
کمالوندی
Al Baghdadi tidak Ditemukan di antara Korban Luka Al Anbar
Pejabat pemerintah Irak mengabarkan tewasnya dua petinggi senior kelompok ISIS dalam operasi militer atas posisi kelompok teroris itu di Al Anbar, namun menegaskan bahwa Abu Bakr Al Baghadi, Pemimpin ISIS tidak ada di antara para korban luka.
Situs stasiun televisi Alalam (9/11) melaporkan, Sabah Karahout, Ketua Dewan Provinsi Al Anbar mengatakan, "Dalam operasi militer atas posisi ISIS di kota Qaem, Provinsi Al Anbar, 12 anasir teroris tewas dan yang paling mencolok adalah Abou Mohanad Al Sowaidawi, Wali Al Anbar dan Abu Zahra Mohammadi di wilayah Al Furat."  
Di sisi lain, sebuah sumber pemerintah di Provinsi Al Anbar menegaskan, Abu Bakr Al Baghdadi, Pemimpin ISIS tidak terluka dalam operasi terhadap posisi-posisi ISIS di kota Qaem.
Sebelumnya, sumber-sumber media mengabarkan, Al Baghdadi, Pemimpin ISIS terluka dalam operasi militer ini.
Lagi, ISIS Bantai 70 Anggota Suku Albu Nimr Irak
ISIS kembali mengeksekusi mati puluhan anggota suku Albu Nimr di Barat Irak.
Situs stasiun televisi Alalam (9/11) melaporkan, kelompok teroris ISIS membunuh 70 anggota suku Albu Nimr di wilayah Al Jazira, sekitar kota Hit, Barat Provinsi Al Anbar.
Jenazah 70 anggota suku Albu Nimr ini dimasukkan ke dalam satu kuburan massal. Di antara jenazah itu juga terdapat beberapa jenazah aparat keamanan.
Dengan tewasnya 70 orang itu, sampai saat ini ISIS sudah membunuh lebih dari 500 anggota suku Albu Nimr. Sementara itu, 65 anggota suku Albu Nimr yang lain berada dalam sandera ISIS.
Para pengamat meyakini, aksi keji ISIS ini dilakukan untuk menyebarkan ketakutan di antara warga suku Irak sehingga berhenti melakukan perlawanan terhadap kelompok teroris itu.
Ibrahim, Monoteisme, dan Ibadah Kurban
Sosok Nabi Ibrahim diakui semua agama samawi sebagai "Bapak Monoteisme" karena beliau mengumandangkan, "Hai manusia Tuhan yang kamu sembah adalah Tuhan seru sekalian Alam, bukan Tuhan satu ras, bukan Tuhan satu kelompok dan bangsa tertentu."
 
 
Profesor Dr. Quraysh Shihab menyebut Nabi Ibrahim sebagai "Bapak Ketuhanan yang Maha Esa". Jutaan manusia, penganut agama Yahudi, Nasrani, dan Islam mengagungkan sosok Nabi Ibrahim.
 
Jika nabi-nabi sebelumnya mengajarkan kaumnya agar menyembah Allah dengan sebutan "Tuhan Kamu". Akan tetapi, setelah datang Nabi Ibrahim diajarkan bahwa Tuhan yang disembahnya adalah Tuhan seru sekalian alam. Aku hadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan semua langit dan bumi (alam raya) QS Al-Anam (6):79).
 
Dosen tetap Mata kuliah Metodologi Studi Islam pada Fakultas Tarbiah dan Ilmu Pendidikan IAIN Sultan Zainal Abidin Syah, Maluku Utara, Dr. H. Muh. Guntur Alting, M.Pd., M.Si. mengatakan bahwa Tuhan yang diperkenalkan oleh Ibrahim bukan Tuhan golongan tertentu, melainkan Allah, Tuhan seru sekalian alam.
 
Tuhan yang dikumandangkan adalah Tuhan Imanen sekaligus transenden, yang dekat kepada manusia, baik pada saat sendirian maupun dalam keramaian, pada saat diam atau bergerak, pada saat tidur atau terjaga, Dia adalah Tuhan seru sekalian alam yakni Tuhan manusia seluruhnya secara universal.
 
Menurut Guntur, melalui surat elektroniknya kepada Antara di Jakarta, Nabi Ibrahim menemukan dan membina keyakinan itu melalui pengalaman pribadi setelah mengamati gejala-gejala alam, seperti adanya bintang, bulan, dan matahari, kemudian pada akhirnya berkesimpulan bahwa bukan patung, bukan pula apa yang ada di bumi, tidak juga benda-benda langit, yang wajar disembah.
 
Semua manusia, dengan risalah Bapak Monoteisme ini, memperoleh martabat kemanusian. Orang kuat, betapa pun kuatnya. Demikian pula orang lemah, betapa pun lemahnya adalah sama di hadapan Allah SWT. Demikianlah Nabi Ibrahim menemukan tauhid. Sampai kini, cukup banyak penemuan manusia. Namun, penemuan Nabi Ibrahim merupakan penemuan manusia yang terbesar. Betapa tidak? Bukankah dengan mengenal Allah Tuhan yang Maha Esa, manusia dapat mengenal jati dirinya serta mengenal dan mengatur hubungannya dengan alam sekitarnya.
 
Penemuan Nabi Ibrahim tentang tauhid tidak dapat dibandingkan dengan penemuan roda, api, listrik, atau rahasia-rahasia atom, betapa pun besarnya pengaruh dan sumbangsi penemuan-penemuan tersebut bagi kehidupan kemanusian saat ini. Akan tetapi, masih kecil jika dibandingkan dengan penemuan Ibrahim.
 
Kenapa? Sebab, semua penemuan tersebut tunduk dan dikuasai oleh manusia, sedangkan penemuan Nabi Ibrahim tentang tauhid itu menguasai jiwa dan raga manusia. Penemuan Nabi Ibrahim menjadikan manusia yang tadinya tunduk kepada alam, menjadi mampu mengatur alam. Demikian ditulis pemikir Muslim Mesir Abbas Al-Aqqad.
 
Jalan Persimpangan
 
Nabi Ibrahim, yang hidup abad 18 SM, menurut Drs. H. Abdul Halim Sholeh, M.M. pada khotbah Jumat di Masjid Istiqlal (3/10/2014) berada pada masa persimpangan jalan pemikiran manusia tentang kurban-kurban manusia untuk dipersembahkan kepada dewa-dewa dan tuhan-tuhan mereka.
 
Sementara perintah Allah kepada Ibrahim AS untuk menyembelih anaknya (Ismail) adalah untuk menguji wujud ketaatan beliau terhadap perintah Allah sesuai bunyi ayat, yang artinya: Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka, pikirkanlah bagaimana pendapatmu." Ismail menjawab, "Wahai ayahanda, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."
 
