pada zaman sekarang ini, di mana orang-orang kafir dan kekuatan arogan bersekongkol untuk menyebabkan perselisihan di kalangan umat Islam, dan mereka telah memimpin untuk menumpahkan darah satu sama lain untuk demi mencapai tujuan jahat mereka, mendominasi negara-negara Islam dan menjarahnya, yang mana kekayaan alam di negara itu adalah rahmat yang diberikan Allah SWT. Dengan demikian, mereka mencoba untuk membuat tempat yang aman bagi tentara penjajah yang telah menginvasi Palestina dan Yerusalem.

 

Fenomena Takfir (menuduh orang lain sesat) adalah tindakan tercela dan tidak senonoh; Karena semua umat Islam menyembah satu Tuhan dan percaya pada kenabian Nabi dan hari Hari Kiamat, ini cukup untuk menganggap mereka sebagai Muslim, bahkan jika mereka tidak percaya pada salah satu mazhab dalam Islam. Di ranjang sebelum wafat, Imam Asy'ari mengumpulkan semua muridnya dan mengatakan kepada mereka: “Saya bersaksi bahwa saya tidak pernah menuduh (amalan) muslim yang lain dengan bid'ah, karena mereka semua menyembah satu Tuhan dan semua di bawah bendera Islam. Kita juga wajib menghormati perasaan dan keyakinan yang lain. Kita tidak boleh memperlakukan mereka dengan cara yang menyebabkan perpecahan dan yang dapat menabur benih permusuhan dan dendam, karena hal ini telah menjadi praktek umum keturunan yang saleh diantara kita, yang hidup berdampingan dalam damai dan aman. Tuduhan mengutuk sahabat nabi yang salah dilontarkan terhadap Syiah adalah palsu dan tidak berdasar. Syiah dengan keras menyangkal tuduhan tersebut. Dalam sikap mereka terhadap para sahabat nabi, mereka mencontoh Imam Ali bin Hussein yang berdoa kepada Allah:

 

"اللهم وأصحاب محمّد خاصة، الذين أحسنوا الصحبة، والذين أبلوا البلاء الحسن في نصره، وکانفوه، وأسرعوا إلی وفادته، وسابقوا إلی دعوته”

“Ya Allah, pujian kepada sahabat Nabi Muhammad SAW yang terpilih, yaitu mereka yang menjadi teman yang baik dan yang telah diberikan ujian dalam membantu dan mendukung Dia (Nabi SAW), dan mereka yang bersegera untuk menghargai kehadiran dan kenabiannya”

 

 

 

Salam Perdamaian untuk Anda Sekalian beserta rahmat Allah dan berkah-Nya.

 

Hauzah Ilmiyah Kota Suci Qom

 

Ja'far Subhani

Senin, 05 Desember 2016 22:28

Ayatullah Jawadi Amuli

Ayatullah Jawadi Amuli
 

Ayatullah Jawadi Amuli mengatakan: "Nabi (SAW) tidak pernah mengutuk siapapun bahkan terhadap berhala sekalipun". Beliau menambahkan: "Kita tidak pernah hidup sendirian di dunia ini; kita memiliki masalah nasional, regional dan internasional, yang harus diselesaikan dengan bijaksana. Kedua masalah asosiasi dan disosiasi (tawalla dan tabarra’) dan keamanan harus diperhitungkan dan ini adalah masalah politik dan sosial. Menurut “ISNA” yang dikutip oleh “Jahan”, pada dini hari, tanggal 17 Farwardin (penanggalan Iran), di kelas tafsir yang diadakan di masjid A'zam, Ayatullah Abd-allah Jawadi Amuli menafsirkan ayat-ayat awal bab surat al-Ahzab, mengatakan: "Surat al-Ahzab, yang berpusat pada isu-isu politik dan pemerintahan, teraktualkan di Madinah (pada zaman Nabi SAW). Di Madinah dijelaskan dan telah dibentuk sistem militer dan basis ekonomi dalam Islam. Dalam surat al-Ahzab ini, disebutkan kata ‘al-marjuufin’, yaitu mereka yang telah menimbulkan penghasutan dan menyebar kecurigaan tak beralasan dan rumor omong kosong yang berlebih kepada masyarakat, berita hasutan ini sudah pasti tidak memiliki nilai kebenaran sama sekali. Kabar tersebut menyebabkan kerusuhan dan turbulensi sosial. Dalam surat al-Ahzab ini, kalimat "Wahai Nabi" telah berulang 5 kali dan ini menyoroti pentingnya masalah ini yang berpusat pada isu militer atau keluarga, yang mana masalah keluarga ini kemudian menjadi isu dasar bertolaknya masalah-masalah besar (di masa itu). Allah SWT berfirman:

