
کمالوندی
Tantangan Merekonstruksi Hubungan AS-Iran
Salah satu ujian berat para politisi adalah bahwa mereka tidak hanya bertanggung jawab atas keputusan dan perilaku mereka sendiri, tetapi juga harus mempertanggung jawabkan keputusan para pendahulu mereka.
Berdasarkan prinsip itu, hukum internasional menganggap semua perjanjian internasional akan mengikat meskipun adanya pergantian pemerintah.
Kekuasaan di Amerika Serikat juga selalu berpindah tangan dengan mewarisi segudang beban dari pemerintahan sebelumnya, warisan yang pada dasarnya, dalam hal kebijakan luar negeri, penuh dengan perang, kudeta dan intervensi dalam urusan internal negara lain.
Dengan kata lain, AS adalah sebuah negara, di mana kebijakan domestik dan luar negeri selain tidak saling melengkapi, tapi juga mewakili dua wajah kontradiktif.
Meskipun AS di dalam negeri mendukung demokrasi, hak asasi manusia dan kebebasan sipil – beberapa pengamat mungkin menentang pandangan ini – namun rekam jejak Washington dalam kebijakan luar negeri secara praktis – dan bukan slogan – dipenuhi dengan tindakan menentang demokrasi dan HAM serta pengekangan kebebasan sipil di negara-negara lain.
Intervensi CIA dalam urusan internal Iran pada tahun 1953 untuk mendukung front dogmatis dan otoriter dan melawan gerakan demokratis dan progresif adalah sebuah contoh kasus. Dari sudut pandang rakyat Iran, intervensi itu telah menunda proses demokrasi, nasionalisme, dan pembangunan selama tiga dekade.
Dalam budaya Iran, faktor utama di balik ketertinggalan ini adalah, pertama, kebijakan konfrontatif AS terhadap bangsa Iran dan kedua permusuhan dan konspirasi pemerintah Inggris.
Pengakuan AS atas perannya dalam kudeta anti-demokrasi di Iran setelah 60 tahun tentu saja merupakan kabar usang bagi Iran, sebab sejak awal, semua orang menyadari peran Washington-London mendepak pemerintah Perdana Menteri Iran Mohammad Mosaddeq.
Demikian pula, rakyat Iran mengetahui peran penting Washington di banyak insiden tragis dalam sejarah kontemporer Iran, termasuk pembentukan SAVAK (badan intelijen era Syah Pahlevi) untuk meredam protes masyarakat, invasi Irak ke Iran pada tahun 1980, dan pengenaan sanksi yang tidak manusiawi untuk mengisolasi Iran. Tentu saja Tehran tidak perlu menunggu pengakuan Washington untuk membuat penilaian dalam kasus-kasus tersebut.
Washington tampaknya telah gagal untuk mempertimbangkan kembali kebijakan bermusuhan terhadap Tehran dalam beberapa dekade terakhir dan bahkan telah melangkah maju dengan kebijakan yang lebih keras, tanpa memperhatikan konsekuensinya. Selain itu, Washington selalu menemukan alasan untuk menyesatkan opini publik AS dan masyarakat internasional.
Namun, AS belum berhasil untuk menjustifikasi kebijakan-kebijakannya meskipun menguasai media-media dunia.
Tuduhan-tuduhan seperti, mensponsori terorisme, berusaha untuk mengembangkan senjata nuklir, pelanggaran hak asasi manusia dan perlawanan terhadap demokrasi, kemungkinan akan diterima dalam jangka pendek, tetapi tudingan tak berdasar ini akan kehilangan esensinya dalam jangka panjang. Selain itu, tuduhan tak berdasar telah merugikan kredibilitas Amerika sendiri.
Saat ini, banyak pemerintah dan negara menganggap pemerintah Washington tersandera oleh lobi Zionis, dan mereka menyeru rakyat Amerika untuk waspada terhadap ancaman nyata demokrasi di AS.
AS menunda untuk mempertimbangkan kembali kebijakannya terhadap Iran, perilaku yang dikenal sebagai semangat arogansi dalam literatur revolusioner. Ketidakefektifan kebijakan tersebut tampak jelas bagi kalangan intelektual Amerika dan bahkan bagi politisi dan pemikir pragmatis. Dalam kondisi seperti itu, melanjutkan kebijakan tersebut selain tidak efektif, tapi bahkan tidak layak didukung.