"Ketika Nabi Ibrahim menerima wahyu melalui mimpi agar menyembelih putranya Ismail. Perasaannya hendak menyangkal, ini bukan wahyu, ini bisikan iblis. Maklum, ayah mana yang tidak memberontak menerima perintah sekejam itu, padahal beliau baru sehari berkumpul dengan darah dagingnya setelah sebelas tahun berpisah," kata Guntur.
 
Akan tetapi, nalar Ibrahim tergugah tatkala Ismail, putra kesayangannya itu, dengan tabah menjawab, "Ayah, laksanakan perintah Tuhan itu, mudah-mudahan akan Ayah saksikan nanti, putramu ini tergolong hamba-Nya yang bersabar."
 
Mengalir deras dalam benak Ibrahim, betapa anak sekecil itu mampu menyerap makna hakiki yang terkandung dalam perintah tersebut bahwa Tuhanlah yang menciptakan hidup, dan Tuhan pula yang berhak mencabutnya, terlepas apakah manusia suka atau tidak suka. Dapatkah ia menampik maut apabila sewaktu-waktu-waktu maut itu datang merenggut? Jangankan nyawa sang anak, nyawa sendiri pun da taksanggup mempertahankannya.
 
Apalagi sesudah Siti Hajar sang istri, dengan bijak berkata, "Kalau itu perintah Tuhan, saya rela melepas kepergian Ismail. Saya akan berusaha untuk ikhlas dan tawakal dalam menerima keputusan-Nya. Saya yakin, di balik perintah itu, Tuhan menyediakan kehormatan dan kemuliaan bagi kita. Bukankah janji-Nya selalu berkumandang bahwa Ia akan mengganjar orang-orang yang sabar dengan ampunan dan surga yang dijanjikan?"
 
Maka, ketika di puncak Jabal Qurban, Ibrahim meletakkan goloknya ke leher Ismail, yang terbersit di hatinya hanya sebuah ikrar. "Tuhan, sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku adalah semata-mata untuk-Mu".
 
Cahaya golok itu berkelebat tertimpa cahaya matahari pagi manakala sebuah suara gaib bergema dari langit. "Hai Ibrahim, engkau telah mematuhi perintah-Ku walaupun terasa berat dalam perasaanmu. Engkau akan Kuganjar dengan penyembelihan agung sebagai kehormatan dari arasy-Ku". Mata Ibrahim terpejam sekejap karena golok telah menyambar sang korban. Terdengar sesosok benda-benda berat berdebam ke tanah. Ia menyangka Ismail telah terpenggal lehernya.
 
Namun, betapa lega perasaannya ketika ia membuka mata yang tergeletak di bumi berlumur darah bukan anaknya, melainkan seekor domba berbulu putih. Sementara itu, Ismail berdiri tegar seraya berseru, "Allahu Maha Besar, Allahu Maha Besar." Ibrahim pun menjawab, "Segala puji bagi Allah Yang Mahabesar."
 
Sejatinya, kata Abdul Halim, perintah Allah kepada Nabi Ibrahim AS agar menyembelih putranya sendiri sebagai wujud kualitas ketakwaan dan kesabaran yang ditunjukkan kedua hamba Allah tersebut. Dan, juga sebagai isyarat betapa pun besarnya cinta seseorang kepada sesuatu yang dimilikinya bukanlah sesuatu yang berarti jika Allah menghendakinya.
 
Disebut dari kisah Nabi Ibrahim tersebut bahwa akhirnya Allah memberi pengganti seekor domba yang harus disembelih sebagai bukti keberhasilan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam melaksanakan perintah dan ujian yang amat berat.
 
Kurban yang disyariatkan oleh agama dimaksudkan mengingatkan manusia bahwa jalan menuju kebahagian membutuhkan pengorbanan. Akan tetapi, yang dikurbankan bukan manusia, bukan pula nilai-nilai kemanusian, melainkan binatang sebagai pertanda bahwa pengurbanan harus ditunaikan. Dan, yang dikurbankan adalah sifat-sifat kebinatangan dalam diri manusia itu sendiri, yakni rakus, ingin menang sendiri, serta mengabaikan norma dan nilai.
 
Ada beberapa pesan-pesan moral Idul Adha yang dapat dipetik, baik berdimensi spiritual, emosional, maupun sosial yang seharusnya dapat dihayati dan dijabarkan di dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, terutama untuk kepentingan peningkatan kualitas diri.
Habib bin Mazahir Ajak Kabilah Bani Asad Bantu Imam Husein
Umar bin Saad memperoleh sebuah surat dari Ubaidullah yang isinya demikian, "Aku tidak begitu saja menyerahkan pasukan berkuda dan pasukan berjalan kepadamu. Perhatikanlah bahwa aku memberikan tugas untuk melaporkan keadaan di sini setiap hari kepadaku."
Habib bin Mazhahir pada tanggal 6 Muharram 61 Hq meminta izin kepada Imam Husein as untuk mendekati kabilah Bani Asad yang hidup di dekat daerah itu dan mengajak mereka untuk bergabung. Beliau mengizinkan. Habib kemudian mendatangi mereka dan berkata, "Ikutilah perintahku hari ini dan bergegaslah untuk membantu Husein supaya kalian berada dalam kemuliaan dunia dan akhirat."
Sejumlah sembilan puluh orang bangkit dan bergerak menuju Karbala. Akan tetapi, di pertengahan jalan mereka bertemu dengan pasukan Umar bin Saad. Karena tidak memiliki pertahanan yang kuat, akhirnya mereka terpencar dan kembali ke rumah masing-masing.
Habib mendatangi Imam Husein as dan menceritakan peristiwa ini. Beliau hanya berkata, "Laa haula wa laa quwwata illa billah."
Surat Imam Husein as dari Karbala kepada saudaranya Muhammad bin Hanafiyah dan Bani Hasyim, "Seakan dunia sama sekali tak pernah ada (dan demikian inilah dunia yang berkesudahan tanpa arti), sementara akhirat adalah senantiasa."
Wafatnya Sayid Razi, Penyusun Nahjul Balaghah
Tanggal 6 Muharram 406 Hijriah, Sayid Muhammad Husain Musawi Baghdadi, yang terkenal dengan nama Sayid Razi, seorang cendikiawam besar muslim, meninggal dunia pada usianya ke 47 tahun.
Sejak masa kanak-kanak, Sayid Razi telah mulai menuntut ilmu dari ulama-ulama besar zaman itu, di antaranya Syeikh Mufid.
Dalam usia yang masih muda, Sayid Razi telah berhasil mengusai ilmu-ilmu yang berkembang saat itu dan beliau kemudian mulai menyusun buku, di antaranya berjudul "Haqayiqut-Tanzil" dan "Mujazaatul Quran".
Karya beliau yang terpenting adalah penyusunan kitab Nahjul Balaghah yang berupa kumpulan, khutbah, surat, doa, dan wasiat Imam Ali as.
Ghadir, Cahaya Benderang Kebenaran
Pada tahun 10 Hijriah, di tengah terik matahari yang menyengat, Rasulullah Saw menunaikan haji terakhirnya. Selain mengajarkan manasik haji kepada umat Islam, Nabi Muhammad saw juga menyampaikan masalah imamah dan pewaris kepemimpinan umat. Sejarawan menyebutkan lebih dari 120 ribu Muslim menyertai Rasulullah menunaikan ibadah haji. Setelah selesai menunaikan haji, Rasulullah mengumumkan bahwa seluruh jemaah haji dari Mekkah berkumpul di sebuah tempat bernama Khum, yang merupakan titik perpisahan jemaah haji menuju tempat tinggal masing-masing. Ketika sampai di Ghadir Khum, Rasulullah memerintahkan rombongan haji berhenti untuk menunaikan shalat dan beliau menyampaikan khutbah di sana.
 
