کمالوندی

کمالوندی

Ayat ke 92

Artinya:

Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.  (4: 92)

Dalam  buku-buku  sejarah disebutkan bahwa salah seorang muslim selama beberapa tahun di Mekah telah disiksa oleh sebagian orang kafir. Setelah ia berhijrah ke Madinah ia bertemu dengan orang yang menyiksa dirinya. Orang ini  membunuhnya dengan keyakinan bahwa orang itu adalah kafir dan zalim tanpa mengetahui bahwa bekas penyiksanya itu telah menjadi seorang muslim. Berita mengenai peristiwa ini sampai pada Nabi  Saw, dan turunlah ayat ini.

Sebagaimana  telah disebutkan dahulu  bahwa hukuman  orang-orang kafir dan zalim  adalah penjara  dan jika perlu hukaman mati. Tetapi sudah barang tentu bahwa hukuman ini dijatuhkan setelah dilakukannya penelitian dan penyelidikan  di bawah pengawasan hakim di dalam masyarakat Islam. Bukannya setiap orang boleh melampiaskan selera dan keyakinannya serta melakukan pembunuhan dan pertumpahan darah. Dengan demikian, perbuatan orang muslim ini juga salah. Oleh karenanya, ia harus mendapatkan balasan dengan membayar diyah (denda) dengan sempurna. Hal ini menjadi hukumannya  dengan syarat-syarat  khusus sebagaimana yang dijelaskan di dalam ayat ini.

Point yang menarik dan perlu diperhatikan adalah bahwa apabila keluarga orang yang terbunuh itu adalah  musuh Islam, maka ganti rugi atau diyah tersebut tidak akan diberikan kepada mereka. Hal itu dimaksudkan untuk mencegah agar keuangan pihak musuh tidak menjadi semakin kuat. Kecuali bila musuh tersebut telah mengikat perjanjian damai dengan kaum muslimin. Dalam hal ini diyah tersebut dapat diberikan dan diterima oleh anggota keluarga korban.

Pembayaran  diyah  dan ganti rugi kepada keluarga orang yang terbunuh memberikan pengaruh yang positif. Di antaranya sebagian dari kesulitan ekonomi yang timbul akibat pembunuhan tersebut dapat tertutupi. Selain itu, adanya diyah merupakan jalan untuk mencegah kesewenang-wenangan masyarakat. Sehingga setiap orang tidak bisa beralasan dengan mengatakan," Pembunuhan yang saya lakukan adalah tidak sengaja." Selain itu, masalah ini menunjukkan adanya penghormatan terhadap jiwa manusia dan keamanan masyarakat.

Dari ayat tadi terdapat  tiga  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Membunuh manusia tidak  sesuai dengan iman kepada Allah. Apabila seseorang melakukannya karena keliru, maka ia harus mendapat hukuman yang berat.

2.  Islam tidak saja menentang perbudakan, bahkan memberikan banyak jalan untuk membebaskan mereka. Seperti bila seorang muslim melakukan kasus pembunuhan maka dendanya juga termasuk membebaskan budak.

3.  Agama Islam bukan hanya berisi perintah ibadah saja. Tetapi Islam juga memiliki ajaran untuk mengatur masyarakat secara benar, menciptakan keadilan dan keamanan.

 

Ayat ke 93

Artinya:

Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.  (4: 93)

Sebagaimana disebutkan dalam  buku-buku  sejarah, ketika sedang terjadi perang Uhud, salah seorang muslim membunuh muslim yang lain dengan alasan permusuhan pribadi. Nabi Muhammad Saw mengetahui hal tersebut melalui wahyu. Dalam perjalanan kembali dari Uhud, beliau memerintahkan agar pembunuh tersebut dijatuhi hukum qishas. Permohonan maaf pembunuh tersebut tidak diterima oleh Rasul Allah Saw.

Sebagai lanjutan dari ayat  sebelumnya yang menjelaskan hukum membunuh sesama muslim dengan keliru, ayat ini menjelaskan hukuman membunuh sesama muslim yang dilakukan dengan sengaja. Di dalam ayat ini dijelaskan bahwa orang yang membunuh dengan sengaja ini mendapat murka Allah  Swt, dan memperoleh balasan api neraka. Dalam hal ini, hukuman duniawi pembunuhan jenis ini, yaitu qishas, telah dijelaskan di dalam ayat lain.

