کمالوندی

کمالوندی

 

Seorang pria tua setiap hari duduk di masjid Madinah. Ia menggunakan sorban berwarna hitam. Pandangannya mengarah pada kerumunan. Tiba-tiba dengan suara nyaring ia berkata, "Wahai Baqir al-Ulum!" Orang-orang memandangnya dengan takjub.

Pria tua itu adalah Jabir bin Abdullah Al-Anshari, sahabat Nabi Muhammad Saw. Seorang pria bijak dan ilmuan yang banyak meriwayatkan hadis Nabi Saw dan menulis banyak hadis di lembaran-lembaran. Ketika Jabir melihat orang-orang takjub, ia menoleh kepada mereka dan berkata, "Saya mendengar dari Nabi Allah Saw bahwa beliau bersabda, 'Wahai Jabir! Engkau akan tetap hidup hingga menjumpai anak saya dari keturunan Husein as. Mereka menamakannya Muhammad bin Ali dan ia pembelah dan pengungkap terbaik ilmu agama (Baqir Al-Ulum). Engkau akan bertemu dengannya. Kalau engkau bertemu dengannya, sampaikan salamku kepadanya.' Sekarang saya menanti saat ini dengan tidak sabar."

Penantian Jabir berakhir. Ia mengenali Baqir Al-Ulum dari aroma wangi imamah, kondisi malakuti dan kehangatan wujudnya. Beliau masih kanak-kanak yang kemudian berjalan di depannya. Jabir memperhatikan anggota tubuhnya dan gaya jalannya seraya berkata, "Aku bersumpah demi Tuhan Ka'bah!" Beliau adalah representasi lengkap dari Nabi Saw. Setelah itu, ia bertanya kepada Imam Sajjad as, "Siapa anak ini?"

Imam Sajjad as menjawab, "Imam setelah aku; anakku Muhammad Baqir."

Mendengar nama suci itu, seperti orang yang tali jantungnya robek, Jabir segera bangkit lalu mencium kaki Imam Baqir dan berkata, "Aku sebagai tebusanmu wahai putra Nabi Saw. Terimalah salam dari kakekmu Muhammad Saw yang mengucapkan salam kepadamu."

Mendengar itu, mata Imam Baqir dipenuhi dengan air mata sambil berkata, "Salam dan kedamaian untuk kakekku Muhammad Saw yang membuat langit dan bumi tetap ada. Dan kepadamu wahai Jabir! Orang yang menyampaikan salamnya kepadaku."

Pada hari kelahiran Imam Muhammad Baqir as dan tibanya bulan Rajab, terimalah ucapan selamat kami yang tulus kepada Anda.

Bulan Rajab menawarkan babak baru dalam buku kehidupan manusia yang penuh dengan aroma munajat. Rajab, bulan tauhid dan berbicara kepada Allah Swt. Bagi mereka yang ahli munajat, bulan ini telah dinanti sejak setahun lalu, untuk menyendiri bersama Allah Swt di malam-malamnya lalu menyampaikan rahasia hati kepada-Nya. Betapa indah kondisi para pencari kebenaran, di mana mereka mampu mencerabut hati dari segala kebergantungan dan seluruh keinginannya diarahkan kepada Sang Pemilik Hati.

Pada bulan ini mereka memanggil, "Aku telah memotong perhatianku dari segala sesuatu dan hanya bergabung dengan-Mu, sementara hasratku hanya untuk-Mu. Karenanya, Engkau menjadi tujuanku, bukan selain-Mu dan hanya Engkau aku terjaga di malam hari dan mengurangi tidurku. Selamat atas tibanya bulan Rajab dan kelahiran Imam Muhammad Baqir as.

Periode kehidupan Imam Muhammad Baqir as di kota Madinah, difokuskan untuk penyebaran ajaran agama dan mendidik murid-murid berprestasi. Terlepas dari kondisi yang tidak menguntungkan bagi masyarakat Islam, Imam Baqir as memulai upaya serius dan masif di bidang sains dan pendidikan Islam, di mana kebangkitan ini mengarah pada gagasan dan pendirian sebuah universitas besar Islam yang dinamis dan hebat dan di masa Imam Shadiq as mencapai puncaknya.

Hauzah ilmiah di masa Imam Baqir as sangat luas dan tidak terbatas pada bidang tertentu, tetapi di berbagai jurusan yang beragam dari makrifat Islam seperti tafsir, ulum Al-Quran, hadis, fiqih dan disiplin ilmu populer lainnya di masa itu seperti astronomi dan sejarah memiliki banyak siswa berprestasi. Salah satu murid menonjol dari Imam Muhammad Baqir as adalah Jabir bin Yazid Al-Ju'fi. Ia berasal dari Kufah. Mengenai awal pertemuannya dengan Imam Baqir as, ia berkata, "Saya masih muda dan datang ke Imam Baqir. Imam berkata kepada saya, "Dari mana dari untuk apa engkau datang ke sini?" Saya menjawab, "Saya berasal dari Kufah dan saya datang ke Madinah untuk belajar ilmu pengetahuan dari Anda." Ketika itu, Imam Baqir menyambut saya dengan baik dengan wajah berseri-seri seraya memberi saya sebuah buku.

Dengan demikian, Jabir ditempatkan dalam barisan para murid dan penolong Imam Baqir as. Selama waktu ini ia berhasil mengumpulkan banyak pengetahuan dan menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya dengan detil. Ia mengatakan, "Penerus dan pewaris ilmu pengetahuan para nabi adalah Muhammad bin Ali as. Ketika beliau berkata kepada saya tentang sesuatu dan dikarenakan posisi keilmuan saya tidak setara dengan posisi Imam as, saya tidak menyampaikan pendapat saya sendiri."

Imam Baqir as seperti para Imam Maksum as lainnya adalah versi nyata dari ayat-ayat al-Quran yang bercahaya. Semua sifat yang baik dan keutamaan akhlak berada dalam diri mereka dalam derajat paling sempurna. Imam Baqir as berada pada level tertinggi dalam keilmuan, sehingga semua ilmuan dan ulama, termasuk ulama Sunni dan Syiah, berpendapat bahwa Imam Baqir as adalah orang yang paling menguasai agama pada masanya. Terlepas dari otoritas ilmiah, Imam Baqir as selalu memiliki kehadiran yang konstruktif dan efektif di masyarakat. Kesabaran dan toleransi dalam hubungan sosial, perlakuan terhadap orang-orang yang kekurangan, infak dan pengorbanan, keakraban dan kasih sayang terhadap keluarga, adalah salah satu ciri khas yang paling menonjol.

Dalam buku-buku Hadis disebutkan, suatu hari ada seorang seseorang menampakkan diri sebagai seorang zuhud dan abid mendekati Imam Baqir as yang sedang berada di kebunnya. Ia mendekati beliau dan berkata, "Seseorang dengan kepribadian agung seperti Anda tidak boleh keluar rumah untuk mencari dunia. Seluruh badan Anda telah mengeluarkan keringat, bila kematian menjemput Anda, bagaimana Anda akan menghadap Allah? Imam Baqir as menjawab kepadanya, "Jika kematianku datang, aku akan menghadap Allah Swt dalam kondisi sedang beribadah. Ibadah tidak hanya zikir dan shalat. Saya bekerja agar tidak meminta kepada orang lain seperti Anda dan saya akan takut kepada kematian ketika tidak taat kepada Allah."

Imam Baqir as tidak mengabaikan masalah politik bersamaan dengan aktivitas ilmiah dan budayanya. Setiap kali ada kesempatan, beliau mengungkap wajah-wajah jelek penindas rezim Umayah dan melarang pengikutnya untuk bekerja sama dengan rezim tiran. Seseorang bertanya kepada Imam Baqir as, "Sejak zaman Hajjaj bin Yusuf hingga sekarang saya terus menjadi gubernur. Apakah mudah bagi saya untuk bertobat?" Imam tidak menjawab dan saya bertanya lagi, lalu Imam menjawab: "Selama Anda tidak membayar hak setiap orang yang engkau renggut, Anda tidak akan bisa bertobat."

Salah seorang pengikutnya, Abdul Ghafar bin Qasim, berkata, "Saya berkata kepada Imam Baqir as, 'Apa pendapat Anda tentang saya yang mendekati raja dan sering bolak-balik ke istana?' Imam berkata, "Menurut saya, apa yang Anda lakukan tidak maslahat buatmu.' Saya berkata, 'Saya kadang akan pergi makan malam dan saya kadang bertemu dengan Ibrahim bin Walid.' Imam menjawab, "Wahai Abdul Ghafar, perilakumu bolak-balik menemui ultan memiliki tiga konsekuensi negatif; cinta dunia ada di hatimu, melupakan kematianmu dan kau tidak puas dengan apa yang telah diberikan Allah kepadamu."