 
Pada bagian awal khutbah, setelah memanjatkan puji syukur kepada Allah Swt, Rasulullah Saw menyampaikan sebuah tugas penting dari Allah Swt, dan bersabda: "Sekarang aku bersaksi atas penghambaanku terhadap Allah swt. Dan aku akan melaksanakan tugas yang diwahyukan kepadaku Tidak ada Tuhan selain-Nya (Allah Swt), karena Dia berfirman, agar aku menyampaikan apa yang diturunkan kepadaku. Jika aku tidak melaksanakannya maka aku tidak menyampaikan risalah-Nya. Allah Swt telah memberikan jaminan keamanan (dari gangguan) manusia." Ucapan Rasulullah ini menyinggung penjelasan surat al-Maidah ayat 67.
 
Nabi Muhammad Saw melanjutkan Khutbahnya, "Wahai umat, aku tidak lalai dalam menyampaikan apa yang telah diturunkan Allah kepadaku, dan aku akan menjelaskan kepada kalian sebab diturunkannya ayat ini. Malaikat Jibril tiga kali diutus menemuiku dan memerintahkanku untuk mengumpulkan umat dan menjelaskan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah saudaraku, pewarisku, dan penggantiku atas umatku, serta pemimpin setelahku. Ali di sisiku sama seperti Harun as di sisi Musa as, akan tetapi tidak ada Nabi setelahku. Ali adalah pemimpin kalian setelah Allah Swt dan Rasul-Nya."
 
Di sini, muncul pertanyaan besar, pesan penting apa yang menyebabkan Nabi Muhammad Saw dianggap tidak menyampaikan Risalah ilahi jika pesan di hari Ghadir tersebut tidak disampaikan terhadap umat?
 
Hari raya Ghadir merupakan peristiwa penting yang tiada bandingannya dalam sejarah Islam. Idul Ghadir adalah hari raya bagi seluruh umat Islam yang tidak hanya dirayakan oleh pemeluk mazhab Syiah saja. Ketika membuka lembaran sejarah Islam, kita menemukan bahwa hari raya Ghadir Khum diperingati oleh kaum muslim dari berbagai bangsa dunia. Abu Raihan Biruni dalam bukunya "Atsar al-Baqiyah" menulis, "Hari raya Ghadir merupakan salah satu hari raya besar bagi umat Islam."
 
Ulama Sunni terkemuka, Ibnu Talhah Syafii pernah mengungkapkan, "Hari ini (Ghadir) merupakan hari raya umat Islam karena Rasulullah Saw mengangkat Sayidina Ali sebagai walinya, dan ia adalah makhluk terbaik dari seluruh ciptaan Allah swt." Jalalluddin Rummi atau Maulawi dalam bukunya "Matsnawi-e Maknawi" mengungkapkan makna Maula yang disematkan kepada Imam Ali bermakna pembebasan dan penyelamatan manusia atas ikatan manusia lain.
 
Urgensi Ghadir bisa dilihat dari berbagai dimensi. Salah satunya adalah perhatian terhadap keutamaan sosok Imam Ali. Umat Islam yang pernah sezaman dengan manusia mulia ini dari dekat menyaksikan sendiri keutamaan karakter Ali, baik dari sisi keilmuannya yang menjulang dan keluhuran akhlaknya yang tinggi. Beliau adalah seorang pemberani, ikhlas, adil dan takwa. Untuk itu Rasulullah Saw memilihnya sebagai pemimpin umat Islam sepeninggal beliau.
 
Ibnu Abi al-Hadid mengutip sejarawan abad kedua hijriah Muhammad bin Ishak yang menuturkan bahwa Rasulullah pernah bersabda kepada Imam Ali,"Jika aku tidak khawatir orang lain akan memperlakukanmu seperti pengikut Isa terhadap Nabi Allah itu, aku akan mengucapkan sesuatu tentang (keutamaan) dirimu yang membuat orang akan mangambil tanah yang kamu injak sebagai berkah setiap kali kamu melewati mereka."
 
Dengan mengutip sejumlah riwayat yang menerangkan Asbab an-Nuzul ayat Al-Qur'an yang berkenaan dengan peristiwa Ghadir dan beberapa dalil lainnya, Ibnu Abi al-Hadid menyatakan bahwa sepanjang sejarah Islam, Imam Ali bin Abi Thalib adalah figur teladan dan sosok yang paling unggul dalam ilmu, taqwa, pengorbanan, jihad, infak dan berbagai keutamaan lainnya. Keutamaan Imam Ali juga menjadi perhatian para mufasir Sunni dan Syiah. Mayoritas mufasir Sunni dan syiah bersepakat bahwa asbabun nuzul ayat 55 surat al-Maidah mengenai Imam Ali. Oleh karena itu, ayat tersebut juga disebut sebagai ayat Wilayah.
 
Imam Thabrani mengungkapkan sebuah hadis dalam kitab Al-Awsath melalui sanad dari Ammar bin Yasir, yang menceritakan, "Pada suatu hari datang seorang pengemis kepada Ali bin Abu Thalib, sedangkan waktu itu Ali sedang rukuk dalam salat sunah. Kemudian ia melepaskan cincinnya dan memberikannya kepada pengemis itu. Lalu turunlah ayat, "Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah)".(Qs. Al-Maidah:55).
 
