کمالوندی

کمالوندی

Sabtu, 12 Desember 2015 22:17

Imam Hasan Gugur Syahid

Tanggal 28 Shafar tahun 50 Hijriah, Imam Hasan as, cucu Rasulullah Saw gugur syahid. Imam Hasan adalah putra dari Fathimah as, putri Rasulullah dan Imam Ali as. Beliau dilahirkan di Madinah pada tahun 3 Hijriah. Sejak lahir hingga usia tujuh tahun, Imam Hasan as dibimbing langsung oleh kakek beliau, Rasulullah Saw untuk memahami makrifat Islam.

Pada usia 37 tahun, ayah beliau, yaitu Imam Ali as gugur syahid dan Imam Hasan pun meneruskan tampuk kepemimpinan kaum muslimin yang semula diemban oleh Imam Ali. Dalam masa kepemimpinannya, Imam Hasan as berusaha membentuk pasukan muslim yang tangguh untuk melawan pasukan Muawiyah yang sebelumnya juga telah melakukan perlawanan bersenjata terhadap Imam Ali as.

Namun, berbagai provokasi dan taktik licik yang dilakukan Muawiyah membuat semangat pasukan muslim itu kendor, bahkan sebagiannya bergabung dengan pasukan Muawiyah. Karena itu, Imam Hasan mengambil langkah diplomasi, demi terjaganya keutuhan kaum Muslimin yang saat itu tengah mendapat ancaman yang lebih besar dari kaum Kafir. Imam Hasan pun kemudian mengadakan perjanjian damai dengan Muawiyah, namun isi perjanjian itu dilanggar oleh Muawiyah dan bahkan akhirnya, Imam Hasan diracuni olehnya sehingga gugur syahid pada tahun 50 hijriah.

Sabtu, 12 Desember 2015 22:15

Dari Mana Makanan Berbau Harum Ini?

Hari itu adalah hari tersulit dalam kehidupan keluarga Imam Ali as. Setelah menahan lapar beberapa hari, wajah anggota keluarga tampak pucat. Sayidah Fathimah as berencana meminta bantuan kepada Allah, untuk itu beliau mengambil wudhu kemudian melakukan shalat dua rakaat dan mengangkat kedua tangannya bermunajat seraya berdoa, “Ya Allah! Ini adalah Nabi-Mu Muhammad dan ini adalah Ali, putra paman Nabi-Mu. Ya Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang! Kirimkanlah makanan dari langit untuk mereka. Sebagaimana Engkau telah mengirimkan makanan untuk Bani Israil dan mereka tidak bersyukur setelah memakannya. Namun bila Engkau mengirim untuk kami, kami akan mensyukurinya...”

Tiba-tiba datang sebuah bejana yang berisi makanan surga yang keharumannya memenuhi seluruh rumah.

Imam Ali as bertanya, “Dari mana datangnya makanan berbau harum ini?”

Sayidah Fathimah as menjawab, “Datang dari sisi Allah.”

Rasulullah Saw bersabda, “Segala puji dan syukur kepada Allah yang telah mengaruniai aku seorang putri seperti Maryam dimana setiap kali Nabi Zakaria hadir di mihrab tempat ibadahnya, selalu melihat makanan-makanan berbau harum di sisinya. Dia mengatakan, “Dari manakah makanan-makanan ini?” dan Maryam pun menjawab, “Dari surga dan dari sisi Allah.”

 

Sumber: Sad Pand va Hekayat; Sayidah Fathimah Zahra as

Sabtu, 12 Desember 2015 22:14

Pernikahan Imam Ali dan Sayidah Fathimah as

Sebaik-baik gadis di alam dan sebaik-baik pemuda di alam telah menikah, padahal maharnya adalah “Mahrussunnah” dan jahiziyehnya juga sangat sederhana dan simpel. (13/12/81) Kehidupan Amirul Mukminin dan Sayidah Fathimah az-Zahra adalah contohnya. Amirul Mukminin adalah sebaik-baik pemuda di alam dan menikah di usia muda. Beliau menikah dengan sebaik-baik gadis di semua periode sejarah yaitu Sayidah Fathimah az-Zahra. (18/6/82) Sebaik-baik gadis demi sehelai rambutnya dan sebaik-baik pemuda demi sehelai rambut Amriul Mukminin as. Ketahui juga bahwa Amirul Mukminin adalah sebaik-baik pemuda yang bukan hanya dari sisi spiritual saja. Pemuda ini adalah pahlawan besar di medan-medan perang. Gadis ini, Sayidah Fathimah as juga putrinya sosok nomer satu di dunia Islam pada masa itu. Putri sosok pertama dunia Islam dan sebaik-baik pemuda pada masa itu mahar dan jahiziyehnya seperti ini. (13/12/81)

Jangan beranggapan bahwa pada masa itu tidak ada yang namanya kemewahan, formalitas dan mahar yang berat dan masyarakat tidak mengenal hal-hal seperti ini. Pada masa itu ketika para kepala suku dan bangsawan Arab ingin menikahkan putrinya, mereka menyiapkan pernak-pernik dan jahiziyeh. Misalnya sebagian orang menetapkan mahar putrinya berupa emas yang banyak, seratus onta dan seribu dinar dan atau sepuluh ribu dinar. (28/6/81) Mahar yang berat adalah milik masa jahiliyah. Rasulullah Saw telah menghapusnya. (28/2/74) Rasulullah Saw, juga Amirul Mukminin –yakni kedua keluarga perempuan dan lelaki – termasuk keluarga bangsawan Quraisy. Yakni sebagai keluarga yang paling mulia di kalangan keluarga-keluarga Quraisy. Namun bukan orang yang cinta dunia dan berbangga-banggaan dan suka mengumpulkan uang. Tapi parameter kekeluargaan mereka menurut pandangan masyarakat zaman itu berada pada derajat yang paling tinggi. Sang pemuda, Amirul Mukminin as memiliki beragam kebanggaan besar di masa itu dan sang gadis, Sayidah Fathimah az-Zahra as termasuk sebaik-baiknya gadis di dunia Islam masa itu dan putrinya sosok nomer satu kota Madinah. Mereka juga mengenal hal-hal tersebut, namun karena mereka menghinakan dunia dan tidak menghargai lahiriah kehidupan. Mereka tidak memasukkan hal-hal tersebut pada sesuatu yang demikian lembut dan spiritual yakni pernikahan. Uang, emas, materi lebih remeh sehingga tidak perlu memasukkannya ke dalam masalah pernikahan. (28/6/81)

Apa maharnya Sayidah Fathimah? Apa jahiziyehnya Sayidah Fathimah? Bagaimana resepsi pernikahannya? (18/6/82) Jahiziyehnya adalah barang-barang murah yang tertulis dan tercatat dalam buku-buku; satu lembar tikar, satu lembar rajutan dari serat kurma, satu buah alas tidur, satu buah gilingan tangan, satu buah bejana air dan sebuah mangkok. (Bihar al-Anwar, buku sejarah Fathimah, Hasan dan Husein as/Abwab Tarikh Sayidah Nisa al-Alamin, bab Tazwijiha, hadis 5) (5/1/72) Bila kalian total dengan uang sekarang, kira-kira tidak lebih dari dua puluh ribu Toman. Inilah mahar Sayidah Fathimah as. Jahiziyeh dan perabot kehidupan yang disiapkan untuk beliau, bila dibandingkan dengan uang sekarang mungkin nilainya tidak mencapai harga sehelai baju yang dipakai oleh wanita kelas menengah. Inilah teladan. (17/9/72) Padahal, bukannya Rasulullah Saw tidak bisa, Rasulullah Saw bisa. Bila Rasulullah memberikan satu isyarat saja, maka banyak orang yang siap dan sukarela membawakan uang yang banyak, jahiziyeh yang banyak dan menyerahkannya kepada pasangan pengantin ini. Namun Rasulullah Saw tidak menginginkannya. Jahiziyeh yang sederhana, mahar... saya sampaikan... yang kecil dan sedikit, sikap-sikap mereka yang bergaya miskin, atas dasar kesengajaan. Ini tujuannya adalah supaya orang lain belajar. Kita tahu bahwa di dalam keluarga Rasulullah Saw, para gadis dan para pemuda dan pernikahannya tidak melebihi mahrussunnah. (3/6/75) Mereka tidak menjadikan dirinya sebagai tawanan lahiriyah dunia. Kita tidak bisa bersikap seperti mereka, namun mereka telah menunjukkan jalan untuk kita. Mereka telah mengajarkan garis pada kita. Mereka mengatakan, Mulailah kehidupan bersama seperti ini. (13/12/81) Orang-orang seperti kita, pikiran kita akan menjadi dingin bila kita ingin menyamakan kehidupan kita dengan kehidupan mereka. Saya tidak menuntut kalian dan juga tidak menuntut diri sendiri. Namun itu adalah puncak, sebisa mungkin kita mendekat padanya dan bergerak menuju puncak tersebut.

Jangan melihat orang-orang yang berada di atas puncak setan dan resepsi pernikahannya sedemikian rupa. Di Islam juga ada. Sekarang juga ada. Di dunia juga ada. Ketika Ma’mun Khalifah Abbasiyah menikah, di malam acara pengantin, kaleng-kaleng kecil yang terbuat dari emas ditaburkan di atas kepada istrinya. Ini selain perhiasan dan emas dan permen-permen yang diberikan. Ketika para tamu membuka kaleng-kaleng itu, mereka melihat di dalamnya tertulis, Tanah di tempat fulan untuk penemu kaleng ini. Sepetak ladang yang ada di tempat fulan adalah untuk penemu kaleng ini. Tanah-tanah ini mereka dapatkan dengan cara kekerasan dan kezaliman dan membagi-bagikannya seperti ini. Ketika harta didapatkan dari jalan haram, maka akan dihabiskan di jalan pemborosan seperti ini. Mereka benar-benar melakukan pemborosan sampai Ma’mun sendiri mengatakan, yang demikian ini adalah pemborosan. Sikap-sikap itulah yang menyebabkan Islam mengalami kekalahan selama beberapa abad dan hancur di bawah serangan berbagai macam kaum. (18/6/82)

Sumber: Khanevadeh; Be Sabke Sakht Yek Jalaseh Motavval Motavva Dar Mahzar-e Magham Moazzam Rahbari.