Dari ayat tadi terdapat  dua  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Hukuman bagi pelaku kejahatan sengaja dibedakan dengan pelaku kejahatan tanpa disengaja.

2.  Hukuman berat merupakan salah satu solusi  mencegah kejahatan dan ketidakamanan dalam masyarakat.

 

Ayat ke 94

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu: "Kamu bukan seorang mukmin" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.  (4: 94)

Berdasarkan riwayat  yang dinukil buku-buku  sejarah, setelah  perang Khaibar yang terjadi  antara Muslimin dan Yahudi di sekitar Madinah, Rasul Allah Saw mengutus sekelompok Muslimin ke sebuah desa guna mengajak mereka kepada Islam atau menerima Pemerintahan Islam. Salah seorang Yahudi ketika mengetahui kedatangan tentara Islam tersebut segera menyelamatkan harta dan keluarganya dengan menyembunyikan mereka ke sebuah gunung. Setelah itu ia muncul menyambut kedatangan Muslimin seraya menyatakan kesaksiannya atas keesaan Allah dan kebenaran Risalah Muhammad Saw.

Salah seorang muslim yang meyakini bahwa orang Yahudi tersebut menunjukkan keislamannya karena takut, membunuh dan mengambil hartanya sebagai rampasan perang. Ayat ini turun dan mengecam perbuatan yang tidak benar tersebut, seraya menjelaskan bahwa tujuan Islam mengerahkan pasukan dan tentara, bukan untuk mengumpulkan harta duniawi. Tetapi tujuannya untuk menyeru kepada Islam dan menciptakan perdamaian serta keamanan di  antara kaum  Muslimin dan orang-orang kafir.

Dari ayat tadi terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Perang dan jihad  harus berdasarkan informasi-informasi dan pengetahuan yang mendetail mengenai tujuan dan kondisi musuh. Bukan berdasarkan perasaan atau keinginan mencari harta dunia dan rampasan perang.

2.  Seseorang yang menampakkan keislaman harus diterima dengan tangan terbuka. Kecuali  bila ada kepastian bahwa ia hanya berbohong.

3. Saat berkuasa, kita tidak boleh menyelewengkan kekuasaan, merampas harta atau membunuh para penentang tanpa alasan yang jelas.

4.  Bahaya cinta dunia juga mengancam para tentara di medan tempur yang tengah  menghadapi musuh. Oleh karenanya niat sangat penting.

5.  Jangan berpikiran jelek, berpikiran sederhana, menjadi pendendam dan jangan pula cepat percaya. Hendaklah kita tetap menjaga sikap moderat, sekalipun menghadapi musuh.

Ayat ke 89

Artinya:

Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong.  (4: 89)

Ayat-ayat sebelumnya telah membicarakan banyak hal mengenai adanya kelompok Muslimin yang berpikiran lugu dan malah membantu kaum Munafikin. Ayat ini menegaskan bahwa kaum Munafik berperangai sedemikian buruknya, sehingga mereka bukannya puas menjadi kafir, melainkan juga menginginkan kalian ikut bergabung dengan mereka. Orang-orang semacam ini tidak layak bersahabat dengan kalian dan janganlah kalian anggap mereka itu sebagai teman, kecuali bila mereka meninggalkan cara-cara buruk dan benar-benar memilih Islam dengan tulus. Karena bila mereka masih tetap berperangai buruk, maka ketahuilah mereka itu masih kafir. Karena mereka masih menyalahgunakan nama Islam, maka dimanapun kalian menjumpai mereka, maka tawanlah dan bila perlu bunuh mereka.

Menurut al-Quran, orang-orang Yahudi dan Kristen yang hidup di bawah naungan pemerintahan Islam, harus dilindungi dan dihormati. Tidak seorangpun berhak melanggar kehormatan mereka. Sebaliknya, orang munafik yang berupaya merugikan Islam dan merusak citra Islam  harus dijatuhi  hukuman yang paling berat.