Hadis ini mempunyai syahid (saksi) dari hadis lain yang memperkuatnya. Abdurrazaq berkata, "Abdul Wahhab bin Mujahid menceritakan kepada kami dari ayahnya dari Ibnu Abbas mengenai firman-Nya, 'Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah dan Rasul-Nya...' (Q.S. Al-Maidah 55), bahwasanya ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa yang dialami oleh Ali bin Abu Thalib."Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui jalur lain dari Ibnu Abbas dengan makna yang sama. Selain itu, Ibnu Jarir menukil hadis dari Mujahid, dan hadis serupa diungkapkan Ibnu Abu Hatim dari Salamah Bin Kuhail. Semuanya itu adalah saksi-saksi yang saling memperkuat.
 
Abu Dzar berkata, "Ketika Rasulullah mengetahui berita bahwa Ali memberikan cincinnya kepada seorang pengemis ketika sedang rukuk, beliau bersabda, "Saudaraku Musa memohon kepada-Mu supaya diutus seorang wali yang akan memudahkan tugasnya (sebagai seorang Nabi). Kini, Engkau memilihku, Muhammad sebagai utusan-Mu.Ya Allah lapangkanlah dadaku, permudah urusanku dengan memilih orang dari keluargaku, pilihkan Ali untukku supaya aku lebih kuat." Di saat doa Rasulullah belum selesai, malaikat Jibril turun dan menyampaikan wahyu ayat 55 surat al-Maidah."
 
Dimensi terpenting Ghadir adalah masalah wilayah Imam Ali sebagai penerus kepemimpinan umat setelah Rasulullah Saw. Wilayah dalam masyarakat Islam adalah hak prerogatif Allah swt. Dalam hal ini, dari Allah kepada Rasulullah kemudian kepada Imam Ali sebagai walinya.
 
Para ulama Sunni seperti Turmuzi, Ibnu Majah, Ibnu Asakir, Ibnu Atsir, Khawarizmi, Suyuti, Ibnu Hajar, Ghazali dan lainnya menjelaskan peristiwa Ghadir dalam karya mereka. Misalnya, Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitabnya al-Musnad menukil dari salah seorang sahabat bernama Zaid bin Arqam, ia berkata, "Aku datang bersama Rasulullah di sebuah tempat bernama Khum, dan beliau memerintahkan umat untuk shalat di sana. Lalu, beliau menyampaikan khutbah dan selembar kain digantungkan di pohon untuk mengurangi terik matahari yang panas. Rasulullah Saw bersabda: Tahukah kalian, apakah kalian bersaksi tidak ada mukmin yang lebih utama dariku ? Semua berkata: Ya ! Beliau bersabda, "Siapapun yang mengakuiku sebagai panutan dan pemimpinnya, maka mereka harus mengakui Ali sebagai pemimpin dan panutannya.Ya Allah, cintailah orang yang mencintainya dan musuhilah orang yang memusuhinya."
 
Sejatinya, Ghadir merupakan realitas yang terang-benderang. Al-Quran di surat al-Maidah ayat 3 mengungkapkan pelajaran penting dari peristiwa Ghadir Khum. "Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam menjadi agama bagimu." Terkait kebenaran realitas Ghadir, seorang penulis Mesir, Abdul Fatah Abdul Maqsud menulis, "Hadis Ghadir tidak diragukan merupakan sebuah kebenaran yang tidak ada kebatilan di dalamnya yang memancarkan cahaya terang-benderang di siang hari.(
Majelis Duka, Ritual Melestarikan Asyura
Sejarah masa lalu setiap umat akan membawa dampak yang berbeda terhadap kelangsungan mereka dan bahkan suku bangsa lain. Jika peristiwa itu adalah sebuah kisah heroisme dan revolusioner, maka nilai-nilainya akan terus dikenang lewat berbagai cara seperti, merekonstruksi ulang kejadian dan menghidupkannya. Dari sisi lain, melupakan peristiwa-peristiwa penting akan mendatangkan kerugian besar bagi umat manusia, karena ada banyak pengorbanan material dan spiritual yang dipertaruhkan untuk mengguncang dunia seperti, kehilangan para tokoh, kepedihan, dan kesengsaraan sebuah bangsa.
 
 
Peristiwa-peristiwa besar memuat banyak pelajaran dan pengalaman berharga untuk manusia. Oleh karena itu, ia dianggap sebagai investasi besar setiap bangsa dan bahkan seluruh umat manusia. Akal sehat juga menyatakan bahwa peristiwa seperti itu harus dilestarikan dan dikenang serta dipetik setiap pelajaran yang dikandungnya.
 
Jelas bahwa peristiwa Asyura memiliki beragam dimensi, sebuah kejadian yang sarat pengorbanan bagi umat manusia. Kepergian Imam Husein as ÔÇô cucu Rasulullah Saw ÔÇô dan para sahabatnya, telah menyisakan kepedihan dan luka yang mendalam bagi keluarga dan anak-anak beliau.
 
Di sisi lain, peristiwa itu tidak terjadi untuk mengejar kepentingan individu dan golongan dan bahkan bangsa, tapi revolusi Karbala dan kesyahidan Imam Husein as merupakan sebuah ideologi yang mengandung banyak pelajaran dan nilai seperti, tauhid, imamah, amar makfruf dan nahi munkar, tuntutan akan kebenaran, perang anti-penindasan, keagungan jiwa, dan kemuliaan untuk seluruh umat manusia. Jika ideologi itu dapat diwariskan dari generasi ke generasi, seluruh umat manusia dapat memanfaatkan setiap episode pengorbanan di Padang Karbala.
 
Para Imam Maksum dan Ahlul Bait as menekankan penyelenggaraan majelis duka Asyura. Mereka menjadikan ritual itu sebagai poros untuk persatuan umat dan penyebar nilai-nilai luhur Islam. Sekarang, jutaan manusia dengan perbedaan ras dan agama menggelar acara duka untuk Imam Husein as dan berkumpul di bawah panji manusia suci ini selama bulan Muharram. Pada dasarnya, Ahlul Bait Nabi as mendorong masyarakat untuk menyelenggarakan ritual duka dan membentuk persatuan berlandaskan nilai-nilai perjuangan Imam Husein as. Hal ini tentu saja akan melahirkan sebuah kekuatan besar di tengah umat.
 
Kekuatan besar itu sudah lama tampak dalam gerakan spontanitas jutaan rakyat Iran dalam kebangkitan Revolusi Islam pada bulan Muharram dan Safar, khususnya pada hari TasuÔÇÖa dan Asyura. Kebangkitan itu telah meruntuhkan pilar-pilar rezim despotik dan di sini semakin terlihat jelas mengapa Ahlul Bait as menaruh perhatian besar terhadap peringatan peristiwa Karbala.
 