Terkait bagaimana cara dan mengelola urusan pernikahan, Islam juga memiliki ide. Ide ini berkaitan dengan pemilihan pasangan hidup. Masalah siapakah yang harus kita pilih sebagai pasangan hidup dalam pernikahan adalah masalah yang sangat penting. (13/12/81) Dalam memilih pasangan hidup, menurut Islam ada sejumlah parameter standar dan parameter ini berbeda dengan parameter masa jahiliyah. Parameter jahiliyah memperhatikan nama, jabatan, uang, sosok, kekayaan, pekerjaan dan sebagainya. (19/3/82) Mereka yang suka dunia mencari lahiriyahnya dunia. Untuk memilih pasangan hidup pertama melihat apa pendidikannya, bagaimana kekayaannya, bagaimana bentuk dan wajahnya? Meskipun hal-hal ini menarik secara alami dan manusia menyukainya. Namun tidak satupun darinya menyebabkan kebahagiaan. Yang menyebabkan seseorang bahagia dalam urusan pernikahan adalah menikah dengan orang yang memiliki kelayakan, kebaikan, agama dan kemuliaan. Semua inilah yang menjadikan kehidupan bersama senantiasa kontinyu.

Ada riwayat bahwa barang siapa yang menikah dengan seseorang karena kecantikan atau karena kekayaannya, mungkin saja Allah mengambil kecantikan dan kekayaan darinya. Jelas bahwa kekayaan bersandar pada angin. Sekali waktu kalian menyaksikan ada seseorang berada dalam puncak kekayaan dan sengsara karena hanya sebuah kejadian kecil. Salah seorang pemimpin negara terkenal dan kaya di kawasan Asia yang juga di sana banyak orang kaya. Di ruangan ini juga kepada saya dia berkata, dalam jangka semalam kami telah berubah menjadi pengemis. Memang benar-benar demikian. Tentunya menjadi pengemis model ini, ada kaitannya dengan politik bangsa-bangsa dan negara-negara yang ada, sebuah permainan uang dan ekonomi, tiba-tiba ribuan orang pengusaha dan ribuan orang kaya menurut pemimpin negara tersebut yaitu Mahatir Muhammad (Perdana Menteri Malaysia, antara tahun 1981 sampai 2003) jatuh sengsara. Dalam waktu semalam kekayaan ribuan orang lenyap.

Kecantikan juga demikian, baik pada lelaki maupun pada wanita. Kecantikan bukan keistimewaan abadi. Kecantikan bisa hilang karena satu kejadian, karena –jangan sampai terjadi- jatuhnya wajah ke dinding, karena melahirkan dengan susah, karena satu penyakit dan ribuan kejadian kecil dan besar, mungkin saja terjadi pada seseorang. Betapa banyak orang yang kita kenal yang dulunya benar-benar memiliki kecantikan, namun setelah usianya lewat beberapa tahun, berbalik total. Untuk itu, kecantikan bukan keistimewaan abadi. Terkadang seseorang terbiasa dengan kecantikan. Ketika sudah terbiasa, baginya tidak ada yang baru. Oleh karena itu, keistimewaan yang penting dalam urusan pernikahan adalah kemulian, akhlak, tata krama dan keagamaan. Itulah mengapa dikatakan, pilihlah! Carilah manusia yang suci dan mulia - baik pemuda yang mulia maupun gadis yang mulia – supaya Allah memberikan keberkahan. Lanjutan riwayat yang mencela pernikahan demi kecantikan dan kekayaan, demikian; Bila dalam urusan pernikahan kalian mencari agama dan ketakwaan, Allah juga akan memberi harta sekaligus kecantikan. Sekali waktu saya bertanya kepada diri saya sendiri, bagaimana Allah akan memberi kecantikan pada seseorang setelah terjadinya penciptaan dan berjalannya kehidupan? Mungkin saja memberi kekayaan pada orang yang tidak punya uang? Tapi bagaimana memberi kecantikan? Apakah Allah akan mencantikkan orang yang jelek? Berdasarkan apa, Rasulullah bersabda; Allah juga akan memberi kecantikan? Kemudian tiba-tiba saya tersadar bahwa kecantikan pada dasarnya akan mewujudkan kasih sayang. Bila telah diberi kasih sayang oleh Allah, maka wajah yang tidak cantik di mata seseorang akan menjadi cantik dan indah.

Agar bar dide-ye Majnun nashini

Beh ghairi az khubi-ye Laila nabini (Wahshi Bafghi)

[Majnun hanya melihat kebaikan Laila, baginya tidak ada bedanya, apakah Laila jelek atau cantik]

Dikatakan bahwa Laila orangnya jelek dan Majnun sangat tidak menyenangkan dan kotor juga kurus kering. Namun kasih sayang membuatnya cantik di mata satu sama lainnya. Keduanya sama-sama sangat mencintai. Alhasil, sebatas dongeng ini ada kenyataannya, maka akan abadi dalam sejarah. Maksudnya adalah ketika Allah Swt memberikan kasih sayang, maka selanjutnya akan datang kecantikan. (13/12/81) Karena kecantikan ada di mata kalian. Kecantikan ada di hati kalian. Kecantikan ada dalam pandangan kalian. Bila manusia mencintai seseorang, meskipun orang tersebut tidak cantik, maka ia melihatnya tampak cantik. Ketika tidak suka pada seseorang, meskipun orang tersebut cantik, maka baginya tidak cantik. Oleh karena itu, bila berdasarkan ketakwaan, berdasarkan kesucian hati, berdasarkan sifat yang menyenangkan, tangan suami dan istri saling berpegangan, ketika di antara keduanya muncul kasih sayang, saya sampaikan...bahwa dikatakan, (gar mahabbat dar miyon omad, takallof gu nabosh) (Ghani Kashmiri) bagi keduanya tidak ada lagi yang namanya tugas yang berat, semuanya menurut keduanya indah dan sesuai yang diinginkan. (13/10/77)

Islam mengatakan, kalian perhatikan dua hal; pertama, pasangan hidup kalian adalah unsur yang beragama dan menjaga kesucian dan kehormatannya, mulia dan ada sisi spiritualnya. Kedua, melamarnya berdasarkan kebutuhan. Cukup. Begitu seorang lelaki merasa bahwa ia harus menikah, carilah perempuan yang memiliki kesucian dan kehormatan serta mulia. Wanita juga harus menerima lelaki sebagai suaminya bila lelaki tersebut memiliki kesucian dan kehormatan serta kemuliaan. Cukup. Mencari kecantikan, mencari pekerjaan, mencari keturunan harus begini dan begitu, mencari kedudukan sosial, mencari uang. Dalam Islam hal-hal semacam ini tidak menjadi perhatian. Bahkan malah dilarang. Beginilah.

Oleh karena itu Rasulullah Saw menyuruh seorang lelaki yang jelek, berkulit hitam, tidak punya uang dan bukan keluarga bangsawan bernama Juwaibir (19/12/62) – yang dalam kejelekan dan kemiskinannya di seluruh madinah, jarang ada orang seperti dia – (12/12/62) untuk melamar salah seorang gadis cantik, bangsawan, kaya dari warga Madinah. Juwaibir juga tidak mengatakan, eh saya tidak pantas untuk pergi melamar gadis fulan misalnya, siapa memangnya saya? Saya jelek, tidak punya siapa-siapa dan apa-apa, saya tidak punya uang. Juwaibir tidak merasa demikian. Dia mengatakan, saya adalah seorang lelaki, sekaligus muslim. Lalu apa lagi yang harus diinginkan? Namun ayah gadis tersebut imannya sedikit goyah. Gadis tersebut termasuk gadis hizbullah, beragama seperti gadis-gadis saat ini, Alhamdulillah. Begitu dia tahu bahwa Rasulullah menyuruh lelaki tersebut untuk meminangnya, kepada ayahnya ia berkata, mengapa engkau tolak? Apa yang dimaukan sang gadis? Ia mengatakan, orang ini adalah seorang lelaki dan muslim, saya juga seorang wanita dan muslimah. Kami adalah sekufu. Muslim adalah sekufu dengan muslim. (19/12/62) “Al-mu’minu Kufwul Mu’minati Wal Muslimu Kufwul Muslimati” (Kafi, Kitab Nikah/ Bab Annal Mu’mina Kufwul Mu’minati/ hadis 1) Ini adalah tolok ukur menurut agama. (11/6/72) kalian perhatian? Demikianlah.

