کمالوندی

کمالوندی

Ayat ke 32

Artinya:

Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.  (5: 32)

Sebelumnya telah diceritakan mengenai  peristiwa yang terjadi pada anak-anak Adam as. Dengan demikian kita mengerti bahwa Qabil yang terbakar oleh api dengki  da  hasud-nya tega membunuh Habil  saudaranya. Berkat  petunjuk seekor burung gagak, Qabil menguburkan saudaranya  Habil dan akhirnya menyesali perbuatannya itu. Allah  Swt  dalam ayat ini mengatakan,  "Setelah peristiwa ini, Kami telah menetapkan suatu hukum bahwa membunuh seorang manusia, sama dengan membunuh seluruh manusia.  Karena menyelamatkan kehidupan seorang manusia, sama dengan menyelamatkan seluruh manusia dari kehancuran dan malapetaka."  Karena itu,  al-Quran dalam ayat ini menyinggung sebuah  prinsip sosial  dan menegaskan,  sebuah masyarakat  bagaikan sebuah tubuh. Sedangkan individu-individu masyarakat merupakan anggota tubuh tersebu.  Apabila sebuah anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lainnya pun ikut merasakan sakit pula.

Begitu juga bila seseorang berani mencemari tangannya dengan darah orang yang tak berdosa, maka pada hakikatnya dia telah siap untuk membunuh manusia-manusia lain yang tak berdosa. Karena dia adalah pembunuh, maka sudah pasti berbeda dengan orang-orang yang tak berdosa. Dari segi sistim penciptaan manusia, terbunuhnya Habil telah menyebabkan hancurnya generasi besar suatu masyarakat, yang bakal tampil dan lahir di  dunia ini. Poin yang sangat menarik dimana  al-Quran memberikan perhatian penuh terhadap  perlindungan  jiwa manusia dan menganggap membunuh seorang manusia, sama dengan membunuh sebuah masyarakat.

Sekalipun demikian, ternyata membunuh manusia dalam Islam diperbolehkan dalam dua hal;  pertama,  seorang pembunuh yang harus menjalani hukum qishash yakni dibunuh, dan yang kedua mengenai seseorang yang telah melakukan fasad, kejahatan dan kejelekan besar di  dunia.  Sekalipun orang itu bisa saja tidak dibunuh, tetapi undang-undang Islam mewajibkan dia membayar tebusan uang, dalam jumlah yang telah ditetapkan. Demikianlah peraturan dan undang-undang semacam ini ditetapkan dalam Islam, dalam rangka menjaga ketentraman hidup masyarakat luas.

Dalam riwayat-riwayat Islam disebutkan bahwa salah satu contoh dan manifestasi dari dibunuh atau dibiarkan hidup orang-orang tersebut ialah perbuatan menyesatkan atau memberi petunjuk kepada mereka. Barangsiapa yang menyebabkan orang lain tersesat, maka seakan-akan ia telah menyesatkan pula masyarakat luas. Sebaliknya barangsiapa yang memberi petunjuk kepada seseorang, maka seakan ia telah memberi petunjuk kepada masyarakat untuk menuju hidup sejahtera. Akhir ayat tersebut menyinggung adanya kebiasaan kelompok Bani Israil yang melanggar  undang-undang  dan  mengatakan,  justru karena masalah itulah sebagian Kami mengutus para  nabi itu, sehingga Kami dapat menyampaikan  kebenaran  ke  dalam telinga mereka.  Namun mereka malah keluar menentang dan melakukan pelanggaran terhadap undang-undang Ilahi.

Dari ayat tadi terdapat  tiga  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Nasib manusia sepanjang sejarah memiliki kaitan dengan orang lain. Sejarah kemanusiaan merupakan mata  rantai yang saling berhubungan.  Karena itu,  terputusnya sebuah mata  rantai akan mengakibatkan musnahnya sejumlah besar umat manusia.

2. Nilai suatu pekerjaan berkaitan dengan tujuan mereka. Pembunuhan seorang manusia dengan maksud jahat, merupakan pemusnahan sebuah masyarakat, tetapi eksekusi terhadap seorang pembunuh  dalam rangka  qishash merupakan sumber kehidupan masyarakat.

3. Mereka yang memiliki pekerjaan yang berhubungan dengan penyelamatan jiwa manusia, seperti para dokter dan perawat, harus mengerti nilai pekerjaan mereka. Menyembuhkan atau menyelamatkan orang yang sakit dari kematian, bagaikan menyelamatkan sebuah masyarakat dari kehancuran.

 

Ayat ke 33-34

Artinya:

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.  (5: 33)

Kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.  (5: 34)

Setelah ayat sebelumnya yang menerangkan kehormatan jiwa manusia, ayat-ayat ini juga mengatakan,  apabila kehormatan jiwa seseorang tidak dijaga dan dihormati, maka jiwanyapun tidak akan terhormat.  Bahkan harus diberikan sanksi yang terberat sekalipun supaya dapat menjadi perhatian dan pelajaran bagi yang lainnya. Dalam ayat ini  disebutkan  4 jenis sanksi hukum sebagai berikut;  hukum bunuh, gantung, memotong anggota badan dan diasingkan. Sudah jelas dan gamblang bahwa 4 jenis hukuman tersebut tidak bisa disamaratakan. Karena itu Hakim Islam berdasarkan tingkat kejahatan yang telah dilakukan oleh terpidana, akan menentukan salah satu hukuman yang sesuai.

Poin yang menarik ialah Allah  Swt  pada ayat ini menyebutkan, ancaman masyarakat dengan pembunuhan, sama halnya dengan pernyataan perang terhadap Allah  dan  Rasul-Nya.  Pernyataan perang ini merupakan  perkara yang sangat besar dan penting. Artinya,  harus diketahui bahwa seorang yang  melakukan pembunuhan  telah berhadapan dengan Allah  dan  Nabi-Nya. Oleh karena itu,  janganlah menyangka bahwa seseorang itu lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa, padahal bila  berkehendak, dia akan berbuat sesuatu untuk menentangnya.

Di  akhir ayat ini Allah mengatakan,  "Sanksi-sanksi hukum ini adalah bersifat duniawi, tidak bisa menghapus siksa dan balasan kelak di  Hari Akhirat, kecuali jika para pelaku kejahatan ini bertaubat, dan Allah mengampuni segala kesalahan yang berkaitan dengannya. Namun hak-hak setiap orang harus ditunaikan.  Allah  Swt  tidak bisa membebaskan hak-hak manusia, kecuali jika orang yang teraniaya itu sendiri telah memaafkan.

Dari  dua  ayat tadi terdapat  tiga  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Guna memperbaiki masyarakat, di  samping melakukan bimbingan dan penyuluhan yang diperlukan, juga memanfaatkan jasa pengadilan untuk menentukan sikap yang tegas dan kukuh.

2. Mereka yang merusak keamanan dan ketenteraman masyarakat harus siap disingkirkan dan dicegah kehadirannya dalam masyarakat.

3. Pelaksanaan hukum pembalasan secara Islami, memerlukan terbentuknya  pemerintahan Islam serta  kemampuan  pemerintahan ini dalam melaksanakan hukum-hukumnya.

 

Ayat ke 35

Atinya:

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.  (5: 35)

Setelah menjelaskan siksaan yang pedih terhadap sebagian orang yang berbuat dosa, seperti membunuh, berbuat kejahatan, mengancam dan merusak keamanan, ayat ini menyatakan,  jalan yang lurus dan selamat di  dunia ini penuh dengan halangan dan godaan. Sementara  dua hal;  takwa dan tawasul,  merupakan pengontrol jiwa  atas  hawa nafsu rendah  dan  pencegah terjadinya kejahatan dan dosa. Selain itu ada jalan yang ditetapkan oleh Allah dalam rangka menghantarkan manusia kepada kebahagiaan dan keselamatan hidup yaitu bertawasul kepada  al-Quran, Sunnah Nabi, Sirah Ahlul Bait, para  aulia  dan orang-orang yang suci yang kesemuanya merupakan sarana dan penyebab Allah  Swt  mendekatkan manusia kepada-Nya.  Sebagaimana  takwa  merupakan unsur yang dapat menjauhkan manusia dari perbuatan dosa.

