
کمالوندی
Nura: Saya Mendapati Islam Agama Fitrah!
Sejak masih kecil, saya terpesona dengan budaya Asia Selatan. Dan sebagai remaja dan dikarenakan hasil rapor sekolah saya tinggi, saya benar-benar tertarik dengan Laurence of Arabia, dan dia memiliki pesona asing dengan Islam, demikian juga saya.
Kakak lelaki saya punya koleksi besar isu National Geographic yang diberikan oleh rekan-rekan ibu dan ayah kami.
Terdapat seorang koresponden bernama Thomas Abercrombie yang kemudian memeluk agama Islam, pada tahun 1960-an.Dia meliput ibadah Haji untuk National Geographic. Saya masih ingat, saya membaca artikel karyanya pada akhir tahun 1980-an. Saya melihat foto-foto berkaitan ibadah haji, tawaf di keliling Ka'bah. Saya merasa terpukau dan seolah-olah saya begitu ingin sekali berada di sana. Pada masa itu saya tidak mengetahuinya.
Saya tidak tahu apa yang mereka lakukan. Saya tidak memahami apa-apa mengenainya. Tetapi seperti ada sesuatu yang memberitahu saya bahwa tempat itu merupakan tempat yang ingin saya pergi. Tempat tersebut merupakan tempat yang baik.
Saya tidak paham bahwa seseorang itu bisa menjadi seorang muslim. Saya tidak tahujuga bahwa Thomas Abercrombie dulunya bukan muslim. Pada ketika itu saya berusia 12 atau 13 tahun. Maka saya pikir bahwa menjadi muslim seperti menjadi seorang Hindu. Anda tidak bisa melakukannya. Anda harus lahir sebagai Hindu dan itulah dia. Saya juga berpikiran bahwa kaum perempuan tidak bisa ke Mekah. Saya pikir hanya lelaki saja yang dibenarkan menunaikan ibadah haji karena foto-foto Thomas Abercrombie memperlihatkan hanya lelaki. Sepertinya dia merekam pengalamannya sendiri. Saya tidak paham ketika itu bahwa hal itu dikarenakan ada pemisahan antara gender, dan bahwa terdapat banyak wanita di sana.
Saya besar dengan memiliki pikiran artistik. Saya sering melukis dan menulis serta hal-hal yang semacamnya. Saya masih ingat saya mulai menulis bahasa Arab. Saya tidak tahu apa yang saya lakukan. Saya akan melukis bendera Arab Saudi dan menulis kata-kata di atasnya. Rupanya ketika itu saya menulis Bismillah dan Syahadah.
Akhirnya: Kehidupan sebenar saya sebagai Muslim
Kehidupan terus berjalan. Saya menamatkan sekolah saya di sekolah tinggi. Saya berumah tangga, pergi ke kolej, kemudian mendapat kerja. Saya lupa sama sekali dengan minat saya terhadap Asia Selatan dan Timur Tengah. Saya bekerja di Austin Texas. Di tempat ini begitu banyak sekali orang-orang India dan Pakistan. Di sinilah saya bertemu dengan orang Muslim. Saya besar di kawasan perkampungan maka tidak terdapat banyak Muslim dan orang arab di sana.
Untuk mempelajari lebih banyak berkaitan Pakistan, karena saya memang tidak tahu sama sekali berkaitan Pakistan dan orang Pakistan, maka saya ingin mempelajari negara Pakistan. Saya senantiasa ingin tahu dari mana teman-teman saya datang. Dengan cara itu saya mulai mendengar lebih banyak berkaitan Islam karena nama Pakistan secara resmi ialah Republik Islam Pakistan.
Pada masa itu saya juga mulai menyadari perbedaan antara teman-teman Hindu dan Muslim saya. Saya memang harus membuat perbandingan karena saya juga memiliki teman India, sama ada mereka Hindu atau Muslim, saya menyadari bahwa terdapat perbedaan walaupun mereka mungkin bukan Muslim yang baik, seperti shalat jamaah (hari Jumat) dan hari raya. Terdapat semacam kedamaian bagi mereka. Terdapat perbedaan yang tidak dimiliki oleh teman-teman Hindu saya. Bukanlah maksud saya bahwa rekan-rekan Hindu tidak gembira atau baik atau sepertinya, tetapi memang terdapat perbedaan yang saya sadari. Itu menyebabkan saya begitu ingin mengetahui tentang Islam. Saya ingin mengetahui apakah perbedaannya.
Dalam perbincangan dengan rekan-rekan saya, saya dapati bahwa sebenarnya seseorang bisa saja menjadi Muslim. Saya begitu terkejut 'wow' karena pada masa yang sama saya memang amat kecewa dengan Kristen. Saya benar-benar terasa kehilangan ruh dan saya mula melihat dan mencari agama-agama lain. Saya tidak lagi menghadiri gereja.
Ketika saya sudah menikah, mantan suami saya bukanlah seorang yang agamis. Dia melakukannya karena orang lain melakukannya. Kedua orang tuanya adalah penganut Lutheran, kakek-kakeknya juga penganut Lutheran, dan seterusnya. Maka dia agak bimbang tentang saya.Karena saya berperilaku aneh tetapi dia sebenarnya suka saya meneruskan pencarian saya.
Saya mencoba Buddhisme dan Shintoisme. Saya menjadi bingung dengan konsep semua Dewa dan Dewi serta Ruh dan bermacam lagi. Dan lagi pula hal ini sama sekali tidak dilakukan dalam bahasa Inggris. Saya tahu, sebagian orang akan mengatakan bahwa Islam juga dilakukan dalam bahasa Arab. Ya, kita berdoa, shalat dan membaca Quran dalam bahasa Arab, tetapi anda bisa memperolehnya dalam bahasa Inggris dengan mudah. Manakala Buddhisme semuanya dilakukan dalam bahasa yang tidak ada orang mengunakannya lagi.
Saya mengetahui Hinduisme di luar persoalan karena seperti yang saya katakan bahwa anda harus lahir dalam Hinduisme dan ia juga seperti sebuah perjalanan spiritual macam kehidupan Beetles dan Hippies. Jika anda bukan seorang India, saya berbicara berkaitan dengan orang Barat yang berkulit putih.
Bagaimanapun, saya mulai merasa bahwa tidak ada agama di luar sana untuk saya. Semuanya tidak cocok dengan keperluan saya. Seolah-olah tidak ada yang mengatakan apa yang saya rasakan di hati saya. Saya benar-benar memerlukan struktur agama dan penjelasan. Saya telah kehilangan kepercayaan terhadap Kristen apatah lagi saya menyoalkan konsep Trinitas.
Akhirnya dalam Islam saya temui sebuah agama yang mengajarkan Tuhan yang Satu, tidak punya anak, tidak dipersekutukan. Saya melayari itu dan mulai melakukan perbincangan dengan banyak Muslim, saya berhenti berteman dengan non-muslim. Saya berhenti makan dan minum yang diharamkan. Saya malah mulai membeli daging di pasar Halal.
