کمالوندی

کمالوندی

Selasa, 09 April 2013 13:12

Imam Khomeini: Kebebasan dalam Islam

Fitrah Kebebasan

Manusia menyukai kebebasan berdasarkan fitrahnya. Dengan kebebasan ini apa yang diinginkan manusia akan dilakukannya, bahkan kehendaknya sangat berpengaruh sehingga tidak ada kekuasaan yang dapat membela diri dan mengganggunya. Tentu saja di alam ini, tidak ada kekuasaan dan kehendak yang semacam ini. Setidaknya, model alam yang ada ini menolak berada di bawah kehendak manusia, sebagaimana dengan jelas hal ini dapat disaksikan. Kekuasaan mutlak dari kebebasan ini hanya didapatkan di alam akhirat bernama surga tempat orang-orang yang menaati Allah Swt.

(Syarh Hadis Junud Aql wa Jahl, hal 102)

* * *

Termasuk nikmat tertinggi di alam ini adalah kebebasan manusia. Manusia bersedia mengorbankan segalanya demi kebebasannya.

 

Diutus Sebagai Nabi

Tuhan dunia di masa itu, di mana saja manusia hidup, menilai kebesaran dan kejayaannya bila tempat pemujaan apinya lebih besar dari yang lain dan lebih menyala atau tempat sesembahannya lebih megah dan berhala yang ada di dalamnya lebih besar dari yang lain dan dibuat dari besi yang mahal. Tuhan mereka adalah emas yang lebar dan panjangnya lebih dari yang lain dan itu petanda penting dan kejayaannya lebih besar. Bahkan mereka membawa tuhan-tuhan ini dalam perang. Sebagaimana mana penduduk Mekah membawa Hubal, patung paling besar untuk berperang dengan umat Islam.

Dalam kondisi yang demikian, Muhammad Saw diutus oleh Allah Swt dengan membawa risalah. Hal pertama yang dipersembahkan kepada manusia waktu itu adalah menghancurkan tuhan-tuhan yang kalian buat dan menerima tauhid agar menjadi manusia yang selamat. "Quuluu Laa Ilaaha Illallaah Tuflihuu" (Ucapkan tidak ada tuhan selain Allah, maka kalian akan selamat).

Setelah itu secara bertahap beliau membawakan kepada manusia aturan langit yang prinsipnya berdasarkan akal yang mampu membidas semua pandangan dan anggapan bodoh mereka.

(Kasyf al-Asrar, hal 106)

* * *

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ketika Nabi Muhammad Saw diutus oleh Allah Swt, setan paling besar berteriak dan mengumpulkan setan-setan di sekitarnya lalu berkata kepada mereka bahwa pekerjaan kita akan semakin sulit.

(Sahifah Imam, jilid 10, hal 489)

* * *

Masalah pengutusan sebagai nabi pada dasarnya sebuah perubahan prinsip keilmuan dan irfan di alam ini. filsafat kering Yunani yang dibangun oleh para pemikir Yunani, tentu saja memiliki nilai, tapi telah diubah dengan diutusnya Rasulullah Saw menjadi sebuah irfan nyata dan sebuah penyaksian hakiki bagi mereka yang memiliki kemampuan.

 

Sumber: Sire-ye Nabavi; Gozideh-i az Kalam va Andisheh Imam Khomeini ra, Tehran, 1383, Moasseseh Tanzim va Nashr Asar Emam Khomeini.

Sumber: Gozideh-i az Asar va Sireye Imam Khomeini ra; Azadi, Tehran, 1383 Hs, Moasseseh Tanzim va Nashr Asar Emam Khomeini.

Selasa, 09 April 2013 13:09

110 Keutamaan Imam Ali as: Lautan Ilmu

Save

Lautan Ilmu

Nersisan, seorang tokoh Kristen mengatakan, "Bila orator besar ini (Ali as) hidup di masa kita dan saat ini juga menjejakkan kakinya di mimbar Kufah, maka kalian akan menyaksikan masjid yang seluas ini akan dipenuhi oleh para tokoh  Eropa. Mereka berdatangan untuk menghilangkan dahaga ilmu dan ruhnya. (Hassastarin Faraz az Tarikh Ya Dastan Ghadir, hal 300)

 

Peringatan Buat Fathimah!

Imam Shadiq as berkata, "Allah Swt mewahyukan kepada Rasul-Nya, ‘Katakan kepada Fathimah, ‘Jangan sampai menentang Ali. Karena bila Ali as marah, maka Aku juga akan marah." (Atsar as-Shadiqin, jilid 1, hal 253)

 

Air Mata dan Munajat Ali

Perawi mengatakan, "Saya melihat Ali mengangis dan air matanya menetes ke tanah. Dalam kondisi seperti itu, beliau berkata, ‘Mati bagi Ali sangat manis. Wahai orang-orang pengecut! Mengapai kalian tidak menolong Ali, sehingga kezaliman dapat dimusnahkan? Saya mendengar ada yang merenggut gelang kaki dari kaki seorang perempuan Yahudi yang mendapat perlindungan umat Islam dan ia berteriak, ‘Wa Islama! Dan tidak ada seorangpun yang menolongnya!" (Tarbiyat Farzand, hal 237)

 

Keikhlasan Ali

Imam Jawad as di hari Ghadir Khum pergi menziarahi makam suci Imam Ali as dan berkata, "Saya bersaksi bahwa engkau pujian Allah dan orang yang ikhlas dalam menaati-Nya." (Payam Ghadir, hal 46)

 

