
کمالوندی
Malam Renungan Memperingati Syahadah Imam Reza as di Mahsyad
UNHCR Desak Uni Eropa Hentikan Pengembalian Imigran ke Bulgaria
Badan pengungsi PBB mendesak negara-negara Uni Eropa untuk berhenti mengembalikan para pencari suaka ke Bulgaria karena mereka menghadapi kondisi yang tidak manusiawi di negara timur Eropa itu.
Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) pada Jumat (3/1) mengatakan, negara-negara Uni Eropa harus menghentikan pengembalian para pengungsi ke Bulgaria di bawah apa yang disebut sebagai RegulasiDublin.
Di bawah peraturan Dublin, negara-negara anggota Uni Eropa mengembalikan para pencari suaka ke negara Uni Eropa di mana mereka pertama kali memasuki blok tersebut.
Badan PBB tersebut menyatakan bahwa pihak berwenang Bulgaria tidak menyediakan layanan penting seperti makanan dan kesehatan. Selain itu, para pejabat Bulgaria sewenang-wenang menahan para imigran dan menunda pendaftaran mereka.
Juru bicara UNHCR Babar Baloch mengatakan, "Badan ini telah menyimpulkan bahwa para pencari suaka di Bulgaria menghadapi risiko murni tidak manusiawi atau perlakuan merendahkan….."
UNHCR pada November 2013 mendesak Uni Eropa untuk mendukung Bulgaria dalam menangani situasi memburuk dari pengungsi Suriah di negara itu.
Dalam beberapa bulan terakhir, jumlah imigran yang datang ke Bulgaria meningkatmenyusul masuknya imigran dari Suriah. Tahun lalu, lebih dari 9.000 orang mengungsi ke Bulgaria, naik dari rata-rata 1.000 dalam enam tahun sebelumnya.
Rahbar: Reaktif Adalah Sikap Paling Buruk dan Merugikan dalam Menghadapi Serangan Budaya

Dalam penjelasannya, beliau pertama-tama menyinggung pentingnya masalah kebudayaan di tengah masyarakat seraya menerangkan kinerja para pimpinan tiga lembaga tinggi negara dan para anggota Dewan Tinggi Revolusi Kebudayaan yang notabene punya kepedulian besar terhadap masalah kebudayaan. "Karenanya, Dewan ini diharap untuk peduli dan berusaha lebih keras dalam upaya menonjolkan masalah kebudayaan di tengah masyarakat dan membawanya ke posisi yang sebenarnya," kata beliau.
Ayatollah al-Udzma Khamenei menandaskan, "Kebudayaan bukan bagian atau ekoran dari masalah ekonomi atau politik. Tapi ekonomi dan politiknya yang mengikuti kebudayaan."
Seraya mengingatkan kembali penekanan yang sering disampaikannya tentang keharusan adanya hubungan budaya dengan seluruh permasalahan yang penting, beliau menambahkan, "Terkadang keputusan ekonomi, politik, sosial bahkan keilmuan menimbulkan dampak yang negatif bagi kebudayaan di tengah masyarakat. Penyebabnya adalah ketiadaan jalinan hubungan dengan kebudayaan."
Pemimpin Besar Revolusi Islam menekankan, "Aktivitas kebudayaan memerlukan perencanaan. Jangan pernah berharap masalah kebudayaan di negara, termasuk kebudayaan umum, kebudayaan elit, dan kebudayaan perguruan tinggi bisa berjalan dengan sendirinya."
Beliau juga menegaskan bahwa masalah kebudayaan memerlukan pengawasan dan pengarahan dari pemerintah. Meski demikian, lembaga-lembaga lain juga memikul tanggung jawab dalam masalah budaya umum masyarakat.
Salah satu tugas penting pengawasan negara atas masalah kebudayaan adalah dengan menunjukkan kepedulian dan bertindak melawan masalah-masalah budaya yang destruktif. "Kita semua punya kewajiban hukum dan syar'i dalam masalah kebudayaan," kata beliau.
Menjelaskan partisipasi masyarakat dalam semua hal termasuk dalam masalah kebudayaan, Ayatollah al-Udzma Khamenei mengungkapkan, "Menyerahkan masalah kebudayaan kepada masyarakat bukan berarti menegasikan tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk mengawasi dan mengarahkan. Sebaliknya, keterlibatan pemerintahan dalam masalah budaya juga tidak menafikan peran rakyat."
Menyinggung pandangan miring sebagian kalangan tentang kebebasan, beliau mengatakan, "Ketika orang-orang Barat bersikeras mempertahankan budaya mereka yang tidak masuk akal dan menyimpang, seperti dalam masalah pergaulan antara laki-laki dan perempuan dengan menyebutnya sebagai persamaan gender atau sikap mereka yang bersikukuh menyebut budaya mereka sebagai budaya modern dan maju, mengapa kita tidak lantas bersikeras mempertahankan nilai-nilai budaya kita yang luhur?"
Dalam kesempatan itu, Rahbar menegaskan kembali posisi Dewan Tinggi Revolusi Kebudayaan yang dibentuk atas prakarsa Imam Khomeini (ra). Dewan ini mesti memikirkan hal-hal yang berhubungan dengan infrastruktur kebudayaan dan menghindari campur tangan dalam masalah-masalah parsial. Menurut beliau, seluruh keputusan yang diambil oleh Dewan Tinggi Revolusi Kebudayaan harus dilaksanakan.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menyinggung serangan budaya Barat, khususnya Amerika Serikat (AS) seraya mengatakan, "Realitas ini sudah saya ingatkan sejak beberapa tahun yang lalu dan sekarang sudah terlihat secara nyata dan tak terbantahkan."
Beliau menambahkan, "Saat ini ada ratusan media audio, visual, cetak dan internet di dunia yang mempunyai misi tertentu untuk mempengaruhi pemikiran dan perilaku rakyat Iran."