Seorang orientalis Jerman, Marbin dalam bukunya menulis, ÔÇ£Akibat ketidaktahuan beberapa penulis sejarah kita, majelis duka Syiah dianggap sebagai sebuah kegilaan. Namun, mereka sudah bersikap berlebihan dan memojokkan Syiah. Kita di tengah beragam suku bangsa tidak melihat komunitas seperti Syiah yang penuh semangat dan hidup, sebab para pengikut Syiah melalui pelaksanaan ritual duka mengadopsi kebijakan yang rasional dan menciptakan kebangkitan agama yang efektif." Dia menambahkan, "Tidak ada hal yang bisa menciptakan kesadaran politik di tengah Muslim seperti majelis duka Imam Husein as."
 
Majelis duka merupakan bentuk ikatan emosional yang kuat dengan seorang revolusioner dan penentang kezaliman. Menurut ungkapan Ayatullah Murtadha Muthahhari, "Menangisi orang syahid sama seperti ikut serta dalam perjuangannya." Perubahan spiritual yang dirasakan oleh individu yang menggelar majelis duka, akan membuka peluang untuk transformasi sosial. Pada dasarnya, kegiatan ini akan mempermudah pelestarian cita-cita Imam Husein as. Pelaksanaan majelis duka untuk para syuhada, khususnya Imam Husein as selain untuk mengabadikan nama dan perjuangan mereka, juga memiliki pengaruh emosional dan ikatan batin antara masyarakat dan para pembela kebenaran. Ritual ini akan menghidupkan spirit memerangi kezaliman di tengah umat. Imam Khomeini ra berkata, "Dengan menangis, membaca narasi duka, dan melantunkan syair, kita ingin melestarikan ideologi itu seperti yang sudah dilakukan sampai sekarang."
 
Menjaga agama Islam dan warisan Rasulullah Saw dilakukan dengan cara menghidupkan tradisi Ahlul Bait as. Mengingat para pemimpin zalim selalu berupaya untuk menghapus tradisi tersebut, majelis duka Imam Husein as akhirnya menemukan dimensi politik dan perjuangan. Dimensi politik dalam tangisan dan ratapan merupakan bentuk menghidupkan semangat anti-kezaliman itu sendiri.
 
Ajaran agama dalam madrasah Asyura merupakan pedoman untuk ibadah. Kemuliaan kaum Muslim terletak pada keimanan dan spiritualitas mereka. Pesan kebangkitan Imam Husein as di Karbala adalah untuk mewaspadai lunturnya keimanan dan spiritualitas serta bergesernya nilai-nilai. Hal ini merupakan bahaya terbesar bagi umat Islam. Dalam tradisi Syiah, melaksanakan majelis duka untuk para pemimpin agama khususnya Imam Husein as adalah ibadah, sebab kegiatan ini akan mendorong pengembangan nilai-nilai spiritual dan membantu manusia untuk mencapai kedudukan yang tinggi.
 
Menangisi dan berduka atas Imam Husein as akan menciptakan perubahan batin dan menjadi faktor pertumbuhan dimensi spiritual manusia. Tradisi ini juga akan membuka peluang untuk meniti jalan ketakwaan dan mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Masyarakat juga mengikat janji setia dengan para pembela kebenaran agar mereka tidak sampai berkompromi dengan kubu zalim dan selalu siap memerangi segala bentuk tirani. Kesetiaan ini akan menjamin bangsa-bangsa dunia untuk melawan imperialisme dan menguburkan mimpi mereka untuk selamanya.
 
Sejarah menyimpan banyak pelajaran dan manusia perlu belajar darinya agar tidak mengulangi sejarah pahit masa lalu di masa mendatang. Al-Quran setelah menjelaskan tentang keadaan Nabi Yusuf as dan para saudaranya, berfirman, "Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal." Berkenaan dengan pentingnya belajar dari sejarah, Imam Ali as berkata, "Ambillah pelajaran dari masa lalu dunia untuk masa depan." Untuk itu, di antara sejumlah peristiwa sejarah yang sarat pelajaran adalah revolusi Asyura.
 
Menurut Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, ratapan duka dan tangisan atas musibah Ahlul Bait as merupakan sebuah anugerah Tuhan, yang patut disyukuri di hadapan-Nya. Beliau berkata, "Dampak dari revolusi Asyura adalah meluasnya kebangkitan-kebangkitan Islam. Kita baru memahami kadar nikmat ini ketika kita mengetahui bahwa tugas pertama para hamba atas semua nikmat Tuhan adalah bersyukur dan berterimakasih serta berusaha untuk menjaganya."
 
Ayatullah Khamenei lebih lanjut menerangkan, "Kadang seseorang tidak memiliki nikmat tertentu, orang lain juga tidak akan bertanya tentang itu kepadanya. Namun, ia akan ditanyakan ketika menikmati anugerah tertentu. Salah satu anugerah terbesar adalah nikmat mengingat dan menyebut yaitu, nikmat majelis duka, nikmat Muharram, dan nikmat Asyura untuk masyarakat Syiah kita nikmat agung ini akan mempertemukan hati dengan sumber pancaran iman. Sepanjang sejarah, nikmat ini telah berbuat sesuatu di mana para penguasa zalim takut terhadap Asyura dan Imam Husein as."
 
