کمالوندی

کمالوندی

Ayat ke 110

Artinya:

Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (4: 110)

Sebelumnya telah disebutkan bahwa Allah Swt telah memperingatkan kepada orang-orang Mukmin dari segala bentuk pengkhianatan, penyembunyian kebenaran dan dukungan kepada para pengkhianat. Allah juga mengingatkan mereka akan balasan siksa yang sangat pedih di Hari Kiamat. Ayat ini memberitakan tentang terbukanya pintu taubat dan mengatakan, "Barangsiapa berbuat jahat kepada orang lain atau melakukan perbuatan dosa dan menzalimi diri sendiri, lalu ia meminta ampun kepada Allah Swt, maka Allah akan mengampuninya dan mencurahkan rahmat-Nya kepada  hamba tersebut."

Dalam hal ini tidak ada bedanya antara dosa kecil ataupun dosa besar. Karena di sisi Allah Swt yang penting adalah taubat dan permintaan ampun dari dosa yang dapat menarik ampunan Allah dan mengembalikan rahmat-Nya. Yang pasti, jelas bahwa  bila suatu dosa menyebabkan kerugian harta atau nyawa orang lain, maka kerugian tersebut harus ditebus dan yang demikian itu merupakan syarat diterimanya taubat tersebut. Tanpa penebusan itu taubat tidak akan diterima.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Dosa pada hakikatnya adalah kezaliman pada diri sendiri. Sementara  manusia tidak berhak menganiaya bahkan dirinya sendiri.

2.  Allah Swt tidak hanya mengampuni perbuatan jahat, tetapi menyukai orang yang berbuat taubat. Allah mengasihi orang-orang yang bertaubat.

 

Ayat ke 111-112

Artinya:

Barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.  (4: 111)

Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata.  (4: 112)

Dua ayat ini, selain menekankan dampak negatif dosa juga mengingatkan bahwa pelaku dosa sebelum menimpakan kerugian kepada orang lain dan masyarakat, sesungguhnya ia telah menimpakan kerugian pada dirinya sendiri. Karena dengan berbuat dosa itu maka fitrah suci dan ilahinya akan tercemari. Ia akan kehilangan kebersihan hati serta kesucian jiwanya dan ini adalah kerugian yang terbesar.

Selain itu, berdasarkan sunnah ilahi yang berlaku di dalam tatanan sosial, segala bentuk kezaliman dan kejahatan terhadap masyarakat, lambat atau cepat dampaknya akan kembali kepada pelakunya. Pelaku kejahatan itu  akan mengalami kesulitan di dunia karena perbuatan jahatnya itu. Poin yang lebih penting dalam ayat ini, menuduh orang lain oleh al-Quran disebut sebagai serangan dan aksi kejahatan terhadap orang lain yang merusak nama baik orang itu.

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Dosa bukan sesuatu yang sudah dilakukan dan lalu selesai. Dosa berdampak pada mental dan jiwa pelaku dosa.

2. Orang yang menuduh orang lain memikul dosa berat di pundaknya. Karena ia telah menjatuhkan kehormatan  orang lain di depan khalayak ramai.

 

Ayat ke 113

Artinya:

Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu. (4: 113)

Dalam riwayat-riwayat yang dinukil oleh buku sejarah disebutkan ada sekelompok orang musyrik yang mendatangi Rasulullah Saw dan berkata, "Kami siap berbaiat dan memeluk agama anda dengan dua syarat; pertama, patung-patung yang ada di tangan kami tidak perlu kami pecahkan. Kedua, untuk setahun kedepan, izinkan kami untuk tetap menyembah Uzza.

Sebagai jawaban atas permintaan mereka dengan dua syarat itu, ayat ini diturunkan kepada Rasulullah Saw, "Mereka tidak berniat mendapat petunjuk, tapi berniat menyesatkanmu. Sedangkan Allah Swt mengajarkan kepadamu al-Kitab dan Hikmah. Dengan rahmat-Nya Dia menjagamu dari segala bentuk penyelewengan".

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Allah Swt senantiasa menjaga Nabi Muhammad Saw dari segala bentuk kesalahan dan penyelewengan. Inilah yang dimaksud dengan maksum atau keterjagaan yang dianugerahkan Allah khusus kepada para nabi.

2.  Allah Swt memberikan pelajaran kepada Nabi Saw. Sudah barang tentu pelajaran ini tidak akan pernah salah sedikitpun.

 

Ayat ke 114

Artinya:

Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.  (4: 114)

Selain menyinggung satu kasus akhlak yang tidak baik, yaitu berbicara dengan berbisik-bisik dan sembunyi-sembunyi, ayat ini berkata, berbicara dengan bisik-bisik bukan perbuatan terpuji, kecuali yang menuntut harus disembunyikan seperti pembicaraan rahasia.

Dalam ayat ini dibolehkan melakukan perbuatan secara sembunyi-sembunyi seperti berinfak kepada orang miskin. Bahkan dalam ayat-ayat lain ditekankan kepada pelaku infak agar melakukannya secara rahasia dan tidak diketahui oleh orang lain. Begitu juga dengan kewajiban amar makruf dan nahi mungkar. Karena seseorang yang melakukan kewajiban ini secara sembunyi-sembunyi, hasil dan dampaknya lebih besar. Tapi yang lebih penting lagi, cara ini dapat menciptakan ketenangan dan kedamaian di tengah masyarakat serta keluarga dan juga dapat  melindungi kehormatan orang lain.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Di dalam pergaulan sosial, memlihara nama baik orang lain merupakan pokok yang harus diperhatikan dengan baik.

2.  Nilai mulia suatu pekerjaan kembali pada keikhlasan pelakunya. Merahasiakan perbuatan baik akan semakin mendekatkannya kepada keikhlasan.

Ayat ke 109

Artinya:

Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.  (4: 104)

Sebagaimana disebutkan dalam sejarah, setelah kekalahan kaum Muslimin dalam peperangan Uhud, orang-orang Kafir Mekah memutuskan untuk menyerang kota Madinah, untuk membunuh kaum Muslimin yang tersisa, sekaligus membasmi agama Islam.Tetapi dengan turunnya ayat ini Nabi Muhammad Saw langsung memerintahkan mobilisasi kaum Muslimin, bahkan mereka yang terluka di dalam perang sebelumnya juga ikut siap siaga untuk membela dan mempertahankan Islam. Kekompakan dan kesiapan umum ini telah menyebabkan pasukan Kafir Mekah berubah pikiran dan mengurungkan rencana penyerangan tersebut.

Poin penting yang disinggung oleh ayat ini, dalam setiap pertempuran kedua belah pihak pasti akan mengalami luka atau tertawan dan pada puncaknya terbunuh. Tetapi yang penting adalah tujuan yang akan dicapai. Pasukan Islam memiliki harapan kepada pertolongan Allah Swt dan turunnya  pertolongan ilahi kepada mereka. Sedangkan pasukan Kuffar tidak memiliki tempat pelarian dan perlindungan. Orang-orang Mukmin yang luka dan tewas di dalam pertempuran akan mendapatkan pahala yang besar yaitu surga. Tetapi orang-orang Kafir yang tewas yang tidak memiliki keyakinan akan Hari Kiamat, mereka tidak akan memperoleh apa pun kecuali siksa yang lebih pedih di akhirat.