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Jangan kalian lalai akan bahaya orang-orang munafik dan jangan menerima persahabatan mereka. Karena mereka itu lebih buruk dari orang kafir.

2.  Tanda iman yang sejati adalah siap berhijrah di jalan Allah. Orang yang tidak mau berhijrah di jalan agama artinya ia bukan seorang mukmin sejati.

3.  Definisi taubat atau menyesali setiap dosa adalah dengan tidak mengulangi dan menyesali perbuatan dosa itu. Taubat tidak melakukan hijrah dengan melakukan hijrah di jalan Allah.

 

Ayat ke 90

Artinya:

Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka.  (4: 90)

Ayat ini menyebut dua kelompok orang munafik yang  dapat dikecualikan dalam menyikapi orang munafik. Pertama, orang munafik yang meminta perlindungan kepada orang-orang yang tidak menginginkan perang dan kedua, orang-orang munafik yang punya inisiatif untuk berdamai. Kelompok pertama dikecualikan, karena mereka mengikat perjanjian. Sementara kelompok kedua dikarenakan mereka menyatakan bersikap netral. Oleh karenanya,  melanggar hak mereka adalah berseberangan dengan keadilan dan kesatriaan.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Perjanjian politik atau militer yang dilakukan harus dihormati, sekalipun itu dengan orang kafir.

2.  Jihad dan perjuangan dalam Islam bukan untuk membalas dendam atau mendominasi. Oleh karenanya tidak seorangpun berhak melanggar hak orang lain.

 

Ayat ke 91

Artinya:

Kelak kamu akan dapati (golongan-golongan) yang lain, yang bermaksud supaya mereka aman dari pada kamu dan aman (pula) dari kaumnya. Setiap mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik), merekapun terjun kedalamnya. Karena itu jika mereka tidak membiarkan kamu dan (tidak) mau mengemukakan perdamaian kepadamu, serta (tidak) menahan tangan mereka (dari memerangimu), maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka dan merekalah orang-orang yang Kami berikan kepadamu alasan yang nyata (untuk menawan dan membunuh) mereka.  (4: 91)

Sejumlah warga Mekah setiap kali mendatangi Rasulullah Saw selalu berpura-pura menunjukkan dirinya sebagai orang Islam. Namun, ketika mereka kembali ke Mekah, mereka menyembah berhala dan mengikuti orang-orang kafir agar terhindar dari gangguan orang-orang kafir. Dengan cara ini, mereka mendapat keuntungan dari dua kelompok dan selamat juga dari ancamannya. Kecenderungan hati mereka lebih kepada kaum Kafir dan bahkan mengikuti makar kaum Kafir terhadap kaum Muslimin.

Kemudian ayat ini diturunkan yang menyatakan bahwa kelompok ini harus ditindak tegas. Karena orang-orang ini merupakan pasukan musuh yang menyusup di front Muslim dan ancaman mereka lebih besar dari orang-orang kafir yang jelas-jelas menyatakan perang. Kelompok ini bukanlah kelompok yang diperintahkan agar kaum Muslimin berdamai dengan mereka. Mereka ini licik dan suka berbuat makar dan tidak bersikap netral dalam perang. Bahkan  mereka inilah yang mengobarkan api peperangan. Oleh karenanya, hukuman yang dijatuhkan atas mereka berbeda dengan hukuman terhadap orang lain. Setiap kali umat Islam menemukan orang yang seperti ini, maka harus ditawan dan bila mereka melakukan perlawanan, maka harus dibunuh.

Dari ayat tadi terdapat  dua  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Umat Islam harus mengetahui berbagai  model  musuhnya dan menyikapi mereka sesuai dengan sikapnya.

2.  Mereka yang bermaksud menggulingkan pemerintah Islam harus ditindak dengan tegas.

3.  Tanda orang munafik adalah mereka hanya mencari kesejahteraan dan kesenangan hidup, sama sekali tidak ada upaya untuk menjaga keimanan dan akidah. (IRIB Indonesia)

Ayat ke 86

Artinya:

Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.  (4: 86)

Ayat ini menyinggung soal sikap antara sesama umat Islam dan menyatakan bahwa dalam interaksi dengan orang lain maka fondasinya harus kasih sayang dan penghormatan. Dalam istilah al-Quran disebut mahabbah dan tahiyyah baik itu berbentuk ucapan atau perbuatan. Saling mengucapkan salam  saat bertemu dengan orang lain serta memberikan hadiah dalam pertemuan keluarga dan sahabat merupakan hal yang dianjurkan oleh Islam. Ayat ini melihat salam dan hadiah sebagai perkara yang disepakati dan menghimbau kepada umat Islam untuk melakukannya setiap kali bertemu.