Lalu sebagian orang berkhayal bahwa putri-putrinya harus diberikan kepada orang yang selevel dengan diri mereka. Kami bertanya, Pak! Selevel itu apa? Menjawab, misalnya bila kami adalah orang kaya, punya modal sekian, maka orang tersebut juga harus kaya atau sedikit lebih kaya, iya, modalnya kurang lebih sebesar modal kita. Bila kita punya posisi sosial, iya, misalnya kurang lebih seginilah kita punya posisi sosial. Bila putra kami misalnya sarjana S1, calon istrinya juga meski bukan lulusan sarjana S1, paling tidak tamatan SMA. Mengapa? Apa perlunya? Apa masalahnya bila seorang wanita bergelar doktor, pandai dan berpendidikan menjadi istri seorang pemuda hizbullah yang hanya lulusan SD? Apa masalahnya? Mengapa tidak bisa hidup rukun? Mengapa tidak bisa hidup bersama? Apa yang membatasinya? Mengapa harus mencari seseorang...saya tidak tahu...seorang gadis yang bentuknya demikian, kecantikannya sedemikian, ayahnya harus demikian, mengapa? Apa perlunya? Islam tidak menerima hal-hal seperti ini. Islam menerima nilai-nilai spiritual.

Dikatakan, carilah kemuliaan dan kesucian. Kehidupan yang seperti inilah yang sebenarnya akan berjalan lebih menyenangkan. Ketahui juga hal ini! Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa bila seseorang mencari istri dan menikah dengannya karena harta dan kecantikannya. Dengan istri tersebut, bila Allah berkehendak, maka Dia akan memberikan harta dan kecantikan kepadanya. Bila Allah tidak menginginkan, maka tidak akan memberi harta dan kecantikan kepadanya, malah justru mengambilnya. Iya, begitulah. Itulah mengapa banyak orang memiliki harta kekayaan tapi hartanya hilang; punya kecantikan, kecantikan wanita juga sangat mudah untuk hilang. Karena satu penyakit, karena...saya tidak tahu...karena melahirkan beberapa kali, akan hilang. Tapi bila – lanjutan riwayat – memilih istri karena agamanya, Allah akan memberikan harta sekaligus kecantikan. Mungkin saja kalian bertanya, bagaimana? Memangnya kecantikan, misalnya seseorang jelek, lalu Allah mencantikkannya? Memangnya bisa? Jawabannya adalah tidak perlu ia harus cantik. Cukup hanya ada rasa kasih sayang di hati kalian padanya, kalian akan melihatnya dia tampak cantik. Kecantikan tidak hanya tampak di wajahnya saja, tapi lebih tampak di hati kalian, di mata kalian, di pandangan kalian yang penuh kasih sayang.

Tidak punya hartapun, Allah akan memberinya. Harta juga bukan bermakna harta yang banyak dan melimpah. Tidak perlu. Harta yakni kehidupannya berjalan, merasa nyaman. Menjalani hidup dengan qonaah, tidak merasa susah. Inilah. (19/12/62) Para pemuda ketika berbincang-bincang mengatakan, kalau kita menikah, selanjutnya apa yang harus kita lakukan? Untuk rumah? Untuk pekerjaan? Ini semua adalah pembatas-pembatas yang senantiasa menjadi penghalang pekerjaan-pekerjaan asli dan mendasar. [Allah] berfirman, “In Yakunu Fuqara’a Yughnihimullahu Min Fadhlihi” (QS. Nur:32) Yakni Allah akan mencukupi mereka. Menikahlah! Pernikahan tidak akan mewujudkan kesulitan khusus pada kondisi kehidupan mereka. Bahkan sebaliknya, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Ini adalah firman Allah. (28/6/79) Dengan demikian harus mencari nilai-nilai dan Islam menilai penting masalah ini. (19/12/62) Itulah mengapa Imam Shadiq as kepada seseorang berkata, Engkau ingin menikah... ketahuilah bahwa engkau mau mencari seorang partner serumah dan seumur hidup. Engkau akan bersamanya seumur hidup. Lihatlah siapakah yang mau engkau pilih? Lihatlah akhlaknya, agamanya, kesuciannya...lalu melangkahlah! Kalian harus memilih istri, yang disebutkan dalam riwayat, salah seorang yang paling sukses di antara para lelaki adalah seorang lelaki yang diberi istri oleh Allah dimana saat ia memandangnya, sang istri membuatnya senang dan gembira. Ketika ia tidak ada, sang istri menjaga amanatnya. Amanat itu adalah hartanya, rahasianya dan harga diri dan kehormatannya. (12/12/62) Alhamdulillah kalian telah melewati tahapan ini dan telah memilih pasangan hidup. Sekarang kalian harus komitmen dengan pilihan ini. Hargailah ikatan ini dan jagalah rumah tangga ini. (19/3/82)

Sumber: Khanevadeh; Be Sabke Sakht Yek Jalaseh Motavval Motavva Dar Mahzar-e Magham Moazzam Rahbari.

 

Sabtu, 12 Desember 2015 22:11

Sekarang Waktunya Membangun Rumah Tangga

Poin selanjutnya, pilar rumah tangga berlandaskan pada kerukunan suami dan istri. Keduanya harus rukun. Sama-sama rukun ini memiliki makna yang sangat dalam. Suatu hari saya menemui Imam Khomeini ra. Beliau waktu itu akan membacakan akad nikah. Begitu beliau melihat saya langsung berkata, “Silahkan Anda yang menjadi wakil bagi pihak lain dari pasangan pengantin. Beliau pertama membacakan akad nikah dulu, tidak seperti kami yang berceramah terlebih dahulu agak lama. Beliau pertama membacakan akad nikah, kemudian berbicara dua, tiga kalimat. Saya menyaksikan beliau membacakan akad nikah, kemudian menghadap pasangan pengantin seraya berkata, “Sekarang waktunya membangun rumah tangga!”

Saya berpikir, betapa kami berceramah panjang lebar, sementara kata-kata Imam Khomeini ra hanya disingkat dalam satu kalimat, “Sekarang waktunya membangun rumah tangga!” Sekarang kami juga menyampaikan kepada kalian pasang suami dan istri, “Sekarang waktunya membangun rumah tangga!” (20/4/70) Usahakan untuk saling memahami dalam semua tahapan kehidupan, khususnya tahun-tahun pertama, dalam empat tahun, lima tahun ini! (31/4/76) hiduplah bersama! Salinglah menginginkan satu sama lain! Salinglah menyayangi satu sama lain! (12/12/62) Salinglah mengurangi tuntutan dari satu sama lain! Jangan sampai anak-anak gadis dan para pemuda yang sekarang telah menikah, berkhayal bahwa pasanganya harus seperti seorang malaikat, tidak memiliki akhlak yang jelek, tidak memiliki kekurangan, tidak memiliki aib, tidak memiliki satupun hal-hal yang jelek. Tidak. Ini adalah salah. (24/1/63)

Kalian juga harus ketahui ini; para pemuda menggambarkan gadis idealnya di dalam pikirannya dan anak-anak gadis juga menggambarkan lelaki idealnya. Namun itu tidak ada wujudnya. Bukan saja di kota ini tidak ada, di negara ini juga tidak ada, bahkan di atas bumi juga tidak ada. Ideal yakni tidak memiliki kekurangan dan aib; yakni tidak memiliki aib sama sekali. Namun ini tidak ada wujudnya. Semua orang memiliki aib. Kita sebagai manusia, begini. Satu di antara kita boleh jadi tidak memiliki aib ini, tapi memiliki aib yang lain. Yang lain tidak memiliki aib itu, tapi memiliki aib yang lain lagi. Alhasil setiap orang memiliki aib dalam dirinya. Kita semua memiliki kekurangan. Iya. Selama kita saling berjauhan, kita tidak mengetahui kekurangan-kekurangan itu. Begitu pernikahan terlaksana dan berada bersisian, sedikit demi sedikit kekurangan-kekurangan itu akan tampak. Sekarang apakah kita harus tidak rela? Tidak. Harus menerima kehidupan sebagaimana apa adanya dan menyesuaikan diri dengannya. (6/6/81) Jangan sampai bila karena interaksi kemudian kalian menyaksikan kekurangan dan aib pada pasangan kalian, lantas kalian membesar-besarkannya dan kalian merasa sedih. Semua manusia memiliki aib sekaligus kebaikan. (28/2/82) Tentunya ada aib-aib yang bisa diperbaiki. Berusahalah untuk memperbaikinya. Ada juga aib-aib yang tidak bisa diperbaiki; seperti aib jasmani, aib kejiwaan, tidak bisa diperbaiki. Iya. Kalian harus menyesuaikan diri dengannya, tidak masalah dan ketahuilah bahwa nilai seseorang pada ketakwaannya. Kalian berdua, berusahalah untuk meningkatkan ketakwaan dan kejarlah kelebihan melalui ketakwaan. Bila kalian berhasil mengejar kelebihan melalui ketakwaan,  tentunya ini adalah sebuah keistimewaan, dan harus berlomba-lomba antara suami dan istri untuk mengerjar ketakwaan yang lebih tinggi. (24/1/63)

Jangan juga berkhayal, bila esok hari kalian menemukan aib pasangan kalian, kemudian kalian katakan, eh kamu punya satu aib... Tidak. Semua pasangan hidup di dunia memiliki aib. Ketahuilah hal ini. Kalian para pemuda, ketahuilah bahwa semua wanita di dunia memiliki aib. Alhasil tidak ada seorang wanita pun yang tidak memiliki aib. Kalian para wanita, ketahuilah bahwa semua lelaki di dunia memiliki aib kecuali para Maksum. Hanya para Maksum saja yang tidak memiliki aib. Hanya saja aib-aib itu ada yang kecil, ada yang besar. Kalian harus saling menyesuaikan diri dengan aib-aib yang ada pada pasangan kalian. Kita harus menerima aib dalam berinteraksi, dalam kehidupan, dalam kehidupan rumah tangga, dalam kehidupan sosial. Tidak ada manusia yang tidak beraib. Selain para Maksum; mereka tidak punya aib. Beginilah. Bila kalian melihat dengan pandangan materi, para Maksum yang merupakan simbol segala kebaikan, mereka menjalani kehidupannya dengan susah, ini juga bisa dihitung sebagai aib. Akhirnya juga mereka semua mencapai syahadah. Syahadah tentunya merupakan kebaikan yang paling besar. Kebaikan yang paling besar. Namun, iya...menurut pandangan materi, mungkin saja misalnya mengapa usia mereka begitu pendek, ini juga bisa dihitung sebagai aib. Alhasil kalian tidak akan menemukan seseorang yang tidak memiliki poin kekurangan. Semuanya punya kekurangan. Untuk itu, bila esok hari kalian menemukan kekurangan pada pasangan kalian, jangan katakan, oh... seandainya saja kami mendapatkan pasangan yang tidak memiliki kekurangan ini... Tidak. Yang lain itu juga memiliki kekurangan model lain lagi. Kalian harus ketahui hal ini. Untuk itu, salinglah rukun satu sama lain! Salinglah menyayangi satu sama lain (12/12/62)

Sumber: Khanevadeh; Be Sabke Sakht Yek Jalaseh Motavval Motavva Dar Mahzar-e Magham Moazzam Rahbari.

