
کمالوندی
Tafsir Al-Quran, Surat Yunus Ayat 79-86
Ayat ke 79-80
وَقَالَ فِرْعَوْنُ ائْتُونِي بِكُلِّ سَاحِرٍ عَلِيمٍ (79) فَلَمَّا جَاءَ السَّحَرَةُ قَالَ لَهُمْ مُوسَى أَلْقُوا مَا أَنْتُمْ مُلْقُونَ (80)
Artinya:
Fir'aun berkata (kepada pemuka kaumnya): "Datangkanlah kepadaku semua ahli-ahli sihir yang pandai!" (10: 79)
Maka tatkala ahli-ahli sihir itu datang, Musa berkata kepada mereka: "Lemparkanlah apa yang hendak kamu lemparkan". (10: 80)
Sebelumnya, telah disebutkan bahwa Nabi Musa as telah diutus dari sisi Allah Swt. Sejak dimulainya risalah beliau, Nabi Musa mendatangi Fir'aun dan menyeru raja arogan itu untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa yaitu Allah Swt dan membebaskan kaum Bani Israil dari cengkraman dan belenggu Fir'aun. Kedua ayat ini mengatakan, "Fir'aun yang tidak mampu menghadapi logika argumentasi Nabi Musa as kemudian menuduh dan menyebut mukjizat Nabi Musa sebagai sihir. Karena itu, untuk menghadapi Musa, raja zalim itu memanggil dan mengerahkan para tukang sihirnya. Akan tetapi Nabi Musa as yang tidak meragukan sedikitpun tentang kebenarannya, beliau mempersilahkan para tukang sihir untuk mendemonstrasikan kemampuannya agar masyarakat dapat menyaksikan dan memberikan penilaian."
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para penguasa arogan dan taghut tidak segan-segan memanfaatkan orang pintar untuk merealisasikan tujuan kotor dan kejinya. Tapi pada hakikatnya mereka menyalahgunakan kemampuan orang-orang pintar itu.
2. Para nabi senantiasa kokoh pada jalan mereka dan yakin akan pertolongan Allah Swt. Karena itu mereka bisa dengan tegas berkata dan melawan para penentang.
Ayat ke 81-82
فَلَمَّا أَلْقَوْا قَالَ مُوسَى مَا جِئْتُمْ بِهِ السِّحْرُ إِنَّ اللَّهَ سَيُبْطِلُهُ إِنَّ اللَّهَ لَا يُصْلِحُ عَمَلَ الْمُفْسِدِينَ (81) وَيُحِقُّ اللَّهُ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُجْرِمُونَ (82)
Artinya:
Maka setelah mereka lemparkan, Musa berkata: "Apa yang kamu lakukan itu, itulah yang sihir, sesungguhnya Allah akan menampakkan ketidak benarannya" Sesungguhnya Allah tidak akan membiarkan terus berlangsungnya pekerjaan orang-yang membuat kerusakan. (10: 81)
Dan Allah akan mengokohkan yang benar dengan ketetapan-Nya, walaupun orang-orang yang berbuat dosa tidak menyukai(nya). (10: 82)
Kisah para tukang sihir yang menghadapi Nabi Musa as juga diceritakan dalam surat as-Syu'ara. Dikisahkan bahwa para tukang sihir itu telah melemparkan tali dan tongkat mereka, lalu berkata, "Dengan kebesaran Fir'aun kami bersumpah bahwa kami akan menang. Sudah barang tentu para tukang sihir Fir'aun tidak akan mampu mengubah tali dan tongkat itu. Yang dapat mereka lakukan hanya melakukan sejenis efek penglihatan manusia, sehingga orang yang melihatnya seakan melihat ular-ular yang bergerak. Karena itu Nabi Musa as dengan tegas menyatakan bahwa Allah Swt akan membatalkan sihir mereka dan menunjukkan yang sebenarnya. Hal itu juga berdasarkan pada firman-Nya bahwa Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kebatilan menampakkan sesuatu yang semu itu indah. Namun samasekali tidak bermakna karena ia akan berakhir pada kehancuran. Karena Allah Swt tidak mengijinkan hal tersebut terus berlangsung.
2. Keinginan kaum arogan dan mustakbirin adalah mencegah kemenangan front kebenaran. Namun ketahuilah di hadapan Allah Swt hal tersebut tidak ada artinya samasekali. Karena Allah telah berjanji untuk tetap mendukung dan mengokohkan kebenaran.
Ayat ke 83
فَمَا آَمَنَ لِمُوسَى إِلَّا ذُرِّيَّةٌ مِنْ قَوْمِهِ عَلَى خَوْفٍ مِنْ فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِمْ أَنْ يَفْتِنَهُمْ وَإِنَّ فِرْعَوْنَ لَعَالٍ فِي الْأَرْضِ وَإِنَّهُ لَمِنَ الْمُسْرِفِينَ (83)
Artinya:
Maka tidak ada yang beriman kepada Musa, melainkan pemuda-pemuda dari kaumnya (Musa) dalam keadaan takut bahwa Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya akan menyiksa mereka. Sesungguhnya Fir'aun itu berbuat sewenang-wenang di muka bumi. Dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang melampaui batas. (10: 83)
Nabi Musa as pada tahap awal dakwahnya mendatangi Fir'aun dan para pemuka kerajaan. Sementara tahap kedua beliau as siap berhadapan melawan para tukang sihir Fir'aun kemudian memenangkannya. Dan tahap ketiga Nabi Musa pergi kepada kaum Bani Israil. Pada mulanya kaum muda Bani Israil menyatakan beriman kepada beliau. Tapi perlahan-lahan mereka merasakan ketakutan akan siksa dan gangguan Fir'aun dan kaki tangannya. Tapi semestinya mereka tabah, karena betapa banyak tekanan propaganda sesat justru dapat menyadarkan mereka kembali kepada ajaran kebenaran.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kelompok pertama yang beriman kepada Nabi Musa as adalah para pemuda dan pemudi yang hati dan pemikiran mereka masih bersih, belum terkena pengaruh jelek.
2. Dalam situasi penuh ketakutan di bawah sistem Fir'aun, ternyata masih ada saja orang yang beriman kepada Nabi Musa as dan ajarannya.
Ayat ke 84-86
وَقَالَ مُوسَى يَا قَوْمِ إِنْ كُنْتُمْ آَمَنْتُمْ بِاللَّهِ فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُسْلِمِينَ (84) فَقَالُوا عَلَى اللَّهِ تَوَكَّلْنَا رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (85) وَنَجِّنَا بِرَحْمَتِكَ مِنَ الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (86)
Artinya:
Berkata Musa: "Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakkallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri". (10: 84)
Lalu mereka berkata: "Kepada Allahlah kami bertawakkal! Ya Tuhan kami; janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang'zalim. (10: 85)
Dan selamatkanlah kami dengan rahmat Engkau dari (tipu daya) orang-orang yang kafir". (10: 86)
Dalam menghadapi berbagai siksa dan gangguan yang menyakitkan dari para aparat Fir'aun, Nabi Musa as memesankan kepada kaumnya agar bertawakal kepada Allah. Beliau menyebut hal tersebut sebagai kelaziman bagi orang yang beriman dan berserah diri. Karena itu, mereka yang beriman kepada Musa as, senantiasa mendengarkan nasehat dan seruannya dan mengatakan, "Kami hanya selalu bersandar dan berlindung kepada Allah Swt. Di sisi Allah kami menggantungkan jiwa dan raga kami. Kami memohon agar dijauhkan dari kejahatan orang-orang yang kafir dan angkara murka.
Dari tiga ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam menghadapi berbagai peristiwa dan hal-hal yang menyulitkan, orang-orang Mukmin hanya bersandarkan pada pertolongan Allah Swt. Dengan bertawakal serta berserah diri kepada-Nya kesulitan dan problematika akan dapat diatasi.
2. Salah satu cara untuk keluar dari jalan buntu ialah melakukan munajat dan doa kehadirat Allah Swt. Karena apabila doa dan munajat bukan pekerjaan yang positif, kenapa Allah selalu memesankan kepada kita hal tersebut?
Tafsir Al-Quran, Surat Yunus Ayat 74-78
Ayat ke 74-75
ثُمَّ بَعَثْنَا مِنْ بَعْدِهِ رُسُلًا إِلَى قَوْمِهِمْ فَجَاءُوهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَمَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا بِمَا كَذَّبُوا بِهِ مِنْ قَبْلُ كَذَلِكَ نَطْبَعُ عَلَى قُلُوبِ الْمُعْتَدِينَ (74) ثُمَّ بَعَثْنَا مِنْ بَعْدِهِمْ مُوسَى وَهَارُونَ إِلَى فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ بِآَيَاتِنَا فَاسْتَكْبَرُوا وَكَانُوا قَوْمًا مُجْرِمِينَ (75)
Artinya:
Kemudian sesudah Nuh, Kami utus beberapa rasul kepada kaum mereka (masing-masing), maka rasul-rasul itu datang kepada mereka dengan membawa keterangan-keterangan yang nyata, tetapi mereka tidak hendak beriman karena mereka dahulu telah (biasa) mendustakannya. Demikianlah Kami mengunci mati hati orang-orang yang melampaui batas. (10: 74)
Kemudian sesudah rasul-rasul itu, Kami utus Musa dan Harun kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya, dengan (membawa) tanda-tanda (mukjizat-mukjizat) Kami, maka mereka menyombongkan diri dan mereka adalah orang-orang yang berdosa. (10: 75)
Kedua ayat ini menyinggung Sunnatullah mengenai pengutusan para nabi untuk memberi bimbingan dan petunjuk kepada masyarakat. Dua ayat ini mengatakan, "Semua nabi adalah utusan Allah yang didukung dengan mukjizat guna membenarkan risalah yang dibawanya dari sisi Allah. Tapi patut diketahui bahwa tanpa menunjukkan mukjizat, masyarakat juga memahami kebenaran mereka. Sayangnya mereka tidak siap menerimanya, bahkan terus melakukan kerusakan dan dosa. Akhirnya Allah menurunkan azab-Nya dengan banjir besar dan mereka semua binasa, kecuali orang-orang yang beriman kepada Nabi Nuh as.
