
کمالوندی
Iran: Rezim Amerika Mengintimidasi Awak Media
Kementerian Luar Negeri Iran menyatakan rezim Amerika Serikat berusaha mengintimidasi dan membungkam para wartawan yang meliput aksi protes atas pembunuhan George Floyd.
Kemenlu Iran dalam sebuah tweet pada Selasa (2/6/2020) menulis, “Berdasarkan berbagai laporan, polisi Amerika telah menyerang para wartawan lebih dari 100 kali.”
“Masyarakat dunia menyaksikan apa yang terjadi di Amerika. Presiden Donald Trump yang bersembunyi ke dalam bunker, berusaha mengalahkan demonstran dengan menjauhkan para wartawan,” tambahnya.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif di akun Twitter-nya juga mengatakan bersamaan dengan rencana penumpasan oleh militer, kota-kota di Amerika menyaksikan aksi brutal terhadap demonstran dan media.
“Eropa yang begitu cepat menghakimi masyarakat non-Barat, kali ini benar-benar memilih bungkam,” sindirnya.
Zarif menekankan bahwa jika Eropa tetap memilih diam di hadapan brutalitas terhadap warga dan media di Amerika, maka mereka harus menutup mulutnya untuk selamanya.
Berdasarkan laporan polisi Amerika dan media, sedikitnya 5.600 orang ditangkap sejak aksi protes besar-besaran melanda negara itu.
Imam Khomeini, Imam Perubahan
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei dalam menyampaikan pidato memperingati haul Imam Khomeini menyebut pendiri Republik Islam Iran ini sebagai "Inspirator, pendorong dan pelaku perubahan". Oleh karena itu, Rahbar menyebut Imam Khomeini sebagai "Imam perubahan".
Perubahan yang dikibarkan Imam Khomeini tidak hanya berpengaruh di Iran saja, tapi juga berdampak di tingkat global terutama dunia Islam.
Ayatullah Khamenei hari Rabu (3/6/2020) mengatakan,"Untuk menjaga keberlanjutan revolusi, kita harus belajar karakteristik perangkat lunak dan operasionalismenya dari Imam Khomeini. Kita harus seriusi pendekatan perubahan dan percepatan menuju "perbaikan dan melompat ke depan" di semua bidang, terutama di lini-lini yang tidak aktif, maupun tertinggal,".
Imam Khomeini adalah seorang tokoh pejuang yang menyadari masalah yang menimpa Iran dan dunia Islam. Oleh karena itu, jalan yang diambil oleh Imam Khomeini dalam perang melawan imperialisme serta rezim korup dan menindas, sebagai jalan yang berkelanjutan dan permanen.
Ayatullah Khamenei menilai pemikiran Imam Khomeini melampaui zamannya. Beliau mengatakan bahwa Imam Khomeini jauh hari telah membuktikan bahwa kekuatan adidaya seperti AS rentan dan bisa dipatahkan.
"Ketika itu, tidak ada yang berpikir bisa melakukan tindakan yang bertentangan dengan kehendak Amerika Serikat, tetapi Imam Khomeini membuktikannya, bahkan presiden Amerika sendiri mengakui telah dipermalukan oleh beliau," ujar Rahbar.
Sebelum Uni Soviet bubar, Imam Khomeini dalam berbagai statemennya telah menyinggung keruntungan blok timur ini, sebuah pandangan yang jarang terlontar dari para analis internasional sekalipun. Dari sudut pandang ini, ide-ide politik Imam Khomeini menunjukkan perubahan besar di tingkat global. Lebih dari itu, Imam Khomeini telah menyuarakan perubahan besar tatanan global, dan peran Islam di dalamnya, seiring terbentuknya Republik Islam di Iran.
Perubahan yang diusung Imam Khomeini berpijak pada nilai-nilai universal seperti keadilan, kebebasan dan hak asasi manusia. Oleh karena itu, tuntutan terhadap penegakkan keadilan dan kebebasan tidak hanya disuarakan Republik Islam saja, tapi juga di tempat lain, termasuk yang terjadi di AS saat ini.
Ayatullah Khamenei menyebut peristiwa terkini di Amerika Serikat sebagai kemunculan realitas yang selama ini disembunyikan, dan wajah asli pemerintah Amerika dipermalukan di dunia oleh perilaku mereka sendiri.