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Sebagian kekalahan menghadapi musuh tidak boleh  berdampak pada kelemahan mental dalam menghadapi mereka. Kaum muslimin memiliki mental yang kokoh dengan bertawakal kepada Allah  Swt.

2.  Harapan kepada rahmat Allah Swt merupakan modal yang paling besar bagi tentara Islam. Oleh karenanya, baik gugur sebagai syahid atau menang, semua menjanjikan kebahagiaan bagi mereka.

3.  Berbagai kesulitan yang kita tanggung dalam melaksanakan tugas agama, tidak akan dilupakan begitu saja. Allah Swt  mengetahui semua itu dan akan memberikan pahala sesuai dengan hikmah-Nya.

 

Ayat ke 105-106

Artinya:

Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat.  (4: 105)

Dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.  (4: 106)

Berdasarkan beberapa riwayat, seorang muslim telah mencuri sebuah baju besi. Ketika perbuatannya itu hampir ketahuan, ia menjatuhkan barang curian tersebut ke rumah seorang Yahudi. Kemudian ia meminta kepada teman-temannya agar menjadi saksi bahwa orang Yahudi itulah yang mencuri. Rasulullah Saw membebaskan muslim itu berdasarkan kesaksian mereka dan menuduh orang Yahudi itu yang mencuri. Saat itu ayat ini turun memberitahukan kepada Nabi Saw duduk perkara yang sebenarnya.

Dalam perkara pengadilan seorang hakim dituntut untuk memperoleh bukti-bukti yang kuat dari kedua belah pihak dan harus mencari jalan untuk mencegah penyalahgunaan undang-undang oleh para penjahat. Dalam peristiwa ini jalan penyelesaian diperoleh melalui wahyu yang diturunkan kepada Nabi Saw dan bantuan ilahi yang sekaligus merupakan bukti kebenaran kenabian Muhammad Saw. Hal ini juga menunjukkan  hubungan beliau dengan Allah Swt, sekaligus mencegah pemberian hukuman kepada orang yang tidak bersalah, sekalipun ia hanya seorang Yahudi.

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Al-Quran diturunkan berdasarkan hak  dan sebagai dasar bagi seluruh hakikat bagi manusia. Oleh sebab itu, seharusnya al-Quran dijadikan sebagai dasar dalam proses pengadilan dan hakim harus menjadikan al-Quran sebagai dasar pijakannya dalam mengadili siapapun.

2.  Tuduhan orang lain tidak bisa dijadikan sebagai bukti kesalahan seorang tertuduh. Asas praduga tak bersalah juga sangat sesuai dengan ajaran Islam. Bahkan jika seorang kafir sekalipun mendapat tuduhan dari seorang muslim, maka ia harus dibela, apalagi bila ternyata memang ia tidak bersalah.

 

Ayat ke 107-109

Artinya:

Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa.  (4: 107)

Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak redlai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.  (4: 108)

Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari kiamat? Atau siapakah yang menjadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah)?  (4: 109)

Allah Swt dalam  tiga ayat ini memberikan peringatan kepada dua  kelompok. Pertama kepada  kepada hakim. Ayat ini mengatakan, dalam melaksanakan pengadilan hendaknya jangan membela pengkhianat dan tidak melanggar rambu-rambu kebenaran. Jangan menyangka bahwa tidak ada orang yang mengawasi perbuatan kita. Karena Allah  Swt Maha Mengetahui semua pekerjaan Anda. Kedua kepada orang membela pengkhianat dan jahat. Allah Swt berfirman, "Sekalipun usaha kalian berhasil di dunia, tapi itu tidak akan berguna di akhirat kelak."

Point yang menarik dalam hal ini, dalam  ayat 107, Allah berfirman, "Orang yang berkhianat sebelum mengkhianati orang lain, ia telah berkhianat dan menzalimi dirinya sendiri. Karena, mula-mula ia kehilangan kebersihan fitrah ilahi dan terjauh dari ketulusan serta semangat keadilan. Dengan perbuatannya itu ia telah membuka peluang bagi orang lain untuk menzalimi dan berkhianat juga kepadanya.

Dari tiga ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Dalam budaya al-Quran, anggota masyarakat diserupakan dengan bagian anggota tubuh. Bila anggotanya berkhianat, berarti telah mengkhianati dirinya sendiri.

2. Keyakinan bahwa Allah Swt mengetahui seluruh pikiran, ucapan dan perbuatan kita sebagai unsur takwa paling penting.

3. Seandainya hakim membebaskan pengkhianat di dunia, tapi di Hari Kiamat Allah Swt akan memberikan balasan yang setimpal. Orang yang dizalimi di dunia tidak boleh berputus asa. Karena di akhirat Allah akan menjadi pembelanya.

Ayat ke 100

Artinya:

Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (4: 100)

Dalam penjelasan sebelumnya telah disebutkan bahwa orang-orang Mukmin tidak terikat dengan kota dan negerinya. Karena yang utama bagi mereka adalah menyembah Allah Swt dan bukan menghambakan diri kepada negerinya. Oleh sebab itu, apabila mereka tidak bisa menjaga agama dan ibadahnya di negerinya sendiri, maka mereka harus berhijrah. Ayat ini mengatakan, bahwa jangan menyangka bahwa bumi ini hanya berakhir di kota dan negeri kalian saja. Bumi Allah sungguh sangat luas. Barangsiapa keluar dari rumahnya dan berhijrah karena Allah, maka Allah akan membukakan kepadanya pintu keberhasilan. Ia akan memperoleh kelapangan hidup yang lebih banyak di dunia ini. Disamping itu, bila maut menjemputnya  dalam perjalanan hijrah tersebut, maka pahalanya telah tersedia di sisi Allah.

Meskipun dalam ayat ini, hijrah yang disebutkan adalah hijrah dalam rangka menjaga  agama, namun seluruh hijrah yang bermotivasi  ilahi tercakup di dalamnya.  Sebagaimana berhijrah untuk menuntut  ilmu atau  berdakwah.

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Kita dituntut untuk melaksanakan tugas dan kewajiban kita, bukan memikirkan hasil. Dengan kata lain, kita harus berhijrah terlebih dahulu demi menyelamatkan diri dan agama, ketimbang diam yang membahayakan diri dan agama.

2.  Dengan berpangku tangan dirumah, seseorang tidak akan mencapai apa pun. Ia berusaha dan berjuang menggapai cita-cita dan itu berarti ia telah bergerak dan berhijrah.

3. Bila sudah pasti, maka lakukan langkah yang telah dipilih. Bila meninggal atau dibunuh di tengah jalan, pahalanya adalah syahid di jalan Allah.

 

Ayat ke 101

Artinya:

Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. (4: 101)

Ayat ini menjelaskan hukum shalat bagi orang yang bepergian. Kaum Muslimin di awal munculnya Islam begitu memperhatikan shalat, sehingga mereka melakukannya dengan sempurna, terutama jumlah rakaatnya, seperti yang diperintahkan Allah Swt. Dalam ayat ini, Allah Swt menurunkan ayat ini dengan hukum baru. Disebutkan bahwa bila dalam keadaan jihad dan berada dalam perjalanan hijrah, dimana bahaya musuh mengancam, maka mereka diperintahkan untuk memperpendek rakaat shalat agar tidak memberi peluang musuh menyerang mereka.