Dalam surat al-Maidah ayat 67 disebutkan:

یَا أَیُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَیْکَ مِن رَّبِّکَ

Yang artinya: “Wahai Rasul sampaikanlah (kepada masyarakat) apa yang telah diwahyukan Tuhanmu.” Itu adalah suara malaikat pembawa wahyu yang terdengar di telinga dan kalbu Rasulullah Saw. Pada waktu itu, Nabi Muhammad Saw, Rasul dan penjaga amanat Allah Swt itu gelisah. Tampaknya ada yang beliau khawatirkan. Beliau mengkhawatirkan masa depan Islam. Oleh karena itu, penyampaian pesan tersebut ditangguhkan, sampai pada saat yang tepat. Namun sang pembawa wahyu Allah Swt, malaikat Jibril, kembali turun dan menyampaikan kembali ayat yang telah disebutkan. Kemudian dengan nada lebih serius Jibril berkata:

وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ

“Dan jika tidak kau lakukan maka tidak pula kau sampaikan risalah [agama]-Nya”

Selanjutnya untuk menenangkan hati Rasulullah Saw yang telah dengan segenap jiwa dan raga berjuang demi Islam, malaikat Jibril berkata:

وَاللّهُ یَعْصِمُکَ مِنَ النَّاسِ

“Dan Allah [Swt] akan menjagamu dari [gangguan] masyarakat.”

Pada tahun ke-10 Hijriah Rasulullah Saw mengumumkan akan menunaikan haji dan mengimbau masyarakat yang mampu untuk menyertai beliau, karena akan ada ketetapan penting dalam hukum Islam yang hingga kini belum disampaikan secara sempurna dan resmi kepada masyarakat. Salah satunya adalah masalah haji dan berikutnya adalah masalah kepemimpinan dan penerus sepeninggal beliau.

Setelah pengumuman dari Rasulullah Swt itu, mayoritas umat Islam berduyun-duyun menuju Mekkah untuk mempelajari perincian haji dari Rasulullah Saw. Selain itu, Rasulullah Saw juga menyebutkan bahwa tahun itu adalah tahun terakhir kehidupan beliau. Atas pertimbangan itu pula, jumlah orang yang menyertai haji Rasulullah Saw mencapai 120.000 orang. Rasulullah Saw melaksanakan manasik haji satu per satu dan juga menjelaskan amalan wajib dan mustahabnya kepada masyarakat.

Di Mina, Rasulullah Saw menyampaikan khutbah panjang kepada masyarakat. Pada bagian awal khutbah itu, Nabi Muhammad Saw menyinggung keamanan sosial umat Islam dari sisi nyawa, harta dan kehormatan. Kemudian beliau mengampuni darah yang tertumpah dan harta yang terampas di era jahiliyah agar tidak ada lagi dendam dan permusuhan sehingga terwujud keamanan dalam masyarakat Islam. Rasulullah Saw memperingatkan masyarakat soal ancaman perpecahan sepeninggal beliau dan menyampaikan hadis yang terkenal dengan nama hadis Tsaqalain. Nabi Muhammad Saw bersabda: “Aku akan tinggalkan untuk kalian dua hal, kitab Allah Swt (al-Quran) dan itrahku (Ahlul Bait as), jika kalian berpegang teguh pada keduanya maka kalian tidak akan pernah tersesat.”

Pada hari ketiga di Mina, kembali Rasulullah Saw menginstruksikan masyarakat berkumpul di masjid Khaif. Di sana, Rasulullah kembali menyampaikan khutbah. Pada khutbah itu beliau menekankan keikhlasan dalam amal, kecintaan kepada imam umat Islam serta menghindari perpecahan serta keseteraan semua orang di hadapan hukum dan ketetapan Allah Swt. Kemudiah beliau memaparkan pentingnya kepemimpinan sepeninggal beliau dengan mengulang hadis Tsaqalain.

Rasulullah Saw yang jauh dari tanah kelahirannya, akhirnya setelah 10 tahun menginjakkan kaki di Mekkah. Oleh karena itu, diperkirakan setelah menyelesaikan manasik haji, Rasulullah Saw akan berada di Mekkah selama beberapa waktu. Namun tidak demikian. Setelah semua manasik haji terlaksana, Rasulullah Saw memanggil muadzin beliau yaitu Bilal Habasyi, untuk menyeru kepada masyarakat untuk bergerak meninggalkan kota Mekkah. Masyarakat pun menyertai Rasulullah Saw meninggalkan Mekkah. Bahkan para hujjaj dari Yaman yang jalur perjalanan pulang mereka menuju ke arah utara, tidak meninggalkan Rasulullah.

Ketika rombongan Rasulullah Saw sampai di wilayah Kura’ al-Ghamim, di mana Ghadir Khum juga di wilayah itu, Nabi Muhammad Saw bersabda:

اَیُّهَا النَّاسُ، أجیبُوا داعِیَ اللَّهِ، اَنَا رَسُولُ اللَّهِ

“Wahai masyarakat! Jawablah penyeru Allah bahwa aku adalah Rasulullah”

Ucapan Rasulullah Saw ini menunjukkan bahwa beliau akan menyampaikan sebuah pesan penting. Kemudian Nabi memerintahkan rombongan untuk berhenti. Mereka yang berjalan terdepan juga kembali, sampai akhirnya  semua berkumpul di Ghadir Khum. Masing-masing mencari tempat. Para sahabat menumpuk batu-batu dan pelana onta agar Rasulullah Saw dapat berdiri lebih tinggi hingga disaksikan semua sahabat dan agar suara beliau terdengar.

Para sahabat Nabi menanti beberapa waktu sampai akhirnya adzan dikumandangkan dan bersama-sama menunaikan shalat zuhur diimami Rasulullah. Usai shalat, Rasulullah berdiri di atas tumpukan batu dan pelana itu dan memanggil Ali bin Abi Thalib as serta memerintahkannya untuk berdiri di sebelah kanan dan satu tingkat lebih rendah. Setelah itu, Nabi Muhammad Saw menyampaikan khutbah bersejarahnya. Setelah memanjatkan puja dan puji kepada Allah Swt, beliau bersabda: Allah Swt telah mewahyukan kepadaku demikian: Wahai Rasul sampaikanlah (kepada masyarakat) apa yang telah diwahyukan Tuhanmu, dan jika tidak kau lakukan maka tidak pula kau sampaikan risalah [agama]-Nya, dan Allah [Swt] akan menjagamu dari [gangguan] masyarakat.”

Rasulullah Saw melanjutkan khutbahnya dan berkata, “Wahai masyarakat, aku tidak lalai dalam menyampaikan apa yang diwahyukan Allah Swt kepadaku. Aku akan menjelaskan kepada kalian sebab-sebab turunnya ayat ini. Jibril tiga kali menghadapku dan dari sisi Allah Swt dia memerintahkanku untuk mengumumkan kepada kalian semua bahwa Ali bin Abi Thalib, adalah saudaraku, wakilku dan penggantiku untuk umatku dan imam sepeninggalku. Wahai masyarakat! Aku meminta Jibril untuk memohon kepada Allah agar aku dibebaskan dari penyampaian pesan ini, karena aku mengetahui hanya sedikit orang yang bertakwa serta banyaknya orang-orang munafik dan para mufsidin pendosa dan berbagai tipu daya mereka dalam mengolok agama Islam. Akan tetapi Allah Swt pada kali ketiga, memperingatkanku bahwa jika tidak aku sampaikan pesan ini maka aku juga tidak menyampaikan risalah-Nya.” 

Rasulullah Saw juga menjelaskan 12 imam yang akan memimpin umat sepeninggal beliau dan bersabda, “Wahai masyarakat! Ini adalah terakhir kalinya aku berbicara dalam perkumpulan seperti ini. Maka dengarkan dan patuhilah dan berserahdirilah kalian di hadapan perintah Allah Swt. Ketahuilah bahwa yang halal dan haram sangat banyak bagiku untuk menjelaskannya satu per satu, oleh karena itu, aku akan mengatakannya sekali bahwa aku memerintahkan [kalian] pada yang halal dan aku melarang [kalian] dari yang haram dan untuk menjelaskannya aku diperintahkan untuk mengambil baiat dari kalian dan berjanji dalam jabat tangan bahwa kalian menerima apa yang datang dari sisi Allah Swt terkait Ali sebagai Amirul Mukminin dan para imam dari keturunanku dan Ali. Dan Mahdi adalah hakim kebenaran hingga hari akhir.”