Saya kemudian berkata, "Wahai putra Rasulullah! Saya punya keluarga dan tujuan pergi ke sana untuk melakukan bisnis. Beliau berkata, "Wahai hama Allah! Saya tidak ingin mengajak Anda untuk meninggalkan dunia, tetapi saya ingin Anda meninggalkan dosa-dosa. Meninggalkan dunia merupakan kebajikan, tetapi meninggalkan perbuatan dosa adalah wajib dan Anda berada dalam situasi di mana Anda lebih membutuhkan untuk melakukan kewajiban ketimbang mencari keutamaan."

Imam Baqir as juga mempertanyakan legitimasi para penguasa despotik dan membuka jalan bagi pemberontakan terhadap mereka. Dalam sebuah riwayat dari Imam as kepada Mohammad bin Muslem, dikutip sebagai berikut, "Wahai Muhammad, para pemimpin tiran dan zalim serta pengikut mereka telah menyimpang dari agama Allah dan mereka telah tersesat dan mereka akan menyeret orang lain juga ke jalan kesesatan. Apa yang mereka lakukan akan menjadi abu dan di hari yang anginnya kencang, ketika angin topan meniupnya, maka apa yang telah mereka lakukan tidak akan musnah dan yang tersisa hanya kesesatan dan membuat mereka semakin jauh."

Berikut ini sebuah hadis dari Imam Baqir as. Suatu waktu beliau berkata kepada seorang sahabatnya Jabir bin Yazid al-Ju'fi, "Wahai Jabir! Apakah cukup bagi seseorang yang mengaku pengikut kita hanya mencintai Ahlul Bait as? Demi Allah, bukan pengikut kami kecuali orang yang bertakwa kepada Allah Swt dan menaati-Nya. Syiah kita tidak dikenal kecuali dengan kerendahan hati dan hati yang khusyu, menjaga amanat, banyak mengingat Allah, banyak berpuasa, shalat, berbuat baik kepada ayah dan ibu, memperhatikan tetangga miskin, mengetahui keadaan mereka, mencari tahu orang miskin, orang yang berhutang dan mengurusi mereka, tidak berbicara kecuali kebenaran, membaca al-Quran, tidak berbicara dengan orang lain, kecuali mencari kebaikan mereka dan menjadi orang yang terpercaya di tengah keluarga sendiri."

Jaber meminta penjelasan lebih lanjut dari Imam. Imam Baqir as menjelaskan, "Tidak ada hubungan kekerabatan antara Tuhan dan siapa pun, dan para hamba yang paling dicintai adalah yang paling bertakwa di mata Tuhan dan yang paling melakukan perintah dengan perintah Tuhan. Wahai Jabir! Seorang hamba tidak akan dekat kepada Allah kecuali melaksanakan perintah-Nya dan kami tidak punya kekuatan dan otoritas untuk membakar siapa pun, dan tidak seorangpun yang dapat mengajukan alasan kepada-Nya. Siapa yang taat kepada Allah Swt adalah teman kita, dan siapa pun yang berdosa ia adalah musuh kita. Tidak ada seseorang yang memiliki kekuatan untuk mencapai Wilayah kami, kecuali dengan perbuatan baik dan menghindari perbuatan buruk."

 

Kekerasan dan teror merupakan strategi Israel dan rakyat Iran senantiasa menjadi korban aksi kekerasan, teroris dan destruktif Zionis.

Insiden ledakan bom di kota Kerman, Iran timur saat peringatan gugurnya Syahid Qasem Soleimani, simbol utama perlawanan anti-terorisme di era kontemporer dan pemberantas pemerintahan Daesh (ISIS) di Suriah dan Irak, kembali menguak hubungan kelompok teroris Takfiri Daesh dengan Amerika Serikat.

Dalam insiden teroris ini, ratusan anak-anak, pria dan wanita Iran syahid dan terluka. Serangan bom dilakukan di lokasi makam Qasem Soleimani dan pada peringatan empat tahun pembunuhan pemimpin besar front perlawanan ini oleh pemerintah Amerika dan atas perintah langsung mantan Presiden Amerika Donald Trump di bandara internasional Baghdad. Peristiwa teroris ini merupakan aksi teroris terbesar di Iran dalam beberapa dekade terakhir dengan jumlah korban jiwa sebesar ini. Pemilihan tempat pengeboman di hari peringatan teror Qasem Soleimani telah menimbulkan banyak spekulasi tentang pelaku di balik layar kejahatan oleh rezim Zionis ini.

Meski kelompok teroris Daesh mengaku bertanggung jawab atas kejahatan teroris di Kerman. Meski Daesh sudah berkali-kali melakukan kejahatan serupa, namun kita tidak bisa mengabaikan kecurigaan bahwa operasi teroris di Kerman dilakukan atas koordinasi Amerika Serikat dan rezim Zionis. Beberapa jam setelah insiden teroris di Kerman, Daniel Hagari, juru bicara militer Israel, memberikan komentar dalam konferensi pers tentang apakah Tel Aviv ada hubungannya dengan serangan teroris di provinsi Kerman, Iran yang mengakibatkan kematian dari banyak orang. Dia berkata: Saya tidak akan mengomentari masalah ini. Berbeda dengan Daesh, rezim Zionis tidak pernah menerima tanggung jawab atas tindakan terorisnya. Ada banyak alasan mengapa rezim Zionis berada di balik insiden teroris di Kerman.

Daesh menerima insiden teroris di Kerman dengan penundaan yang signifikan. Organisasi teroris ini berupaya membalas dendam atas kampanye Jenderal Qasem Soleimani di Suriah dan Irak dari para pendukungnya. Pada saat yang sama, Zionis mempunyai motivasi yang tinggi untuk mendukung aksi teroris ini. Untuk aksi teroris seperti itu, diperlukan jaringan regional. Dalam jaringan tersebut terdapat berbagai macam jaringan pembiayaan, jaringan transfer bank, jaringan komunikasi manusia dan berbagai bentuk jaringan komunikasi lainnya. Daesh memiliki jaringan seperti itu. Dalam jangkauan komunikasi jaringan seperti itu, mustahil untuk percaya bahwa organisasi keamanan veteran seperti Mossad, CIA dan negara-negara lain di kawasan ini tidak mengetahui strategi, taktik dan operasi kelompok teroris dan jaringan mereka.

Di negara-negara Barat, kebijakan intelijen-keamanan dan spionase serta kontra-spionase memiliki stabilitas lintas partai. Hillary Clinton, mantan Menteri Luar Negeri AS untuk kerja sama intelijen-keamanan negaranya, menunjuk pada kebijakan bersama Partai Republik dan dukungan Kongres Demokrat, dan mengatakan: "Presiden Reagan, dengan persetujuan Kongres yang dipimpin oleh Demokrat , mendukung Organisasi Intelijen Pakistan dan perekrutan Mujahidin dan pengiriman mereka ke Afghanistan."

Organisasi mata-mata memiliki perantara operasional keamanan. Hillary Clinton, mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, mengatakan pada puncak perang Daesh di Irak dan Suriah, “Orang-orang yang berperang dengan kita saat ini, kitalah yang membentuknya sendiri 20 tahun yang lalu. Saat kita terlibat Perang Dingin dengan bekas Uni Soviet. Kami membiarkan Islam Wahhabi tumbuh di Afghanistan. Ada argumen kuat bahwa ini bukanlah investasi yang buruk."

Di tempat lain, Hillary Clinton berkata, “Biarkan saya bersikap adil; Kami membantu menciptakan apa yang sekarang kami perangi... Kami tidak ingin Uni Soviet mendominasi Asia Tengah, jadi kami memutuskan untuk berperang melawan Uni Soviet melalui organisasi intelijen militer Pakistan dan Mujahidin Afghanistan." Kumpulan komentar tersebut memperkuat dugaan bahwa serangan teroris di Kerman setidaknya dilakukan atas izin badan keamanan regional-internasional atau bahkan hasutan negara-negara tersebut.

Donald Trump, presiden Amerika yang paling berbeda, mengucapkan kata-kata tersebut selama kampanye pemilihan presiden tahun 2016, yang ia tarik kembali setelah memasuki Gedung Putih. Salah satu pengungkapan Trump adalah pengungkapan aktivitas Amerika dalam menciptakan organisasi teroris. Dalam salah satu pengungkapannya, dalam pidatonya yang berulang kali ditekankan, Trump memperkenalkan Clinton dan Obama sebagai pendiri Daesh. Meski setelah itu ia berusaha meredam muatan negatif perkataannya karena adanya tekanan, namun itu adalah perkataan yang terlontar dari dalam rezim politik Amerika dan tidak menyisakan tempat untuk dikembalikan atau disangkal seperti air yang dituangkan ke tanah.