Dari ayat tadi terdapat  dua  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Untuk bisa berbuat yang lurus dan jujur, harus dapat  menjauhkan diri dari perbuatan  yang jelek dan jahat. Selain itu  harus membiasakan bergaul dan mendekatkan diri dengan orang-orang yang bersih dan baik.

2. Takwa dan bertawasul merupakan jalan yang dapat membahagiakan manusia, apabila syarat-syarat yang lainnya juga telah tersedia, maka manusia dapat mencapai tujuannya.

Ayat ke 27

Artinya:

Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa".  (5: 27)

Kendatipun dalam riwayat-riwayat Islam dan kitab Taurat (Perjanjian Lama: Kitab Kejadian), bab keempat disebutkan, Nabi Adam as pada awalnya memiliki dua anak laki-laki yang masing-masing bernama Habil dan Qabil. Habil adalah peternak dan penggembala, sedang Qabil adalah petani dan bercocok tanam. Habil telah mempersembahkan seekor kambingnya yang terbagus sebagai korban, namun Qabil menginfakkan hasil pertaniannya yang terburuk untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Karena itulah nazar dan persembahan Habil diterima, sedang nazar dan persembahan Qabil ditolak disisi Tuhan Swt.

Perkara ini telah diberitahukan kepada Adam as dan mereka berdua melalui wahyu, atau melalui jalan lain. Qabil adalah seorang yang suka hasud, pendengki dan berhati gelap, bukannya memperbaiki diri dan menebus kesalahan masa lalunya, malah tumbuh didalam hatinya niat untuk memusnahkan saudaranya. Pada akhirnya sifat dengki telah membuatnya memutuskan untuk membunuh saudaranya itu. Adapun Habil adalah seorang yang berhati bersih dan berkepribadian bersih pula. Dalam menjawab tindakan saudaranya itu ia mengatakan, diterima atau tidaknya pekerjaan-pekerjaan kami disisi Allah Swt bukan tanpa dalil dan perhitungan, maka dari itu sia-sia belakalah kamu melakukan hasud kepadaku, karena Allah Swt pada akhirnya hanya akan menerima persembahan dan korban yang dilakukan dengan penuh ikhlas dan takwa, dari siapapun dan sebesar apapun. Disisi Allah benda apapun yang dipersembahkan, selama ia bagus dan bersih pasti akan diterima, jika tidak maka ia tidak ada nilanya samasekali.

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.Sejarah para tokoh terdahulu merupakan pelita dan jalan penerang terbaik bagi generasi mendatang. Fakta sejarah yang penting harus dipelajari, sehingga dapat menjadi bahan renungan bagi generasi baru.

2.  Perbuatan yang baik saja tidaklah cukup, namun harus ada niat baik yang dijadikan acuan untuk beramal, sehingga ia akan memberikan poin dan nilai kebaikan.

3.  Hasud dan dengki hingga sampai pada batas melenyapkan persaudaraan juga dapat terjadi, sebagaimana yang terjadi pada Yusuf as dan saudara-saudaranya. Setan membakar rasa hasud mereka, sehingga mereka dipisahkan jauh dari Yusuf.

 

Ayat ke 28-29

Artinya:

"Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam".  (5: 28)

"Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim" (5: 29)

Dalam menghadapi saudaranya, Qabil mengaktualkan kedengkiannya dan melakukan kejahatan, sementara Habil tidak berbuat apa-apa. Habil hanya berkata, "Aku telah mengerti bahwa engkau bermaksud membunuhku, namun aku sedikitpun tidak melakukan perbuatan semacam ini terhadapmu. Karena aku takut terhadap keadilan Allah besok pada Hari Kiamat. Dan aku mengerti mengambil tindakan qishash sebelum perbuatan jahat tidak diperbolehkan."

Tentu saja membela diri dihadapan orang-orang yang zalim itu harus dan wajib, tetapi bila manusia sekedar mengetahui bahwa seseorang bermaksud akan berbuat dosa, dan belum melakukannya, maka seseorang tidak boleh menghukum orang tersebut dengan pengetahuannya. Sebab betapa banyak niat untuk melakukan kejahatan, namun tidak jadi dilakukan. Hanya saja dari segi pencegahan terhadap perbuatan jahat, maka alat-alat perbuatan jahatnya dapat dirampas.

Bagaimanapun Habil berkata, "Aku tidak akan meniru dan melakukan perbuatan yang kau lakukan itu, tetapi apabila engkau melakukannya dan membunuhku, maka engkau akan menjadi penghuni  neraka. Sementara  aku akan memperoleh balasan atas engkau disana. Oleh sebab itulah amal perbuatan baikmu akan hilang dari buku catatanmu, karena ia diberikan kepadaku  dan engkau terpaksa menanggung dosa-dosaku, dan engkau akan mendapat siksaan yang berlipat ganda.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Dalam bergaul dengan orang yang hasud dan keras kepala, kita harus dapat berbicara tenang dan lembut, bukan dengan keras yang dapat lebih membangkitkan api hasud mereka.

2.  Yang penting dan terhormat ialah tidak melakukan dosa dikarenakan takut pada kebesaran Allah, bukan karena ketidakmampuan. Habil tidak mengatakan, "Aku tidak berdaya, maka aku memaafkanmu!" Tetapi dia mengatakan, "Aku takut kepada Allah bahwa aku membunuh saudaraku!"

3.  Takut kepada Tuhan merupakan unsur sugesti penting, yang dapat mencegah manusia dari perbuatan dosa.

 

Ayat ke 30-31

Artinya:

Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang diantara orang-orang yang merugi.  (5: 30)

Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: "Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal.  (5: 31)

Meskipun Habil sudah banyak menasehati dan terjadi dialog di antara mereka, tetapi akhirnya hawa nafsu Qabil tak terkendalikan. Qabil akhirnya melakukan pembunuhan terhadap saudaranya Habil. Tangan Qabil berlumuran darah saudaranya sendiri. Tapi dengan cepat ia menyelesaikan perbuatannya ini. Namun apalah artinya penyesalan. Karena saudaranya tidak akan dapat bangkit dan hidup kembali. Hal itu membuat Qabil berdiri kebingungan, tidak tahu apa yang harus dilakukan atas jasad saudaranya itu. Akhirnya Allah Swt mengirim seekor burung gagak, yang menggali tanah untuk menguburkan temannya dengan kuku-kukunya. Perbuatan burung gagak ini mengilhami Qabil untuk mengebumikan jasad saudaranya di dalam tanah.

Benar. Apa yang dilakukan Qabil merupakan pembunuhan pertama di  muka Bumi. Qabil menjadi orang pertama yang menebar benih dengki dan hasud di kalangan anak-anak Adam as. Benih-benih yang sayangnya hingga saat ini selalu meminta korban, dan menciptakan ketidakamanan serta kesulitan-kesulitan di kalangan umat manusia.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Peperangan antara kebenaran dan kebatilan punya sejarah panjang, seusia kehadiran manusia di muka bumi.

2.  Terkadang hewan dikirim oleh Allah Swt untuk mengajari manusia. Karena itu, dalam banyak hal manusia berhutang budi kepada hewan.

3.  Berdasarkan  keinginan Allah Swt,  jasad orang  yang mati harus dikebumikan. Karena itu  Islam melarang jasad manusia dimumi atau dibakar.

