
کمالوندی
Peringatan Asyura di Ibu Kota Yaman
Puluhan ribu warga Yaman menghadiri acara Asyura di kota Sanaa pada hari Kamis, 19 Agustus 2021 untuk mengenang kesyahidan Imam Husein as, cucu tercinta Rasulullah saw yang dibantai di Karbala.
Selain memperingati Tragedi Karbala, mereka juga meneriakkan slogan-slogan antiarogansi dan penjajahan.
Asyura adalah hari ke-10 bulan Muharram. Pada tahun 61 Hijriyah, Imam Husein as, keluarga dan para sahabat setianya gugur syahid dalam pertempuran melawan pasukan Yazid yang dipimpin oleh Umar bin Sa'ad di Karbala, Irak.
Imam Hussein as, keluarga dan para sahabatnya gugur syahid pada 10 Muharam 61 Hijriah di Karbala. Meski telah berlalu berabad-abad, namun peristiwa heorik itu tidak pernah berkurang urgensi dan kedudukannya, bahkan semakin berlalu, pesan Asyura justru semakin tersebar luas.
Kebangkitan Imam Hussein melawan pemerintahan tiran Yazid bertujuan untuk menjaga kelangsungan agama Islam yang terkena erosi kerusakan di berbagai sendi kehidupan masyarakatnya.
Oleh karena itu, motivasi perjuangan Imam Husein demi menjaga kesucian Islam dari berbagai penyimpangan yang dilakukan penguasa lalim di masanya. Imam Husein bangkit melawan Yazid bin Muawiyah bukan karena menghendaki kekuasaan, tapi karena ketulusannya membela ajaran agama Islam dan mengembalikan umat Islam dari berbagai penyimpangan.
Imam Hussein dalam salah satu munajatnya berkata,"Ya ilahi, Engkau tahu tujuan kebangkitanku bukan bersaing untuk meraih kekuatan politik atau merebut kekayaan dan kemegahan dunia. Tetapi motif utama kebangkitanku demi menghidupkan kembali ajaran-Mu, mengibarkan tanda-tanda keagungan agama-Mu dan memperbaiki urusan di muka bumi. Kami akan membela hak-hak mereka yang dilanggar dan mengembalikannya kepada mereka. Kami akan mengikuti aturan yang telah Engkau wajibkan kepada para hamba-Mu untuk mengikutinya..."
Imam Husein dalam munajatnya ini dan berbagai perkataannya yang lain memiliki motif ketuhanan yang terlihat jelas di berbagai bidang, termasuk dalam gerakan perlawanannya menghadapi rezim lalim Yazin bin Muawiyah.
Salah satu rahasia lain dari keabadian Asyura, karena setiap tindakan Imam Husein yang diikuti para pengikut setianya di Padang Karbala mengambil warna ilahiah, sehingga terbentuk totalitas dalam gerakannya demi memperjuangkan nilai-nilai Islami, sebagaimana dalam surat Ar Rahman ayat 26 dan 27 yang menegaskan, "Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan".
Para wali Allah SWT dan ulama yang meneruskan jejak para Nabi berperan besar dalam menjaga obor petunjuk kebenaran petunjuk supaya tetap menyala untuk menerangi umat. Demikian juga yang dilakukan Imam Hussein dengan menyampaikan pidato penyadaran kepada para ulama dan tokoh masyarakat di zaman dengan mengatakan, "Jika Anda tidak membantu kami dan tidak bergabung dengan kami dalam memperjuangkan kebenaran, maka para penindas akan memiliki lebih banyak kekuatan untuk melawanmu dan akan menjadi lebih aktif dalam memadamkan sinar matahari yang bersinar dari Nabi kalian."
Melanjutkan pidatonya, Imam Husein bersandar pada prinsip ketauhidan dengan menjelaskan, "(jika Anda tidak membantu kami) Tuhan cukup bagi kami, dan kami bertawakal kepada-Nya, sebab takdir kita ada di tangan-Nya. Kita semua akan kembali pada-Nya".
Selain menjelaskan prinsip ketauhidan, Imam Hussein setiap pidatonya, Imam Hussein mengajak orang lain dengan cara yang baik dalam memperjuangkan nilai-nilai ketauhidan.
Para pencari kebenaran sejati memandang seluruh kehidupan manusia dilakukan demi meraih ridha Allah swt. Sebab, dalam posisi tinggi ini, manusia menyerahkan seluruh keberadaannya kepada Tuhan dalam menghadapi semua peristiwa terjadi. demikian juga dengan Imam Hussein yang menyampaikan khutbah di Mekah, termasuk menyinggung peristiwa getikyang diprediksi akan terjadi padanya. Beliau dengan totalitas ketakwaan dan ketawakalannya berkata: "Apapun yang Allah tetapkan, aku ridha, dan aku akan bersabar dalam menghadapi kesulitan dan rintangan yang menghadang".
Menghadapi pihak-pihak yang menentang perjalanan Imam Hussein ke Karbala, beliau mengajak orang-orang yang tulus berjuang demi meraih ridha Alalh dengan sebagai prinsip utama perjuangannya dengan mengatakan, "Ketahuilah, siapa pun yang siap berjuang di jalan ilahi ini, maka bersiaplah untuk berangkat bertemu Allah (menjemput kesyahidan)..."
Manifestasi lain dari ketauhidan sebagai poros perjuangan Hussein ibn Ali dapat dilihat dengan jelas dalam tanggapan Imam terhadap surat perlindungan yang diberikan 'Umar ibn Sa'id, penguasa Mekah yang disampaikan Abd al-Ja'far, suami Sayidah Zainab, dengan yang mengatakan, "Orang yang beramal salih dan berserah diri kepada-Nya, niscaya tidak akan menentang Allah dan Rasul-Nya ..... Namun mengenai surat perlindungan yang telah kalian bawa, ketahuilah bahwa jaminan keselamatan terbaik hanya dari Allah swt. Keamanan dari Allah berada dalam agama. Jika tidak takut kepada Allah, maka tidak akan aman di akhirat. Dalam pandangan ilahi, takut kepada Allah di dunia ini, akan menyelamatkan kita di akhirat nanti".
Imam Hussein berkata, "Aku bersumpah demi Tuhan, jika aku terbunuh sejengkal lebih jauh dari Mekah, maka lebih aku sukai dari pada darahku tumpah di tempat suci ini, dan jika aku terbunuh dua kali lebih jauh dari Mekah, maka lebih baik bagiku."