Sejak saat itu hingga kini, hukum yang terkandung dalam ayat ini diberlakukan secara umum. Yaitu, mencakup segala bentuk perjalanan. Dengan demikian, maka setiap musafir yang berada dalam perjalanan, harus memperpendek rakaat shalatnya, bila telah memenuhi syarat seorang musafir seperti yang dijelaskan dalam buku-buku fiqih. Shalat yang pada mulanya empat rakaat menjadi dua rakaaat.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Sekalipun  tengah melakukan shalat, seorang muslim tidak boleh lengah menghadapi musuh. Sebuah lembaga, bahkan negara termasuk dalam hukum ini. Bila negara Islam dalam bahaya, maka untuk mempertahankannya, maka seorang muslim harus memperpendek shalatnya.

2.  Kewajiban shalat atas manusia tidak pernah gugur dalam keadaan apapun. Bahaya yang mengancam tidak menggugurkan shalat, tapi shalat diringkas atau qashar.

 

Ayat ke 102-103

Artinya:

Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu], dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu. (4: 102)

Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (4: 103)

Sebagai kelanjutan ayat sebelumnya yang menjelaskan tentang kewajiban memperpendek shalat ketika berada dalam keadaan berjihad, ayat ini menjelaskan bagaimana melakukan shalat berjamaah dalam situasi perang. Shalat berjamaah dalam kondisi perang ini disebut dengan shalat "Khouf" yang berarti takut. Tata cara pelaksanaannya dilakukan dengan membuat dua kelompok. Satu kelompok bersama Imam jamaah berdiri melakukan shalat dengan senjata tetap bersama mereka. Setelah mereka melakukan sujud kedua dalam rakaat pertama, maka rakaat kedua dilakukan secara munfarid atau sendiri. Shalat mereka dilakukan dua rakaat, tidak lebih dan segera disempurnakan.

Setelah kelompok pertama ini selesai dengan dua rakaat mereka, maka kelompok kedua datang menjadi makmum untuk melakukan shalat dua rakaat bersama Imam, sebagai mana kelompok pertama. Sementara itu kelompok pertama yang sudah selesai, menggantikan kelompok kedua berjaga-jaga dengan senjata siap di tangan. Dengan cara ini, mereka tetap melaksanakan shalat, tanpa memberi kesempatan kepada musuh untuk menyerang. Di sini, shalat tetap dilaksanakan dengan berjamaah selama hal itu memungkinkan.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Sedemikian pentingnya nilai shalat berjamaah, sampai-sampai di medan perangpun tetap dilaksanakan.

2.  Dalam keadaan apa pun senantiasa harus waspada, sampai dalam shalat pun kaum Muslimin tidak boleh lengah dari bahaya musuh.

3.  Penentuan waktu khusus untuk shalat sudah ditetapkan di dalam syariat. Umat  Islam  diminta untuk menjaga dan berpegang teguh dengannya.

Ayat ke 95-96

Artinya:

Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.  (4: 95)

(yaitu) beberapa derajat dari pada-Nya, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.  (4: 96)

Sebagai lanjutan keterangan sebelumnya dimana Allah Swt menegaskan kepada kaum Mukminin agar tidak tergesa-gesa dalam menentukan perkara musuh, ayat  ini menyeru mereka untuk pro aktif di medan jihad melawan musuh. Demi  membangkitkan semangat kaum  Mukminin yang  takut  atau cinta dunia  Allah  mengingatkan kedudukan para mujahidin yang maju ke medan perang  tidak  dengan kaum Mukminin yang hanya berdoa dan shalat serta tinggal di rumah. Dalam ayat ini Allah berfirman,  "Para  mujahidin memiliki derajat yang lebih mulia." Sedangkan di akhir ayat ini disebutkan,  "Bukan saja derajat, tetapi pahala yang sangat besar juga menunggu mereka. Pahala dan balasan yang disertai dengan rahmat serta kecintaan  ilahi."

Tentu saja Allah  Swt tidak membebankan taklif atau kewajiban yang berat kepada manusia. Karena itu,  siapa saja yang memiliki tubuh yang lemah dan sakit, maka ketidakhadiran mereka di medan perang dapat dimaklumi dan dimaafkan. Apabila mereka membantu para mujahidin, baik secara materil maupun moril, maka mereka juga akan memperoleh pahala. Sekalipun dalam ayat ini  ditekankan sebanyak tiga kali tentang keutamaan para mujahidin dibanding orang-orang yang duduk dan tinggal di rumah, tetapi hal ini bukan berarti tidak mempedulikan pengabdian dan jerih payah orang lain. Karena itu, ayat ini menekankan, Allah Swt menjanjikan pahala dan balasan bagi seluruh kaum Mukminin. Keutamaan para mujahidin memang benar, tetapi hal itu sama sekali bukan berarti  mengesampingkan orang lain.

Dari ayat tadi terdapat  tiga  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Keadilan di dalam masyarakat Islam bukan berarti menyamakan kedudukan semua mukmin.  Ikut dalam berjihad dengan sendiri menjadi keistimewaan yang harus diperhatikan umat Islam.  Tapi  para mujahidin tidak boleh memiliki harapan yang tidak pada tempatnya.

2.  Syarat memperoleh rahmat  ilahi adalah  pembersihan dan penyucian diri  yang dimulai dengan permohonan ampun.

3  Sekalipun Allah  Swt adalah Maha Pengampun dan Maha Pengasih, namun peluang untuk memperoleh ampunan dan rahmat-Nya berada di tangan manusia sendiri.

 

Ayat ke 97

Artinya:

Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?". Mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (4: 97)

Berdasarkan riwayat-riwayat  yang tercatat dalam buku-buku sejarah, sebagian Muslimin yang tinggal di Mekah, terkadang akibat kekhawatiran atas atas keselamatan jiwanya, mereka bersedia bekerjasama dengan orang-orang kafir. Sebagian dari mereka  bahkan ikut di dalam kelompok  orang-orang kafir  ketika memerangi Muslimin serta terbunuh di dalam peperangan tersebut. Ayat ini turun dan menyebut mereka ini sebagai orang yang telah melakukan dosa dan kesalahan. Cinta tanah air dan kampung halaman merupakan  alasan yang tidak bisa diterima untuk menjalin kerjasama dengan musuh. Ayat ini menegaskan bahwa yang  penting adalah  penjagaan agama, sekalipun untuk itu seseorang harus melakukan hijrah dari satu  tempat ke kekawasan lain.

Hal yang patut dicermati  berdasarkan ayat ini  ada  pada saat ajal datang menjemput. Karena  manusia bertemu dengan malaikat Allah dan mereka berbicara dengan manusia tersebut, serta menegur dan mengungkapkan kesalahan manusia itu.

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Bukan hanya Allah Swt  tetapi para  malaikat juga mengetahui amal perbuatan manusia.

2.  Berhijrah dari lingkungan kafir dan dosa adalah wajib. Sebagaimana menjadi anggota pasukan kafir adalah haram.

3.  Dasar dalam kehidupan adalah penyembahan Allah Swt  bukan memuja tanah air. Seseorang harus mengubah lingkungannya atau berpindah dari tempat tersebut.