“Wahai masyarakat! Jumlah kalian sedemikian banyak untuk satu per satu berjabat tangan denganku akan tetapi sesuai perintah Allah Swt aku harus mengambil pengakuan kalian satu per satu bahwa kalian telah menerima posisi kepemimpinan atas umat Mukmin yang telah aku tetapkan untuk Ali, dan juga aku diperintahkan untuk mendapat pengakuan dan baiat tentang penerimaan keimaman dan kepemimpinan dari keturunanku dan keturunan Ali. Dengan demikian, katakan secara bersama-sama: kami telah mendengar apa yang telah kau sampaikan dari sisi Allah Swt kepada kami tentang kepemimpinan multak Ali dan para imam setelahnya yang dari keturunannya, dan kami mematuhi, berserah diri serta kami ridho atas perintah tersebut! Sekarang kami menerima kepemimpinanmu dengan berbaiat dengan jiwa, hati, mulut dan tangan kami dan berjanji untuk hidup dan mati dengan keyakinan tersebut sampai kami dibangkitkan.”

Lalu para sahabat pun dengan suara lantang mengiyakan seruan Rasulullah Saw. Kemudian para sahabat  mengerumuni Rasulullah Saw dan Amirul Mukminin. Untuk meresmikan baiat, Rasulullah Saw memerintahan kepada para sahabatnya untuk mendirikan dua tenda, yang satu untuk beliau dan lainnya untuk Amirul Mukminin. Dengan demikian para sahabat dapat secara teratur berbaiat kepada Rasulullah Saw kemudian menuju Amirul Mukminin untuk berbaiat dan mengucapkan selamat kepada beliau. 

Acara baiat itu belum selesai, Nabi Muhammad Saw kembali menerima wahyu yaitu ayat 3 surat al-Maidah:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.”

Rabu, 23 September 2015 22:06

Hijrah Spiritual ke Tanah Suci

Kita sekarang berada di hari pertama bulan Dzulhijjah dan hari-hari pelaksanaan manasik haji. Sekarang adalah musim haji dan dua kota yaitu Mekkah dan Madinah saat ini sedang menyaksikan pementasan kecintaan dan kerinduan umat Muslim. Para peziarah kiblat datang berduyun-duyun dengan harapan rahmat dan terkabulnya syukur dan taubat mereka.

Labbaik allahumma labbaik! Mereka menjawab seruan Allah Swt. Ini adalah untaian kata kesaksian iman mereka kepada Allah Swt. Kehadiran mereka di Ka’bah adalah manifestasi kecintaan dan penghambaan mereka. Dalam ritual agama mana lagi selain Islam, dapat kita saksikan umat berkumpul di satu tempat dan bergerak seirama, sehati dan sekata? Haji adalah pementasan indah partisipasi jutaan manusia untuk membuktikan penghambaan mereka dan juga merupakan gambaran kecil dari umat besar bertauhid.

Seluruh urusan ada di tangan Allah Swt Yang Maha Bijaksana. Segala sesuat di alam semesta ini berdasarkan hikmah dalam rahasia yang hanya diketahui Allah Swt. Ajaran dan ketentuan agama diatur sedemikian rupa sehingga membimbing manusia menuju kesempurnaan. Dapat dikatakan bahwa semua ajaran agama dari pandangan secara menyeluruh dan komprehensif, adalah sarana bagi perjalanan transendental menuju kesempurnaan dan juga sebagai pagar agar tidak terjerumus dalam kelalaian dan kekhilafan.

Berdasarkan ayat-ayat al-Quran, puncak tujuan penciptaan adalah ibadah. Hubungan manusia dengan Allah Swt akan kokoh melalui ibadah, yang juga akan meningkatkan kualitas jiwa dan spiritualnya. Haji adalah sebuah ibadah yang akan memposisikan manusia dalam sebuah proses perubahan batin. Akan tetapi, proses perubahan batin yang jauh dari kesombongan dan pamrih itu, tidak dalam kesendirian melainkan dalam sebuah gerakan agung dan seirama. Dengan demikian seorang pelaksana haji, merasakan keterikatan batin yang sangat kuat dengan saudara-saudaranya dalam proses tersebut. 

Manasik haji, adalah penitian jejak kehidupan manusia-manusia besar seperti Nabi Ibrahim dan Ismail as. Nabi Ibrahim as telah sepenuhnya menyerahkan diri di hadapan kehendak Allah Swt dan telah mencabut ikatan duniawi yang paling dalam dari hatinya, yaitu kecintaan pada anaknya. Hakikat di balik kisah Nabi Ibrahim as adalah pengorbanan seluruh keterikatan dan ketergantungan di jalan Allah. Para hujjaj secara simbolik juga melaksanakannya dalam manasik haji.

Mereka meninggalkan keluarga, rumah dan tanah air mereka menuju tanah Mekkah. Mereka bersabar dari kerinduan untuk keluarga sebagai ujian untuk melepas diri dari seluruh ketergantungan dan keterikatan duniawi. Melepaskan semua beban yang memberatkan langkah manusia, akan semakin membuka jalan mencapai Allah Swt. Jika para hujjaj membuang seluruh pesona selain Allah Swt dari hati mereka, maka mereka telah semakin dekat dalam memahami makna sejati haji.

Manasik haji sedemikin rupa sehingga dalam setiap tahapannya, akan tercipta perubahan dalam batin manusia. Para hujjaj yang pada awalnya mengenakan baju dengan berbagai warna, harus menggantinya dengan busana putih sederhana bernama ihram. Busana sederhana tersebut, menanggalkan seluruh atribut yang menjadi nilai unggul dan status seseorang. Ihram menanggalkan semua jabatan, posisi, kekayaan bahkan etnis. Semua atribut manusia ditanggalkan dengan busana Ihram sehingga hanya satu nama yang tepat bagi seluruh pemakai Ihram yaitu “hamba”.

Hujjaj kemudian memulai bertawaf. Dengan gerakan perlahan dan berkesinambungan, mereka mengelilingi Ka’bah. Semua mengelilingi poros Tauhid dengan ritme gerakan khusus. Salah satu kapasitas besar agama ini adalah kemampuan mengumpulkan kekuatan manusia sebesar ini di sebuah tempat dan mengerahkannya menuju satu tujuan. Para pelaksana tawaf bergerak sesuai ketentuan yang telah ditetapkan dan Ka’bah adalah jantung dunia Islam yang berdetak, menjadi poros gerakan agung itu.

Dalam kongres agung ini, para hujjaj akan menyaksikan sebuah fenomena baru hidup mereka. Para hujjaj harus menjauhkan diri mereka dari permusuhan, perang, upaya untuk mencapai keunggulan dan dominasi serta tidak membiarkan dirinya melanggar hak-hak orang lain. Para peziarah rumah Allah, akan berbagi pengalaman spiritualitas tersebut dengan saudara-saudaranya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa hujjaj adalah pembawa pesan perdamaian dan persahabatan untuk seluruh umat manusia serta menyampaikannya kepada seluruh dunia. Pesannya adalah, selama uang, kekuatan, supremasi dan imperialisme menjadi tujuan dan poros politik para penguasa dunia, maka jalan untuk mencapai perdamaian dan kebahagiaan dunia akan sangat sulit.

Apa yang akan membebaskan dunia sekarang dari kubangan instabilitas dan kekerasan, adalah penghindaran egoisme dan ketamakan. Caranya adalah dengan menghindari perspektif dominatif dan menjadikan Allah Swt sebagai asas dalam hubungan individu dan sosial. Manasik haji merupakan kesempatan bagi manusia untuk hadir dalam sebuah nuansa damai dan menitinya bersama-sama dengan saudara seagama. Apa yang disaksikan dari perkumpulan besar ini adalah perdamaian dan persahabatan. Para hujjaj menginginkan ketenangan dan kenyamanan bagi semua orang bahkan mereka menunjukkan kasih sayang untuk tumbuh-tumbuhan dan binatang.

Dalam kondisi ini, umat Islam dapat merasakan manfaat besar haji di berbagai sektor budaya, sosial, ekonomi dan politik. Ini termasuk di antara tujuan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt dalam haji. Sebagaimana disebutkan dalam surat al-Haj ayat 27-28 yang artinya: “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.”

Dengan demikian, kehendak Allah Swt adalah bahwa energi terfokus ini bertujuan islah urusan masyarakat. Umat Muslim yang dalam kongres akbar ini dapat bertukar pengalaman dengan saudaranya, maka dia telah dekat dengan makna dan tujuan sejati haji. Dengan harapan kongres akbar umat Islam memperkokoh semangat solidaritas dan partisipasi lebih besar mereka dalam perjuangan menghadapi kekuatan imperialis dan dukungan untuk bangsa-bangsa tertindas.

Sabtu, 12 Desember 2015 22:05

Filosofi Bara’ah Dalam Ritual Haji

Saat ini jutaan umat Islam dari seluruh dunia memadatiTanah SuciMekkah untuk melaksanakan manasik haji. Sebuah manasik yang menampilkan persatuan dan solidaritas di tengah umat. Para pengikut semua mazhab-mazhab Islam hadir di Tanah Suci dan berbeda dengan propaganda miring gerakan-gerakan Takfiri dan terorisme, mereka melangkah seirama dan tidak saling mengkafirkan. Sebaliknya, para jamaah sangat kompak untuk menunaikan rukun-rukun haji. Allah Swt telah mewajibkan kaum Muslim yang mampu secara fisik dan materi untuk melaksanakan ibadah haji. Hal ini untuk menjaga manasik haji dari ancaman penyimpangan dan melestarikan persatuandi tengah umat.