Syahadah
Tetapi saya belum melafadkan syahadah saya. Maka saya belum lagi menjadi seorang muslim. Saya mulai hidup seperti seorang Muslim tetapi saya belum menjadi Muslim. Karena saya ingin mempelajari sebanyak mungkin tentang Islam. Saya inginkan kepastian mengenai apa yang saya lakukan. Saya menjadi obsesif. Saya akan berjaga sepanjang malam untuk belajar dan saya akan bertanya banyak pertanyan kepada teman-teman saya. Saya akan menulis semua yang saya pelajari. Saya hanya akan tidur mungkin 3 atau 4 jam dan kemudian saya akan menyambung pelajaran saya. Saya melayari semua informasi yang bisa saya gapai tetapi saya masih belum mengambil langkah final.
Pada satu hari seorang teman berkata kepada saya, "Anda tahu apa yang membuat kita berbeda?" Saya menjawab, "Tidak." Dia berkata, "Anda belum lagi melafadkan syahadah. Itu dia. Itulah perbedaannya."
Pada masa yang sama, seseorang memberikan saya link ceramah Hamza Yusuf kepada semua orang di dunia yang muslim tetapi mereka tidak menyadarinya. Itu membuat saya berpikir. Kemudian pukulan finalpun menerpa ketika seorang teman bertanya, "Apa akan jadi jika anda mati sebelum sempat mengucapkan syahadah? Anda harus melafadkannya."
Akhirnya, pada tanggal 31 Augustus 2002 saya mengucapkan dua kalimah syahadah di Original Dawah Conference Austin Texas: Tiada Tuhan yang saya sembah kecuali Allah dan Nabi Muhammad adalah pesuruh Allah. Saya kemudian bercerai dengan suami Kristen saya.Karena dia telah menjelaskan bahwa dia tidak akan menganut agama Islam. Dia bukanlah seorang penganut Kristen yang baik tetapi saya kira dia lebih senang menjadi Kristen daripada menjadi seorang muslim. Saya kemudian berpindah ke Chicago supaya bisa punya teman Muslim yang lebih banyak. Yang lain adalah sejarah.
Islam adalah agama yang benar. Dan bagi siapa yang telah dibimbing oleh Allah untuk memilih Islam, kami dapati bahwa ia memang telah berada bersama kami.Ia merupakan fitrah. Saya adalah seorang Muslim dan saya tidak mengetahuinya. Saya kira kata-kata kembali itu adalah lebih baik dari mengubah. Saya tidak melakukan apa-apa selain dari kembali semula kepada asal saya, ketika saya berusia 6 tahun. Saya punya kepercayaan kepada Tuhan sama seperti yang saya miliki sekarang. Hanya masa antara 6 hingga 26, segalanya menjadi kacau. Alhamdulillah, Allah telah memberikan saya kesempatan untuk meluruskan jalan saya. (IRIB Indonesia / onislam.net)
Sayidah Maksumah, Simbol Keagungan Ilmu dan Kemuliaan Akhlak
Islam memandang laki-laki dan perempuan bukan ukuran kemuliaan seseorang, sebab hal itu tidak ditentukan oleh gender. Keutamaan dan kemuliaan Ahlul Bait tidak terbatas hanya pada laki-laki saja, wanita-wanita keluarga Nabi juga memiliki keutamaan tinggi. Di antara wanita suci Ahlul Bait adalah Sayidah Fathimah Zahra as, putri Nabi, Sayidah Zainab Kubra dan Fathimah Maksumah. Ketiga wanita suci ini terkenal karena ketakwaan, ibadah, keluasan ilmu dan akhlaknya. Mereka menjadi teladan bagi umat Islam sepanjang sejarah.
Tanggal 10 Rabiul Tsani, bertepatan dengan hari wafatnya wanita suci Ahlul Bait as, Sayidah Fatimah Maksumah as, putri Imam Musa Kazim as serta saudari Imam Ali Ridha as. Beliau termasuk anggota keluarga Ahlul Bait as yang memiliki kemuliaan tinggi dari anak-anak Imam Musa as, setelah saudaranya Imam Ridha. Bukti kemuliaan wanita suci ini dapat ditelusuri dari penghormatan tinggi para Imam maksum dan pemuka Islam. Manusia-manusia suci dan ulama besar Islam banyak memuji serta menyebutkan keutamaan Sayidah Maksumah as.
Imam Shadiq as sudah sekian tahun yang lalu memberitahukan tentang kelahiran Sayidah Maksumah. Beliau bersabda: "Akan meninggal dan dikuburkan seorang perempuan dari salah seorang keturunanku yang namanya adalah Fatimah putri Musa, seorang perempuan yang dengan syafaatnya pada hari kiamat, seluruh pengikut syiah akan masuk sorga".
Sayidah Maksumah dibesarkan di rumah cahaya dan sumber keilmuan. Dari sisi keimuan dan spiritualitas, Sayidah Maksumah berhasil mencapai derajat tinggi. Hal ini disebabkan beliau mendapat didikan dari ayahnya, Imam Musa Kazim dan saudaranya, Imam Ali Ridha. Oleh karena itu, beliau cepat meraih kesempurnaan dan posisi spiritual yang tinggi khususnya di bidang ilmu dan makrifah. Sejak usia kanak-kanak, Sayidah Maksumah telah menunjukkan kecerdasaan dan keluasan ilmunya. Di usia tersebut beliau mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan agama dari umat Islam ketika sang ayah tidak berada di rumah.
Sayidah Maksumah merupakan figur mulia yang menjalani kehidupan sesuai dengan al-Quran dan ajaran Islam. Beliau memiliki kedudukan tinggi dari sisi kesempurnaan manusia, karena mengisi kehidupan dengan kecintaan kepada Allah Swt dan senantiasa menjalankan ajaran Islam. Mengenai kesalehan dan ketakwaan Sayidah Maksumah, Imam Ridha as menyebut saudarinya Maksumah yang berarti wanita yang bersih dari dosa.
Sayidah Maksumah dipanggil dengan berbagai gelar, salah satunya adalah gelar Muhadisah, yang berarti salah satu wanita yang meriwayatkan hadis. Hadis-hadis yang beliau riwayatkan mendapat posisi tinggi di kalangan ulama dan dipercaya. Sepanjang hidupnya, Sayidah Maksumah sangat gigih memperjuangkan dan mempertahankan wilayah Ahlul Bait as. Hal ini menunjukkan wawasan luas beliau terhadap kondisi zamannya, karena saat itu pemerintah Abbasiyah memberlakukan kondisi yang sangat ketat khususnya terhadap Ahlul Bait dan pengikutnya.