يَٰنِسَآءَ ٱلنَّبِيِّ لَسۡتُنَّ كَأَحَدٖ مِّنَ ٱلنِّسَآءِ

“Wahai Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, (QS. al-Ahzab: 32)

Ayat diatas menunjukkan adanya bahaya yang mengancam masyarakat yang bersumber dari masalah keluarga. Allah juga berfirman:

وَقَرۡنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ ٱلۡأُولَىٰۖ

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu” (QS. Al-Ahzab: 33)

seperti Perang Jamal yang mana berakar dari masalah keluarga ini.

Nabi (SAW) yang tidak pernah mengutuk siapapun mengacu kepada ayat:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ ٱتَّقِ ٱللَّهَ وَلَا تُطِعِ ٱلۡكَٰفِرِينَ وَٱلۡمُنَٰفِقِينَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمٗا

“Wahai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. Al-Ahzab: 1)

 

Ayatullah Jawadi Amuli menyatakan: "Hal yang perlu digaris bawahi bahwa pembentukan pemerintahan bukanlah tugas yang mudah. kata يا أيها "Wahai Nabi" digunakan untuk peringatan, menginformasikan dan mengingatkan sensitivitas dan pentingnya masalah ini. Di berbagai ayat yang ada di Al-Qur’an, Allah tidak pernah memanggil Nabi dengan sebutan namanya secara langsung, kecuali seperti di surat Al-i-Imran, di mana Allah berbicara kepada beliau dengan namanya, tapi dengan tujuan untuk memberitahu orang-orang bahwa beliau memiliki status sebagai Rasul-Allah atau Nabi-Allah (utusan atau nabi) dan Allah ingin menekanan posisinya. Allah tidak memperlakukan Nabi seperti nabi lainnya, dan ini menunjukkan bahwa kita juga terikat untuk berbicara tentang Nabi dengan hormat dan sopan.

Beberapa para penafsir Al-Qur’an mengatakan:

 

"Di ayat pertama dari surat Al-Ahzab, Allah memberi tahu bahwa nabi berbudi luhur, karena beliau memiliki misi penting ke depan, yang dapat dicapai hanya melalui kesalehan dan kebajikan. Perang dan pertumpahan darah akan terjadi di masa depan; banyak dari sahabat beliau akan dipenjara atau dibunuh; banyak anggota keluarga yang paling dicintai akan kehilangan kehidupan mereka; oleh karena itu tidak ada jalan untuk menghadapi ini semuanya kecuali dengan takwa. Nabi telah memutuskan untuk memperlakukan masyarakat dengan cara yang tidak biasa, yaitu dengan cara-cara yang shaleh. Seperti ketika Nabi Ibrahim dan anaknya Nabi Ismail yang telah bersusah payah membangun ka'bah. Setelah beberapa waktu, ka’bah tersebuh justru berubah menjadi sebuah kuil berhala di mana semua berhala disimpan didalamnya. bahkan tidak sekali pun Nabi mengutuk mereka, meskipun sebenarnya Nabi bisa berbuat apapun (untuk menghukumnya). Oleh karena itu jika kita ingin hidup damai, tanpa menuduh (amalan) orang lain bid'ah, dan untuk mencegah pembantaian kejam setiap hari di Myanmar, Bangladesh dan Timur, maka kita harus mengikuti cara Nabi. Yang mana bahkan beliau tidak sekali pun mengutuk berhala.”