Ayat ke 23

Artinya:

Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: "Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman".  (5: 23)

Sebelumnya telah dijelaskan bagaimana upaya Nabi Musa as mendorong Bani Israil agar bangkit melawan orang-orang jahat dan zalim, sehingga dengan itu mereka dapat membebaskan kota mereka dari cengkeraman para penjahat. Tapi mereka ternyata tidak siap melakukan perlawanan dan mengatakan, kami tidak mempunyai nyali untuk memasuki kota, sebelum para para penjahat itu dikeluarkan. Ayat ini mengatakan bahwa dua orang dari pembesar kaum Yahudi yang namanya disebutkan dalam Kitab Taurat, yakni  Yusya' dan Kalib mengatakan kepada masyarakat, kenapa kalian takut terhadap musuh! Padahal semestinya kalian harus takut kepada Tuhan dan bertawakal kepada-Nya!? Masuklah kalian semua melalui pintu gerbang kota, dan sekali lagi kalian jangan tunduk di hadapan musuh-musuh. Percayalah bahwa kalian akan memperoleh kemenangan dengan syarat kalian tetap teguh terhadap keyakinan, dan tidak lupa kepada Allah Swt.

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Barangsiapa yang takut kepada Allah, maka ia tidak akan takut kepada kekuatan apapun. Iman kepada Allah merupakan unsur kekuatan, kemuliaan dan kebesaran.

2.  Apabila kita bergerak maju, maka kemenangan dan pertolongan Allah akan tiba, sedang tanpa berbuat apa-apa, hanya menunggu pertolongan semata-mata, maka akan sia-sia.

3.  Bertawakal kepada Allah tanpa berusaha samasekali, maka tidak ada artinya. Karena itu ia juga memerlukan tekad dan keberanian, disamping takwa dan bertawakal.

 

Ayat ke 24

Artinya:

Mereka berkata: "Hai Musa, kami sekali sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja".  (5: 24)

Walaupun  dengan adanya seruan Nabi Musa as serta dorongan para pembesar kaum, namun Bani Israil tetap saja tidak siap dan tidak punya nyali  untuk bangkit melakukan perlawanan. Mereka berkata kepada Nabi Musa as, "Mengapa kami harus pergi berperang? Pergilah kamu berdua dengan Tuhan-mu, maka kamu akan menang. Dan sewaktu kamu berhasil menguasai kota, kami juga akan memasukinya."

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Kaum Bani Israil merupakan contoh kaum yang tidak memiliki adab sopan santun. Mereka banyak alasan dan hanya ingin hidup enak. Mereka tidak memiliki nyali dan keberanian. Oleh karenanya, kita harus hati-hati  jangan sampai terjebak seperti mereka.

2.  Adanya para pemimpin  agama dan para pembaharu, maka kewajiban masyarakat tidak gugur. Tidak bisa dikatakan bahwa bila seseorang telah melaksanakan tugas, maka kita tidak memiliki tugas lagi.

 

Ayat ke 25

Artinya:

Berkata Musa: "Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu".  (5: 25)

Sejarah memang sangat mengherankan. Satu bangsa dapat terbebaskan dari cengkeraman Firaun lewat perjuangan Nabi Musa as, tapi pada saat yang sama mereka tidak berani memasuki kotanya sendiri. Padahal Nabi Musa as telah menyeru mereka untuk memasuki kota. Melihat sikap mereka, Nabi Musa as mengutuk Bani Israil dan memohon kepada Allah Swt agar orang-orang yang fasik  dan berbuat jahat mendapatkan azab dan siksaan. Karena itulah beliau tidak lagi berharap untuk perbaikan mereka. Dan untuk tetap berada dalam keselamatan, atas azab ini beliau memohon, "Ya Allah! Pisahkanlah antara kami dan mereka!

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Para nabi dalam melaksanakan tugasnya tidak berputus asa, justru masyarakat yang tidak sanggup berusaha dan berjihad untuk memperoleh kemuliaan.

2.  Cara para nabi dalam menyampaikan perintah dan  hukum Allah dengan tidak memaksa masyarakat untuk melaksanakan hal tersebut.

 

Ayat ke 26

Artinya:

Allah berfirman: "(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu".  (5: 26)

Siksaan-siksaan Allah tidak hanya terbatas pada Hari Kiamat saja, tetapi kadang-kadang Allah Swt memberikan siksaan kepada beberapa orang, atau kaum atas amal perbuatan mereka di dunia ini sebagai peringatan. Dan Allah Swt dalam memberi siksaan atas ketidaktaatan Bani Israil, yaitu mereka terkena kebingungan dan berputar-putar di Gurun Sina selama empat puluh tahun. Sehingga mereka dijauhkan dari berkah tanah suci tersebut. Yang menarik dalam peristiwa kemurkaan Allah ini, pada pasal ke-4 Kitab Taurat ini disebutkan bahwa berdasarkan riwayat-riwayat sejarah, mereka setelah 40 tahun menjadi kaum pengungsi di Gurun Sina, akhirnya dengan wafatnya Nabi Musa as, mereka terpaksa harus memanggul senjata untuk bisa masuk kekota, sedang ketidakmampuan mereka dahulu tidak bisa dikaitkan dengan pengungsian mereka selama 40 tahun tersebut.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Refleksi kelemahan dan ketidakmampuan dalam menghadapi musuh, serta lari dari medan perang dan jihad adalah dijauhkan dari berkah Allah Swt, sehingga terlunta-lunta menjadi pengungsi.

2.  Orang-orang yang lari dari medan perang dan jihad, harus dijauhkan dari fasilitas dan sarana masyarakat.

3. Para wali Allah juga tidak sanggup menanggung siksaan orang-orang fasik, namun para wali Allah tersebut prihatin terhadap mereka. Sedang peringatan bagi orang yang berbuat jahat merupakan suatu keharusan dan obat yang pahit guna keselamatan masyarakat.

Ayat ke 18

Artinya:

Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah: "Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?" (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia (biasa) diantara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Kepunyaan Allah-lah kerajaan antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu).  (5: 18)

Pada ayat-ayat terdahulu telah disebutkan bahwa orang-orang Kristen, telah menempatkan Nabi Isa as pada sebuah kedudukan manusia yang luar biasa, bahkan mereka menyebutnya sebagai Tuhan. Sementara ayat ini mengatakan bahwa mereka tidak saja menganggap kenabiannya lebih baik dari  nabi-nabi yang lain, tetapi diri mereka sendiri pun disebutnya sebagai lebih baik dari para pengikut agama-agama lainnya. Bahkan mereka berkeyakinan bahwa mereka adalah anak-anak Tuhan dan kekasih-kekasih-Nya, sehingga mereka akan mendapat ampunan dari azab dan siksa.

Yang menarik dalam hal ini adalah bahwa orang-orang Yahudi, juga terjerumus dalam kesalahan semacam ini, dimana mereka mengklaim bahwa hanya mereka sajalah kelompok yang selamat dan bahagia itu. Al-Quran dalam menanggapi kaaim-klaim mereka yang keterlaluan ini mengatakan, Nabi Isa as adalah seorang manusia sebagaimana manusia-manusia lainnya, dan kalian sebagai pengikut beliau juga manusia sebagaimana manusia-manusia lainnya. Tak seorangpun merasa lebih baik daripada yang lainnya, selain takwa dan amal saleh, bahkan ia merupakan unsur yang dapat menyelamatkan mereka di Hari Kiamat, amal saleh dan bukan status.

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Diskriminasi dan merasa lebih dari yang lain merupakan keburukan, sekalipun atas nama agama.

2.  Berbangga diri dalam urusan  agama merupakan salah satu  bahaya yang mengancam para pemeluk  agama. Karena itu berhati-hatilah terhadap bahaya ini, dan jangan menganggap diri kita lebih baik dari orang lain, hingga terkena penyakit ujub dan berbangga diri.

3.  Pembagian  surga dan neraka bukan ditangan kita. Karena hak itu milik Allah Swt semata. Dia akan membalas segala perbuatan manusia dengan siksa dan pahala berdasarkan hikmah dan kasih sayang.