Filosofi dan rahasia kewajiban haji sejauh ini masih sedikit yang tersingkap. Musuh-musuh Islam juga memanfaatkan perbedaan pandangan di antara kaum Muslim untuk menciptakan krisis dan menghancurkan negara-negara Islam. Akan tetapi, kemunculan Sang Juru Selamat (Imam Mahdi as) di akhir zaman akan membuat masyarakat dunia memahami secara utuh tentang filosofi dan rahasia ibadah haji. Pada masa itu, umat manusia akan melakukan tawaf bersama Imam Mahdi as untuk menunaikan kewajiban penghambaan dan ketaatan kepada Allah Swt.

Salah satu dari manasik penting haji adalah bara’ah atau berlepas tangan dari orang-orang musyrik. Kegiatan ini termasuk dari ritual yang sudah dilupakan dalam pelaksanaan ibadah haji dan Imam Khomeini ra, pendiri Republik Islam Iran telah menghidupkannya kembali. Para jamaah haji Iran juga harus mengambil risiko besar untuk melestarikan ritual bara’ah. Pada tahun 1986, rezim Al Saud menentang pelaksanaan ritual bara’ah oleh rombongan haji Iran dan ratusan jamaah dari berbagai negara terbunuh di tangan tentara Arab Saudi. Lebih dari 400 jamaah haji Iran meninggal dunia dalam penumpasan itu.

Selama tiga dekade lalu, Al Saud dengan segenap upayanya tetap tidak mampu menghapus ritual bara’ah dari manasik haji.Berbeda dengan pandangan para penentang dan pengkritik kegiatan ini, perlu diluruskan bahwa bara’ah dari kaum musyrik adalah bukan sesuatu yang diciptakan oleh Imam Khomeini ra. Bara’ah merupakan ajaran al-Quran yang bermakna pernyataan kebencian dan pemutusan hubungan dengan orang-orang musyrik dan musuh-musuh kaum Muslim. Orang-orang musyrik juga tidak terbatas pada era kemunculan Islam saja.

Kemusyrikan dan permusuhan akan tetap ada sejalan dengan penyebaran agama Islam ke seluruh penjuru dunia. Oleh karena itu, ritual bara’ah dan pengenalan terhadap musuh tetap diperlukan oleh umat Islam. Dalam berbagai ayat al-Quran, di samping mencela habis-habisan perbuatan syirik dan kaum musyrik serta menjelaskan akibat buruk perilaku mereka, juga menekankan pentingnya memutus hubungan dengan kaum musyrik dan melawan mereka. Para nabi juga berlepas tangan dari orang-orang musyrik dan menyatakan kebencian mereka terhadap syirik. Al-Quran adalah kitab keabadian dan perintah-perintahnya juga berlaku sampai hari kiamat.

Dalam sejarah Islam, deklarasi universal bara’ah untuk pertama kalinya dilakukan setelah kaum musyrik melanggar perjanjian, yang telah mereka ikrarkan dengan Rasulullah Saw pasca penaklukan kota Mekkah pada tahun kedelapan Hijriyah. Sebelumnya, mereka sudah menandatangani perjajian untuk tidak terlibat konfrontasi dan permusuhan. Ayat-ayat di permulaan surat at-Taubahjuga menyinggung kasus pelanggaran perjanjian itu. Imam Ali as atas perintah Rasulullah Saw telah membacakan ayat-ayat bara’ah pada pelaksanaan musim haji tahun kesembilan Hijriyah.

Berdasarkan ayat-ayat itu, kaum musyrik tidak berhak lagi memasuki kawasan Baitullah dan tidak dibolehkan mengikuti ritual haji. Selain itu, segala bentuk perjanjian yang pernah dijalin antara kaum kafir dan umat Islam dibatalkan. Pernyataan bara’ah atau pemutusan hubungan dan berlepas tangan atas perbuatan orang-orang kafir adalah sebuah prinsip agama. Dengan kata lain, kaum Mukmin harus bersikap tegas dan jelas serta menentukan posisinya yang jelas di hadapan kaum kafir. Agama Islam memang tidak melarang umatnya menjalin perjanjian dengan kaum kafir, asalkan perjanjian itu tidak membuat mereka terhina.

Pengumuman bara’ah merupakan salah satu peristiwa penting sejarah kenabian. Dengan cara ini, pemerintah Islam ditegakkan dan seruan global agama ini dimulai, perwakilan Rasul Saw juga dikirim untuk menemui para pemimpin negara-negara lain. Oleh karena itu, penggagas deklarasi bara’ah dari kaum musyrik adalah pribadi Rasulullah Saw sendiri. Beliau ingin mengajarkan kaum Muslim untuk mandiri dan menolak hegemoni orang-orang kafir, seperti yang diperintahkan oleh al-Quran, “Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang mukmin.”

Pengumuman bara’ah dari kaum musyrik pertama kali dilakukan pada musim haji atas perintah Rasulullah Saw. Mengingat sunnah dan sirah Rasul Saw berlaku sepanjang zaman, maka ritual ini tetap dilaksanakan pada musim haji. Meski bara’ah tidak mengenal momen tertentu dan setiap individu Muslim harus senantiasa menyatakan kebencian dan berlepas tangan dari orang-orang musyrik. Namun, pertanyaan di sini adalah mengapa bara’ah ditekankan pada musim haji? Waktu dan momen yang paling tepat untuk mendapatkan hasil yang diharapkan dari bara’ah itu sendiri adalah pada waktu pelaksanaan ibadah haji di Mekkah.

Imam Khomeini ra ketika menjelaskan filosofi bara’ah mengatakan, “Syaitan besar, sedang, dan kecil harus diusir dari wilayah suci Islam.Kita harus menghancurkan semua berhala dengan pekikan, jeritan, tuntutan keadilan, dan perkumpulan yang aktif di tengah kaum Muslim di Mekkah al-Mukarramah dan juga melempar syaitan-syaitan khususnya Syaitan Besar (Amerika Serikat).”

Lalu, apa yang dimaksud dengan syirik? Syirik adalah lawan dari tauhid. Tauhid ialah keyakinan kepada Tuhan Yang Esa dan tidak ada sumber keberadaan di alam ini kecuali berasal dari-Nya. Sementara syirik adalah kepecayaan kepada kekuatan-kekuatan bayangan. Kekuatan semu ini bisa berupa berhala hawa nafsu atau patung berhala seperti, Hubal, Lata, dan Uzza,yang disembah oleh masyarakat Hijaz sebelum pengutusan Rasulullah Saw. Berhala itu mungkin juga berbentuk kepemimpinan tirani dan rezim-rezim ilegal yang mendominasi umat manusia. Imam Khomeini ra menyebutmodel kekuasaan seperti itu sebagai “berhala modern.”

Islam mengajak umatnya untuk menjadi manusia yang tulus dalam mengesankan Allah Swt yakni, tidak menyembah berhala hawa nafsu, patung berhala, dan juga kekuasaan.Kaum Mukmin memandang Tuhan sebagai satu-satunya pemilik kekuasaan dan untuk itu, mereka hanya taat kepada-Nya. Mereka melihat Sang Pencipta sebagai satu-satunya pendatang keberuntungan dan kemudharatan.Oleh sebab itu, mereka hanya memohon bantuan kepada Allah Swt dan juga takut kepada-Nya. Mereka sama sekali tidak bersandar pada kekuatan selain Allah Swt dan juga tidak takut pada kekuatan lain kecuali kekuasaan-Nya.

Di era modern, Imam Khomeini ra telah membuktikan hal itu dan beliau tidak gentar untuk menghadapi kekuatan-kekuatan arogan. Imam Khomeini ra – dengan bersandar pada kekuasaan Allah Swt – telah menghancurkan berhala-berhala modern dan bangkit menentang Amerika Serikat. Beliau berhasil mengantarkan Revolusi Islam di Iran ke gerbang kemenangan dan secara tegas menyatakan bahwa AS tidak mampu berbuat apa-apa.

Menyembah hawa nafsu atau patung berhala dan sikap tunduk pada kekuatan arogan, merupakan sebuah bahaya besar yang mengancam dunia Islam. Bara’ah dari kaum musyrik jika disuarakan secara serentak oleh kaum Muslim, maka pekikan ini akan membuat mereka terbebas dari kekuatan-kekuatan arogan dan hegemoni adidaya dunia. Sumber semua petaka yang menghancurkan dunia Islam saat ini adalah hegemoni kekuatan arogan, khususnya AS. Hegemoni kekuatan arogan telah menyengsarakan kaum Muslim. Satu-satunya jalan untuk mengakhiri penderitaan ini adalah mewujudkan persatuan dan solidaritas umat.

Persatuan tentu saja tidak tercipta lewat slogan, tapi harus diwujudkan dengan mencerabut akar-akar syirik dari tengah masyarakat Islam. Selama berhala hawa nafsu belum dihancurkan dan bara’ah dari kaum musyrik dengan arti yang sebenarnya belum diwujudkan, maka persatuan umat tidak akan tercipta dan masalah dunia Islam tidak akan terpecahkan. Dunia Islam menghadapi masalah yang sangat kompleks, seperti gerakan-gerakan Takfiri dan terorisme yang melakukan kejahatan atas nama Islam. Padahal Islam datang untuk menolak mereka.

Kongres haji dan bara’ah merupakan sebuah kesempatan, di mana kaum Muslim bisa mengenal gerakan-gerakan Takfiri dan terorisme yang dibentuk oleh negara-negara arogan dan Barat. Mereka harus memperkenalkan esensi hakiki agama Islam dan berlepas tangan dari gerakan-gerakan Takfiri yang melakukan kejahatan atas nama Islam.