 

 

Pembantaian Kaum Muslimin tidak kalah pentingnya dari isu energi nuklir

 

Ayatullah Jawadi Amuli menyatakan:

 

"Melangkahlah di jalan yang benar sebisa yang kalian bisa, dan Allah SWT akan membantu kalian juga. Ada prosedur tertentu dalam rangka membangun masyarakat Islam dan pemerintah: kita harus mengamati etika umum dan tata krama sosial, dan menangani masalah para penyembah berhala secara logis. Mengutuk berhala tidaklah ada gunanya. Kita tidaklah hidup sendiri di dunia ini; kita memiliki masalah dan konflik nasional, regional dan internasional, dan ini harus diselesaikan dengan bijaksana. Kedua isu asosiasi dan disosiasi (tawalla dan Tabarra’) dan keamanan harus diperhitungkan, dan ini adalah masalah politik dan sosial. Masalah-masalah yurisprudensi harus ditangani oleh orang-orang yang memiliki otoritas dalam masalah agama, namun tetap bahwa kedua masalah asosiasi dan disosiasi (tawalla dan tabarra’) dan menjaga keamanan umat Islam harus diutamakan, dan ini tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan isu energi nuklir. Perlu dicatat juga bahwa, perbuatan mengutuk justru berimplikasi kepada pembantaian terus-menerus yang kita saksikan pada akhir-akhir ini. Oleh karena itu, maka masalah ini harus ditemukan solusinya. Apakah kita cukup hanya bersedih atas pembantaian setiap hari yang terjadi di Myanmar, Pakistan, dan Bangladesh? Jika agama ini dimaksudkan untuk menjaga keamanan, masalah ini tidak bisa hanya diselesaikan secara hukum fiqih (saja) oleh hauzah-hauzah tapi juga membutuhkan negosiasi dan diplomasi. Apakah berdukacita dan menangis di ritual dan upacara pemakaman hanya satu-satunya hal yang bisa kita lakukan?

Menanggapi pertanyaan tentang mengutuk dan mencaci, beliau menegaskan:
 
"Mengutuk berlaku untuk umum, Allah secara umum berfirman:
 
أُوْلَٰٓئِكَ جَزَآؤُهُمۡ أَنَّ عَلَيۡهِمۡ لَعۡنَةَ ٱللَّهِ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلنَّاسِ أَجۡمَعِينَ ٨٧
“Mereka itu, balasannya ialah: bahwasanya laknat Allah ditimpakan kepada mereka, (demikian pula) laknat para malaikat dan manusia seluruhnya” (QS. Al-Imran: 87)
 
Kami dan yang lainnya menyetujui keumuman ayat ini. Ayat ini jelas berlaku untuk untuk umum, dan tidak seharusnya menjadi masalah di perinciannya.
 
Sebelumnya, jika seorang pangeran mahkota meninggal pada saat perang antara dua negara, gencatan senjata dilakukan selama seminggu, dan kemudian perang dilanjutkan, tapi sekarang, ketika raja Arab Saudi meninggal, beberapa orang mendistribusikan kacang dan permen kepada orang-orang! Ini bukan wajib, ataupun sunnah, tidak masuk masuk akal, dan tidak ada di dalil naqli. Dan tindakan ini dapat dicegah. Maka kami berharap para pejabat Saudi untuk membentangkan karpet merah kepada para jamaah haji! Adapun tugas-tugas keilmuan dan masalah fiqih yang dilakukan oleh hauzah memang memiliki nilai yang besar, tetapi untuk menjadi sesuatu yang bersifat global, maka semua orang dan negara-negara harus membuat kontribusi, seperti cara mereka bekerja sama dan serempak dalam menangani masalah energi nuklir. Sampai kapankah derita ini mampu kita tolerir?