Pernyataan ini disampaikan Imam Husein sebagai reaksi atas kelaliman Yazid dan kerusakan yang dilakukannya dengan mengatasnamakan sebagai khalifa Muslim. Imam Husein bersedia sayahid demi menjaga kesucian Kabah yang berusaha dinodai oleh penguasa lalim semacam Yazid.
Tidak seperti dinasti Umayah yang duduk di atas takhta kekuasaan dengan menghancurkan nilai-nilai Islam yang diperjuangkan oleh Nabi Muhammad Saw dan Ahlul Baitnya, Hussein bin Ali yang dibesarkan di tengah keluarga Nubuwah dan Imamah sangat prihatin menyaksikan penodaan terhadap ajaran Islam dan berupaya mengembalikan umat menuju jalan kebenaran.
Oleh karena itu, Imam Hussein menyampaikan seruannya,"Sadarilah bahwa mereka adalah orang-orang mengikuti setan dan telah meninggalkan ketaatan kepada Tuhan, menyebarkan kerusakan dan kehancuran, serta melanggar syariat Allah, juga menjarah properti umum dan memonopolinya, dan menghalalkan yang diharamkan oleh Allah swt maupun sebaliknya. Sementara aku akan datang untuk mencegah berlanjutnya situasi ini dan mengubahnya.".
Dukungan terbesar dari para pejuang yang mengorbankan dirinya demi mengharapkan ridha Allah swt merupakan hasil dari ketauhidan sebagai prinsip paling utama dalam hubungan antara Imam Husein dengan Allah swt, yang menginspirasi para pengikutnya untuk berjuang demi mempertahankan nilia-nilai agung dan luhur.
Pada malam Asyura, ketika pasukan musuh mengepung tenda-tenda Imam Husein dan pengikutnya, Imam Hussein sedang tenggelam dalam munajat dan doa. Di hadapan pengikutnya, beliau berkata "... Aku ingin menunaikan shalat dan marilah kita memohon ampunan ilahi. Allah tahu bahwa aku menyukai doa, membaca al-Quran, shalat dan manajat serta banyak beristigfar".
Dengan ketauhidan yang begitu kuat terhunjam, Imam Hussein dan para sahabatnya yang setia tenggelam doa dan ibadah yang sangat khusuk. Mereka hidup seolah-olah tidak memiliki kekhawatiran sedikitpun tentang peristiwa Asyura dan kesyahidan yang akan menimpanya, meskipun musuh sedang mengepung mereka di luar.
Sebelum peristiwa Asyura terjadi, salah seorang sahabat bernama Abu tsamamah bin Saidi mengingatkan waktu shalat segera tiba kepada Imam Hussein. Ketika itu Imam Hussein kepada pengikutnya berkata, "Kamu sudah mengingatkan kami akan waktu sholat. Allah menjadikanmu sebagai salah seorang yang mengingat Allah."
Ketika dzuhur tiba, Imam Husein meminta sedikit waktu untuk bermunajat kepada Allah untuk terakhir kalinya. Musuh menolak permintaan itu, tetapi Imam tetap mendirikan shalat tanpa peduli dengan tekanan dan hujanan panah musuh, dua sahabatnya gugur syahid dalam peristiwa itu.
Kekhusyukan dan ketenangan Imam Husein dalam shalat membuat para sahabatnya menitikkan air mata. Fenomena ini mengingatkan mereka pada sosok ayahnya, Imam Ali yang tidak pernah melewatkan shalat dalam perang dan berkata, "Kita berperang untuk menegakkan shalat."
Presiden Iran: Asyura, Pelajaran untuk Keadilan
Presiden Iran Sayid Ebrahim Raisi mengatakan, Asyura adalah pelajaran untuk keadilan dan para pencari keadilan serta perang melawan penindasan di semua zaman.
Hal itu disampaikan Raisi dalam pidatonya pada acara peringatan Malam Tasu'a Huseini di kota Tehran, Rabu (18/8/2021) malam.
"Peristiwa Karbala adalah pelajaran bagi semua orang yang berduka dan para pecinta Imam Husein as," tambahnya.
Raisi menuturkan bahwa kita harus berjuang untuk kemuliaan dan kebahagiaan masyarakat berdasarkan ajaran Imam Husein. Asyura adalah sebuah model untuk gaya hidup dan syiar-syiar Asyura adalah milik semua sejarah, bukan hanya untuk waktu tertentu.
Menurutnya, reformasi di tengah masyarakat manusia tidak bisa lepas dari nama Imam Husein as, dan darah suci para syuhada Karbala akan menciptakan semakin banyak perubahan di dunia. Oleh karena itu, para imam maksum memperhatikan Asyura dan pesan-pesannya.
"Asyura hadir di setiap zaman dan salah satu manifestasinya yang menonjol adalah Revolusi Islam di Iran dan kebangkitan-kebangkitan Islam di kawasan," kata presiden Iran.
"Dari sudut pandang musuh-musuh agama, Asyura adalah hari kematian dan akhir dari para syuhada Asyura, tetapi atas kehendak Allah Swt, periode penting sejarah ini berubah menjadi hari kelahiran dan awal dari sebuah revolusi besar," jelas Raisi.
Iran Kecam Serangan Teror Acara Duka Muharam di Pakistan
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Republik Islam Iran Saeed Khatibzadeh mengutuk keras serangan teror yang menarget masyarakat yang menghadiri acara duka memperingati kesyahidan Imam Husein as, cucu tercinta Rasulullah saw di Provinsi Punjab, Pakistan.
Khatibzadeh pada Kamis (19/8/2021) malam menyampaikan belasungkawa yang sedalam-dalamnya kepada keluarga para korban kejahatan tersebut.
Dia menekankan perlunya memerangi segala bentuk tindakan tidak manusiawi dan terorisme dengan menyerukan kerja sama semua negara di kawasan untuk terus memerangi para pelaku, pengatur, pendukung dan sponsor tindakan tersebut.
Pada hari Kamis, teroris melemparkan beberapa granat ke orang-orang yang menghadiri acara duka Muharam di kota Bahāwalnagar, Punjab. Serangan ini merenggut nyawa tiga orang dan melukai lebih dari 50 lainnya.
Para pejabat dan pemimpin agama Pakistan mengecam keras serangan teroris tersebut.
Muslim di Seluruh Dunia Memperingati Tasua
Sebagaimana pengikuti Syiah yang lain di seluruh dunia, warga Republik Islam Iran juga tenggelam dalam duka pada hari kesembilan Muharam atau Tasua Husseini yang jatuh pada hari Rabu, 18 Agustus 2021.