Dampak dari pengungkapan ini bahkan lebih besar dari email terkenal Hillary Clinton dan sumbangan Arab Saudi sebesar 25 juta dolar kepada Clinton Foundation, yang ditafsirkan oleh Julian Assange sebagai pendirian Daesh oleh Amerika, Qatar, dan Arab Saudi. Dari segi motivasi, jelas juga bahwa niat Mossad dan Israel atas aksi teroris Kerman adalah untuk mengobarkan perang di Timur Tengah. Iran telah menghabiskan uang paling banyak sejauh ini untuk memerangi terorisme dan kelompok ekstremis dan teroris seperti Daesh. Oleh karena itu, kelompok-kelompok ini, Amerika Serikat, dan para pendukung Zionis mempunyai dendam paling besar terhadap Republik Islam Iran. Pada saat yang sama, Republik Islam Iran adalah pendukung terbesar dan terpenting bangsa Palestina dalam perlawanannya terhadap rezim pendudukan. Rezim ini memiliki permusuhan mendalam dengan Iran.

Meskipun tiga bulan terjadi serangan dahsyat di Gaza dan pembunuhan puluhan ribu perempuan dan anak-anak, rezim Zionis belum mampu mencapai tujuan utamanya dari serangan-serangan tersebut. Oleh karena itu, pihaknya sedang mencari jalan keluar atas serangan-serangan tersebut dan sekaligus menyukseskan serangan-serangan ini. Memperluas cakupan perang dan menyeret Iran ke dalam perang ini adalah salah satu tujuan strategis Zionis.

Operasi teroris di Kerman dilakukan hanya delapan hari setelah aksi kriminal rezim pendudukan Quds dalam meneror syahid Mayjen. Razi Mousavi di Suriah dan satu hari setelah pembunuhan Saleh al-Arouri, wakil kepala biro politik Hamas. Zionis tahu bahwa mereka akan segera dipaksa untuk menerima “gencatan senjata” karena tingginya kerugian ekonomi dan manusia, kelemahan dan kekurangan militer mereka, dan tekanan opini publik internasional. Oleh karena itu, mereka ingin mengubah perang “Israel-Gaza” menjadi perang “Iran-Amerika” dengan memperluas perang dan menambah jumlah aktor.

Dengan melakukan aksi teroris di Kerman di pusat-pusat perlawanan (Iran, Suriah dan Lebanon), dalam praktiknya, rezim Zionis berusaha mencari sebab kegagalan dan ketidakmampuannya untuk mewujudkan tujuan yang dinyatakannya di luar perbatasan palsunya dan jauh dari medan ujiannya di Gaza. Selain fakta bahwa Perdana Menteri rezim Zionis, Benjamin Netanyahu menghadapi tekanan yang semakin besar dari militer dan politisi oposisi, mencoba menampilkan operasi lintas batas ini sebagai keberhasilan dan pencapaian bagi dirinya sendiri di dalam rezim dan di kalangan lawan politik dan kritikusnya, sehingga ia mampu mereduksi tekanan-tekanan yang ada pada dirinya sendiri.

Kejahatan rezim pendudukan terhadap warga Palestina, perempuan, dan anak-anak tak berdaya serta pemboman sekolah dan rumah sakit yang penuh dengan orang sakit dan cacat, baik setelah operasi Badai al-Aqsa maupun di masa lalu, menunjukkan bahwa Zionis kurang menghargai nyawa manusia dan hak asasi manusia. Bukan tanpa alasan Antoine Sinclair mengatakan dalam buku "The Autopsy of Terror" tentang hakikat rezim Zionis: "Pembentukan Israel baru dimulai dengan pembunuhan dan terorisme, dan telah melakukan berbagai taktik pembunuhan, spionase, dan pertumpahan darah melalui dinas rahasianya." Kekerasan dan teror ini adalah strategi Zionis, dan rakyat Iran selalu menjadi korban tindakan kekerasan, teroris, dan subversif Zionis.

Zionis yang didukung oleh AS dan Barat, yang menjadikan mereka terlibat dalam kejahatan rezim Israel dalam membunuh rakyat Iran. Seperti halnya genosida warga Palestina saat ini, mereka juga mendukung rezim rasis dan teroris tersebut ini. Namun, tidak ada keraguan bahwa teroris yang tidak dapat mencapai tujuan mereka melawan kelompok perlawanan dalam waktu tiga bulan dengan segala jenis senjata dan dukungan asing tidak akan dapat mencapai tujuan mereka melawan negara seperti Iran.

Darah orang-orang tak berdosa dan anak-anak yang tertindas akan menutupi para teroris ini dan ini adalah janji Tuhan. Republik Islam Iran akan menanggapi langkah-langkah yang didukung oleh AS dan Zionis pada waktu dan tempat yang tepat dan tidak akan jatuh ke dalam perangkap rezim Israel palsu dalam memperluas domain perangnya....

 

Senin, 15 Januari 2024 14:42

Dunia dalam Pandangan Imam Hadi as

 

Hari ini tanggal 3 Rajab bertepatan dengan peringatan Haru Syahadahnya Imam Hadi as, Imam kesepuluh Ahlul Bait as. Manusia suci ini dibunuh oleh penguasan Dinasti Abbasiah karena merasa terancam kekuasaannya atas keberadaan beliau.

Sejarah Islam menunjukkan kehadiran orang-orang besar dan mulia yang begitu berjasa bagi umat manusia. Mereka adalah para penerus risalah para Nabi dan Rasul yang mengenalkan jalan kebahagiaan sejati dan keselamatan bagi umat manusia. Ahlul Bait Rasulullah Saw menjadi pelita penerang umat dari kegelapan.

Ahlul Bait Nabi Muhammad Saw mencurahkan hidupnya untuk membimbing manusia dengan ketinggian ilmu dan keutamaan akhlaknya. Salah satu dari Ahlul Bait Rasulullah saw adalah Imam Hadi yang telah menunjukkan keagungannya sejak kecil hingga akhir hayatnya.

Imam Ali al-Hadi lahir tanggal 15 Dzulhijjah 212 H di kota Madinah. Ketika ayahnya Imam Jawad syahid, Imam Hadi memegang tanggung jawab kepemimpinan umat Islam. Beliau memberikan petunjuk dan bimbingan kepada masyarakat selama 33 tahun.

Kepemimpinan Imam Hadi semasa dengan enam orang penguasa dari dinasti Abbasiah. Di masa kepemimpinan beliau inilah Ahlul Bait Rasulullah Saw banyak mengalami tekanan dari pihak penguasa lalim. Salah satu dari enam khalifah yang sezaman dengan beliau dan paling membenci Ahlul Bait adalah Mutawakkil.

Keimamahan Imam Ali al-Hadi menjadi ancaman bagi musuh-musuh Ahlul Bait, terutama penguasa lalim. Untuk itulah, mereka berupaya memisahkan Imam dari umat Islam. Bahkan sejak kecil, para imam mendapat tekanan dari penguasa lalim. Tapi tekanan tersebut tidak menghalangi para Imam dalam membimbing masyarakat bahkan sejak usia kecil beliau.

Kehidupan sosial dan politik Ahlul Bait menunjukkan betapa sensitifnya tanggung jawab yang mereka pikul dalam melindungi dan menyebarkan agama di tengah-tengah masyarakat. Periode kehidupan mereka penuh dengan peristiwa yang mengancam masyarakat Islam, akibat kebodohan masyarakat waktu itu atau oleh para penguasa zalim. Di masa kehidupan Imam Ali al-Hadi as muncul sejumlah pemikiran dan keyakinan di tengah-tengah umat Islam. Pembahasan seperti melihat Tuhan, keyakinan akan Jabr (Determinasi) atau sebaliknya lebih menekankan kebebasan manusia. Sebagian lagi justru cenderung pada tasawwuf yang kemudian berusaha merasuki pikiran masyarakat umum.

Munculnya fenomena seperti ini berasal dari perubahan dalam kebijakan budaya penguasa Bani Abbasiah dan serangan pemikiran filsafat materialistik dari bangsa-bangsa lain ke tengah masyarakat Islam. Para khalifah pasca Ma’mun telah mengalokasikan dana luar biasa untuk menerjemahkan buku-buku filsafat Yunani. Bahkan disebutkan bahwa para penerjemah mendapat upah emas seberat buku yang diterjemahkan.

Salah satu ajaran penting dan kunci dari pernyataan Imam Hadi as yang mencerahkan adalah perhatian yang diberikan kepada dunia fana dan perannya dalam mempromosikan kebahagiaan manusia. Imam Hadi as memperkenalkan dunia sebagai pasar di mana kelompok mendapat manfaat darinya dan kelompok lainnya merugi. Di mata Imam, yang tercela adalah keterikatan akan dunia dan cinta dunia, bukan dunia itu sendiri, tetapi karena manusia mencari keuntungan di pasar akan terikat pada dunia. Keterikatan pada kesenangan duniawi ini adalah sumber kesalahan manusia dan penderitaannya karena melakukan dosa. Penderitaan ini dalam materi yan fana dan keinginan duniawi, menghancurkan manusia dan menjadi sarana bagi kejatuhan dan kemerosotannya. Keuntungan dan kerugian pasar dunia bergantung pada banyak faktor dan keadaan.