Sabtu, 12 Desember 2015 22:03

Keagungan Hari Arafah

Allah Swt menyeru umat manusia untuk berdoa dan menjanjikan ijabah atas doa-doa mereka."Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan kuperkenankan bagimu.” Ibadah dan doa merupakan media penghubung antara manusia dengan Sang Pencipta yang maha kuasa. Untuk itu, ibadah dan doa tidak hanya dikhususkan pada waktu tertentu saja, tapi kita juga memiliki momen-momen istimewa dan kesempatan emas untuk menjalin hubungan dan berkomunikasi dengan Allah Swt lewat bahasa doa. Pada momen istimewa itu, rahmat khusus Allah Swt tercurahkan kepada para hamba dan mereka perlu berusaha untuk menempatkan dirinya di bawah pancaran nikmat-Nya. Rasul Saw bersabda, “Sesungguhnya bagi Tuhan kalian ada anugerah untuk hari-hari kalian, maka tempatkanlah diri kalian di dalamnya.”

Salah satu momen istimewa ini adalah hari kesembilan di bulan Dzulhijjah atau hari Arafah. Arafah termasuk salah satu dari hari raya meski tidak disematkan kata eid di depannya. Pada hari itu, Allah Swt menyeru hambanya untuk bermunajat dan membuka lebar pintu rahmatnya kepada mereka, sementara syaitan dihinakan dan diusir. Para jamaah haji setelah shalat subuh di Mina, bertolak menuju Padang Arafah sambil bertalbiyah dan bertakbir.Arafah adalah sebuah daerah di Makkah al-Mukarramah yang menjadi tempat berkumpulnya para jamaah haji dari seluruh dunia.Mereka melakukan wukuf di Arafah mulai azan dzuhur pada hari kesembilan Dzulhijjah sampai waktu shalat magrib. Mereka semua larut dalam doa, munajat, dan tafakkur.

Imam Ali as berkata, “Kalian tahu ketika jamaah haji sudah berihram, mengapa mereka pergi ke Arafah dan kemudian kembali lagi ke Ka’bah untuk tawaf? Ini dilakukan karena Arafah telah keluar dari batas haram, dan jika seseorang ingin menjadi tamu Allah, ia pertama kali harus keluar dari gerbang batas dan bermunajat sedemikian rupa sehingga ia layak untuk memasuki wilayah haram.”

Pada saat memperkenalkan Arafah, Imam Ali Zainal Abidin as dalam Sahifah Sajjadiyah berkata, “Ya Tuhanku! Ini adalah hari Arafah, sebuah hari di mana Engkau memberikan kemuliaan dan keagungan kepada mereka. Pada hari ini, Engkau membuka lebar-lebar pintu rahmat dan pengampunan untuk hamba-Mu dan Engkau mencurahkan pemberian sebesar-besarnya dan Engkau mengutamakan mereka karena hari ini.”

Hari Arafah sungguh sangat agung dan ia hampir menyamai malam Lailatul Qadar. Imam Jakfar Shadiq as berkata, “Jika seorang pendosa belum memperoleh rahmat dan pengampunan Allah pada malam-malam yang penuh berkah di bulan Ramadhan, dan khususnya di malam-malam Qadar, maka ia tidak akan terampuni sampai tahun depan kecuali ia memahami Arafah dan memanfaatkan keutamaan-keutamaannya.”

Pada hari Arafah, Allah Swt membebaskan banyak manusia dari api neraka dan memberi pengampunan kepada mereka. Dia melipatgandakanamal kebajikan yang dilakukan oleh para jamaah haji di Makkah dan melimpahkan rahmat sebesar-besarnya kepada manusia sehingga setan berkecil hati pada hari tersebut.

Wukuf di Arafah mengandung arti bahwa manusia sudah sampai pada makrifat Ilahi dan mencapai kearifan. Mereka menyadari bahwa Allah Swt mengetahui semua kebutuhan manusia dan juga maha kuasa untuk memenuhi semua kebutuhan mereka. Pada akhirnya, mereka menyerahkan dirinya kepada Tuhan dan semata-mata taat kepada-Nya. Manusia juga perlu menyadari bahwa Allah Swt mengetahui semua isi hati mereka. Jika seseorang tahu hatinya berada dalam pengawasan Tuhan, maka ia tidak akan berbuat dosa lagi dengan lisan, tangan atau kakinya. Ia bahkan tidak lagi mengotori pikirannya dengan dosa, tidak memelihara angan-angan batil, dan juga menjaga kesucian hatinya dari noda.

Batas Arafah telah ditandai dengan rambu-rambu khusus. Imam Ali Zainal Abidin as berkata, “Ketika kalian memasuki Arafah pada hari kesembilan dan saat kalian tiba di sebuah padang yang luas, maka ketahuilah bahwa itu adalah tanah kesaksian, makrifat, dan irfan. Ia tahu siapa saja yang melangkahkan kakinya di tanah itu dan dengan motivasi apa mereka datang dan juga dengan niat apa mereka kembali. Allah menjadikan daerah itu sebagai saksi atas perbuatan kalian, di mana ia mengetahui dengan baik apa yang kalian lakukan.”

Arafah adalah hari taubat dan momentum untuk meraih pengampunan Tuhan. Imam Shadiq as berkata, “Pada hari Arafah, barang siapa yang menunaikan shalat dua rakaat di tempat terbuka sebelum mengikuti acara doa Arafah dan mengakui semua dosa-dosanya di hadapan Allah dan tulus memohon ampunannya, maka Allah akan menuliskan untuknya pahala yang diberikan kepada penduduk Arafahdan menghapus semua dosa-dosanya.” Rasulullah Saw bersabda, “Orang yang paling berdosa di Arafah adalah individu yang kembali dari sana, sementara ia merasa dirinya tidak akan pernah terampuni.”

Para pemuka agama telah mengajarkan kita tentang bahasa dan muatan doa. Mereka memohon sesuatu yang paling baik kepada Allah Swt dan juga memberi contoh tentang bagaimana kita meminta kebaikan dan kenikmatan. Pada hari Arafah, Imam Husein as melantunkan bait-bait yang indah dalam doanya dan sekarang doa fenomenal itu tidakhanya menggema di kalangan jamaah haji, tapi juga mengguncang kalbu manusia di sepanjang sejarah. Doa Imam Husein as di hari Arafah merupakan kumpulan kalimat-kalimat penuh makna tentang tauhid, makrifatullah, dan penyucian jiwa.

Mutiara doa yang memancar dari kalbu Imam Husein as memuat makrifat yang tinggi dan mendorong manusia untuk bertafakkur. Setiap bait doa itu menanamkan cahaya, kecintaan, dan tauhid dalam sanubari manusia. Imam Husein as ingin mengajarkan pengenalan kepada Tuhan dan kebutuhan manusia kepada-Nya. Munajat pribadi agung ini menjelaskan tentang hubungan paling rasional antara manusia dan Tuhannya. Beliau dengan seluruh eksistensinya, menunjukkan kehadiran Sang Pencipta dan kekuasaan-Nya atas segala sesuatu. Imam Husein as menuangkan apa yang disaksikannya dalam bahasa lisan dan bait-bait doa yang indah.

Pada sore hari Arafah, Imam Husein as keluar dari kemahnya bersama keluarga dan sekelompok sahabatnya menuju Padang Arafah. Dengan penuh kerendahan dan kekhusyukan, beliau dan rombongan menghadapkan wajah ke Jabal Rahmah. Imam Husein as kemudian menghadap Ka'bah dan mengangkat kedua tangannya untuk bermunajat kepada Allah Swt. Beliau mementaskan bentuk penghambaan terindah dan pengenalan terdalam lewat bait-bait yang indah dan penuh makna. Imam Husein as memuji Allah Swt dengan pujian yang indah dan menyebut nikmat-nikmat yang dicurahkan kepada manusia di semua jenjang perjalanan hidup mereka. Cucu Rasulullah Saw ini kemudian berbicara tentang masalah mensyukuri nikmat dan menganggap dirinya tidak mampu menunaikan rasa syukur.

Dalam lanjutan doanya, Imam Husein as menjerit lirih dan berkata, "Akulah wahai Tuhanku yang mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah aku. Akulah yang berbuat kejelekan, akulah yang bersalah, akulah yang menginginkan (maksiat), akulah yang bodoh, akulah yang lalai, akulah yang lupa, akulah yang bersandar (pada-Mu), akulah yang sengaja (berbuat dosa), akulah yang berjanji dan akulah yang mengingkari, akulah yang merusak, akulah yang menetapkan, akulah yang mengakui akan nikmat-Mu atasku, namun aku menghadap-Mu dengan dosa-dosaku. Maka ampunilah aku."

Hari Arafah memiliki beberapa amalan khusus yang bisa kita lakukan dan salah satunya adalah puasa. Akan tetapi, jika puasa Arafah justru membuat kita lemah dan tidak mampu melakukan amalan-amalan lain, maka lebih baik kita tidak berpuasa. Bentuk amalan lain di hari istimewa itu adalah bertaubat, bertafakkur, dan memperbanyak pujian kepada Allah Swt. Pada hari Arafah, kita juga dianjurkan untuk mandi, membaca doa ziarah Imam Husein as, menunaikan shalat dua rakaat setelah shalat Ashar, melaksanakan shalat empat rakaat, dan berdoa serta berzikir khususnya membaca doa Arafah Imam Husein as.

Doa Arafah tidak hanya sebuah lantunan dan pujian, karena intisari doa tidak hanya terbatas pada sebuah permohonan kepada Tuhan, tetapi dialog dengan Sang Khalik. Dialog ini akan membuat hati manusia damai dan tentram. Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa menjaga pendengaran dan lisannya di hari Arafah, maka Allah akan menjaganya dari Arafah ke Arafah berikutnya.”