Mereka mengikuti acara-acara duka untuk mengenang kesyahidan Imam Husein as, cucu tercinta Rasulullah Saw, keluarga dan sahabat beliau di Karbala.
Tahun ini acara-acara duka mengenang kesyahidan Imam Hussein as di berbagai kota Iran sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya karena pandemi Virus Corona.
Acara-acara duka lebih banyak digelar di tempat terbuka dengan menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Virus Corona.
Imam Hussein as, keluarga dan para sahabatnya gugur syahid pada 10 Muharam 61 Hijriah di Karbala. Meski telah berlalu berabad-abad, namun peristiwa heorik itu tidak pernah berkurang urgensi dan kedudukannya, bahkan semakin berlalu, pesan Asyura justru semakin tersebar luas.
Kebangkitan Imam Hussein melawan pemerintahan tiran Yazid bertujuan untuk menjaga kelangsungan agama Islam yang terkena erosi kerusakan di berbagai sendi kehidupan masyarakatnya.
Oleh karena itu, motivasi perjuangan Imam Husein demi menjaga kesucian Islam dari berbagai penyimpangan yang dilakukan penguasa lalim di masanya. Imam Husein bangkit melawan Yazid bin Muawiyah bukan karena menghendaki kekuasaan, tapi karena ketulusannya membela ajaran agama Islam dan mengembalikan umat Islam dari berbagai penyimpangan.
Imam Hussein dalam salah satu munajatnya berkata,"Ya ilahi, Engkau tahu tujuan kebangkitanku bukan bersaing untuk meraih kekuatan politik atau merebut kekayaan dan kemegahan dunia. Tetapi motif utama kebangkitanku demi menghidupkan kembali ajaran-Mu, mengibarkan tanda-tanda keagungan agama-Mu dan memperbaiki urusan di muka bumi. Kami akan membela hak-hak mereka yang dilanggar dan mengembalikannya kepada mereka. Kami akan mengikuti aturan yang telah Engkau wajibkan kepada para hamba-Mu untuk mengikutinya..."
Imam Husein dalam munajatnya ini dan berbagai perkataannya yang lain memiliki motif ketuhanan yang terlihat jelas di berbagai bidang, termasuk dalam gerakan perlawanannya menghadapi rezim lalim Yazin bin Muawiyah.
Salah satu rahasia lain dari keabadian Asyura, karena setiap tindakan Imam Husein yang diikuti para pengikut setianya di Padang Karbala mengambil warna ilahiah, sehingga terbentuk totalitas dalam gerakannya demi memperjuangkan nilai-nilai Islami, sebagaimana dalam surat Ar Rahman ayat 26 dan 27 yang menegaskan, "Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan".
Para wali Allah SWT dan ulama yang meneruskan jejak para Nabi berperan besar dalam menjaga obor petunjuk kebenaran petunjuk supaya tetap menyala untuk menerangi umat. Demikian juga yang dilakukan Imam Hussein dengan menyampaikan pidato penyadaran kepada para ulama dan tokoh masyarakat di zaman dengan mengatakan, "Jika Anda tidak membantu kami dan tidak bergabung dengan kami dalam memperjuangkan kebenaran, maka para penindas akan memiliki lebih banyak kekuatan untuk melawanmu dan akan menjadi lebih aktif dalam memadamkan sinar matahari yang bersinar dari Nabi kalian."
Melanjutkan pidatonya, Imam Husein bersandar pada prinsip ketauhidan dengan menjelaskan, "(jika Anda tidak membantu kami) Tuhan cukup bagi kami, dan kami bertawakal kepada-Nya, sebab takdir kita ada di tangan-Nya. Kita semua akan kembali pada-Nya".
Selain menjelaskan prinsip ketauhidan, Imam Hussein setiap pidatonya, Imam Hussein mengajak orang lain dengan cara yang baik dalam memperjuangkan nilai-nilai ketauhidan.
Para pencari kebenaran sejati memandang seluruh kehidupan manusia dilakukan demi meraih ridha Allah swt. Sebab, dalam posisi tinggi ini, manusia menyerahkan seluruh keberadaannya kepada Tuhan dalam menghadapi semua peristiwa terjadi. demikian juga dengan Imam Hussein yang menyampaikan khutbah di Mekah, termasuk menyinggung peristiwa getikyang diprediksi akan terjadi padanya. Beliau dengan totalitas ketakwaan dan ketawakalannya berkata: "Apapun yang Allah tetapkan, aku ridha, dan aku akan bersabar dalam menghadapi kesulitan dan rintangan yang menghadang".
Menghadapi pihak-pihak yang menentang perjalanan Imam Hussein ke Karbala, beliau mengajak orang-orang yang tulus berjuang demi meraih ridha Alalh dengan sebagai prinsip utama perjuangannya dengan mengatakan, "Ketahuilah, siapa pun yang siap berjuang di jalan ilahi ini, maka bersiaplah untuk berangkat bertemu Allah (menjemput kesyahidan)..."
Manifestasi lain dari ketauhidan sebagai poros perjuangan Hussein ibn Ali dapat dilihat dengan jelas dalam tanggapan Imam terhadap surat perlindungan yang diberikan 'Umar ibn Sa'id, penguasa Mekah yang disampaikan Abd al-Ja'far, suami Sayidah Zainab, dengan yang mengatakan, "Orang yang beramal salih dan berserah diri kepada-Nya, niscaya tidak akan menentang Allah dan Rasul-Nya ..... Namun mengenai surat perlindungan yang telah kalian bawa, ketahuilah bahwa jaminan keselamatan terbaik hanya dari Allah swt. Keamanan dari Allah berada dalam agama. Jika tidak takut kepada Allah, maka tidak akan aman di akhirat. Dalam pandangan ilahi, takut kepada Allah di dunia ini, akan menyelamatkan kita di akhirat nanti".
Imam Hussein berkata, "Aku bersumpah demi Tuhan, jika aku terbunuh sejengkal lebih jauh dari Mekah, maka lebih aku sukai dari pada darahku tumpah di tempat suci ini, dan jika aku terbunuh dua kali lebih jauh dari Mekah, maka lebih baik bagiku."
Pernyataan ini disampaikan Imam Husein sebagai reaksi atas kelaliman Yazid dan kerusakan yang dilakukannya dengan mengatasnamakan sebagai khalifa Muslim. Imam Husein bersedia sayahid demi menjaga kesucian Kabah yang berusaha dinodai oleh penguasa lalim semacam Yazid.