 

Ayat ke 98-99

Artinya:

Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah).  (4: 98)

Mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.  (4: 99)

Sebagai  kelanjutan ayat sebelumnya,  dimana berhijrah untuk menjaga  agama dinyatakan sebagai suatu kewajiban, ayat ini mengecualikan orang-orang mukmin yang tidak memiliki kemampuan untuk berhijrah. Artinya, mereka yang lemah untuk berhijrah tidak dituntut untuk melakukan sesuatu di luar kemampuannya.

Pada dasarnya di dalam Islam kemampuan merupakan syarat taklif  (kewajiban). Orang yang tidak memiliki kemampuan  berpikir atau jasmani, maka ia tidak akan  masuk dalam lingkar kewajiban ilahi. Sebagaimana di dalam ayat ini, orang laki-laki dan perempuan yang lemah disejajarkan dalam hal ini dengan anak-anak dan dianggap sebagai mustadhaf  (lemah).

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Hijrah  yang dibicarakan oleh ayat  ini  tidak hanya wajib atas laki-laki dewasa, tetapi juga atas seluruh anggota keluarga, baik wanita maupun anak-anak, kecuali jika mereka tidak memiliki kemampuan.

2. Allah hanya akan menerima alasan yang sebenarnya dan bukan yang dibuat-buat.

Ayat ke 92

Artinya:

Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.  (4: 92)

Dalam  buku-buku  sejarah disebutkan bahwa salah seorang muslim selama beberapa tahun di Mekah telah disiksa oleh sebagian orang kafir. Setelah ia berhijrah ke Madinah ia bertemu dengan orang yang menyiksa dirinya. Orang ini  membunuhnya dengan keyakinan bahwa orang itu adalah kafir dan zalim tanpa mengetahui bahwa bekas penyiksanya itu telah menjadi seorang muslim. Berita mengenai peristiwa ini sampai pada Nabi  Saw, dan turunlah ayat ini.

Sebagaimana  telah disebutkan dahulu  bahwa hukuman  orang-orang kafir dan zalim  adalah penjara  dan jika perlu hukaman mati. Tetapi sudah barang tentu bahwa hukuman ini dijatuhkan setelah dilakukannya penelitian dan penyelidikan  di bawah pengawasan hakim di dalam masyarakat Islam. Bukannya setiap orang boleh melampiaskan selera dan keyakinannya serta melakukan pembunuhan dan pertumpahan darah. Dengan demikian, perbuatan orang muslim ini juga salah. Oleh karenanya, ia harus mendapatkan balasan dengan membayar diyah (denda) dengan sempurna. Hal ini menjadi hukumannya  dengan syarat-syarat  khusus sebagaimana yang dijelaskan di dalam ayat ini.

Point yang menarik dan perlu diperhatikan adalah bahwa apabila keluarga orang yang terbunuh itu adalah  musuh Islam, maka ganti rugi atau diyah tersebut tidak akan diberikan kepada mereka. Hal itu dimaksudkan untuk mencegah agar keuangan pihak musuh tidak menjadi semakin kuat. Kecuali bila musuh tersebut telah mengikat perjanjian damai dengan kaum muslimin. Dalam hal ini diyah tersebut dapat diberikan dan diterima oleh anggota keluarga korban.

Pembayaran  diyah  dan ganti rugi kepada keluarga orang yang terbunuh memberikan pengaruh yang positif. Di antaranya sebagian dari kesulitan ekonomi yang timbul akibat pembunuhan tersebut dapat tertutupi. Selain itu, adanya diyah merupakan jalan untuk mencegah kesewenang-wenangan masyarakat. Sehingga setiap orang tidak bisa beralasan dengan mengatakan," Pembunuhan yang saya lakukan adalah tidak sengaja." Selain itu, masalah ini menunjukkan adanya penghormatan terhadap jiwa manusia dan keamanan masyarakat.

Dari ayat tadi terdapat  tiga  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Membunuh manusia tidak  sesuai dengan iman kepada Allah. Apabila seseorang melakukannya karena keliru, maka ia harus mendapat hukuman yang berat.

2.  Islam tidak saja menentang perbudakan, bahkan memberikan banyak jalan untuk membebaskan mereka. Seperti bila seorang muslim melakukan kasus pembunuhan maka dendanya juga termasuk membebaskan budak.

3.  Agama Islam bukan hanya berisi perintah ibadah saja. Tetapi Islam juga memiliki ajaran untuk mengatur masyarakat secara benar, menciptakan keadilan dan keamanan.

 

Ayat ke 93

Artinya:

Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.  (4: 93)

Sebagaimana disebutkan dalam  buku-buku  sejarah, ketika sedang terjadi perang Uhud, salah seorang muslim membunuh muslim yang lain dengan alasan permusuhan pribadi. Nabi Muhammad Saw mengetahui hal tersebut melalui wahyu. Dalam perjalanan kembali dari Uhud, beliau memerintahkan agar pembunuh tersebut dijatuhi hukum qishas. Permohonan maaf pembunuh tersebut tidak diterima oleh Rasul Allah Saw.

Sebagai lanjutan dari ayat  sebelumnya yang menjelaskan hukum membunuh sesama muslim dengan keliru, ayat ini menjelaskan hukuman membunuh sesama muslim yang dilakukan dengan sengaja. Di dalam ayat ini dijelaskan bahwa orang yang membunuh dengan sengaja ini mendapat murka Allah  Swt, dan memperoleh balasan api neraka. Dalam hal ini, hukuman duniawi pembunuhan jenis ini, yaitu qishas, telah dijelaskan di dalam ayat lain.

Dari ayat tadi terdapat  dua  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Hukuman bagi pelaku kejahatan sengaja dibedakan dengan pelaku kejahatan tanpa disengaja.

2.  Hukuman berat merupakan salah satu solusi  mencegah kejahatan dan ketidakamanan dalam masyarakat.

 

Ayat ke 94

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu: "Kamu bukan seorang mukmin" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.  (4: 94)

Berdasarkan riwayat  yang dinukil buku-buku  sejarah, setelah  perang Khaibar yang terjadi  antara Muslimin dan Yahudi di sekitar Madinah, Rasul Allah Saw mengutus sekelompok Muslimin ke sebuah desa guna mengajak mereka kepada Islam atau menerima Pemerintahan Islam. Salah seorang Yahudi ketika mengetahui kedatangan tentara Islam tersebut segera menyelamatkan harta dan keluarganya dengan menyembunyikan mereka ke sebuah gunung. Setelah itu ia muncul menyambut kedatangan Muslimin seraya menyatakan kesaksiannya atas keesaan Allah dan kebenaran Risalah Muhammad Saw.

Salah seorang muslim yang meyakini bahwa orang Yahudi tersebut menunjukkan keislamannya karena takut, membunuh dan mengambil hartanya sebagai rampasan perang. Ayat ini turun dan mengecam perbuatan yang tidak benar tersebut, seraya menjelaskan bahwa tujuan Islam mengerahkan pasukan dan tentara, bukan untuk mengumpulkan harta duniawi. Tetapi tujuannya untuk menyeru kepada Islam dan menciptakan perdamaian serta keamanan di  antara kaum  Muslimin dan orang-orang kafir.

Dari ayat tadi terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Perang dan jihad  harus berdasarkan informasi-informasi dan pengetahuan yang mendetail mengenai tujuan dan kondisi musuh. Bukan berdasarkan perasaan atau keinginan mencari harta dunia dan rampasan perang.

