
کمالوندی
Uzbekistan Larang Hijab di Lokasi Umum
Fars News (21/12) melaporkan, kebijakan anti-agama beberapa negara kawasan Asia Tengah terus berlanjut. Kali ini, pemerintah Uzbekistan memutuskan untuk menindak perempuan-perempuan berhijab di jalan-jalan negara itu.
Keputusan itu diterapkan padahal mayoritas penduduk Uzbekistan yang berjumlah 30 juta orang, adalah Muslim.
Pemerintah Uzbekistan mengumumkan, penggunaan hijab sempurna, bukan tradisional dan lokal negara itu, akan dikenai hukuman denda, dan jika terulang pelakunya terancam kurungan penjara dua tahun.
Sebelumnya, Tajikistan dan Kyrgyzstan juga menerapkan aturan yang keras terhadap mahasiswi dan pelajar di sekolah-sekolah perempuan negara itu.
IRGC Punya Strategi Perang Mengejutkan untuk Musuh
Wakil Panglima Pasukan Garda Revolusi Islam Iran (IRGC), Brigadir Jenderal Hossein Salami menyatakan, “Dengan mengembangkan cara-cara baru dalam pertempuran dan dengan inisiatif praktis, sedang mengambil langkah-langkah di mana musuh tidak akan pernah siap menghadapinya.”
Sepah News melaporkan, Brigjen Salami menyampaikan hal itu dalam wawancaranya dengan Fars News Agency, seraya menyinggung langkah-langkah yang telah ditempuh IRGC selama Revolusi Islam Iran dan mengatakan, “IRGC dalam perjalanan hidupnya telah melalui jalan sulit.”
Brigjen Salami menyinggung berbagai keberhasilan istimewa dan pengalaman ilmiah dan praktis IRGC menjelaskan, “Musuh dan kekuatan-kekuatan adidaya tidak akan mengajarkan strategi dan pemikiran kemenangan atas mereka, oleh karena itu, ini adalah tugas IRGC untuk menjaga Revolusi Islam di hadapan musuh yang memiliki pengalaman, sarana kekayaan, infiltrasi dan kekuatan.”
Brigjen Salami menegaskan bahwa IRGC mengandalkan sumber internal, serta pemikiran dan keyakinan, memproduksi sarana tempur dan semuanya mengemuka sebagai sebuah sistem pemikiran dan perspektif IRGC, yang lahir dari semangat dari dalam lembaga rakyat ini.
Araqchi: Pembatasan Pengeluaran Visa AS Langgar JCPOA
Deputi Menteri Luar Negeri Iran untuk urusan hukum dan internasional mengatakan, aturan pembatasan pengeluaran visa Amerika Serikat untuk warga Iran bertentangan dengan JCPOA.
Sayid Abbas Araqchi, Ahad (20/12) kepada IRIB News menuturkan, "Disahkannya aturan pembatasan pengeluaran visa untuk masuk ke Amerika di Kongres negara itu akan berpengaruh pada interaksi ekonomi, pariwisata dan sains-budaya, dan Iran menilai aturan itu melanggar Rencana Aksi Komprehensif Bersama, JCPOA."
Ia menjelaskan, "Jika aturan itu jadi diterapkan, Iran akan mengajukan pembatalan implementasi JCPOA kepada komisi bersama JCPOA."
Araqchi juga menyinggung upaya rezim Zionis Israel mengacaukan pelaksanaan JCPOA.
"Sejumlah banyak langkah dalam dua bulan terakhir dilakukan lobi Zionis untuk mencegah terlaksananya JCPOA dan menghambat kemajuannya," ujar Araqchi.
Ia menegaskan, "Menlu Amerika melayangkan surat kepada Mohammad Javad Zarif, Menlu Iran dan mengumumkan, aturan pembatasan pengeluaran visa masuk ke Amerika bagi warga Iran akan diterapkan dan tidak akan mengganggu kerja sama ekonomi dan pelaksanaan JCPOA."
Ravanci: Jika AS Tak Komitmen, Iran akan Ambil Langkah Serupa
Wakil Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran untuk Urusan Eropa dan Amerika mengatakan, jika Amerika Serikat tidak mematuhi kewajibannya, maka Iran juga tidak akan melaksanakan komitmennya.
Majid Takht-Ravanci mengatakan hal itu dalam wawancara televisi pada Minggu (20/12/2015) malam ketika menyinggung keputusan Kongkres AS yang bertentangan dengan Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA).
Ia menambahkan, kita harus menunggu dan melihat bagaimana tindakan AS dalam prakteknya.
