کمالوندی

کمالوندی

Ayatullah Ahmad Khatami, khatib shalat Jumat Tehran menilai transformasi yang tengah terjadi di Suriah sebagai hasil dari ideologi liberal demokrasi negara Barat khususnya Amerika Serikat.

Ayatullah Ahmad Khatami seraya mengutuk ancaman negara-negara arogan khususnya Amerika terhadap Suriah serta berlanjutnya pembunuhan massal di negara ini menandaskan, "Apa yang terjadi di Suriah merupakan dampak dari ideologi liberal demokrasi Barat."

Khatib shalat Jumat Tehran menambahkan, sekitar 30 bulan Suriah tenggelam dalam api dan serangan kelompok teroris dukungan Amerika, Israel, Arab Saudi, Turki dan Qatar serta ribuan warga tak berdosa baik wanita dan anak-anak dibantai secara sadis.

Ayatullah Ahmad Khatami menyebut statemen terbaru John Kerry, menteri luar negeri Amerika yang mengingkari keterlibatan negaranya dengan jaringan teroris al-Qaeda sebagai kebohongan besar. "Berdasarkan berbagai bukti dan data akurat, al-Qaeda mendapat dukungan finansial dan senjata dari Amerika dan negara kawasan dalam setiap operasi terornya," tegas Ayatullah Ahmad Khatami.

Seraya menjelaskan bahwa al-Qaeda pelaksana kebijakan Amerika di Suriah, Ayatullah Ahmad Khatami menekankan, "Amerika saat ini mendukung al-Qaeda untuk menggapai tujuannya di Suriah, padahal beberapa tahun lalu dengan dalih dan slogan memerangi al-Qaeda, Washington menduduki Afghanistan."

Ayatullah Ahmad Khatami juga menilai klaim petinggi Amerika bahwa Bashar al-Assad telah melampaui garis merah kemanusiaan sangat menggelikan. "Aksi penyiksaan dan kejahatan yang terjadi di penjara Guantanamo dan penjara rahasia lain Amerika di Irak serta Afghanistan menempatkan Washington sebagai pelanggar terbesar Hak Asasi Manusia (HAM) di dunia," tegas Ayatullah Ahmad Khatami.

Terkait alasan keputusan Amerika melakukan intervensi militer ke Suriah, khatib shalat Jumat Tehran mengatakan, "Amerika setelah menyaksikan kekalahan konspirasinya untuk menggulingkan Bashar al-Assad, kini menyadari bahwa untuk menggapai ambisinya di Damaskus tidak ada jalan lain kecuali menyerang negara ini."

Ayatullah Khatami menilai dakwaan terhadap pemerintah Suriah menggunakan senjata kimia tidak dapat diterima dan sekedar alasan untuk menyerang negara ini. Beliau menambahkan, "Pemerintah dan militer dalam beberapa hari terakhir menggapai kemenangan beruntun menghadapi musuh. Oleh karena itu mereka tidak membutuhkan senjata kimia."

Khatib shalat Jumat Tehran dalam pidatonya juga menyinggung bentrokan anak-anak korban aksi teror dengan kelompok teroris MKO di pangkalan Ashraf, provinsi Diyala Irak timur. "Kelompok teroris ini belepotan darah ribuan warga Irak dan Iran serta kejahatan mereka tidak akan pernah dilupakan oleh anak-anak yang menjadi korban aksi teror kelompok ini," tegas Ayatullah Ahmad Khatami.

Anasir Al-Qaeda yang beroperasi di Suriah menyerang sebuah desa Kristen di barat negara itu.

Serangan oleh para teroris Front Al-Nusra terjadi Rabu (4/9) di desa pegunungan Maaloula, di timur laut dari ibukota, Damaskus. Anasir Front Al-Nusra juga menjarah sebuah hotel selama serangan tersebut.

Setelah serangan itu, sekitar 80 warga desa berlindung di sebuah biara lokal.

Menurut keterangan pejabat pemerintah, desa ini masih di bawah kontrol tentara Suriah, yang terus berusaha menghalau serangan tersebut.

Kamis, 05 September 2013 10:03

Erdogan dan Mimpi Demokrasi

Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip Erdogan mengklaim adanya demokrasi di tengah masyarakat negaranya. Perdana menteri Turki ini termasuk salah satu politikus kawasan negara ini yang terkenal aktif mendukung upaya penegakan sendi-sendi demokrasi di Ankara.

Lebih dari ini, Erdogan pun mengklaim bahwa Turki merupakan satu-satunya negara demokratis di Timur Tengah. Erdogan bahkan berani melangkah lebih dan di awal Juni lalu di depan demonstran mengatakan dirinya siap mengorbankan nyawanya demi demokrasi.

Di sisi lain, banyak kalangan yang menilai pidato Erdogan di depan demonstran anti pemerintah yang mengatakan "Kesabaran saya telah habis" sebagai indikasi kecenderungan fasisme sang perdana menteri Turki ini. Kubu anti Erdogan meyakini gerakan demokrasi yang digembargemborkan sang perdana menteri tidak memiliki dampak sama sekali, pada dasarnya demokrasi yang diklaim Erdogan berbau despotisme.