Tidak seperti dinasti Umayah yang duduk di atas takhta kekuasaan dengan menghancurkan nilai-nilai Islam yang diperjuangkan oleh Nabi Muhammad Saw dan Ahlul Baitnya, Hussein bin Ali yang dibesarkan di tengah keluarga Nubuwah dan Imamah sangat prihatin menyaksikan penodaan terhadap ajaran Islam dan berupaya mengembalikan umat menuju jalan kebenaran.
Oleh karena itu, Imam Hussein menyampaikan seruannya,"Sadarilah bahwa mereka adalah orang-orang mengikuti setan dan telah meninggalkan ketaatan kepada Tuhan, menyebarkan kerusakan dan kehancuran, serta melanggar syariat Allah, juga menjarah properti umum dan memonopolinya, dan menghalalkan yang diharamkan oleh Allah swt maupun sebaliknya. Sementara aku akan datang untuk mencegah berlanjutnya situasi ini dan mengubahnya.".
Dukungan terbesar dari para pejuang yang mengorbankan dirinya demi mengharapkan ridha Allah swt merupakan hasil dari ketauhidan sebagai prinsip paling utama dalam hubungan antara Imam Husein dengan Allah swt, yang menginspirasi para pengikutnya untuk berjuang demi mempertahankan nilia-nilai agung dan luhur.
Pada malam Asyura, ketika pasukan musuh mengepung tenda-tenda Imam Husein dan pengikutnya, Imam Hussein sedang tenggelam dalam munajat dan doa. Di hadapan pengikutnya, beliau berkata "... Aku ingin menunaikan shalat dan marilah kita memohon ampunan ilahi. Allah tahu bahwa aku menyukai doa, membaca al-Quran, shalat dan manajat serta banyak beristigfar,".
Dengan ketauhidan yang begitu kuat terhunjam, Imam Hussein dan para sahabatnya yang setia tenggelam doa dan ibadah yang sangat khusuk. Mereka hidup seolah-olah tidak memiliki kekhawatiran sedikitpun tentang peristiwa Asyura dan kesyahidan yang akan menimpanya, meskipun musuh sedang mengepung mereka di luar.
Sebelum peristiwa Asyura terjadi, salah seorang sahabat bernama Abu tsamamah bin Saidi mengingatkan waktu shalat segera tiba kepada Imam Hussein. Ketika itu Imam Hussein kepada pengikutnya berkata, "Kamu sudah mengingatkan kami akan waktu sholat. Allah menjadikanmu sebagai salah seorang yang mengingat Allah."
Ketika dzuhur tiba, Imam Husein meminta sedikit waktu untuk bermunajat kepada Allah untuk terakhir kalinya. Musuh menolak permintaan itu, tetapi Imam tetap mendirikan shalat tanpa peduli dengan tekanan dan hujanan panah musuh, dua sahabatnya gugur syahid dalam peristiwa itu.
Kekhusyukan dan ketenangan Imam Husein dalam shalat membuat para sahabatnya menitikkan air mata. Fenomena ini mengingatkan mereka pada sosok ayahnya, Imam Ali yang tidak pernah melewatkan shalat dalam perang dan berkata, "Kita berperang untuk menegakkan shalat."
Peringatan Asyura di Zanjan Diakhiri dengan Shalat Berjamaah
Ribuan warga Zanjan, Republik Islam Iran menghadiri acara peringatan Asyura di Masjid Jami' Zanjan pada hari Kamis, 19 Agustus 2021 untuk mengenang kesyahidan Imam Husein as, cucu tercinta Rasulullah saw.
Acara berlangsung dengan tetap menjaga protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Virus Corona. Acara ini ditutup dengan shalat Dzuhur berjamaah yang diimami oleh Ayatullah Ali Khatami, Wakil Wali Faqih dan Imam Shalat Jumat di Provinsi Zanjan.
Asyura adalah hari ke-10 bulan Muharram. Pada tahun 61 Hijriyah, Imam Husein as, keluarga dan para sahabat setianya gugur syahid dalam pertempuran melawan pasukan Yazid yang dipimpin oleh Umar bin Sa'ad di Karbala, Irak.
Imam Hussein as, keluarga dan para sahabatnya gugur syahid pada 10 Muharam 61 Hijriah di Karbala. Meski telah berlalu berabad-abad, namun peristiwa heorik itu tidak pernah berkurang urgensi dan kedudukannya, bahkan semakin berlalu, pesan Asyura justru semakin tersebar luas.
Kebangkitan Imam Hussein melawan pemerintahan tiran Yazid bertujuan untuk menjaga kelangsungan agama Islam yang terkena erosi kerusakan di berbagai sendi kehidupan masyarakatnya.
Oleh karena itu, motivasi perjuangan Imam Husein demi menjaga kesucian Islam dari berbagai penyimpangan yang dilakukan penguasa lalim di masanya. Imam Husein bangkit melawan Yazid bin Muawiyah bukan karena menghendaki kekuasaan, tapi karena ketulusannya membela ajaran agama Islam dan mengembalikan umat Islam dari berbagai penyimpangan.
Imam Hussein dalam salah satu munajatnya berkata,"Ya ilahi, Engkau tahu tujuan kebangkitanku bukan bersaing untuk meraih kekuatan politik atau merebut kekayaan dan kemegahan dunia. Tetapi motif utama kebangkitanku demi menghidupkan kembali ajaran-Mu, mengibarkan tanda-tanda keagungan agama-Mu dan memperbaiki urusan di muka bumi. Kami akan membela hak-hak mereka yang dilanggar dan mengembalikannya kepada mereka. Kami akan mengikuti aturan yang telah Engkau wajibkan kepada para hamba-Mu untuk mengikutinya..."
Imam Husein dalam munajatnya ini dan berbagai perkataannya yang lain memiliki motif ketuhanan yang terlihat jelas di berbagai bidang, termasuk dalam gerakan perlawanannya menghadapi rezim lalim Yazin bin Muawiyah.
Salah satu rahasia lain dari keabadian Asyura, karena setiap tindakan Imam Husein yang diikuti para pengikut setianya di Padang Karbala mengambil warna ilahiah, sehingga terbentuk totalitas dalam gerakannya demi memperjuangkan nilai-nilai Islami, sebagaimana dalam surat Ar Rahman ayat 26 dan 27 yang menegaskan, "Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan".