Sebagian orang melihat dunia sebagai tempat peralihan dan mencoba membangun cadangan untuk akhirat di dunia. Mereka adalah orang yang di pasar dunia menempatkan metode Nabi Saw dan Ahlul Bait as yang melangkah di jalur penghambaan diri kepada Allah dan berusaha keras di jalan kebenaran dan keadilan. Orang-orang seperti ini akan sampai pada kebahagiaan di dunia dan akhirat.  Tetapi mereka yang menganggap dunia sebagai sesuatu yang permanen dan stabil, adalah tawanan hawa nafsu dan mengikuti setan serta dunia sebagai tujuannya. Mereka menjadi mainan dunia yang berkilau dan dosa yang mereka lakukan membuat mereka merugi dan akhirnya mereka mendapat azab ilahi di akhirat.

Dalam hadis lain, Imam Hadi as mengatakan, "Allah telah menempatkan dunia sebagai tempat ujian dan akhirat sebagai rumah terakhir dan konsekuensi dunia. Ujian dan peristiwa dunia akan mendapat pahala di akhirat, sebaliknya pahala di akhirat sebagai ganti ujian di dunia."

Imam Hadi as memulai perjuangannya melawan para penguasa Abbasiah secara tidak langsung dengan penyadaran sosial, budaya dan pendidikan. Ahlul Bait Rasulullah Saw mengajarkan pondasi pemikiran dan keyakinan yang kokoh dan logis  kepada masyarakat yang berada di bawah tekanan politik penguasa lalim.

Tekanan berat dari sisi politik dan menyebarnya kerancuan pemikiran dan keyakinan merupakan dua fenomena yang muncul di zaman Imam Hadi as. Tanpa beliau, dasar keyakinan dan pemikiran Islam bakal terancam.

Sebelum Imam Hadi as dipindahkan ke Samara oleh pasukan Abbasiah, beliau tinggal di Madinah yang menjadi pusat keilmuan dan fikih dunia Islam. Aktifitas Imam Hadi di Madinah memicu kekhawatiran dari para penguasa zalim. Oleh karena itulah mereka memaksa Imam Hadi as untuk meninggalkan Madinah dan selama 10 tahun beliau hidup dalam tekanan berat di masa kekuasaan Bani Abbasiah.

Tekanan berat politik para penguasa Abbasiah terhadap Imam Hadi  menyulitkan masyarakat untuk bisa menemui beliau. Hal ini dilakukan mereka dengan harapan bahwa ketidakhadiran Imam Hadi di tengah-tengah masyarakat bakal memunculkan masalah keyakinan.

Situasi dan kondisi demikian secara perlahan-lahan memunculkan aliran-aliran sesat di tubuh umat Islam. Hal ini membuat agama Islam betul-betul berada dalam bahaya. Untuk menghadapi kondisi sulit ini, Imam Hadi as memperkuat "Lembaga Perwakilan" dan menyebarkannya ke daerah-daerah guna menciptakan koordinasi antara sesama pengikut Ahlul Bait yang tersebar di daerah-daerah.

Imam Hadi sebagaimana pendahulunya, Imam Ali bin Abi Thalib menjalani kehidupan secara sederhana, zuhud, saleh dan senantiasa membantu orang miskin maupun orang yang membutuhkan.

Imam Hadi berperan besar dalam menyampaikan nilai-nilai Al-Quran kepada umat Islam di zamannya. Mengenai Al-Quran, salah satu pernyataan beliau di antaranya, "Allah Yang Maha Kuasa tidak menempatkan Al-Qur'an hanya untuk waktu tertentu. atau untuk orang-orang khusus saja. Sebab Al-Qur'an berlaku sampai hari kiamat, dan senantiasa baru untuk zaman apapun, dan bangsa manapun,".

 

Pusat Komando Militer Amerika Serikat di Timur Tengah, CENTCOM, mengumumkan Yaman, menembakkan rudal anti-kapal laut ke salah satu kapal perusak AS, di Laut Merah.

Fars News, Senin (15/1/2024) melaporkan, tidak lama setelah serangan AS dan Inggris, ke Yaman, yang dilakukan untuk menghentikan dukungan Yaman, atas Gaza, AS mengaku kapal perang miliknya diserang rudal Yaman.
 
CENTCOM mengklaim terjadi serangan oleh Yaman, ke kapal perang AS, di Laut Merah, namun sampai sekarang berita ini belum dikonfirmasi atau dibantah oleh pihak Yaman.
 
"Hari Minggu sekitar pukul 16:45, sebuah rudal jelajah anti-kapal laut, ditembakkan dari wilayah yang dikuasai Houthi, dukungan Iran, ke arah kapal perusak USS Laboon," kata CENTCOM.
 
Kapal perusak USS Laboon, yang menjadi target serangan rudal Yaman, sedang bertugas menjalankan operasinya di wilayah selatan Laut Merah.
 
AS mengklaim, sebuah jet tempur Amerika, berhasil menembak jatuh sebuah rudal yang ditembakkan dari Yaman, di dekat pantai Al Hudaydah, dan penembakan rudal itu tidak menyebabkan korban luka atau kerusakan fisik.
 
Klaim CENTCOM, ini disampaikan setelah AS dan Inggris, melancarkan serangan ke Yaman, dan pemerintah Yaman, berjanji akan membalasnya.

 

Komandan Angkatan Laut Militer Iran terkait penyitaan kapal tanker afiliasi Amerika Serikat, mengatakan, menurut istilah Rahbar, era "pukul lalu lari", sudah berakhir.

Laksamana Shahram Irani, Senin (15/1/2024) menuturkan, "AS mencuri kapal Iran, dan menginjak-injak hak rakyat Iran, sehingga hak itu harus direbut kembali, maka kami bertindak sesuai hukum internasional, dan merebut kembali apa yang sudah dicuri."
 
Dalam acara peluncuran simulator helikopter di lingkungan AL Militer Iran, di Bushehr, Irani menerangkan, "Prioritas pertama di Angkatan Bersenjata Iran, adalah pendidikan dan pengajaran terutama penguasaan keterampilan sehingga setiap personel dapat menjalankan misi khusus."
 
Ia menambahkan, "Dapat dipastikan media pembelajaran terpenting adalah simulator, dan karena media serta industri ini tidak dimiliki Iran, sebelumnya, maka industri Kementerian Pertahanan Iran, terjun sehingga hari ini kita memiliki simulator tercanggih dan terbaik di kawasan."
 
"Semua yang diproduksi dan dipasang adalah buah dari pengetahuan dalam negeri, dioperasikan oleh universitas, dan perusahaan-perusahaan berbasis sains dengan fokus industri pertahanan nasional," imbuhnya.
 
Menurut Komandan AL Militer Iran, dikarenakan sanksi, Iran, tidak diperbolehkan memiliki sampel simulator helikopter tersebut, tapi berkat tekad dan kerja keras akhirnya Iran, berhasil memproduksi simulator yang sama dengan produk luar negeri namun harga lebih terjangkau.

 

Mantan Penasihat keamanan dalam negeri Rezim Zionis, mengutip pejabat Amerika Serikat, memperingatkan siapa pun di Israel, yang menginginkan perang dengan Hizbullah Lebanon.

Eyal Hulata, Senin (15/1/2024) seperti dikutip Bloomberg, memperingatkan perang berikutnya melawan Hizbullah Lebanon, akan lebih mematikan dari perang tahun 2006 silam.
 
Mengutip pejabat AS, Eyal Hulata, memperingatkan perang di dua front melawan Hamas dan Hizbullah, adalah skenario mimpi buruk yang bisa merusak sumber daya, dan perekonomian Israel.
 
"Setiap perang melawan Hizbullah, akan lebih mematikan dibandingkan perang tahun 2006, dan mungkin saja jumlah orang Israel, yang tewas mencapai 15.000 orang," imbuhnya.
 
Mantan Penasihat keamanan dalam negeri Israel menjelaskan, "Para pejabat AS, sudah memperingatkan jenderal dan menteri-menteri Israel, yang ingin berperang di dua front melawan Hizbullah dan Hamas."
 
Menurut Hulata, nilai mata uang Shekel pada November dan Desember 2023 meski disebutkan perang hanya terbatas di Gaza, mengalami pelemahan, dan menjadi mata uang terburuk di dunia setelah anjlok 3,5 persen di hadapan dolar Amerika.
 
"Presiden AS, Joe Biden, tidak puas dengan tingkat pengaruh Washington, terhadap Kabinet Tel Aviv, dibandingkan dengan perang-perang sebelumnya," kata Eyal Hulata.
 