Mungkin masalah ini menjadi dalih utama aksi protes luas anti pemerintahan Erdogan. Aksi protes luas ini diikuti oleh berbagai kalangan masyarakat dan aliran politik serta mengakibatkan tewasnya enam orang.

Meski demonstrasi ini pada mulanya sebagai reaksi atas perusakan taman Ghazi, namun sedikit yang tidak menilai bahwa aksi tersebut disebabkan oleh protes demonstran atas aksi penumpasan terhadap kubu oposisi serta upaya Erdogan untuk memaksakan ideologi partainya serta sikapnya yang mengabaikan tuntutan kubu oposisi. Etnis Kurdi anti pemerintah Turki sangat tidak puas atas diabaikannya tuntutan mereka oleh Ankara.

Kubu Nasional juga merasa tidak puas atas kebijakan Turki yang mengamini kekuatan transregional dan ketidakpuasan ini mereka realisasikan dalam berbagai aksi demo dan protes terhadap kebijakan intervensif Ankara di urusan internal negara tetangga serta kebijakan haus perang pemerintah.

Sejumlah elit politik sekulat Turki juga mendakwa Erdogan mengabaikan ideologi Ataturk serta tradisi sekularisme di Turki dan berusaha menggantikannya dengan prinsip-prinsip dasar partainya. Media massa Turki juga menderita dan tidak merasakan adanya prinsip keempat demokrasi. Bahkan petinggi HAM Barat menyebut Turki sebagai penjara terbesar bagi wartawan.

Mayoritas tahanan politik juga memprotes atas lambannya proses pengadilan bagi mereka dan pada dasarnya penangkapan mereka dinilai tidak benar. Sejumlah kalangan lainnya mengaku tidak mempercayaik laim Erdgogan terkait reformasi undang-undang dasar. Mereka pun menilai reformasi seperti perubahan sistem pemerintahan dari parlementer ke presidensial merupakan upaya Erdogan untuk menjadikan dirinya seorang diktator.

Mengingat berbagai kondisi ini, Erdogan masih tetap mengklaim adanya demokrasi di tengah masyarakat Turki. Tak diragukan lagi bahwa warisan demokrasi di Turki sejak beberapa dekade lalu masih tetap terlihat. Sejatinya dengan munculnya berbagai partai di dekade 40-an di percaturan politik Turki, terealisasinya demokrasi di negara ini menjadi prioritas utama dan di dekade 80-an, meski terjadi tiga kudeta oleh Turgut Özal, mantan presiden Turki, namun demokrasi masih tetap berjalan.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Partai Keadilan dan Pembangunan adalah warisan pemerintah sebelumnya untuk merealisasikan demokrasi di negara ini. Dan rakyat Turki sendiri berharap pemerintah saat ini menjaga dengan baik warisan tersebut.

Baik kubu pro dan anti Erdogan meyakini bahwa pandangan sang perdana menteri terkait demokrasi sekedar alat dan demokrasi bagi Erdogan menjadi penting ketika dimanfaatkan untuk mencegah terjadinya kudeta.

Erdogan berulang kali menyebut kudeta sebagai musuh demokrasi dan dirinya menandaskan bahwa demokrasi adalah alat yang akan terus digunakan selama bermanfaat.

Rabu, 04 September 2013 17:27

Konsensus AS untuk Invasi ke Suriah

Setelah beberapa hari dilakukan berbagai upaya untuk mencapai kesepakatan menggelar perang di Suriah, anggota-anggota Komite Hubungan Luar Negeri Senat Amerikat Serikat akhirnya menyetujui rencana serangan militer ke negara Arab tersebut. Keputusan itu telah memuluskan langkah Presiden AS Barack Obama untuk memperoleh persetujuan dari Senat AS untuk menginvasi Suriah.

Jika Kongres menyetujui permintaan Obama, maka Pentagon akan segera memulai perang baru di Timur Tengah dengan menyerang sebuah negara Islam yang selama bertahun-tahun ini menjadi poros Muqawama untuk menghadapi rezim Zionis Israel.

Selama satu dekade lalu, negara-negara Islam seperti Irak, Afghanistan, Yaman, Pakistan dan Somalia menjadi sasaran agresi dan serangan-serangan militer AS. Sekarang giliran Suriah yang akan dijadikan korban berikutnya setelah sekian lama Gedung Putih mengincar Damaskus mengingat pemerintah Suriah sangat gencar membela Muqawama dan bangsa Palestina.

Para pejabat AS sejak awal mengancam akan menyerang Suriah sebagai balasan atas apa yang mereka klaim dengan penggunaan senjata kimia oleh pemerintah Damaskus. Mereka juga mengusung isu-isu lainnya untuk memulai invasi tersebut. Selain menjadikan isu senjata kimia sebagai dalih utama untuk menggelar aksi militer ke Suriah, Obama juga mengubah isu tersebut ke masalah-masalah lainnya. Ia mengatakan, jika Washington tidak mengambil tindakan atas penggunaan senjata kimia maka sikap tersebut akan merusak reputasi AS dan presidennya.