Islam memerintahkan umat Islam agar menjawab salam dengan jawaban yang lebih baik, atau sama. Dengan ungkapan lain, berikanlah jawaban salam orang lain dengan lebih baik dan hangat serta balaslah hadiah mereka dengan hadiah yang lebih baik. Dalam sejarah disebutkan, salah seorang dari budak Imam Hasan Mujtaba as menghadiahkan sekuntum bunga kepada beliau. Menjawab kebaikan budaknya, Imam Hasan as memerdekakannya dan menjelaskan alasan dari perbuatannya itu lewat ayat ini.

Dari ayat tadi terdapat  tiga  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Segala bentuk kasih sayang dari orang lain kita balas dengan bentuk yang terbaik dan  tidak sama.

2.  Menolak kebaikan orang lain adalah perbuatan yang tidak benar. Hadiah harus diterima dan haruslah dibalas dengan lebih baik.

3.  Mengabaikan salam dan penghormatan orang lain berdampak negatif yang akan dirasakan oleh manusia di dunia dan akhirat.

 

Ayat ke 87

Artinya:

Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Sesungguhnya Dia akan mengumpulkan kamu di hari kiamat, yang tidak ada keraguan terjadinya. Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(nya) dari pada Allah?  (4: 87)

Sebagai  pelengkap ayat 86, Allah Swt menyatakan akan memperhitungkan semua amalan manusia dan tidak ada perbuatan baik atau buruk yang tersembunyi dari penglihatan-Nya. Lanjutan ayat  86 ini menyebutkan, Dia lah Tuhan yang Maha Esa yang awal penciptaan ada di tangan-Nya. Akhir dunia juga di tangan-Nya dan Dia mengumpulkan kalian setelah kalian mati dalam satu hari dan satu tempat serta setiap orang akan menyaksikan ganjaran dan balasan perbuatannya.

Pertanyaan, lalu mengapa sebagian dari kalian meragukan kedatangan Hari Kiamat? Adakah kalian menemui yang lebih jujur dari Tuhan? Tuhan tidak perlu berbohong. Bohong  biasanya bersumber dari  rasa takut, memerlukan atau kebodohan. Sementara Tuhan Maha  Kaya dan  Mengetahui. Apa  gunanya Dia bebohong dan menjanjikan kedatangan Hari Kiamat bagi kalian?

Dari ayat tadi terdapat  dua  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Mulai sekarang, marilah kita memikirkan soal Hari Kiamat dan berupaya di jalan keridhaan Tuhan dan janganlah kita sembah selain-Nya.

2.  Dengan adanya berbagai argumentasi yang membenarkan kedatangan Hari Kiamat seperti janji Tuhan dan keadilan-Nya, maka tidak tersisa keraguan. Dia menciptakan manusia dari tiada bagaimana mungkin ia tidak mampu menciptakan untuk kedua kalinya?

 

Ayat ke 88

Artinya:

Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri? Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah? Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya. (4: 88)

Ayat ini sebagai lanjutan ayat-ayat sebelumnya, yang menjelaskan pikiran dan amalan Munafikin, menyentuh soal cara sikap kaum Mukmin terhadap mereka. Ayat ini menyebutkan, mengapa sekelompok dari kalian cepat percaya dan kalian pikir bahwa kaum Munafikin adalah dari kalian dan bersama kalian? Mereka sama sekali tidak bersama dengan kalian dan sama sekali jiwa dan pikirannya tidak beriman. Iman yang mereka nyatakan itu tidak lebih dari sekadar lisan.