Nasib orang-orang Kafir dan Musyrikin begitu jelas. Setelah Nabi Nuh as, Allah Swt telah mengutus para nabi seperti Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Hud, Nabi Saleh, Nabi Ya'qub dan Nabi Yusuf untuk membimbing dan memberi petunjuk kepada masyarakat. Akan tetapi dikarenakan sikap keras kepala dan acuh tak acuhnya masyarakat telah mengakibatkan mereka tidak siap meninggalkan jalan kesalahan dan menyimpang, sehingga mereka tidak mau beriman. Meskipun Nabi Musa as termasuk Nabi besar dan Ulul Azmi bersama saudaranya yaitu Nabi Harun datang di sisi Fir'aun untuk mengajak raja arogan itu untuk menyembah Allah Swt. Namun Fir'aun dan para pemuka kaumnya justru takabur dan sombong di hadapan seruan Allah yang membuat mereka enggan menerima kebenaran.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Allah Swt dari satu sisi telah mengutus para nabi untuk memberi petunjuk dan hidayah kepada masyarakat. Dari sisi lain manusia tetap memiliki ikhtiyar untuk memilih jalannya sendiri dan bukan terpaksa menerima agama.
2. Berjuang melawan taghut dan penguasa zalim merupakan program utama para nabi. Sebagaimana Nabi Musa as pada awal dakwah dan seruannya pergi kepada Fir'aun dan mengajaknya untuk mengikuti agama Allah.
Ayat ke 76-77
فَلَمَّا جَاءَهُمُ الْحَقُّ مِنْ عِنْدِنَا قَالُوا إِنَّ هَذَا لَسِحْرٌ مُبِينٌ (76) قَالَ مُوسَى أَتَقُولُونَ لِلْحَقِّ لَمَّا جَاءَكُمْ أَسِحْرٌ هَذَا وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُونَ (77)
Artinya:
Dan tatkala telah datang kepada mereka kebenaran dari sisi Kami, mereka berkata: "Sesungguhnya ini adalah sihir yang nyata". (10: 76)
Musa berkata: "Apakah kamu mengatakan terhadap kebenaran waktu ia datang kepadamu, sihirkah ini?" padahal ahli-ahli sihir itu tidaklah mendapat kemenangan".(10: 77)
Salah satu cara yang ditempuh oleh para penentang nabi, khususnya para pembesar kaum Kafir dan Musyrikin yaitu melancarkan tuduhan terhadap para nabi dan pemimpin Ilahi. Karena berdasarkan ayat-ayat al-Quran, hampir semua para nabi utusan Allah telah mereka tuduh sebagai tukang sihir dan sulap. Melalui cara ini mereka dapat mengenalkan dan mempromosikan kepada masyarakat bahwa mukjizat para nabi sejenis tipuan yang memperdaya manusia. Karenanya para nabi mereka sebut sebagai para pembohong yang hanya ingin mencari keuntungan sendiri.
Sementara Fir'aun ketika berhadapan dengan logika kebenaran dan gamblang dari Nabi Musa as, segera memerintahkan kepada tukang-tukang sihirnya untuk berkumpul dan melakukan adu ketangkasan menghadapi Musa. Padahal logika dan argumentasi Nabi as ialah hingga saat ini belum pernah mereka saksikan, apakah beliau tukang sihir dan penyulap? Saat itu Nabi Musa as telah menyampaikan seruan kebenaran dan untuk menguatkan hal tersebut beliau mengeluarkan mujizat sebagai buktinya. Apakah hal itu berartyi beliau tukang sihir? Beliau mengatakan bila ucapannya dianggap sebagai sihir, itu sebenarnya hanya cara mereka untuk melarikan diri dari kebenaran.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para pemimpin agama dalam masyarakat harus mengetahui bahwa mereka senantiasa bersama kelompok masyarakat yang menentang mereka. Bahkan pernyataan dan seruan kebenaran mereka dianggap sebagai kebatilan.
2. Sumber keingkaran terhadap kebenaran dan tuduhan yang tidak berdasar kepada orang-orang suci sepanjang sejarah, merupakan semangat yang digerakkan untuk mencudangi kebenaran oleh suatu kelompok manusia. Hal tersebut bukan menujukkan lemahnya logika dan argumen para nabi.
Ayat ke 78
قَالُوا أَجِئْتَنَا لِتَلْفِتَنَا عَمَّا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آَبَاءَنَا وَتَكُونَ لَكُمَا الْكِبْرِيَاءُ فِي الْأَرْضِ وَمَا نَحْنُ لَكُمَا بِمُؤْمِنِينَ (78)
Artinya:
Mereka berkata: "Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami dari apa yang kami dapati nenek moyang kami mengerjakannya, dan supaya kamu berdua mempunyai kekuasaan di muka bumi? Kami tidak akan mempercayai kamu berdua". (10: 78)
Sebagian besar dari masyarakat tetap menghormati dan berpegang teguh kepada nenek moyang dan para pendahulu mereka. Mereka enggan untuk melepaskan berbagai keyakinan dan adat istiadat nenek moyangnya. Mereka menyangka apa saja yang telah diujarkan oleh orang-orang terdahulu itu benar dan tak seorang pun berhak bersuara menentang pernyataan tersebut. Padahal menghormati nenek moyang dengan cara buta serta tidak segan-segan mau berkorban untuk mempertahankan pemikiran dan keyakinan mereka merupakan perbuatan ekstrim yang tidak pada tempatnya. Hal itu menunjukkan sikap keras kepala tanpa menggunakan logika dengan tetap berpegang teguh pada pernyataan orang-orang terdahulu. Tentu saja perbuatan ini tidak benar. Para penentang nabi juga tetap dengan logika bahwa orang tua kita penyembah patung berhala, maka kamipun tidak bersedia mendengar dan menerima seruan kebenaran itu.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Taklid buta dengan mengikuti orang-orang tua terdahulu, serta ekstrim terhadap keyakinan menyimpang mereka, merupakan unsur terpenting penentangan masyarakat terhadap ajaran suci para nabi.
2. Menjaga warisan kebudayaan orang-orang terdahulu dengan mengikuti berbagai keyakinan mereka yang keliru dan menyimpang itu berbeda. Karena meski dewasa ini kita menjaga piramida Fir'aun di Mesir, akan tetapi sikap dan tingkah laku zalim serta pemikiran Fir'aun yang tidak benar, dengan mengaku dirinya sebagai Tuhan, tidak akan diterima dan ditiru oleh masyarakat.
Tafsir Al-Quran, Surat Yunus Ayat 68-73
Ayat ke 68-70
قَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ هُوَ الْغَنِيُّ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ إِنْ عِنْدَكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ بِهَذَا أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (68) قُلْ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ (69) مَتَاعٌ فِي الدُّنْيَا ثُمَّ إِلَيْنَا مَرْجِعُهُمْ ثُمَّ نُذِيقُهُمُ الْعَذَابَ الشَّدِيدَ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ (70)
Artinya:
Mereka (orang-orang Yahudi dan Nasrani) berkata: "Allah mempuyai anak". Maha Suci Allah; Dialah Yang Maha Kaya; kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan apa yang di bumi. Kamu tidak mempunyai hujjah tentang ini. Pantaskah kamu mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui? (10: 68)
Katakanlah: "Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidak beruntung". (10: 69)
(Bagi mereka) kesenangan (sementara) di dunia, kemudian kepada Kami-lah mereka kembali, kemudian Kami rasakan kepada mereka siksa yang berat, disebabkan kekafiran mereka. (10: 70)
Salah satu akidah yang menyimpang di tengah-tengah kaum tempo dulu, bahkan sekarang adalah mereka menetapkan dan menganggap bahwa Tuhan memiliki anak-anak. Mereka orang-orang Musyrik juga menyebut bahwa para malaikat itu adalah putri-putri Tuhan. Dalam periode sejarah kaum Yahudi, mereka menyebut Nabi Uzair as sebagai anak Allah. Sementara orang-orang Kristen menyebut bahwa Nabi Isa al-Masih juga anak Allah. Padahal mereka mengerti bahwa pertama, Allah tidak memiliki istri, bagaimana Dia bisa mempunyai anak. Kedua, Allah tidak memerlukan anak. Ketiga, barangsiapa yang diciptakan tentu tidak bisa menjadi anak Tuhan. Karena anak adalah jenis keturunan ayah dan ibu, sementara Allah tidak memiliki sejenis-Nya. Al-Quran dalam menghadapi pernyataan-pernyataan yang batil dan tidak berdasar ini mengatakan, "Mereka yang berbicara demikian harus membuktikan dakwaan dan pernyataan mereka, sedang kelak pada Hari Kiamat dikarenakan berbohong dan mengada-adakan terhadap Allah akan mendapatkan balasan dan siksaan yang pedih.