 

Ayat ke 19

Artinya:

Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syari'at Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul agar kamu tidak mengatakan: "Tidak ada datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan". Sesungguhnya telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.  (5: 19)

Berdasarkan data-data sejarah, Nabi Muhammad Saw dilahirkan pada tahun 570 Masehi, dan tahun 610 beliau diangkat untuk mengemban  risalah kenabian. Dengan mencermati hal ini,  kira-kira ada 600 tahun tenggat waktu, antara diutusnya Nabi Isa as dan Nabi Muhammad Saw dan pada periode ini tidak diutus seorang Nabi pun. Tapi harus diketahui bahwa bumi tidak pernah sepi dari hujjah dan penyeru agama Allah yang mengajarkan agama Allah kepada manusia. Ayat ini ditujukan kepada Ahlul Kitab, baik Yahudi maupun Kristen bahwa Nabi Muhammad Saw diutus untuk kalian semua. Bila  kalian memiliki pengalaman terhadap para nabi sebelumnya, maka seharusnya kalian lebih cepan beriman kepada Nabi Muhammad Saw dan menerima ajaran yang dibawanya.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Dengan diutusnya para  nabi menjadi tertutuplah alasan bagi manusia untuk mengatakan tidak tahu.

2.  Risalah para nabi berisikan berita gembira bagi setiap amal saleh dan ancaman bagi setiap perbuatan buruk dan dosa.

 

Ayat ke 20

Artinya:

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi nabi diantaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun diantara umat-umat yang lain".  (5: 20)

Dari ayat ini dan selanjutnya, Allah Swt menerangkan mengenai perbincangan Nabi Musa as dengan kaum Bani Israil yang dimulai dengan menyebutkan nikmat Allah yang khusus dan berharga kepada mereka. Di antara nikmat-nikmat tersebut yaitu pengutusan para nabi di tengah-tengah mereka seperti Nabi Yusuf dan Nabi Sulaiman yang memegang tampuk pemerintahan. Kedua nabi ini berhasil menciptakan kemuliaan dan kekuasaan Bani Israil, namun dikarenakan mereka mengabaikan nikmat-nikmat Allah ini, sehingga pekerjaan mereka melenceng ke suatu tempat, dan berada dibawah cengkraman Firaun serta dijadikan sebagai budak-budaknya. Nabi Musa as dengan mengingat masa lalu yang cemerlang, menyeru kaumnya untuk bergerak dan berhijrah, serta berusaha hingga dapat mengembalikan kekuasaannya yang terdahulu.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Nikmat Kenabian, pemerintahan dan kebebasan merupakan nikmat-nikmat Allah terbesar dan harus dihargai dan disyukuri.

2.  Ambillah contoh dari sejarah. Kaum Bani Israil setelah mendapatkan anugerah Allah dan berkuasa, akhirnya hidup dalam kenikmatan dan ketenangan.

 

Ayat ke 21-22

Artinya:

Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.  (5: 21)

Mereka berkata: "Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. Jika mereka ke luar daripadanya, pasti kami akan memasukinya".  (5: 22)

Nabi Musa as meminta kepada Bani Israil agar berjuang dan berupaya untuk bisa memasuki kawasan Syam dan Baitul Maqdis, serta tetap berjuang melawan  para penguasa zalim di sana. Adapun mereka yang hidup bertahun-tahun di bawah kekuasaan Firaun dan sedemikian takutnya berbicara bebas, mereka mengatakan, kami bukanlah orang yang bersikap tegas dan kami tidak memiliki keberanian dalam berperang. Namun apabila mereka berhasil dikeluarkan dan tanah suci itu diberikan kepada kami, maka kami pun akan memasuki Baitul Maqdis.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Para pemeluk agama Ilahi harus bisa membebaskan tempat-tempat suci  agama dari cengkeraman para penjahat dan penjajah.

2. Kurangnya introspeksi dan merasa lemah melawan musuh merupakan faktor kegagalan yang telah diupayakan untuk dihilangkan oleh para nabi.

Ayat ke 15

Artinya:

Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan.  (5: 15)

Pada ayat-ayat sebelumnya secara tegas ditujukan kepada ulama kaum Yahudi dan Kristen dan mempertanyakan mengapa mereka menyelewengkan dan menyembunyikan ayat-ayat Kitab Suci. Apakah perbuatan itu berarti mereka telah melupakan perjanjian dengan Allah Swt? Sementara ayat ini, sekalipun masih ditujukan kepada mereka, tapi lebih menekankan bahwa bila mereka mengenal ayat-ayat Allah, maka hendaknya mereka juga beriman kepada Rasulullah Saw yang menjadi utusan-Nya. Karena beliau merupakan cahaya dan penerang, sedangkan Kitab Suci yang dibawanya merupakan petunjuk kepada kebenaran. Isinya merupakan hakikat yang sama dengan isi Kitab Samawi terdahulu yang mereka sembunyikan dan tidak ingin diketahui oleh masyarakat luas.

Dari ayat tadi terdapat  dua  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Islam adalah  agama  dunia dan abadi. Sementara agama-agama terdahulu harus mengikuti al-Quran sebagai Kitab Samawi yang abadi.

2.  Ajaran Allah adalah cahaya dan dunia tanpa ajaran Allah berada dalam kegelapan.

 

Ayat ke 16

Artinya:

Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuk. (5: 16)

Ayat sebelumnya menyebut al-Quran sebagai Kitab Pencerah. Sementara ayat ini mengatakan bahwa penerimaan hidayah memiliki syarat-syarat. Salah satu syarat terpentingnya cenderung kepada kebenaran dan senantiasa menginginkannya. Barangsiapa yang menerima petunjuk al-Quran, maka orang tersebut tidak akan mengejar harta, kedudukan dan keinginan hawa nafsu. Ia senantiasa hanya mengikuti  kebenaran dan mencari keridhaan Allah Swt.

Apabila syarat-syarat seperti ini telah terpenuhi, maka saat itu Tuhan telah mengeluarkan orang tersebut dari kegelapan, kesesatan dan dosa. Seterusnya ia mendapatkan petunjuk untuk menuju suasana cahaya cemerlang, iman dan amal saleh. Sudah barang tentu petunjuk ini akan menghantarkan manusia, ke dalam suasana yang aman dan tenteram, sehat jiwa raga bahkan keluarga, dan akan menjadi pengingat baginya terhadap segala bentuk bahaya dan malapetaka. Sedang pada Hari Kiamat ia juga akan menjadi pembimbing manusia kepada keselamatan, dan masuk ke dalam surga Allah yang penuh dengan  ketenteraman.

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Untuk mencapai keselamatan dan ketenteraman, seseorang harus berada di atas jalan Allah dan al-Quran adalah petunjuk bagi semua orang untuk sampai ke jalan tersebut.

2.  Hanya manusia yang senantiasa berada dalam naungan agama Samawi yang dapat menghantarkan kerukunan dalam hidup, ketenteraman dan kesejahteraan.

3.  Pekerjaan yang menghantarkan manusia kepada Tuhan adalah berbeda-beda. Amal saleh setiap orang juga berbeda, tapi apabila tujuannya untuk memperoleh keridhaan Allah, maka semuanya akan berujung pada satu jalan dan jalan itu adalah Shiratul Mustaqin.

 

Ayat ke 17

Artinya:

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putera Maryam". Katakanlah: "Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al Masih putera Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi kesemuanya?". Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.  (5: 17)

Setelah ayat sebelumnya yang menyeru seluruh Ahli Kitab untuk masuk dan mengikuti agama Islam, maka ayat ini menegaskan, mengapa orang-orang Kristen menganggap Nabi Isa as sebagai Tuhan, serta menjadikannya sebagai sekutu Tuhan yang Esa dalam urusan alam semesta ini? Tidakkah selain itu al-Masih juga telah dilahirkan oleh seorang ibu yang bernama Maryam? Lalu bagaimana dia bisa dikatakan sebagai Tuhan? Tidakkah selain itu Maryam yang merupakan ibu al-Masih juga telah dilahirkan sebagaimana manusia lainnya? Lalu bagaimana mungkin dia dianggap sebagai Tuhan dan disembah sebagaimana halnya Tuhan? Apakah Allah tidak berkuasa? Padahal, apabila Dia berkeinginan untuk membinasakan Nabi Isa as juga Sayidah Maryam as, maka hal itu tentu sangat mudah dilakukan. Lalu mereka ini sebagai Tuhan macam apa sehingga bisa dihancurkan sedemikian rupa?