Salah satu contoh yang disinggung adalah game atau permainan komputer import yang menyuguhkan perilaku dan gaya hidup Barat di benak anak-anak, remaja dan para pemuda. Untuk itu, beliau mengimbau Departemen Bimbingan supaya melakukan langkah-langkah yang positif untuk melawan serangan budaya. Beliau juga menjelaskan bahwa dalam menghadapi serangan budaya tindakan yang dilakukan harus bijaksana. "Terkadang ada fenomena budaya yang harus dicegah supaya tidak masuk, tapi terkadang bisa diterima atau diperbaiki," imbuh beliau.
Ayatollah al-Udzma Khamenei menambahkan, "Reaksi paling buruk dan merugikan dalam menghadapi serangan budaya adalah sikap reaktif dan bertahan murni. Sebab, terkadang perlu dilakukan langkah-langkah ofensif. Tapi dalam semua kondisi, langkah yang dilakukan harus bijaksana dan terpikirkan. "
Lebih lanjut beliau menekankan keharusan untuk melakukan patologi atas kondisi kebudayaan dan mencari solusi penyelesaikan masalah-masalah seperti perceraian, korupsi dan kriminalitas.
Di awal pertemuan, Presiden Hassan Rouhani sebagai Ketua Dewan Tinggi Revolusi Kebudayaan menjelaskan peran dewan ini dan kebijakan-kebijakan yang diambil dalam rangka merealisasikan revolusi kebudayaan.
Kepada PM Irak, Rahbar: Iran Siap Mentransfer Keilmuan untuk Irak

Menyinggung perkataan PM Irak tentang perundingannya dengan pemerintah Iran mengenai kerjasama di bidang ekonomi, politik dan keilmuan, Rahbar menandaskan, "Dalam beberapa tahun terakhir, Iran telah mengukir keberhasilan yang mengagumkan di bidang keilmuan. Transfer pengalaman keilmuan ke Irak dapat menjadi salah satu program kerjasama yang penting."
Pemimpin Besar Revolusi Islam menilai positif kinerja pemerintah Irak seraya mengatakan, "Apa yang Anda lakukan untuk negara Anda saat ini sangat berharga, tentunya yang diperlukan oleh Irak lebih dari itu."
Dalam kesempatan itu, Ayatollah al-Udzma Khamenei menyebut Presiden Irak Jalal Talabani sebagai sahabat yang baik dan hangat bagi Republik Islam, seraya mendoakan kesembuhan untuknya.
Sementara itu, PM Irak Nouri Maliki menyampaikan ucapan terima kasihnya kepada pemerintah Republik Islam seraya menyatakan bahwa perundingan dan kesepakatan yang dicapai dalam kunjungan ke Iran saat ini diharapkan dapat meningkatkan kerjasama bilateral kedua negara di berbagai bidang.
Rahbar: Makrifat, Tekad Kuat dan Keberanian Melahirkan Kebesaran dan Kekuatan

Beliau mengatakan, "Target utama yang mesti menjadi acuan Angkatan Laut adalah membentuk dan menyusun korps angkatan bersenjata yang layak bagi bangsa Iran dan cita-cita pemeritahan Islam."
Dalam pertemuan yang diselenggarakan menjelang hari Angkatan Laut Tentara Republik Islam Iran itu, Rahbar menyebut peringatan hari Angkatan Laut sebagai bentuk penghormatan kepada para personil korps angkatan bersenjata yang pemberani ini.
"Setelah kemenangan revolusi Islam, Angkatan Laut telah membukukan berbagai keberhasilan yang mengagumkan. Akan tetapi kemajuan perangkat keras saja tidak cukup untuk membuktikan kekuatan," tegas beliau.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menyatakan bahwa keberadaan tenaga-tenaga handal yang bermakrifat, bertekad kuat dan pemberani adalah faktor yang membuat suatu bangsa dipandang kuat, beridentitas dan besar di mata adidaya.
"Syukur, saat ini Angkatan Laut memiliki strusktur sumber daya manusia yang bagus yang bertolak belakang dengan apa yang dimaukan dan diprogram oleh rezim yang lalu sebelum kemenangan revolusi Islam," kata beliau.
Ayatollah al-Udzma Khamenei menambahkan, "Dari sisi keilmuann dan peralatan militer, Angkatan Laut sudah mencapai tingkat yang baik dan dengan melihat percaturan politik di kawasan dan ancaman yang ada, Angkatan Laut memiliki wibawa politik dan militer yang istimewa."
Menyinggung kehadiran fisik Angkatan Laut Iran di perairan Oman dan perannya dalam membangun wibawa bangsa, beliau menegaskan, "Jika pemerintah ikut memberikan perhatian, maka Angkatan Laut bisa mencapai lompatan yang besar dalam meraih kemajuan di kawasan."
Di awal pertemuan, Laksamana Sayyari, Kepala Staf Angkatan Laut Tentara Republik Islam Iran dalam kata sambutannya menyampaikan selamat atas peringatan Hari Basij dan Hari Angkatan Laut seraya menyatakan pentingnya meningkatkan kemampuan Angkatan Laut yang bisa mengilhami bangsa-bangsa lain.
Tafsir Al-Quran, Surat Yunus Ayat 107-109
Ayat ke 107
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (107)
Artinya:
Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (10: 107)
Ayat ini berbicara tentang anugerah kebaikan dan keburukan yang diberikan Allah Swt kepada manusia. Ayat ini mengatakan, "Segala sesuatu berasal dari Allah Swt dan bila Dia telah menetapkan sesuatu, maka manusia tidak kuasa untuk menolaknya. Allah juga memberikan kebaikan hanya kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya." Tapi sebagaimana ayat-ayat al-Quran lainnya, keburukan yang diberikan oleh Allah kepada manusia pada dasarnya berasal dari perbuatan manusia itu sendiri, begitu juga dengan kebaikan. Tapi ketika kebaikan atau keburukan, yang merupakan dampak dari perbuatan manusia itu sendiri, telah ditetapkan, maka tidak ada yang dapat mengubahnya.