Dari tiga ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Allah Swt adalah satu-satunya zat yang tidak memiliki kekhawatiran apapun, sehingga untuk mengatasi hal tersebut perlu harus menetapkan anak. Padahal Dia samasekali tidak memerlukan bantuan hingga menetapkan seseorang pembantu, dan guna melestarikan jenis dan zat-Nya juga perlu anak. Maha Suci Allah, Dia tidak memerlukan sesuatu apapun.
2. Apabila kita mempertimbangkan batas-batas minimal dan sementara dunia dengan azab siksaan pedih dan seterusnya pada Hari Kiamat, maka sudah pasti kita harus berusaha menjauhi berbagai pernyataan dan perbuatan jelek.
Ayat ke 71
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ نُوحٍ إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ إِنْ كَانَ كَبُرَ عَلَيْكُمْ مَقَامِي وَتَذْكِيرِي بِآَيَاتِ اللَّهِ فَعَلَى اللَّهِ تَوَكَّلْتُ فَأَجْمِعُوا أَمْرَكُمْ وَشُرَكَاءَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُنْ أَمْرُكُمْ عَلَيْكُمْ غُمَّةً ثُمَّ اقْضُوا إِلَيَّ وَلَا تُنْظِرُونِ (71)
Artinya:
Dan bacakanIah kepada mereka berita penting tentang Nuh di waktu dia berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, jika terasa berat bagimu tinggal (bersamaku) dan peringatanku (kepadamu) dengan ayat-ayat Allah, maka kepada Allah-lah aku bertawakal, karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku). Kemudian janganlah keputusanmu itu dirahasiakan, lalu lakukanlah terhadap diriku, dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku. (10: 71)
Nabi Nuh as termasuk jajaran nabi besar Ilahi, yang selama bertahun-tahun berdakwa menyru kaumnya ke jalan Allah. Sekalipun demikia, hanya sejumlah kecil saja dari kaumnya yang beriman kepadanya, sedangkan kebanyakan dari mereka tetap kufur dan syirik. Ayat-ayat ini telah diturunkan di Mekah guna memberi ketabahan kepada orang-orang Mumin yang hidup dalam kesulitan dan kesempitan. Dengan bantuan Allah kalian beriman kepada-Nya, dan karena itu, ketahuilah bahwa Tuhan akan membantu kalian. Sementara Nabi Nuh as tetap berdiri kukuh bagaikan batu cadas dalam menghadapi berbagai ancaman dan konspirasi para penentang. Beliau berkata, "Kalian semua bersatulah! Bila kalian ingin memutuskan sesutu mengenai aku, maka kalian ambillah. Akan tetapi ketahuilah bahwa aku bertawakal kepada Allah dan bersandar kepada kekuatan-Nya."
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sejarah tempo dulu mengindikasikan bertahan dan lestarinya kebenaran di tengah-tengah kebatilan yang musnah. Karena itu dengan mengenal sejarah masalalu akan menjadi pelita buat masa depan.
2. Iman kepada Allah dan Islam merupakan unsur terbesar resistensi para nabi di hadapan para penentang, sehingga syahadah di jalan realisasi tujuan tidak menjadi suatu yang menakutkan.
Ayat ke 72-73
فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَمَا سَأَلْتُكُمْ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى اللَّهِ وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ (72) فَكَذَّبُوهُ فَنَجَّيْنَاهُ وَمَنْ مَعَهُ فِي الْفُلْكِ وَجَعَلْنَاهُمْ خَلَائِفَ وَأَغْرَقْنَا الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُنْذَرِينَ (73)
Artinya:
Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikitpun dari padamu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka, dan aku disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepada-Nya)". (10: 72)
Lalu mereka mendustakan Nuh, maka Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka perhatikanlah bagaimana kesesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu. (10: 73)
Para nabi Allah yang hidup dalam rangka menyeru umat manusia ke jalan Allah, mereka tidak hanya mempertaruhkan jiwa dan raga, namun segala bentuk kesulitan dan bahayapun tetap nyawa sebagai taruhannya. Mereka bahkan menutup mata dari harta dan kekayaan dunia dan samasekali mereka tidak menunggu balasan dari masyarakat. Karena itu mereka dengan terang-terangan mengatakan, "Janganlah kalian menyangka, bila kalian tidak beriman kepada kami, lalu hal itu akan membahayakan kami! karena kami juga tidak menjajikan balasan dan pahala, namun kami hanyalah melaksanakan apa yang telah diperintahkan kepada kami." Lanjutan ayat-ayat tersebut menyinggung akhir perbuatan orang-orang yang menentang dengan mengatakan, "Dengan turunnya azab Allah berupa taufan besar dan banjir yang melanda seluruh tempat dan kawasan dunia, hanya orang-orang yang bersama Nabi Nuh as dalam bahteranya yang selamat. Mereka menjadi pewaris bumi ini sedang akibat dari orang-orang yang tidak menerima peringatan dan seruan Nabi Nuh musnah terkena azab ilahi."
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Barangsiapa yang berhasil dalam melaksanakan tabligh Islam dan menyeru masyarakat kepada jalan Allah, maka jangan menanti imbalan materi dari manusia.
2. Iman kepada Allah dan komitmen di jalan tersebut dapat menyebabkan keselamatan dari dominasi kaum kafir dan kokohnya pemerintahan hak di muka bumi.
Tafsir Al-Quran, Surat Yunus Ayat 62-67
Ayat ke 62-64
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (62) الَّذِينَ آَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ (63) لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآَخِرَةِ لَا تَبْدِيلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (64)
Artinya:
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (10: 62)
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. (10: 63)
Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar. (10: 64)
Dalam beberapa pelajaran sebelumnya, telah dikaji bersama mengenai keadaan orang-orang Musyrik dan mereka yang tidak beriman kepada Allah. Ketiga ayat ini menjelaskan keadaan orang-orang Mukmin dan ahli takwa yang sebenarnya. Dalam ayat-ayat ini dilakukan perbandingan antara dua kelompok ini agar manusia dapat mengetahui mana jalan kebenaran dan kesesatan. Ketenangan jiwa, jauh dari kesedihan merupakan nikmat terbesar dan modal terpenting yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada para wali-Nya. Mereka yang telah berhasil menyingkirkan penghalang-penghalang dosa dan kejelekan, berarti telah mendekati sumber mata air kejernihan dan kebersihan yaitu Allah Swt. Dalam istilah al-Quran mereka disebut golongan wali Allah.
Sudah barangtentu orang-orang semacam ini senantiasa memperoleh berita gembira dari Allah dan hatinya meresapi kabar itu. Karena itu mereka tidak pernah dilanda keraguan ataupun lemah dalam melaksanakan kewajiban. Nabi Muhammad Saw bersabda, "Para wali Allah ketika diam dalam keadaan berzikir, ketika melihat mereka mengambil pelajaran, saat berbicara mereka menebar hikmah dan ketika berbuat maka Allah akan menurunkan berkah-Nya."
Imam Ali bin Abi Thalib as berkata, "Jangan sekali-kali menghina dan meremehkan orang lain. Karena sesungguhnya Allah telah menyebarkan para wali-Nya yang tersembunyi di tengah-tengah masyarakat. Karena siapa tahu seseorang itu termasuk dari mereka, padahal kalian tidak mengetahui.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Barangsiapa yang hatinya takut dan khawatir kepada Allah, pastilah dia tidak pernah takut kepada seseorang.
2. Iman tanpa diikuti dengan takwa adalah kontra produktif. Karena itu orang mukmin harus senantiasa menjauhkan diri dari dosa dan kejahatan.
3. Seseorang yang memperoleh kebahagiaan, pastilah berada dalam naungan iman dan takwa. Mereka akan berbahagia baik di dunia maupun di akhirat.
Ayat ke 65-66
وَلَا يَحْزُنْكَ قَوْلُهُمْ إِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (65) أَلَا إِنَّ لِلَّهِ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَتَّبِعُ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ شُرَكَاءَ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ (66)
Artinya:
Janganlah kamu sedih oleh perkataan mereka. Sesungguhnya kekuasaan itu seluruhnya adalah kepunyaan Allah. Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (10: 65)
Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi. Dan orang-orang yang menyeru sekutu-sekutu selain Allah, tidaklah mengikuti (suatu keyakinan). Mereka tidak mengikuti kecuali prasangka belaka, dan mereka hanyalah menduga-duga. (10: 66)
Musyrikin Mekah telah memberi julukan yang tidak pada tempat kepada Nabi Muhammad Saw. Terkadang mereka menyebut Nabi sebagai penyair, ahli ramal, tukang sihir dan sampai disebutnya pula dengan orang gila. Mereka mengatakan, "Pernyataan-pernyataan semacam ini juga mereka ajarkan kepada yang lainnya. Sehingga tidak jarang mereka juga menyebutnya sebagai tanda solidaritas dan menyamakan diri, meski hal tersebut tidak memiliki konsesi. Sementara Allah Swt dalam menghadapi pernyataan yang tidak berdasar ini telah membekali Nabi-Nya dengan hati yang kuat dan tabah dan mengatakan, "Kehendak Allah dalam hal ini adalah bahwa kalian dan para sahabat kalian hendaknya menjadi orang-orang yang mulia dan tidak memerlukan sesuatu dari mereka, sehingga mereka tidak akan mampu melakukan perbuatan apapaun terhadap kehendak Allah ini. Karena itu hendaknya seluruh kalian tetap di bawah pengaturan dan kekuasaan Allah, sedang mereka yang juga pergi ke jalan yang bukan jalan Allah, mereka sendiri tidak bisa berbuat apapun, apalagi berhala-berhala sesembahan hayal mereka bisa berbuat sesuatu untuk mencegah segala kemungkinan ataupun bisa menyelamatkan mereka."