Para wali Allah SWT dan ulama yang meneruskan jejak para Nabi berperan besar dalam menjaga obor petunjuk kebenaran petunjuk supaya tetap menyala untuk menerangi umat. Demikian juga yang dilakukan Imam Hussein dengan menyampaikan pidato penyadaran kepada para ulama dan tokoh masyarakat di zaman dengan mengatakan, "Jika Anda tidak membantu kami dan tidak bergabung dengan kami dalam memperjuangkan kebenaran, maka para penindas akan memiliki lebih banyak kekuatan untuk melawanmu dan akan menjadi lebih aktif dalam memadamkan sinar matahari yang bersinar dari Nabi kalian."
Melanjutkan pidatonya, Imam Husein bersandar pada prinsip ketauhidan dengan menjelaskan, "(jika Anda tidak membantu kami) Tuhan cukup bagi kami, dan kami bertawakal kepada-Nya, sebab takdir kita ada di tangan-Nya. Kita semua akan kembali pada-Nya".
Selain menjelaskan prinsip ketauhidan, Imam Hussein setiap pidatonya, Imam Hussein mengajak orang lain dengan cara yang baik dalam memperjuangkan nilai-nilai ketauhidan.
Para pencari kebenaran sejati memandang seluruh kehidupan manusia dilakukan demi meraih ridha Allah swt. Sebab, dalam posisi tinggi ini, manusia menyerahkan seluruh keberadaannya kepada Tuhan dalam menghadapi semua peristiwa terjadi. demikian juga dengan Imam Hussein yang menyampaikan khutbah di Mekah, termasuk menyinggung peristiwa getikyang diprediksi akan terjadi padanya. Beliau dengan totalitas ketakwaan dan ketawakalannya berkata: "Apapun yang Allah tetapkan, aku ridha, dan aku akan bersabar dalam menghadapi kesulitan dan rintangan yang menghadang".
Menghadapi pihak-pihak yang menentang perjalanan Imam Hussein ke Karbala, beliau mengajak orang-orang yang tulus berjuang demi meraih ridha Alalh dengan sebagai prinsip utama perjuangannya dengan mengatakan, "Ketahuilah, siapa pun yang siap berjuang di jalan ilahi ini, maka bersiaplah untuk berangkat bertemu Allah (menjemput kesyahidan)..."
Manifestasi lain dari ketauhidan sebagai poros perjuangan Hussein ibn Ali dapat dilihat dengan jelas dalam tanggapan Imam terhadap surat perlindungan yang diberikan 'Umar ibn Sa'id, penguasa Mekah yang disampaikan Abd al-Ja'far, suami Sayidah Zainab, dengan yang mengatakan, "Orang yang beramal salih dan berserah diri kepada-Nya, niscaya tidak akan menentang Allah dan Rasul-Nya ..... Namun mengenai surat perlindungan yang telah kalian bawa, ketahuilah bahwa jaminan keselamatan terbaik hanya dari Allah swt. Keamanan dari Allah berada dalam agama. Jika tidak takut kepada Allah, maka tidak akan aman di akhirat. Dalam pandangan ilahi, takut kepada Allah di dunia ini, akan menyelamatkan kita di akhirat nanti".
Imam Hussein berkata, "Aku bersumpah demi Tuhan, jika aku terbunuh sejengkal lebih jauh dari Mekah, maka lebih aku sukai dari pada darahku tumpah di tempat suci ini, dan jika aku terbunuh dua kali lebih jauh dari Mekah, maka lebih baik bagiku."
Pernyataan ini disampaikan Imam Husein sebagai reaksi atas kelaliman Yazid dan kerusakan yang dilakukannya dengan mengatasnamakan sebagai khalifa Muslim. Imam Husein bersedia sayahid demi menjaga kesucian Kabah yang berusaha dinodai oleh penguasa lalim semacam Yazid.
Tidak seperti dinasti Umayah yang duduk di atas takhta kekuasaan dengan menghancurkan nilai-nilai Islam yang diperjuangkan oleh Nabi Muhammad Saw dan Ahlul Baitnya, Hussein bin Ali yang dibesarkan di tengah keluarga Nubuwah dan Imamah sangat prihatin menyaksikan penodaan terhadap ajaran Islam dan berupaya mengembalikan umat menuju jalan kebenaran.
Oleh karena itu, Imam Hussein menyampaikan seruannya,"Sadarilah bahwa mereka adalah orang-orang mengikuti setan dan telah meninggalkan ketaatan kepada Tuhan, menyebarkan kerusakan dan kehancuran, serta melanggar syariat Allah, juga menjarah properti umum dan memonopolinya, dan menghalalkan yang diharamkan oleh Allah swt maupun sebaliknya. Sementara aku akan datang untuk mencegah berlanjutnya situasi ini dan mengubahnya."
Dukungan terbesar dari para pejuang yang mengorbankan dirinya demi mengharapkan ridha Allah swt merupakan hasil dari ketauhidan sebagai prinsip paling utama dalam hubungan antara Imam Husein dengan Allah swt, yang menginspirasi para pengikutnya untuk berjuang demi mempertahankan nilia-nilai agung dan luhur.
Pada malam Asyura, ketika pasukan musuh mengepung tenda-tenda Imam Husein dan pengikutnya, Imam Hussein sedang tenggelam dalam munajat dan doa. Di hadapan pengikutnya, beliau berkata "... Aku ingin menunaikan shalat dan marilah kita memohon ampunan ilahi. Allah tahu bahwa aku menyukai doa, membaca al-Quran, shalat dan manajat serta banyak beristigfar".
Dengan ketauhidan yang begitu kuat terhunjam, Imam Hussein dan para sahabatnya yang setia tenggelam doa dan ibadah yang sangat khusuk. Mereka hidup seolah-olah tidak memiliki kekhawatiran sedikitpun tentang peristiwa Asyura dan kesyahidan yang akan menimpanya, meskipun musuh sedang mengepung mereka di luar.
Sebelum peristiwa Asyura terjadi, salah seorang sahabat bernama Abu tsamamah bin Saidi mengingatkan waktu shalat segera tiba kepada Imam Hussein. Ketika itu Imam Hussein kepada pengikutnya berkata, "Kamu sudah mengingatkan kami akan waktu sholat. Allah menjadikanmu sebagai salah seorang yang mengingat Allah."