Tanda iman adalah ketaatan praktis atas perintah-perintah Tuhan serta Rasul-Nya bukannya cukup dengan menyatakan lewat lisan. Sementara orang munafik dan berwajah dua mengalami siksaan ilahi akibat perbuatan mereka dan tidak akan mendapatkan hidayah dan  kebahagiaan. Mereka berpikir telah menipu umat Islam, padahal mereka menipu dirinya sendiri.

Ayat ini dengan jelas menunjukkan, setiap orang yang ingin menipu orang lain dengan cara menampakkan diri sebagai mukmin, padahal batinnya tidak beriman, tidak ada yang dapat memberi petunjuk mereka, bahkan Rasulullah Saw. Meskipun dalam ayat ini disebutkan dua kali tentang penyesatan Allah, tapi harus diketahui bahwa di awal ayat ini telah diperingatkan bahwa semua itu akibat perbuatan mereka sendiri. Allah Swt menyiapkan sarana yang sama bagi setiap orang, tapi sebagian orang menolak petunjuk tersebit dan memainkan hukum Allah.

Orang yang seperti ini jelas tidak akan mendapat petunjuk, yang diungkapkan dalam al-Quran bahwa Allah menyesatkan mereka. Padahal kesesatan itu berasal dari mereka sendiri yang menolak hidayah yang diturunkan Allah. Dengan penjelasan seperti ini, menjadi sangat mudah kita pahami betapa Allah tidak pernah menginginkan manusia tersesat. Karena bila hal ini benar, maka tidak pernah ada orang non-muslim yang akan beriman kepada Allah. Adanya orang non-muslim yang kemudian beriman menunjukkan betapa Allah tidak menginginkan kesesatan manusia. Orang sesat dalam ayat ini dikarenakan hatinya penuh kemunafikan yang tidak ingin menerima hidayah barang sedikitpun.

Dari ayat tadi terdapat  dua  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Kebinasaan manusia bergantung pada perbuatannya sendiri. Allah tidak menyesatkan seseorang tanpa alasan.

2.  Dalam menyikapi Munafikin, janganlah kita cepat percaya dan jangan cepat merasa kasihan  kepada mereka.  Lebih penting lagi kita jangan mencari kasih sayang mereka.

Ayat ke 83

Artinya:

Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).  (4: 83)

Melanjutkan ayat sebelumnya yang menjelaskan sikap tidak sewajarnya yang dilakukan kaum Munafikin terhadap Rasul dan Muslimin di era permulaan Islam, ayat ini menyebutkan salah satu bentuk dari sikap Munafikin. Menurut  al-Quran, orang-orang Munafik biasa menyebarluaskan berita-berita bohong khususnya mengenai perang. Rumor-rumor seperti ini membangkitkan rasa takut di tengah masyarakat dan tidak jarang juga memberikan rasa aman yang tidak pada tempatnya di tengah mereka.

Selanjutnya, ayat ini menyampaikan satu perintah umum kepada masyarakat muslim terhadap Ulil Amri (Penguasa Islam). Ayat ini menjelaskan bahwa kaum Muslimin harus merujuk kepada para pimpinan mereka terkait tatanan sosial, agar Ulil Amri dapat menganalisa dengan benar serta menyampaikan hal yang sebenarnya kepada masyarakat.

Lanjutan ayat ini menyentuh poin penting yaitu sikap orang-orang Munafik yang menyeret manusia kepada kekufuran dan mengikuti setan. Seandainya tidak ada rahmat Tuhan dan petunjuk Rasul serta para pemuka agama, niscaya sebagian masyarakat akan sesat dan terjerumus dalam tipuan dan bisikan setan saat menghadapi problem sosial.

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Di antara kebiasaan orang-orang Munafik adalah menyebarluaskan isu di tengah masyarakat. Semua itu harus diwaspadai oleh Muslimin.

2.  Informasi militer Muslimin harus dirahasiakan dan hanya boleh diketahui oleh para pimpinan masyarakat.

3.  Hanya  mereka yang punya kemampuan mengambil istinbat (menyimpulkan hukum) yang akan mendapatkan kebenaran dan lapisan masyarakat lain harus merujuk kepada mereka.