Pernyataan Obama itu sangat ironis sekali. Pasalnya, tiga dekade lalu Donald Rumsfeld, Deputi Menteri Pertahanan AS di masa itu tetap mencium pipi Saddam, Diktator Irak, yang telah menggunakan ribuan senjata kimia terhadap warga sipil dan militer Iran. Bahkan tragedi mengerikan di Kota Halabche Iran tidak menyebabkan AS merasa khawatir atas penggunaan senjata pemusnah massal itu oleh rezim Saddam. Gedung Putih juga tidak mengusulkan sebuah resolusi di Dewan Keamanan PBB untuk menindak keras Irak.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS John Kerry dalam pertemuan di Komite Hubungan Luar Negeri Senat menjustifikasi serangan militer ke Suriah sebagai upaya untuk menjamin keamanan Israel. Pada dasarnya, Kerry telah menekankan poin sensitif parlemen AS yaitu menjaga eksistensi Israel.

Banyak politisi AS yang menganggap bahwa menjamin kepentingan-kepentingan Tel Aviv itu lebih penting dari pada menjaga kepentingan-kepentingan Washington. Sehingga, jika darah para tentara AS mengalir dan ratusan miliar dolar uang pajak warga Amerika habis untuk melindungi Israel, maka hal itu tidak dianggap penting. Patut dicatat bahwa meskipun para politisi AS berselisih tentang berbagai masalah dari masalah ekonomi hingga masalah pernikahan para gay, namun mereka tidak pernah berselisih paham untuk melindungi Israel.

Selain itu, pejabat-pejabat Gedung Putih menilai serangan ke Damaskus sebagai salah satu upaya untuk menjaga hubungan AS dengan sekutu regionalnya seperti Turki, Arab Saudi dan Qatar yang telah menghabiskan miliaran dolar untuk menggulingkan pemerintahan legal Presiden Suriah Bashar al-Assad. Menurut pandangan Washington, jika pihaknya tidak mengambil tindakan atas apa yang mereka klaim sebagai penggunaan senjata kimia oleh pemerintah Damaskus, maka posisi AS di mata sekutu regionalnya akan hilang.

Dengan demikian, jika AS ingin sekutunya di kawasan tetap mempercayainya, maka Pentagon harus menyerang Suriah. Jika tidak, AS akan kehilangan pamornya sebagai negara superpower di mata sekutunya, sementara negara-negara independen dan penentang AS akan semakin kuat sehingga ketakutan hebat akan melanda sekutu AS di kawasan atas badai kebangkitan rakyat di Timur Tengah.

Rabu, 04 September 2013 17:17

Lobi Zionis Dorong Serangan AS ke Suriah

Tiga kelompok lobi pro-Rezim Zionis Israel di Amerika Serikat menekan Kongres pada hari Selasa (3/9) untuk mengotorisasi serangan terhadap Suriah.

Komisi Hubungan Publik Amerika-Israel (AIPAC), Liga Anti-Penistaan (ADL) dan Koalisi Yahudi Republik (RJC) mengeluarkan pernyataan bahwa mereka mendukung intervensi militer AS di Suriah, menurut laporan Reuters.

Kelompok tersebut juga telah mengadakan pertemuan 45 menit di Gedung Putih pada Selasa dengan pejabat pemerintah, menurut sumber-sumber pemerintah. Namun, mereka bersikap sangat hati-hati agar tidak dianggap sebagai pengobar perang Washington sehingga kepentingan Israel tidak terancam.

Kelompok lobi tersebut ingin menyampaikan pesan bahwa serangan ke Suriah masih dalam kerangka keamanan nasional Amerika dan bukan untuk kepentingan Israel semata.

Lobi Zionis merupakan koalisi beragam individu dan kelompok yang berusaha untuk mempengaruhi kebijakan luar negeri AS dalam mendukung Israel. Para analis politik di Amerika menegaskan bahwa lobi Zionis memiliki pengaruh luas terhadap kebijakan luar negeri AS di Timur Tengah.

Presiden Barack Obama dan beberapa anggota Kongres ingin menyerang Suriah atas tuduhan bahwa negara Arab itu menggunakan senjata kimia terhadap militan.

Para pejabat Suriah menolak tudingan tersebut dan menegaskan bahwa mereka sama sekali tidak punya peran dalam serangan kimia.

Menteri Pertahanan Republik Islam Iran menilai kehadiran militer Amerika Serikat di kawasan menyebabkan peningkatan instabilitas dan memperkuat kelompok teroris serta ekstremis.