Pada dasarnya, keyakinan semacam ini bila diselidiki secara cermat dan detil merupakan sejenis kekufuran kepada Allah Swt. Karena itu ditetapkannya seorang manusia dalam batas sebagai Tuhan. Hal yang demikian  pada dasarnya justru merendahkan kedudukan Tuhan itu sendiri, bahkan lebih rendah dari seorang manusia. Di akhir ayat ini mengatakan, kriteria sebagai Tuhan adalah Maha Mengetahui, Maha Kuasa dan pemilik pemerintahan yang mutlak. Sedangkan Nabi Isa as dan  ibunya tidak memiliki kriteria tersebut, maka dari itu Tuhan Sang Pencipta adalah pemilik seluruh jagat raya ini, penguasa terhadap segala sesuatu, serta Dia lah satu-satunya yang pantas menjadi Tuhan.

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Satu dari program Islam adalah melenyapkan  melenyapkan segala bentuk keyakinan yang menyeleweng dan khurafat dari agama Samawi terdahulu.

2.  Sekalipun telah mencapai kedudukan yang tinggi, para nabi Allah  tetap seorang manusia yang tidak pernah keluar dari kodrat kemanusiaannya. Bersikap berlebihan terhadap para nabi tidak sesuai dengan semangat ketauhidan.

3.  Apabila Nabi Isa as sebagai Tuhan, lalu bagaimana para penentangnya bisa menyalib dan membunuh Beliau? Apa bisa Tuhan diperdaya oleh makhluk-Nya?

Ayat ke 12

Artinya:

Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air didalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus.  (5: 12)

Ayat ini dan ayat-ayat berikutnya menyinggung pernjanjian-perjanjian Allah Swt dengan umat-umat terdahulu melalui para nabi dan mengatakan, selain Nabi Musa as yang merupakan nabi dari Bani Israel, Allah Swt menetapkan 12 orang sebagai pembimbing dan panutan bagi12 golongan Bani Israil, hingga firman-firman Allah yang diturunkan melalui Nabi Musa as tersebut dapat diajarkan kepada kaum-kaum mereka. Di antara penjanjian-perjanjian itu ialah Allah akan membantu Bani Israil ketika menghadapi musuh-musuh mereka dengan syarat mereka harus teguh dalam melaksanakan tugas-tugas agama. Bahkan seseorang akan memperoleh bantuan Ilahi dengan syarat hendaknya ia beriman kepada Allah dan utusan-Nya serta termasuk orang yang menegakkan shalat, membayar zakat, berbuat baik dan mengeluarkan  infak.

Manusia-manusia semacam ini akan memperoleh anugerah dan nikmat Allah Swt, sedang di akhirat mereka juga akan memperoleh kenikmatan besar. Berdasarkan sebagian riwayat dari Nabi Muhammad Saw bahwa jumlah Khalifah Nabi, juga sebanyak para pemuka Bani Israil, yakni 12 orang. Para pengikut mazhab Ahlul Bait juga meyakini bahwa yang pertama adalah Imam Ali bin Abi Thalib as dan yang terakhir adalah Imam Mahdi af.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Mengandalkan iman semata-mata tidaklah cukup, namun juga harus dengan amal Saleh. Demikian pula iman kepada para nabi saja tidak cukup, tapi harus disertai dengan kesiapan untuk berjuang membantu mereka.

2.  Segala bentuk kebaikan dan infak  terhadap hamba-hamba Allah terhitung sebagai transaksi dengan Tuhan. Karena itu kita tidak dibolehkan berbuat baik dengan niat menanam budi kepada orang-orang yang membutuhkan, tapi kita diharus menunjukkan sikap baik dan ikhlas dalam memenuhi hajat mereka.

 

Ayat ke 13

Artinya:

(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.  (5: 13)

Setelah menerangkan beberapa hal mengenai perjanjian Allah dalam ayat sebelumnya, ayat ini juga memberitakan mengenai orang-orang Yahudi yang melanggar perjanjian. Disebutkan bahwa mereka telah melanggar perjanjian Allah, sehingga mereka dijauhkan dari rahmat ilahi, yang pada gilirannya hati mereka tidak bisa menerima  kebenaran. Selanjutnya sedikit demi sedikit hati mereka menjadi keras dan membatu. Oleh karena itu, mereka tidak hanya melanggar perjanjian, tetapi untuk selanjutnya mereka melakukan pelanggaran-pelanggaran dengan menyelewengkan Kitab Suci, bahkan sebagian dari ayat-ayatnya mereka hapus, agar terlupakan.

Di akhir ayat ini disebutkan bahwa  bukan hanya terhadap orang-orang Yahudi pada zaman Nabi Musa as saja, tetapi pada zaman Nabi Muhammad Saw mereka juga berbuat demikian. Orang-orang Yahudi penduduk Madinah telah melakukan konspirasi dan pengkhianatan terhadap kaum Mukminin. Mereka tidak  akan  menghentikan cara-cara jahat ini.

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Hati yang suci dan bersih mudah menerima firman Allah. Sedang hati yang kotor dan tercemar, tidak saja menolak  kebenaran, tapi justru  berencana untuk menyelewengkan bahkan menghapus lafad dan makna dari firman Allah Swt.

2.  Menurut pengamatan sejarah, Bani Israil adalah bangsa yang suka menentang perjanjian dan melakukan pengkhiatanan.

3.  Seindah-indah kebaikan dan berbuat baik kepada orang lain adalah berlapang dada dan menutup  mata atas kesalahan mereka.

 

Ayat ke 14

Artinya:

Dan diantara orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani", ada yang telah kami ambil perjanjian mereka, tetapi mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya; maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat. Dan kelak Allah akan memberitakan kepada mereka apa yang mereka kerjakan.  (5: 14)

Setelah menjelaskan berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh kaum Yahudi, ayat ini juga menyinggung pelanggaran perjanjian yang dilakukan oleh orang-orang Kristen. Ayat ini mengatakan, mereka yang disebut sebagai pengikut dan penolong Nabi Isa as juga harus setia dalam memperjuangkan Agama Allah. Tetapi sayangnya mereka pun melanggar perjanjian tersebut. Mereka mengikuti jejak langkah Bani Israil dan melakukan penyelewengan terhadap Kitab Suci, bahkan menghapus sebagian darinya. Pada gilirannya perbuatan tersebut memperkeruh kedengkian dan permusuhan di kalangan mereka hingga Hari Kiamat. Penyelewengan yang sangat mencolok sekali pada agama Kristen ialah keyakinan terhadap ajaran trinitas yakni tiga Tuhan yang menggantikan posisi ajaran tauhid yakni satu Tuhan.

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.Banyak sekali orang-orang yang mengaku beriman, tetapi pengikut Agama Allah yang sebenarnya adalah sangat  sedikit sekali.

2.  Akar perselisihan dan perpecahan dalam berbagai masyarakat  agama adalah acuh tak acuh dan lupa kepada Tuhan. Kesatuan masyarakat berada dalam ajaran tauhid yang sebenarnya.

3.  Hendaknya kita  mengambil  pelajaran dari pelanggaran yang dilakukan oleh para pengikut agama-agama lain. Untuk itu hendaknya kita teguh dalam menjalankan ajaran-ajaran agama.