Malam-Malam Ali

Ibnu Abbas mengatakan, "Imam Ali as tidur di sepertiga pertama dari malam dan dari dua pertiga sisanya dipenuhi dengan ibadah dan membaca al-Quran. Setiap malam beliau mengerjakan shalat sebanyak 70 rakaat sambil membaca al-Quran dan menjelang Subuh beliau berzikir." (Manhaj as-Shadiqin, jilid 9, hal 36)

 

Makanan Sederhana

Imam Shadiq as berkata, "Imam Ali as adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah Saw dalam jenis makanannya. Beliau sendiri makan roti, cuka dan minyak zaitun, sementara kepada orang lain beliau memberikan roti dan daging." (Sire-ye Ali, hal 56)

 

Mengamalkan Sebelumnya

Imam Ali as berkata, "Wahai manusia! Demi Allah! Saya tidak akan mendorong kalian untuk berbuat ketaatan bila tidak melakukannya lebih dahulu. Dan saya tidak akan melarang kalian akan perbuatan maksiat, sebelum menjauhinya terlebih dahulu." (Tafsir Nahjul Balaghah, jilid 1, hal 250)

 

Sebagian Amalan Hari Ied Ghadir Khum

 

1. Berpuasa yang mengampuni 60 tahun dosa.

2. Mandi.

3. Membaca ziarah Imam Ali as.

4. Melaksanakan shalat dua rakaat.

5. Membaca doa Nudbah.

6. Membaca doa:

الحمدُ للهِ الذی جَعَلنَا مِنَ المُتَمَسِّکِینَ بِوِلایَتِ اَمیرِالمُؤمِنین وَ الاَئِمَّةِ عَلَیهِمُ السلام

7. Memakai pakaian yang indah.

8. Gembira dan menggembirakan pengikut Imam Ali as.

9. Memaafkan orang lain.

10. Bersilaturahmi.

11. Memberi hadiah.

12. Membantu orang lain.

13. Menemui orang mukmin dan teman.

14. Banyak mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad Saw dan keluarganya.

 

Tidak Tertarik dengan Dunia

Suatu hari ada yang membawa dua onta sebagai hadiah kepada Rasulullah Saw. Beliau berkata, "Barangsiapa yang melaksanakan shalat dua rakaat dan ketika shalat ia tidak memperhatikan sedikitpun urusan dunia, satu dari onta ini menjadi miliknya."

Tidak ada seorangpun yang menyanggupi untuk melakukan shalat yang seperti diminta Nabi Saw, kecuali Ali bin Abi Thalib as. Setelah itu Rasulullah Saw menghadiahi dua onta kepada Imam Ali as. (Mizan al-Hikmah, jilid 5, hal 391)

 

Suara "Ya Ali!"

Nabi Muhammad Saw bersabda, "Di pintu surga ada cincin emas yang dihiasi yakut merah. Ketika cincin ini diketukkan ke pintu surga terdengar suara ‘Ya Ali!'." (Payam Ghadir, hal 110)

Sumber: Hossein Deilami, Ghadir Khourshide Velayat, 1388, Qom, Moasseseh Entesharat Haram.

Belajar dari Nasib Orang Lain

Imam Husein as berkata:

"Wahai anak Adam! Berpikirlah dan katakan kepada dirimu sendiri, kemana perginya para raja dan pengumpul harta dunia? Mereka telah memakmurkan dunia, menggali sungai, menanam pohon dan membangun kota. Pada akhirnya mereka berpisah dengan semua itu dalam kondisi yang tidak baik. Sementara sekelompok yang lain mencengkeram dan menguasai semuanya. Kita dengan segera akan bergabung dengan mereka.

Wahai anak Adam! Ingatlah akan kematianmu. Lihatlah tempatmu di kuburan. Perhatikan tempat persinggahanmu di sisi Allah Swt. Pada waktu itu anggota badanmu akan bersaksi yang merugikanmu. Hari ketika langkah manusia tergelincir, jiwa manusia telah sampai di tenggorokannya, ada wajah yang putih dan bercahaya dan ada yang kelihatan kelam. Segala yang batin dan tersembunyi menjadi tampak dan timbangan keadilan Allah telah ditegakkan.

Wahai anak Adam! Ingatlah akan kematian ayah dan anakmu. Bagaimana mereka sebelum ini dan sekarang berada di mana. Seakan-akan engkau juga akan segera berada di tempat mereka dan dengan itu, engkau menjadi pelajaran bagi orang lain." (Hassan bin Mohammad Dailami, Irsyad al-Qulub, Qom, Entesharat Sharif Razi, 1305 Hq, jilid 1, hal 29) (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)

Sumber: Pandha-ye Emam Hossein.

Selasa, 09 April 2013 13:07

Dunia Lisan: Memberikan Semangat

Memberikan Semangat

Salah satu aktifitas lisan adalah memberikan semangat. Memberikan semangat sama seperti kebanyakan anasir dunia lisan, yakni perkara yang memiliki dua sisi; baik dan buruk.

Memberikan semangat yang bersifat baik ada manfaatnya dan berpengaruh bahkan bisa memberikan jalan keluar. Akan tetapi memberikan semangat yang bersifat buruk selain membayakan juga merusak dan dilarang.

Dalam sebuah riwayat, memberikan semangat yang bersifat buruk disebut dengan "Qaul Zuur".

Muhaddis Nouri menukil sebuah riwayat dengan topik "Shahihah Himad". Hadis itu berbunyi demikian:

Dia berkata, "Saya bertanya kepada Abu Abdillah tentang apa itu Qaul Zuur?" Beliau menjawab, ‘Satu di antaranya adalah memberikan selamat dan semangat kepada penyanyi."