Sekarang di Iran, sebuah pemerintahan rakyat telah lahir dari pemilu demokratis. Pemerintahan ini didukung oleh rakyat, bahkan mereka yang tidak memilih Presiden Hassan Rohani. Pemerintahan ini dikenal dengan tiga fitur kebijaksanaan, moderasi, dan harapan, dan siap untuk menyelesaikan masalah kebijakan luar negeri yang ada melalui dialog dan diplomasi.
AS menghadapi dua pilihan yang menentukan. Opsi pertama adalah melanjutkan kebijakan arogan dan tidak fleksibel seperti di masa lalu. Dalam hal ini, semua harapan yang dinantikan dari Washington untuk perubahan akan sirna dan rakyat Iran dapat membuktikan kepada dunia bahwa permusuhan AS tidak terbatas pada Republik Islam, tapi juga menargetkan bangsa Iran, sejarah, dan identitas mereka.
Adapun opsi kedua menuntut tekad kuat Washington untuk mengubah kebijakan bermusuhan terhadap Tehran, dimulai dengan permintaan maaf kepada bangsa Iran atas perilaku masa lalu dan janji untuk sebuah awal baru dalam interaksi dengan Iran.
Pilihan kedua ini dapat membantu memperbaiki citra gelap AS di benak rakyat Iran. Dalam jangka panjang, juga dapat melayani kepentingan regional AS, sebagai kekuatan utama, berdasarkan pada win-win model, tapi sejauh tidak melanggar hak-hak bangsa lain.
Banyak pengamat politik, khususnya di Iran dan Timur Tengah, sedang menanti untuk melihat opsi mana yang akan dipilih oleh AS sebagai kebijakan masa depannya.
Dokumen yang mengungkapkan peran penting AS dalam kudeta 1953 terhadap pemerintah Mosaddeq telah memberikan secercah harapan kepada para pendukung opsi kedua.
Kita harus menunggu dan melihat apakah pengakuan itu hanya sebuah kebetulan belaka atau awal dari proses baru, sebuah proses yang harus mengarah pada permintaan maaf resmi kepada bangsa Iran sebagai langkah pertama dan mengakhiri kebijakan yang tidak manusiawi terhadap sebuah bangsa besar, yang menginginkan independensi dan kebebasan.
Tahan Imigran, Australia dituding PBB telah Melanggar HAM
Komite Hak Asasi Manusia PBB mengumumkan, pemerintah Australia telah melanggar HAM dengan menahan 46 imigran asal Srilangka, Myanmar dan Kuwait lebih dari dua tahun dan menolak untuk memberikan visa kepada mereka.
Kantor berita Associated Press seperti dikutip IRNA (22/8) melaporkan, Komite HAM PBB mengatakan, statemen ini didasarkan pada hasil pemeriksaan terhadap pengaduan 46 imigran asal Srilangka, Myanmar dan Kuwait yang tidak mampu membela dirinya dari penahanan yang dilakukan pemerintah Australia.
Lembaga yang bermarkas di Jenewa itu, Kamis (22/8) mengumumkan, 46 imigran asal Srilangka, Myanmar dan Kuwait diperlakukan tidak manusiawi serta ditahan tanpa ada dasar hukumnya.
Petinggi Australia telah membebaskan tujuh imigran tersebut, namun tetap menganggap mereka sebagai ancaman keamanan.
Komite HAM PBB meminta Australia untuk membebaskan 39 imigran lainnya yang sampai saat ini terpaksa mendekam di tahanan selama lebih dari 2,5 tahun.
PBNU serahkan data 12 yayasan berpaham radikal
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah menyerahkan data terkait dengan keberadaan 12 yayasan berpaham radikal kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti.
"Kami telah merekomendasikan ke-12 yayasan itu agar dipantau gerakannya, bahkan sebaiknya dibubarkan saja," kata Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj setelah melantik kepengurusan PWNU Jatim 2013--2018 di Surabaya, Kamis.