Idul Qurban atau Idul Adha adalah hari penyerahan dan penghambaan kepada Allah Swt. Hari besar tersebut merupakan perayaan kedekatan kepada Tuhan Semesta Alam yang memiliki arti pemutusan segala bentuk keterikatan dan ketergantungan kepada dunia. Untuk itu, kami mengucapkan selamat Hari Raya Idul Adha 1436 H.

Tak diragukan lagi, terdapat banyak rahasia dan poin-poin penting dan informatif yang terkandung dalam hukum-hukum Islam. Ibadah haji juga meliputi serangkaian program, ritual dan manasik khusus, di mana setiap dari mereka memiliki rahasia dan misteri masing-masing.

Salah satu amalan haji adalah berkurban di Hari Raya Idul Adha. Terdapat banyak pandangan mengenai filsafat penyembelihan hewan kurban. Mungkin dapat dikatakan bahwa salah satu tujuan berkurban adalah sebagai cara untuk menguji manusia atas harta dan kekayaannya di jalan Tuhan. 

Dalam tradisi berkurban, manusia akan mempersembahkan sebuah hadiah berharga kepada sang kekasih dengan penuh keridhaan. Ia akan memutus leher ketamakan dalam dirinya dan mengorbankan kekayaannya untuk dikorbankan. Ketahuilah bahwa daging dan darah kurban tidak akan pernah sampai kepada Allah Swt, namun yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan dan kepatuhan orang yang berkurban, dan ketakwaan tersebut yang menyebabkan ia tumbuh dan menjadi sempurna.

Dalam Surat Al-Hajj ayat 37, Allah Swt berfirman, “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai keridhaan Allah, tetapi ketakwaan daripada kalianlah yang dapat mencapai keridhaan-Nya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Terkait betapa bernilai dan agungnya berkurban, Imam Ali as berkata, “Jika masyarakat mengetahui apa pahala berkurban di Hari Raya (Idul Adha) maka mereka akan berhutang dan melakukan kurban, sebab dengan tetesan pertama darah kurban, pelaku kurban akan diampuni dosanya.”

Hari Raya Qurban datang setelah perolehan makrifat di Arafah, penyadaran di Masy'aril Haram serta munculnya impian dan harapan di tanah Mina. Idul Adha adalah hari pembebasan dari segala jenis keterikatan dan ketergantungan kepada dunia, dan bebas dari segala hal selain Tuhan. Pada hari ini, semua yang berhubungan dengan dunia dikorbankan supaya menjadi ringan untuk meniti jalan kedekatan kepada Allah Swt. Dengan demikian, setiap orang harus mengoreksi dirinya tentang apa yang menyebabkannya bergantung pada dunia dan menjauhkan diri dari Tuhan.

Terdapat banyak rintangan, bahaya dan ujian berat dalam menelusuri jalan penghambaan kepada Tuhan. Nabi Ibrahim as yang telah bertahun-tahun menanti kelahiran Ismail as mendapatkan ujian besar dari Allah Swt untuk mengorbankan putranya tersebut. Doa Nabi Ibrahim as untuk memiliki Ismail tertera dalam Surat As-Saffat ayat 100. Allah Swt berfirman, "Ya Rabbku! Anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. "

Setelah menunggu selama bertahun-tahun, akhirnya Allah Swt menganugerahkan kepada Ibrahim as seorang putra bernama Ismail as. Namun ketika ia telah tumbuh dewasa dan mencapai usia baligh, Allah Swt memerintahkan Ibrahim as untuk menyembelih Ismail as. Perintah tersebut diperoleh beliau dari mimpi-mimpinya yang berulang kali.

Mengingat mimpi para nabi adalah benar, maka Nabi Ibrahim as yakin harus melaksanakan perintah tersebut. Beliau mengutarakan mimpi itu kepada putranya. Ismail as yang disifati dalam al-Quran sebagai seorang penyabar, mengamini apa yang diperintahkan oleh Allah Swt kepada ayahnya, Ibrahim as.

Peristiwa tersebut dijelaskan dalam al-Quran Surat As-Saffat ayat 102. Allah Swt berfirman, "Maka tatkala anak itu sampai pada umur sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, "Hai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu!, maka pikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab, "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."

Meski setan telah mengerahkan segenap upaya dan tipu dayanya untuk menghalangi Nabi Ibrahim as mengerjakan perintah Allah Swt itu, namun setan tetap tidak mampu mencegahnya. Nabi Ibrahim as dan Ismail as memutuskan untuk melaksanakan tugas berat tersebut dan bergegas menuju tempat penyembelihan. Nabi Ibrahim as kemudian menggesekkan pisau tajam ke leher Ismail as. Namun, setiap kali pisau itu digesekkan ke leher Ismail as, dengan izin Allah Swt pisau itu tidak mampu melukai lehernya. Nabi Ibrahim sangat terkejut dengan peristiwa itu.

Akhirnya Nabi Ibrahim as lolos atas ujian berat untuk mencapai keridhaan Allah Swt. Berkat upayanya untuk bertekad memenuhi perintah Allah Swt dan tidak menuruti bisikan-bisikan setan, beliau berhasil melalui ujian tersebut dengan sukses dan mencapai kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan. Allah Swt memberikan pahala besar kepada Nabi Ibrahim as atas kesuksesan itu. Dalam Surat As-Saffat ayat 109-110, Allah Swt memuji Ibrahim as dan berfirman, "Kesejahteraan (dari Kami) dilimpahkan atas Ibrahim." Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. "

Dengan mengingat dan mengenang pengorbanan dua jawara tauhid -Nabi Ibhrahim dan Ismail as- Hari Raya Qurban menjadi simbol ketundukan kepada perintah-perintah Allah Swt yang dipertunjukkan kepada para pencari kebenaran. Hari raya tersebut mengajarkan kepada kita bahwa orang yang beriman tidak hanya cukup membenarkan Keesaan Tuhan dan risalah Nabi-Nya saja, tetapi juga sepenuhnya patuh dan tunduk kepada-Nya.

Kalimat indah "Labbaik Allahumma Labbaik" yang dilantunkan oleh para jamaah haji, pada dasarnya adalah pernyataan ketundukan, kepasrahan, penyerahan dan penghambaan kepada Tuhan. Hal tersebut selaras dengan apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as. Dalam Surat al-An`am ayat 162, Allah Swt berfirman, "Katakanlah, "Sesungguhnya salatku, ibadahku (amal ibadahku, yaitu ibadah haji dan lain-lainnya), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan Semesta Alam."

Berkurban memiliki hukum-hukum dan syarat-syarat tertentu. Orang yang melakukan kurban harus Muslim dan memulainya dengan nama Allah Swt. Hewan kurban harus dihadapkan ke kiblat. Semua tata cara tersebut memiliki makna dan simbol, namun hanya mempunyai satu tujuan, yaitu penghambaan kepada Tuhan.

Menghadapkan hewan kurban ke kiblat mengajarkan kepada kita bahwa sebelum bergerak di jalan kesempurnaan untuk menuju kedekatan dan keridhaan Allah Swt, kita harus menemukan kiblat terlebih dahulu, yaitu arah kita untuk menghadap-Nya. Artinya kita harus bergerak hanya menuju ke arah Tuhan dan mengabaikan arah lainnya. Kita melepaskan diri dari pusat kekuasaan, ketenaran dan hawa nafsu lainnya.

Sementara orang yang melakukan kurban harus Muslim memiliki arti bahwa Muslim adalah orang yang telah sampai pada tahap penyerahan dan ketundukan. Kita harus seperti Nabi Ibrahim as, sehingga kita mampu menyembelih Ismail as sebagai simbol harta dan kekayaan yang paling kita cintai dan paling berharga dalam hidup kita.

Jika kita belum sampai pada tahap tunduk dan patuh, kita tidak akan memperoleh manfaat dari berkurban. Sebab kurban tersebut seperti hadiah dan persembahan yang diberikan oleh Habil dan Qabil kepada Allah Swt. Persembahan Habil diterima karena ia sepenuhnya tunduk kepada perintah-Nya dan memilih barang yang paling berharga untuk dikurbankan, sementara hadiah Qabil ditolak.

Idul Qurban merupakan peringatan atas epik pengorbanan Nabi Ibrahim dan Ismail as dan hari untuk mengenang peristiwa besar itu. Semua manusia di setiap masa harus bergabung di kelas Ibrahim dan Ismail as sebagai pembimbing besar tauhid. Mereka harus mengambil pelajaran dari pengorbanan kedua manusia agung tersebut dalam meniti jalan keridhaan Allah Swt. Sebab, melepaskan ketergantungan kepada dunia dan jihad melawan hawa nafsu lebih sulit dibandingkan dengan menghadapi musuh nyata.

Sebagian mufassir menafsirkan arti “membunuh” dalam Surat al-Baqarah Ayat 54 adalah membunuh hawa nafsu. Dengan demikian, berkurban dari pandangan irfan adalah rahasia meninggalkan hawa nafsu dan bergerak menuju keridhaan Allah Swt. 

Amalan lain di Hari Raya Idul Adha adalah memberikan makan kepada orang lain. Amalan tersebut juga dalam rangka membenahi diri. Ketika seorang peziarah Baitullah memberikan hadiah kepada sahabatnya dengan penuh ikhlas dan cinta, maka dia sama halnya dengan mengekang hawa nafsunya. Ia akan terbebas dari kecenderungan-kecenderungan hawa nafsu yang merugikan dirinya dan orang lain.(