 

Ayat ke 84

Artinya:

Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan(Nya).  (4: 84)

Sejarah menyebutkan bahwa setelah kekalahan kaum Muslimin di Uhud, Abu Sufyan telah menentukan waktu untuk melakukan serangan berikutnya. Pada waktu yang telah ditentukan juga, Rasul Saw memanggil dan mengundang Muslimin untuk membicarakan masalah ini. Namun kenangan pahit mereka di Uhud telah menyebabkan banyak sekali yang enggan datang. Sekaitan dengan hal ini, ayat ini diturunkan dan diperintahkan kepada Rasul Saw, sekiranya tidak ada satu orangpun yang datang, engkau berkewajiban berperang dan berangkat ke  medan tempur. Hal ini harus dilakukan sekalipun engkau berkewajiban mengajak Muslimin untuk berjihad.

Rasul  Saw melakukan perintah Allah ini dan sedikit orang menyertai Rasul Saw. Tapi musuh ternyata tidak hadir di tempat yang telah dijanjikan dan tidak terjadi perang. Di sinilah janji Allah untuk mencegah orang-orang kafir memukul Muslimin terbukti.

Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Seorang pemimpin haruslah senantiasa di barisan terdepan saat menghadapi bahaya dan ancaman. Bahkan bila tinggal seorang diri, tetap ia tidak boleh meninggal medan tempu. Bila perintah ini ditaati, niscaya bantuan Tuhan akan datang kepadanya.

2.  Tugas para nabi mengajak warga kepada agama, bukan mendesak dan memaksa mereka.

3.  Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, tidak terkecuali para nabi.

4.  Kekuatan ilahi adalah kekuatan yang paling unggul dengan syarat masyarakat menjalankan tugas masing-masing.

 

Ayat ke 85

Artinya:

Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. Dan barangsiapa memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.  (4: 85)

Melanjutkan ayat sebelumnya yang memperkenalkan Rasul sebagai yang bertanggung jawab menyeru Mukminin untuk berjihad, ayat ini menjelaskan sebuah kaidah umum. Menurut ayat ini, bukan hanya Nabi tapi setiap orang bertanggung jawab menyeru dan mengajak orang lain untuk buat kebajikan, dengan syarat dilakukan lewat cara yang baik. Kendatipun setiap orang hanya bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, tapi bukan berarti seorang muslim tidak peduli dengan orang lain, bahkan baik buruknya masyarakat. Sekali lagi, Islam bukan agama yang hanya mengurusi masalah pribadi dan peribadatan murni, tapi juga memiliki aspek sosial.

Amar Makruf dan Nahi Munkar salah satu dari tugas setiap muslim yang harus dilakukannya dalam lingkup kehidupannya termasuk pribadi, keluarga, tempat tinggal, tempat kerja dan di lingkungannya.

Manusia tidak hanya menerima pahala dan hukuman perbuatannya sendiri, tapi juga mendapat pahala akibat perbuatan sosialnya. Bila seseorang menjadi penyebab orang lain melakukan kebaikan, maka ia akan menerima sebagian dari pahala perbuatan itu. Sebaliknya, bila ia menjadi penyebab orang lain melakukan keburukan, maka ia juga akan mendapatkan sebagian dari hukuman itu.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Mendamaikan dua muslim, bekerjasama melakukan kebaikan di tengah masyarakat, membantu orang lain dan ikut perang melawan musuh merupakan inti kebaikan dan kewajiban setiap muslim.

2.  Manusia tidak dapat melakukan setiap kebaikan karena keterbatasan tempat dan waktu. Tapi ia dapat memperoleh pahala dengan menjadi penyebab  orang lain melakukan kebaikan.

Ayat ke 80

Artinya:

Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.  (4:80)

Manajemen yang baik dalam mengelola masyarakat perlu menetapkan peraturan pemerintah yang baik dan ditaati oleh rakyat. Perlu diingat juga bahwa agama Islam tidak diturunkan oleh Allah Swt kepada manusia hanya untuk mengatur masalah pribadi manusia, tapi juga masalah sosialnya. Islam melihat kebahagiaan manusia berada  di balik kebahagiaan sosial dan perannya di berbagai pentas sosial.

Kewajiban seperti zakat, haji, jihad adalah contoh jelas perintah-perintah sosial dan menindaklanjuti hukum ini memerlukan jaminan pelaksanaan dan tiada lain jaminan itu adalah pembetukan pemerintahan Islam.