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Salah satu dari program musuh yaitu dengan melakukan teror terhadap para pemimpin agama, akan tetapi Allah berjanji bahwa upaya dan usaha yang mereka lakukan itu tidak akan pernah berhasil.
2. Janganlah kalian menyangka bahwa mereka yang pergi menuju jalan yang bukan jalan Tuhan itu memiliki logika dan argumentasi yang kuat. Karena itu kokoh, berkomitmen-lah dan ketahuilah bahwa hanya Allah yang Maha Benar.
Ayat ke 67
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَالنَّهَارَ مُبْصِرًا إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَسْمَعُونَ (67)
Artinya:
Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat padanya dan (menjadikan) siang terang benderang (supaya kamu mencari karunia Allah). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mendengar. (10: 67)
Ayat sebelumnya menyinggung mengenai kekuasaan mutlak Allah Swt di alam semesta ini. Ayat ini juga berbicara mengenai pengelolaan Tuhan yang bijaksana, dengan mengatur sistem siang dan malam yang menunjukkan salah satu karya Allah dan kekuasaan-Nya. Dalam berbagai ayat al-Quran telah dijelaskan bahwa malam dimaksudkan agar manusia bisa beristirahat dan memperoleh ketenangan. Sudah barangtentu ketenangan tubuh manusia dengan tidur dan istirahat mungkin bisa mengembalikan ketenangan jiwa dan ruhnya. Dengan melakukan doa dan munajat kepada Allah khususnya di tengah malam yang sunyi dapat memberikan ketenangan pada jiwa manusia itu. Sementara siang, dapat manusia gunakan untuk bekerja dan berusaha untuk memenuhi keperluan hidupnya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sistem dan undang-undang alam semesta, bukanlah kebetulan terjadi, akan tetapi ia telah ditentukan dan diatur berdasarkan program dan tujuan yang pasti.
2. Mendengarkan berbagai ayat Allah, nasehat serta seruan para pemimpin dan nabi dapat menghantarkan manusia kepada pengenalan tanda-tanda ilmu, kekuasaan dan kebijaksanaan Allah Swt.
Tafsir Al-Quran, Surat Yunus Ayat 57-61
Ayat ke 57-58
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ (57) قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ (58)
Artinya:
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (10: 57)
Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan". (10: 58)
Ruh manusia, sebagaimana tubuhnya, mengalami gangguan dan penyakit-penyakit. Oleh karenanya ia juga memerlukan perawatan dan pengobatan. Berbagai penyakit yang biasa terjadi pada ruh dan jiwa manusia seperti takabur, berbangga diri, bakhil, hasud dan riya. Bila penyakit ini menyerang jiwa manusia dan tidak segera diobati, maka ia bisa mengakibatkan kekufuran dan nifak, sehingga manusia bisa melenceng dari jalan petunjuk dan hidayat. Sementara al-Quran dengan berbagai peringatan dan janjinya dapat mencegah manusia dari melakukan berbagai perbuatan jahat dan dosa.
Dari sisi lain, kitab suci ini memberikan keterangan dan penjelasan mengenai kufur dan azab Ilahi guna dapat memantik pengertian dan kesadaran manusia, sehingga jiwa dan ruhnya menjadi bersih. Dengan demimian diharapkan manusia terjauhkan dari melakukan kejahatan dan dosa. Sudah barang tentu jiwa dan ruh yang sehat, bersih dan suci dapat memudahkan jalan untuk mendapatkan petunjuk dan rahmat Allah. Oleh karena itu, Allah Swt berkata kepada Nabi-Nya agar menyampaikan kepada orang-orang Mukminin, Sebaik-baik investasi dan sesuatu yang mereka kumpulkan adalah iman kepada kitab suci Allah, mengikuti ajaran dan petunjuknya, dan hendaknya hati mereka bergembira atas nikmat besar, dan sekali-kali bukan dengan membanggakan kekayaan dunia yang menumpuk."
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Al-Quran adalah sebaik-baik obat untuk menyembuhkan hati, jiwa dan ruh yang sakit.
2. Untuk menyembuhkan penyakit dan berbagai problema baik individu maupun sosial dewasa ini, manusia harus mengkaji dan merenungi kitab suci Al-Quran.
3. Al-Quran merupakan harta karun yang lebih baik dari segala kekayaan dunia. Orang miskin yang sebenarnya adalah orang yang tidak mendapatkan dan mengenyam pendidikan kitab suci Ilahi ini, sekalipun ia memiliki seluruh harta dunia. Sebaliknya, orang yang kaya adalah orang yang hidupnya bersama l-Quran, sekalipun secara lahiriah ia dalam kesempitan dan tidak mempunyai uang.
Ayat ke 59-60
قُلْ أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ لَكُمْ مِنْ رِزْقٍ فَجَعَلْتُمْ مِنْهُ حَرَامًا وَحَلَالًا قُلْ آَللَّهُ أَذِنَ لَكُمْ أَمْ عَلَى اللَّهِ تَفْتَرُونَ (59) وَمَا ظَنُّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَشْكُرُونَ (60)
Artinya:
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal". Katakanlah: "Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?" (10: 59)
Apakah dugaan orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah pada hari kiamat? Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukuri(nya).(10: 60)
Pada ayat-ayat sebelumnya telah disinggung mengenai hidayah, petunjuk dan rahmat al-Quran. Kedua ayat ini mengatakan, "Adapun mereka yang memisahkan diri dari ajaran al-Quran, maka mereka akan terjatuh kedalam perangkap khurafat dan undang-undang yang tidak berdasar. Dengan itu mereka akan menghadapi kesulitan yang pada gilirannya hal tersebut merupakan unsur yang menimbulkan kesulitan dan problema kehidupan ini. Dalam ayat-ayat al-Quran yang lain juga menyebutkan, kaum Musyrikin terkadang tidak makan dari hasil binatang piaraan atau pertanian mereka dan menjadikannya nazar untuk berhala yang mereka sembah.
Kedua ayat ini mengatakan, "Suatu hari kalian menggunakan nama Tuhan untuk menentukan hal yang halal dan haram, padahal kalian tidak mendapat izin dari Allah untuk melakukan hal itu. Karena tindakan yang kalian itu adalah kebohongan, maka hal itu juga harus kalian pertanggungjawabkan di Hari Kiamat." Lanjutan kedua ayat ini mengatakan, "Nikmat-nikmat Allah yang dianugerahkan kepada manusia sebagai pertanda kemurahan dan kasih sayang Allah. Akan tetapi kebanyakan mereka tidak bisa berterima kasih atas semua nikmat itu. Lebih buruk lagi mereka membuat-buat hukum khurafat yang tidak berdasar dan akhirnya mereka justru dijauhkan dari nikmat-nikmat ini.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Allah Swt pemilik berbagai anugerah dan nikmat. Karena itu Dia adalah Zat yang berhak menentukan halal dan haram, bukan manusia yang melakukan sesuatu berdasarkan keinginannya sendiri.
2. Menentukan syariat dan undang-undang ada di tangan Allah.Kkarena itu setiap undang-undang yang bertentangan dengan undang-undang Allah adalah bidah dan tidak ada artinya.
Ayat ke 61
وَمَا تَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَا تَتْلُو مِنْهُ مِنْ قُرْآَنٍ وَلَا تَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلَّا كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ وَمَا يَعْزُبُ عَنْ رَبِّكَ مِنْ مِثْقَالِ ذَرَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَلَا أَصْغَرَ مِنْ ذَلِكَ وَلَا أَكْبَرَ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ (61)
Artinya:
Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (10: 61)
Ayat ini menyinggung betapa Ilmu Allah Swt sangat luas dan tidak terbatas. Ilmu allah mencakup semua keadaan dan perbuatan manusia, bahkan semua atom dan molekul terkecil apapun tercakup dalam pengetahuan-Nya. Perkara ini telah tercatat dalam Lauh Mahfudz. Karena itu tidak saja Allah Swt yang dapat menyaksikan hal-hal tersebut, tetapi juga para malaikat-Nya dapat menyaksikan dan mencatat hal-hal tersebut.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pemikiran, pernyataan serta amal perbuatan kita selalu disaksikan oleh Allah dan para malaikat-Nya. Bagi mereka hal tersebut bukanlah sesuatu yang tersembunyi.
2. Di sisi Allah, bumi dan langit, besar ataupun kecil, tidak ada bedanya. Karena Ilmu Allah mencakup segala sesuatu dan terhadap segala sesuatu adalah sama.
3. Bukan saja manusia biasa, akan tetapi para nabi pun di bawah pemantauan Tuhan dan Allah menjadi saksi atas amal perbuatan mereka.