Dari sini jelas bahwa memberikan semangat harus dilihat dan diteliti terlebih dahulu akhir akibat dan dampaknya. (IRIB Indonesia / Emi Nur Hayati)

Sumber: Donya-ye Zaban; 190 Gonah Zaban, Kareem Feizi, Qom, Tahzib, 1386, cetakan ke-4.

Selasa, 09 April 2013 13:06

Nasihat Imam Husein as: Hakikat Kematian

Hakikat Kematian

 

Imam Husein as berkata:

"Kematian tidak lebih dari sebuah jembatan yang mengantarkan kita dari segala kesulitan menuju surga dan nikmat yang abadi. Siapa dari kalian yang tidak ingin dipindahkan dari penjara ke gedung yang indah? Sementara kematian bagi musuh-musuhmu sama seperti orang yang dipindahkan dari gedung ke penjara dan tempat penyiksaan. Karena ayahku meriwayatkan dari Rasulullah Saw, beliau bersabda, ‘Dunia merupakan penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.' Dan kematian merupakan jembatan yang membawa orang mukmin ke surga dan orang kafir ke neraka." (Shaduq, Ma'ani al-Akhbar, Tehran, Dar al-Kitab al-Islamiyah, 1361, cet 2, hal 288)

Setiap manusia akan merasakan kematian dan meninggal dunia yang fana ini menuju tempat tinggal abadi. Kematian merupakan sebuah tahapan dari pengaturan ilahi dan gerak perpindahan manusia ke dunia akhirat. Dunia yang ditinggali saat ini bukan tempat asli dan abadi manusia, tapi hanya tempat ujian besar yang segera berakhir. Setelah berakhirnya ujian itu, manusia akan menuju akhirat dan mendapatkan tempatnya di sana sesuai dengan yang telah dilakukannya selama di dunia.

Dengan melihat dunia sebagai tempat ujian dan persinggahan sementara, ketakutan akan kematian berasal dari dua hal; tidak mengenal dengan benar hakikat kematian dan kebergantungan manusia dengan dunia. Dua sebab ini membuat manusia kesulitan untuk memisahkan dirinya dari dunia.

Tapi tidak demikian dengan orang-orang yang menjalani jalur kebenaran dan hakikat di dunia yang terbatas ini, dan tidak pernah lupa mengingat Allah dan menaatinya, maka mereka tidak pernah merasakan takut menghadapi kematian. Bahkan dalam banyak kasus mereka menyongsong kematian, sehingga ruh dan jiwa mereka yang terpenjara di dunia ini bebas terbang ke alam Malakut dan berada di surga yang abadi.

 

Bersegera Mencari Kebahagiaan


Imam Husein as berkata:

"Hiduplah dengan nilai-nilai akhlak dan bersegera meraih modal bagi kebahagiaan. Jangan menghitung-hitung perbuatan yang tidak dilakukan dengan segera." (A'lam ad-Din, hal 298, Bihar al-Anwar, jilid 75, hal 121) (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)

Sumber: Pandha-ye Emam Hossein.

Selasa, 09 April 2013 13:04

110 Keutamaan Imam Ali as: Puasa Ghadir

Puasa Ghadir

 

Imam Shadiq as berkata, "Berpuasa di hari Ied Ghadir Khum dapat menjadi penghapus dosa 60 tahun." (Misbah al-Mutahajjid, hal 736)

 

Hari Gembira

 

Imam Shadiq as berkata, "Hari Ghadir merupakan hari besar yang harus diperingati dan dihormati oleh orang-orang mukmin. Hari itu adalah hari gembira dan berpuasa syukur untuk Allah Swt." (al-Ghadir, jilid 1, hal 286)

 

Hari Raya Tuhan

 

Imam Shadiq as berkata, "Berpuasa di hari Ghadir Khum sama dengan berpuasa sepanjang usia dunia." Setelah itu beliau berkata, "Ied Ghadir Khum merupakan hari besar ilahi ... Melaksanakan setiap shalat di hari Ied Ghadir Khum sama dengan 100 ribu shalat. Sementara berinfak satu dirham di hari itu di jalan Allah sama dengan berinfak satu juta dirham." Imam kemudian dengan nada bertanya mengatakan, "Mungkin kalian beranggapan bahwa Allah Swt telah menciptakan hari yang dari sisi kebesaran dan kehormatan lebih dari hari Ied Ghadir Khum?" Imam Shadiq as sendiri menjawab, "Demi Allah! Tidak demikian." (Wasail as-Syiah, Alu al-Bait, jilid 8, hal 89)

 

Ali as Yadullah dan Ainullah

 

Allamah Amini dalam sebuah perjalanan, di sebuah pertemuan yang dilakukan bersama ulama Ahli Sunnah, beliau berdialog dan membahas masalah dengan mereka. Seorang dari ulama Ahli Sunnah mengatakan, "Kalian orang Syiah telah berlebih-lebihan tentang Ali as dan bersikap ghuluw terkaitnya. Sebagai contoh kalian menyebutnya sebagai "Yadullah".

 

Allamah Amini menjawab, "Kebetulan kami memiliki bukti dari dokumen dan buku-buku kalian bahwa pribadi yang kalian yakini seperti Umar bin Khatthab yang menyebut Imam Ali as dengan "Yadullah" dan "Ainullah".

 

Ulama Sunni itu berkata, "Di mana?"

 

Allamah Amini dengan segera mengatakan, "Tolong bawakan buku ini kepadaku."

 

Mereka membawakan buku yang disebutkannya. Allamah kemudian mengambilnya lalu membukanya. Beliau membuka sebuah halaman dan menunjukkannya kepada orang yang bertanya tadi dengan ucapannya, "Ini dan bacalah!"