Di era dinasti Bani Abbasiyah, aksi penyiksaan dan penjara-penjara menakutkan membuat umat tidak dapat mengakses Imam Kazim as. Di era kepemimpinan Imam Ridha as, juga tidak boleh dilupakan peran Sayidah Maksumah dalam menjelaskan posisi Imamah Ahlul Bait kepada umat Islam. Ketika itu, Sayidah Maksumah giat berjuang mengokohkan pondasi Imamah di tengah masyarakat dengan menjelaskan sejumlah hadis yang berkaitan dengan wilayah Ahlul Bait.
Di antara hadis yang diriwayatkan Sayidah Maksumah adalah Hadis Manzilah yang menjelaskan posisi Imam Ali as. Di hadis ini dijelaskan bahwa kedudukan Imam Ali terhadap Nabi Saw, seperti posisi Harun bagi Nabi Musa as. Beliau juga menjelaskan peristiwa penting di Ghadir Khum untuk mencegah umat Islam tersesat dan lalai dari amanat Nabi kepada mereka.
Beliau juga senantiasa mengingatkan umat terkait jawaban Imam Ridha as soal usulan Khalifah Makmun kepada Imam ini. Makmun dalam makarnya mengusulkan posisi Putra Mahkota kepada Imam Ridha as, sebuah usulanyang bersifat makar dan tipu daya. Hal ini tak lebih dimaksudkan Makmun untuk meredam perlawanan para pengikut Ahlul Bait as. Imam Ridha saat menjawab usulan Makmun mengatakan, jika khilafah merupakan hakmu tidak seharusnya kamu melimpahkannya kepada orang lain, namun jika bukan hakmu, mengapa kamu menyebut dirimu khalifah umat Islam dan menentukan putra mahkota (Wali Ahd).
Sayidah Maksumah mengingatkan kembali peristiwa tersebut demi menyadarkan masyarakat bahwa kepemimpinan terhadap umat Islam merupakan hak keluarga suci Nabi. Oleh karena itu, selanjutnya sejarah mencatat perjuangan besar Sayidah Maksumah dalam mengokohkan Imamah Ahlul Bait khususnya di saat masalah kepemimpinan tengah dirongrong oleh konspirasi musuh.
Sayidah Maksumah berhijrah dari Madinah menuju Marv di Iran untuk menjumpai saudaranya, Imam Ridha as. Rombongan Sayidah Maksumah yang tengah menuju Marv mendapat sambutan hangat masyarakat. Selama perjalanan beliau memanfaatkan kesempatan untuk menjelaskan keutamaan Ahlul Bait kepada masyarakat.
Hal inilah yang membuat antek-antek Bani Abbasiyah memburu rombongan Sayidah Maksumah. Ketika rombongan ini sampai di kota Saveh, mereka diserang oleh pasukan Makmun dan kelompok pembenci Ahlul Bait. Sejumlah pengikut beliau di peperangan tak seimbang ini gugur syahid. Akibat peristiwa ini, Sayidah Maksumah terpukul batinnya dan jatuh sakit. Atas inisiatif Sayidah Maksumah, rombongan kemudian menuju kota Qom.
Tokoh dan ulama Qom yang mendengar kedatanganSayidah Maksumah langsung keluar menyambut rombongan keluarga Nabi ini. Wanita suci ini tak lebih dari 17 hari hidup di Qom, beliau akhirnya menghembuskan nafasnya akibat penyakit yang beliau derita pada tanggal 10 Rabiul Tsani 201 H.
Hingga kini, keberadaan Sayidah Maksumah yang sangat singkat di kota Qom mendatangkan berkah yang cukup besar. Kini, setelah berlalu berabad-abad, makam Sayidah Maksumah di Qom, diziarahi ribuan bahkan jutaan orang dari segala penjuru dunia. Makam Sayidah Maksumah di Qom menebarkan berkah bagi kota suci ini, dan berkembangnya Hauzah ilmiah. Para pemikir dan pencinta Ahlul Bait dari berbagai negara dunia mengunjungi kota suci Qom untuk menuntut ilmu-ilmu Islam. Kota ini selanjutnya menjadi tempat para peziarah para pecinta Ahlul Bait as. Di kota ini kemudian muncul Pusat Pendidikan Agama (Hauzah Ilmiah) besar di dunia Islam.
Hauzah ilmiah Qom dewasa ini menjadi benteng pertahanan yang menjaga, melestarikan dan mengembangkan ilmu-ilmu Islam. Bahkan dengan berjalannya waktu Hauzah Ilmiah Qom telah melahirkan berbagai ulama dan ilmuwan Islam terkemuka.(IRIB Indonesia)
Mengenal Ayatullah Azizullah Khoshvaqt
Sepanjang sejarah Islam, para ulama revolusioner senantiasa menjadi teladan dan panutan gerakan-gerakan menuntut kebenaran. Mereka merasakan langsung penderitaan masyarakat dan bergabung bersama orang-orang tertindas dan lemah untuk melawan kezaliman dan penindasan. Mereka ibarat gelombang besar yang menyapu kerusakan dan memberi cahaya kepada masyarakat. Sejarah cemerlang Islam telah melahirkan banyak ulama sejati yang menjadi pewaris para nabi. Para ulama pencari Tuhan akan selalu menjadi garda penjaga agama.
Imam Jakfar Shadiq as ketika mendeskripsikan para ulama berkata, "Para ulama Syiah adalah garda di front terdepan untuk melawan syaitan dan bala tentaranya. Mereka akan menghalangi Syiah kami dari serangan syaitan dan musuh. Kelompok ulama ini memiliki keutamaan yang lebih tinggi ketimbang para mujahid yang berjuang dengan senjata mereka untuk membela agama, sebab mereka (para mujahid) mempertahankan tanah air dan raga kaum Muslim, sementara para ulama mempertahankan zona hati dan tidak membiarkan musuh menembus hati dan akidah mereka."
Ayatullah Azizullah Khoshvaqt termasuk salah satu ulama yang berada dalam barisan itu. Beliau adalah seorang alim dan arif dan kepergiannya telah menyisakan kesedihan yang mendalam bagi masyarakat Islam Iran. Ayatullah Khoshvaqt dilahirkan pada tahun 1926 di Tehran, Iran dan setelah menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas, beliau mulai mendalami ilmu-ilmu agama dan menamatkan jenjang mukaddimah hauzah ilmiah di Madrasah Larzadeh, selatan Tehran. Ayatullah Khoshvaqt kemudian melanjutkan studinya di hauzah ilmiah Qom dan menimba ilmu dari ulama-ulama besar seperti, Ayatullah Sayid Hossein Boroujerdi, Imam Khomeini, dan Syahid Mohammad Shaduqi.
Sementara di bidang hikmah dan filsafat, Ayatullah Khoshvaqt berguru kepada seorang mufassir besar Allamah Sayid Muhammad Hossein Tabatabai. Mengingat hiasan ilmu adalah beramal shaleh dan mensucikan jiwa, maka Ayatullah Khoshvaqt memohon anugerah dari Allah Swt dan bertekad untuk meniti jalan penyucian jiwa dan sairus suluk. Nafas irfani Allamah Tabatabai telah membakar semangat Ayatullah Khoshvaqt untuk mengenal tabir-tabir akhlak dan derajat para arif. Hal ini membuat beliau mendapat perhatian khusus dari sang guru.