4. Dunia selalu di bawah pemantauan Allah. Bila Dia memberi batas waktu kepada kita, namun tidak menunda diturunkannya siksa dan azab, maka hal ini justru menunjukkan kebodohan dan kealpaan Tuhan dalam berbagai pekerjaan kita. Namun kenyataannya tidak demikian. Yakni, Allah memberi kesempatan kepada hamba-Nya untuk bertaubat. Hal ini menunjukkankemuliaan dan kebijaksanaan Allah.
Tafsir Al-Quran, Surat Yunus 57-61
Ayat ke 57-58
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ (57) قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ (58)
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (10: 57)
Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan". (10: 58)
Ruh manusia, sebagaimana tubuhnya, mengalami gangguan dan penyakit-penyakit. Oleh karenanya ia juga memerlukan perawatan dan pengobatan. Berbagai penyakit yang biasa terjadi pada ruh dan jiwa manusia seperti takabur, berbangga diri, bakhil, hasud dan riya. Bila penyakit ini menyerang jiwa manusia dan tidak segera diobati, maka ia bisa mengakibatkan kekufuran dan nifak, sehingga manusia bisa melenceng dari jalan petunjuk dan hidayat. Sementara al-Quran dengan berbagai peringatan dan janjinya dapat mencegah manusia dari melakukan berbagai perbuatan jahat dan dosa.
Dari sisi lain, kitab suci ini memberikan keterangan dan penjelasan mengenai kufur dan azab Ilahi guna dapat memantik pengertian dan kesadaran manusia, sehingga jiwa dan ruhnya menjadi bersih. Dengan demimian diharapkan manusia terjauhkan dari melakukan kejahatan dan dosa. Sudah barang tentu jiwa dan ruh yang sehat, bersih dan suci dapat memudahkan jalan untuk mendapatkan petunjuk dan rahmat Allah. Oleh karena itu, Allah Swt berkata kepada Nabi-Nya agar menyampaikan kepada orang-orang Mukminin, Sebaik-baik investasi dan sesuatu yang mereka kumpulkan adalah iman kepada kitab suci Allah, mengikuti ajaran dan petunjuknya, dan hendaknya hati mereka bergembira atas nikmat besar, dan sekali-kali bukan dengan membanggakan kekayaan dunia yang menumpuk."
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Al-Quran adalah sebaik-baik obat untuk menyembuhkan hati, jiwa dan ruh yang sakit.
2. Untuk menyembuhkan penyakit dan berbagai problema baik individu maupun sosial dewasa ini, manusia harus mengkaji dan merenungi kitab suci Al-Quran.
3. Al-Quran merupakan harta karun yang lebih baik dari segala kekayaan dunia. Orang miskin yang sebenarnya adalah orang yang tidak mendapatkan dan mengenyam pendidikan kitab suci Ilahi ini, sekalipun ia memiliki seluruh harta dunia. Sebaliknya, orang yang kaya adalah orang yang hidupnya bersama l-Quran, sekalipun secara lahiriah ia dalam kesempitan dan tidak mempunyai uang.
قُلْ أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ لَكُمْ مِنْ رِزْقٍ فَجَعَلْتُمْ مِنْهُ حَرَامًا وَحَلَالًا قُلْ آَللَّهُ أَذِنَ لَكُمْ أَمْ عَلَى اللَّهِ تَفْتَرُونَ (59) وَمَا ظَنُّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَشْكُرُونَ (60)
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal". Katakanlah: "Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?" (10: 59)
Apakah dugaan orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah pada hari kiamat? Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukuri(nya).(10: 60)
Pada ayat-ayat sebelumnya telah disinggung mengenai hidayah, petunjuk dan rahmat al-Quran. Kedua ayat ini mengatakan, "Adapun mereka yang memisahkan diri dari ajaran al-Quran, maka mereka akan terjatuh kedalam perangkap khurafat dan undang-undang yang tidak berdasar. Dengan itu mereka akan menghadapi kesulitan yang pada gilirannya hal tersebut merupakan unsur yang menimbulkan kesulitan dan problema kehidupan ini. Dalam ayat-ayat al-Quran yang lain juga menyebutkan, kaum Musyrikin terkadang tidak makan dari hasil binatang piaraan atau pertanian mereka dan menjadikannya nazar untuk berhala yang mereka sembah.
Kedua ayat ini mengatakan, "Suatu hari kalian menggunakan nama Tuhan untuk menentukan hal yang halal dan haram, padahal kalian tidak mendapat izin dari Allah untuk melakukan hal itu. Karena tindakan yang kalian itu adalah kebohongan, maka hal itu juga harus kalian pertanggungjawabkan di Hari Kiamat." Lanjutan kedua ayat ini mengatakan, "Nikmat-nikmat Allah yang dianugerahkan kepada manusia sebagai pertanda kemurahan dan kasih sayang Allah. Akan tetapi kebanyakan mereka tidak bisa berterima kasih atas semua nikmat itu. Lebih buruk lagi mereka membuat-buat hukum khurafat yang tidak berdasar dan akhirnya mereka justru dijauhkan dari nikmat-nikmat ini.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Allah Swt pemilik berbagai anugerah dan nikmat. Karena itu Dia adalah Zat yang berhak menentukan halal dan haram, bukan manusia yang melakukan sesuatu berdasarkan keinginannya sendiri.
2. Menentukan syariat dan undang-undang ada di tangan Allah.Kkarena itu setiap undang-undang yang bertentangan dengan undang-undang Allah adalah bidah dan tidak ada artinya.
وَمَا تَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَا تَتْلُو مِنْهُ مِنْ قُرْآَنٍ وَلَا تَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلَّا كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ وَمَا يَعْزُبُ عَنْ رَبِّكَ مِنْ مِثْقَالِ ذَرَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَلَا أَصْغَرَ مِنْ ذَلِكَ وَلَا أَكْبَرَ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ (61)
Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (10: 61)
Ayat ini menyinggung betapa Ilmu Allah Swt sangat luas dan tidak terbatas. Ilmu allah mencakup semua keadaan dan perbuatan manusia, bahkan semua atom dan molekul terkecil apapun tercakup dalam pengetahuan-Nya. Perkara ini telah tercatat dalam Lauh Mahfudz. Karena itu tidak saja Allah Swt yang dapat menyaksikan hal-hal tersebut, tetapi juga para malaikat-Nya dapat menyaksikan dan mencatat hal-hal tersebut.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pemikiran, pernyataan serta amal perbuatan kita selalu disaksikan oleh Allah dan para malaikat-Nya. Bagi mereka hal tersebut bukanlah sesuatu yang tersembunyi.
2. Di sisi Allah, bumi dan langit, besar ataupun kecil, tidak ada bedanya. Karena Ilmu Allah mencakup segala sesuatu dan terhadap segala sesuatu adalah sama.
3. Bukan saja manusia biasa, akan tetapi para nabi pun di bawah pemantauan Tuhan dan Allah menjadi saksi atas amal perbuatan mereka.
4. Dunia selalu di bawah pemantauan Allah. Bila Dia memberi batas waktu kepada kita, namun tidak menunda diturunkannya siksa dan azab, maka hal ini justru menunjukkan kebodohan dan kealpaan Tuhan dalam berbagai pekerjaan kita. Namun kenyataannya tidak demikian. Yakni, Allah memberi kesempatan kepada hamba-Nya untuk bertaubat. Hal ini menunjukkankemuliaan dan kebijaksanaan Allah.
Tafsir Al-Quran, Surat Yunus 50-56
Ayat ke 50-51
قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَتَاكُمْ عَذَابُهُ بَيَاتًا أَوْ نَهَارًا مَاذَا يَسْتَعْجِلُ مِنْهُ الْمُجْرِمُونَ (50) أَثُمَّ إِذَا مَا وَقَعَ آَمَنْتُمْ بِهِ آَلْآَنَ وَقَدْ كُنْتُمْ بِهِ تَسْتَعْجِلُونَ (51)
Artinya:
Katakanlah: "Terangkan kepadaku, jika datang kepada kamu sekalian sikaaan-Nya di waktu malam atau di siang hari, apakah orang-orang yang berdosa itu meminta disegerakan juga?" (10: 50)
Kemudian apakah setelah terjadinya (azab itu), kemudian itu kamu baru mempercayainya? Apakah sekarang (baru kamu mempercayai), padahal sebelumnya kamu selalu meminta supaya disegerakan? (10: 51)
Ayat-ayat ini merupakan jawaban dari pernyataan kelompok yang mengingkari hari kebangkitan atau Ma'ad. Mereka mengatakan, "Kapan akan diberlakukan sanksi dan siksaan Allah? Nabi Muhammad Saw) diutus diantaranya dalam rangka menjawab pertanyaan mereka, yaitu apakah kalian yang berkeinginan agar turunnya azab itu dipercepat! Apabila turunnya azab dan siksa itu datang dengan tiba-tiba di waktu siang atau malam, lalu apa yang mesti kalian lakukan! Apakah kalian memiliki jalan untuk melarikan diri? Atau apakah kalian memiliki kekuatan untuk menahan atau mencegah azab tersebut? Apabila kalian juga masih menyangka bahwa dengan menyaksikan tanda-tanda azab dan siksaan, kalian akan beriman? Kalian betul-betul terjebak dalam hayalan yang batil. Karena dengan turunnya azab, maka pintu-pintu taubat sudah tertutup, sedang iman dalam kondisi seperti ini tidak ada pengaruhnya."