2.  Seseorang yang menampakkan keislaman harus diterima dengan tangan terbuka. Kecuali  bila ada kepastian bahwa ia hanya berbohong.

3. Saat berkuasa, kita tidak boleh menyelewengkan kekuasaan, merampas harta atau membunuh para penentang tanpa alasan yang jelas.

4.  Bahaya cinta dunia juga mengancam para tentara di medan tempur yang tengah  menghadapi musuh. Oleh karenanya niat sangat penting.

5.  Jangan berpikiran jelek, berpikiran sederhana, menjadi pendendam dan jangan pula cepat percaya. Hendaklah kita tetap menjaga sikap moderat, sekalipun menghadapi musuh.

Ayat ke 89

Artinya:

Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong.  (4: 89)

Ayat-ayat sebelumnya telah membicarakan banyak hal mengenai adanya kelompok Muslimin yang berpikiran lugu dan malah membantu kaum Munafikin. Ayat ini menegaskan bahwa kaum Munafik berperangai sedemikian buruknya, sehingga mereka bukannya puas menjadi kafir, melainkan juga menginginkan kalian ikut bergabung dengan mereka. Orang-orang semacam ini tidak layak bersahabat dengan kalian dan janganlah kalian anggap mereka itu sebagai teman, kecuali bila mereka meninggalkan cara-cara buruk dan benar-benar memilih Islam dengan tulus. Karena bila mereka masih tetap berperangai buruk, maka ketahuilah mereka itu masih kafir. Karena mereka masih menyalahgunakan nama Islam, maka dimanapun kalian menjumpai mereka, maka tawanlah dan bila perlu bunuh mereka.

Menurut al-Quran, orang-orang Yahudi dan Kristen yang hidup di bawah naungan pemerintahan Islam, harus dilindungi dan dihormati. Tidak seorangpun berhak melanggar kehormatan mereka. Sebaliknya, orang munafik yang berupaya merugikan Islam dan merusak citra Islam  harus dijatuhi  hukuman yang paling berat.

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Jangan kalian lalai akan bahaya orang-orang munafik dan jangan menerima persahabatan mereka. Karena mereka itu lebih buruk dari orang kafir.

2.  Tanda iman yang sejati adalah siap berhijrah di jalan Allah. Orang yang tidak mau berhijrah di jalan agama artinya ia bukan seorang mukmin sejati.

3.  Definisi taubat atau menyesali setiap dosa adalah dengan tidak mengulangi dan menyesali perbuatan dosa itu. Taubat tidak melakukan hijrah dengan melakukan hijrah di jalan Allah.

 

Ayat ke 90

Artinya:

Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka.  (4: 90)

Ayat ini menyebut dua kelompok orang munafik yang  dapat dikecualikan dalam menyikapi orang munafik. Pertama, orang munafik yang meminta perlindungan kepada orang-orang yang tidak menginginkan perang dan kedua, orang-orang munafik yang punya inisiatif untuk berdamai. Kelompok pertama dikecualikan, karena mereka mengikat perjanjian. Sementara kelompok kedua dikarenakan mereka menyatakan bersikap netral. Oleh karenanya,  melanggar hak mereka adalah berseberangan dengan keadilan dan kesatriaan.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Perjanjian politik atau militer yang dilakukan harus dihormati, sekalipun itu dengan orang kafir.

2.  Jihad dan perjuangan dalam Islam bukan untuk membalas dendam atau mendominasi. Oleh karenanya tidak seorangpun berhak melanggar hak orang lain.

 

Ayat ke 91

Artinya:

Kelak kamu akan dapati (golongan-golongan) yang lain, yang bermaksud supaya mereka aman dari pada kamu dan aman (pula) dari kaumnya. Setiap mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik), merekapun terjun kedalamnya. Karena itu jika mereka tidak membiarkan kamu dan (tidak) mau mengemukakan perdamaian kepadamu, serta (tidak) menahan tangan mereka (dari memerangimu), maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka dan merekalah orang-orang yang Kami berikan kepadamu alasan yang nyata (untuk menawan dan membunuh) mereka.  (4: 91)

Sejumlah warga Mekah setiap kali mendatangi Rasulullah Saw selalu berpura-pura menunjukkan dirinya sebagai orang Islam. Namun, ketika mereka kembali ke Mekah, mereka menyembah berhala dan mengikuti orang-orang kafir agar terhindar dari gangguan orang-orang kafir. Dengan cara ini, mereka mendapat keuntungan dari dua kelompok dan selamat juga dari ancamannya. Kecenderungan hati mereka lebih kepada kaum Kafir dan bahkan mengikuti makar kaum Kafir terhadap kaum Muslimin.

Kemudian ayat ini diturunkan yang menyatakan bahwa kelompok ini harus ditindak tegas. Karena orang-orang ini merupakan pasukan musuh yang menyusup di front Muslim dan ancaman mereka lebih besar dari orang-orang kafir yang jelas-jelas menyatakan perang. Kelompok ini bukanlah kelompok yang diperintahkan agar kaum Muslimin berdamai dengan mereka. Mereka ini licik dan suka berbuat makar dan tidak bersikap netral dalam perang. Bahkan  mereka inilah yang mengobarkan api peperangan. Oleh karenanya, hukuman yang dijatuhkan atas mereka berbeda dengan hukuman terhadap orang lain. Setiap kali umat Islam menemukan orang yang seperti ini, maka harus ditawan dan bila mereka melakukan perlawanan, maka harus dibunuh.

Dari ayat tadi terdapat  dua  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Umat Islam harus mengetahui berbagai  model  musuhnya dan menyikapi mereka sesuai dengan sikapnya.

2.  Mereka yang bermaksud menggulingkan pemerintah Islam harus ditindak dengan tegas.

3.  Tanda orang munafik adalah mereka hanya mencari kesejahteraan dan kesenangan hidup, sama sekali tidak ada upaya untuk menjaga keimanan dan akidah. (IRIB Indonesia)

Ayat ke 86

Artinya:

Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.  (4: 86)

Ayat ini menyinggung soal sikap antara sesama umat Islam dan menyatakan bahwa dalam interaksi dengan orang lain maka fondasinya harus kasih sayang dan penghormatan. Dalam istilah al-Quran disebut mahabbah dan tahiyyah baik itu berbentuk ucapan atau perbuatan. Saling mengucapkan salam  saat bertemu dengan orang lain serta memberikan hadiah dalam pertemuan keluarga dan sahabat merupakan hal yang dianjurkan oleh Islam. Ayat ini melihat salam dan hadiah sebagai perkara yang disepakati dan menghimbau kepada umat Islam untuk melakukannya setiap kali bertemu.

Islam memerintahkan umat Islam agar menjawab salam dengan jawaban yang lebih baik, atau sama. Dengan ungkapan lain, berikanlah jawaban salam orang lain dengan lebih baik dan hangat serta balaslah hadiah mereka dengan hadiah yang lebih baik. Dalam sejarah disebutkan, salah seorang dari budak Imam Hasan Mujtaba as menghadiahkan sekuntum bunga kepada beliau. Menjawab kebaikan budaknya, Imam Hasan as memerdekakannya dan menjelaskan alasan dari perbuatannya itu lewat ayat ini.

Dari ayat tadi terdapat  tiga  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Segala bentuk kasih sayang dari orang lain kita balas dengan bentuk yang terbaik dan  tidak sama.