"Komitmen Iran dan tim perunding nuklir adalah pelaksanaan sukses JCPOA, namun AS pada prakteknya tidak komitmen dengan kewajibannya, maka Iran pun tidak akan melaksanakan komitmennya,"kata Takht-Ravanci seperti dikutip Tasnim.
Menurutnya, keputusan Kongres AS baru-baruini bertentangan dengan mekanisme yang telah disepakati terkait kewajiban-kewajiban Iran.
Sebelumnya, DPR Amerika telah mengesahkan sebuah undang-undang kontroversial pada 8 Desember 2015 untuk memperketat kunjungan orang-orang yang telah melakukan perjalanan ke empat negara; Iran, Irak, Suriah dan Sudan.
Berdasarkan undang-undang yang disetujui 407 suara itu, warga dari 38 negara sekutu AS yang selama ini menikmati kebijakan bebas visa, harus mengambil visa masuk jika dalam lima tahun terakhir ini pernah berkunjung ke Iran, Irak, Suriah dan Sudan.
Dengan kata lain, para wisatawan dari negara-negara yang memiliki perjanjian bebas visa dengan AS namun pernah mengunjungi empat negara tersebut harus mengajukan visa lagi untuk bisa melakukan kunjungan ke AS.
Ketua AEOI: Jika AS Langgar Janji, Negara Ini akan jadi Pecundang
Ketua Organisasi Energi Atom Republik Islam Iran (AEOI) mengatakan, jika Amerika Serikat tidak melaksanakan kewajibannya dalam kerangka Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) maka negara itu akan menjadi pecundang.
Ali Akbar Salehi mengatakan hal itu dalam wawancara dengan jaringan televisi Alalam ketika menyinggung tanggapan Iran jika AS tidak melaksanakan komitmennya dalam JCPOA.
"Jika AS ingin melanggar janji-janjinya, maka ia akan menjadi pecundang, sebab Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dalam laporannya telah mengumumkan bahwa Iran tidak pernah mengejar senjata nuklir. Laporan itu menyebutkan bahwa informasi yang telah diberikan kepada IAEA hingga tahun 2003 tidak berdasar," kata Salehi pada Minggu (20/12/2015).
Salehi lebih lanjut menyinggung waktu pelaksanaan kesepakatan nuklir antara Iran dan Kelompok 5+1 dan pengaturan yang masih tersisa terkait ini.
Ia menjelaskan, setelah Dewan Gubernur IAEA mengeluarkan resolusi akhir tentang Iran dan berkas nuklir negara telah dikeluarkan dari agenda kerja dewan tersebut, maka Tehran telah memulai sebagian langkah termasuk menonaktifkan sebagian sentrifugal di instalasi nuklir Natanz dan Fordow.
Dubes Iran untuk Malaysia Serukan Perluasan Kerjasama Bilateral
Duta Besar Republik Islam Iran untuk Malaysia mengabarkan perluasan kerjasama antara Tehran dan Kuala Lumpur.
Marzieh Afkham dalam agenda umum pertamanya, bertemu dengan warga Iran yang tinggal di Malaysia pada Minggu (20/12/2015) malam.
"Semua kapasitas akan digunakan untuk memperluas hubungan bilateral antara Iran dan Malaysia dalam babak baru hubungan kedua negara ini," kata Afkham seperti dilansir IRNA.
Afkham lebih lanjut menyinggung aktivitas berbagai lembaga Iran di Malaysia termasuk Atase Kebudayaan dan institusi Ilmiah.
Ia menilai lembaga-lembaga itu sebagai bagian dari kelompok kerja Kedutaaan Besar Iran di Kuala Lumpur.
"Lembaga-lembaga ini telah melakukan kegiatan-kegiatan yang cukup bagus dalam beberapa tahun lalu dan setahun terakhir," ujarnya.
Dubes Iran untuk Kuala Lumpur berharap akan terjalin hubungan dan interaksi yang positif antara lembaga-lembaga Iran dan Malaysia, di mana lembaga-lembaga ini akan menjembatani dalam memperkenalkan agenda-agenda pemerintah Tehran melalui konsultasi dan kerjasama.
Afkham juga menyinggung kapasitas dan potensi warga Iran di Malaysia termasuk mahasiswa, dosen dan pengusaha.
"Melalui interaksi dan hubungan yang baik dan konstruktif dengan masyarakat Iran, maka pengalaman mereka akan dimanfaatkan untuk memperluas hubungan," pungkasnya.