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Semestinya orang-orang jahat dan pendosa tidak perlu yakin akan turunnya azab, tapi hanya dengan kemungkinan turunnya azab sudah cukup untuk waspada dalam perbuatan mereka.
2. Menyatakan beriman di saat berbahaya tidak ada artinya. Karena keimanan yang semacam itu muncul dari ketakutan dan samasekali bukan menunjukkan yakin secara ikhtiyar.
Ayat ke 52
ثُمَّ قِيلَ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا ذُوقُوا عَذَابَ الْخُلْدِ هَلْ تُجْزَوْنَ إِلَّا بِمَا كُنْتُمْ تَكْسِبُونَ (52)
Kemudian dikatakan kepada orang-orang yang zalim (musyrik) itu: "Rasakanlah olehmu siksaan yang kekal; kamu tidak diberi balasan melainkan dengan apa yang telah kamu kerjakan". (10: 52)
Dalam ayat-ayat sebelumnya telah disinggung pernyataan mengenai siksaan dan balasan Ilahi di dunia ini dengan cara diturunkannya siksaan terhadap para pendosa secara tiba-tiba. Sementara dalam ayat ini disebutkan mengenai siksa bagi orang-orang yang jahat dan pendosa pada Hari Kiamat, sebagaimana mereka telah melakukan kejahatan tersebut terhadap sesamanya. Mereka sendiri tidak mau berhenti dari berbuat kejahatan, sehingga mereka akan mendapatkan azab dan siksaan yang sangat pedih untuk selamanya. Dasar pemberian siksaan Ilahi itu tergantungkan pada amal perbuatan manusia sewaktu di dunia. Begitu pula mereka dalam menghadapi kejahatan yang telah mengkristal senantiasa akan merasa tersiksa.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam kebudayaan Islam, kezaliman tidak hanya terhadap orang-orang lain, akan tetapi yang namanya dosa bukan terbatas pada kezaliman. Karena berbuat zalim terhadap diri sendiri juga zalim terhadap para nabi yang diutus untuk kepada umat manusia.
2. Siksa dan balasan Allah adil dan setimpal dengan amal perbuatan manusia, dan sekali-kali bukan melebihi dari amal perbuatannya.
Ayat ke 53-54
وَيَسْتَنْبِئُونَكَ أَحَقٌّ هُوَ قُلْ إِي وَرَبِّي إِنَّهُ لَحَقٌّ وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ (53) وَلَوْ أَنَّ لِكُلِّ نَفْسٍ ظَلَمَتْ مَا فِي الْأَرْضِ لَافْتَدَتْ بِهِ وَأَسَرُّوا النَّدَامَةَ لَمَّا رَأَوُا الْعَذَابَ وَقُضِيَ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ (54)
Artinya:
Dan mereka menanyakan kepadamu: "Benarkah (azab yang dijanjikan) itu? Katakanlah: "Ya, demi Tuhanku, sesungguhnya azab itu adalah benar dan kamu sekali-kali tidak bisa luput (daripadanya)". (10: 53)
Dan kalau setiap diri yang zalim (muayrik) itu mempunyai segala apa yang ada di bumi ini, tentu dia menebus dirinya dengan itu, dan mereka membunyikan penyesalannya ketika mereka telah menyaksikan azab itu. Dan telah diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dianiaya. (10: 54)
Setelah ayat-ayat sebelumnya yang berbicara mengenai turunnya azab terhadap orang-orang yang jahat dan pendosa di dunia dan di akhirat, kedua ayat ini berbicara mengenai balasan dan siksaan Allah yang tidak diragukan samasekali. Karena janji Ilahi itu bersifat pasti. Nabi Muhammad Saw yang semua pernyataan dan seruannya benar dan lurus, bersumpah atas nama Allah tentang akan tibanya hari kebenaran semacam ini. Pada waktu itu tidak ada suatu jalan pun untuk melarikan diri atau bisa bertahap terhadap azab dan siksaan tersebut. Balasan dan siksaan Allah sungguh sangat pedih dan berat. Sehingga setiap orang yang jahat, pendosa siap untuk menebus dirinya dengan seluruh harta bendanya yang ada di bumi, supaya mereka tidak terazab dan tersiksa. Akan tetapi apalah artinya di saat mengungkapkan penyesalan dan taubat itu sudah tertutup, dan pengadilan Hari Kiamat itu akan berjalan berdasarkan keadilan dan kejujuran.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Terkadang untuk menghilangkan keragu-raguan, perlu bagi Nabi Saw dengan tegas bersumpah atas nama Allah Swt.
2. Dalam pengadilan Ilahi yang berdasarkan keadilan, maka kekuasaan dan kekayaan manusia di dunia tidak bisa diandalkan samasekali. Karena di akhirat hanya akidah dan amal perbuatan yang dapat sebagai penentu.
Ayat ke 55-56
أَلَا إِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَلَا إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (55) هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (56)
Artinya:
Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan di bumi. Ingatlah, sesungguhnya janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui(nya). (10: 55)
Dialah yang menghidupkan dan mematikan dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. (10: 56)
Sementara unsur terpenting mengenai keraguan akan terjadinya Hari Kiamat, berarti keraguan terhadap kekuasaan Allah. Karena itu dalam ayat ini dikatakan, kenapa kalian menyangka bahwa Allah tidak memiliki kemampuan untuk menghidupkan orang-orang yang mati dan memberi siksa atau pahala kepada mereka. Tidakkah kalian mengetahui bahwa seluruh jagat raya ini berada di tangan-Nya? Dia adalah pencipta dan pemilik alam semesta ini. Hidup dan matinya kalian semua di tangan Allah. Lalu mengapa kalian masih meragukan perkara Hari Kiamat?
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pemilik hakiki segala sesuatu di alam semesta ini adalah Allah, sedang kepemilikan manusia itu adalah kesepakatan. Karena itu pada Hari Kiamat orang-orang Kafir tidak memiliki sesuatu untuk dirinya yang bisa dijadikan sebagai penebus untuk menyelamatkan diri mereka.
2. Kekuasaan Allah Swt terhadap alam semesta, merupakan dalil dan alasan kekuasaan-Nya untuk merealisasikan janji-janji Allah.
Tafsir Al-Quran, Surat Yunus Ayat 45-49
Ayat ke 45
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ كَأَنْ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِنَ النَّهَارِ يَتَعَارَفُونَ بَيْنَهُمْ قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِلِقَاءِ اللَّهِ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ (45)
Artinya:
Dan (ingatlah) akan hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) hanya sesaat di siang hari, (di waktu itu) mereka saling berkenalan. Sesungguhnya rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka tidak mendapat petunjuk. (10: 45)
Sekalipun orang-orang Kafir telah membohongkan Hari Kiamat, bahkan mengingkarinya, akan tetapi mau tidak mau mereka pada hari tersebut akan dikumpulkan bersama seluruh umat manusia. Pada hari itu kebesaran Hari Kiamat sedemikian rupa sehingga masa-masa kehidupan di dunia atau masa-masa setelah kematian di alam barzakh, mereka rasakan bagaikan suatu yang sangat cepat yaitu seperti satu jam dalam sehari. Padahal Hari Kiamat itu berlalu bertahun-tahun setelah kematian umat manusia, akan tetapi seakan mereka merasakan dalam tidur dan sekarang baru bangun. Karena itu mereka masih mengenal dengan baik teman-temannya, sedikitpun mereka tidak lupa. Dalam kondisi seperti ini, sudah barangtentu orang-orang yang mengingkari Hari Kebangkitan, dengan hadir pada lingkungan dan kondisi Hari Kiamat, mereka baru merasa bahwa pekerjaan mereka itu perusak dan sia-sia, mereka paham bahwa mereka hadir di Hari Kiamat ini dengan tangan kosong, sedang jalan untuk kembali tidak ada lagi.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Umur dunia itu terbatas dan sangat pendek. Sedang pada Hari Kiamat manusia merasa rugi dan bangkrut. Karena segalanya yang berlalu di dunia terasa sangat singkat dan mereka tidak memanfaatkan kesempatan yang ada dengan baik.
2. Orang merugi yang sebenarnya adalah manusia saat berada di dunia tidak berbuat amal dan kebaikan apapun untuk masa-masa keabadian.
Ayat ke 46
وَإِمَّا نُرِيَنَّكَ بَعْضَ الَّذِي نَعِدُهُمْ أَوْ نَتَوَفَّيَنَّكَ فَإِلَيْنَا مَرْجِعُهُمْ ثُمَّ اللَّهُ شَهِيدٌ عَلَى مَا يَفْعَلُونَ (46)
Artinya:
Dan jika Kami perlihatkan kepadamu sebahagian dari (siksa) yang Kami ancamkan kepada mereka, (tentulah kamu akan melihatnya) atau (jika) Kami wafatkan kamu (sebelum itu), maka kepada Kami jualah mereka kembali, dan Allah menjadi saksi atas apa yang mereka kerjakan. (10: 46)
Ayat ini untuk menghibur dan menghilangkan kesedihan Nabi dan orang-orang Mukmin dengan mengatakan, "Allah Swt tidak semata-mata memberi balasan dan siksa sepenuhnya bagi orang-orang Kafir di dunia ini. Karena sebenarnya siksa ataupun pahala berhubungan dengan Hari Kiamat. Yaitu kembalinya seluruh makhluk hidup kepada Allah Swt untuk mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya. Di sinilah umat manusia itu akan memperoleh balasan sepenuhnya. Meski praktiknya tidaklah demikian, yakni semua siksa dan balasan itu akan diberikan pada Hari Kiamat, namun sebagian dari siksa tersebut juga akan diberikan di dunia ini sehingga siksa itu juga akan mereka rasakan pada saat mereka hidup di dunia. Sedang sebagian dari siksa tersebut juga akan tetap mereka rasakan setelah kematian, yakni di Hari Kiamat.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang-orang Mukmin tidak seharusnya merasa gelisah dan putus asa atas penundaan siksa bagi orang-orang Kafir.