Sebagaimana dilaporkan Mehr News (4/9), Jenderal Hossein Dehghan, Menhan Iran hari ini, Rabu (4/9) terkait kemungkinan serangan militer Amerika Serikat ke Suriah, kepada wartawan mengatakan, "Kehadiran militer Amerika di kawasan menyebabkan peningkatan instabilitas dan memperlebar krisis di seluruh wilayah ini."

Dehghan menilai Amerika menghadapi tantangan serius di Afghanistan juga Irak, dan sampai saat ini masih menanggung masalah-masalah akibat serangannya ke kedua negara tersebut. "Jika Amerika menyerang Suriah maka perang dimulai oleh Washington, namun akhir perang tidak ditentukan mereka," ujarnya.

Menjawab sejumlah klaim yang menyebutkan bahwa Iran akan memberikan perlengkapan dan persenjataan ke Suriah, Dehghan menjelaskan, "Suriah tidak butuh persenjataan, karena mereka memiliki perlengkapan defensif dan ofensif."

Sri Lanka yang harus berhadapan dengan tekanan internasional untuk mengakhiri pelanggaran Hak Asasi Manusia mengumumkan, negaranya menghadapi ancaman baru terorisme dan aksi-aksi ekstremisme mazhab.

Sebagaimana dilaporkan Tasnim News (4/9) mengutip Aljazeera, setelah berlalu empat tahun sejak bentrokan internal yang terjadi di Sri Lanka antara pasukan pemerintah dengan paramiliter Tamil Eelam, pemerintah negara itu sampai sekarang masih berada di bawah tekanan internasional untuk mengakhiri pelanggaran HAM.

Pemerintah Sri Lanka mengumumkan, kelompok-kelompok yang berafiliasi ke Tamil Eelam memulai kerjanya untuk menggagalkan upaya damai dan rekonsiliasi nasional yang digagas pemerintah.

Menteri Pertahanan Sri Lanka menegaskan, paramiliter negara itu bermaksud untuk mengorganisir aktifitas terorisme di sejumlah wilayah berbeda untuk menggagalkan upaya pemerintah menciptakan stabilitas dan ketenangan.

Statemen Menhan Sri Lanka dikeluarkan tiga hari setelah Navi Pillay, Komisaris HAM PBB menegaskan bahwa rakyat Sri Lanka sampai saat ini masih menderita akibat pelanggaran HAM.

Meningkatnya eskalasi kekerasan yang dilakukan mayoritas umat Buddha Sri Lanka yang anti-Muslilm turut menambah kekhawatiran internasional terkait kondisi HAM di negara itu.

Bulan Maret lalu Lembaga HAM PBB mengeluarkan sebuah resolusi yang mendesak pemerintah Sri Lanka untuk melakukan penyelidikan kejahatan perang selama berhadapan dengan paramiliter Tamil Eelam.

Menteri Agama Suryadharma Ali menyatakan upaya rekonsiliasi pengungsi asal Sampang, Madura, yang berada di Jemundo, Sidoarjo, Jawa Tumur, berjalan baik.

"Saat ini, upaya rekonsiliasi berjalan dengan baik dan menggembirakan seperti yang dinyatakan oleh para ulama secara langsung kepada saya," ujarnya di Bandara Juanda, Sidoarjo, Rabu.

Upaya rekonsiliasi yang sudah berlangsung cukup baik tersebut, kata dia, bisa membuat para pengungsi bisa segera kembali ke kampung halamannya.

"Hal yang perlu ditekankan sekarang adalah semangat kekeluargaan seperti yang sudah dicontohkan oleh para ulama Madura untuk menerima para pengungsi tersebut kembali ke kampung halaman masing-masing," ucapnya.

Ia menyatakan terdapat tiga hal pokok dalam hubungan antara pengungsi dengan warga Sampang, yakni hubungan darah yang terjalin di antara mereka, hubungan guru dan murid atau hubungan antara kiai dengan santri, dan hubungan perkenalan.

"Hubungan kekerabatan itu sangat kental dan kuat di antara sesama warga di Sampang. Oleh karena itu, alangkah lebih baiknya jika persoalan tersebut diserahkan kepada warga Sampang, karena sesungguhnya mereka yang lebih tahu," paparnya.

Namun, penyelesaian atas persoalan tersebut memang tidak mudah karena sudah terlalu banyak dicampuri oleh pihak lain.

"Sekali lagi, sebaiknya masalah tersebut diserahkan kepada warga Sampang. Cari kesepakatan bersama dengan melakukan dialog dan pencerahan serta melakukan persamaan persepsi supaya masalah tersebut segera berakhir," katanya.

"Jangan sampai hinakan pribadimu dengan imitasi, bangunlah, hai kau yang asing terhadap rahasia kehidupan, nyalakan api yang tersembunyi dalam debumu sendiri, wujudkan dalam dirimu sifat-sifat Tuhan. Bangkitlah, ciptakan dunia baru, bungkus dirimu dalam api, dan jadikan seorang Ibrahim, jangan mau tunduk kepada apapun kecuali kebenaran, ia akan menjadikanmu seekor singa jantan. "(Iqbal)

Seorang tetua di sebuah kampung di Suriah bertutur sambil menenteng senjata AK-47. "Kami dan para pemuda terpaksa mengangkat senjata mempertahankan desa. Lihat anak-anak muda ini. Mereka mendambakan suatu saat bisa berjihad bertempur melawan tentara Israel, tapi sekarang lihat kita harus bertempur dengan kaum takfiri,". Penuturan ini diasiarkan dalam dokumenter Press TV , "Behind the Line".