 

Pada halaman itu diriwayatkan:

 

"Suatu hari Imam Ali as sedang melakukan thawaf di Ka'bah. Pada waktu itu beliau melihat seseorang yang juga tengah melakukan thawaf tapi tengah memandang seorang perempuan non muhrim. Setelah thawaf, Imam Ali as memanggil orang itu dan dengan niat menegurnya, beliau menampar wajahnya.

 

Orang itu langsung memegang wajahnya sambil berteriak kesakitan. Ia lalu pergi menemui Umar bin Khatthab untuk mengadukan perbuatan Imam ali as. Ia berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin! Ali as menampar wajahku dan aku harus mengqishasnya. Mengapa ia memukulku?'

 

Umar bin Khatthab kemudian memerintahkan untuk menghadirkan Ali as dan kepadanya Umar berkata, ‘Mengapa engkau menampar orang ini?'

 

Imam Ali as berkata, ‘Saya menyaksikan orang ini memandang perempuan non muhrim.'

 

Umar kemudian berkata kepada orang itu, ‘Ainullah telah melihat dan Yadullah telah memukul.' Dengan ucapan ini Umar memastikan yang salah adalah orang itu.

 

Dengan demikian, Umar bin Khatthab sendirilah yang memakai istilah ini. (Qatreh-i az Darya, jilid 1, hal 20-21)

 

Wudhu dengan Air Kautsar

 

Dalam sebuah riwayat disebutkan, dalam sebuah perang yang diikuti oleh Imam Ali as, tiba waktu shalat. Beliau kemudian ingin berwudhu, tapi tidak menemukan air. Pada waktu itu malaikat Jibril membawa air dan beliau berwudhu dengannya. (al-Fushul al-‘Aliyyah, hal 80)

Habibullah


Rasulullah Saw bersabda, "Keika naik ke langit, saya melihat di surga tertulis ‘Laa Ilaaha Illallaah, Muhammad Rasulullah, Ali Habibullah'." (Imam Ali as dar Ahadis Qodsi, hal 115)

Perumpamaan Indah


Abu Ali Sina tentang Imam Ali as berkata, "Ia di antara makhluk seperti Ma'qul di antara Mahsus." (Tarjomeh va Tafsir Nahjul Balaghah, jilid 1, hal 181)

 

Tanda Kebohongan


Rasulullah Saw bersabda, "Hari Ied Ghadir Khum merupakan hari terbesar umatku. Pada hari itu Allah Swt memerintahkan aku untuk mengangkat saudaraku Ali bin Abi Thalib sebagai Imam bagi umatku dan pembawa bendera hidayah, sehingga agama ini mendapat bimbingan lewat dia..." Setelah itu beliau berkata, "Wahai manusia! Orang yang mencintai Ali, ia pasti mencintaiku dan setiap yang memusuhinya, pasti memusuhiku. Bohong orang yang menganggap dirinya mencintaiku, sementara ia memusuhi Ali." (Amali, hal 184)

 

Menghormati Ghadir


Imam Shadiq as berkata, "Allah Swt tidak mengutus seorang nabi, kecuali nabiitu merayakan hari ini (Ghadir) dan menghormati hari Ghadir." (Asrar al-Ghadir, hal 208-209)

 

Sumber: Hossein Deilami, Ghadir Khourshide Velayat, 1388, Qom, Moasseseh Entesharat Haram.

Lima Prinsip Penting Kehidupan

Imam Husein as berkata:

"Barangsiapa tidak memiliki lima nikmat besar ini, berarti ia tidak dapat memanfaatkan banyak hal dari kehidupan; akal, agama, adab, rasa malu dan akhlak mulia." (Baqir Syarif Qurasyi, Hayah al-Imam al-Husein as, Qom, Dar al-Kutub al-‘alamiyah, 1398 Hq, cet 1, jilid 1, hal 181)

Semua manusia dengan berpikir dan bekerja berusaha untuk memanfaatkan lebih banyak dari kehidupannya, sehingga meraih kehidupan yang bahagia. Dengan demikian, sudah selayaknya kita melihat ucapan Ahli Bait as tentang faktor-faktor apa saja yang menyebabkan manusia dapat memanfaatkan lebih banyak dari kehidupan. Imam Husein as dalam ucapan penuh makna beliau menjelaskan lima nikmat yang harus dimanfaatkan untuk kehidupan yang bahagia:

Pertama adalah akal. Manusia yang hidup dengan memanfaatkan akalnya dapat memilih dan memilah antara kebaikan dan keburukan, serta mengidentifikasi jalur hidayah dari jalur kesesatan. Dengan memanfaatkan akalnya, manusia lebih memikirkan masa depannya dan untuk itu sejak di dunia ia menyusun program yang baik. Semua ini setidak-tidaknya telah membimbingnya kepada kebahagiaan.

Kedua adalah agama. Manusia yang memanfaatkan ajaran-ajaran agama baik terkait masalah pribadi, keluarga dan sosial dapat menjamin kehidupan ukhrawinya yang bahagia.

Ketiga adalah adab. Karena adab membuat setiap orang dalam kehidupan bermasyarakatnya dapat melewati semua kesulitan yang ada dan dapat menjauhkan dirinya dari rasa sombong.

Keempat adalah rasa malu. Orang yang memiliki rasa malu membuatnya menjaga batasan-batasan privasi dan melindungi manusia agar tidak terjerumus dalam perbuatan dosa.

Kelima adalah akhlak mulia. Karena manusia yang berakhlak mulia dapat menciptakan ketenangan jiwa bagi dirinya dan menebarkannya kepada keluarga dan masyarakat.