2. Semua urusan itu di tangan Tuhan, sedang Allah Swt tidak akan pernah ingkar tehadap janji-Nya.
Ayat ke 47
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ رَسُولٌ فَإِذَا جَاءَ رَسُولُهُمْ قُضِيَ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ (47)
Artinya:
Tiap-tiap umat mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun) tidak dianiaya. (10: 47)
Para nabi terbagi dalam dua kelompok; pertama mereka yang membawa kitab samawi dan syariat. Sedang kelompok kedua, mereka yang diperintahkan untuk menyampaikan syariat. Pembagian ini dapat kita peroleh dalam ayat-ayat al-Quran yang artinya, "Senantiasa di tengah berbagai umat manusia terdapat orang-orang yang menyampaikan ajaran para nabi dan kitab-kitan samawi. Mereka menyeru umat manusia untuk mengikuti jalannya para nabi. Risalah terpenting para nabi bagi umat manusia adalah mendirikan keadilan dan menentang segala bentuk kezaliman. Kelak pada Hari Kiamat Allah Swt juga akan mengumpulkan setiap kaum bersama nabi mereka dan Allah akan menghadapkan mereka di depan pengadilan Ilahi yang berasaskan keadilan di depan nabi mereka.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Allah Swt tidak akan membiarkan setiap kaum dan umat dalam kondisi mereka, sehingga pernyataan dan seruan para nabi tidak sampai ke telinga mereka.
2. Berkembangnya keadilan yang sebenarnya dalam masyarakat, mungkin bisa diterima bila ia di bawah naungan ajaran para nabi dan kitab-kitab samawi.
Ayat ke 48-49
وَيَقُولُونَ مَتَى هَذَا الْوَعْدُ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (48) قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي ضَرًّا وَلَا نَفْعًا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ إِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ فَلَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ (49)
Artinya:
Mereka mengatakan: "Bilakah (datangnya) ancaman itu, jika memang kamu orang-orang yang benar?" (10: 48)
Katakanlah: "Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah". Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya). (10: 49)
Orang-orang Kafir tidak siap menerima kedatangan Hari Kiamat. Untuk itu, dengan pelbagai alasan mereka berusaha mempertanyakan kebenaran dan hakikat ini. Apabila Hari Kiamat itu benar dan anda berbicara benar, maka kapankah waktu Hari Kiamat itu tiba? Sementara kepastian perkara ini benar-benar pasti, akan tetapi tidak disebutkan waktunya. Semua manusia mengerti dan memahami bahwa suatu ketika kita (manusia) akan pergi dari dunia ini, tetapi tak seorang pun mengerti waktu kematian mereka itu. Nabi Muhammad Saw berdasarkan wahyu samawi memberitahukan kepada masyarakat bahwa akhir kehidupan dunia adalah Kiamat. Akan tetapi Tuhan tidak memberitahukan kepada Nabi-Nya tentang kapan terjadinya Kiamat tersebut.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para nabi berbicara kepada masyarakat berasaskan kejujuran dan kebenaran. Oleh karena itu, mereka menyatakan dengan gamblang bahwa kita memang sebelumnya tidak memiliki kekuatan dan bahkan tidak memiliki keuntungan dan kerugian terhadap diri kita sendiri.
2. Sebagaimana dunia ini, setiap manusia memiliki batas akhir dan kehancurannya terkadang terjadi dengan hilangnya kekuasaannya.
Tafsir Al-Quran, Surat Yunus Ayat 39-44
Ayat ke 39-40
بَلْ كَذَّبُوا بِمَا لَمْ يُحِيطُوا بِعِلْمِهِ وَلَمَّا يَأْتِهِمْ تَأْوِيلُهُ كَذَلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الظَّالِمِينَ (39) وَمِنْهُمْ مَنْ يُؤْمِنُ بِهِ وَمِنْهُمْ مَنْ لَا يُؤْمِنُ بِهِ وَرَبُّكَ أَعْلَمُ بِالْمُفْسِدِينَ (40)
Artinya:
Bahkan yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna padahal belum datang kepada mereka penjelasannya. Demikianlah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul). Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim itu. (10: 39)
Di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Quran, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan. (10: 40)
Sebelumnya telah disebutkan bahwa orang-orang Musyrik dan Kafir menyebut al-Quran sebagai kumpulan pernyataan Nabi Muhammad Saw dan menolak hubungan beliau dengan Allah Swt. Pernyataan itu dilakukan semata-mata berdasarkan prasangka tanpa dasar. Kedua ayat ini menyatakan bahwa apa yang disampaikan itu hanya ulangan pernyataan orang-orang terdahulu. Karena itulah para nabi terdahulu juga menghadapi berbagai tuduhan seperti itu. Padahal kebohongan mereka itu tidak ada dasar dan mereka hanya menzalimi dirinya sendiri. Selain itu, mereka telah menghina kitab samawi dan para nabi. Ada yang menerima kebenaran dan ada yang tidak. Hal ini merupakan Sunnatullah bahwa manusia diciptakan bebas memilih untuk beriman atau kafir.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Akar kekufuran dikarenakan tidak mengenal hakikat. Barangsiapa yang mencari kebenaran, maka secara yakin mereka akan menemukan kebenaran ajaran para nabi, lalu beriman kepada mereka.
2. Kezaliman dan kefasadan itu timbul karena kufur, acuh tak acuh dan meremehkan ajaran para nabi.
Ayat ke 41
وَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقُلْ لِي عَمَلِي وَلَكُمْ عَمَلُكُمْ أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ (41)
Artinya:
Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: "Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan". (10: 41)
Ayat ini menjelaskan bagaimana cara bergaul dengan orang-orang Kafir dan para penentang dengan mengatakan, "Tugas kalian di hadapan mereka adalah memberi pengarahan, bimbingan dan petunjuk. Sekali-kali kalian tidak boleh memaksa, mengharuskan atau memperdaya mereka sehingga tunduk dan menyerah. Namun apabila mereka tetap bersih kukuh dalam menghadapi dakwah Islam, lalu tetap membohongkan kalian, maka sudah tidak ada lagi tugas kalian terhadap mereka. Karena iman kepada Allah harus berdasarkan keyakinan dan ikhtiyar, namun orang-orang ini tidak menginginkan untuk memahami hak dan kebenaran, atau apabila memahaminya mereka tetap enggan beriman."
Hal ini dimaksudkan agar dapat menarik perhatian para penentang agar beriman dan menerima kebenaran. Mereka menyangka dengan melepas sebagian prinsip dapat menarik manusia yang lainnya. Padahal kita tidak berhak untuk menghapus usuluddin guna memperbanyak jumlah pengikut. Karena itu dalam ayat ini Nabi Saw diperintahkan oleh Allah untuk mengatakan kepada orang-orang kafir, "Meski pernyataan dan seruanku tidak kalian terima, ketahuilah bahwa aku berlepas tangan dari perbuatan kalian. Karena lebih dari ini aku tidak bertanggung jawab di hadapan kalian."
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para pemimpin agama dan umat harus siap menghadapi penentangan berbagai kelompok masyarakat. Dalam kondisi ini hendaknya mereka tidak menunggu jawaban positif atas seruan terhadap mereka.
2. Islam adalah agama kebebasan dan akhlak. Untuk itu ia harus bisa menjelaskan dengan tegas sikap dan posisinya. Karena Islam bukanlah agama paksaan dan tipudaya.
Ayat ke 42-44
وَمِنْهُمْ مَنْ يَسْتَمِعُونَ إِلَيْكَ أَفَأَنْتَ تُسْمِعُ الصُّمَّ وَلَوْ كَانُوا لَا يَعْقِلُونَ (42) وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْظُرُ إِلَيْكَ أَفَأَنْتَ تَهْدِي الْعُمْيَ وَلَوْ كَانُوا لَا يُبْصِرُونَ (43) إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئًا وَلَكِنَّ النَّاسَ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (44)
Artinya:
Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkanmu. Apakah kamu dapat menjadikan orang-orang tuli itu mendengar walaupun mereka tidak mengerti. (10: 42)
Dan di antara mereka ada orang yang melihat kepadamu, apakah dapat kamu memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta, walaupun mereka tidak dapat memperhatikan. (10: 43)
Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri. (10: 44)
Dalam lanjutan ayat-ayat sebelumnya yang berbicara mengenai pergaulan para penentang dengan Nabi Saw, ayat ini menyatakan, "Berapa banyak orang yang hadir dalam majelis Nabi Muhammad Saw dan mendengar berbagai pernyataan Nabi. Bahkan sebagian dari mereka juga melihat Nabi dengan mata kepala mereka sendiri, akan tetapi kehadiran itu tidak meningalkan kesan dan pengaruh apapun. Karena memang berbagai pernyataan dan seruan Nabi yang mereka lihat dan dengar itu tidak sampai masuk kedalam pikiran dan hati mereka. Seakan semua organ dan indera mereka yang penting menjadi buta dan tidak mengerti apapun, baik mata, telinga bahkan hati mereka."