Ayatullah Khamenei dalam pidato peringatan haul Imam Khomeini hari Rabu (3/6/2020) mengatakan bahwa aksi seorang polisi Amerika Serikat menekan leher seorang pria kulit hitam dengan lututnya hingga meninggal dunia, yang disaksikan oleh para polisi AS lainnya, bukan peristiwa baru.
aksi protes terhadap kematian warga kulit hitam AS oleh polisi negara ini
"Kejahatan ini mencerminkan sepak terjang dan sifat pemerintah AS yang telah melakukan hal yang sama terhadap banyak negara dunia, seperti: Afghanistan, Irak, Suriah, dan sebelumnya Vietnam," ujar Rahbar.
Ayatullah Khamenei menyebut slogan orang Amerika hari ini, "Kami tidak bisa bernafas," sebagai suara hati semua negara yang tertindas. Ironisnya, pemerintah AS tidak meminta maaf atas perlakuan tidak tahu malu terhadap warganya sendiri yang jelas menunjukkan kejahatan, dan kemudian mereka mengatakan hak asasi manusia, seorang-olah orang kulit hitam yang terbunuh bukan manusia dan dia tidak memiliki haknya.
Selama ini AS selalu bersembunyi di balik topeng hak asasi manusia dan demokrasi yang diklaim dilanggar negara lain, tapi lupa negaranya sendiri sebagai biang keladi berbagai pelanggaran tersebut. Pada peringatan haul Imam Khomeini ke-31, realitas yang tersembunyi itu kian hari semakin tersingkap. Tepat kiranya, jika Rahbar menyebut Imam Khomeini sebagai Imam perubahan yang bergerak melampaui zamannya.(
Sekilas Pidato Rahbar Memperingati Haul Imam Khomeini ra
Haul Pendiri Republik Islam Iran Imam Khomeini ra diperingati pada tanggal 14 Khordad yang tahun ini bertepatan dengan tanggal 3 Juni 2020.
Memperingati haul tersebut, Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatulllah al-Udzma Sayid Ali Khamenei menyampaikan pidato live di televisi nasional Republik Islam Iran.
Dalam pidatonya, Rahbar menyebut peristiwa terkini di Amerika Serikat sebagai kemunculan realitas yang selama ini disembunyikan, dan wajah asli pemerintah Amerika dipermalukan di dunia oleh perilaku mereka sendiri.
Ayatullah Khamenei menambahkan bahwa aksi seorang polisi Amerika Serikat menekan leher seorang pria kulit hitam dengan lututnya hingga meninggal dunia, yang disaksikan oleh para polisi AS lainnya, bukan peristiwa baru.
"Kejahatan ini mencerminkan sepak terjang dan sifat pemerintah AS yang telah melakukan hal yang sama terhadap banyak negara dunia, seperti: Afghanistan, Irak, Suriah, dan sebelumnya Vietnam," imbuhnya.
Ayatullah Khamenei menyebut slogan orang Amerika hari ini, "Kami tidak bisa bernafas," sebagai suara hati semua negara yang tertindas.
Rahbar dalam pidatonya juga menyinggung manajemen penanggulangan Covid-19 yang buruk di AS, dengan mengatakan, "Lemahnya penanganan virus Corona disebabkan kerusakan sistematis di tubuh puncak kekuasaan AS, sehingga jumlah kasus dan korban yang meninggal akibat virus Corona di Amerika Serikat lebih tinggi beberapa kali lipat dari negara lain. Kini, mereka tidak meminta maaf atas perlakuan tidak tahu malu terhadap warganya sendiri yang jelas menunjukkan kejahatan, dan kemudian mereka mengatakan hak asasi manusia, seorang-olah orang kulit hitam yang terbunuh bukan manusia dan dia tidak memiliki haknya".
"Dengan kondisi saat ini, orang-orang yang profesinya mendukung AS dan antek-anteknya tidak akan bisa membanggakan negara ini kepada orang lagi," papar Ayatullah Khamenei.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei menyatakan bahwa Imam Khomeini jauh hari telah membuktikan bahwa kekuatan adidaya seperti AS rentan dan bisa dipatahkan.
"Ketika itu, tidak ada yang berpikir bisa melakukan tindakan yang bertentangan dengan kehendak Amerika Serikat, tetapi Imam Khomeini membuktikannya, bahkan presiden Amerika sendiri mengakui telah dipermalukan oleh beliau," ujarnya.