Ketika dzuhur tiba, Imam Husein meminta sedikit waktu untuk bermunajat kepada Allah untuk terakhir kalinya. Musuh menolak permintaan itu, tetapi Imam tetap mendirikan shalat tanpa peduli dengan tekanan dan hujanan panah musuh, dua sahabatnya gugur syahid dalam peristiwa itu.
Kekhusyukan dan ketenangan Imam Husein dalam shalat membuat para sahabatnya menitikkan air mata. Fenomena ini mengingatkan mereka pada sosok ayahnya, Imam Ali yang tidak pernah melewatkan shalat dalam perang dan berkata, "Kita berperang untuk menegakkan shalat."
Suasana Peringatan Hari Duka Asyura di Iran
Rakyat Republik Islam Iran tenggelam dalam duka mendalam pada hari Asyura. Mereka mengenang kesyahidan Imam Husein as, cucu tercinta Rasulullah saw dengan mengadakan acara duka yang diisi dengan ceramah, pembacaan kidung dan syair-syair keutamaan Ahlul Bait as, doa bersama dan shalat berjamaah.
Tanggal 19 Agustus 2021 adalah bertepatan dengan tanggal 10 Muharam 1443 H. 10 Muharam adalah hari Asyura. Pada 10 Muharam 61 H, Imam Husein as, keluarga dan para sahabat setianya gugur syahid dalam pertempuran melawan pasukan Yazid yang dipimpin oleh Umar bin Sa'ad di Karbala, Irak.
Imam Hussein as, keluarga dan para sahabatnya gugur syahid pada 10 Muharam 61 Hijriah di Karbala. Meski telah berlalu berabad-abad, namun peristiwa heorik itu tidak pernah berkurang urgensi dan kedudukannya, bahkan semakin berlalu, pesan Asyura justru semakin tersebar luas.
Kebangkitan Imam Hussein melawan pemerintahan tiran Yazid bertujuan untuk menjaga kelangsungan agama Islam yang terkena erosi kerusakan di berbagai sendi kehidupan masyarakatnya.
Oleh karena itu, motivasi perjuangan Imam Husein demi menjaga kesucian Islam dari berbagai penyimpangan yang dilakukan penguasa lalim di masanya. Imam Husein bangkit melawan Yazid bin Muawiyah bukan karena menghendaki kekuasaan, tapi karena ketulusannya membela ajaran agama Islam dan mengembalikan umat Islam dari berbagai penyimpangan.
Imam Hussein dalam salah satu munajatnya berkata,"Ya ilahi, Engkau tahu tujuan kebangkitanku bukan bersaing untuk meraih kekuatan politik atau merebut kekayaan dan kemegahan dunia. Tetapi motif utama kebangkitanku demi menghidupkan kembali ajaran-Mu, mengibarkan tanda-tanda keagungan agama-Mu dan memperbaiki urusan di muka bumi. Kami akan membela hak-hak mereka yang dilanggar dan mengembalikannya kepada mereka. Kami akan mengikuti aturan yang telah Engkau wajibkan kepada para hamba-Mu untuk mengikutinya..."
Imam Husein dalam munajatnya ini dan berbagai perkataannya yang lain memiliki motif ketuhanan yang terlihat jelas di berbagai bidang, termasuk dalam gerakan perlawanannya menghadapi rezim lalim Yazin bin Muawiyah.
Salah satu rahasia lain dari keabadian Asyura, karena setiap tindakan Imam Husein yang diikuti para pengikut setianya di Padang Karbala mengambil warna ilahiah, sehingga terbentuk totalitas dalam gerakannya demi memperjuangkan nilai-nilai Islami, sebagaimana dalam surat Ar Rahman ayat 26 dan 27 yang menegaskan, "Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan".
Para wali Allah SWT dan ulama yang meneruskan jejak para Nabi berperan besar dalam menjaga obor petunjuk kebenaran petunjuk supaya tetap menyala untuk menerangi umat. Demikian juga yang dilakukan Imam Hussein dengan menyampaikan pidato penyadaran kepada para ulama dan tokoh masyarakat di zaman dengan mengatakan, "Jika Anda tidak membantu kami dan tidak bergabung dengan kami dalam memperjuangkan kebenaran, maka para penindas akan memiliki lebih banyak kekuatan untuk melawanmu dan akan menjadi lebih aktif dalam memadamkan sinar matahari yang bersinar dari Nabi kalian."
Melanjutkan pidatonya, Imam Husein bersandar pada prinsip ketauhidan dengan menjelaskan, "(jika Anda tidak membantu kami) Tuhan cukup bagi kami, dan kami bertawakal kepada-Nya, sebab takdir kita ada di tangan-Nya. Kita semua akan kembali pada-Nya".
Selain menjelaskan prinsip ketauhidan, Imam Hussein setiap pidatonya, Imam Hussein mengajak orang lain dengan cara yang baik dalam memperjuangkan nilai-nilai ketauhidan.
Para pencari kebenaran sejati memandang seluruh kehidupan manusia dilakukan demi meraih ridha Allah swt. Sebab, dalam posisi tinggi ini, manusia menyerahkan seluruh keberadaannya kepada Tuhan dalam menghadapi semua peristiwa terjadi. demikian juga dengan Imam Hussein yang menyampaikan khutbah di Mekah, termasuk menyinggung peristiwa getikyang diprediksi akan terjadi padanya. Beliau dengan totalitas ketakwaan dan ketawakalannya berkata: "Apapun yang Allah tetapkan, aku ridha, dan aku akan bersabar dalam menghadapi kesulitan dan rintangan yang menghadang".
Menghadapi pihak-pihak yang menentang perjalanan Imam Hussein ke Karbala, beliau mengajak orang-orang yang tulus berjuang demi meraih ridha Alalh dengan sebagai prinsip utama perjuangannya dengan mengatakan, "Ketahuilah, siapa pun yang siap berjuang di jalan ilahi ini, maka bersiaplah untuk berangkat bertemu Allah (menjemput kesyahidan)..."
Manifestasi lain dari ketauhidan sebagai poros perjuangan Hussein ibn Ali dapat dilihat dengan jelas dalam tanggapan Imam terhadap surat perlindungan yang diberikan 'Umar ibn Sa'id, penguasa Mekah yang disampaikan Abd al-Ja'far, suami Sayidah Zainab, dengan yang mengatakan, "Orang yang beramal salih dan berserah diri kepada-Nya, niscaya tidak akan menentang Allah dan Rasul-Nya ..... Namun mengenai surat perlindungan yang telah kalian bawa, ketahuilah bahwa jaminan keselamatan terbaik hanya dari Allah swt. Keamanan dari Allah berada dalam agama. Jika tidak takut kepada Allah, maka tidak akan aman di akhirat. Dalam pandangan ilahi, takut kepada Allah di dunia ini, akan menyelamatkan kita di akhirat nanti".