Sebelumnya koran Washington Post menulis, "Israel menganggap Hizbullah berbeda dari Hamas. Israel melihat Hizbullah sebagai pasukan dengan pendidikan canggih, dan arsenal lengkap terdiri dari 150.000 rudal. Orang-orang Israel, takut pemerintah mereka sekali lagi menganggap remeh ancaman mematikan Hizbullah." 

 

Menteri Luar Negeri Iran, mengatakan Tehran, mendukung penuh keamanan pelayaran, dan navigasi di kawasan Asia Barat, dan memperingatkan Amerika Serikat serta Inggris, supaya menghentikan perang terhadap Yaman.

Hossein Amir Abdollahian, Senin (15/1/2024) dalam jumpa pers bersama Menlu India Subrahmanyam Jaishankar menuturkan, "Kunjungan Menlu India ke Iran, merupakan langkah penting bagi pengembangan dan perluasan kerja sama dua negara di berbagai bidang."
 
Ia menambahkan, "Sebagai sahabat lama, dan mitra yang dapat dipercaya, hari ini kami melakukan pembicaraan yang sangat penting dalam kerangka kepentingan dua bangsa."
 
Menurut Abdollahian, hubungan bilateral Iran dan India, dan hambatan-hambatannya dibahas dalam pertemuan hari ini. Keduanya sepakat untuk menggelar pertemuan di tingkat tim ahli guna mengatasi hambatan-hambatan implementasi kesepakatan.
 
Menlu Iran menegaskan, "Perlu diperhatikan oleh semua negara, penghentian segera perang dan genosida di Gaza, dan pencegahan perluasan perang ke wilayah lain merupakan penegasan bersama Iran dan India."
 
Terkait keamanan pelayaran dan navigasi di perairan internasional Abdollahian menjelaskan, "Ini merupakan penekanan dalam hubungan bersahabat Iran, dengan Pemerintah Penyelamatan Nasional Yaman."
 
"Kami memperingatkan AS dan Inggris, untuk segera menghentikan perang terhadap Yaman. Kami memperingatkan AS dan Rezim Zionis, untuk menghentikan perang dan genosida terhadap Gaza. Jalan keluar sama sekali bukan militer," pungkasnya. 

Jumat, 05 Januari 2024 19:28

Muhammad Taqi Shirazi

 

Muhammad Taqi Shirazi lahir tahun 1256 H di kota Shiraz, Iran, tapi sejatinya ia adalah keturunan suku Kurdi Zangana Provinsi Kermanshah.

Muhammad Taqi Shirazi dikenal sebagai Shirazi kedua. Ia seperti Mirza Agung (Buzurg) Shirazi adalah warga kota Shiraz di Iran. Oleh karena itu, ia dikenal dengan sebutan Mirza Kedua dan termasuk ulama besar Syiah abad ke-14 Hijriah.

Mohammad Taqi Shirazi lahir di Shiraz pada tahun 1256 H, namun sebenarnya ia merupakan keturunan dari marga Zangana di Kermanshah, yang berasal dari suku Kurdi Iran. Seperti banyak ulama lainnya, ia berangkat ke Najaf Ashraf setelah mempelajari ilmu-ilmu dasar agama untuk melengkapi ilmunya dan mengikuti pelajaran Mirza di sana. Ketika Mirza Agung memutuskan untuk pergi ke Samarra, ia pun berangkat ke Samarra bersama murid-murid Mirza lainnya. Karena penguasaannya terhadap mata pelajaran, maka Mirza Buzurg  memilihnya untuk mengajar, dan sejak saat itu beberapa mata pelajaran diajarkan oleh Mirza kedua kepada murid-muridnya, bukan Mirza yang pertama.

Sepeninggal Mirza Agung (Mirza pertama) pada tahun 1312 H, pengeloaan wilayah Samarra dan kelanjutan sekolah sang guru dipercayakan kepada Mirza Kochak (Mirza kedua), dan tugas tersebut ia jalankan dengan sungguh-sungguh hingga akhir hayatnya. Salah satu pelajaran terpenting dari sekolah besar Mirza Shirazi; Itu adalah perjuangan melawan kolonialisme dan tirani. Beliau selalu menekankan, baik dalam perkataan maupun praktik, bahwa dominasi orang asing dan orang kafir terhadap masyarakat Islam tidak dapat diterima.

Mirza Kedua, yang dibesarkan di sekolah ini, berusaha mencapai tujuan ini sepanjang hidupnya yang diberkati. Ia menganggap perjuangan melawan arogansi dan kolonialisme sebagai tujuan terpentingnya. Pada tahun 1329 H, ketika para agresor Rusia mulai membunuh para pejuang kemerdekaan di utara Iran, Mirza Kedua mengeluarkan fatwa tentang perlunya memerangi dan menghadapi para agresor. Menurutnya, dominasi kaum kafir terhadap umat Islam tidak mempunyai akibat apa-apa selain terbunuhnya umat Islam, yang terlihat jelas dalam kasus agresi Rusia terhadap Iran, sehingga mereka menganggap wajib bagi seluruh umat Islam untuk melawan agresi tersebut serta tidak membiarkan kekufuran menggantikan syiar agama.

Pada tahun 1332 H atau 1914 M, dimulailah Perang Dunia Pertama, dan sejak saat itu, kekuasaan Mirza Muhammad Taqi Shirazi bertepatan dengan invasi terbuka Inggris dan sekutunya ke wilayah Islam. Pasukan sekutu menyatakan perang terhadap Kesultanan Utsmaniyah, dan setelah itu, para ulama dan otoritas Islam mengeluarkan fatwa jihad untuk mempertahankan wilayah Islam. Pada tahun-tahun ini, Mirza Kedua berusaha keras untuk mencegah orang-orang kafir menyerbu dan mendominasi wilayah Islam dengan menciptakan aliansi antara ulama Najaf dan Karbala dan juga dengan menciptakan aliansi antara berbagai kelas masyarakat. Untuk mencapai tujuannya, ia bahkan mengirim anak-anaknya ke medan perang, tetapi setelah empat tahun (tahun 1336 H), Kesultanan Utsmaniyah dikalahkan, dan pihak yang menang perang, Inggris dan sekutunya, dengan mengabaikan hak dan keinginan masyarakat di wilayah tersebut, meresmikan protektorat Irak oleh Irak.

Selama ini, Mirza Shirazi kedua berusaha membuat suara rakyat Irak didengar dengan menulis surat kepada para pemimpin negara-negara Eropa dan Arab. Bersama sejumlah ulama, ia mengirimkan surat kepada penguasa Arab Saudi dan Suriah dan meminta mereka, selain mendukung hak rakyat Irak untuk menentukan nasibnya sendiri, juga menyebarkan berita pendudukan Irak melalui media bebas di seluruh dunia. Mirzai kedua bersama Sheikh Al Sharia Al Isfahani juga menulis surat kepada Presiden Amerika Serikat saat itu, dan mengumumkan bahwa keinginan rakyat Irak adalah terbentuknya negara Islam yang merdeka dan terpilihnya seorang raja Muslim dan kedua terikat pada Majelis Nasional.

Inggris, yang menderita banyak kerusakan ekonomi selama tahun-tahun perang, sedang mencari cara untuk mengelola wilayah pendudukan dengan cara yang biayanya lebih murah. Sebaliknya di negeri-negeri Islam seperti Irak, pemberontakan rakyat melawan kolonialisme Inggris terus berlanjut dan para ulama tidak henti-hentinya menentang Inggris. Pengendalian keadaan ini sangat menyulitkan Inggris. Oleh karena itu, negarawan Inggris memutuskan untuk mengadakan pemilu untuk memilih orang yang menguasai Irak, yang tampaknya merupakan pilihan rakyat, namun kenyataannya mengikuti kebijakan kolonial Inggris. Para cendekiawan Islam sangat menentang diadakannya pemilu ini karena pengetahuan mereka tentang kolonialisme Inggris kuno. Selama tahun-tahun ini, Mirza Kedua, yang bertanggung jawab atas marjaiyah penuh Syiah, mengumumkan dalam sebuah fatwa bahwa "tidak ada Muslim yang berhak memilih non-Muslim untuk memerintah dan memerintah umat Islam."

Bersamaan dengan fatwa Mirza kedua ini, putranya Mohammad Reza Shirazi, yang ditugaskan oleh ayahnya untuk mengorganisir kekuatan rakyat Irak, mendirikan sebuah organisasi bernama "Jamiyah Islami" di Karbala, di mana para ulama terkemuka Irak berpartisipasi. Tujuan kelompok ini adalah untuk membebaskan Irak dan melawan kekuasaan Inggris. Dalam waktu singkat, para pemimpin komunitas ini ditangkap dan diasingkan ke India. Mirzai Kedua memutuskan berangkat ke Iran dan dari sana mengeluarkan fatwa jihad dan melawan kolonialisme Inggris. Para ulama Irak dari Najaf, Karbala dan Kadhimain ikut serta dalam keputusan ini. Mengikuti langkah-langkah ini, pemerintah Inggris di Irak, yang melihat situasi tidak stabil, mengembalikan orang-orang buangan ke Irak dalam waktu kurang dari empat bulan.