Dokumenter yang memotret perang Suriah dari kaca mata penduduk, menyisir dari satu kota ke kota lain. Poin pentingya adalah perang Suriah adalah perang yang dipaksakan. Tentu penduduk Suriah ini enggan berteriak takbir saat menarik pelatuk, karena dalam kesadaranya masih tersisa pemahaman, mereka yang menyerang itu masih muslim meski mengusung agenda Israel. Sedang diseberang sana kaum takfiri dengan kesadaran total mereka meneriakkan bunyi takbir dengan menarik pelatuk dengan kesadaran penuh sebagai jihadis. Kaum takfiri tentu tidak mau mau menerima tindakan jihad mereka sebagai agenda zionis.

Adegan selanjutnya yang menarik adalah dokumenter yang meliput pertempuran di Homs. Seorang komandan militer Suriah memegang Handy Talky (HT) sedang berbincang dengan seorang jihadis yang juga menggunakan HT. Makian dan sumpah serapah dari jihadis menyembur deras, "kalian kaum kafir...bla..bla...." Kemudian sang komandan Suriah bertanya;

Komandan : Apa kamu sudah berhasil membunuh tentara Suriah,

Jihadis : Ya,...

Komandan : Kenapa kamu membunuh rakyat juga, ...

Jihadis : Kalian yang mulai,..kami demo damai, kenapa dibunuh

Komandan : Apa saran kalian?

Jihadis : Diam (tidak ada suara)....

Komandan : Bukankah Nabi kita mengajarkan untuk berakhlaqul qarimah,...apa yang kalian inginkan, demokrasi, kebebasan,...mari kita berdialog,...

Jihadis : Saya setuju dengan anda,....

 

Dialog terputus. Adegan ini berlangsung dalam suasana perang yang dipisahkan beberapa gedung,... posisi jihadis terjepit dan mereka lebih memilih mati syahid. Jihadis datang memang untuk mati syahid bukan berdialog. Mungkin dalam pikiran saya, jika dialog terjadi dan mereka bertemu, akan terjadi tukar pikiran tentang bentuk pemerintahan, partai, dll. Meski memakan waktu, semua jihadis di Suriah masih berpeluang akan menjadi muslim yang lebih beradab. Tetapi mungkinkah itu?, jawabanya tidak, karena mereka ingin Suriah menjadi khilafah dan satu-satunya jalan dengan menurunkan Basyar Assad melalui Jihad.

Bagaimana dengan agenda Barat (Amerika dan Israel) di balik perang Suriah? "Jika Suriah menjadi Khilafah, insya Allah Palestina bisa merdeka," tutur seorang tokoh salafi London tanpa ragu. Tokoh salafi itu menganggap Syiah dan Iran menjadi penghalang untuk mewujudkan cita-cita khilafah mereka. Seorang penyiar radio AS berkebangsaan Amerika, menimpali sikap Jihadis itu, "Kalian dan temen-temen kalian yang ada Libya, apa sudah berhasil menegakkan khilafah, NATO dan Amerika Serikat ingin Suriah hancur karena satu poros perlawanan dengan Iran melawan Israel. Seorang penyiar Amerika yang berseberangan kepentingan dan ideologinya dengan Iran, masih melihat masalah ini secara rasionalitas. Tapi tidak bagi Jihadis.

 

Rasionalitas

Rasionalitas, inilah jawaban yang dapat memandu perang Suriah ke arah yang semestinya. Rasionalitas adalah milik semua manusia, di Barat dan Timur. Dia bisa menjadi pemandu cita-cita Islam. Kita seperti seolah kehilangan kata-kata untuk menyadarkan kaum takfiri. Mungkin sedikit bisa membantu memahami mereka, meminjam identifikasi Karen Amstrong dalam "The Battle for God: A History of Fundamentalism" (2001), bahwa fundamentalisme radikal agama lahir di penghujung era modern sebagai respons irasionalitas terhadap sekularisme dan krisis spiritual dunia modern. Respon paling mudah dan instan. Mereka dihadapkan pada situasi yang sulit dipahami, bagaimana hidup yang bermakna bagi seorang yang beriman dalam dunia modern dan sekuler.

Kalau kita coba menajamkan pemahaman kita dengan beberapa kejadian terakhir dengan cara men-scan secara cepat laju kebohongan demi kebohongan tangan imperialis, kesalahan demi kesalahan dilakukan sebagian umat Muhammad ini.