Di bagian lain pidatonya, Rahbar mengungkapkan peran besar Imam Khomeini tidak hanya bagi Iran, tapi juga dunia Islam. Ayatullah Khamenei menyebut pendiri Republik Islam ini sebagai "Inspirator, pendorong dan pelaku perubahan".
"Pada awal gerakan Islam dimulai, tidak ada cakrawala mengenai masa depan di benak bangsa ini, tetapi Imam Khomeini ra mengubah pandangan tersebut menjadi pembentukan umat Islam, dan penciptaan peradaban baru Islam," ungkapnya.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menegaskan bahwa Imam Khomeini ra benar-benar melakukan perubahan besar di tengah bangsa Iran.
"Beliau mengubah perasaan rendah diri bangsa Iran menjadi percaya diri dan bermartabat," pungkasnya.
15 Khordad; Awal Kebangkitan Besar Islam Bangsa Iran
Hari ini Kamis 15 Khordad atau 04 Juni 2020 bertepatan dengan peringatan kebangkitan bersejarah Imam Khomeini, pendiri Republik Islam Iran pada tahun 1342 Hs atau 1963.
Gerakan 15 Khordad 1342 Hs (Juni 1963) merupakan titik balik di sejarah Revolusi Islam dan awal sebuah kebangkitan besar Islam bangsa Iran.
Anasir rezim Pahlevi pada 15 Khordad, 57 tahun silam di sebuah peristiwa pahit, menyerang rumah Imam Khomeini di kota Qom dan menangkap beliau menyusul pidato Imam membongkar esensi pemerintah monarki di Madrasah Faiziyeh Qom.
Imam Khomeini di hari Asyura di pidatonya di Madrasah Faiziyeh menguak kejahatan rezim Pahlevi dan hubungan Shah dengan rezim Zionis Israel.
Warga dari berbagai kota Iran saat merespon penangkapan Imam Khomeini, menggelar aksi demo besar-besaran anti rezim Shah Pahlevi.
Selama aksi demo, aparat keamanan rezim Pahlevi menyerang secara brutal Madrasah Faiziyeh, membantai, menciderai dan menangkap sejumlah warga.
Kebangkitan bersejarah ini merupakan percikan pertama kebangkitan Islam melawan pemerintah monarki Shah Pahlevi dan mempersiapkan kondisi yang tepat bagi terbentunya landasan ideologi, politik dan sosial revolusi Islam.
Imam Khomeini pada 15 Khordad 1342 Hs membawa kebangkitan politik anti pemerintah monarki Shah ke fase sensitif dan selama satu dekade beliau menanggung beragam kesulitan termasuk diasingkan ke luar negeri.
Kebangkitan Imam Khomeini dimulai sejak tahun 1963 dan Revolusi Islam ini meraih kemenangan pada tahun 1979. Tak dapat dipungkiri bahwa kebangkitan 15 Khordad memainkan peran gemilang di kemenangan Revolusi Islam.
Imam Khomeini Mengajarkan Dunia untuk Melawan Arogansi
Koalisi Pemuda 14 Februari Bahrain menyatakan bahwa salah satu pelajaran terpenting yang diajarkan Revolusi Iran kepada dunia adalah melawan arogansi dan menumbangkan rezim-rezim tirani yang korup.
Hal itu disampaikan untuk memperingati haul Bapak Pendiri Republik Islam Iran, Imam Khomeini ra ke-31 yang jatuh pada hari Rabu (3/6/2020) seperti dikutip laman Farsnews.
"Revolusi Islam Iran yang dipimpin Imam Khomeini ra adalah sebuah revolusi nilai-nilai dan prinsip Ilahi untuk melawan penindasan dan arogansi," tegas Koalisi Pemuda 14 Februari Bahrain.
"Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatullah Sayid Ali Khamenei telah mewujudkan banyak dari pemikiran Imam Khomeini dan melanjutkan sirah beliau dalam membela kaum tertindas serta mendukung gerakan pembebasan dan perlawanan, khususnya masalah Palestina dan pembebasan al-Quds al-Sharif," tegasnya.
Koalisi Pemuda 14 Februari Bahrain menyeru umat Islam untuk belajar dari sirah Imam Khomeini, yang memperkuat budaya kehormatan dan martabat serta menjadikannya pedoman.