Dalam ayat ini disebutkan bahwa bila ada keburukan yang menimpa manusia, maka hanya Allah yang dapat menghilangkannya. Hal ini kembali pada kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya. Sementara pada saat yang sama, setiap kebaikan atau keutamaan yang sampai kepada manusia, dalam ayat ini, tidak disebutkan bahwa Allah yang akan menghilangkannya, tapi tentu saja perbuatan manusia itu sendiri yang nantinya akan menghilangkan nikmat itu. Dengan demikian, ayat ini benar-benar menunjukkan kasih sayang Allah dan itu ditekankan lagi di akhir ayat yang berbunyi, "Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kebaikan dan keburukan berasal dari Allah Swt.
2. Setiap kepahitan dalam kehidupan bukan berarti itu adalah keburukan. Karena terkadang kejadian pahit untuk membangkitkan kesadaran kita.
3. Kebaikan yang sampai kepada manusia itu anugerah ilahi, bukan hak manusia.
4. Keinginan Allah senantiasa berdasarkan hikmah dan kebijaksanaan.
Ayat ke 108
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِوَكِيلٍ (108)
Artinya:
Katakanlah: "Hai manusia, sesungguhnya teIah datang kepadamu kebenaran (Al Quran) dari Tuhanmu, sebab itu barangsiapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya (petunjuk itu) untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang sesat, maka sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. Dan aku bukanlah seorang penjaga terhadap dirimu". (10: 108)
Sebagai kelanjutan ayat sebelumnya, ayat ini semakin menegaskan bahwa manusia dalam mencari kebenaran bersandarkan pada ikhtiarnya. Oleh karenanya, ketika manusia mendapatkan kebaikan lewat petunjuk wahyu atau akal, maka kebaikan untuk dirinya sendiri. Kebaikan yang diraih dari ikhtiarnya. Sementara mereka yang tidak ingin memilih kebenaran dan lebih menyukai keburukan dan kesesatan, maka kesesatan itu akan mencelakakan dirinya sendiri. Karena kesesatan yang dipilih oleh manusia atas dasar ikhtiar tidak pernah merugikan Allah Swt. Bahkan lebih dari itu, keimanan dan kekufuran manusia tidak membuat Allah beruntung atau merugi. Karena Dia adalah Zat yang Maha Sempurna dan Maha Kaya.
Dari ayat tadi terdapat enam pelajaran yang dapat dipetik:
1. Apa saja yang berasal dari Allah Swt pasti benar.
2. Tujuan dari pengutusan para nabi dan kitab samawi untuk mendidik manusia.
3. Allah telah menyempurnakan hujjahnya dan kita tidak punya alasan lagi di Hari Kiamat, ketika ditanya mengapa tidak beriman.
4. Allah Swt tidak membutuhkan hidayah yang telah diraih manusia. Karena keuntungan akibat mendapat hidayah atau kerugian karena memilih kesesatan kembali kepada manusia, bukan Allah.
5. Manusia memiliki ikhtiar dan nasib setiap orang berada di tangannya sendiri. Bahkan para nabi tidak berhak untuk memaksa manusia menerima kebenaran.
6. Kewajiban para nabi adalah dakwah dan menyampaikan bukan memaksa orang menerima kebenaran.
Ayat ke 109
وَاتَّبِعْ مَا يُوحَى إِلَيْكَ وَاصْبِرْ حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ (109)
Artinya
Dan ikutilah apa yang diwahyukan kepadamu, dan bersabarlah hingga Allah memberi keputusan dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya. (10: 109)
Sebagai penutup surat Yunus, ayat ini memerintahkan para nabi untuk mengikuti wahyu yang telah diturunkan kepada mereka. Tidak hanya sekadar mengikuti, tapi dalam upaya mengikuti ini harus disertai dengan kesabaran. Bila ada perselisihan, maka semua harus dikembalikan kepada Allah dan Dia yang memutuskan segalanya. Karena Allah adalah Zat yang paling adil dalam menghakimi.
Sekalipun ayat ini berbicara kepada Nabi Muhammad Saw, tapi sebagaimana ayat-ayat sebelumnya, perintah ini juga berlaku bagi umat Islam. Kepada kaum Muslimin diminta untuk mengikuti al-Quran sebagai wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Dalam mengamalkan al-Quran, mereka diminta untuk bersabar, begitu juga ketika muncul perselisihan, maka masalahnya harus dikembalikan kepada Allah Swt dalam bentuk al-Quran. Karena seluruh isi al-Quran memuat kebenaran dan diturunkan dari sisi Allah.
Dari ayat tadi terdapat enam pelajaran yang dapat dipetik:
1. Setiap manusia, baik itu mukmin atau kafir, tetap membutuhkan al-Quran sebagai wahyu yang berisikan perintah-perintah Allah Swt.
2. Para nabi harus diikuti, karena mereka berserah diri atas setiap perintah wahyu.
3. Dalam mengikuti wahyu, manusia membutuhkan kesabaran.
4. Seorang pemimpin harus sabar.
5. Ilmu menjadi syarat dalam beramal dam istiqamah merupakan syarat untuk meraih kemenangan.
6. Kita tidak boleh mengkhawatirkan masa depan. Karena Allah Swt sebagai hakim terbaik.
Tafsir Al-Quran, Surat Yunus Ayat 101-106
Ayat ke 101
انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا تُغْنِي الْآَيَاتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لَا يُؤْمِنُونَ (101)
Artinya:
Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman". (10: 101)
Pada ayat-ayat sebelumnya telah disebutkan bahwa dalil mengenai kekufuran dan keingkaran yaitu tidak digunakannya akal dan ilmu dalam menyikapi ayat-ayat dan tanda-tanda kebenaran Allah. Karena itu ayat ini justru menekankan pada penggunaan akal, berfikir serta memandang secara jeli dan teliti, yang termasuk mukadimah untuk bisa beriman kepada Allah. Dari sisi lain, berdasarkan ayat-ayat sebelumnya, iman haruslah memiliki syarat ikhtiyar dan sekali-kali bukan terpaksa. Karena itu ayat-ayat tadi menekankan untuk berpikir, hingga seseorang melalui pemahaman dan pengetahuannya yang dalam dapat menerima jalan untuk beriman, kemudian memegang teguh dengan konsekuen.