Awalnya mujahidin di Afganistan dibentuk CIA memerangi Uni Soviet. "Jihad" yang semestinya murni respon terhadap imperialis dalam perkembangan selanjutnya menjadi mainan CIA. Oleh tangan imperialis, "jihad" dikemas diarahkan menjadi "teroris global", untuk menutupi wajah barbar Amerika terhadap rakyat Afganistan dan Irak. Kini seiring dengan Arab Spring dan Kebangkitan Islam, "teroris" dikemas dan disakralkan ulang menjadi paket jihadis, dijual ke kaum jihadis seluruh dunia, hasilnya ternyata laris manis.

Libya kini diperintah jihadis tanpa kejelasan polisi dan militer, sedang minyaknya terus disedot oleh NATO. Suriah sebagai pengganggu Israel, kini juga dihancurkan berkat proyek paket jihadis, dan ilusi "iming-iming khilafah" kian di ujung tanduk, 70% militer Suriah mengontrol Suriah, laporan versi NATO.

Seiring dengan kemunduran pemberontak Suriah dan kisruh Mesir, proyek paling gress tangan imperialis selanjutnya mempertajam konflik front anti Suriah, FSA vs Al-Qaeda, Mesir vs Arab Saudi, Qatar, Salafi vs Ihwanul Muslimin. Satu tahun pemerintah Mursi, seharusnya menjadi amal saleh dengan membuka pintu gerbang Rafah untuk membantu kesulitan sesama Ihwanul muslimin dan muslim lain di Gaza. Satu tahun harusnya menjadi berkah dan cepat-cepat untuk memotong tangan Imperialis.

Ternyata Mursi lebih memilih jalan gelap, berekperimen dengan Erdogan, membuka lahan khilafah di Suriah, belum jelas arah khilafah di Suriah, jalan itu dipotong oleh Arab Saudi dan Qatar yang sebelumnya satu front. Arab Saudi mendukung kudeta militer Mesir. Sementara Barat bermain di dua kaki, Mursi dan militer Mesir sambil berbasa-basi memainkan lagu lama proyek perdamaian Palestina-Israel. Potensi konflik jelas, Ikhwanul Muslimin vs Wahabi. Wahabi versus wahabi, Takfiri vs Manusia non Takfiri. Konsentrasi arah Arab Spring kian pecah, makna kebangkitan Islam dipecah-pecah dalam bingkai tak berpola. Mungkin kaum Islam seradikal apapun memanfaatkan kesempatan, tapi semua kelompok itu tak bisa langsung berhadap-hadapan langsung dengan tentara IDF. Musuh tahu persis seluruh syaraf otak umat Islam, kemana pola dan harapan dapat diakomodasi Zionis. Kesempatan mengambil tumor "Kanker ganas Israel" di tengah tubuh negara-negara Islam selalu lewat.

Apa makna dari semua itu? Tampaknya, deretan daftar kebodohan umat Islam yang terus berulang Potensi kekuatan umat hancur berkeping-keping tanpa daya dan kehormatan sedikitpun. Lautan kaum Ikhawanul Muslimin Mesir kini meronta-ronta meminta jalan demokrasi. Sementara tak satupun peluru dari Qatar dan Arab Saudi diberikan untuk pejuang Palestina seperti disindir Sayyed Hasan Nasrullah yang tidak didengar oleh Mursi dan kawan-kawannya. Jika saja dulu Ikhawanul Muslimi percaya dengan Sayyed Hasan, mungkin umat Ikhwanul Muslimin jalanya tidak seperti sekarang.

Keprihatinan ini seperti deretan kesalahan yang tidak perlu, menghujam ke dalam dada umat Muhammad, kenapa bisa begitu rapuhnya umat Islam di hadapan Imperialis, dari satu kesalahan menuju kesalahan berikutnya? Kenapa tidak pernah mendengar berita, seluruh umat Islam di dunia baik di medan tempur secara fisik, budaya, ekonomi, sains melawan tangan Imperialis-Israel? Kenapa Amerika yang berjarak ribuan kilo leluasa mengatur umat Islam?. Kenapa saran Imam Khomeini, ide persatuan Sunni-Syiah tidak didengar oleh jihadis dan Ikhwanul Muslimin? Kenapa mereka lebih percaya dengan NATO?

Tampaknya, pesan Muhammad Iqbal, (1873-1938) mampu mengartikulasikan dengan baik dan menggugah kesadaran umat saat ini;

"Hancurkan dunia sampai berkeping-keping bila tidak sesuai denganmu, ciptakan dunia yang lain dari kedalaman wujudmu, betapa pedih manusia merdeka yang hidup di dunia yang diciptakan oleh manusia lain."


Jihad dan Khilafah

Instan dan malas berpikir adalah kata yang mampu menjelaskan dua kata Jihad dan Khilafah. Dua hal yang berbahaya ini kini dipraktekkan oleh Arab Saudi, Mesir, Qatar dan Turki. Jihad dan Khilafah minus rasionalitas telah menjadikan negara-negara berpenduduk Islam menjadi bangsa yang tidak bisa memotong tangan-tangan imperialis. Berkat irasionalitas ini terbuka peluang bagi Imperialis mengadu domba umat Islam saling berhadapan.