Mirza Mohammad Taqi Shirazi memulai proses perjuangan baru pada tahun 1338 H, ketika musim semi kedelapan puluh dalam hidupnya yang penuh berkah telah berlalu. Di Najaf Ashraf, Mirza Kedua mengundang sejumlah ulama, kepala suku, dan pemimpin Efrat Tengah ke pertemuan rahasia. Dalam pertemuan ini, mereka memutuskan untuk memulai fase baru dalam menghadapi penjajah Inggris. Sejalan dengan tujuan tersebut, Mirza Mohammad Taqi Shirazi dalam fatwanya melarang pekerjaan di British Guardianship for Muslim.

Setelah fatwa ini, sejumlah besar pegawai departemen tersebut mengundurkan diri dan proses ini meningkat seiring berjalannya waktu. Mirza menulis surat kepada umat Islam Irak dan menyerukan mereka untuk mengadakan demonstrasi damai. Ia meminta masyarakat menuntut tuntutan mereka, termasuk pembentukan pemerintahan Islam dan kemerdekaan Irak, dengan tetap menghormati keamanan dan perdamaian.

Meskipun demonstrasi ini berlangsung damai, tentara Inggris menembak salah satu orang dan hal ini menyebabkan gelombang protes baru dari para tetua dan ulama Irak terhadap Inggris. Dalam suratnya, Mirza juga meminta para ulama untuk tidak membiarkan rasa takut dalam menuntut hak umat. Selama kampanye ini, putra Mirzai Kedua, bersama sebelas tokoh Irak lainnya, ditangkap dan diasingkan. Namun dalam fatwanya, Mirza menyatakan dilarang tunduk pada tirani dan bahkan dalam beberapa kasus, ia menyetujui jihad bersenjata.

Akhirnya kaum revolusioner berhasil merebut kota Karbala dari kendali Inggris. Mirza Kedua dengan cepat membentuk dua dewan untuk mengelola kota; Salah satunya adalah Dewan Tinggi Perang dan yang lainnya adalah Dewan Ilmiah, yang pertama bertanggung jawab untuk membangun keamanan kota dan jalan-jalan di sekitarnya, dan yang kedua bertanggung jawab untuk menanggapi masalah agama dan menyelesaikan konflik kerakyatan. Dengan cara ini, sebuah contoh kecil dari apa yang dicita-citakan Mirza sebagai pemerintahan Islam terbentuk dan bisa dijalankan sampai batas tertentu.

Hanya dua bulan setelah keberhasilan ini, pada tanggal 13 Dzulhijjah 1338 H, ketika Mirza yang berusia delapan puluh tahun, seperti seorang pemuda yang bersemangat, telah mencapai puncak perjuangannya melawan kolonialisme Inggris, dia meninggal secara mencurigakan. Beberapa orang percaya bahwa agen Inggris meracuni dan membunuhnya. Jenazahnya yang suci dimakamkan di komplek suci makam Imam Husein as, dan orang-orang berduka atas kehilangan seorang pemimpin pemberani.

Jumat, 05 Januari 2024 19:27

Allamah Ashtiani

 

Tahun 1248 H, di dekat kota suci Qom, di daerah Ashtian, lahir seorang anak laki-laki bernama Mohammad Hasan.

Mohammad Hasan Ashtiani seperti Mirza Shirazi, kehilangan ayahnya di usia tiga tahun, dan ia merasakan kehidupan seorang yatim, tapi berkat asuhan ibu yang mulia dan pecinta Ahlul Bait as, kehidupan Mohammad Hasan berada di jalur meraih ilmu-ilmu agama.

Ibunya mengirim Mohammad Hasan Ashtiani ke guru agama dan ia belajar ilmu-ilmu dasar agama hingga usia 13 tahun di bawah bimbingan sang guru. Kemudian Mohammad Hasan pergi ke Burujerd untuk melanjutkan pendidikannya. Saat itu, Hauzah Ilmiah (Seremoni) Burujerd termasuk hauzah paling aktif dan terkenal di kalangan Syiah. Selama di Hauzah Ilmiah Burujerd, Mohammad Hasan mempelajari ilmu sastra, fiqih dan usul fiqih hingga mahir, dan sebelum menginjak usia 16 tahun, ia telah mendapat posisi tinggi dan diijinkan untuk mengajar, sementara murid-muridnya rata-rata berusia di atasnya dan bahkan da yang telah berusia tua.

Di usia 18 tahun, Mirza Ashtiani merindukan Imam Ali as dan ingin selalu berada dekat dengan makam sang imam, dan untuk melanjutkan jenjang pendidikannya, ia berangkat ke kota Najaf di Irak. Perjalanannya memiliki banyak kesulitan, anak berusia tujuh belas tahun ini jatuh sakit selama perjalanan yang menyakitkan dan melewati kota dan gurun pasir. Namun keinginan untuk belajar dan mengabdi pada mazhab Ahlul Bait as, tidak menghentikannya untuk melanjutkan perjalanannya.

Mirza tiba di makam Amirul Mukminin Ali as dengan tubuh meradang dan demam, dan ketika dia gembira dengan kegembiraan mengunjungi guru yang saleh, dia berlindung di sudut kompleks makam dan ia memohon pengobatan untuk rasa sakit dan menyelesaikan kesulitan masalah serta kesempatan untuk menimba ilmu dengan bertawassul kepada sang imam.

Setelah bertawssul dan ziarah, Mirza muda keluar dari kompleks makam Imam Ali as untuk memulai jalan pendidikan dan kehidupan yang sulit, bermil-mil jauhnya dari tanah air dan keluarganya. Kecuali makam suci sang Imam, dia merasa terasing dimana-mana di kota ini, dan rasa sakit akibat penyakitnya telah melipatgandakan kesedihannya. Saat meninggalkan makam Imam Ali, di antara kerumunan orang asing, dengan rahmat Tuhan, dia bertemu dengan salah satu teman lama ayahnya yang tinggal di Najaf selama bertahun-tahun. Kenalan lama ini, yang sangat gembira bertemu dengan Mohammad Hassan muda, membawanya ke kamarnya dan memberinya kenyamanan dan pendidikan. Bertentangan dengan ekspektasi, penyakit Mirza muda sembuh dalam waktu singkat dan dia bisa memulai studinya di Najaf dan mengikuti pelajaran Sheikh Murtadha Ansari. Sheikh Murtadha Ansari adalah salah satu ahli fiqih (fuqaha) dan ulama paling terkemuka di abad ke-13 H.

Di kota Najaf Ashraf, semua murid Sheikh Murtadha Ansari lebih tua dari Muhammad Hassan muda, sampai-sampai dia merasa malu karena usia mudanya dan duduk di balik tirai dan mendengarkan pelajaran sang guru. Suatu hari, Mohammad Hassan mengajukan pertanyaan dalam pelajaran. Sheikh Ansari senang dengan pertanyaan bijaksana dari murid muda Ashtiani dan menyadari tingkat pengetahuan dan penguasaan murid muda ini.

Setelah itu Sheikh Ansari memberikan perhatian khusus kepada Mirza, sebagai murid istimewa Sheikh Ansari, Mirza diberi keleluasaan untuk datang dan pergi ke rumah sang guru, dan Sheikh Ansari mengirimkan murid-muridnya yang lain kepadanya untuk menyelesaikan permasalahan. Muhammad Hassan menjadi terkenal karena kefasihan dan catatan indahnya dalam pelajaran Sheikh Ansari.

Pada tahun 1281 H, setelah wafatnya Sheikh Murtadha Ansari, Mirzai Ashtiani dan murid Sheikh lainnya bermusyawarah dan memilih Mirzai Shirazi sebagai marji dan pemimpin Syi'ah dunia. Setelah kejadian inilah Mirza Ashtiani berencana untuk kembali ke Iran, dan pada saat itulah Naser al-Din Shah, raja keempat dinasti Qajar, telah memberikan banyak kelonggaran (konsesi) kepada Barat dan mengetahui bahwa kesadaran dan persatuan rakyat akan menjadi masalah baginya. Shah khawatir dengan kekuatan sosial ulama karena ia tahu bahwa ulama adalah poros utama persatuan umat.