Setelah memperkaya diri dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan mencerahkan jiwa dengan hikmah, akhlak, dan irfan, akhirnya Ayatullah Khoshvaqt kembali ke kota kelahirannya. Selama tinggal di Tehran, beliau memulai kegiatan sebagai imam shalat berjamaah di Masjid Imam Hasan Mujtaba as, mendidik generasi muda dan para pelajar agama, dan memberi perhatian besar kepada masyarakat dalam mengatasi kebutuhan-kebutuhan mereka. Ayatullah Khoshvaqt juga aktif membangun persahabatan dengan kaum muda dan keluarga para syuhada sehingga dikenal sebagai sosok yang menyenangkan dan penyejuk jiwa di tengah masyarakat.
Ayatullah Khoshvaqt pasca kemenangan Revolusi Islam Iran pada 1979, diangkat oleh Imam Khomeini sebagai wakil khusus beliau di Dewan Revolusi Budaya. Sejak pengangkatan itu, Ayatullah Khoshvaqt mulai meningkatkan kegiatan di bidang budaya dan memberi bimbingan dan pencerahan kepada kalangan remaja, mahasiswa, dan pelajar agama. Sampai sekarang, Masjid Imam Hasan Mujtaba as masih menjadi pusat kegiatan dan perkumpulan anak-anak muda revolusioner. Di tempat itu, mereka mengobati rasa dahaganya dengan tafsir ayat-ayat al-Quran, khutbah Nahjul Balaghah, dan Sahifah Sajjadiyah.
Ulama revolusioner ini senantiasa menekankan pandangan dan pemikiran-pemikiran Imam Khomeini serta mendukung sikap dan kebijakan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei. Kearifan Ayatullah Khoshvaqt dalam isu-isu politik dan trik-trik musuh telah menjadikan beliau sebagai rujukan untuk konsultasi oleh para politisi, cendekiawan hauzah ilmiah, dan intelektual universitas. Di antara ciri khas ulama kharismatik ini adalah menjauhkan diri dari gemerlap dunia dan memilih hidup sederhana serta membangun hubungan tulus dengan masyarakat. Sikap ini membuat beliau bagai magnet yang menarik setiap hati dan memberi keteduhan kepada lingkungan sekitar.
Pada akhirnya, Ayatullah Azizullah Khoshvaqt setelah hidup penuh berkah selama 86 tahun, berpamitan untuk selamanya dari semua orang-orang yang mencintai beliau dan bergegas menyambut panggilan Tuhan. Ayatullah Khoshvaqt meninggal dunia pada tanggal 20 Februari 2013 setelah menunaikan ibadah umrah di kota suci Makkah. Masyarakat Iran kehilangan sosok mulia dan guru besar akhlak yang selama hidupnya menjadi tumpuan masyarakat.
Berdasarkan petunjuk al-Quran, kemuliaan seseorang di sisi Tuhan terletak pada takwanya. Bimbingan akhlak dan pemikiran-pemikiran ilmiah Ayatullah Khoshvaqt juga selalu menekankan ketakwaan, akhlak mulia, dan agama.
Ayatullah Khoshvaqt dalam sebuah ucapannya mengatakan, "Sebab lemahnya iman adalah dosa dan tidak adanya komitmen riil terhadap Islam. Siapa yang menyalahgunakan kebebasan pribadinya dan berbuat dosa, ia telah menempatkan dirinya dalam kondisi tragis dan dalam bingkai kelemahan iman. Setiap dosa yang dilakukan, akan menurunkan derajat iman, dan segala tindakan yang menjaga aturan agama, akan meninggikan iman seseorang. Pilar akhlak adalah iman pada derajat yang tinggi. Jalan menuju keimanan itu adalah mencegah dosa. Dosa bertentangan dengan iman. Orang-orang yang tidak memperoleh nikmat iman, mereka akan melanggar saat tidak ada pengawas, dan iman adalah pengawas batin. Orang-orang yang beriman bahkan tidak berbuat dosa di dalam rumahnya sendiri."
Ayatullah Khoshvaqt lebih lanjut mengatakan, "Lalu bagaimana iman itu bisa benar? Dengan mempertahankan takwa, satu-satunya cara meningkatkan iman, melaksanakan hukum-hukum Allah Swt. Jika kita menunaikan kewajiban dan meninggalkan hal-hal yang haram, pekerjaan ini akan meninggikan derajat iman kita. Sementara dosa akan menurunkan derajat iman, iman yang tipis akan mendorong manusia ke arah dunia dan dosa dan kemudian akan terjebak dalam dosa-dosa besar. Orang yang bisa selamat dari musibah ini adalah mereka yang bertakwa dan menjauhi dosa."
Ayatullah Khamenei dalam pesan dukanya atas kepergian guru besar akhlak ini menulis, "Usia yang penuh berkah, penuh dengan spiritualitas dan penyucian jiwa, dan langkah-langkah kontinyu dalam sairus suluk kepada Allah Swt, senantiasa dengan perjuangan luar biasa dalam mendidik jiwa-jiwa potensial dan hati-hati yang dahaga, merupakan sekelumit dari biografi guru akhlak dan makrifat ini. Tanpa ragu bahwa kepergian pribadi istimewa ini merupakan sebuah musibah yang menyedihkan bagi mereka yang mengetahui derajat spiritual beliau dan para murid serta orang-orang yang belajar dari beliau."
Salah satu keistimewaan ulama adalah pemanfaatan ilmu dan pengetahuan mereka tidak akan berakhir dengan kepergian mereka. Imam Ali as berkata, "Ulama tetap hidup meskipun secara lahir sudah mati." Oleh sebab itu, Ayatullah Khamenei mengatakan, "Kita berharap dengan izin Allah Swt, berkah-berkah Ayatullah Khoshvaqt tidak terputus. Setelah terbebas dari ikatan materi, ruh hamba-hamba shaleh Tuhan akan memiliki kapasitas yang lebih besar, mereka berdoa, mengayomi, dan memberi petunjuk. Kita harus melestarikan dan mempertahankan hubungan kita dengan mereka, ini akan menguntungkan kita dan kita akan beruntung dengan doa-doa mereka, perhatian mereka, dan berkah mereka."
Jasad Ayatullah Khoshvaqt dimakamkan pada tanggal 23 Februari 2013 di Komplek Makam Sayid Abdul Azim al-Hasani di kota Rei (selatan Tehran) di tengah kehadiran ribuan masyarakat untuk memberi penghormatan kepada beliau. Shalat jenazah juga langsung dipimpin oleh Ayatullah Khamenei.
Empat Perbuatan yang Dapat Mematikan Hati Manusia!