Sudah barang tentu dengan mengkaji sesuatu yang ada di langit dan di bumi, manusia akan merasa takjub menyaksikan berbagai ciptaan Allah di alam raya ini. Hal ini akan membuat manusia tunduk dan berserah diri di hadapan sang Pencipta Yang Maha Esa. Sebagian orang meski telah menyaksikan semua tanda-tanda yang agung dan gamblang ini, namun mereka masih saja tidak mau beriman. Bahkan sebagian masih menuruti keraguan yang mereka bikin-bikin, sehingga mereka tetap terseret dalam keingkaran dan kufur.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menelaah dan merenungi ciptaan Allah di alam raya ini merupakan cara yang paling wajar dan sederhana untuk bisa mengenal Allah, Sang Pencipta.
2. Dengan menyaksikan ayat-ayat suci Allah, mendengar seruan kebenaran tidaklah cukup, namun kehendak dan hasrat manusia untuk menerima kebenaran itu yang perlu.
Ayat ke 102
فَهَلْ يَنْتَظِرُونَ إِلَّا مِثْلَ أَيَّامِ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِهِمْ قُلْ فَانْتَظِرُوا إِنِّي مَعَكُمْ مِنَ الْمُنْتَظِرِينَ (102)
Artinya:
Mereka tidak menunggu-nunggu kecuali (kejadian-kejadian) yang sama dengan kejadian-kejadian (yang menimpa) orang-orang yang telah terdahulu sebelum mereka. Katakanlah: "Maka tunggulah, sesungguhnya akupun termasuk orang-orang yang menunggu bersama kamu". (10: 102)
Pada ayat-ayat sebelumnya, Allah Swt justru mengajak orang-orang yang menentang agar memperhatikan dengan teliti tanda-tanda Allah di langit dan di bumi. Dalam ayat ini disebutkan, "Mereka yang tidak siap melihat kebenaran ayat-ayat Allah, maka mereka akan menunggu suatu saat azab Allah yang pedih. Karena menurut Sunnatullah lembaga masyarakat bagaikan individu masyarakat yang juga memiliki nasib, yang ditentukan oleh mayoritas masyarakat tersebut. Apabila mayoritas mereka itu saleh, maka nasib perjalanan mereka juga menuju ke jalan yang lurus dan saleh.
Akan tetapi sebaliknya, apabila mayoritas masyarakat itu jahat, jelek dan pendosa, maka nasib masyarakat itu juga akan menjadi buruk. Mereka pasti akan bergerak menuju kepada kejahatan, keburukan dan dosa. Pada akhirnya akan menghantarkan mereka kepada siksa dan balasan yang menyakitkan, sekalipun di dalam masyarakat itu terdapat beberapa orang yang baik dan shaleh. Sejarah kaum dan bangsa-bangsa terdahulu seperti kaumnya Nabi Nuh, Nabi Luth, Nabi Hud as menunjukkan dengan jelas betapa sunnatullah itu pasti berjalan. Karena itu Nabi Muhammad Saw diperintah oleh Allah agar beliau berkata kepada kaum Musyrikin Mekah, "Apabila kalian tetap keras kepala dan bertahan di hadapan petunjuk Allah, maka kalian akan bernasib seperti nasib bangsa-bangsa terdahulu."
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sunnatullah tetap berjalan sesuai dengan hukum Allah dan akan menimpa setiap umat manusia.
2. Sejarah bangsa-bangsa terdahulu menjadi cermin dan pelajaran bagi generasi mendatang.
Ayat ke 103
ثُمَّ نُنَجِّي رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آَمَنُوا كَذَلِكَ حَقًّا عَلَيْنَا نُنْجِ الْمُؤْمِنِينَ (103)
Artinya:
Kemudian Kami selamatkan rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman, demikianlah menjadi kewajiban atas Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman. (10: 103)
Dalam lanjutan ayat sebelumnya mengenai turunnya azab dan siksaan Allah di dunia ini, ayat ini mengatakan, "Menurut keadilan Ilahi, hal ini tidak bisa dibenarkan bila orang-orang yang bedosa dan yang tidak berdosa keduanya mendapatkan siksa, sedang kelompok yang baik dan yang buruk keduanya dibakar dalam siksaan. Sementara kaum yang pantas mendapat siksaan adalah mereka yang telah melakukan kejahatan dan dosa, juga orang-orang yang berdiam diri tidak berbuat apa-apa dalam menghadapi dosa yang mereka lakukan, sehingga mereka ikut dalam azab itu. Sementara orang-orang Mukmin yang lain diselamatkan dari azab. Dan ini adalah janji yang pasti dan Sunnatullah dimana Mukminin akan diselamatkan dan tidak terbakar dengan api yang dipersiapkan buat orang-orang yang jahat dan para pendosa.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang-orang Mukmin yang sebenarnya dijaga oleh Allah dari kemurkaan-Nya, sekalipun mereka berada di tengah-tengah masyarakat yang buruk.
2. Masa depan orang-orang Mukmin tetap terjaga. Karena orang-orang yang jahat dan pendosa akan disiksa dan dihancurkan, sedang orang-orang Mukmin dijaga dan diselamatkan.