Bertentangan dengan keinginan Shah, Mirza Ashtiani, yang kini menjadi mujtahid terkenal dan dihormati di kalangan ulama dan masyarakat, memasuki Tehran dengan sambutan yang luar biasa dari masyarakat. Dia memulai seminari (hauzah ilmiah) di Tehran dan mulai mengajar ilmu-ilmu hukum (yurisprudensi). Setiap hari, minat masyarakat terhadap ulama besar ini semakin bertambah, dan tingkat keagungan serta kesempurnaannya menjadi lebih jelas bagi para ulama. Selain ketelitian dan kecermatannya dalam berdiskusi di bidang fiqih, penjelaannya juga mudah, indah dan menarik, oleh karena itu ia unik dalam menyampaikan topik-topik ilmiah dan keagamaan kepada para pendengarnya.

Salah satu ciri Mirza Ashtiani adalah perhatiannya yang khusus terhadap permasalahan sosial umat Islam. Ia menganggap mereformasi masyarakat dan menangani permasalahan masyarakat sebagai tugas seorang ulama, dan ia tidak segan-segan menghabiskan hidup, uang, dan reputasinya dengan cara ini. Kepekaan dan kehati-hatian Mirza Ashtiani menjadikannya penggagas gerakan boikot tembakau di Tehran pada tahun 1306 H.

Ketika Nasser al-Din Shah memberikan hak eksklusif untuk membeli dan menjual tembakau di Iran kepada perusahaan Inggris bernama Regie, Mirza Mohammad Hassan Ashtiani melalui surat dan pertemuan menyampaikan penentangan serius para ulama dan masyarakat kepada  Naser al-Din Shah, namun Shah tidak menghiraukannya. Mirza bahkan mengeluarkan fatwa boikot tembakau, tetapi karena kepatuhan terhadap perintah ini bukanlah kewajiban Syariah bagi marji lain dan para pengikutnya, langkah ini tidak dapat membuat Shah dan kroninya untuk membatalkan keputusan tersebut.

Dalam situasi seperti ini, Mirza Ashtiani, yang belajar di bawah bimbingan Sheikh Ansari bersama Mirza Shirazi selama bertahun-tahun, menulis surat kepada marji Syiah dan sambil menjelaskan situasinya, dia meminta mereka untuk campur tangan dalam masalah ini sebagai marji Syiah.

Selain surat Allamah Ashtiani, surat-surat lain juga sampai ke tangan Mirza Shirazi yang semuanya berbicara tentang ketidakpuasan masyarakat dan ulama Iran terhadap situasi saat ini. Surat-surat ini dan desakan Shah untuk melanjutkan proses sebelumnya, mendorong marji Syiah untuk melarang penggunaan tembakau. Selain untuk menyelesaikan permasalahan umat dan menegakkan keadilan sosial, penerapan fatwa ini juga dianggap sebagai kewajiban syariat bagi seluruh penguasa dan para pengikutnya (muqallid), sehingga menjadi alasan persatuan umat Islam dalam menentang perjanjian Regie.

Sementara itu, untuk memecah persatuan masyarakat, Shah memutuskan bahwa Ayatullah Ashtiani harus merokok hookah di depan umum dan membatalkan fatwa atau meninggalkan Iran. Menanggapi hal tersebut, Mirza mengatakan keputusan ini dikeluarkan oleh otoritas (marji) Syiah Mirza Shirazi dan pembatalannya juga merupakan kewenangan otoritas tersebut. Kemudian dia mulai mempersiapkan diri meninggalkan Iran. Rakyat sangat marah setelah mendengar berita ini, mereka bergerak menuju istana raja dan bentrok dengan para pengawal istana, tujuh orang tewas dalam bentrokan ini. Dengan adanya pergerakan rakyat ini, Shah mengurungkan keinginannya dan meminta Mirzai Ashtiani untuk tetap tinggal di Tehran. Dia juga berjanji untuk membatalkan kontrak tembakau dalam waktu tiga hari.

Ayatullah Ashtiani, terlepas dari perannya yang efektif dan penuh warna dalam perkembangan politik dan sosial pada masanya, tidak mengabaikan penulisan dan kompilasi karya ilmiah penting. Banyak kitab dan risalah yang tersisa darinya, yang terpenting adalah kitab “Bahr al-Fawaid” dalam uraian “Rasail” Sheikh Ansari. Menurut para ulama senior, Bahr al-Fawaid adalah yang terbaik dan terlengkap dari semua tafsir yang ditulis mengenai Rasail Sheikh Ansari.

Menurut para ahli sejarah, mendiang Ashtiani merupakan orang pertama yang menyebarkan pandangan Sheikh Ansari di Iran. Kehadirannya di Tehran sama dengan kehadiran sekolah dan diskusi Sheikh Ansari di Tehran. Ini merupakan kesempatan besar bagi mereka yang mendengar kemasyhuran Sheikh Ansari namun tidak mendapatkan kesempatan untuk memanfaatkan kehadirannya. Lebih dari dua ratus ulama senior berkumpul di sekitar mendiang Ashtiani untuk belajar catatan Sheikh Ansari. Di antara mereka, kita dapat menyebutkan Ayatullah Shahabadi, guru Imam Khomeini (semoga Tuhan mengasihaninya); Selain itu, sebagian besar guru, profesor, dan sesepuh di wilayah Tehran adalah murid Ayatullah Ashtiani, beberapa di antaranya terjun ke bidang politik dan sosial.

Ayatullah Ashtiani juga sangat rajin beribadah dan Tahajud, serta tidak meninggalkan ziarah Asyura dan shalat malam serta mustahabnya. Dia sangat komitmen untuk membaca ziarah Jamiah Kabirah setiap malam. Putranya meriwayatkan bahwa ketika mendiang Ashtiani sedang sakit dan terbaring di tempat tidur, dia sibuk membaca Ziyarat Jamiah Kabirah, dan ketika dia sampai pada kalimat “Dan siapakah yang mendatangi kalian akan selamat dan barang siapa yang tidak datang akan celaka?”, dia menyerahkan nyawanya kepada sang pencipta. Keesokan harinya, untuk menghormatinya, Tehran menggelar upacara pemakaman rinci untuk mendiang Ashtiani, dan jenazahnya dimakamkan di Najaf di mausoleum Sheikh Jafar Shooshtari sesuai dengan wasiatnya.

 

Jumat, 05 Januari 2024 19:26

Ayatullah Sayid Ali Akbar Falabadi

 

Salah satu ulama dan marji' Syiah yang berperan dalam perilisan dan penyebaran fatwa Mirza Shirazi adalah Sayid Ali Akbar Falasiri. Sayid Falasiri lahir tahun 1256 H di desan Asir, kota Lamerd di Provinsi Fars.

Dalam dua episode sebelumnya kita telah membahas salah satu pemimpin besar Syiah, yakni Mirza Shirazi. Kami telah memberi tahu Anda bagaimana lelaki tua sederhana yang tinggal di Samara ini mengalahkan kerajaan terbesar pada masanya hanya dengan menulis satu kalimat. Dia adalah pemimpin kebangkitan rakyat terbesar pada masanya, dan tentu saja, Mirza yang agung tidak sendirian dalam kebangkitan ini. Jika marji Syiah lainnya dan rakyat Iran tidak menaati fatwa Mirza yang agung, kolonialisme Inggris tidak akan pernah merasakan kekalahan. Salah satu marji besar yang berperan penting dalam mengeluarkan dan menyebarkan fatwa Mirza Shirazi adalah Sayid Ali Akbar Falasiri. Ia dilahirkan pada tahun 1256 H di sebuah desa bernama Asir di Kabupaten Lamerd, Provinsi Fars.

Sayid Ali Akbar berusia empat belas tahun ketika menyelesaikan pendidikan dasarnya. Pada tahun 1270 H, ia berangkat ke seminari (Hauzah Ilmiah) Shiraz untuk melanjutkan pendidikan dan melengkapi ilmu agamanya. Di Shiraz, ia belajar ilmu-ilmu agama kepada “Sheikh Mehdi Kojouri” dan setelah mencapai derajat ijtihad, ia berangkat ke Najaf Ashraf untuk meningkatkan taraf akademiknya. Falasiri melanjutkan pendidikan agamanya di Seminari Najaf di bawah bimbingan "Mirza Habibullah Rashti" dan menjadi ulama mujtahid dan ahli hukum yang berpengetahuan luas tentang urusan sosial dan kondisi politik pada masanya.

Para sesepuh Shiraz dan orang-orang yang datang mengunjungi Najaf Ashraf berkali-kali memintanya untuk kembali ke Shiraz agar masyarakat dapat mengambil manfaat dari ilmunya untuk mengatur urusan agama dan duniawi serta akan aman dalam bayang-bayang kesadaran politik dan sosialnya akan penindasan. Namun Ayatullah Falasiri menolak permintaan tersebut karena dia bermaksud untuk tinggal selamanya di Najaf Ashraf dan menghabiskan hidupnya di sebelah makam suci Imam Ali as.