Parlemen Iran Tekanan Pembalasan Atas Darah Qantar
Lebih dari 200 anggota parlemen Iran mengecam keras teror terhadap Samir Qantar, anggota senior gerakan perlawanan Libanon Hizbullah, di Suriah, oleh Israel dan menyerukan pembalasan darahnya.
Dalam sebuah pernyataan Senin (21/12/2015), 212 anggota DPR Iran (Majlis) menyatakan belasungkawa mereka kepada Sekretaris Jenderal Hizbullah Sayyid Hassan Nasrallah atas kesyahidan Qantar.
Para anggota parlemen juga menyerukan pembalasan atas tumpahnya darah anggota Hizbullah tersebut.
Menurut laporan media lokal, Qantar gugur syahid dalam serangan Israel yang menarget rumahnya di dekat ibukota Suriah, Damaskus, Ahad (20/12.2015). Serangan udara itu juga menewaskan 10 warga Suriah dan melukai sejumlah warga sipil lainnya.
Qantar dibebaskan dari sebuah penjara Israel dalam proses pertukaran tawanan antara Hizbullah dan Israel pada tahun 2008, setelah mendekam di penjara Zionis selama 29 tahun.
Brigjen Dehqan: Kekuatan Rudal Iran Jamin Keamanan Kawasan
Menteri Pertahanan Iran mengatakan, kekuatan rudal Iran digunakan untuk menjamin perdamaian, stabilitas dan keamanan kawasan.
ISNA (21/12) melaporkan, Brigjen Hossein Dehqan, Menhan Iran, Senin (21/12) di Utara Iran menuturkan, "Republik Islam Iran tidak pernah memproduksi rudal dengan hulu ledak nuklir."
Dehqan menambahkan, "Hingga kini proses desain, produksi dan uji coba rudal Iran tidak pernah terhenti atau tertunda, sebaliknya volume produksi rudal Iran bertambah."
Menhan Iran juga menyinggung soal situasi khusus kawasan saat ini.
Ia menjelaskan, "Musuh melancarkan serangan terhadap Iran dengan berbagai cara termasuk dengan perang budaya, ekonomi dan sanksi menindas."
Iran akan Kirim Uranium ke Rusia
Kepala Badan Energi Atom Iran (IAEO), Ali Akbar Salehi mengatakan bahwa program jangka panjang organisasinya akan dikirim ke Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dalam waktu dekat.
Berbicara kepada wartawan di Tehran, Rabu (16/12/2015) malam, Salehi menambahkan, program jangka panjang kegiatan nuklir Tehran akan dikirim ke IAEA setelah disetujui oleh tim pengawasan Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) dan Dewan Tinggi Keamanan Nasional Iran. Demikian dikutip kantor berita IRNA.
Berkenaan dengan pemindahan uranium yang diperkaya milik Iran ke Rusia, Salehi menerangkan, kegiatan itu akan dilakukan dalam beberapa hari ke depan dan IAEA akan mengawasi proses tersebut.
Saat ditanya tentang pelepasan tabung utama reaktor air berat Arak, ia menuturkan, “Dalam hal ini ada kesepakatan antara Iran dan IAEA, jadi prosesnya akan berjalan sesuai kesepakatan.”
Dia juga berharap agar proses pembangunan reaktor baru di Bushehr (Iran Selatan) dapat dimulai dalam tiga bulan ke depan.
Konvergensi untuk Menghapus Monopoli Internet dari Tangan AS
Menteri Komunikasi dan Teknologi Informasi Republik Islam Iran, Mahmoud Vaezi mengatakan, telah terbentuk konvergensi yang cukup baik untuk menghapus monopoli internet dari tangan Amerika Serikat di dunia maya.
Vaezo di akhir pertemuan internasional kedua internet saat diwawancarai IRNA menambahkan, konferensi internasional internet kedua di kota Wuzhen, Cina, para peserta di pertemuan ini menuntut dihormatinya kedaulatan bangsa di dunia maya dan kepemilikan infrastruktur aman serta bebas dari segala bentuk ancaman.
Seraya mengisyaratkan penekanan negara peserta untuk secara serius memerangi terorisme di dunia maya, Vaezi menandaskan, isu perang anti fenomena buruk ini yang setiap hari semakin luas merupakan kekhawatiran utama peserta.
Vaezi menjelaskan, peserta menyatakan perang anti terorisme membutuhkan kerjasama internasional dan tidak ada negara yang mampu menghadapi fenomena buruk ini sendirian.
Konferensi internasional internet dihadiri oleh 120 perwakilan negara dunia dan berakhir hari Jumat (18/12) di kota Wuzhen, Cina dengan merilis statemen bersama.