Ayat ke 104
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي شَكٍّ مِنْ دِينِي فَلَا أَعْبُدُ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ أَعْبُدُ اللَّهَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (104)
Artinya:
Katakanlah: "Hai manusia, jika kamu masih dalam keragu-raguan tentang agamaku, maka (ketahuilah) aku tidak menyembah yang kamu sembah selain Allah, tetapi aku menyembah Allah yang akan mematikan kamu dan aku telah diperintah supaya termasuk orang-orang yang beriman". (10: 104)
Dalam lanjutan ayat-ayat sebelumnya yang berbicara kepada orang-orang Musyrik serta menjelaskan nasib mereka, ayat ini mengatakan, "Apabila mereka menyangka bahwa kalian dalam menempuh jalan mengalami kelemahan dan keragu-raguan, namun kalian bisa mengatakan dengan tegas kepada mereka bahwa aku tidak akan pernah menyembah selain kepada Allah. Sama sekali aku tidak akan menunduk hormat di hadapan patung berhala sesembahan kalian. Hal itu dapat kalian lakukan meski terkadang mereka dapat bersama kalian memasuki suasana tenang dan positif. Karena aku hanya menunduk dan menyembah kepada Allah Swt, yang matiku dan mati kalian di tangan-Nya dan samasekali kalian tidak akan bisa melarikan diri dari-Nya. Sementara patung berhala tersebut tidak akan mampu mematikan dan menyelamatkan kalian.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Keragu-raguan orang lain, sekalipun jumlah mereka banyak, tidak boleh mengakibatkan keraguan dalam diri kita. Dalam keadaan seperti ini kita harus tetap kokoh di jalan yang lurus dan kebenaran ini.
2. Zat yang pantas disembah adalah Zat yang menentukan mati dan hidup kita.
Ayat ke 105-106
وَأَنْ أَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (105) وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ (106)
Artinya:
Dan (aku telah diperintah): "Hadapkanlah mukamu kepada agama dengan tulus dan ikhlas dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik. (10: 105)
Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim". (10: 106)
Nabi Muhammad Saw dalam melanjutkan pernyataannya yang diperintahkan oleh Allah untuk beliau sampaikan kepada orang-orang Musyrik dengan mengatakan, "Hendaknya kalian berpegang teguh secara langsung pada ajaran kebenaran, yang jauh dari segala bentuk penyelewengan dan penyimpangan. Sementara akidah dan keyakinan syirik kalian sedemikian jauhnya, sehingga telah menimbulkan penyelewengan yang luar biasa. Kalian telah menyembah berhala-berhala yang tidak memberikan keuntungan kepada kalian dan tidak juga kerugian. Karena sudah jelas hal tersebut tidak patut disembah, maka barangsiapa yang menuju ke arah sesembahan semacam ini berarti dia telah menzalimi dirinya sendiri juga merusak ajaran Ilahi yang suci.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ajaran yang bisa diterima adalah ajaran yang sesuai dengan fitrah murni manusia.
2. Orang-orang yang berakal akan bekerja untuk memperoleh keuntungan, atau menjauhkan diri dari bahaya. Sementara berhala tidak ada manfaatnya dan tidak pula ada bahayanya. Karena itu perbuatan syirik adalah sejenis kebodohan.
Tafsir Al-Quran, Surat Yunus Ayat 98-100
Ayat ke 98
فَلَوْلَا كَانَتْ قَرْيَةٌ آَمَنَتْ فَنَفَعَهَا إِيمَانُهَا إِلَّا قَوْمَ يُونُسَ لَمَّا آَمَنُوا كَشَفْنَا عَنْهُمْ عَذَابَ الْخِزْيِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَى حِينٍ (98)
Artinya:
Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu), beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu. (10: 98)
Sebelumnya telah disebutkan bahwa menurut Sunatullah, Tuhan telah memberikan kesempatan dan tenggang waktu kepada manusia, hingga mereka menempuh jalan taubat dan menebus berbagai kesalahan dan kejahatan yang telah mereka lakukan. Mereka juga dapat menghentikan perbuatan masa lalunya, dan menggantinya dengan perbuatan yang baik dan mulia. Akan tetapi kesempatan dan tenggang waktu yang diberikan oleh Allah Swt hingga waktu kematian tiba, atau ketika azab Allah diturunkan, maka saat itu tidak ada lagi gunanya menyatakan beriman dan bertaubat. Karena iman dan taubat yang dilakukan di saat dirinya terancam ketakutan yang amat sangat, bukan menujukkan ikhtiar dan kebebasan. Sunnatullah seperti ini tidak hanya mengenai seseorang manusia, tetapi juga menimpa secara khusus terhadap bangsa-bangsa.
Di kalangan bangsa-bangsa terdahulu, hanya kaum Nabi Yunus as yang masyarakatnya telah menyaksikan tanda-tanda turunnya azab, sehingga mereka sempat menyatakan taubat dan berserah diri. Tuhan pun menerima taubat mereka dan sekali lagi Allah memberi kesempatan kepada mereka. Sebagaimana yang tersebut dalam sejarah, Nabi Yunus as setelah bertahun-tahun bertabligh, membimbing dan menyeru umatnya ke jalan yang lurus dan tauhid, hanya dua orang yang menyatakan beriman kepada beliau. Hingga akhir usia beliau Nabi Yunus as merasa putus asa dalam memberi petunjuk kepada masyarakat, beliau pun berlepas tangan dan mengutuk mereka, lalu meninggalkan masyarakat. Sebagaimana umumnya doa para nabi diterima oleh Allah Swt, sehingga mengakibatkan turunnya azab. Adapun dua orang yang telah menyatakan beriman kepada Nabi Yunus as, mereka menyaksikan betapa Nabi Yunus telah mengucapkan kutukan dan kemarahan kepada umatnya, segera pergi ke tengah-tengah masyarakat dan berkata kepada mereka :
"Wahai masyarakat ! Tunggulah kalian atas turunnya azab Tuhan! Dan jika kalian menginginkan rahmat Allah, bersegeralah kalian meninggalkan kota ini untuk bertaubat, berusahalah kalian berpisah dari anak-anak kecil kalian sehingga banyak terdengar suara-suara tangis dan jeritan dari ibu-ibu dan anak-anak kecil mereka. Semua kalian harus bertaubat dan meminta ampunan kepada Allah Swt atas dosa dan kesalahan kalian, mungkin Allah akan mengampuni kalian. Masyarakat beramai-ramai melakukan taubat sehingga azab Allah tidak diturunkan kepada mereka, dan Nabi Yunus as pun akhirnya dikembalikan kepada umatnya."
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Di kalangan bangsa-bangsa terdahulu, hanya kaumnya NabiYunus as mereka bertaubat dan beriman kepada Allah sebelum diturunkannya azab Ilahi tersebut.