Hati merupakan anggota badan terbaik yang dimiliki manusia. Dalam Hadis Qudsi disebutkan bahwa hati seorang mukmin merupakan rumah Allah. Dengan demikian, kita dituntut untuk menjaganya dan jangan sampai membuatnya bergetar dan tergelincir, apalagi sampai membuatnya mati.
Rasulullah Saw bersabda,
"Ada empat hal yang dapat membuat mati hati manusia:
1. Berbuat dosa berkali-kali,
2. Banyak berbicara dengan perempuan yang non muhrim,
3. Berdebat dengan orang bodoh, padahal pembicaraan itu tidak ada kebaikannya,
4. Berteman dengan orang-orang mati."
Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Siapa yang dimaksud dari orang-orang mati?"
Nabi Saw menjawab, "Manusia yang memiliki harta tapi tidak beragama dan tidak bertakwa."(1)
Begitu juga dalam wasiat Rasulullah Saw kepada Imam Ali as, beliau bersabda, "Wahai Ali! Pertemananmu dengan tiga golongan ini akan membuat hatimu mati:
1. Berteman dengan orang yang memiliki sifat rendah,
2. Berteman dengan orang kaya,
3. Berteman dengan orang yang suka bicara dengan perempuan non muhrim."(2)
Dalam buku al-Kafi dinukil sebuah hadis bahwa Allah Swt dalam munajat Nabi Musa as berfirman, "Wahai Musa! Jangan pernah lupakan Aku. Karena melupakan Aku dapat mematikan hati."(3)
Catatan:
1. Majmu'ah Warram, jilid 2, hal 118.
2. Al-Wafi, jilid 26.
3. Al-Kafi, jilid 2, hal 498, al-Khisal, jilid 2, hal 523 dan al-Kafi, jilid 4, hal 478.
Sumber: ISNA
Riya, Penyakit yang Membinasakan Manusia
Di tengah masyarakat ada saja orang yang melakukan perbuatan demi mendapat pujian orang lain atau untuk menunjukkan apa yang sudah dilakukannya. Orang seperti ini biasanya tidak melihat Allah sebagai tujuan dalam melakukan sesuatu. Tidak peduli dengan Allah Swt dalam perbuatan dan ucapan serta kecintaan yang luar biasa akan masalah lahiriah memunculkan penyakit yang bernama riya. Perbuatan ini dilarang keras dalam Islam. Karena orang yang riya berada dalam lingkaran kesyirikan dan membuat terjatuh dari derajat kemanusiaan.
Arti kata riya sendiri adalah menampakkan dan memamerkan sesuatu dan dalam istilah berarti manusia yang melakukan satu pekerjaan baik dengan tujuan pamer di hadapan manusia, bukan kepada Allah Swt. Perbuatan riya bisa terjadi dalam ibadah dan juga dalam perbuatan biasa seperti membantu orang lain. Orang yang riya begitu senang akan pujian orang lain. Orang seperti ini akan terus berusaha agar apa yang dilakukannya dilihat oleh orang lain, sementara ketika tidak ada yang mengetahui, ia tidak begitu terdorong untuk melakukannya. Sejatinya, orang yang riya berusaha sedemikian rupa sehingga menjadi perhatian orang lain lalu dipuji. Bila tidak demikian, ia tidak akan mengulangi lagi perbuatan itu.
Riya menghancurkan amal perbuatan manusia dan seperti rayap yang memakan dan merusak kayu dari dalam. Riya membuat perbuatan manusia tidak memiliki kandungan apapun. Manusia yang melakukan ibadah yang disertai riya, maka ketika berbuat semua perhatiannya tertuju pada bagaimana perbuatannya diterima orang lain. Menjadi tidak penting baginya apakah Allah Swt juga menerima ibadahnya atau tidak. Sementara orang mukmin berkeyakinan bahwa Allah menyaksikan perbuatan yang dilakukan hambanya, sekaligus memberikan balasan atas perbuatan baiknya. Dengan demikian, ia tidak lagi menanti orang lain memujinya.
Sangat mungkin bahwa pada awalnya seseorang tidak mampu memilih dan memilah perbuatan yang terpolusi dengan riya atau tidak, tapi salah satu tanda paling jelas dari orang yang riya adalah pamrih. Bila seseorang melakukan satu pekerjaan dan dengan pekerjaan itu ia berusaha mengungkit-ungkitnya kepada orang lain dan dengan cara ini amal perbuatannya menjadi sia-sia. Allah dalam al-Quran menyamakan mengungkit, mengganggu dan riya. Karena ketiganya sama membatalkan sedekah dan perbuatan baik. Bahkan disebutkan juga bahwa orang yang riya tidak beriman kepada Allah Swt dan hari akhirat.
Allah Swt dalam Al-Quran berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir." (QS. al-Baqarah: 264)
Islam sangat menentang sikap riya dan menyebut siapa yang berbuat riya bukan seorang mukmin. Imam Shadiq as berkata, "Seluruh riya adalah syirik dan barangsiapa yang berbuat karena manusia maka pahalanya juga dari manusia dan barangsiapa yang bekerja untuk Allah Swt maka pahalanya juga akan diberikan oleh-Nya."
Masalah niat sangat penting dalam ibadah kepada Allah Swt, bahkan boleh dikata niat merupakan ruh dari ibadah itu sendiri. Nilai dari sebuah ibadah memiliki hubungan erat dan penuh dengan niat manusia. Bila niat manusia bermasalah dan tidak untuk Allah Swt, maka sekalipun perbuatan yang dilakukan sangat besar dan agung, tapi tidak ada manfaatnya bagi manusia. Dalam pekerjaan sehari-hari, kita sangat memperhatikan masalah niat dan memberikan nilai yang tinggi. Sangat penting sekali bagi manusia niatnya dalam bekerja itu benar atau tidak.
Sebagai contoh, ketika bertemu dengan seorang teman yang berkata kepada kita "saya rindu bertemu denganmu". Bila kita melihat bahwa ucapannya itu benar-benar dari hati yang dalam atau jujur, maka pernyataannya itu sangat bernilai bagi kita dan secara alami kita juga menunjukkan perasaan yang sama. Sebaliknya, bila kita mengetahui bahwa apa yang disampaikan tidak benar adanya dan sekadar rayuan untuk memanfaatkan kita, maka pernyataan yang semacam itu tidak bernilai sama sekali, bahkan mungkin kita akan tidak menyukainya. Semakin ia mengulangi kata-kata itu, maka semakin bertambah pula kebencian kita kepadanya. Sementara pada tampak lahiriahnya, apa yang dilakukan itu sama, tapi dengan niat yang berbeda. Dengan demikian, sebagai satu kaidah umum bahwa manusia yang cerdas tidak akan menilai sebuah pekerjaan dari tampak lahiriahnya saja, tapi melihat sampai pada niat di balik perbuatan itu.