Singkat kata, kebangkitan Karbala merupakan pelajaran untuk semua sejarah dan umat manusia. Peringatan peristiwa besar ini akan menjamin kebahagiaan kaum Muslim dan bahkan non-Muslim yang merdeka dan berkomitmen di sepanjang masa.
Al-Quran dalam Kehidupan Imam Husein as
Apakah Anda mengenal manusia-manusia langit? Adalah yang hati mereka dipenuhi keyakinan, perilaku mereka lembut dan dada mereka penuh dengan kecintaan kepada Allah. Dengan tangan-tangan mereka masalah masyarakat terselesaikan dan langkah-langkah mereka untuk beramal semata-mata demi keridhoan Allah Swt. Sedemikian terkesima dan terpesona mereka kepada Allah Swt sehingga malam-malam mereka lalui dengan shalat dan beristighatsah serta meratap kepada Sang Pencipta. Mereka hidup di dunia dan bekerja akan tetapi tidak pernah tertipu oleh kenikmatan dunia yang cepat berlalu dan seperti yang disebutkan al-Quran:
ÔÇ£Orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayar zakat...ÔÇØ (al-Nur, ayat 37)
Imam Husein as adalah salah satu manifestasi dari manusia unggul tersebut yang memiliki hubungan cinta dengan Sang Pencipta, dan yang kehidupannya terikat dengan al-Quran. Imam Husein as mendapat bimbingan langsung Rasulullah Saw, Sayidah Fatimah as dan Imam Ali bin Abi Thalib as. Sejak usia dini beliau telah mengenal dan mempelajari al-Quran. Rasulullah Saw dalam hadis terkenal Tsaqalain, menyebut Ahlul Bait-nya dan al-Quran saling terikat dan bersabda: ÔÇ£Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian dua pusaka : kitab Allah (al-Quran) dan itrahku (Ahlul Bait) dan keduanya tidak akan berpisah sampai menemuiku di telaga sorga.ÔÇØ
Mengingat Ahlul Bait as memiliki hubungan yang sedemikian kuat dengan al-Quran, maka tafsir al-Quran juga harus dicari dalam ucapan dan amal mereka, karena khazanah kemuliaan dan keutamaan al-Quran tersimpan dalam wujud mereka.
Perjalanan hidup Imam Husein as terikat erat dengan al-Quran sehingga pada detik-detik akhir hidupnya di padang gersang Karbala, beliau tetap memberikan nasehat dengan ayat-ayat al-Quran dan bahkan menunjukkan kepada pasukan Yazid tentang akibat yang akan mereka alami dengan membacakan ayat-ayat wahyu.
Setelah kematian Muawiyah, Imam Husein as ditekan oleh penguasa Madinah untuk berbaiat kepada Yazid. Di hadapan tekanan tersebut dan dalam menjawab tuntutan penguasa Madinah, Imam Husein as menyebut dirinya dan Ahlul Bait sebagai khazanah risalah dan imamah, serta menyebut Yazid sebagai orang yang fasiq. Kemudian kepada penguasa Madinah, Imam Husein as berkata, ÔÇ£Dia adalah orang yang fasiq, lalu bagaimana mungkin aku berbaiat kepadanya?ÔÇØ
Menghadapi tekanan penguasa Madinah, Imam Husein as kemudian berkata, ÔÇ£Aku dari keluarga suci sebagaimana Allah telah menurunkan ayat tentang mereka kepada Rasulnya: Sesungguhnya Allah berkehendak melenyapkan dosa dari kalian, wahai Ahlul Bait dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya.ÔÇØ (al-Ahzab ayat 33)
Imam Husein as tetap menghadapi tekanan dari penguasa Madinah dan akhirnya beliau bersama rombongan keluarganya keluar dari Madinah menuju Mekkah selain untuk menunaikan haji juga untuk menghindari bahaya. Ketika itu Imam Husein membacakan ayat 21 surat al-Qasas: ÔÇ£Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu." Doa inilah yang dibaca Nabi Musa as ketika terbebas dari cengkeraman Firaun.
Setibanya di Mekkah, Imam Husein as kembali mengucapkan doa yang juga diucapkan oleh Nabi Musa dan disebutkan dalam al-Quran: Dan tatkala ia menghadap kejurusan negeri Mad-yan ia berdoa (lagi): ÔÇ£Semoga Tuhanku membimbingku ke jalan yang benarÔÇØ. Pembacaan ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa Imam Husein as di masanya sama seperti Nabi Musa, sendirian dan menghadapi ancaman dari pemerintah zalim, juga menunjukkan puncak ketidakpedulian umat Islam saat itu dalam mendukung Ahlul Bait Nabi as.
Imam Husein as yang tidak dapat menerima kezaliman dan kesewenang-wenangan Yazid serta pendistorsian hukum dan sunnah Islam oleh manusia fasiq itu, memutuskan untuk menyadarkan para pemimpin kabilah Arab. Beliau di Mekkah menulis dua surat untuk warga Basrah dan Kufah. Kepada warga Basrah beliau menulis, ÔÇ£Sesungguhnya Rasulllah Saw telah diutus untuk kalian dengan al-Quran dan aku menyeru kalian kepada al-Quran dan sunnah Rasul Saw karena mereka telah menyimpangkan sunnah dan menghidupkan kembali bidÔÇÖah! Jika kalian mengikutiku, maka aku akan membimbing kalian ke jalan kebahagiaan dan kebebasan.ÔÇØ
Kepada warga Kufah, Imam Husein as menulis, ÔÇ£... bukan pemimpin kecuali jika seseorang yang mengamalkan kitab Allah Swt (al-Quran), menegakkan keadilan, menjadikan kebenaran sebagai pilar hukum masyarakat dan menjaga dirinya tetap jalan lurus Allah Swt.ÔÇØ
Benar bahwa tugas besar Imam Husein as adalah mengembalikan umat pada bimbingan kebahagiaan dalam al-Quran dan sunnah Rasulullah Saw.
Setelah menerima ribuan surat baiat dari warga Kufah, Imam Husein as bergerak menuju kota tersebut (di Irak sekarang). Akan tetapi di tengah jalan dan di padang Karbala, perjalanan beliau dihadang pasukan musuh. Saat itu, warga Kufah bukan saja meninggalkan Imam Husein as sendirian, melainkan juga bertindak bertentangan dengan baiat mereka dan bahkan sebagian di antara mereka bergabung dengan pasukan Umar bin Saad untuk menumpahkan darah manusia termulia kala itu. Namun, Imam Husein as yang selalu bersama dengan cahaya al-Quran, mengetahui bahwa ÔÇ£siratul mustaqimÔÇØ adalah jalan yang sedang ditempuh beliau.
Sore hari kesembilan bulan Muharram, Umar bin Saad mengerahkan pasukannya menyerang tenda-tenda keluarga dan sahabat Imam Husein as. Imam Husein as meminta saudaranya Abbas untuk berbicara kepada pasukan musuh agar memberikan kesempatan satu malam untuk berdoa, shalat, membaca al-Quran dan bermunajat serta menyampaikan cinta dan penyerahan diri kepada Allah Swt.
Pada malam kesepuluh Muharram atau Asyura, Imam Husein as mengucapkan kata-kata yang menunjukkan puncak cinta beliau kepada Allah Swt dan berkata, ÔÇ£Allah Swt mengetahui dengan baik bahwa aku selalu mencintai shalat, membaca al-Quran, banyak berdoa dan memohon ampunan dari-Nya.ÔÇØ