"Hari ini kita menghadapi arogansi global, Amerika Serikat, dan kekuatan-kekuatan kolonial Barat, serta sebuah kanker ganas yaitu Israel. Kita membutuhkan lebih dari sebelumnya untuk memulai perlawanan dan jihad terhadap rezim-rezim diktator," kata gerakan pemuda revolusioner Bahrain ini.
Israel Bunuh Lebih dari 3.000 Anak Palestina sejak Intifada Kedua
Kementerian Informasi Palestina menyatakan para geng dan pemukim Zionis terus melakukan pelecehan terhadap anak-anak Palestina.
Dalam sebuah laporan pada Hari Internasional Perlindungan Anak, Kementerian Informasi Palestina mendokumentasikan pembunuhan hingga 3.090 anak-anak Palestina oleh tentara Zionis sejak Intifada Kedua pada tahun 2000.
Seperti dilaporkan Palestine al-Yawm, Selasa (2/6/2020), laporan tersebut mencatat sejak Presiden AS Donald Trump mengumumkan Quds sebagai ibukota rezim Zionis pada 6 Desember 2017 dan hingga akhir 2019, Israel telah membunuh 114 anak-anak Palestina, melukai ribuan lainnya, dan menahan lebih dari 17.000 anak.
Selama satu setengah tahun terakhir, militer Zionis menangkap 745 anak-anak Palestina di bawah usia 18 tahun. Israel menahan 264 anak-anak Palestina pada kuartal pertama tahun 2020.
Sekitar 95 persen anak-anak Palestina disiksa dan dilecehkan oleh pasukan Zionis selama penangkapan mereka yang biasanya dilakukan di tengah malam. Pasukan pendudukan menangkap setiap tahun hampir 700-1000 anak-anak Palestina dalam operasi di seluruh kota-kota Palestina.
Sejak awal Oktober 2015, pasukan Zionis telah mengintensifkan penangkapan terhadap anak-anak Palestina dan menahan sekitar 2.000 anak pada November 2016.
Pemerintah tidak berangkatkan jamaah haji 2020 karena pandemi COVID-19
Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan pemerintah memutuskan tidak memberangkatkan jamaah haji pada musim haji 2020/1441 Hijriah karena pertimbangan pandemi COVID-19.
"Pemerintah memutuskan untuk tidak memberangkatkan jamaah haji pada tahun 2020/1441 Hijriah," kata Menag dalam konferensi pers mengenai penyampaian keputusan pemerintah terkait penyelenggaran ibadah haji 2020/1441 Hijriah di Jakarta, Selasa.
Pembatalan pemberangkatan jamaah haji tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 494/2020. Sesuai dengan amanat undang-undang selain persyaratan ekonomi dan fisik, kesehatan dan keselamatan jamaah haji harus diutamakan mulai dari embarkasi, di Tanah Suci hingga kembali ke Tanah Air.
"Ini sungguh keputusan yang cukup pahit dan sulit di satu sisi kita sudah menyiapkan berbagai upaya dan usaha tapi di sisi lain kita memikul tanggung jawab untuk memberi perlindungan kepada jamaah haji ini merupakan tanggung jawab negara kren terkait risiko keselamatan," katanya.
Keputusan tersebut diambil setelah dilakukan kajian yang sangat mendalam oleh tim yang dibentuk Kementerian Agama juga setelah dikonsultasikan dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mendapatkan pandangan keagamaan terkait keputusan tersebut.
Pihak Arab Saudi juga tidak kunjung membuka akses haji bagi negara manapun akibatnya pemerintah tidak punya cukup waktu untuk menyiapkan pelayanan dan perlindungan bagi jamaah, katanya. "Sementara pemerintah telah melakukan berbagai persiapan"
Menteri Agama menambahkan risiko ibadah yang sangat mungkin terganggu jika haji dilaksanakan dalam kondisi dimana di masyarakat kasus terpapar COVID-19 masih bertambah.
"Keputusan ini berlaku untuk seluruh warga Indonesia baik jamaah haji reguler maupun yang haji furada atau haji khusus atau menggunakan visa undangan atau mujamalah," tegas Menag.
Keputusan tidak memberangkatkan jamaah haji tahun ini dilakukan pemerintah terkait dengan kondisi pandemi COVID-19 yang terjadi di berbagai negara termasuk Arab Saudi yang telah berdampak pada berbagai sektor kehidupan.