Kebalikan dari riya adalah ikhlas. Keikhlasan adalah sifat dimana seorang melakukan perbuatan murni hanya untuk melakukan perintah Allah Swt dan tidak ada niatan selain-Nya. Orang seperti ini tidak mau menunjukkan perbuatannya kepada orang lain dan memamerkannya guna mendapat pujian dari orang, tapi yang dilakukannya hanya untuk Allah Swt. Mungkin saja ia melakukan perbuatannya di depan orang lain dan mendapat pujian, tapi yang penting adalah niatnya berbuat tidak untuk mendapat pujian orang lain.
Perlu diketahui bahwa bila seseorang memurnikan niatnya hanya untuk Allah dan melakukan satu pekerjaan karena Allah, di sebagian kasus, bahkan perbuatan di hadapan orang lain menjadi sunnah hukumnya dan itu merupakan ibadah lain. Allah Swt dalam ayat 31 surat Ibrahim berfirman, "Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: "Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan."
Membersihkan perbuatan dari riya merupakan pekerjaan besar. Siapa yang berhasil melakukan perbuatannya hanya karena Allah Swt dan tidak punya motifasi lain kecuali Allah akan mendapat maqam yang tinggi di sisi Allah. Surat al-Insan diturunkan untuk menjelaskan perbuatan Ahli Bait Nabi Saw, yakni Imam Ali, Sayidah Fathimah, Imam Hasan dan Imam Husein as. Keluarga ini memberikan makanan berbuka puasa mereka kepada orang miskin, yatim dan budak selama tiga hari. Perbuatan ini dilakukan mereka dengan niat hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Oleh karenanya, Allah Swt menerima perbuatan mereka yang didasari keikhlasan dan surat al-Insan diturunkan untuk memuji perilaku ini, sehingga mereka menjadi teladan bagi orang lain.
Sebagian ulama dan urafa menjelaskan bahwa bila kalian ingin aman dari penyakit riya, berusahalah bahkan untuk tidak memikirkan perbuatan baik yang dilakukan dan katakan bahwa itu semua berkata pertolongan dan kecintaan Allah. Bila seseorang sangat menikmati bahkan berlebihan mencintai perbuatannya sendiri dan berulang kali memikirkannya di benaknya, maka pada dasarnya ia telah mengurangi tingkat keikhlasan perbuatan itu. Dengan demikian, bila engkau menolong orang lain, berjihad di jalan Allah, menulis karena Allah, dan perbuatan baik lainnya, maka berusahalah untuk tidak mengurutkannya di benakmu. Karena riya berasal dari kata raa yang berarti melihat dan itu berarti menyaksikan perbuatan. Dengan memikirkannya kembali, maka engkau akan melihat perbuatanmu lebih besar dari apa yang sudah dilakukan. Dengan demikian engkau akan menanti pujian yang lebih dari orang lain.
Satu lagi cara lain untuk menyelamatkan diri dari riya adalah introspeksi diri. Artinya, seseorang menjelang berakhirnya hari itu, ia mengevaluasi kembali perbuatan, sikap dan ucapan yang disampaikannya. Perbuatan ini memberi kesempatan kepada manusia untuk menilai niatnya lebih teliti, sehingga dapat melihat semua niat yang tersembunyi dalam perbuatannya. Dalam evaluasi ini, seseorang tidak boleh mentoleran dirinya sendiri, sehingga evaluasi ini dapat membantunya mengenal akar dan cabang riya lalu berusaha membinasakannya.
Demi menyempurnakan upaya introspeksi diri ini, kita menyimak penjelasan Imam Khomeini ra dalam bukunya Chehel Hadis, "Wahai saudaraku! Sadarlah dari kelalaianmu dan memikirkan perbuatanmu serta memandang lembaran amal perbuatanmu. Takutlah dari perbuatan yang engkau anggap benar seperti shala, puasa, haji dan lain-lain, ternyata di alam sana menjadi penyebab masalah dan kehinaan. Evaluasilah dirimu di alam ini sehingga mendapat kesempatan memperbaikinya dan timbanglah amal perbuatanmu... Bila di sini engkau tidak mengevaluasi diri dan tidak meluruskannya, maka di sana engkau akan diperhitungkan dan perbuatanmu akan dihitung. Pada waktu itu engkau akan mendapat musibah yang besar. Takutlah akan keadilan ilahi dan jangan sampai sombong. Dan pada saat yang sama jangan sampai meninggalkan usaha keras."(IRIB Indonesia)
Kiat Memelihara Iman Dalam Islam
Manusia mengawali langkahnya di lingkungan keluarga dan di sepanjang perjalanan hidup, ia terlibat interaksi dengan berbagai lingkungan sosial yang berbeda. Mengingat manusia sebagai makhluk sosial, maka ia akan membangun kontak dengan lingkungan sekitar dan menerima pengaruh-pengaruh dari luar. Para psikolog mengakui lingkungan sosial memiliki pengaruh besar bagi kepribadian, perilaku, dan pola pikir seseorang. Lingkungan sosial adalah hubungan interaksi antara masyarakat dengan lingkungan. Sikap masyarakat terhadap lingkungan sosial dipengaruhi oleh nilai-nilai dan keyakinan. Akan tetapi, tidak semua nilai-nilai dan keyakinan yang mendominasi masyarakat itu baik. Individu yang mengikuti nilai-nilai spiritual dan ilahi perlu memikirkan kiat-kiat untuk memelihara pemikiran dan akidah sucinya dari serangan luar.
Salah satu cara efektif untuk memelihara iman dan takwa adalah menjauhi lingkungan yang tidak sehat. Sebuah lingkungan yang sarat dengan nuansa maksiat akan mendorong seseorang untuk melakukan penyimpangan dan dosa. Oleh sebab itu, menjauhi lingkungan-lingkungan seperti itu pada dasarnya merupakan sebuah terobosan penting dalam melestarikan iman. Rasul Saw dan Ahlul Bait Nabi as juga menjauhi lingkungan yang tidak sehat dan melarang para pengikutnya untuk memasuki komunitas gelap.
Berkenaan dengan masalah tersebut, Harun ibn Jahm berkata, "Salah satu pembantu Mansur Abbasi menggelar sebuah pesta dan mengundang warga untuk menghadirinya, Imam Jakfar Shadiq as termasuk di antara tamu undangan. Beliau duduk di perjamuan itu bersama tamu-tamu lain dan salah seorang dari mereka meminta air, pelayan di perjamuan itu memberinya segelas khamar. Menyaksikan fenomena itu, Imam Jakfar langsung bangkit dari tempatnya dan beranjak pergi. Lalu seorang tamu bertanya kepadanya tentang alasan kepergiannya, Imam menjawab, ‘Rasulullah bersabda, laknat atas orang yang duduk di sebuah perjamuan dimana khamar dihidangkan."