2. Nasib umat manusia memang di tangan mereka sendiri. Karena itu mereka dapat mencegah azab melalui doa dan munajat yang tulus untuk menarik rahmat Allah.
Ayat ke 99
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآَمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ (99)
Artinya:
Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? (10: 99)
Salah satu perkara yang perlu bagi Allah adalah memberi petunjuk kepada manusia. Adapun Allah, Dia tidak ingin memaksa manusia untuk beriman kepada-Nya, bahkan Dia Swt memberi kebebasan dan ikhtiar kepada mereka mau menerima kebenaran atau tidak. Sudah barang tentu apa saja yang dipilih oleh manusia, maka ia harus menanggung konsekuensi dan akibatnya. Sekalipun Allah Swt telah menunjukkan jalan yang lurus kepada manusia, akan tetapi manusia itu bebas dan merdeka memilih jalannya sendiri. Dari sanalah Nabi Saw tidak perlu memaksa manusia untuk beriman, dan tidak pula harus sedih terhadap orang-orang kafir, lantaran mereka tidak mau beriman. Lalu Allah Swt berbicara kepada Nabi-Nya dengan mengatakan, "Kalian tidak perlu menunggu manusia beriman, apalagi memaksa mereka semua untuk beriman."
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Iman kepada Allah berdasarkan pilihan memiliki nilai setelah sebelumnya mengadakan pengkajian dan perenungan, bukan semata-mata berdasarkan pemaksaan. Karena iman yang sedemikian ini bukanlah iman yang sebenarnya.
2. Nabi Muhammad Saw dalam rangka memberi petunjuk dan hidayah kepada manusia, atas dasar keprihatinan dan kecemasan beliau. Karena itu Allah Swt menenangkan Nabi-Nya tersebut.
Ayat ke 100
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تُؤْمِنَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَجْعَلُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يَعْقِلُونَ (100)
Artinya:
Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. (10: 100)
Sudah jelas bahwa para nabi dan utusan Allah tidak akan pernah memaksa manusia untuk beriman kepada Allah. Apalagi pada dasarnya beriman dibawah tekanan dan paksaan tidak ada nilainya samasekali. Akan tetapi justru mereka beriman karena petunjuk dan bimbingan Allah Swt. Dalam artian Dia telah menyiapkan sebab-sebab manusia itu mendapatkan hidayat atau petunjuk, sehingga kita memperoleh petunjuk. Karena itu janganlah kita menyangka bahwa kita beriman dan mendapatkan petunjuk karena kita sendiri, sehingga kita layak berbangga diri dan merasa tidak berhutang budi kepada Allah.
Namun justru yang benar Allah-lah yang memiliki andil terhadap kita dan Dia-lah yang telah menyiapkan jalan dan sebab-sebab kita mendapatkan petunjuk. Apabila seseorang tidak mau menerima logika yang terang dan gamblang dari para nabi dan ajaran-ajaran suci samawi, maka pastilah manusia itu tidak mau menggunakan akalnya untuk mencermati dan memikirkan ayat-ayat suci samawi. Pada waktu itu mereka akan jatuh ke dalam kekufuran dan syirik, sehingga pada gilirannya mereka tidak akan memperoleh kebahagiaan dan kemuliaan. Hal ini bukan tidak ada artinya yaitu keinginan Tuhan berada di atas keinginan manusia.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Keimanan merupakan anugerah Ilahi dan hanya dapat diterima oleh orang-orang yang berakal. Tapi mereka yang menyembah hawa nafsu, maka mereka tidak akan menerima kebenaran dan akhirnya akan mendapat murka Allah.
2. Akal yang sehat sebagai sarana kondusif orang untuk beriman. Karena itu acuh tak acuh dan tidak beriman sebagai pertanda kebodohan. Sebab orang yang beriman adalah orang yang berakal dan orang yang berakal adalah orang Mukmin.
Tafsir Al-Quran, Surat Yunus Ayat 93-97
Ayat ke 93
وَلَقَدْ بَوَّأْنَا بَنِي إِسْرَائِيلَ مُبَوَّأَ صِدْقٍ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ فَمَا اخْتَلَفُوا حَتَّى جَاءَهُمُ الْعِلْمُ إِنَّ رَبَّكَ يَقْضِي بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ (93)
Artinya:
Dan sesungguhnya Kami telah menempatkan Bani Israil di ternpat kediaman yang bagus dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik. Maka mereka tidak berselisih, kecuali setelah datang kepada mereka pengetahuan (yang tersebut dalam Taurat). Sesungguhnya Tuhan kamu akan memutuskan antara mereka di hari kiamat tentang apa yang mereka perselisihkan itu. (10: 93)
Allah Swt dalam ayat ini menyinggung soal berbagai nikmat yang diberikan kepada Bani Israil dan mengatakan, "Setelah bertahun-tahun kalian terlunta-lunta dan terusir, Kami menempatkan kalian di suatu kawasan yang cukup air dengan udaya yang sejuk. Daerah di sekelilingnya penuh dengan padang rumput dan pepohonan yang menghijau. Kami anugerahkan hari-hari terbaik bagi kalian. Akan tetapi kalian malah berselisih dan setiap orang pergi menurutkan keinginannya, sebagai ganti bersyukur telah mengikuti ajaran wahyu. Pada Hari Kiamat mereka akan dimintai pertanggungan jawab atas tindakan dan sikap mereka yang tidak pantas ini.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam naungan ajaran dan bimbingan para nabi, selain bertujuan untuk pengembangan maknawi, maka dimensi materi kehidupan masyarakat pun mendapatkan perhatian.
2. Perselisihan dan perpecahan akan mengakibatkan jauhnya masyarakat dari ajaran-ajaran samawi, sehingga berbagai nikmat dan anugerah Allah akan menjadi hancur.