Mencela Seseorang melalui Aib dan Dosanya

Mencela seseorang dengan cara mengungkit dosa dan aibnya jelas merupakan perbuatan haram. Karena hal ini bertentangan dengan cara dan gaya hidup manusiawi Ahlul Bait Rasulullah Saw.

Dalam sebuah riwayat Imam Shadiq as berkata, "Barang siapa yang mencela seorang mukmin dengan cara mengungkit dosanya, maka Allah akan memperlakukannya seperti itu juga baik di dunia maupun di akhirat." (Allamah Majlisi, Bihar al-Anwar, jilid 73, hal 384. Ushul Kafi, jilid 2, hal 356) (IRIB Indonesia / Emi Nur Hayati)

Sumber: Donya-ye Zaban; 190 Gonah Zaban, Kareem Feizi, Qom, Tahzib, 1386, cetakan ke-4.

Selasa, 09 April 2013 13:00

Imam Hasan, Suluh Penerang Umat

Imam Hasan as adalah cucu pertama Rasulullah Saw dari Ali bin Abi Thalib as dan Sayidah Fathimah as. Beliau lahir pada pertengahan bulan Ramadhan tahun ke-3 Hijriah di kota Madinah. Ketika Rasul Saw diberi kabar tentang kelahiran cucu pertamanya itu, wajah beliau berseri-seri dan hatinya dipenuhi rasa gembira. Beliau bergegas menuju rumah Sayidah Fathimah as untuk melihat langsung cucunya itu. Sayidah Fathimah as langsung menyerahkan Imam Hasan as yang masih bayi kepada Rasulullah Saw. Setelah menggendongnya, Rasul Saw kemudian membacakan azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri Imam Hasan as. Ketika itu, malaikat Jibril as turun dan menyampaikan perintah Allah Swt kepada beliau agar menamakan cucu pertamanya dengan Hasan, yang berarti baik dan terpuji.

Imam Hasan as senantiasa mendampingi Rasulullah Saw. Terkadang ia duduk di pangkuan Nabi, terkadang pula beliau memikul cucu kesayangannya itu di pundaknya. Setiap kali wahyu turun, ia pun mendengar langsung dari bibir Rasulullah Saw dan menukilkannya untuk sang ibu, Sayidah Fathimah as. Semasa hidupnya, Nabi Saw menunjukkan kecintaan beliau yang sangat besar kepada anak-anak Fathimah. Suatu kali, Fathimah as datang ke rumah Nabi dengan membawa dua putranya Hasan dan Husein. Kepada ayahnya, Fathimah as berkata, "Ayah, ini adalah dua putramu. Berilah mereka sesuatu yang akan selalu menjadi pengingatmu." Kemudian Nabi Saw bersabda, "Hasan akan mewarisi kewibawaan dan keberanianku, sedangkan Husein akan memperoleh kedermawanan dan keberanianku."

Sejatinya, keistimewaan terbesar yang dimiliki Imam Hasan as adalah kepribadian beliau yang begitu mirip dengan Rasulullah Saw. Meski ia adalah cucu Nabi Saw, namun beliau selalu menyebut Imam Hasan as sebagai putranya. Seluruh ulama dan sejarawan Muslim juga meyakini hal itu. Imam Hasan as hanya beberapa tahun saja hidup sezaman dengan Rasulullah Saw. Ketika ia beranjak usia tujuh tahun, datuk tercintanya, Nabi Muhammad Saw pergi memenuhi panggilan Ilahi. Setelah kepergian Rasul, ia mendampingi ayahnya, Imam Ali as selama 30 tahun. Setelah syahidnya sang ayah, Imam Hasan as memegang tampuk kepemimpinan umat selama 10 tahun.

Selama masa hidupnya, Imam Hasan as selalu dikenal sebagai pribadi yang dermawan, penenang setiap kalbu yang didera kesusahan, dan pengayom kaum fakir-miskin. Tak ada seorang miskin pun yang datang mengadu kepadanya lantas kembali dengan tangan hampa. Terkadang, jauh sebelum si miskin mengadukan kesulitan hidupnya, Imam telah terlebih dahulu membantu mengatasinya dan tak membiarkannya harus merasa hina lantaran meminta bantuan. Imam Hasan as berkata, "Memberi sebelum diminta adalah kebesaran jiwa yang teragung." Imam Hasan as adalah pribadi yang sangat agung, penyabar, sangat berwibawa dan teguh pendirian. Ia juga dikenal sebagai tokoh yang sangat pemberani. Ketinggian ilmu dan hikmah beliau membuat kagum siapapun serta sangat bijak dalam memutuskan suatu perkara.

Sepanjang hidupnya, Imam Hasan as senantiasa berkiprah untuk membimbing dan mencerahkan masyarakat. Metode pendekatan beliau dengan seluruh warga – bahkan dengan musuh – sangat indah dan menyita perhatian semua orang. Dikisahkan bahwa suatu hari, Imam Hasan as berjalan di tengah keramaian masyarakat. Tiba-tiba di tengah jalan beliau bertemu dengan orang tak dikenal yang berasal dari Syam. Pendatang itu ternyata seorang yang sangat membenci Ahlul Bait Nabi as. Mulailah ia mencaci maki Imam Hasan. Beliau tertunduk diam tidak menjawab sepatah kata pun terhadap cacian itu, hingga orang tersebut menuntaskan hinaannya.

Setelah itu, Imam Hasan as membalasnya dengan senyuman, lantas mengucapkan salam kepadanya sembari berkata, "Wahai kakek, aku kira engkau seorang yang asing. Bila engkau meminta pada kami, kami akan memberimu. Bila engkau meminta petunjuk, aku akan tunjukkan. Bila engkau lapar, aku akan mengenyangkanmu. Bila engkau tidak memiliki pakaian, aku akan berikan pakaian. Bila engkau butuh kekayaan, aku akan berikan harta. Bila engkau orang yang terusir, aku akan mengembalikanmu. Dan bila engkau memiliki hajat yang lain, aku akan penuhi kebutuhanmu."