Dalam Islam, seorang Muslim bahkan dianjurkan untuk berhijrah dan meninggalkan tempat tinggalnya sebagai salah satu cara untuk menjauhi lingkungan kotor dan memilih kehidupan baru di tengah masyarakat yang sehat demi menjaga agamanya. Allah Swt dalam surat an-Nisa ayat 97 berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya, ‘Dalam keadaan bagaimana kamu ini?" Mereka menjawab, ‘Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah).' Para malaikat berkata, ‘Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?' Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali."
Namun, kondisi seseorang terkadang sangat sulit untuk meninggalkan lingkungan yang kotor dan berhijrah ke tempat lain. Dalam lingkungan seperti itu, ia harus berusaha menghancurkan sarana-saranan yang mendorong perbuatan dosa. Salah satu kiat dalam hal ini adalah mengontrol penglihatan dan pendengaran. Dengan kata lain, ia harus mengawasi dirinya dan berusaha maksimal untuk tidak terjebak dalam lembah dosa. Penglihatan memiliki pengaruh langsung pada mental dan perilaku seseorang. Menurut berbagai riset di ilmu psikologi, menyaksikan pemandangan yang tidak pantas dan tidak bermoral akan mendorong manusia untuk melakukan perbuatan melanggar dan menyimpang.
Seorang psikolog Amerika, Leonard Berkowitz mengatakan, "Ide-ide agresif yang ditawarkan oleh media akan tertanam dalam memori pemirsa dan ide itu akan aktif ketika mereka berada dalam keadaan marah atau tertekan. Ide-ide agresif tersebut juga akan mempengaruhi pola pikir dan persepsi mereka dalam menilai dunia dan lingkungannya." Seorang individu dapat memelihara imannya dengan menghindari sarana dosa dan menyibukkan diri dengan hal-hal positif. Begitu juga dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan pendengaran. Agama melarang seseorang untuk mendengar perkara-perkara yang tidak berguna dan berpotensi menjurus ke perbuatan dosa.
Sebagai gantinya, Islam menganjurkan seorang Muslim untuk membaca buku-buku yang memberi pencerahan dan mengembangkan pemikiran serta menyimak lantunan al-Quran untuk membentuk karakter religius dan kemanusiaannya. Mata dan telinga merupakan dua alat untuk menimba ilmu pengetahuan dan ilmu itu akan membimbing manusia untuk beramal. Jika kedua sarana itu telah disibukkan dengan hal-hal negatif, maka tindakan yang lahir dari seseorang tidak lain kecuali perbuatan haram.
Kiat lain untuk memelihara iman adalah pintar-pintar memilih teman dan pergaulan. Teman yang buruk menyimpan potensi luar biasa untuk mendorong seseorang pada keburukan dan dosa, sebab manusia menerima pengaruh signifikan dari pergaulan dan lingkungan sekitar. Teman yang buruk akan merusak dan menghancurkan kepribadian seseorang serta menyeret mereka ke dalam dosa. Ia akan mengesankan dosa sebagai sebuah kewajaran dan menggerogoti akidah seseorang dengan sikapnya.
Al-Quran dalam surat al-Furqan 27 dan 29 memperingatkan manusia untuk tidak terperosok ke dalam kerusakan dan penyimpangan melalui pengaruh teman yang buruk. Allah Swt berfirman, "Dan ingatlah hari ketika itu orang yang zalim menggigit dua tangannya karena menyesal dan kecewa, seraya berkata, ‘Aduhai! Kiranya dahulu aku berjalan bersama Rasul. Kecelakaan besar bagiku, kiranya aku dahulu tidak menjadikan si fulan itu sebagai teman akrab. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari peringatan sesudah peringatan itu datang kepadaku. Kemudian Allah berfirman, ‘Dan adalah syaitan itu terhadap manusia selalu membuat kecewa."
Cara efektif lainnya untuk memelihara iman adalah tidak mengaitkan perbuatan kita dengan persepsi dan panilaian masyarakat banyak. Seseorang yang berperilaku menggunakan parameter masyarakat, maka ia tidak akan bisa bersikap dengan benar dan terpuji di tengah lingkungan yang kotor. Nabi Sulaiman dalam sebuah pesan kepada putranya berkata, "Wahai putraku! Jangan engkau tambatkan hatimu pada kerelaan masyarakat, sebab setiap perbuatan yang engkau lakukan, tidak akan mendatangkan kerelaan semua mereka. Oleh karena itu, jangan engkau ikatkan hatimu pada kerelaan mereka dan sibukkanlah dirimu dengan mencari keridhaan Tuhan."
Kiat lain untuk memelihara iman di lingkungan yang tidak sehat adalah memupuk kesadaran diri dan memikirkan dampak-dampak dosa dalam kehidupan. Kegiatan ini memiliki dampak positif yang sangat besar bagi seseorang dan keimanannya. Dosa tidak hanya menjauhkan manusia dari Tuhan, tapi moral dan perilakunya juga akan tercela dan berdampak langsung pada kehidupannya. Sebagai contoh, perbuatan zina dan mengkonsumsi khamar kadang bisa menghancurkan sebuah keluarga dan seseorang terkucilkan di tengah keluarganya karena dosa. Oleh sebab itu, Islam sangat menekankan untuk berpikir tentang dampak-dampak dosa dan senantiasa mendorong manusia untuk menjaga iman dan taqwanya. Rasul Saw bersabda, "Takutilah dosa, karena dosa itu akan menghancurkan kebaikan."
Menurut para guru akhlak, kesempurnaan seorang individu diperoleh dari pengenalan dan wawasan yang benar terhadap ajaran-ajaran agama. Memperdalam kajian agama dan merasionalkan semua keyakinannya dengan argumentasi-argumentasi yang kuat tentu saja akan memperkecil potensi penyimpangan. Kegiatan-kegiatan seperti memikirkan nikmat-nikmat Tuhan, merenungkan tanda-tanda kebesaran-Nya, bercengkrama dengan Sang Pencipta, mengikuti majlis doa, dan membaca kisah kehidupan orang-orang shaleh, memainkan pengaruh penting dalam memeliharan iman.
Memelihara iman dan taqwa di tengah lingkungan yang tidak sehat tentu saja terasa sulit, tapi tindakan ini bernilai tinggi dan terpuji. Allah Swt telah menjadikan Asiyah binti Muzahim, istri Fir'aun sebagai teladan orang-orang mukmin. Asiyah berada di tengah lingkungan syirik, tapi hatinya dipenuhi dengan iman kepada Tuhan dan melawan semua kesyirikan dengan perjuangan gigih. Asiyah begitu menderita di dalam istana yang penuh dengan orang-orang yang bermaksiat sehingga dia menginginkan rumah di surga. Ia tampil sebagai salah satu perempuan unggul selain Sayidah Maryam, Khadijah dan Fathimah.
Jika manusia seperti Asiyah mampu merasakan kelezatan kasih sayang Tuhan, maka ia akan selalu mencari ridha-Nya bahkan di tengah lingkungan yang paling buruk sekalipun. Ia tidak ingin keintimannya dengan Tuhan dirusak oleh keburukan orang-orang di sekitarnya. (IRIB Indonesia)
Namakan Dia Hasan!