Ayat ke 94-95
فَإِنْ كُنْتَ فِي شَكٍّ مِمَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ فَاسْأَلِ الَّذِينَ يَقْرَءُونَ الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكَ لَقَدْ جَاءَكَ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ (94) وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِ اللَّهِ فَتَكُونَ مِنَ الْخَاسِرِينَ (95)
Artinya:
Maka jika kamu (Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu. Sesungguhnya telah datang kebenaran kepadamu dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu temasuk orang-orang yang ragu-ragu. (10: 94)
Dan sekali-kali janganlah kamu termasuk orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang rugi.(10: 95)
Ayat-ayat ini diarahkan kepada orang-orang yang terkena keraguan mengenai kebenaran Nabi Saw dengan mengatakan, "Apabila kalian merujuk kepada kitab-kitab samawi, pastilah kalian akan memperoleh berita-berita gembira dan tanda-tanda beliau. Selain telah disebutkan nasib sebagian besar kaum dan bangsa-bangsa terdahulu seperti kaum Bani Israil dalam al-Quran, maka kalian akan memahami bahwa kitab ini juga datang dari sisi Allah Swt untuk menjelaskan kebenarannya. Sudah jelas apabila kalian dapat menghilangkan keraguan dan memahami bahwa al-Quran itu benar, maka pembohongan kalian itu dapat menyebabkan kerugian bagi kalian sendiri. Selain itu, kalianpun akan dijauhkan dari petunjuk dan hidayahnya di dunia ini.
Sekalipun ungkapan ayat ini ditujukan kepada Nabi Saw, namun yang jelas ayat-ayat tersebut tidak saja ditujukan kepada Nabi. Karena pertama, tidak ada artinya Nabi meragukan kebenaran wahyu samawi. Apabila beliau juga meragukan wahyu, lalu bagaimana beliau bisa meragukan pernyataan beliau sendiri, ketika Allah berbicara kepada beliau, janganlah engkau menjadi orang-orang yang membohongkan. Karena tujuan ayat tersebut adalah kaum Musyrikin dan Ahlul Kitab, akan tetapi sebagaimana ayat-ayat al-Quran lainnya, meski ditujukan kepada Nabi Saw tetapi tujuan utama dari ayat tersebut adalah masyarakat.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Keraguan merupakan suatu keadaan alami yang biasa terjadi pada setiap manusia. Yang penting bagaimana menghilangkan tahap-tahap ragu tersebut dengan cara merujuk dan mendatangi para ulama, sehingga dapat memperoleh keyakinan.
2. Apabila manusia tetap pada keraguannya dan tidak berusaha untuk menghilangkannya, maka hal tersebut dapat menyeretnya mengingkari kebenaran.
Ayat ke 96-97
إِنَّ الَّذِينَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ (96) وَلَوْ جَاءَتْهُمْ كُلُّ آَيَةٍ حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيمَ (97)
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman. (10: 96)
Meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih. (10: 97)
Manusia dalam menghadapi hakikat agama terbagi dalam tiga bagian; pertama sebuah kelompok yang tidak menyaksikan kebenaran dan tidak mencari kebenaran tersebut. Kelompok kedua, mereka tidak mengetahui kebenaran akan tetapi, mereka mencari dan ingin mengetahui kebenaran tersebut. Sedang kelompok ketiga, mereka yang mengetahui dan mengenal kebenaran, akan tetapi mereka tidak siap menerima kebenaran tersebut. Karena itu mereka pasti tidak akan berbahagia dengan manfaat materi dan dunia mereka.
Dua ayat ini berbicara mengenai kelompok ketiga. Mereka yang bersikeras dan tidak mau menerima kebenaran telah membuat hati mereka hitam dan keras bagaikan batu, sehingga tidak ada lagi harapan untuk bisa beriman. Pada dasarnya orang-orang semacam ini akan mendapatkan murka Allah, namun sewaktu mereka tidak melihat azab Allah, mereka malah tidak mau beriman dan berserah diri. Problema orang-orang semacam ini bukan dikarenakan mereka tidak mendapatkan dalil-dalil aqli atau menyaksikan mukjizat, bahkan bila dalil-dalil dan mukjizat tersebut telah disaksikan mereka juga tidak mau menerima. Karena problema mereka justru naluri dan keinginannya tidak mereka perkenankan untuk memahami hal tersebut, meski mereka mengakui bahwa hal-hal tersebut dapat diterima.
Bila kita menyaksikan banyak manusia yang tidak beriman dan masih meragukan kebenaran para nabi dan kitab-kitab samawi, maka sudah pasti ajakan kita tidak akan mempengaruhi mereka. Terlebih lagi ketika mereka telah sedemikian rusak dan berbuat kejahatan, sehingga menjadi satu kekuatan yang tidak akan berubah. Sebagai contoh bila kita melempar sebuah bola ke lautan dan tidak setitik air pun yang menembus bola tersebut. Hal itu menunjukkan bola itu benar-benar tertutup rapat dan tidak ada air yang dapat memasukinya.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita tidak boleh menunggu dan memastikan berimannya seluruh manusia. Kita harus menyadari bahwa dosa dan kefasadan merupakan unsur dominan yang dapat menjauhkan manusia dari menerima kebenaran.
2. Kebingungan dan keraguan terhadap kebenaran pada suatu hari pasti akan menimpa manusia, akan tetapi beruntung bagi yang tidak mengalaminya.
Tafsir Al-Quran, Surat Yunus Ayat 87-92
Ayat ke 87
وَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى وَأَخِيهِ أَنْ تَبَوَّآَ لِقَوْمِكُمَا بِمِصْرَ بُيُوتًا وَاجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قِبْلَةً وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ (87)
Artinya:
Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya: "Ambillah olehmu berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu tempat shalat dan dirikanlah olehmu sembahyang serta gembirakanlah orang-orang yang beriman". (10: 87)
Ssetelah membebaskan kaum Bani Israil dari cengkraman Fir'aun, Nabi Musa as diperintahkan untuk membenahi masyarakat Bani Israil. Mereka kemudian ditempatkan di suatu kawasan dan dengan bantuan mereka beliau as menyiapkan rumah-rumah untuk mereka. Rumah-rumah mereka dibangun secara berhadap-hadapan, bukan berpencar, dengan tujuan mereka tetap berdekatan satu sama lainnya dan memutuskan masalahnya secara bersama-sama. Bila Fir'aun bermaksud menghancurkan mereka, pastilah mereka dapat berdiri tegak menghadap raja arogan itu. Sebagian mufasir dengan memperhatikan perintah menegakkan shalat dalam ayat ini, maka maksud dari kalimat kiblat adalah rumah mereka dibuat menghadap ke arah kiblat. Dengan demikian, sekalipun berada di dalam rumah, mereka masih tetap bisa melakukan ritual ibadahnya. Akan tetapi ini pemaknaan seperti ini diambil dari istilah, sementara kata kiblah sendiri dalam arti bahasanya adalah saling berhadapan.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para nabi as selalu komitmen kepada masyarakat dan untuk membantu mereka para nabi melakukan berbagai langkah-langkah kongkrit.