Irasionalitas muncul dari kesalahan mengidentifikasi musuh sejati, jihad dan khilafah menjadi berhala ideologi. Fitrah rasio umat Muhammad Saw harusnya bertanya, jika jihad kenapa dengan arahan NATO?, jika khilafah kenapa dengan banjir darah sesama umat?, bukankah masih ada jalan referendum, cara Islami, kenapa rakyat Suriah tidak ditanya baik-baik, ditawarin proposal khilafah, diuji materi ideologinya oleh seluruh aliran dan lapisan masyarakat Suriah, kenapa mereka malah patungan perang di negeri Suriah bukan meruntuhkan arogansi Israel. Jika Ikhwanul Muslimin dan Jihadis benar kenapa sikap pembeo, pengekor negara Barat terus dipraktekkan?, Iqbal dulu sempat menyindir;

"Jangan sampai hinakan pribadimu dengan imitasi, bangunlah, hai kau yang asing terhadap rahasia kehidupan, nyalakan api yang tersembunyi dalam debumu sendiri, wujudkan dalam dirimu sifat-sifat Tuhan. Bangkitlah, ciptakan dunia baru, bungkus dirimu dalam api, dan jadikan seorang Ibrahim, jangan mau tunduk kepada apapun kecuali kebenaran, ia akan menjadikanmu seekor singa jantan. "

Rasa prihatin Iqbal terhadap negara-negara Arab dulu kini terulang lagi, lalu dari mana kita mulai mengurainya. Satu masukan yang bisa mendedah adalah membongakar isi otak dari pelaku-pelaku kesalahan.

Pelajaran berani yang bisa dipetik adalah sudah saatnya mereformasi kembali ideologi Ikhwanul Muslimin dan kaum jihadis. Pola-pola irasionalitas, berpikir, bertindak, mempresepsi yang dipolakan tidak bisa lepas dari strukur pengetahuan dan pandangan hidup mereka. Cara berpikir ala jihadis dan Ikhwanul Muslimin tidak bisa lepas dari cara pandang mereka terhadap Islam, terlepas dari faktor eksternal.

Revolusi Tauhid

 

Peluang jangka panjang yang bisa dilakukan adalah menawarkan bahwa Islam sebagai agama dan peradaban menjunjung nilai-nilai kemanusiaan universal. Berbagai pihak harus bisa menerima Islam yang ditawarkan. Agama tidak kehilangan rasionalitas. Standar cita rasa Islam universal harus bisa meyakinkan kelompok manapun baik muslim ataupun non muslim. Islam tidak bisa dipersempit dengan gaya keras kepala, orang di luar kelompoknya tidak bisa terus dipaksa mengikuti dengan dalih titah dari Langit.

Agar dapat diterima dari berbagai pihak, tidak ada pilihan lain selain dengan menggenggam Islam dengan rasionalitas, menawarkan peluang filsafat dan tasawuf sebagai alat memahami agama. Jika tidak, maka identifikasi penyakit mental umat Islam dan penyakit Barat tidak bisa dikenali dengan baik. Revolusi tidak bisa direduksi dengan khilafah, revolusi bisa dimulai dengan menjaga identitas Islam dengan memotong tangan Imperialis. Tanpa memotong tangan-tangan imperialis; revolusi sains, budayaan, politik tidak akan tercapai. Independensi adalah mutlak bagi negara yang menginginkan Islam sebagai sistem.

Khilafah tidak bisa dipaksakan di Turki, karena sebagian masyarakat sudah kadung nyaman dengan sekuler. Kesalahan masa lalu kekhalifahan Turki Usmani dengan mengundang teknisi Barat untuk membangun militer canggih tidak dibarengi membangun fondasi filosofis dan paradigma peradaban yang mengakibatkan krisis identitas bagi otentitas budaya Turki. Berdirinya Republik Turki sekuler yang dipimpin Kemal Ataturk (1881-1938) tidak sekedar mengundang teknisi Barat, tetapi juga mengimpor seluruh bangunan pemikiran Barat, termasuk mengganti huruf Arab menjadi huruf latin. Tanpa etos ilmiah hanya menjadikan industri dan militer menjadi tujuan jangka pendek membuka peluang kesalahan berikutnya. Seperti kita saksikan, Turki belakangan harus mengemis menjadi bagian Eropa. Kolaborasi Turki dengan NATO, "paket hemat Khilafah dan menjaga eksistensi Israel, mempertahankan kepentingan Imperialis" adalah keputusan yang bertolak belakang dengan spirit Islam. Konspirasi saling menguntungkan antara NATO dan Ilusi Khilafah kalau tidak dihentikan akan menjadi sejarah yang buruk.