Mendengar jawaban seperti itu, kakek tersebut terperanjat dan terkejut, betapa selama ini ia keliru menilai keluarga Nabi Saw. Sejak saat itu, dia sadar bahwa Muawiyah telah menipu dirinya dan masyarakat lain. Bahkan Muawiyah telah menyebarkan isu dan fitnah tentang ihwal Ali bin Abi Thalib as dan keluarganya. Terkesima oleh jawaban Imam as, kakek itu pun menangis dan berkata, "Aku bersaksi bahwa engkau adalah khalifah Allah Swt di muka bumi ini, dan sesungguhnya Allah Maha Tahu kepada siapa risalah-Nya ini hendak diberikan. Sungguh sebelum ini engkau dan ayahmu adalah orang-orang yang paling aku benci dari sekalian makhluk Tuhan. Tapi, sekarang engkau adalah orang yang paling aku cintai dari segenap makhluk-Nya." Lelaki tua itu akhirnya diajak oleh Imam Hasan as ke rumahnya dan beliau menjamunya sebagai tamu kehormatan hingga ia pamit untuk pulang.

Sebuah kisah populer juga menyebutkan bahwa suatu hari, Imam Hasan as dan Imam Husein as berjalan menuju masjid. Tiba-tiba mereka menyaksikan seorang kakek yang sedang berwudhu. Namun, tata cara wudhunya tidak benar. Imam Hasan as berpikir sejenak, bagaimana cara menunjukkan wudhu yang benar kepada kakek tersebut tanpa harus menyinggung perasaannya. Kemudian, keduanya mendatangi kakek tersebut seolah-olah mereka sedang bertengkar tentang wudhu siapakah yang benar. Masing-masing berujar, "Wudhumu tidak benar! Kemudian keduanya berkata pada kakek tersebut, "Wahai kakek, berilah keputusan yang bijak untuk kami berdua, mana di antara kami yang wudhunya benar." Kemudian, mulailah keduanya berwudhu. Lantas kakek itu mengatakan, "Wudhu kalian semua sudah benar." Kemudian kakek itu menunjuk kepada dirinya sendiri dan berkata, "Hanya kakek yang bodoh inilah yang tidak benar wudhunya, dan kini telah belajar dari kalian berdua."

Dalam perspektif Islam, golongan kaya memikul tanggung jawab yang berat terhadap kaum fakir dan miskin. Mereka dituntut untuk selalu berusaha memenuhi kebutuhan orang-orang tak mampu di tengah masyarakat. Para nabi dan kekasih Allah Swt tidak hanya memberikan petuah untuk bersikap dermawan, tapi mereka juga mempraktekkan dalam kehidupannya dan menjadi contoh yang patut diteladani. Imam Hasan as dikenal sebagai Karim Ahlul Bait, yang berarti pemilik sifat dermawan, mulia, dan utama. Kata Karim dalam berbagai ayat dan riwayat adalah sekumpulan keutamaan dan sifat terpuji dan menjadi pembeda seseorang dengan yang lain.

Sejarah menyebutkan bahwa Imam Hasan as pernah dua kali menginfakkan seluruh hartanya di jalan Allah Swt dengan membantu orang-orang yang membutuhkan. Beliau juga tiga kali mendermakan setengah dari hartanya, separuh untuk dirinya dan setengah lainnya diinfakkan di jalan Allah. Keteladanan inilah yang menyebabkan Imam Hasan dikenal sebagai Karim Ahlul Bait. Beliau dengan keluhuran akhlaknya memberikan ketentraman di hati orang yang membutuhkan dan melindungi kaum lemah. Setiap fakir yang datang ke rumahnya pasti pulang dengan membawa sesuatu dari pemberian Imam Hasan as. Bahkan sering kali sebelum seorang fakir membuka mulut untuk meminta pertolongan darinya, Imam Hasan as langsung membantunya.

Sumber-sumber sejarah menyebutkan, ketika Imam Ali gugur syahid, Imam Hasan as berpidato di Masjid Kufah dan mengingatkan kedudukan mulia Ahlul Bait Nabi as serta pengorbanan mereka demi kejayaan Islam. Setelah menyampaikan khutbahnya, akhirnya beliau dibaiat oleh umat Islam pada 21 Ramadhan 40 Hijriah sebagai Imam dan Khalifah umat Islam. Selanjutnya baiat kepada Imam Hasan as mulai menyebar dari Kufah ke kota-kota lainnya seperti, Basrah dan seluruh wilayah Irak, Hijaz dan Yaman.

Akhirnya Imam Hasan as resmi menggantikan kedudukan Imam Ali sebagai khalifah umat Islam, namun akibat krisis yang dikobarkan oleh Dinasti Umawiyah, pemerintahan Imam Hasan tidak bertahan lama. Setelah baiat terhadap Imam Hasan diambil dari seluruh wilayah Islam, Muawiyah bin Abi Sufyan bangkit menentang beliau. Imam Hasan setelah memberikan nasehat kepada Muawiyah dan sikap keras kepala anak Abu Sufyan ini maka beliau terpaksa memerangi penguasa Syam ini. Setelah kembali ke kota Madinah, Imam Hasan sekitar delapan tahun mengabdikan dirinya di bidang budaya dan sosial. Karena umat Islam sangat memerlukan revolusi budaya. Pada tahun 50 Hijriah atas skenario busuk Muawiyah, Imam Hasan as diracun dan beliau gugur syahid pada usia 48 tahun.