Imam Husein as pada siang dan malam Asyura membacakan berbagai ayat untuk menyadarkan umat. Termasuk di antaranya adalah pada malam Asyura dan tentang kondisi pasukan Yazid beliau membacakan ayat 178 dan 179 surat al-Imran:
ÔÇ£Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian kesempatan Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi kesempatan kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan. Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin).ÔÇØ
Dalam khutbah di hari Asyura, beliau berulangkali menyinggung ayat al-Quran agar pasukan musuh menyadari kesalahan mereka. Agar tidak terbersit anggapan bahwa beliau mengandalkan sarana materi, Imam Husein membacakan ayat 196 surat al-AÔÇÖraf: ÔÇ£Sesungguhnya pelindungku adalah Yang telah menurunkan Al Kitab (Al Quran) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh.ÔÇØ
Pada hari itu, seorang dari pasukan Umar bin Saad bernama Muhammad AsyÔÇÖats berkata kepada Imam Husein as: ÔÇ£Wahai Husein putra Fatimah! Posisi dan keunggulan apa dari Rasullah Saw yang ada pada dirimu yang tidak ada pada orang lain?ÔÇØ Imam Husein as menjawabnya dengan ayat 33 surat al-Imran: ÔÇ£Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga 'Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing).ÔÇØ Imam Husein as menjelaskan bahwa dirinya adalah dari keturunan Nabi Ibrahim as dan Allah Swt telah memuliakannya lebih dari manusia lain.ÔÇØ
Dan ketika Imam Husein as menyadari bahwa nasihat dan peringatan kasih sayang beliau tidak berguna lagi bagi pasukan musuh, beliau membacakan ayat 71 surat Yunus:
ÔÇ£Hai kaumku, jika terasa berat bagimu untuk tinggal (bersamaku) dan peringatanku (kepadamu) dengan ayat-ayat Allah, maka kepada Allah-lah aku bertawakal, karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku). Kemudian janganlah keputusanmu itu dirahasiakan, lalu lakukanlah terhadap diriku, dan janganlah kamu memberi kesempatan kepadaku.ÔÇØ
Dan musuh pun membantai Imam Husein as beserta keluarga dan sahabat beliau secara sadis di padang Karbala.
Keakraban Imam Husein as dengan al-Quran tidak hanya pada masa kehidupan jasmani beliau saja, melainkan juga berlanjut setelah kesyahidan beliau. Salmah bin Kuhail mengatakan, ÔÇ£Aku melihat kepala suci (Imam Husein as) di ujung tombak yang membacakan ayat ini ÔÇÿMaka Allah akan menjagamu dari [keburukan] mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha MengetahuiÔÇÖ.ÔÇØ (al-Baqarah ayat 137)
Nasehat dan peringatan Imam Husein as serta kehidupan dan kebangkitan beliau, semuanya terilhami dari al-Quran. Beliau tidak menerima kehinaan dan kenistaan walau sedetik pun, dan pesan-pesan kebangkitan beliau menunjukkan kehormatan dan komitmen pada jalan al-Quran.(
Hadis Akhlak Ushul Kafi: Doa (Bagian 1)
Doa Buat Saudara Seagama
1. Imam Baqir as berkata, ÔÇ£Doa yang kemungkinan dikabulkan lebih cepat adalah doa kepada saudara seagama tanpa sepengetahuannya.ÔÇØ[1]
2. Imam Shadiq as berkata, ÔÇ£Doa seseorang kepada saudara seagamanya tanpa sepengetahuannya bakal menambah rezeki dan mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan.ÔÇØ[2]
3. Imam Baqir as berkata, ÔÇ£Tidak ada sesuatu yang lebih utama di sisi Allah dari meminta kepada-Nya dan tidak ada orang yang paling dibenci di sisi Allah dari orang yang tidak mau beribadah kepada-Nya karena sombong dan tidak meminta kepada-Nya.ÔÇØ[3]
4. Imam Shadiq as berkata, ÔÇ£Barangsiapa yang tidak meminta dari keutamaan Allah berarti ia orang miskin.ÔÇØ[4]
5. Imam Shadiq as berkata, ÔÇ£Hendaknya kalian senantiasa berdoa. Karena tidak ada yang dapat mendekatkan kalian kepada Allah seperti doa.ÔÇØ[5]
Sumber: Vajeh-haye Akhlak az Ushul Kafi, Ibrahim Pishvai Malayeri, 1380 Hs, cet 6, Qom, Entesharat Daftar Tablighat-e Eslami.
[1] . Bab ad-DuÔÇÖa Lil Ikwan Bi Zhahril Ghaib, hadis 1.
[2] . Ibid, hadis 2.
[3] . Bab Fadhl ad-DuÔÇÖa wa al-Hittsi Alaihi, hadis 2.
[4] . Ibid, hadis 4.
[5] . Ibid, hadis 6.
Rahasia Keabadian Asyura
Peristiwa Karbala adalah satu dari sekian momentum historis yang memiliki kedudukan khusus. Meskipun terjadi tahun 61 Hijriah, tapi kejadian penting ini tidak lekang oleh zaman, dan terus hidup hingga kini. Padahal Khalifah Bani Umayah dan penerusnya telah melakukan berbagai cara untuk memberangus peristiwa agung ini dari memori umat Islam. Salah satu yang mereka lakukan adalah menjadikan hari Asyura sebagai kemenangannya yang dirayakan secara meriah dan suka cita. Ketika kebohongannya terungkap, mereka melakukan berbagai cara untuk menjustifikasi kezaliman Yazid yang dilawan dengan kesyahidan Imam Husein. Hingga kini, para pendukung Yazid berupaya menyimpangkan tujuan kebangkitan Imam Husein, dan menimbulkan masalah bagi para peziarah beliau, dan orang-orang yang mengenang perjuangannya.
Setelah tumbangnya Dinasti Umayah, Dinasti Bani Abbasiyah selama tujuh ratus tahun berupaya menyelewengkan peristiwa Asyura. Dan kini cara-cara tersebut dilanjutkan oleh para penerus mereka.Tapi, semakin keras orang-orang zalim merusak dan menyelewengkan kebenaran peristiwa Asyura, peristiwa besar ini terus hidup dan tetap abadi hingga kini, dan pengaruhnya semakin besar dari sebelumnya.Oleh karena itu, muncul pertanyaan besar apa rahasia keabadian gerakan Asyura? Mengapa peristiwa yang terjadi lebih dari seribu tahun itu tetap abadi di tengah gencarnya upaya merusak dan menyelewengkan peristiwa besar tersebut?
Tidak diragukan lagi faktor keabadian gerakan Asyura adalah pertolongan Allah swt. Dalam al-Quran surat as-Saff ayat 8, Allah swt berfirman, "Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya". Gerakan Asyura yang dikibarkan Imam Husein di padang Karbala demi menjaga dan menyebarkan ajaran agama Allah yang dimaksud di ayat tersebut. Oleh karena itu, Allah swt berfirman bahwa cahaya itu tidak akan padam, tapi justru dengan berlalunya waktu semakin benderang. Oleh karena itulah, Nabi Muhammad Saw bersabda,"Sesungguhnya kesyahidan Imam Husein menjadi api yang berkobar di hati orang-orang mukmin yang tidak akan pernah padam". 