Para tetua Ideolog partai Erdogan dan Mursi harus kembali menyegarkan pemahaman agamanya, mengkonsolidasikan semangat tauhid yang benar sebagai roh revolusi. Mereka harus sadar, membuka jalan penghancuran makam dan masjid, madrasah, membunuh ulama adalah artikulasi semangat tauhid yang salah. Sejatinya, seperti kata Hasan Hanafi, semangat tauhid adalah inti Revolusi Kebangkitan Islam. Murtadha Muthahari mengatakan alam semesta ini unipolar dan uniaksial; alam esensinya berasal dari Tuhan (innalillah) dan kembali kepada-NYA (inna illaihi waji'un).

Revolusi tauhid menurut Hasan Hanafi berarti, 1.Revitalisasi khasanah Islam, 2.Menentang imperialisme kultural dan peradaban Barat 3. Analisis atas dunia Islam. Revitalisasi khasanah Islam bisa dengan memajukan sains seperti yang dilakukan oleh Ibnu Sina. "Qanun Fi al-Tibb" dikarang Ibnu Sina lahir dari peradaban Islam, karya ini paling sering diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa era Renaisans abad 13 dan 17. Contoh lain dengan meneladani Umar Khayyam, penyair dan matematikawan peletak dasar geometri analitik, Ibnu Rusdy pemantik rasionalisme Eropa.

Secara jujur Hasan Hanafi mengapresiasi Revolusi Iran, "Kaum muslim diperhitungkan kembali dalam sejarah peradaban dunia. Kaum Islam masuk kembali dalam gerak sejarah setelah Revolusi Islam akbar Iran pada permulaan abad 15 H. " Dalam proses sejarah ketiga elemen cita-cita Revolusi tauhid oleh Hasan Hanafi telah diterapkan dan terjadi di Iran. Kesalahan partai Erdogan dan Mursi adalah tidak menerima uluran saudara muslim dari Iran untuk membuat front membendung Imperialis dan Israel. Ajakan revolusi jihad ilmu, memajukan sains dan membangun negara Islam dengan kaki sendiri seolah menjadi nyanyian malaikat yang sepi tak bisa menyapa sesama penyembah Allah swt dan satu umat Muhammad Saw. Ajakan Iran dianggap tidak menarik dan pengusung khilafah malah larut dengan hingar-bingar genderang retorika media Barat.

Tragisnya, Iran malah dipetakan bersama Suriah menjadi musuh aqidah dan politik. Erdogan dan Mursi lebih memilih peta jalan Amerika sebagai mitra menghancurkan Suriah. Namun konspirasi memang tak bertuan, langkah keduanya sekarang mulai ada gejala di telikung oleh Barat. Erdogan dan Mursi seharusnya banyak berdialog dengan Sayyid Ali Khameini tentang arti sebuah Revolusi Islam. Mencari titik-titik kesamaan memaknai kebangkitan Islam. Tidakkah kesamaan satu Tuhan dan Al-Quran menjadi dalil yang sangat cukup?

Secara tulus Ayatullah Sayyid Ali Khameini, pemimpin spiritual Iran mengakui bahwa jalan Revolusi Islam Iran adalah pelaksanaan dari cita-cita Iqbal.

"Kebijakan kita berdasarkan prinsip ‘tidak Timur tidak Barat bersesuaian dengan yang Iqbal sarankan, kebijakan mandiri kita identik dengan pandangan Iqbal. Dan di dalam keyakinan kita bahwa al-Quran dan Islam dijadikan sebagai dasar Revolusi dan pergerakaan kita, kita mengikuti jalan yang ditunjukkan oleh Iqbal kepada kita ".

Sudah saatnya pemberhalaan terhadap ajaran Ibn Taimimiyyah dan ajaran Salafi - Wahabi sebagai standar hidup perlu dikoreksi total, terbukti bukannya membebaskan dari hegemoni asing, malah membuka peluang intervensi secara budaya, politik dan militer. Arab Saudi, Afganistan, Pakistan kini menjadi pusat kaki-kaki imperialisme dunia.

Jalan khilafah perlu direvisi, karena sudah menelan darah sesama muslim, bukan darah para syuhada yang harum mengalir akibat pertempuran melawan pasukan zionis atau imperialis. Tumpahan darah 100.000 manusia di Suriah harusnya bisa dihindari jika menggunakan akal sehat (rasionalitas). Gudang-gudang senjata Arab Saudi yang menelan anggaran 39 miliar dolar dapat digunakan dengan semestinya untuk membangun peradaban dan mengurangi dampak kezaliman. Arab Saudi dan Qatar harus merevolusi dirinya, belajar mencari kawan yang benar. Semoga Ibu-ibu muslim di Qatar dan Arab Saudi bisa melahirkan generasi bayi-bayi seperti Ibnu Sina dan Iqbal.

Presiden Suriah Bashar Al-Assa menyatakan bahwa sejak awal krisis dimulai, dia sudah menanti intervensi riil musuh-musuh Suriah. "Saya mengenal semangat dan kesaiapan penuh militer Suriah dalam membela negara di hadapan musuh dan kami akan keluar dari sebagai pemenang dalam pertempuran bersejarah itu."