Menurut al-Quran, Rasul Saw bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan perintah-perintah ilahi, tetapi beliau juga menjadi hakim dan pemimpin masyarakat Islam. Menaati Rasulullah Saw sejajar dengan mengikuti perintah Tuhan. Sebaliknya, melanggar beliau sama artinya melanggar perintah Allah.

Poin penting yang patut diperhatikan, ayat ini menyatakan bahwa Rasul Saw di depan masyarakat tidak bertugas memaksa masyarakat menerima kebenaran dan melaksanakannya, sekalipun beliau merupakan pemimpin masyarakat. Tanggung jawab beliau hanya mengarahkan dan memimpin masyarakat, bukan memaksa mereka melaksanakan perintah-perintah  ilahi.

Dari ayat tadi terdapat  dua  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Taat kepada Tuhan bukanlah berarti melaksanakan shalat dan puasa saja, tapi juga termasuk taat kepada para pimpinan sosial ilahi dan penanggung jawab agama.

2.  Tugas para nabi adalah menyebarkan agama bukan memaksakannya dan manusia harus memilih agama  lewat kehendaknya.

 

Ayat ke 81

Artinya:

Dan mereka (orang-orang munafik) mengatakan: "(Kewajiban kami hanyalah) taat". Tetapi apabila mereka telah pergi dari sisimu, sebahagian dari mereka mengatur siasat di malam hari (mengambil keputusan) lain dari yang telah mereka katakan tadi. Allah menulis siasat yang mereka atur di malam hari itu, maka berpalinglah kamu dari mereka dan tawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi Pelindung.  (4: 81)

Ayat ini kembali memperingatkan bahaya orang-orang Munafik yang ditujukan kepada Nabi Saw dan Muslimin. Waspadailah bahwa di antara kalian terdapat kelompok yang lemah imannya atau munafik yang pada lahiriahnya seakan-akan bersama Muslimin. Karena dalam pertemuan rahasia di malam hari mereka mengambil keputusan lain dan berupaya melakukan konspirasi terhadap umat Islam. Cara menghadapi orang-orang seperti ini adalah dengan mengenali mereka dan tidak boleh cemas terhadap konspirasi mereka. Karena Tuhan memantau ucapan dan keputusan mereka dan harus dipatahkan tepat waktunya. Oleh karenanya sudah sepatutnya muslimin  bertawakal dan meminta bantuan dari-Nya.

Dari ayat tadi terdapat  tiga  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Janganlah kita lalai terhadap konspirasi musuh dalam negeri. Jangan juga bepikir musuh hanya ada di luar perbatasan.

2.  Janganlah cepat percaya semua pernyataan persahabatan. Ingat, bila lisan semakin manis dan suka memuji, maka semakin besar kemungkinan kemunafikannya.

3.  Allah Swt adalah pelindung sejati Mukminin. Allah membantu umat Islam dengan bantuan lahiriah dan gaib.

 

Ayat ke 82

Artinya:

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.  (4: 82)

Para  penentang Islam yang tidak memiliki alasan di depan logika dan argumentasi gamblang Rasul  Saw, mereka melontarkan berbagai tudingan. Di antaranya mereka mengatakan, al-Quran adalah hasil pikiran Muhammad dan Allah Swt. Dalam ayat ini menyatakan, mengapa kalian tidak tadabbur atau merenung mengenai ayat-ayat  al-Quran? Padahal al-Quran sepanjang lebih dari 20 tahun era risalah Nabi, diturunkan dalam kondisi yang berbeda-beda, baik itu kondisi damai dan perang. Sekiranya hasil dari  pikiran manusia sudah sewajarnya akan dijumpai banyak perselisihan, baik dari sisi kandungan maupun dari sisi bentuk dan keindahan pengungkapan.

Pada prinsipnya, salah satu dari mukjizat al-Quran adalah kekuatan dan kebernilaian ayat-ayat al-Quran di sepanjang sejarah manusia. Karena, para penulis yang paling hebat sekalipun tidak dapat membandingkan tulisannya saat ini dengan hasil karyanya 20 tahun yang akan datang. Dalam rentang waktu ini akan terjadi perubahan dan perkembangan.