2.  Menolak kebaikan orang lain adalah perbuatan yang tidak benar. Hadiah harus diterima dan haruslah dibalas dengan lebih baik.

3.  Mengabaikan salam dan penghormatan orang lain berdampak negatif yang akan dirasakan oleh manusia di dunia dan akhirat.

 

Ayat ke 87

Artinya:

Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Sesungguhnya Dia akan mengumpulkan kamu di hari kiamat, yang tidak ada keraguan terjadinya. Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(nya) dari pada Allah?  (4: 87)

Sebagai  pelengkap ayat 86, Allah Swt menyatakan akan memperhitungkan semua amalan manusia dan tidak ada perbuatan baik atau buruk yang tersembunyi dari penglihatan-Nya. Lanjutan ayat  86 ini menyebutkan, Dia lah Tuhan yang Maha Esa yang awal penciptaan ada di tangan-Nya. Akhir dunia juga di tangan-Nya dan Dia mengumpulkan kalian setelah kalian mati dalam satu hari dan satu tempat serta setiap orang akan menyaksikan ganjaran dan balasan perbuatannya.

Pertanyaan, lalu mengapa sebagian dari kalian meragukan kedatangan Hari Kiamat? Adakah kalian menemui yang lebih jujur dari Tuhan? Tuhan tidak perlu berbohong. Bohong  biasanya bersumber dari  rasa takut, memerlukan atau kebodohan. Sementara Tuhan Maha  Kaya dan  Mengetahui. Apa  gunanya Dia bebohong dan menjanjikan kedatangan Hari Kiamat bagi kalian?

Dari ayat tadi terdapat  dua  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Mulai sekarang, marilah kita memikirkan soal Hari Kiamat dan berupaya di jalan keridhaan Tuhan dan janganlah kita sembah selain-Nya.

2.  Dengan adanya berbagai argumentasi yang membenarkan kedatangan Hari Kiamat seperti janji Tuhan dan keadilan-Nya, maka tidak tersisa keraguan. Dia menciptakan manusia dari tiada bagaimana mungkin ia tidak mampu menciptakan untuk kedua kalinya?

 

Ayat ke 88

Artinya:

Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri? Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah? Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya. (4: 88)

Ayat ini sebagai lanjutan ayat-ayat sebelumnya, yang menjelaskan pikiran dan amalan Munafikin, menyentuh soal cara sikap kaum Mukmin terhadap mereka. Ayat ini menyebutkan, mengapa sekelompok dari kalian cepat percaya dan kalian pikir bahwa kaum Munafikin adalah dari kalian dan bersama kalian? Mereka sama sekali tidak bersama dengan kalian dan sama sekali jiwa dan pikirannya tidak beriman. Iman yang mereka nyatakan itu tidak lebih dari sekadar lisan.

Tanda iman adalah ketaatan praktis atas perintah-perintah Tuhan serta Rasul-Nya bukannya cukup dengan menyatakan lewat lisan. Sementara orang munafik dan berwajah dua mengalami siksaan ilahi akibat perbuatan mereka dan tidak akan mendapatkan hidayah dan  kebahagiaan. Mereka berpikir telah menipu umat Islam, padahal mereka menipu dirinya sendiri.

Ayat ini dengan jelas menunjukkan, setiap orang yang ingin menipu orang lain dengan cara menampakkan diri sebagai mukmin, padahal batinnya tidak beriman, tidak ada yang dapat memberi petunjuk mereka, bahkan Rasulullah Saw. Meskipun dalam ayat ini disebutkan dua kali tentang penyesatan Allah, tapi harus diketahui bahwa di awal ayat ini telah diperingatkan bahwa semua itu akibat perbuatan mereka sendiri. Allah Swt menyiapkan sarana yang sama bagi setiap orang, tapi sebagian orang menolak petunjuk tersebit dan memainkan hukum Allah.

Orang yang seperti ini jelas tidak akan mendapat petunjuk, yang diungkapkan dalam al-Quran bahwa Allah menyesatkan mereka. Padahal kesesatan itu berasal dari mereka sendiri yang menolak hidayah yang diturunkan Allah. Dengan penjelasan seperti ini, menjadi sangat mudah kita pahami betapa Allah tidak pernah menginginkan manusia tersesat. Karena bila hal ini benar, maka tidak pernah ada orang non-muslim yang akan beriman kepada Allah. Adanya orang non-muslim yang kemudian beriman menunjukkan betapa Allah tidak menginginkan kesesatan manusia. Orang sesat dalam ayat ini dikarenakan hatinya penuh kemunafikan yang tidak ingin menerima hidayah barang sedikitpun.

Dari ayat tadi terdapat  dua  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Kebinasaan manusia bergantung pada perbuatannya sendiri. Allah tidak menyesatkan seseorang tanpa alasan.

2.  Dalam menyikapi Munafikin, janganlah kita cepat percaya dan jangan cepat merasa kasihan  kepada mereka.  Lebih penting lagi kita jangan mencari kasih sayang mereka.

Ayat ke 83

Artinya:

Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).  (4: 83)

Melanjutkan ayat sebelumnya yang menjelaskan sikap tidak sewajarnya yang dilakukan kaum Munafikin terhadap Rasul dan Muslimin di era permulaan Islam, ayat ini menyebutkan salah satu bentuk dari sikap Munafikin. Menurut  al-Quran, orang-orang Munafik biasa menyebarluaskan berita-berita bohong khususnya mengenai perang. Rumor-rumor seperti ini membangkitkan rasa takut di tengah masyarakat dan tidak jarang juga memberikan rasa aman yang tidak pada tempatnya di tengah mereka.

Selanjutnya, ayat ini menyampaikan satu perintah umum kepada masyarakat muslim terhadap Ulil Amri (Penguasa Islam). Ayat ini menjelaskan bahwa kaum Muslimin harus merujuk kepada para pimpinan mereka terkait tatanan sosial, agar Ulil Amri dapat menganalisa dengan benar serta menyampaikan hal yang sebenarnya kepada masyarakat.

Lanjutan ayat ini menyentuh poin penting yaitu sikap orang-orang Munafik yang menyeret manusia kepada kekufuran dan mengikuti setan. Seandainya tidak ada rahmat Tuhan dan petunjuk Rasul serta para pemuka agama, niscaya sebagian masyarakat akan sesat dan terjerumus dalam tipuan dan bisikan setan saat menghadapi problem sosial.

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Di antara kebiasaan orang-orang Munafik adalah menyebarluaskan isu di tengah masyarakat. Semua itu harus diwaspadai oleh Muslimin.

2.  Informasi militer Muslimin harus dirahasiakan dan hanya boleh diketahui oleh para pimpinan masyarakat.

3.  Hanya  mereka yang punya kemampuan mengambil istinbat (menyimpulkan hukum) yang akan mendapatkan kebenaran dan lapisan masyarakat lain harus merujuk kepada mereka.

 

Ayat ke 84

Artinya:

Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan(Nya).  (4: 84)

Sejarah menyebutkan bahwa setelah kekalahan kaum Muslimin di Uhud, Abu Sufyan telah menentukan waktu untuk melakukan serangan berikutnya. Pada waktu yang telah ditentukan juga, Rasul Saw memanggil dan mengundang Muslimin untuk membicarakan masalah ini. Namun kenangan pahit mereka di Uhud telah menyebabkan banyak sekali yang enggan datang. Sekaitan dengan hal ini, ayat ini diturunkan dan diperintahkan kepada Rasul Saw, sekiranya tidak ada satu orangpun yang datang, engkau berkewajiban berperang dan berangkat ke  medan tempur. Hal ini harus dilakukan sekalipun engkau berkewajiban mengajak Muslimin untuk berjihad.