Memang orang-orang semacam mereka tidak bisa memahami kebenaran, atau sebenarnya mereka tidak berkeinginan untuk memahami kebenaran. Meski pada dasarnya kelebihan manusia bila dibanding dengan binatang itu terletak pada kuatnya akal dan pemikirannya. Karena jika tidak, binatang juga bisa melihat dan mendengar, bahkan kemampuan melihat dan mendengar pada binatang terkadang lebih dari kemampuan manusia. Oleh sebab itu, di saat manusia melihat dan mendengar sesuatu, dia selalu menggunakan akal pikirannya, sehingga dengan demikian manusia itu dapat membedakan yang benar dari yang tidak benar, lalu melaksanakan hal-hal yang benar.
Ayat terakhir dari tiga ayat ini mengatakan, "Allah Swt telah menganugerahkan kepada semua manusia, mata, telinga dan akal sebagai alat dan sarana untuk mengetahui dan memahami hakikat. Kemudian barangsiapa yang tidak mencari kebenaran, maka berarti dia telah menzalimi dirinya sendiri. Dalam artian dia malah justru menghantarkan dirinya sendiri kepada kehancuran dan celaka. Padahal Allah Swt tidak akan pernah menzalimi umat manusia dan mencelakakannya di lembah kesesatan."
Dari tiga ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Melihat dan mendengar merupakan awal dan mukaddimah untuk berpikir dan memahami.
2. Mereka yang acuh tak acuh dan tidak melihat kebenaran, pada Hari Kiamat kelak akan dikumpulkan bersama golongan orang-orang yang buta. Ini merupakan manifestasi dari butanya hati dan meremehkan ayat-ayat Allah di dunia ini.
Tafsir Al-Quran, Surat Yunus Ayat 34-38
Ayat ke 34-35
قُلْ هَلْ مِنْ شُرَكَائِكُمْ مَنْ يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ قُلِ اللَّهُ يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ (34) قُلْ هَلْ مِنْ شُرَكَائِكُمْ مَنْ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ قُلِ اللَّهُ يَهْدِي لِلْحَقِّ أَفَمَنْ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ أَحَقُّ أَنْ يُتَّبَعَ أَمَّنْ لَا يَهِدِّي إِلَّا أَنْ يُهْدَى فَمَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ (35)
Artinya:
Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekutumu ada yang dapat memulai penciptaan makhluk, kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali?" katakanlah: "Allah-lah yang memulai penciptaan makhluk, kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali; maka bagaimanakah kamu dipalingkan (kepada menyembah yang selain Allah)?" (10: 34)
Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekuturmu ada yang menunjuki kepada kebenaran?" Katakanlah "Allah-lah yang menunjuki kepada kebenaran". Maka apakah orang-orang yang menunjuki kepada kebenaran itu lebih berhak diikuti ataukah orang yang tidak dapat memberi petunjuk kecuali (bila) diberi petunjuk? Mengapa kamu (berbuat demikian)? Bagaimanakah kamu mengambil keputusan? (10: 35)
Sebagai lanjutan ayat-ayat sebelumnya yang berbicara mengenai hujjah dan dalil terhadap orang-orang Musyrik dan ketidakmampuan sekutu yang dikhayalkan mereka, dua ayat ini mengatakan, "Apabila kalian memandang dari segi penciptaan, maka tak seorang pun selain Allah yang mampu menciptakan makhluk-makhluk ini sebagaimana awalnya, kemudian memperbaharui kehidupan mereka. Sementara patung-patung berhala dan segala yang wujud ini semuanya adalah makhluk yang masih membutuhkan pencipta, maka bagaimana mungkin mereka itu bisa menjadi pencipta alam semesta ini! Apabila kalian mencari hidayah dan memperoleh kebahagiaan, maka ketahuilah bahwa para perhala tidak memiliki hidayah. Lalu bagaimana mungkin bisa memberi petunjuk dan bimbingan kepada kalian?
Apabila mereka memiliki kemampuan untuk mendapatkan hidayah, maka seharusnya untuk pertama kali mereka memberi petunjuk dan hidayah untuk diri mereka sendiri. Setelah itu baru berhala-berhala itu dapat memberi pentujuk dan hidayah kepada kalian semua? Padahal sesungguhnya Allah Swt yang memberi petunjuk ke jalan yang benar dan sirathal mustaqim. Sudah barang tentu perjalanan hidayah Allah itu melalui para nabi dan kitab-kitab samawi yang merupakan firman Allah, meski mereka tidak berbicara.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Metode soal dan jawab merupakan salah satu cara untuk membahas bersama orang-orang yang secara pemikiran dan akidah bertentangan. Allah Swt mengajarkan cara ini kepada para nabi.
2. Allah Swt adalah Pencipta jagat raya ini. Dia-lah penanggung jawab terhadap seluruh makhluk-Nya setelah mereka diciptakan. Artinya, mereka tidak dibiarkan begitu saja! Karena Dia adalah sang Pencipta yang selalu menunjukkan jalan kesempurnaan terhadap seluruh makhluk-Nya.
Ayat ke 36
وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنًّا إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ (36)
Artinya:
Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (10: 36)
Setelah mengetegahkan berbagai hujjah dan dalil terhadap orang-orang Musyrik pada ayat-ayat sebelumnya, ayat ini menyinggung akar utama penyimpangan pemikiran mereka. Ayat ini mengatakan, "Janganlah kalian mengikuti prasangka yang tak berdasar. Karena itu sebenarnya tidak lebih dari sekedar hayalan yang telah menyebabkan mereka meninggalkan kebenaran. Padahal prasangka dalam berbagai pemikiran dan akidah tidak memiliki tempat sama sekali. Sementara yang penting bagaimana caranya agar bisa menanamkan keyakinan, sehingga dapat menghantarkan manusia kepada kebenaran. Selain itu, terhadap segala sesuatu yang menjadi sumber keyakinan jahiliah, apalagi berdasarkan taklid kepada orang-orang tua dan nenek moyang serta fanatik kesukuan dan golongan samasekali tidak memiliki nilai dan arti dalam ilmu pengetahuan dan pemikiran.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam masalah keyakinan dan akhlak, mayoritas tidak bisa dijadikan dalil dan alasan tentang kebenaran masalah tersebut. Karena betapa banyak masayarakat yang berpegang teguh pada pemikiran dan perbuatan, ternyata mereka menyimpang dan keliru, karena hal itu bukanlah dalil dan alasan tentang benarnya pemikiran dan perbuatan mereka.
2. Kufur dan menyekutukan Tuhan tidak memiliki dasar ilmiyah dan rasionil, begitu juga prasangka tidak memiliki dasar yang kuat.
Ayat ke 37-38
وَمَا كَانَ هَذَا الْقُرْآَنُ أَنْ يُفْتَرَى مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ الْكِتَابِ لَا رَيْبَ فِيهِ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (37) أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (38)
Artinya:
Tidaklah mungkin Al Quran ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Quran itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam. (10: 37)
Atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya". Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar". (10: 38)
Al-Quran berkali-kali menekankan dirinya adalah firman Tuhan, dan ketidak mampuan bangsa jin dan manusia untuk mendatangkan ayat-ayat sepertinya. Bahkan untuk menggerakkan para penentangnya, al-Quran melakukan aksi menantang mereka dengan menyatakan, kalian jangan mendatangkan seluruh ayat-ayat Al-Quran itu, namun sebuah surat saja bahkan sebuah ayat yang sama seperti al-Quran bila memang betul-betul kalian mampu? Akan tetapi dengan seluruh penentangan dan tantangan al-Quran sepanjang 14 abad yang sudah berlalu itu, tantangan al-Quran ini tetap tidak bisa diwujudkan dan musuh-musuh Islam yang merupakan pakar dan ahli bahasa Arab tetap tidak mampu mendatangkan satu ayat pun yang sama seperti al-Quran baik dari segi dasar maupun wazan. Meski bentuk mukjizat al-Quran beraneka ragam, sebagaimana sebagian kecil daripadanya kami singgung di bawah ini :
Indahnya kalimat dan pengaruh al-Quran sedemikian hebatnya, sehingga meskipun ayat-ayat suci tersebut dibaca ribuan kali, mereka tidak akan pernah membosankan dan menjadikan kuno. Nada suara, ritme dan sajak dari kalimat al-Quran ini sedemikian rupa, sehingga apabila kalimat al-Qurani tersebut dipasang di antara kalimat bahasa Arab lainnya, pastilah ia dapat dibedakan. Cakupan al-Quran di segala bidang benar-benar berhubungan dengan manusia, di antaranya mengenai masalah pribadi, keluarga, sosial, hukum, politik dan akhlak, sehingga di sana tak seorang biasa pun yang mampu menguasai ilmu-ilmu al-Quran yang tinggi itu.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Seluruh nabi dan kitab samawi mengarah pada sebuah jalur dan tujuan.
2. Dewasa ini al-Quran tetap merupakan suatu mukjizat dan dengan alasan inilah kitab suci samawi ini tidak bisa diselewengkan sepanjang sejarah.