Setelah bayi Sayidah Fathimah az-Zahra as lahir ke dunia, beliau meminta dari suaminya, Imam Ali as untuk memilihkan nama untuknya. Imam Ali as berkata, "Sebagai penghormatan kepada Rasulullah Saw, saya tidak mengizinkan diriku untuk melakukan hal ini. Beliau adalah kakek dari bayi ini dan lebih baikbila beliau yang memberi nama bayi ini."
Nabi Saw berkata, "Saya memohon kepada Allah Swt agar menentukan nama bayi ini."
Ketika itu Allah Swt berfirman kepada malaikat Jibril, "Pergilah menemui Muhammad dan ucapkan selamat. Katakan juga bahwa hubungan Ali denganmu sama seperti hubunan Harun dan Musa. Oleh karenanya, beri nama bayi itu dengan nama anak laki-laki Harun."
Jibril mendatangi Nabi Saw dan menyampaikan pesan dari Allah Swt. Nabi Saw bertanya, "Siapa nama anak Harun?"
Jibril menjawab, "Namanya Syabar."
Nabi kembali bertanya, "Apa arti nama Syabar dalam bahasa Arab?"
Jibril diberi tahu oleh Allah Swt lalu mengatakan, "Beri nama bayi itu Hasan(1)." (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Catatan:
1. Indah dan tampan.
Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Hasan as.
Lebih Baik dari Syahadah
Jihad di jalan Allah merupakan nilai terbaik dan tertinggi di hadapanAllah Swt, sehingga mereka yang berjihad di jalan Allah meninggal dunia, mendapat kabar gembira akan menempati surga tertinggi.
Ketika dimulainya sebuah perang antara umat Islam dengan orang-orang Musyrik, ada seorang pemuda mendekati Rasulullah Saw. Ia menyatakan kesiapannya untuk ikut dalam perang.
Nabi Saw berkata kepada pemuda itu, "Apakah engkau memiliki kedua orang tua yang masih hidup?"
Pemuda itu menjawab, "Iya, dan keduanya masih hidup."
Nabi Saw berkata lagi kepadanya, "Apakah saat ini engkau menginginkan untuk mendapatkan pahala dari Allah Swt?"
Pemuda itu menjawab, "Iya, wahai Rasulullah."
Rasulullah Saw kemudian berkata, "Kalau begitu, sekarang engkau pergi menghadapi kedua orang tuamu dan selama engkau mampu, maka berbuat baik dan layani mereka!"
Sumber: "Sad Pand va Hekayat" Nabi Muhammad Saw.
Putriki Dunia Tidak ada Salahsatu Tempat Kehidupaan Untukmu!
Nabi Muhammad Saw adalah seorang pekerja keras. Terkadang beliau keluar dari kota hanya untuk memperbaiki pekerjaan Muslimin. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, beliau kembali ke kota dan rumahnya. Sesuai dengan kebiasaannya, Nabi Saw ketika kembali dari luar kota, beliau mengunjungi rumah putrinya dan untuk beberapa waktu beliau berada di sana.
Suatu kali, Nabi Muhammad Saw bersama menantunya, Ali as pergi keluar kota. Setelah beberapa hari, mereka kembali ke kota dan langsung menuju rumah Fathimah Zahra as. Nabi Saw baru menyadari bahwa putrinya baru membeli sejumlah perhiasan yang terdiri dari dua gelang, kalung dan dua anting-anting untuk dirinya.
Ketika pandangan Nabi Saw terbentur pada perhiasan itu, dengan wajah berubah beliau langsung keluar dari rumah.
Sayidah Fathimah az-Zahra as dengan segera memahami mengapa ayahnya bersikap demikian. Dengan cepat beliau keluar dari rumah dan bertanya kepada masyarakat yang ada tentang keberadaan ayahnya. Seseorang menjawab, "Rasulullah Saw wajahnya terlihat marah dan pergi menuju masjid."
Sayidah Fathimah as kembali ke rumah dan mulai menanggalkan perhiasan yang dipakainya. Setelah itu beliau kembali keluar dari rumah dan kepada pria yang ditemuinya tadi beliau berkata, "Berikan ini kepada ayahku dan sampaikan kepada beliau bahwa saya menyerahkan perhiasan ini di jalan Allah."
Sesuai dengan pesan yang disampaikan Sayidah Fathimah as, pria itu pergi menemui Nabi Saw. Ketika Rasulullah Saw menerima pesan Sayidah Fathimah as dari pria itu, wajah beliau tampak berseri-seri dan terlihat gembira dan tiga kali beliau berkata, "Fathimah melakukan apa yang kuharapkan. Ayahnya menjadi tebusannya."
Setelah itu beliau bersabda, "Gemerlapan dunia tidak diciptakan untuk Nabi dan keluarganya."
Setelah itu, Rasulullah Saw kembali menemui putrinya di rumahnya dan tinggal selama beberapa waktu di sana. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: Sad Pand va Hekayat; Sayidah Fathimah Zahra as.
Dakwah Nabi Muhammad Saw
Ketika Muhammad Saw diangkat sebagai nabi dan utusan Allah Swt, beliau mulai berdakwah kepada manusia. Seorang anak berusia 8 tahun (Imam Ali as) dan seorang perempuan berusia 40 tahun (Sayidah Khadijah as) beriman kepadanya. Tidak ada yang beriman kepada beliau, kecuali dua orang ini.
Semua tahu bahwa betapa warga musyrik Mekah begitu mengganggu Rasulullah Saw. Mereka berusaha merusak apa yang dilakukan oleh beliau dan menentangnya, tapi Nabi Saw tidak berputus asa dan beliau tidak mengatakan, "Saya tidak memiliki siapapun!"
Beliau tegar menghadapi segalanya dan dengan kekuatan jiwa dan tekad yang kuat beliau mengantarkan risalah ilahi dari titik nol hingga yang bisa disaksikans aat ini. Sekarang sekitar 700 juta orang berada di bawah bendera risalahnya.
(Velayat Faqih, hal 136)
Nabi Muhammad Saw dengan al-Quran yang berada di satu tangannya dan di tangannya yang lain ada pedang sebagai simbol bahwa pedang itu untuk menumpas para pengkhianat dan al-Quran untuk memberi hidayah manusia.
Mereka yang layak untuk diberi hidayah, al-Quran akan menjadi pembimbing mereka, tapi mereka yang tidak bisa diberi hidayah, bahkan berusaha melakukan konspirasi menentang kebenaran, maka pedang dipersiapkan untuk mereka.
(Sahifah Imam, jilid 9, hal 340)
Sumber: Sire-ye Nabavi; Gozideh-i az Kalam va Andisheh Imam Khomeini ra, Tehran, 1383, Moasseseh Tanzim va Nashr Asar Emam Khomeini.