Ayat ke 7

Artinya:

Dan ingatlah karunia Allah kepadamu dan perjanjian-Nya yang telah diikat-Nya dengan kamu, ketika kamu mengatakan: "Kami dengar dan kami taati". Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Mengetahui isi hati(mu).  (5: 7)

Allah Swt telah menjelaskan dalam ayat-ayat yang lalu sebagian dari hukum berbagai bahan makanan, masalah rumah tangga, hukum beribadah dan shalat. Kemudian ayat ini juga mengatakan, bahwa petunjuk Ilahi ini merupakan nikmat Allah yang terbesar bagi kalian kaum Mukminin. Lalu sadarilah kadar itu dengan mengingat nikmat tersebut. Dan tentu kita masih ingat bahwa dalam ayat ke-3 surat ini, telah dipaparkan peristiwa pengangkatan Imam Ali bin Abi Thalib as untuk jabatan Khalifah, yang merupakan penyempurnaan agama serta pelengkap nikmat Ilahi. Ayat ini juga menyeru kaum Mukminun agar bersyukur dan menghargai nikmat besar kepemimpinan Ilahi, sekaligus juga memberi peringatan kepada mereka, bahwa kalian yang berada di Ghadir Khum, yang menerima dan mendengarkan pidato Nabi Saw mengenai kepemimpinan Imam Ali bin Abi Thalib as harus berpegang teguh dan komit terhadap perjanjian Ilahi ini, dan jangan menentangnya.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Nikmat Islam dan Kepemimpinan Ilahi lebih baik daripada seluruh nikmat materi manapun dan harus senantiasa diperhatikan serta diingat.

2.  Allah Swt melalui jalan akal dan fitrah, serta bahasa lisan telah mengikat suatu perjanjian dengan seluruh kaum Muslimin, agar senantiasa komitmen  melaksanakan  perintah Allah dan setiap bentuk penyimpangan dalam hal ini dianggap  merusak  perjanjian.

 

Ayat ke 8

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.  (5: 8)

Ayat ini memiliki kemiripan dengan ayat 135 surat  an-Nisa. Perbedaannya, dalam surat an-Nisa Allah Swt memesankan umat Islam menegakkan keadilan, sekalipun itu merugikan diri sendiri atau orang-orang terdekat. Sementara dalam ayat ini  dikatakan bahwa sekalipun terhadap para musuh-musuh kalian juga harus bersikap adil dan janganlah kalian keluar dari garis hak dan keadilan. Dasar-dasar dendam dan permusuhan akan dapat menciptakan suatu pembalasan, sehingga hak-hak orang lain diabaikan. Dalam pergaulan kemasyarakatan baik terhadap kawan maupun lawan, maka senantiasa ingatlah kepada Tuhan dan bertindaklah adil meski terhadap diri kalian sendiri, lalu sadarilah bahwa Allah Swt mengetahui semua pekerjaan kalian, dan berdasarkan keadilan-lah Allah memberikan pahala dan siksa.

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Keadilan kemasyarakatan hanya dapat diterima dalam naungan iman kepada Allah dan pelaksanaan perintah-perintah-Nya.

2. Keadilan bukan hanya sebuah nilai dan norma akhlak, tetapi ia merupakan sebuah perintah Ilahi dalam semua urusan kehidupan dalam rumah tangga, dalam masyarakat baik terhadap kawan maupun terhadap lawan.

3. Kelaziman Takwa ialah keterjauhan dari segala bentuk diskriminasi, dan tidak memberi peluang bagi timbulnya dendam dan permusuhan.

 

Ayat ke 9-10

Artinya:

Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang beramal saleh, (bahwa) untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.  (5: 9)

Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu adalah penghuni neraka.  (5: 10)

Kedua ayat ini mirip dengan ayat-ayat al-Quran lainnya, dimana banyak disebutkan, mengenai balasan di akhirat, baik berupa siksa atau pahala dari Allah Swt. Balasan bisa dikarenakan kekufuran dan keimananan atau perbuatan buruk dan baik. Dalam masalah balasan ini, Allah Swt tidak membedakan kaum dan kelompok manapun, mereka  yang beriman akan dimasukkan kedalam surga, sementara  musuh-musuh-Nya dimasukkan kedalam neraka.

Pada ayat sebelumnya beberapa kali telah dipesankan agar menjaga keadilan dan takwa. Ayat-ayat ini juga mengatakan, selama dua masalah ini kalian jaga, maka kalian termasuk orang-orang Mukmin yang sebenarnya, dan akan dimasukkan kedalam surga. Dan jika tidak,maka kalian akan masuk ke dalam barisan orang-orang Kafir serta akan dimasukkan ke dalam neraka.

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Surga dan neraka adalah janji Allah kepada orang-orang Mukmin dan Kafir. Sedangkan Allah Swt tidak akan pernah mengingkari janji-janji-Nya.

2.  Perbuatan-perbuatan yang baik juga bisa menutupi dan mengapuskan kesalahan-kesalahan pada masa lalu, sekaligus merupakan jalan untuk memperoleh pahala dan balasan Allah Swt.

 

Ayat ke 11

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud hendak menggerakkan tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan tangan mereka dari kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakkal.  (5: 11)

Dalam sejarah Islam telah tercatat berbagai peristiwa, dimana musuh-musuh bermaksud dengan konspirasinya menciptakan bentrokan dan peperangan untuk menghapuskan nama Islam. Tetapi Allah Swt dengan kelembutan dan rahmat-Nya menjaga kaum Muslimin dan konspirasi musuh-musuh mengalami kegagalan. Ayat ini mengatakan bahwa orang-orang Mukmin senantiasa harus mengingat pertolongan Allah ini dan harus menyadari bahwa jalan untuk bersyukur atas nikmat-nikmat ini. Sikap bersyukur harus ditunjukkan dengan bertakwa kepada Allah yang juga dapat menyebabkan berlanjutnya bantuan-bantuan gaib ini.

Orang-orang Mukmin harus mengetahui  untuk semata-mata bersandar kepada kekuasaan Allah, dan bukan kepada kekuatan manusia. Bahkan hanya kepada Allah saja orang mukmin harus takut. Bila mereka hanya bersandar kepada Allah dan bertawakal kepada-Nya, maka mereka akan tetap tegar dan kokoh menghadapi segala kekuasaan manusia yang temporal.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Ingat kepada nikmat dan pertolongan Allah Swt dapat menjauhkan manusia dari sifat berbangga dan lupa diri, serta menambah kecintaan manusia kepada Allah.

2.  Termasuk nikmat Allah yang terpenting ialah mencegah musuh dan membela kaum Muslimin ketika menghadapi musuh. Nikmat ini harus disyukuri melalui lisan dan perbuatan.

Ayat ke 4

Artinya:

Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.  (5: 4)

Pada ayat-ayat sebelumnya telah diterangkan  mengenai  makanan-makanan yang haram. Ayat ini juga menyatakan, daging setiap binatang yang telah  dijelaskan sebelumnya  adalah halal, baik daging tersebut kalian ambil sendiri maupun melalui penyembelihan dan bahkan melalui pemburuan yang dilakukan oleh Anjing pemburu, dan dengan gigitannya diberikan kepada kalian.

Sangat menarik sekali bahwa dalam ayat ini Allah Swt menyinggung kedudukan latihan yang dilakukan terhadap hewan, di antaranya adalah  anjing pemburu. Ayat ini menyebutkan, pemburuan semacam ini, yang kalian ajarkan kepada binatang-binatang, sesungguhnya Allah Swt telah mengajarkan kepada kalian, dan bukan kalian sendiri yang mengerti pekerjaan semacam ini. Lalu Allah menjadikan seekor anjing liar, dapat menjadi jinak dan dibawah perintah kalian, sehingga apa saja yang kalian surukan dapat ia laksanakan untuk kalian.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Ada aturan umum bahwa memakan daging secara alami dan bersih itu hukumnya halal. Karena pengharaman daging tersebut telah dijelaskan dengan gamblang.

2. Saat memakan daging harus dilandasi ketakwaan agar terjauhkan dari hal-hal yang haram. Karena Allah sangat cepat perhitungan-Nya terhadap siapa saja yang makan barang haram.