Dalam pelantikan pengurus baru yang dirangkai dengan halalbihalal bersama pengurus NU se-Jatim itu, dia menjelaskan bahwa ke-12 yayasan itu tersebar di beberapa daerah di Indonesia.
"Ada di Surabaya, Cirebon, Bondowoso, Bogor, Makassar, Bandar Lampung, Mataram, Jakarta, dan Sukabumi," katanya.
Menurut dia, ke-12 yayasan tersebut mengajarkan aliran Wahabi yang sebenarnya bukan radikal. Akan tetapi, bila diartikan secara salah, justru bisa mengarah kepada teroris.
"Wahabinya bukan teroris, tetapi ajarannya yang radikal itu jika dipoles sedikit bisa mengarah ke teroris. Buktinya, pentolan teroris di Indonesia bersumber dari situ semua," katanya.
Selain menyerahkan data-data itu kepada Pemerintah, PBNU juga telah menginstruksikan kepada semua pengurus NU dari ranting, cabang, hingga wilayah untuk mewaspadai aliran itu.
"Kita hanya bisa menjaga agar warga NU, terutama anak-anak muda agar tidak tertarik kepada mereka. Itu yang akan kita jaga dengan memberi pemahaman yang benar," katanya.
Ditanya validitas data ajaran ke-12 yayasan yang bisa mengarah kepada teroris, dia menjamin data yang dimiliki PBNU adalah valid. "Masak, saya asal ngomong, ya, tentu ada datanya," katanya.
Dalam acara yang tidak dihadiri satu pun dari Cagub Jatim itu, dia mengatakan bahwa PBNU akan selalu mendukung langkah Pemerintah untuk memerangi aksi teroris di Indonesia.
"Teroris itu harus kita lawan, teroris itu musuh kita bersama, bahkan kita sudah berpesan kepada Presiden agar tidak takut membubarkan ormas radikal. Kita (PBNU) selalu di belakang Pemerintah untuk urusan ini," katanya.
Rupiah Kian Terpuruk, Waspadai Pelarian Modal Asing
Kurs mata uang rupiah dari hari ke hari tampak kian terpuruk, mendekati tingkat Rp11.000 terhadap dolar AS pada Rabu sore, diperdagangkan di Rp10.945 di pasar spot antarbank, atau jatuh 215 poin dari sehari sebelumnya.
Di perdagangan Asia, rupiah Indonesia melemah menjadi Rp10.680 terhadap dolar AS, titik terendah sejak pertengahan 2009, dari Rp10.495 pada Selasa (20/8). Di pasar spot antarbank Jakarta sejauh bulan ini kurs rupiah telah terkoreksi sebesar 6,4 persen dari Rp10.290 pada awal Agustus.
Fenomena pelemahan ini, juga melanda mata uang negara-negara berkembang lainnya. Beberapa mata uang telah turun tajam, rupee India jatuh ke rekor terendah baru untuk ketiga hari berturut-turut mencapai 64,60 terhadap dolar AS pada Rabu.
Rupee India bahkan merupakan mata uang Asia berkinerja terburuk pada tahun ini. Dalam tiga bulan terakhir saja rupee telah kehilangan sekitar 19,5 persen dari nilainya terhadap dolar AS.
Demikian pula dengan real Brazil telah jatuh ke tingkat terendah dalam empat tahun, mencapai 2,4282 terhadap dolar AS, tingkat yang tidak terlihat sejak Maret 2009. Hal yang sama menimpa mata uang lira Turki, yang turun sekitar 10 persen dari puncaknya pada Februari.
Mata uang negara-negara berkembang sebagian besar telah terpukul baru-baru ini, karena banyak investor menarik uang mereka dalam mengantisipasi langkah Federal Reserve AS akan mulai mengurangi stimulus besarnya, dengan India paling parah karena pertumbuhan yang lambat.
Negara-negara berkembang seperti Indonesia memang telah banyak menerima aliran dana asing melalui instrumen investasi obligasi, reksadana, dan saham. Dapat dibayangkan apa yang akan terjadi jika dana-dana tersebut tiba-tiba ditarik para pemiliknya.