Selasa, 09 April 2013 12:59

100 Keutamaan Rasulullah Saw

Imam Shadiq as berkata, "Saya tidak ingin seseorang meninggal dunia sementara ia belum mengetahui sebagian perilaku Rasulullah Saw."

Tanggal 28 Shafar adalah hari wafatnya Rasulullah Saw. Dalam rangka memperingati hari duka wafatnya teladan akhlak ini, akan disebutkan beberapa keutamaan akhlak beliau yang tak terhitung dan masing-masing dari keutamaan itu bisa menjadi bekal hidup kita, antara lain:

1. Ketika berjalan, beliau berjalan secara pelan-pelan dan wibawa.

 

2. Ketika berjalan, beliau tidak menyeret langkah kakinya.

 

3. Pandangan beliau selalu mengarah ke bawah.

 

4. Beliau senantiasa mengawali salam kepada siapa saja yang dilihatnya... tidak ada seorangpun yang mendahuluinya dalam mengucapkan salam.

 

5. Ketika menjabat tangan seseorang, beliau tidak pernah melepaskannya terlebih dahulu.

 

6. Beliau bergaul dengan masyarakat sedemikian rupa sehingga setiap orang berpikir bahwa dirinya adalah satu-satunya orang yang paling mulia di mata Rasulullah.

 

7. Bila memandang seseorang, beliau tidak memandang sinis bak pejabat pemerintah.

 

8. Beliau tidak pernah memelototi wajah seseorang.

 

9. Beliau senantiasa menggunakan tangan saat mengiyaratkan sesuatu dan tidak pernah mengisyaratkan dengan mata atau alis.

 

10. Beliau lebih banyak diam dan baru akan berbicara bila perlu.

 

11. Saat bercakap-cakap dengan seseorang, beliau mendengarkan dengan baik.

 

12. Senantiasa menghadap kepada orang yang berbicara dengannya.

 

13. Tidak pernah berdiri terlebih dahulu selama orang yang duduk bersamanya tidak ingin berdiri.

 

14. Tidak akan duduk dan berdiri dalam sebuah pertemuan melainkan dengan mengingat Allah.

 

15. Ketika masuk ke dalam sebuah pertemuan, beliau senantiasa duduk di tempat yang akhir dan dekat pintu, bukan di bagian depan.

 

16. Tidak menentukan satu tempat khusus untuk dirinya dan bahkan melarangnya.

 

17. Tidak pernah bersandar saat di hadapan masyarakat.

 

18. Kebanyakan duduknya menghadap kiblat.

 

19. Bila di hadapannya terjadi sesuatu yang tidak disukainya, beliau senantiasa mengabaikannya.

 

20. Bila seseorang melakukan kesalahan, beliau tidak pernah menyampaikannya kepada orang lain.

 

21. Tidak pernah mencela seseorang yang mengalami kesalahan bicara.

 

22. Tidak pernah berdebat dan berselisih dengan siapapun.

 

23. Tidak pernah memotong pembicaraan orang lain kecuali bila orang tersebut bicara sia-sia dan batil.

 

24. Senantiasa mengulang-ulangan jawabanya atas sebuah pertanyaan agar jawabannya tidak membingungkan pendengarnya.

 

25. Bila mendengar ucapan yang tidak baik dari seseorang, beliau tidak mengatakan mengapa si fulan berkata demikian, tapi beliau mengatakan, bagaimana mungkin sebagian orang mengatakan demikian?"

 

26. Banyak bergaul dengan fakir miskin dan makan bersama mereka.

 

27. Menerima undangan para abdi dan budak.

 

28. Senantiasa menerima hadiah, meski hanya seteguk susu.

 

29. Melakukan silaturahmi lebih dari yang lain.

 

30. Senantiasa berbuat baik kepada keluarganya tapi tidak melebihkan mereka dari yang lain.

 

31. Senantiasa memuji dan mendukung pekerjaan yang baik dan menilai buruk dan melarang perbuatan yang jelek.

 

32. Senantiasa menyampaikan hal-hal yang menyebabkan kebaikan agama dan dunia masyarakat kepada mereka dan berkali-kali mengatakan, "Orang-orang yang hadir hendaknya menyampaikan segala yang didengarnya kepada orang-orang yang tidak hadir."

 

33. Senantiasa menerima uzur orang-orang yang punya uzur.

 

34. Tidak pernah merendahkan seseorang.

 

35. Tidak pernah memaki atau memanggil seseorang dengan gelar yang jelek.

 

36. Tidak pernah mengutuk orang-orang sekitar dan familinya.

 

37. Tidak pernah mencari-cari aib orang lain.

 

38. Senantiasa menghindari kejahatan masyarakat, namun  tidak pernah menghidar dari mereka dan beliau selalu bersikap baik kepada semua orang.

 

39. Tidak pernah mencaci masyarakat dan tidak banyak memuji mereka.

 

40. Senantiasa bersabar menghadapi kekurangajaran orang lain dan membalas kejelekan mereka dengan kebaikan.

 

41. Selalu menjenguk orang yang sakit, meski tempat tinggalnya dipinggiran Madinah yang sangat jauh.

 

42. Senantiasa menanyakan kabar dan keadaan para sahabatnya.

 

43. Senantiasa memanggil nama sahabat-sahabatnya dengan panggilan yang terbaik.

 

44. Sering bermusyawarah dengan para sahabatnya dan menekankan untuk melakukannya.

 

45. Senantiasa duduk melingkar bersama para sahabatnya, sehingga bila ada orang yang baru datang, ia tidak bisa membedakan di antara mereka yang manakah Rasulullah.