 

Ayat ke 5

Artinya:

Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.  (5: 5)

Ayat ini telah menyinggung dua hal yang berhubungan Ahlul Kitab; pertama mengenai makan makanan mereka dan kedua menikahi perempuan mereka. Untuk masalah pertama, dengan mencermati hukum dan kondisi yang dijelaskan pada ayat-ayat sebelumnya, umat Islam tidak diperbolehkan memakan makanan Ahli Kitab yang berasal dari daging. Sementara selain daging, umat Islam diperbolehkan memakannya.

Adapun mengenai nikah dengan perempuan Ahli Kitab, umat Islam diperbolehkan melakukannya, tapi kita tidak diperbolehkan menikahkan perempuan muslim dengan mereka. Hal ini dikarenakan biasanya istri mengikuti keyakinan suaminya. Betapa banyak kita saksikan perempuan Ahli Kitab yang menjadi istri seorang muslim akhirnya memeluk agama Islam. Hal itu dipilihnya lewat kehidupan suaminya yang mengamalkan ajara Islam. Lewat suaminya mereka mengenal Islam dan beriman pada agama universal ini.

Ayat ini juga memberikan dorongan kepada umat Islam untuk menikah, ketimbang melakukan hal yang haram dengan seorang perempuan Ahli Kitab. Artinya, bila seorang muslim mencintai perempuan Ahli Kitab, maka hendaknya ia menikahinya, ketimbang melakukan hubungan secara sembunyi-sembunyi. Bukankah dengan ayat ini berarti Allah memberikan jalan pilihan yang lebih baik? Bukannya ketika kalian telah memperoleh seorang perempuan Ahli Kitab sebagai istri, kemudian kalian melepaskan keimanan dan menjadi kafir mengikuti keyakinannya!

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Setiap agama menyebut kesucian jiwa perempuan sebagai suatu nilai. Tapi kebersihan jiwa yang dituntut dalam Islam adalah menjauhkan perbuatan yang tidak diinginkan oleh Allah.

2.  Menurut pandangan al-Quran tolok ukur dalam memilih isteri kembali pada dua hal; iman dan kesucian.

 

Ayat ke 6

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.  (5: 6)

Setelah ayat-ayat sebelumnya menjelaskan makanan yang halal dan haram, ayat ini menjelaskan tentang bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Allah kepada kalian. Ayat ini mengatakan, hendaknya kalian bersyukur kepada Allah Swt atas semua nikmat yang diberikan kepada kalian semua, bahkan kebutuhan naluri dan biologis juga diberikan kepada kalian. Bersyukur dan lakukanlah shalat. Adapun syarat untuk bisa masuk pintu gerbang Ilahi ini ialah kesucian jiwa dan raga, lahir dan batin. Oleh karenanya, sebelum melakukan shalat berwudhulah, dengan membasuh muka dan tangan, kemudian usaplah kepala dan kaki. Bersihkanlah badan kalian dari kotoran-kotoran. Apabila janabah atau hadas besar, maka bersihkanlah dengan  melakukan mandi.

Dalam lanjutan ayat ini juga disebutkan, sekalipun kewajiban kalian secara syar'i dengan berwudhu' atau bermandi, namun Allah Swt tidak memberikan jalan buntu kepada kalian semua. Apabila dengan alasan seperti sakit atau bepergian dan kalian sangat memerlukan air atau untuk mendapatkan air sangat sulit sekali, maka sebagai ganti air bertayammumlah kalian dengan menggunakan debu atau tanah yang bersih. Setelah itu lakukan shalat dengan khusyu. Ketahuilah bahwa kalian berasal dari tanah dan akan kembali pula kedalam tanah.

Dari ayat tadi terdapat  tiga  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Kekotoran tubuh dan jiwa menjadi penghalang mendekatkan  diri kepada Allah Swt, sedang kesucian dan thaharah merupakan syarat dalam penghambaan kepada Allah.

2.  Dalam Agama Islam tidak terdapat jalan buntu atau sempit yang menyusahkan. Hukum Agama  tidak kaku dan meringankan.

3. Hukum syariat senantiasa relevan. Wudhu dan mandi dengan air, sementara tayammum dengan tanah dalam kondisi tidak menemukan air.

Ayat ke 3

Artinya:

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.  (5: 3)

Ayat ini sebenarnya menjelaskan dua hal yang berbeda tapi dikumpulkan dalam satu ayat. Bagian pertama ayat ini merupakan kelanjutan ayat pertama surat ini, yang menyebutkan makanan-makanan haram, dan menerangkan sepuluh hal dari daging-daging yang telah diharamkan. Sebagian dari masalah ini menyangkut binatang-binatang, yang secara alami tertimpa suatu kejadian yang tidak disangka-sangka dan mendadak, sehingga mati terbunuh. Padahal ia termasuk binatang yang dagingnya halal, dan karena mereka tidak disembelih secara syar'i, maka dagingnya menjadi haram. Sebagian yang lainnya juga demikian, yaitu binatang-binatang yang dagingnya halal juga sudah disembelih, tetapi mereka disembelih tidak dijalan Allah artinya disembelih dengan tidak menyebut nama Allah, maka dagingnya haram.

Ayat ini menunjukkan bahwa sesuatu yang dihalalkan atau diharamkan oleh Allah Swt, semata-mata bukan berdasarkan manfaat atau bahaya yang terkandung di dalam sesuatu itu terhadap tubuh manusia. Karena secara lahiriah daging binatang yang disembelih dengan tidak menyebut nama Allah tidak ada bedanya dengan daging binatang yang disembelih dengan menyebut nama Allah. Tetapi diyakini penyebutan nama Allah akan memberikan pengaruh psikologi kepada manusia itu, dimana Allah Swt  juga melarang memakan daging binatang semacam ini, yang mati dengan sendirinya atau disembelih tetapi tanpa menyebut nama Allah.

Sekalipun dalam ayat-ayat al-Quran yang lainnya telah disinggung juga bahwa dalam kondisi dimana manusia berada dalam keadaan darurat dan terpaksa, karena kelaparan, maka seseorang dibolehkan memakan daging atau bahan-bahan makanan yang diharamkan. Namun kita diperintahkan hanya secukupnya saja yakni supaya dapat bertahan hidup. Dengan demikian, Islam telah memberikan jalan keluar kepada manusia bahwa kondisi darurat dan keadaan terjepit tidak boleh membuat manusia mendapat alasan untuk melakukan perbuatan dosa.

Sebagaimana yang  telah disebutkan bahwa ayat tersebut memiliki dua bagian. Yang pertama telah dijelaskan, sedang yang kedua ayat ini sepenuhnya tidak ada hubungannya dengan bagian ayat pertama tersebut. Yaitu, mengenai pengenalan sebuah hari besar, yang merupakan nasib baik dalam sejarah kaum Muslimin, yang menurut ungkapan al-Quran bahwa orang-orang Kafir tidak berhasil menguasai kaum Muslimin. Pada suatu hari agama Islam akan disempurnakan dan Allah Swt juga akan menuntaskan nikmat-nikmat-Nya kepada kaum Mukminin. Hari tersebut yang bagaimana? Hari yang mana dalam sejarah Islam ataupun dalam kehidupan Nabi  Muhammad Saw yang begitu istimewanya, yang hanya terkait dengan peribadi seseorang!? Apakah ia adalah hari pengangkatan Nabi yang memiliki kepentingan dan keistimewaan terhadap semuanya, dan merupakan hari penyempurnaan agama? Atau hari hijrah Nabi dari Mekah ke Madinah yang juga memiliki keistimewaan seperti itu?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di  atas, kita harus mengerti bahwa ayat tersebut kapan diturunkan, sehingga menjadi jelas berkenaan dengan hari apa? Menurut keyakinan para mufassir, ayat-ayat tersebut diturunkan di akhir usia Nabi dan pada perjalanan haji Nabi Muhammad Saw tahun ke 10 Hijriah, yang terkenal dengan  haji Wada (haji perpisahan). Karena ternyata merupakan perjalanan haji Nabi yang terakhir. Sebagian ayat itu menyebutkan hari Arafah tanggal 9 Dzulhijah, dan sebagian yang lain diturunkan pada hari sesudahnya, yakni tanggal 18 Dzulhijah di suatu tempat yang bernama Ghadir Khum.