Faktor lain dari keabadian gerakan agung Asyura adalah perkataan dan sirah Nabi Muhammad Saw mengenai Imam Husein dan Karbala. Sepanjang sejarah, umat Islam sangat menghormati Nabi Muhammad Saw. Berdasarkan fatwa ulama Sunni dan Syiah, mengikuti sunnah Rasulullah Saw wajib hukumnya, dan dilarang untuk menentangnya. Sebab dalam al-Quran surat An-Nisa ayat 80, Allah swt berfirman, "Barangsiapa yang mentaati Rasul, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka". Di bagian lain, surat an-Najm ayat 3 dan 4, Allah swt berfirman, "Dan tiadalah yang diucapkan Rasulullah, (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang disampaikan kepadanya."
Perintah ilahi ini bukan hanya ditujukan kepada umat Nabi Muhammad Saw saja, tapi juga bagi Rasulullah sendiri yang mengingatkan umat tentang Ahlul Baitnya.Terkait hal ini, Salman Farsi, salah seorang sahabat Rasulullah Saw bertutur, "Aku melihat Husein berada di pangkuan Rasulullah, lalu beliau bersabda ke arah cucunya itu, 'Engkau adalah pemimpin, engkau anak dan ayah pemimpin, engkau Imam, putra Imam dan ayah para pemimpin. Engkau hujah, putra hujah dan ayah Imam kesembilan, yang kesembilannya adalah Imam Mahdi',". Selain menjelaskan mengenai keutamaan Imam Husein, Rasulullah Saw mengungkapkan tentang kesyahidan Imam Husein di hadapan sejumlah sahabatnya di Madinah.
Ibnu Atsir, ahli hadis Sunni menulis, "Asyats bin Sahim meriwayatkan dari ayahnya yang mendengar langsung Rasulullah Saw bersabda, "Putraku Husein akan syahid di sebuah tempat di Irak. Barang siapa yang sezaman dengan Husein, maka ia harus menolongnya."Aisyah, Istri Rasulullah Saw menceritakan suatu hari melihat Imam Husein yang masih bayi dibawa menghadap Nabi Muhammad Saw. Beliau menciumnya, seraya berkata,"Siapapun yang menziarahi makamnya akan mendapatkan pahala seperti haji".
Faktor lain keabadian Asyura adalah konsistensi Ahlul Bait dalam mendirikan majelis duka Syuhada Karbala. Ahlul Bait Rasulullah Saw sangat mementingkan acara mengenang perjuangan Asyura. Mereka menjelaskan tujuan perjuangan Imam Husein, upaya mencegah terjadinya penyimpangan Asyura, mengungkap kejahatan Bani Umayah, keutamaan memperingati Asyura dan rahasia keabadian Asyura.
Perjuangan yang disuarakan Sayidah Zainab dari Karbala hingga masuknya para tawanan Asyura menuju Kufah dan Syam, serta Khutbah pencerahan yang beliau sampaikan dengan gagah berani di tengah masyarakat memainkan peran penting dalam memjelaskan kebenaran peristiwa Asyura. Tangisan panjang Imam Sajjad meratapi peristiwa Asyura membangkitkan kesadaran penduduk Madinah. Imam Baqir dan Imam Shadiq mewasiatkan selama 10 tahun untuk mendirikan Majelis duka ketika menjalankan ibadah haji di Mina, dan menjelaskan peristiwa Karbala. Imam Ridha juga mendirikan majelis duka mengenang perjuangan Asyura.
Berbagai faktor tersebut menyebabkan spirit Asyura tetap abadi hingga kini. Salah satu rahasia keabadian Asyura lainnya adalah metode dan tujuan perjuangan Imam Husein. Beliau dengan tegas memperkenalkan jalan perjuangannya secara terang benderang. Imam Husein berkata, "Aku bangkit melawan [penguasa lalim] demi memperbaiki umat kakekku, dan menegakkan Amr Maruf dan Nahi Munkar, sebab Allah swt dalam al-Quran berfirman,"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung."(Ali-Imran:104).
Salah satu bentuk dasar Amr Maruf dan Nahi Munkar adalah menasehati orang yang berbuat lalim supaya melakukan kebaikan dan menghentikkan kemunkarannya.Ketika penguasa lalim menimbulkan ancaman bagi prinsip-prinsip Islam harus ada orang yang menegakkan kebaikan dan melawan kezaliman demi tegaknya nilai-nilai Islam. Yazid yang zalim, menjadi Khalifah yang diwarisi dari ayahnya Muawiyah, dan Imam Husein bangkit melawan dan tidak berbaiat kepadanya. Dalam menjalankan tugasnya, Imam Husein memberikan pencerahan kepada masyarakat. Beliau berkata, "Wahai manusia ! Rasulullah Saw bersabda, jika di antara kalian menyaksikan penguasa lalim yang menghalalkan sesuatu yang telah diharamkan oleh Allah, tidak menepati janjinya, dan menentang sunah Rasulullah dan berperilaku zalim dan dosa di tengah masyarakat... dan kemudian tidak mengubah perbuatannya dengan perkataan dan perbuatan, maka Allah swt menempatkan mereka termasuk orang-orang yang zalim."
Untuk menyadarkan masyarakat, Imam Husein berkata,"Sadarlah! Ketika suatu kaum telah mentaati setan dan meninggalkan ketaatan terhadap Allah swt, melakukan kerusakan secara terang-terangan dan menghentikan hukum Allah, menjadikan Baitul Mal sebagai kas pribadi dan menghalalkan yang telah diharamkan oleh Allah, maka aku datang untuk mengubah keadaan ini !"
Imam Husein di bagian lain mengungkapkan masalah kehormatan dan maknanya yang tinggi dalam diri seorang mukmin. Beliau berkata, "Sadarlah, mereka yang memberiku dua pilihan, pedang dan kehinaan! Kami memilih syahid, bukan kehinaan. Sebab Allah swt dan Rasul-Nya menghendaki demikian."Jika dikaji lebih dalam, perkataan ini disampaikan ketika Imam Husein sudah tahu usianya tidak akan lama, dan beliau akan mencapai kesyahidan.Tapi pernyataan ini disampaikan sebagai pelajaran penting bagi umat Islam tentang betapa berharganya kehormatan manusia, meski harus ditebus dengan nyawa sekalipun. Seruan Imam Husein ini sepanjang sejarah menjadi inspirasi tidak hanya untuk umat Islam, tapi juga bagi pejuang penegak keadilan di seluruh penjuru dunia.
Revolusi Imam Husein meskipun tidak mencapai kemenangan secara militer, dan dari luar tampak kalah dibantai oleh pasukan Yazid, tapi perjuangan beliau telah mengubah masyarakat Muslim. Sejatinya, gerakan Asyura adalah garis utama yang melanjutkan kehidupan Islam. Kebangkitan Imam Husein menjadi gerakan  sosial yang menunjukkan bahwa reformasi masyarakat Islam berada dalam tanggungjawab setiap Muslim. Dan setiap orang harus mengerahkan seluruh potensinya untuk menyelamatkan ajaran Islam ketika diselewengkan oleh penguasa lalim seperti Bani Umayah. Inilah rahasia penting keabadian Asyura.