Fachrul Razi: Pembatalan pemberangkatan jamaah haji bukan pertama kali
Pembatalan pemberangkatan jamaah haji tahun 2020/1441 Hijriah bukan yang pertama kali dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, kata Menteri Agama Fachrul Razi
"Indonesia juga pernah menutup pada 1946,1947 dan 1948 karena pertimbangan adanya agresi Belanda," kata Menteri Agama Fachrul Razi dalam konferensi pers mengenai penyampaian keputusan pemerintah terkait penyelenggaraan ibadah haji 2020/1441 Hijriah di Jakarta, Selasa.
Pemerintah memutuskan membatalkan pemberangkatan jamaah haji karena pandemi COVID-19 yang masih mewabah di berbagai negara termasuk Arab Saudi.
Pembatalan tersebut dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 494/2020 setelah dilakukan kajian mendalam dan komunikasi dengan Pemerintah Arab Saudi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) maupun Komisi VIII DPR RI.
Menag mengatakan kajian literatur serta menghimpun data dan informasi tentang pelaksanaan haji di masa pandemi di masa lalu diperoleh fakta bahwa penyelenggaraan ibadah haji pada masa terjadinya wabah menular telah mengakibatkan tragedi kemanusiaan dimana puluhan ribu jamaah haji menjadi korban.
Pemerintah Saudi Arabia pernah menutup penyelenggaraan haji pada tahun 1814 karena wabah tha'un, lalu pada 1837 dan 1858 karena epidemi penyakit dan pada 1892 karena wabah kolera serta 1987 karena wabah meningitis.
"Pembatalan pemberangkatan jamaah haji dilakukan pemerintah selain karena risiko ibadah yang akan terganggu jika haji dilakukan dalam kondisi wabah masih terjadi juga karena Pemerintah Arab Saudi tidak kunjung membuka akses haji bagi negara manapun," katanya.
Akibatnya Pemerintah Indonesia tidak punya cukup waktu untuk menyiapkan pelayanan dan perlindungan jamaah.
Lebih lanjut Menag mengatakan, keputusan pembatalan pemberangkatan haji berlaku bagi seluruh warga Indonesia baik jamaah reguler maupun jamaah haji khusus serta jamaah mujalamah yang diundang oleh Pemerintah Arab Saudi.
"Ini sungguh keputusan yang cukup pahit dan sulit di satu sisi kita sudah menyiapkan berbagai upaya dan usaha tapi di sisi lain kita memikul tanggung jawab untuk memberi perlindungan kepada jamaah haji ini merupakan tanggung jawab negara karena terkait risiko keselamatan," kata Menag.
Peringati Haul Imam Khomeini ke-31, ICC Jakarta Gelar Webiner
Peringatan haul Imam Khomeini tidak hanya digelar di Iran, tapi juga di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Bertepatan dengan peringatan haul Imam Khomeini ke-31, Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta bersama Ahlul Bait Indonesia (ABI) dan Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) hari Rabu (3/6/2020) menggelar seminar daring dengan mengusung tema "Sosok pejuang keadilan abad milenial".
Webiner yang mengkaji pemikiran Imam Khomeini menghadirkan Dr. Abdulmajid Hakimelahi, selaku Direktur ICC Jakarta, sebagai keynote speaker, dalam seminar daring yang berlangsung pukul 10:00 hingga 12:30 WIB.
Selain itu, seminar yang dimoderatori Akmal Kamil, MA ini diisi oleh Prof. Dr. KH Abd Rahim Yunus, Ketua Umum FKUB Sulsel; Jalaluddin Rakhmat, MSc, Ketua Dewan Syura PP IJABI; dan Dr. Umar Shahab, MA, Ketua Dewan Syura DPP ABI.
Berbagai tema penting dengan pendekatan yang beragam disajikan para pembicara dalam seminar tentang pemikiran Imam Khomeini. Abd Rahim Yunus mengangkat isu tentang persatuan Islam dalam pemikiran Imam Khomeini, Umar Shahab menjelaskan masalah tugas keumatan dalam pandangan Imam Khomeini, serta Jalaluddin Rakhmat menelisik masalah Imam Khomeini dan Revolusi Islam dari perspektif Michel Foucault.
Peringatan haul Imam Khomeini ke-31 berlangsung hari Rabu, 14 Khordad 1399 Hs, yang bertepatan dengan 3 Juni 2020.