Sebuah asosiasi bank-bank terkemuka dunia, Institute of International Finance (IIF), memperkirakan arus masuk bersih modal swasta ke negara-negara berkembang kemungkinan akan turun 36 miliar dolar AS menjadi 1,145 triliun dolar AS pada tahun ini, dan kemudian turun 33 miliar dolar AS menjadi 1,112 triliun dolar AS pada 2014.
Fenomena inilah yang sekarang sedang dihadapi Indonesia dan beberapa negara berkembang lainnya di kawasan Asia. Sejak krisis moneter melanda Amerika Serikat pada 2008, negara-negara emerging markets, telah banyak menikmati aliran dana asing. Dana-dana itu masuk ke Asia, karena melihat pertumbuhan ekonomi di kawasan ini begitu fantastis.
Indonesia salah satu negara yang menjadi incaran para investor, karena instrumen investasinya memberikan imbal hasil lebih menarik dibanding negara lainnya. Sepanjang semester I/2013 dana asing mengalir cukup deras ke sektor keuangan nasional. Bank Indonesia (BI) mencatat arus modal masuk (capital inflow) dalam bentuk portofolio mencapai Rp33,8 triliun pada Januari-April 2013. Angka ini diyakini semakin besar untuk kumulatif selama semester pertama.
Namun belakangan mulai muncul gejala terjadinya pelarian modal (capital flight) menyusul rencana Federal Reserve AS untuk mengurangi stimulus moneternya. Sebelumnya, program pembelian aset oleh the Fed, yang dikenal sebagai pelonggaran kuantitatif (QE) sebesar 85 miliar dolar AS per bulan telah mendorong para investor AS memilih berinvestasi di luar negeri untuk mencari keuntungan yang lebih tinggi, sehingga meningkatkan pasar di seluruh dunia.
Faktor Internal
Pelemahan kurs rupiah belakangan ini juga didorong beberapa faktor internal. Pasar tampak merespon negatif perkembangan kebijakan fiskal dan moneter, seperti postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2014 yang terlalu optimistis dan langkah BI mempertahankan suku bunga acuan 6,5 persen.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengakui, tekanan di pasar keuangan, termasuk nilai tukar rupiah, masih berlanjut karena faktor global, yakni isu pengurangan stimulus dari bank sentral Amerika Serikat serta faktor domestik, khususnya defisit transaksi berjalan.
Defisit transaksi berjalan merupakan fenomena relatif baru untuk Indonesia yang selama bertahun-tahun terus membukukan surplus. Belakangan transaksi berjalan mulai defisit dan merembet ke neraca pembayaran sehingga menimbulkan sentimen negatif di pasar.
Transaksi berjalan triwulan II-2013 mengalami defisit senilai 9,8 miliar dolar AS, naik dari defisit transaksi berjalan triwulan I-2013 senilai 5,8 miliar dolar AS karena tekanan dialami hampir di semua pos. Ini merupakan defisit transaksi berjalan triwulanan ketujuh berturut-turut sejak triwulan terakhir 2011.
Defisit transaksi berjalan terjadi akibat nilai ekspor barang dan jasa lebih kecil dari nilai impor barang dan jasa. Namun, dikaitkan dengan transaksi modal dan finansial, yakni investasi langsung dan investasi portofolio, membentuk neraca pembayaran.
Data triwulan II-2013 menunjukkan, defisit neraca pembayaran turun dari 6,6 miliar dolar AS menjadi 2,47 miliar dolar AS. Neraca pembayaran belum surplus lagi seperti pada 2011 dan 2012. Kondisi defisit ini membuat cadangan devisa berkurang. Cadangan devisa saat ini 92,671 miliar dolar AS. Cadangan devisa pernah mencapai 124,6 miliar dolar AS pada Agustus 2011.
Dengan cadangan devisa yang terus menurun, sulit bagi bank sentral untuk melakukan intervensi di pasar. Meski BI menyatakan bahwa ia terus berada di pasar, melalui intervensi di pasar valas untuk stabilisasi nilai tukar rupiah. Oleh karena itu, diperlukan bauran kebijakan yang cukup untuk menahan penurunan rupiah lebih lanjut, termasuk peningkatan suku bunga acuan BI rate.