Harapan dan cita-cita Ayatullah Falasiri untuk menepat selamanya di Najaf Ashraf tidak pernah terealisasi, karena atas permintaan gurunya, Habibollah Rahsti, ia akhirnya menerima kepemimpinan warga Shiraz, dan tahun 1277 H, ia kembali ke kota Shiraz. Ia sibuk mengajar ilmu-ilmu agama di Hauzah Ilmiah Shiraz, menulis risalah amaliah (fatwa), dan memimpin shalat jamaah di Masjid Vakil Shiraz.

Pada tahun-tahun pertama kedatangan Ayatullah Falasiri di Shiraz, pengaruh Inggris menyebar di kota ini dan masyarakat merasakan beban kolonialisme lebih dari sebelumnya, namun Ayatullah Falasiri tidak dapat menanggung situasi ini dan setiap hari entah bagaimana menunjukkan penentangannya. Dia, seperti otoritas dan cendekiawan Islam lainnya, menentang orang asing yang mendominasi wilayah Islam dan sangat menentang apa pun yang menandakan supremasi ini.

Pada suatu hari, Ayatullah Falasiri yang sedang pergi ke mesjid untuk salat dan membaca ziarah Asyura, melihat seseorang yang mengenakan pakaian adat dan sedang menunggang kuda dengan sangat gagah. Dia bertanya kepada teman-temannya siapa dia. Mereka bilang itu konsul Inggris. Ayatullah Falasiri menghadang jalan konsul Inggris, memerintahkannya untuk turun dari kudanya dan mulai sekarang ia harus berjalan kaki di jalan tersebut dan menyapa setiap Muslim yang ditemuinya.

Pada tahun 1303 H, ketamakan gubernur baru Fars dan penimbunan gandum dan biji-bijian oleh kerabatnya menyebabkan harga roti naik beberapa kali lipat. Selain harganya yang mahal, penimbunan gandum membuat roti menjadi komoditas langka bagi masyarakat, dan pada malam hari masyarakat miskin tidak punya apa-apa untuk dimakan. Untuk memprotes situasi kacau ini, sekitar enam ribu orang berkumpul di Masjid Vakil. Sayid Ali Akbar Falasiri juga bergabung dengan masyarakat dalam protes ini dan mengirimkan telegram ke Tehran. Atas nama massa yang melakukan protes, ia menuntut pemecatan penguasa dan penanganan situasi kacau di Shiraz.

Nasir Shah memutuskan untuk menyembunyikan keluhan masyarakat dibandingkan menanganinya. Dia menugaskan Zal al-Stan, yang merupakan penguasa Isfahan, untuk melakukan hal ini. Para ulama Isfahan yang mengetahui keputusan Syah ini, demi mendukung masyarakat dan mencegah konflik, meyakinkan Zal Sultan untuk menjaga situasi mahalnya harga roti di Shiraz, sebagai imbalannya masyarakat harus berhenti melakukan protes dan berkumpul dan berhenti menuntut pemecatan penguasa. Hal ini menjadi perhatian Ayatollah Fal Asiri dan beliau, yang melihat kehidupan orang-orang dalam bahaya, menyuruh mereka pulang dan mengakhiri pertemuan tersebut.

Nasser al-Din Shah Qajar malah memilih menumpas protes warga, ketimbang memahami dan menyelesaikannya. Ia menunjuk Zell-e Soltan, guburner Isfahan untuk menumpas protes warga Shiraz. Sementara itu, ulama Isfahan yang mengetahui keputusan ini, demi mendukung rakyat dan mencegah bentrokan, membujuk Zell-e Soltan untuk menyelesaikan masalah kelangkaan dan harga roti yang mahal di Shiraz, dengan imbalan warga mengakhiri protesnya serta tidak menuntut pencopotan gubernur. Masalah ini sampai ke telinga Ayatullah Falasiri, dan ia yang melihat nyawa warga terancam, menyeru warga kembali ke rumah dan mengakhiri protes mereka.

Selama protes ini, masyarakat terbebas dari kelaparan dan mahalnya harga roti, namun Ayatullah Falasiri diasingkan ke Isfahan. Karena Zell-e Soltan takut akan pemberontakan rakyat Shiraz lagi, dia memberikan penampilan yang sangat terhormat pada pengasingan ini. Dia dengan penuh hormat mengundang Ayatullah Falasiri ke Isfahan dan kemudian secara paksa menahannya di Isfahan dan akhirnya setelah beberapa tahun dia bisa kembali ke Shiraz.

Pada tahun 1307 H, dalam kisah kontrak Regie yang tercela dan pengalihan hak untuk membeli dan menjual seluruh tembakau Iran kepada perusahaan Inggris, Ayatullah Falasiri adalah salah satu orang pertama yang bersuara untuk memprotes. Dengan semangat yang tak terlukiskan, dia menyerukan orang-orang untuk menentang kontrak ini dan dia sendiri yang mendahului semua orang. Karena Shiraz adalah pusat utama produksi tembakau di Iran pada saat itu, Ayatullah Falasiri ingin mencegah pelaksanaan kontrak ini dengan tidak mengizinkan pekerja Inggris memasuki Shiraz, dan untuk tujuan ini, dia mengumumkan jihad kepada masyarakat.

Penguasa Shiraz yang melihat kehadiran Ayatullah Falasiri merugikan pemerintah, memerintahkan pengasingannya ke Bushehr. Pejabat pemerintah tidak berani menangkap Falasiri di tengah kota atau di rumahnya, sehingga ketika dia keluar kota untuk membaca doa ziarah Asyura, mereka menyerangnya, melucuti pakaian ulama dan membawanya ke Bushehr. Mereka menahan Ayatullah Falasiri di Bushehr selama beberapa hari dan selama itu tidak mengizinkannya bertemu dengan siapa pun dan kemudian mengirimnya ke Basra.

Ketika warga Shiraz menyadari pengasingan Ayatullah Falasiri, mereka bergerak melawan pemerintah. Mereka menggelar aksi mogok massal dan demo di masjid-masjid, serta menuntut pemulangan Ayatullah Falasiri, tapi pemerintah secara brutal membantai seluruh rakyat.

Setelah memasuki Basra, Ayatullah Falasiri tidak berhenti berusaha. Dia pergi mengunjungi Sayid Jamaluddin Asadabadi dan memintanya untuk menulis surat kepada Mirza Shirazi, marja absolut Syiah di dunia, dan menjelaskan kepadanya kisah pengkhianatan Nasser al-Din Shah terhadap Islam dan Muslim. Falasiri sendiri yang menyampaikan surat tersebut kepada Mirza Shirazi di Samarra, sehingga menyebabkan Mirza Shirazi mengeluarkan fatwa bersejarahnya. Fatwa yang berujung pada pemberontakan rakyat Iran dan akhirnya kekalahan kolonialisme Inggris.

Masjid Vakil di Shiraz
Dalam bagian telegram yang dikirimkannya kepada Nasser al-Din Shah, Mirza Shirazi sempat mengungkapkan ketidaksenangannya atas perilaku tidak pantas pejabat pemerintah terhadap ulama, termasuk Ayatullah Falasiri. Hal ini menyebabkan Nasser al-Din Shah mengirimkan perwakilannya ke Mirza Shirazi untuk meminta maaf. Akhirnya, setelah dua tahun, atas undangan perwakilan Shah, Ayatullah Falasiri kembali ke Shiraz dengan bermartabat dan terhormat serta tinggal di sana selama sisa hidupnya.  

Ayatullah Ali Akbar Falasiri setelah berjuang tanpa henti melawan kezaliman, akhirnya meninggalkan dunia fana di usia 63 tahun pada 1 Rabilul Awwal 1319 H di Shiraz. Jenazahnya dimakamkan di Taman Hafiziyah karena kecintaan mendalamnya kepada Hafiz Shirazi, penyair terkenal Iran. Sementara itu, pasar-pasar di Shiraz libur selama tiga hari untuk menghormati kepergian ulama besar ini. Acara duka, pembacaan tahlil, doa dan al-Quran digelar di Masjid Vakil, tempat Ayatullah Ali Akbar Falasiri memimpin shalat jamaah.

Alquran

Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an dan Pemerintahan yang Berorientasi Keadilan
Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an dan Pemerintahan yang Berorientasi Keadilan
Terwujudnya cita-cita keadilan telah menjadi salah satu keinginan terpenting semua manusia reformis dan orang-orang merdeka dalam sejarah (termasuk para nabi). Revolusi Islam Iran juga dilakukan…

Nahjolbalaghe

Imam Ali dan Hak Asasi Manusia dalam Nahjul Balâghah, Tinjauan Tafsir Al-Qurân
Imam Ali dan Hak Asasi Manusia dalam Nahjul Balâghah, Tinjauan Tafsir Al-Qurân
Naskah pengantar pada seminar Internasional “imam ali dan hak asasi manusia Dalam Nahjul Balagah”, Citywalk 5th floor. Jakarta 30 Juni 2009, IMAM ALI DAN HAK…