2. Dengan selalu memperhatikan berbagai masalah kesejahtaraan, manusia sering terlupakan dari shalat dan ibadah. Tapi bila hal itu dilakukan bersama dengan baik, maka justru akan menyebabkan turunnya rahmat Allah Swt.
Ayat ke 88-89
وَقَالَ مُوسَى رَبَّنَا إِنَّكَ آَتَيْتَ فِرْعَوْنَ وَمَلَأَهُ زِينَةً وَأَمْوَالًا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا رَبَّنَا لِيُضِلُّوا عَنْ سَبِيلِكَ رَبَّنَا اطْمِسْ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُوا حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيمَ (88) قَالَ قَدْ أُجِيبَتْ دَعْوَتُكُمَا فَاسْتَقِيمَا وَلَا تَتَّبِعَانِّ سَبِيلَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ (89)
Artinya:
Musa berkata: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan Kami -- akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih". (10: 88)
AlIah berfirman: "Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui". (10: 89)
Nabi Musa as dalam melanjutkan tugas-tugas beliau untuk menentang Fir'aun, memohon kepada Allah Swt agar harta kekayaan yang berlimpah milik para pemuka Fir'aun dihancurkan. Hal itu dipinta oleh beliau agar mereka tidak lagi dapat menyalahgunakan kekuasaan mereka, dengan melakukan berbagai kejahatan dan arogansi berdalihkan kepemilikan harta kekayaan dan perhiasan, juga dalam rangka menyesatkan masyarakat. Sikap kebencian yang ditunjukkan oleh Musa as tercermin selama beliau tidak berharap bagi Fir'aun dan aparat kerajaannya untuk beriman. Demikianlah Fir'aun dan kaki tangannya tidak memiliki kesiapan untuk menerima kebenaran. Karena sudah jelas beriman setelah menyaksikan azab tidak ada artinya samasekali dan bagi mereka juga tidak akan ada untung dan faedahnya.
Allah Swt yang telah mengabulkan doa Musa as menyeru umatnya agar tetap tegar dan komitmen. Bahkan dikatakan bahwa syarat dikabulkannya doa ialah orang-orang yang beriman itu harus komitmen di jalan yang lurus. Dan berdasarkan riwayat-riwayat, setelah kebencian dan kutukan Nabi Musa as tersebut, maka dalam rentang waktu 40 tahun Fir'aun sang raja arogan itu akhirnya tenggelam di laut bersama tentara yang mengikutinya.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Harta dan kekayaan tidak semata-mata menunjukkan kemurahan dan anugerah Allah kepada hamba-Nya. Karena Allah juga memberikan kekayaan kepada orang-orang Kafir di dunia.
2. Dalam munajat dan doa kita hanya bisa memohon kepada Allah agar orang-orang yang zalim dan kafir itu dihancurkan.
3. Dalam metode perlawanan terhadap musuh kita harus senantiasa taat dan mendengarkan petunjuk para pemimpin agama, sehingga kita bisa terjauhkan dari pemikiran-pemikiran jahiliah.
Ayat ke 90-92
وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُودُهُ بَغْيًا وَعَدْوًا حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آَمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا الَّذِي آَمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ (90) آَلْآَنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ (91) فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آَيَةً وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ آَيَاتِنَا لَغَافِلُونَ (92)
Artinya:
Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir'aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir'aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (10: 90)
Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. (10: 91)
Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami. (10: 92)
Ketiga ayat ini menjelaskan tentang dikabulkannya doa Nabi Musa as dan mengatakan, "Saat itu bala tentara Fir'aun mengejar kalian (Nabi Musa as), sehingga mereka dapat menghancurkan kalian. Kami akan membela dan memecah sungai Nil bagi kalian, sehingga kalian dapat lewat di dalamnya. Akan tetapi Fir'aun dan bala tentaranya akan Kami tenggelamkan di dalamnya. Hanya jasad Fir'aun saja yang Kami apungkan, sehingga Kami mengeluarkannya dari air laut supaya ia menjadi pelajaran bagi generasi mendatang. Yang menarik disini adalah prediksi Nabi Musa as terealisir yaitu Fir'aun pada detik-detik terakhir sebelum kematiannya muncul dan dapat terlihat dengan mengatakan, "Yaa Tuhan! Aku beriman kepada-Mu! Akan tetapi terdengar suara jawaban, saat ini engkau menjelang kematianmu, engkau menyatakan taubat dan berserah diri kepada Zat Yang Maha Benar?
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam berjuang melawan para penguasa taghut dan zalim, kita harus senantiasa bertawakal kepada Allah Swt. karena Dia tidak akan pernah meninggalkan kita dalam kondisi tersulit apapun. Dia akan membukakan jalan bagi kita.
2. Apabila kita selalu komitmen dan teguh di jalan Allah, maka para penguasa taghut macam apapun tidak akan bisa berbuat apa-apa kecuali menyerah. Setelah itu mereka akan mendapatkan balasan setimpal dari amal perbuatan mereka sendiri.
3. Dalam menjaga segala sesuatu dan tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada di tengah-tengah bangsa-bangsa terdahulu, kita harus berusaha mengambil pelajaran untuk generasi yang akan datang.