Konflik Israel-Palestina dalam Kacamata Iran
Konflik yang terjadi antara Palestina dan Israel selama satu abad, maupun dalam tujuh dekade terakhir menjadi perhatian banyak kalangan, termasuk Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei yang selama ini konsisten membela Palestina. Rahbar dalam pidato terbarunya mengenai Hari Quds Internasional baru-baru ini menyampaikan berbagai isu penting menyikapi konflik antara Palestina dan Israel.
Beberapa kalangan menghubungkan awal konflik Palestina-Israel dengan peristiwa Deklarasi Balfour tahun 1917, yang terjadi 103 tahun silam. Beberapa pihak melihat awal konflik ini terjadi tahun 1948 dan pembentukan rezim Zionis di tanah Palestina, yang telah berlalu 72 tahun.
Apakah kita akan mempertimbangkan awal dari konflik ini pada tahun 1917 atau 1948, yang jelas konflik Palestina-Israel adalah yang terpanjang di dunia. Sejumlah analisis konflik yang dilakukan di berbagai tingkatan, termasuk di level global menunjukkan kedalaman tingkatannya. Dari sekian analis yang muncul megenai konflik ini, salah satu analisis paling penting dan realistis telah dilakukan oleh Ayatullah Khamenei dalam peringatan empat puluh satu Hari Quds Internasional
Rahbar menyebut kekuatan Barat sebagai faktor utama pemicu konflik Palestina dan Israel saat ini. Ayatullah Khamenei menggambarkan penjarahan negara Palestina dan pembentukan tumor kanker ganas rezim Zionis dengan berbagai jenis pembunuhan dan kejahatan paling keji yang dilakukannya terhadap Palestina sebagai catatan baru tentang kejahatan kemanusiaan di dunia. Ayatullah Khamenei menegaskan, "Penyebab utama tragedi ini adalah pemerintah Barat dan kebijakan jahat mereka."
Inggris adalah negara paling penting dan utama yang berperan dalam pembentukan rezim Zionis di tanah Palestina. Negara ini memainkan peran besar dalam berbagai bentuk, termasuk Deklarasi Balfour, migrasi orang-orang Yahudi dari berbagai belahan dunia ke tanah Palestina, penjarahan tanah dan pembelian tanah Palestina yang diserahkan kepada orang-orang Yahudi, serta dukungan terhadap pendirian rezim Zionis Israel. Selain itu, Inggris juga mendukung keanggotaan Israel di PBB.
Pasca Perang Dunia II, Amerika Serikat, lebih dari kekuatan Barat lainnya mengambil peran untuk mendukung rezim Zionis. Amerika Serikat memveto hampir semua resolusi anti-Israel di Dewan Keamanan PBB, dan abstain terhadap beberapa resolusi mengenai Israel.
Apa yang dilakukan Amerika Serikat di kawasan Asia Barat, termasuk mengobarkan perang antarnegara, antarbangsa, dan perang proksi, menjatuhkan sanksi berat terhadap Iran, negara-negara lain dan kelompok-kelompok perlawanan, menggoyahkan dan melemahkan pemerintah Arab, kehadiran militer di Asia Barat, serta dukungan kelompok-kelompok teroris; semuanya ditujukan untuk mendukung rezim Zionis dan memperkuat posisinya di kawasan strategis dunia ini. Baru-baru ini, pemerintahan Donald Trump meluncurkan rencana rasis "Kesepakatan Abad" yang mengusung kepentingan Israel dan merugikan Palestina.
Sebagai imbalan dari tingkat dukungan AS terhadap Israel, Gedung Putih mendapatkan dukungan dari lobi Zionis, terutama di sektor investasi dan perekonomian AS. Begin–Sadat Center for Strategic Studies (BESA Center) dalam laporannya menyatakan bahwa bantuan AS untuk negara Yahudi adalah investasi yang menguntungkan. Setiap tahun sebanyak 3,8 miliar dolar investasi AS telah memberikan keuntungan untuk negara ini. Israel saat ini berinvestasi sekitar 24 miliar dolar, sekitar tiga kali lipat selama satu dekade lalu. Israel secara strategis merupakan garis pertahanan AS di Timur Tengah (Asia Barat) dan satu-satunya sekutu regional yang bisa diandalkan oleh Washington. Perusahaan-perusahaan Amerika telah mendirikan dua pertiga dari 300 pusat penelitian dan pengembangan Israel di Startup Nation. Pengusaha Israel banyak berinvestasi dalam perekonomian AS, dan Israel salah satu dari 20 penyedia investasi langsung terbesar di Amerika Serikat."