Beberapa bank sentral telah bertindak untuk menahan kemerosotan mata uang mereka. Bank sentral Brazil, Turki dan India telah melakukan intervensi di pasar mata uang dan menaikkan suku bunga utamanya. India bahkan secara tak terduga melakukan kontrol pada arus keluar dana-dana asing.
Museum Terbesar Mesir Dijarah
Museum terbesar Mesir di Kairo dijarah. FNA (23/8) mengutip laporan Russia 24 menyebtutkan, salah satu museum Mesir di dekat Kairo dijarah, dirusak dan berubah menjadi puing-puing.
Berdasarkan laporan ini, para penjarah sebelum beraksi terlebih dahulu menyerang bus yang mengangkut personil polisi yang mengakibatkan tewasnya 24 orang.
Pembebasan Mubarak Buktikan Kuatnya Pengaruh Militer
Pembebasan mantan diktator Hosni Mubarak pada Kamis (22/8) menunjukkan bahwa pemerintahan tangan besi yang dirintisnya masih tetap berlaku di Mesir, bahkan setelah dua tahun revolusi di negara itu.
FNA (23/8) melaporkan, koran Los Angeles Times terbitan Amerika Serikat dalam laporannya menulis, "Di saat para pendukung Hosni Mubarak sedang bersuka cita, pemerintah interim yang didukung militer Mesir terus menumpas Ikhwanul Muslimin sehingga jalan bagi kelompok agamis di kancah politik tertutup serta untuk melemahkan pengaruh syariat Islam dalam UUD Mesir.
Oleh karena itu, pembebasan Mubarak membuktikan bahwa pemerintahan ala polisi di Mesir yang dirintisnya masih berlaku dan menguntungkannya.
Los Angeles Times mendiskripsikan pembebasan Mubarak dengan, "Segelintir pendukung Mubarak menyaksikan terbangnya helikopter yang mengangkutnya meninggalkan penjarah. Mubarak direlokasi beberapa mil dari penjara tersebut menuju sebuah rumah sakit militer di selatan Kairo di pinggir sungai Nil. Hanya demi relokasi Mubarak yang mengenakan sepatu putih dan kacamata hitam terkenalnya itu, jalan-jalan ditutup."
Pemerintah interim Mesir menyatakan, Mubarak masih menjalani tahanan rumah karena dia masih harus diadili dengan tuduhan berbagai tuduhan lain termasuk pembunuhan lebih dari 800 demonstran di masa revolusi.
4 Syawal, Ayatullah Sayid Abdul Husein Lari Wafat
Ayatullah Sayid Abdul Husein Lari lahir pada 1264 Hq di kota Lar. Setelah menyelesaikan pendidikan awal dan menengah, beliau pergi ke kota Najaf, Irak untuk melanjutkan pendidikan agamanya. Beliau belajar pada Mirza Shirazi Bozourgh. Selain mendapat ijazah ijtihad dari gurunya, beliau juga mendapat ijazah ijtihad dari guru-guru besar lainnya seperti Ayatullah Mohammad Husein Kazhimi, Fadhil Irawani, Lutfullah Mazandarani dan Mulla Hossein Qoli Hamedani.
Atas perintah Ayatullah Shirazi, Ayatullah Lari kembali ke kota Larestan untuk membimbing masyarakat di sana. Beliau membangung hauzah ilmiah Lar dan mengajarkan hukum Islam. Keberadaan ulama dengan kapasitas sebesar beliau di sana mampu menahan pengaruh para misionaris Kristen, bahkan dari hari ke hari mereka semakin terisolasi.
Langkah kedua yang dilakukan oleh Ayatullah Lari adalah mencatat kekayaan penguasa boneka di sana, membangun pabrik senjata, menggelar pendidikan militer dan tidak membayar pajak kepada pemerintah pusat. Sikap beliau mendukung Revolusi Konstitusi menghadapi pasukan pemerintah dengan bekerjasama dengan para pejuang gagah berani Tangestan menghadapi penjajah Inggris merupakan aktivitas beliau dalam rangka mengembalikan kemuliaan Islam.