 

46. Akrab dan dekat dengan para sahabatnya.

 

47. Beliau adalah orang yang paling setia dalam menepati janji.

 

48. Senantiasa memberikan sesuatu kepada fakir miskin dengan tangannya sendiri dan tidak pernah mewakilkannya kepada orang lain.

 

49. Bila sedang dalam shalat ada orang datang, beliau memendekkan shalatnya.

 

50. Bila sedang shalat ada anak kecil menangis, beliau memendekkan shalatnya.

 

51. Orang yang paling mulia di sisi beliau adalah orang yang paling banyak berbuat baik kepada orang lain.

 

52. Tidak ada seorangpun yang putus asa dari Rasulullah Saw. Beliau selalu mengatakan, "Sampaikan kebutuhan orang yang tidak bisa menyampaikan kebutuhannya kepada saya!"

 

53. Bila ada seseorang membutuhkan sesuatu kepada beliau, Rasulullah Saw pasti memenuhinya bila mampu, namun bila tidak mampu beliau menjawabnya dengan ucapan atau janji yang baik.

 

54. Tidak pernah menolak permintaan seseorang, kecuali permintaan untuk maksiat.

 

55. Beliau sangat menghormati orang tua dan menyayangi anak-anak.

 

56. Rasulullah Saw sangat menjaga perasaan orang-orang asing.

 

57. Beliau selalu menarik perhatian orang-orang jahat dan membuat mereka cenderung kepadanya dengan cara berbuat baik kepada mereka.

 

58. Beliau senantiasa tersenyum sementara pada saat yang sama beliau sangat takut kepada Allah.

 

59. Saat gembira, Rasulullah Saw memejamkan kedua matanya dan tidak banyak menunjukkan kegembiraannya.

 

60. Tertawanya kebanyakan berupa senyuman dan tidak pernah tertawa terbahak-bahak.

 

61. Beliau banyak bercanda namun tidak pernah mengeluarkan ucapan sia-sia atau batil karena bercanda.

 

62. Rasulullah Saw mengubah nama yang jelek dengan nama yang baik.

 

63. Kesabarannya mendahului kemarahannya.

 

64. Tidak sedih dan marah karena kehilangan dunia.

 

65. Saat marah karena Allah, tidak seoranpun yang akan mengenalnya.

 

66. Rasulullah Saw tidak pernah membalas dendam karena dirinya sendiri melainkan bila kebenaran terinjak-injak.

 

67. Tidak ada sifat yang paling dibenci oleh Rasulullah selain bohong.

 

68. Dalam kondisi senang atau susah tidak lain hanya menyebut nama Allah.

 

69. Beliau tidak pernah menyimpan Dirham maupun Dinar.

 

70. Dalam hal makanan dan pakaian tidak melebihi yang dimiliki oleh para pembantunya.

 

71. Duduk dan makan di atas tanah.

 

72. Tidur di atas tanah.

 

73. Menjahit sendiri pakaian dan sandalnya.

 

74. Memerah susu dan mengikat sendiri kaki ontanya.

 

75. Kendaraan apa saja yang siap untuknya, Rasulullah pasti mengendarainya dan tidak ada beda baginya.

 

76. Kemana saja pergi, beliau selalu beralaskan abanya sendiri.

 

77. Baju beliau lebih banyak berwarna putih.

 

78. Bila memakai baju baru, maka baju sebelumny pasti diberikan kepada fakir miskin.

 

79. Baju kebesarannya khusus dipakai untuk hari Jumat.

 

80. Ketika memakai baju dan sandal, beliau memulainya dari sebelah kanan.

 

81. Beliau menilai makruh rambut yang awut-awutan.

 

82. Senantiasa berbau harum dan kebanyakan pengeluarannya untuk minyak wangi.

 

83. Senantiasa dalam kondisi memiliki wudu dan setiap mengambil wudu pasti menyikat giginya.

 

84. Cahaya mata beliau adalah shalat. Beliau merasa menemukan ketenangan dan ketentraman saat shalat.

 

85. Beliau senantiasa berpuasa pada tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan.

 

86. Tidak pernah mencaci nikmat sama sekali.

 

87. Menganggap besar nikmat Allah yang sedikit.

 

88. Tidak pernah memuji makanan dan tidak juga mencelanya.

 

89. Memakan makanan apa saja yang dihidangkan kepadanya.

 

90. Di depan hidangan makanan beliau senantiasa makan makanan yang ada di depannya.

 

91. Di depan hidangan makanan, beliau yang paling duluan hadir dan paling akhir meninggalkannya.

 

92. Tidak akan makan sebelum lapar dan akan berhenti dari makan sebelum kenyang.

 

93. Tidak pernah makan dua model makanan.

 

94. Ketika makan tidak pernah sendawa.

 

95. Sebisa mungkin beliau tidak makan sendirian.

 

96. Mencuci kedua tangan setelah selesai makan kemudian mengusapkannya ke wajah.

 

97. Ketika minum, beliau meneguknya sebanyak 3 kali. Awalnya baca Bismillah dan akhirnya baca Alhamdulillah.

 

98. Rasulullah lebih memiliki rasa malu daripada gadis-gadis pingitan.

 

99. Bila ingin masuk rumah, beliau meminta izin sampai tiga kali.

 

100. Waktu di dalam rumah, beliau bagi menjadi tiga bagian: satu bagian untuk Allah, satu bagian untuk keluarga dan satu bagian lagi untuk dirinya sendiri. Sedangkan waktu untuk dirinya sendiri beliau bagi dengan masyarakat.  (IRIB Indonesia / Emi Nur Hayati)

 

Sumber: Mashregh News