Poin penting dari statemen Pemimpin Besar Revolusi Islam yang menyalahkan kekuatan Barat atas kejahatan rezim Zionis terhadap Palestina menunjukkan besarnya dukungan kekuatan Barat dalam berbagai kejahatan rezim Zionis. Sebab, rezim Zionis tidak memiliki kekuatan dan pengaruh tanpa dukungan negara-negara Barat.
Negara-negara Arab Perusak tujuan Palestina
Meskipun Rahbar menganggap kebijakan Barat sebagai penyebab utama konflik Palestina dan Israel saat ini, tapi beliau tidak mengambil pandangan satu dimensi saja dalam masalah ini, dan menyalahkan sebagian besar pemerintah Arab atas situasi yang terjadi tersebut. Ayatullah Khamenei mengatakan, "Sayangnya, sebagian besar negara-negara Arab secara bertahap menyerah setelah perlawanan pertama dan mereka melupakan kewajiban kemanusiaan, Islam, politik, spirit, dan wibawa Arab, yang membantu tujuan musuh,". Rahbar mengatakan bahwa hasil dari penyerahan ini adalah kebuntuan jalan negosiasi dengan penjajah dan pendukungnya, yang menyebabkan kian lemahnya perjuangan Palestina." Menurut beliau, kebijakan utama arogansi dan Zionisme adalah mengecilkan masalah Palestina di benak masyarakat Muslim hingga melupakannya.
Setelah pembentukan rezim agresor Israel, pemerintah Arab memiliki empat perang dengan rezim Zionis pada tahun 1948, 1953, 1967 dan 1973, yang gagal di hampir semua perang tersebut. Kekalahan dalam perang, serta meningkatnya ketergantungan terhadap kekuatan Barat, membuat negara-negara Arab menggunakan pendekatan kompromi dengan rezim Zionis. Hasil dari kompromi tersebut adalah perjanjian Camp David antara Mesir dengan rezim Zionis, perjanjian Lembah Arab antara Yordania dengan Israel, Kesepakatan Damai Oslo, dan rencana perdamaian pemerintah Arab untuk penyelesaian konflik antara Palestina dan Israel. Hasil dari pakta dan rencana perdamaian ini adalah pengakuan terhadap eksistensi rezim Zionis dan terpinggirkannya masalah Palestina dalam kebijakan luar negeri negara-negara Arab.
Melemahnya masalah Palestina disebabkan karena normalisasi hubungan antara negara-negara Arab dan rezim Zionis. Tidak diragukan lagi, jika ada konsensus dan konvergensi dalam dunia Arab untuk mendukung Palestina; maka tidak hanya rezim Zionis, bahkan Amerika Serikat juga tidak akan bisa berbuat apa-apa terhadap Palestina. Berbeda dengan pendekatan kompromis yang diambil sejumlah negara Arab terhadap Israel, pendekatan front perlawanan yang terbentuk setelah kemunculan Revolusi Islam Iran telah mengubah perimbangan kekuatan regional yag menjegal berbagai prakarsa rasis seperti Kesepakatan Abad yang diluncurkan AS dan rezim Zionis.
Apa yang Harus Dilakukan?
Pidato Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran pada Hari Quds Internasional disajikan dalam bentuk jawaban atas pertanyaan kunci tentang apa yang harus dilakukan.
Pertama, masalah Palestina adalah isu kemanusiaan. Oleh karena itu, membatasi masalah ini hanya pada isu Palestina semata, ataupun masalah Arab tentu saja merupakan kesalahan besar. Imam Khomeini menjadikan isu Palestina sebagai masalah dunia Islam yang melampaui sekat etis dan bangsa dengan mencanangkan Jumat terakhir bulan suci Ramadhan sebagai Hari Quds Internasional, dan kini Ayatullah Khamenei melanjutkannya.
Kedua, tujuan dari perjuangan ini adalah pembebasan seluruh wilayah Palestina dari laut ke sungai, dan kembalinya semua warga Palestina ke tanah air mereka. Mereduksi masalah ini melalui pembentukan pemerintahan di sudut wilayah ini yang dilakukan dengan cara memalukan, sebagaimana dimaksud dalam literatur Zionis yang kasar, jelas sekali bukanlah tanda kebenaran maupun tindakan yang realistis.