Rasul  Saw melakukan perintah Allah ini dan sedikit orang menyertai Rasul Saw. Tapi musuh ternyata tidak hadir di tempat yang telah dijanjikan dan tidak terjadi perang. Di sinilah janji Allah untuk mencegah orang-orang kafir memukul Muslimin terbukti.

Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Seorang pemimpin haruslah senantiasa di barisan terdepan saat menghadapi bahaya dan ancaman. Bahkan bila tinggal seorang diri, tetap ia tidak boleh meninggal medan tempu. Bila perintah ini ditaati, niscaya bantuan Tuhan akan datang kepadanya.

2.  Tugas para nabi mengajak warga kepada agama, bukan mendesak dan memaksa mereka.

3.  Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, tidak terkecuali para nabi.

4.  Kekuatan ilahi adalah kekuatan yang paling unggul dengan syarat masyarakat menjalankan tugas masing-masing.

 

Ayat ke 85

Artinya:

Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. Dan barangsiapa memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.  (4: 85)

Melanjutkan ayat sebelumnya yang memperkenalkan Rasul sebagai yang bertanggung jawab menyeru Mukminin untuk berjihad, ayat ini menjelaskan sebuah kaidah umum. Menurut ayat ini, bukan hanya Nabi tapi setiap orang bertanggung jawab menyeru dan mengajak orang lain untuk buat kebajikan, dengan syarat dilakukan lewat cara yang baik. Kendatipun setiap orang hanya bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, tapi bukan berarti seorang muslim tidak peduli dengan orang lain, bahkan baik buruknya masyarakat. Sekali lagi, Islam bukan agama yang hanya mengurusi masalah pribadi dan peribadatan murni, tapi juga memiliki aspek sosial.

Amar Makruf dan Nahi Munkar salah satu dari tugas setiap muslim yang harus dilakukannya dalam lingkup kehidupannya termasuk pribadi, keluarga, tempat tinggal, tempat kerja dan di lingkungannya.

Manusia tidak hanya menerima pahala dan hukuman perbuatannya sendiri, tapi juga mendapat pahala akibat perbuatan sosialnya. Bila seseorang menjadi penyebab orang lain melakukan kebaikan, maka ia akan menerima sebagian dari pahala perbuatan itu. Sebaliknya, bila ia menjadi penyebab orang lain melakukan keburukan, maka ia juga akan mendapatkan sebagian dari hukuman itu.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Mendamaikan dua muslim, bekerjasama melakukan kebaikan di tengah masyarakat, membantu orang lain dan ikut perang melawan musuh merupakan inti kebaikan dan kewajiban setiap muslim.

2.  Manusia tidak dapat melakukan setiap kebaikan karena keterbatasan tempat dan waktu. Tapi ia dapat memperoleh pahala dengan menjadi penyebab  orang lain melakukan kebaikan.

Ayat ke 80

Artinya:

Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.  (4:80)

Manajemen yang baik dalam mengelola masyarakat perlu menetapkan peraturan pemerintah yang baik dan ditaati oleh rakyat. Perlu diingat juga bahwa agama Islam tidak diturunkan oleh Allah Swt kepada manusia hanya untuk mengatur masalah pribadi manusia, tapi juga masalah sosialnya. Islam melihat kebahagiaan manusia berada  di balik kebahagiaan sosial dan perannya di berbagai pentas sosial.

Kewajiban seperti zakat, haji, jihad adalah contoh jelas perintah-perintah sosial dan menindaklanjuti hukum ini memerlukan jaminan pelaksanaan dan tiada lain jaminan itu adalah pembetukan pemerintahan Islam.

Menurut al-Quran, Rasul Saw bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan perintah-perintah ilahi, tetapi beliau juga menjadi hakim dan pemimpin masyarakat Islam. Menaati Rasulullah Saw sejajar dengan mengikuti perintah Tuhan. Sebaliknya, melanggar beliau sama artinya melanggar perintah Allah.

Poin penting yang patut diperhatikan, ayat ini menyatakan bahwa Rasul Saw di depan masyarakat tidak bertugas memaksa masyarakat menerima kebenaran dan melaksanakannya, sekalipun beliau merupakan pemimpin masyarakat. Tanggung jawab beliau hanya mengarahkan dan memimpin masyarakat, bukan memaksa mereka melaksanakan perintah-perintah  ilahi.

Dari ayat tadi terdapat  dua  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Taat kepada Tuhan bukanlah berarti melaksanakan shalat dan puasa saja, tapi juga termasuk taat kepada para pimpinan sosial ilahi dan penanggung jawab agama.

2.  Tugas para nabi adalah menyebarkan agama bukan memaksakannya dan manusia harus memilih agama  lewat kehendaknya.

 

Ayat ke 81

Artinya:

Dan mereka (orang-orang munafik) mengatakan: "(Kewajiban kami hanyalah) taat". Tetapi apabila mereka telah pergi dari sisimu, sebahagian dari mereka mengatur siasat di malam hari (mengambil keputusan) lain dari yang telah mereka katakan tadi. Allah menulis siasat yang mereka atur di malam hari itu, maka berpalinglah kamu dari mereka dan tawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi Pelindung.  (4: 81)

Ayat ini kembali memperingatkan bahaya orang-orang Munafik yang ditujukan kepada Nabi Saw dan Muslimin. Waspadailah bahwa di antara kalian terdapat kelompok yang lemah imannya atau munafik yang pada lahiriahnya seakan-akan bersama Muslimin. Karena dalam pertemuan rahasia di malam hari mereka mengambil keputusan lain dan berupaya melakukan konspirasi terhadap umat Islam. Cara menghadapi orang-orang seperti ini adalah dengan mengenali mereka dan tidak boleh cemas terhadap konspirasi mereka. Karena Tuhan memantau ucapan dan keputusan mereka dan harus dipatahkan tepat waktunya. Oleh karenanya sudah sepatutnya muslimin  bertawakal dan meminta bantuan dari-Nya.

Dari ayat tadi terdapat  tiga  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Janganlah kita lalai terhadap konspirasi musuh dalam negeri. Jangan juga bepikir musuh hanya ada di luar perbatasan.

2.  Janganlah cepat percaya semua pernyataan persahabatan. Ingat, bila lisan semakin manis dan suka memuji, maka semakin besar kemungkinan kemunafikannya.

3.  Allah Swt adalah pelindung sejati Mukminin. Allah membantu umat Islam dengan bantuan lahiriah dan gaib.

 

Ayat ke 82

Artinya:

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.  (4: 82)

Para  penentang Islam yang tidak memiliki alasan di depan logika dan argumentasi gamblang Rasul  Saw, mereka melontarkan berbagai tudingan. Di antaranya mereka mengatakan, al-Quran adalah hasil pikiran Muhammad dan Allah Swt. Dalam ayat ini menyatakan, mengapa kalian tidak tadabbur atau merenung mengenai ayat-ayat  al-Quran? Padahal al-Quran sepanjang lebih dari 20 tahun era risalah Nabi, diturunkan dalam kondisi yang berbeda-beda, baik itu kondisi damai dan perang. Sekiranya hasil dari  pikiran manusia sudah sewajarnya akan dijumpai banyak perselisihan, baik dari sisi kandungan maupun dari sisi bentuk dan keindahan pengungkapan.