Ayatullah Lari memiliki sekitar 40 karya tulis di bidang fiqih, teoloti, politik, ushul fiqih dan lain-lain. Ulama pejuang ini akhirnya meninggal dunia pada 4 Syawal 1342 Hq di usia 86 tahun dan dikebumikan di kota Jahrom.
Daruqutni Meninggal Dunia
Tanggal 4 Syawal 351 Hijriah, Daruqutni, ulama dan sastrawan terkenal abad ke 4 Hijriah, meninggal dunia. Daruqutni juga merupakan qari dan mufasir Quran terkenal di zamannya.
Di antara karya-karya Daruqutni berjudul "al-Mu'jamul Akbar" dan "al-Manasik".
Skenario Serangan Israel terhadap Hizbullah
Militer Israel melancarkan skenario baru terhadap Lebanon. Aksi ini berlangsung di saat pelanggaran rezim Zionis terhadap kedaulatan Lebanon dalam beberapa bulan terakhir semakin meningkat dari sebelumnya.
Militer rezim Zionis menggelar latihan perang baru di Shebaa dan Dataran Tinggi Golan yang berbatasan dengan Lebanon dan Suriah. Kedua wilayah itu merupakan milik bangsa Lebanon dan Suriah yang dirampas Israel. Manuver militer rezim Zionis dimulai dengan peluncuran pesawat tanpa awak dan jet tempur. Koran al-Safir melaporkan, latihan perang itu juga mengguji kemampuan pasukan artileri Israel, termasuk tank merkava.
Para analis politik mengaitkan manuver militer ini dengan rencana terbaru Israel menyerang Hizbullah Lebanon. Sumber militer Amerika Serikat menyatakan Israel sedang merencanakan serangan terhadap gerakan muqawama Lebanon Hizbullah.
"Kami diberitahu oleh pejabat militer Amerika Serikat bahwa Israel melakukan pengintaian ke Lebanon, dan merencanakan serangan opensif terhadap Hizbullah...," kata seorang editor senior di Veteran Today, Gordon Duff dalam wawancara dengan Press TV Sabtu (10/8).
Menurut analis militer AS ini, tujuan utama Israel melancarkan agresi militer terhadap Lebanon untuk menghancurkan Hizbullah demi membuka jalan bagi serangan berikutnya ke Irak, Suriah dan Iran. menurut Duff, Israel berambisi melumpuhkan militer Suriah dari arah utara. Rezim Zionis juga berencana mengirim ribuan teroris melalui Yordania, dan menjebak Hizbullah dari arah selatan Suriah dan dari dalam Lebanon secara bersamaan.
Sebelumnya, di hari Rabu, militer Lebanon menyatakan personil militer Israel telah menerobos garis biru yang ditetapkan oleh PBB di perbatasan dekat kota Al-Labouneh di Lebanon selatan, sebelum mereka dihantam ledakan ranjau darat. Pasukan penjaga perdamaian PBB yang ditempatkan di wilayah tersebut menyatakan bahwa 10 tentara Israel mundur akibat ledakan ranjau. Militer Israel sendiri mengakui empat tentaranya terluka dalam insiden tersebut.
Sontak PBB memprotes Israel, karena ulahnya melanggar kedaulatan Lebanon dan menuntut penyelidikan atas insiden tersebut. Pada hari Jumat (9/8), Penjabat Menteri Luar Negeri Lebanon Adnan Mansour mengatakan Beirut akan mengajukan protes kepada PBB atas pelanggaran Israel terhadap Resolusi PBB nomor 1701.
Manuver militer Israel digelar di tengah memanasnya kondisi dalam negeri di sejumlah negara Arab, terutama Suriah, Mesir, Irak dan Lebanon. Para analis politik menilai manuver ini dilancarkan untuk mematangkan skenario serangan Israel terhadap Hizbullah Lebanon demi membalas kekalahan getir militer rezim Zionis dalam perang 33 hari. Tel Aviv juga memanfaatkan keputusan terbaru Uni Eropa yang memasukkan sayap militer Hizbullah dalam daftar teroris internasional dan friksi internal di Lebanon. Tapi tampaknya Tel Aviv lupa, Hizbullah hingga kini didukung rakyat Lebanon dan saat ini kemampuannya semakin kuat dari sebelumnya.(
Demokrasi Ala Washington di Kamboja
Pemimpin oposisi Kamboja mengancam akan melancarkan aksi unjuk rasa besar-besaran menyikapi kekalahan partainya dalam pemilu legislatif yang digelar beberapa waktu lalu.
Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP) menolak hasil pemilu tersebut. Pemimpin CNRP, Sam Rainsy yang saat ini berdomisili di AS mengancam akan menyerukan para pendukungnya turun ke jalan sebagai bentuk protes, jika pemerintah Phnom Penh tidak membentuk komisi independen penyelidikan terhadap kecurangan pemilu.
Pada pemilu legislatif Kamboja yang digelar 28 Juli lalu, Partai Rakyat Kamboja (CPP) meraih 68 dari 123 kursi parlemen mengungguli Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP) yang meraih 55 kursi.
Rainsy menuding kemenangannya dijegal oleh berbagai pelanggaran dalam pengambilan suara. CNRP mendesak penyelidikan yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait tuduhan bahwa sebanyak 1,25 juta pemilih disingkirkan dari daftar, dan lebih dari sejuta "pemilih hantu", serta 200 ribu nama ganda ditambahkan ke dalam daftar itu.
Tampaknya, isu kecurangan pemilu terus digulirkan oposisi Kamboja. Sejak awal Rainsy memblow up isu ini untuk menarik dukungan negara-negara Barat, terutama AS yang memiliki kepentingan terselubung terhadap negara di Asia Tenggara itu.
Bercokolnya kembali Hun Sen selama lima tahun ke depan setelah berkuasa selama 28 tahun menunjukkan bahwa sistem partai tunggal masih berlaku di Kamboja, yang kini berada dalam kendali Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP).
Di sisi lain, Kamboja terancam bahaya konflik internal antara kubu seiring meningkatnya isu demokratisasi yang diusung para antek asing.
Para analis politik memandang isu protes yang dilancarkan oposisi juga tidak terlepas dari peran interventif kekuatan adidaya global. AS berupaya mengail di air keruh dengan memanfaatkan isu demokrasi di Kamboja demi menekan penguasa negara itu melalui tangan oposisi semacam Rainsy yang memimpin Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP).
Tampaknya, Washington berupaya memainkan isu demokrasi dan hak asasi manusia di Kamboja untuk menyulut perlawanan sipil terhadap pemerintah Phnom Penh. Meski upaya tersebut tidak terlalu membuahkan hasil saat ini, tapi dalam jangka panjang benih yang ditanam Gedung Putih telah cukup ampuh untuk menyulut friksi internal semakin berkobar di Kamboja. Dan kini, bagaimana upaya pemerintah dan rakyat Kamboja meredam dan mengatasinya.
Iran, Rusia dan Cina, Target Utama Operasi Pengawasan NSA
Republik Islam Iran, Rusia, Cina dan Uni Eropa adalah target utama operasi pengawasan elektronik Amerika Serikat di luar negeri oleh institusi mata-mata terbesar Amerika, Badan Keamanan Nasional AS (NSA).
Majalah mingguan Jerman, Der Spiegel mengutip dokumen rahasia yang dibocorkan oleh mantan kontraktor NSA, Edward Snowden, pada Sabtu melaporkan, daftar prioritas utama badan intelijen AS untuk pengawasan elektronik juga mencakup Pakistan, Afghanistan dan Korea Utara. Demikian dilaporkan Press TV, Senin (12/8).
Berdasarkan dokumen yang tercatat pada April 2013, disebutkan bahwa negara-negara yang menjadi prioritas pengawasan NSA, dimulai dari angkat 1 sebagai prioritas tertinggi, dan berlanjut hingga angka 5 sebagai prioritas terendah.
Menurut laporan itu, target utama mata-mata NSA adalah negara-negara rival utama AS seperti Cina dan Rusia, dan yang dianggap musuh oleh Amerika seperti Iran dan Korea Utara, dan bahkan sekutunya: Pakistan dan Afghanistan juga masuk dalam target dengan menyebutnya sebagai perang melawan terorisme.
Sementara itu Uni Eropa juga berada di peringkat tinggi dalam prioritas pengawasan NSA.