Imam Hussein berkata, "Aku bersumpah demi Tuhan, jika aku terbunuh sejengkal lebih jauh dari Mekah, maka lebih aku sukai dari pada darahku tumpah di tempat suci ini, dan jika aku terbunuh dua kali lebih jauh dari Mekah, maka lebih baik bagiku."
Pernyataan ini disampaikan Imam Husein sebagai reaksi atas kelaliman Yazid dan kerusakan yang dilakukannya dengan mengatasnamakan sebagai khalifa Muslim. Imam Husein bersedia sayahid demi menjaga kesucian Kabah yang berusaha dinodai oleh penguasa lalim semacam Yazid.
Tidak seperti dinasti Umayah yang duduk di atas takhta kekuasaan dengan menghancurkan nilai-nilai Islam yang diperjuangkan oleh Nabi Muhammad Saw dan Ahlul Baitnya, Hussein bin Ali yang dibesarkan di tengah keluarga Nubuwah dan Imamah sangat prihatin menyaksikan penodaan terhadap ajaran Islam dan berupaya mengembalikan umat menuju jalan kebenaran.
Oleh karena itu, Imam Hussein menyampaikan seruannya,"Sadarilah bahwa mereka adalah orang-orang mengikuti setan dan telah meninggalkan ketaatan kepada Tuhan, menyebarkan kerusakan dan kehancuran, serta melanggar syariat Allah, juga menjarah properti umum dan memonopolinya, dan menghalalkan yang diharamkan oleh Allah swt maupun sebaliknya. Sementara aku akan datang untuk mencegah berlanjutnya situasi ini dan mengubahnya.".
Dukungan terbesar dari para pejuang yang mengorbankan dirinya demi mengharapkan ridha Allah swt merupakan hasil dari ketauhidan sebagai prinsip paling utama dalam hubungan antara Imam Husein dengan Allah swt, yang menginspirasi para pengikutnya untuk berjuang demi mempertahankan nilia-nilai agung dan luhur.
Pada malam Asyura, ketika pasukan musuh mengepung tenda-tenda Imam Husein dan pengikutnya, Imam Hussein sedang tenggelam dalam munajat dan doa. Di hadapan pengikutnya, beliau berkata "... Aku ingin menunaikan shalat dan marilah kita memohon ampunan ilahi. Allah tahu bahwa aku menyukai doa, membaca al-Quran, shalat dan manajat serta banyak beristigfar,".
Dengan ketauhidan yang begitu kuat terhunjam, Imam Hussein dan para sahabatnya yang setia tenggelam doa dan ibadah yang sangat khusuk. Mereka hidup seolah-olah tidak memiliki kekhawatiran sedikitpun tentang peristiwa Asyura dan kesyahidan yang akan menimpanya, meskipun musuh sedang mengepung mereka di luar.
Sebelum peristiwa Asyura terjadi, salah seorang sahabat bernama Abu tsamamah bin Saidi mengingatkan waktu shalat segera tiba kepada Imam Hussein. Ketika itu Imam Hussein kepada pengikutnya berkata, "Kamu sudah mengingatkan kami akan waktu sholat. Allah menjadikanmu sebagai salah seorang yang mengingat Allah."
Ketika dzuhur tiba, Imam Husein meminta sedikit waktu untuk bermunajat kepada Allah untuk terakhir kalinya. Musuh menolak permintaan itu, tetapi Imam tetap mendirikan shalat tanpa peduli dengan tekanan dan hujanan panah musuh, dua sahabatnya gugur syahid dalam peristiwa itu.
Kekhusyukan dan ketenangan Imam Husein dalam shalat membuat para sahabatnya menitikkan air mata. Fenomena ini mengingatkan mereka pada sosok ayahnya, Imam Ali yang tidak pernah melewatkan shalat dalam perang dan berkata, "Kita berperang untuk menegakkan shalat."
Taliban Berkuasa di Afghanistan, Ini Tanggapan Kanada
Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengatakan bahwa negaranya tak berniat untuk mengakui pemerintahan yang akan dibentuk Taliban di Afghanistan dan akan terus memandang kelompok tersebut sebagai organisasi teroris.
Menurut laporan IRNA, alasan Trudeau tidak akan mengakui pemerintahan Taliban karena kelompok ini merebut kekuasaan secara paksa.
"Kanada tidak memiliki rencana untuk mengakui Taliban sebagai pemerintah Afghanistan," kata Trudeau, Selasa (17/8/2021)
Dia menambahkan, Taliban telah mengambil alih dan menggantikan pemerintahan demokratis yang terpilih secara paksa, dan menurut hukum Kanada, mereka adalah organisasi teroris.
Kanada telah mengirim lebih dari 40.000 pasukan untuk berperang melawan Taliban selama 12 tahun bersama sekutunya. 158 tentara Kanada tewas selama periode ini.
Kanadamemasukkan Taliban dalam daftar entitas teroris terlarang pada 2013 dan siapa pun yang berurusan dengan Taliban akan dikategorikan pelanggaran pidana.
Amerika Serikat dan sekutunya menarik pasukannya dari Afghanistan setelah 20 tahun kehadiran militer yang gagal di negara ini.
Akibat pendudukan pasukan AS dan sekutunya atas Afghanistan, terorisme, perang, kekerasan, ketidakstabilan dan ketidakamanan serta pembunuhan meluas di negara tersebut.
Taliban menguasai Kabul, ibu kota Afghanistan pada Minggu sore, 15 Agustus 2021 dan mengumumkan berakhirnya perang setelah menguasai kota tersebut.
Saat ini Taliban menguasai seluruh wilayah Afghanistan kecuali Provinsi Parwan dan Panjshir.
Dua Dekade Perang AS di Afghanistan Hasilkan Apa ?
Watson Institute for International and Public Affairs dalam laporan terbarunya menyebutkan bahwa biaya perang AS di Afghanistan yang dimulai sejak musim gugur 2001 dan akan berakhir dalam beberapa hari mendatang mencapai $ 2,26 triliun. Proyek yang didanai oleh Departemen Pertahanan dan Departemen Luar Negeri AS menewaskan secara langsung setidaknya 241.000 orang.