Ketiga, meskipun diizinkan untuk mengambil keuntungan dari segala cara yang sah dan halal dalam perjuangan ini, termasuk meraih dukungan global, tapi kita harus menghindari untuk menggantungkan harapan secara lahir maupun batin dengan mempercayai negara-negara Barat maupun komunitas dunia afiliasinya. Sebab, mereka memusuhi eksistensi Islam yang berpengaruh, mereka mengabaikan hak-hak manusia dan bangsa-bangsa, mereka sendiri telah menyebabkan kerusakan dan kejahatan terbesar bagi umat Islam.
Keempat, elit politik dan militer dunia Islam harus mewaspadai kebijakan Amerika Serikat dan Zionis dalam mentransfer konflik ke belakang front perlawanan. Pecahnya perang saudara di Suriah, pengepungan militer, pembunuhan sehari-hari di Yaman, pembantaian, penghancuran dan pembentukan kelompok teroris Daesh di Irak, dan kasus-kasus serupa di beberapa negara lain di kawasan; semua itu plot untuk mengalihkan perhatian front perlawanan dan memberi peluang untuk bernafas kepada rezim Zionis.
Kelima, kebijakan menormalkan kehadiran rezim Zionis di kawasan merupakan salah satu dari kebijakan utama Amerika Serikat. Rezim Zionis adalah penumpang gelap yang membawa kehancuran dan kerugian besar bagi kawasan, dan secara pasti akan tercerabut dan binasa. Rasa malu dan kehinaan akan menjadi milik orang-orang yang menyerahkan sarananya untuk mengabdi kepada kebijakan arogan tersebut. Beberapa pihak yang berupaya menjustifikasi perilaku buruk ini berpendapat bahwa rezim Zionis adalah sebuah realitas di kawasan, tanpa mengingat lagi bahwa kenyataan yang membawa kehancuran dan kerugian harus diperangi dan dibinasakan.
Keenam, berlanjutnya perlawanan dan mengoordinasikan lembaga-lembaga jihad, kerja sama di antara mereka, serta memperluas medan jihad di dalam wilayah Palestina. Setiap orang harus membantu rakyat Palestina dalam jihad suci ini. Dalam rekomendasi ini, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran menunjukkan pencapaian penting dari perjuangan dan perlawanan bersenjata terhadap rezim Zionis sejak tahun 2000, ketika wilayah selatan Lebanon berhasil dibebaskan. Perjuangan dan perlawanan akan menyebabkan kebijakan destruktif terhadap Palestina gagal, dan rezim Zionis bersama pendukungnya tidak akan dapat menjalankan plot ambisius dan rasis mereka seperti Kesepakatan Abad
Ketujuh, Palestina adalah milik orang-orang Palestina dan harus diatur oleh kehendak mereka sendiri. Prakarsa referendum yang melibatkan semua agama dan etnis Palestina, yang telah disampaikan Republik Islam Iran hampir dua dekade lalu adalah satu-satunya kesimpulan yang perlu diambil untuk menghadapi tantangan Palestina saat ini dan esok.(
Jihad Islam: Syahid Soleimani Miliki Peran utama Perkokoh Muqawama Gaza
Wakil Gerakan Jihad Islam Palestina di Lebanon seraya menekankan peran besar Syahid Soleimani, komandan pasukan Quds IRGC dalam memperkokoh muqawama di Jalur Gaza mengatakan, muqawama Gaza mampu menguak kerentanan front internal Israel.
Seperti dilaporkan kantor berita al-Qods Kamis (28/05/2020), Ihsan Ataya menjelaskan bahwa muqawama mampu mengalahkan militer Israel yang memiliki legenda tak terkalahkan. "Para pemimpin Israel takut akan kekuatan rudal muqawama," paparnya.
Ataya seraya menekankan pentingnya persatuan antar faksi Palestina menjelaskan, kesatuan sikap bangsa Palestina merupakan faktor utama dalam mengalahkan kesepakatan abad dan mencegah terealisasinya isi kesepakatan ini.
Wakil Jihad Islam Palestina di Lebanon ini menekankan, Amerika dan Israel setelah gagal di implementasi kesepakatan abad mulai condong ke arah normalisasi hubungan dengan sejumlah negara Arab.
Ihsan Ataya mengingatkan, indeks menunjukkan proyek Zionis-AS mulai mengalami kekalahan dan muqawama bergerak ke arah kemenangan.