Pada prinsipnya, salah satu dari mukjizat al-Quran adalah kekuatan dan kebernilaian ayat-ayat al-Quran di sepanjang sejarah manusia. Karena, para penulis yang paling hebat sekalipun tidak dapat membandingkan tulisannya saat ini dengan hasil karyanya 20 tahun yang akan datang. Dalam rentang waktu ini akan terjadi perubahan dan perkembangan.

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Berbeda dengan mereka yang mendefinisikan agama bertentangan dengan pikiran dan ilmu pengetahuan, ayat ini secara gamblang mengajak semua manusia merenungkan ayat-ayat ilahi agar dapat sampai kepada kebenaran Islam.

2.  Al-Quran dapat dimengerti oleh semua zaman dan generasi dan semua mukminin diwajibkan merenungkannya.

3.  Apabila masyarakat kembali kepada al-Quran, perselisihan dan pertikaian akan sirna.  Karena dalam al-Quran tidak ada sesuatu yang menyebabkan perselisihan.

Ayat ke77

Artinya:

Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.  (4: 77)

Riwayat sejarah menjelaskan, manakala Muslimin berada di Mekah, mereka berada di bawah tekanan dan gangguan orang-orang Musyrik. Tekanan ini membuat mereka menghadap Rasul. Mereka mengatakan, "Wahai Rasul! Sebelum kami masuk Islam, kami aman, namun kini kami tidak aman lagi dan senantiasa mendapat siksaan dan gangguan musuh. Izinkanlah  kami memerangi mereka agar kami peroleh lagi keamanan dan kemuliaan kami".  Rasulullah Saw menjawab, "Untuk sementara ini, kita tidak diperintahkan untuk berperang. Jadi, kalian tunaikan kewajiban-kewajiban pribadi dan sosial kalian semisal shalat dan zakat!"

Ketika  Rasul Saw dan sahabat diperintahkan untuk berjihad, mereka yang sebelumnya ingin berperang justru mencari-cari alasan untuk tidak berjihad. Ayat ini turun dan mengkritisi sikap ganda ini. Kendati  sebab turunya  ayat ini berkenaan dengan kelompok Muslimin di awal Islam, namun substansi ayat ini dapat dijumpai pada setiap zaman. Senantiasa ada manusia yang bersikap ifrat (berlebihan) dan  tafrit (pengurangan) dalam perilaku sosial. Adakalanya mereka melangkah lebih ekstrim dari pemimpin sosial mereka dan ada juga yang lebih lambat dari masyarakat umum.

Sebenarnya tipe manusia seperti ini tidak ingin tahu apa tugas dan kewajibannya. Suatu saat mereka bersemangat bagaikan ombak laut yang menggelegar,namun ketika ombak itu tiba di tepi pantai, berubah menjadi busa yang tidak dapat bertahan lama. Manusia seperti ini bagaikan tong kosong nyaring bunyinya, dari luar begitu ramai namun dari dalam mereka tidak berani apa apa.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Hukum-hukum agama  diturunkan secara bertahan. Orang yang memiliki kemampuan jihad adalah  orang-orang yang sebelumnya telah terdidik dengan shalat dan zakat serta  telah memerangi hawa nafsu dan setan dari batin.

2.  Kesulitan dan problema sosial tidak boleh disikapi dengan emosional, melainkan harus mengikuti pandangan para pemuka yang adil dan berpikiran jauh ke depan.

 

Ayat ke 78-79

Artinya:

Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?  (4: 78)

Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi. (4: 79)

Pada ayat sebelumnya, telah  dijelaskan bahwa sekelompok Muslimin yang imannya lemah dan penakut  melakukan protes dan meminta penundaan  ketika diperintah untuk jihad. Hal itu dilakukan  dengan tujuan menyelamatkan diri dari kematian. Ayat ini menyebutkan bahwa  ketahuilah jika kalian tinggal di tempat yang paling kokoh sekalipun kematian akan menyongsong kalian. Beruntunglah orang yang berjalan di atas jalan yang benar lagi bernilai seperti jihad. Mereka ini mengasuransikan kesehjahteraan kehidupan akhirat dengan cara berjihad dan syahid di jalan Allah ketika berada di dunia.

Ayat ini kemudian mengungkap sikap buruk munafikin yang biadap terhadap Nabi  Muhammad Saw. Setiap kali mereka menang dalam perang, mereka melihat kemenangan itu dari anugerah dan karunia Tuhan, namun apabila dalam perang itu, mereka kalah, maka mereka menyalahkan Rasul, sebagai sosok yang tidak tidak tahu manajamen.

Ayat ini menyanggah hal ini. Semua yang ada di alam ini adalah atas kehendak Tuhan dan tanpa kehendakNya tidak akan ada sesuatu terjadi, baik itu kemenangan atau kekalahan. Namun kehendak Tuhan bukanlah tanpa alasan dan perhitungan. Jika kalian melaksanakan tugas kalian, maka Tuhan menakdirkan kebaikan dan kemenangan bagi kalian.  Sebaliknya,  bila  kalian malas dan ingkar seperti dalam perang Uhud maka Allah  Swt menakdirkan kekalahan buat kalian.

Hubungan manusia dengan Tuhan bagaikan hubungan  bumi dengan matahari. Bumi mengelilingi matahari dan setiap kali menghadap dengan matahari, maka ia memperoleh cahaya dan panasnya matahari dan setiap kali membelakangi matahari, bumi menjadi dingin dan gelap.

Dari itulah, dapat dikatakan  bahwa  cahaya bumi dari matahari, sementara  kegelapannya  berasal  dari dirinya sendiri. Manusia juga demikian, di  mana saja ia menghadap Tuhan, maka ia akan memperoleh karunia dan rahmat-Nya.  Apabila ia membelakangi Tuhan,  maka  ia akan terjauhkan dari karunia Tuhan. Walaupun hakikat ini hanya dimengerti oleh manusia-manusia berjiwa bersih,  sementara  orang-orang yang berjiwa sakit  tidak  dapat mengerti atau sengaja tidak mau menerima.  Karena  mereka menganggap dirinya  sebagai sentral, bukannya Tuhan. Padahal kriteria kebenaran dan kebatilan adalah Tuhan bukannya mereka.

Dari  dua  ayat tadi terdapat  lima  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Kematian sudah ditentukan oleh Tuhan, lalu apa gunanya lari dari perang dan jihad?

2. Janganlah kita meletakkan dosa di pundak orang lain dan jangan kita suka membuat alasan untuk lari dari tanggung  jawab.

3. Kematian dan kehidupan, kepahitan dan manisnya kehidupan, semuanya adalah ketetapan Tuhan yang Maha Bijaksana.

4. Dalam perspektif  ilahi, setiap keindahan dan kesempurnaan adalah dari Tuhan dan apa saja kekurangan adalah dari diri kita sendiri.

5. Risalah Nabi bersifat mendunia dan tidak dikhususkan kepada etnis atau kawasan tertentu.