Berdasarkan riwayat-riwayat yang mutawatir, Nabi Saw di tempat ini berkhutbah secara terperinci kepada para jamaah haji dengan menjelaskan berbagai poin yang sangat penting. Masalah paling penting yang dibicarakan beliau adalah  posisi pengganti atau khalifah setelah beliau. Rasulullah dalam hal ini, melalui pernyataannya mengangkat tangan Ali bin Abi Thalib as tinggi-tinggi dan bersabda, "Ayyuhal Mu'minun! Man Kuntu Maulahu fahaadza Aliyyun Maulahu." Artinya, "Wahai orang-orang Mukmin! Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka Ali juga sebagai pemimpinnya."

Setelah terealisasinya perkara penting tersebut, maka turunlah ayat ini yang merupakan bagian dari ayat ke 3 dari surat al-Maidah, dimana orang-orang  Kafir hingga saat itu berharap dengan meninggalnya Nabi Muhammad Saw yang tidak memiliki anak laki-laki, sehingga dapat menggantikan kedudukan beliau. Begitu juga  belum ditentukannya seseorang sebagai  khalifah  beliau, maka mereka akan dapat mengalahkan kaum Muslimin dan pada gilirannya dapat melenyapkan Islam dari akarnya. Tetapi dengan diturunkannya ayat ini, semua angan-angan mereka hancur lebur.

Dari sisi lain, agama merupakan seperangkat undang-undang dan hukum-hukum Ilahi, tapi agama tetap kurang tanpa memiliki pemimpin yang adil. Sehingga dengan ditentukannya khalifah atau pemimpin setelah beliau Saw, maka agama akan menjadi sempurna. Allah Swt telah menjadikan nikmat hidayah kepada manusia yaitu dengan diutusnya Nabi yang membawa al-Quran. Kemudian dengan perintah-Nya  telah menetapkan Ali bin Abi Thalib as sebagai khalifah, maka sempurnalah  agama ini yang menjadi keridhaan Allah Swt.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Perwujudan pemimpin  agama yang adil merupakan sesuatu yang penting, dimana agama tanpa yang demikian itu tidak sempurna. Karena tanpa adanya kepemimpinan, semua nikmat dan kekuasaan akan rusak berantakan sehingga tidak sempurna.

2.  Kekokohan dan kesinambungan ajaran Islam dengan menerima  kepemimpinan yang benar. Yakni, Imamah dan Wilayah terhadap 12 Imam setelah Nabi Muhammad, dimana Imam yang terakhir adalah Mahdi af  yang saat ini hidup dalam keadaan gaib.

Surat  ini turun di akhir-akhir umur Nabi  Muhammad Saw.  Penyebutan surat ini dengan al-Maidah yang berarti hidangan  dikarenakan doa dari Nabi Isa as yang memohon agar diturunkan hidangan dari  langit. Permintaan diturunkannya hidangan ini disebutkan dalam ayat 114.

 

Ayat ke 1

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.  (5: 1)

Ayat ini diturunkan sebelum Nabi Muhammad Saw pergi melakukan  haji. Karena itulah dalam ayat ini dijelaskan mengenai hukum haji yang disampaikan kepada kaum Muslimin. Dalam ayat ini disinggung mengenai haramnya hukum berburu binatang dalam keadaan berihram. Tetapi poin yang utama dan penting ayat ini terletak di permulaan yang justru juga merupakan permulaan surat ini. Poin itu menyebutkan tentang pesan untuk menunjukkan  komitmen terhadap perjanjian yang dilakukan. Perjanjian ini maknanya sangat luas mencakup perjanjian tertulis maupun lisan, perjanjian dengan orang kuat atau lemah, perjanjian dengan kawan atau lawan dan perjanjian dengan Tuhan atau manusia.

Menurut Islam dan berdasarkan ayat ini, seorang muslim harus komitmen dengan perjanjian yang dilakukannya. Mereka harus setia pada isi perjanjian sekalipun dengan orang musyrik atau jahat sekalipun. Komitmen ini harus ditunjukkan oleh seorang muslim, pihak lain yang menandatangani perjanjian itu juga menaati isi perjanjian. Ketika mereka melanggar perjanjian, maka tidak ada komitmen bagi seorang muslim untuk menaati isi perjanjian.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Kaum Muslimin harus berpegang teguh dan komitmen terhadap semua perjanjian  yang mereka lakukan dengan siapapun. Karena menaati perjanjian  merupakan syarat Iman kepada Allah  Swt.

2.  Pada musim haji, tidak hanya orang yang berhaji dijamin keamanannya, tapi di kawasan Mekah binatangpun dijamin keamanannya. Islam mengharamkan berburu atau membunuh binatang di sekitar Mekah.

 

Ayat ke 2

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.  (5: 2)

Setelah ayat sebelumnya menerangkan perincian hukum-hukum haji, ayat ini mengatakan, "Apa saja yang ada hubungannya dengan ibadah haji harus dihormati, dan suci. Oleh karenanya, orang yang berhaji harus menghormati kehormatannya. Binatang kurban dan tempat-tempat  suci merupakan syiar dan tanda-tanda kebesaran Allah. Waktu pelaksanaan ibadah haji juga harus  harus dilakukan pada bulan-bulan haram. Mereka yang datang melakukan ibadah haji dan menziarahi Kabah masuk dalam pusaran kedamaian ilahi. Semuanya terhormat dan harus terhitung sebagai orang-orang yang terhormat."

Ayat ini juga  menyinggung peristiwa-peristiwa bersejarah tahun ke 6 Hijrah, dimana pada tahun itu kaum Muslimin bersama Nabi Muhammad Saw bergegas dari Madinah menuju ke Mekah untuk melaksanakan  haji. Tapi di tengah perjalanan,  kaum Musyrikin Mekah tidak mengizinkan mereka memasuki Mekah. Kedua belah pihak berusaha untuk mencegah timbulnya peperangan. Akhirnya di suatu kawasan bernama Hudaibiyah mereka menandatangani sebuah surat perdamaian dan perjanjian yang dinamai perjanjian Hudaibiyah.

Setelah Fathu Mekah (pembebasan kota Mekah), sebagian Muslimin datang dengan maksud untuk melakukan pembalasan, dimana ayat ini melarang mereka. Ayat ini mengatakan, "Daripada kalian melakukan pembalasan dan penyerangan, maka perbaiki niat kalian. Berusahalah dan bekerjasama di antara kalian untuk mengajak mereka menuju jalan Allah dan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik. Dengan demikian, kalian telah menyiapkan lahan yang kondusif bagi masyarakat untuk melakukan hal-hal yang baik.Itu yang harus kalian lakukan bukan  menggalang persatuan untuk melakukan penyerangan dan kejahatan terhadap mereka. Kalian harus menghidupkan budaya yang baik.

Sekalipun ayat ini menjelaskan masalah kerjasama dalam haji, tapi tentu saja ayat ini khusus menyinggung masalah ini. Benar, kerjasama merupakan  prinsip penting dalam Islam yang mencakup semua masalah kemasyarakatan, kekeluargaan dan politik. Oleh karenanya, kerjasama merupakan fondasi persatuan yang mampu membuat kaum Muslimin dapat saling berinteraksi demi melakukan perbuatan baik dan memupuk takwa, bukannya berbuat zalim, aniaya dan dosa. Berbeda dengan tradisi mayoritas masyarakat yang menyebutkan persaudaraan dan persahabat menjadi landasan membela saudara setanah air, sekalipun berbuat zalim.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Aturan ilahi pasti suci dan kita harus menghormatinya, sekalipun terhadap binatang.

2.  Permusuhan dengan seseorang tidak boleh menjadi kesempatan bagi kita untuk menzaliminya.

3. Kerjasama apapun bentuknya harus berdasarkan keadilan, kebaikan dan takwa. Tolok ukurnya bukan etnis, bahasa dan hal-hal sektarian.