Laporan baru ini dirilis di saat kasus perang AS di Afghanistan sedang ditutup dengan cara terburuk. Langkah Presiden AS, Joe Biden memerintahkan penarikan tergesa-gesa pasukan AS dari Afghanistan telah membuka halaman lain skandal Washington dalam perang di negara kawasan Asia selatan itu.
Pemerintahan Biden telah mengumumkan bahwa proses itu akan berakhir pada 11 September 2021, tetapi AS dan pasukan lainnya mundur dari Afghanistan jauh lebih cepat.
Amerika Serikat menginvasi Afghanistan pada 11 September 2001, dengan dalih memerangi terorisme dan menggulingkan pemerintah Taliban yang dituduh bekerja sama dengan al-Qaeda.
Menurut statistik, ribuan warga sipil Afghanistan kehilangan nyawa mereka dalam pendudukan militer in. Sebanyak 2.448 tentara AS tewas dan 1.144 tentara NATO tewas dalam perang selama 20 tahun terakhir di Afghanistan.
Sebanyak 69.000 orang tentara Afghanistan dan 72 wartawan serta 444 pekerja bantuan kemanusiaan tewas dalam perang yang telah berlangsung selama dua dekade tersebut.
Kehadiran militer AS dan NATO di Afghanistan tidak menghasilkan apa-apa selain pembunuhan, peningkatan ketidakamanan, dan produksi narkotika yang belum pernah terjadi sebelumnya di negara yang dilanda perang itu.
Naiknya Taliban ke tampuk kekuasaan setelah 20 tahun terakhir, dan kesepakatan damai antara pemerintahan Trump dengan Taliban di Doha memaksa Biden untuk mengakhiri pendudukan, yang jauh lebih buruk daripada Perang Vietnam, tanpa keuntungan.
Mengikuti perintah Biden untuk penarikan segera pasukan AS dan NATO, para ahli dan beberapa pejabat senior Afghanistan memperingatkan kekosongan kekuasaan di negara itu. Peristiwa-peristiwa berikutnya, khususnya kemajuan pesat Taliban, serta keruntuhan yang tak terduga dari tentara Afghanistan dan pemerintah pusat serta larinya Presiden Ashraf Ghani menyebabkan Taliban dengan mudah mengambil alih Kabul.
Nicholas Gvosdev, seorang pakar politik mengatakan, "Dominasi Taliban di Afghanistan menandai akhir dari 20 tahun upaya Amerika Serikat dan sekutu Baratnya untuk membangun kembali Afghanistan dalam bentuk demokrasi modern. Penarikan pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan semacam ini adalah garis hitam terhadap negara-negara seperti Ukraina, Georgia, dan Moldova. Gelar sekutu AS di luar NATO tidak berpengaruh di Afghanistan, bahkan memperburuk situasi di negara itu,".
Buntut dari perang sia-sia di Afghanistan kini telah mempertanyakan seluruh pendekatan kontraterorisme AS yang menginvasi Afghanistan pada tahun 2001 dengan dalih ini. Dalam pidatonya baru-baru ini, Biden mengklaim bahwa tujuan pendudukan 20 tahun di Afghanistan untuk memerangi terorisme. Namun, keberhasilan Washington dalam hal ini telah dipertanyakan bahkan oleh pejabat tertinggi militer AS. Jenderal Mark Milley, Kepala Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata AS mengatakan pengambilalihan cepat Afghanistan oleh Taliban dapat segera menyebabkan peningkatan signifikan dalam ancaman teroris di seluruh kawasan.
Jadi, setelah 20 tahun pendudukan, Amerika Serikat meninggalkan Afghanistan dengan biaya triliunan dolar dan ratusan ribu orang terbunuh tanpa hasil, bahkan dalam mengurangi ancaman teroris.
Soal Mengakui Taliban, Pakistan Tunggu Keputusan Internasional
Menteri Informasi Pakistan Fawad Chaudhry mengatakan, Pakistan akan mengakui pemerintah Taliban di Afghanistan setelah berkonsultasi dengan kekuatan regional dan internasional.
Dikutip dari Tasnimnews, Rabu (18/8/2021), Chaudhry dalam konferensi pers di Islamabad, memuji perubahan damai di Afghanistan dan mengatakan, Pakistan tidak akan mengambil keputusan sepihak tentang mengakui pemerintahan Taliban dan kami akan menjalin kontak erat dengan kekuatan internasional dalam hal ini.
“Pakistan berharap Taliban tidak akan mengizinkan penggunaan wilayah Afghanistan terhadap Pakistan dan negara lain,” imbuhnya.
Pakistan, lanjutnya, tetap berkomitmen pada penyelesaian politik secara inklusif yang merupakan jalan ke depan.
Pasukan Taliban menguasai Kabul pada 15 Agustus lalu dan secara bersamaan, Presiden Ashraf Ghani meninggalkan Afghanistan dengan sebuah pesawat.
Taliban kemudian mengumumkan berakhirnya perang setelah menguasai Kabul. Saat ini Taliban menguasai seluruh wilayah Afghanistan kecuali Provinsi Parwan dan Panjshir.
Amerika Serikat dan sekutunya menarik diri dari Afghanistan setelah 20 tahun menduduki negara itu. Kehadiran militer asing telah menyebabkan penyebaran terorisme, perang, kekerasan, kekacauan, dan kematian puluhan ribu orang.
Erdogan Siap Bekerja Sama dengan Taliban di Afghanistan
Presiden Turki mengumumkan kesiapan Ankara untuk bekerja sama dengan Taliban di Afghanistan.
Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan pada Rabu (18/8/2021) malam bahwa Turki mengikuti perkembangan di Afghanistan dengan seksama serta siap bekerja sama dengan Taliban untuk memastikan keamanan dan ketenangan rakyat negara itu.
"Terlepas dari kelompok mana yang berkuasa di Afghanistan, Turki akan tetap bersama masyarakat pada hari-hari baik dan buruk. Ini adalah konsekuensi dari kesetiaan dan persaudaraan kita," tambahnya seperti dilaporkan wartawan IRIB dari Ankara.
Erdogan menekankan bahwa kami siap untuk segala bentuk kerja sama demi memastikan perdamaian rakyat Afghanistan, kesejahteraan rekan-rekan Turki kami di negara itu dan untuk melindungi kepentingan negara kami.
"Jika ada permintaan dari pemerintah dan rakyat Afghanistan, kami siap untuk menjaga keamanan Bandara Kabul," tegasnya.
Namun, Taliban sebelumnya telah menyatakan penolakan mereka terhadap permintaan tersebut.