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Berbeda dengan mereka yang mendefinisikan agama bertentangan dengan pikiran dan ilmu pengetahuan, ayat ini secara gamblang mengajak semua manusia merenungkan ayat-ayat ilahi agar dapat sampai kepada kebenaran Islam.

2.  Al-Quran dapat dimengerti oleh semua zaman dan generasi dan semua mukminin diwajibkan merenungkannya.

3.  Apabila masyarakat kembali kepada al-Quran, perselisihan dan pertikaian akan sirna.  Karena dalam al-Quran tidak ada sesuatu yang menyebabkan perselisihan.

Ayat ke77

Artinya:

Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.  (4: 77)

Riwayat sejarah menjelaskan, manakala Muslimin berada di Mekah, mereka berada di bawah tekanan dan gangguan orang-orang Musyrik. Tekanan ini membuat mereka menghadap Rasul. Mereka mengatakan, "Wahai Rasul! Sebelum kami masuk Islam, kami aman, namun kini kami tidak aman lagi dan senantiasa mendapat siksaan dan gangguan musuh. Izinkanlah  kami memerangi mereka agar kami peroleh lagi keamanan dan kemuliaan kami".  Rasulullah Saw menjawab, "Untuk sementara ini, kita tidak diperintahkan untuk berperang. Jadi, kalian tunaikan kewajiban-kewajiban pribadi dan sosial kalian semisal shalat dan zakat!"

Ketika  Rasul Saw dan sahabat diperintahkan untuk berjihad, mereka yang sebelumnya ingin berperang justru mencari-cari alasan untuk tidak berjihad. Ayat ini turun dan mengkritisi sikap ganda ini. Kendati  sebab turunya  ayat ini berkenaan dengan kelompok Muslimin di awal Islam, namun substansi ayat ini dapat dijumpai pada setiap zaman. Senantiasa ada manusia yang bersikap ifrat (berlebihan) dan  tafrit (pengurangan) dalam perilaku sosial. Adakalanya mereka melangkah lebih ekstrim dari pemimpin sosial mereka dan ada juga yang lebih lambat dari masyarakat umum.

Sebenarnya tipe manusia seperti ini tidak ingin tahu apa tugas dan kewajibannya. Suatu saat mereka bersemangat bagaikan ombak laut yang menggelegar,namun ketika ombak itu tiba di tepi pantai, berubah menjadi busa yang tidak dapat bertahan lama. Manusia seperti ini bagaikan tong kosong nyaring bunyinya, dari luar begitu ramai namun dari dalam mereka tidak berani apa apa.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Hukum-hukum agama  diturunkan secara bertahan. Orang yang memiliki kemampuan jihad adalah  orang-orang yang sebelumnya telah terdidik dengan shalat dan zakat serta  telah memerangi hawa nafsu dan setan dari batin.

2.  Kesulitan dan problema sosial tidak boleh disikapi dengan emosional, melainkan harus mengikuti pandangan para pemuka yang adil dan berpikiran jauh ke depan.

 

Ayat ke 78-79

Artinya:

Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?  (4: 78)

Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi. (4: 79)

Pada ayat sebelumnya, telah  dijelaskan bahwa sekelompok Muslimin yang imannya lemah dan penakut  melakukan protes dan meminta penundaan  ketika diperintah untuk jihad. Hal itu dilakukan  dengan tujuan menyelamatkan diri dari kematian. Ayat ini menyebutkan bahwa  ketahuilah jika kalian tinggal di tempat yang paling kokoh sekalipun kematian akan menyongsong kalian. Beruntunglah orang yang berjalan di atas jalan yang benar lagi bernilai seperti jihad. Mereka ini mengasuransikan kesehjahteraan kehidupan akhirat dengan cara berjihad dan syahid di jalan Allah ketika berada di dunia.

Ayat ini kemudian mengungkap sikap buruk munafikin yang biadap terhadap Nabi  Muhammad Saw. Setiap kali mereka menang dalam perang, mereka melihat kemenangan itu dari anugerah dan karunia Tuhan, namun apabila dalam perang itu, mereka kalah, maka mereka menyalahkan Rasul, sebagai sosok yang tidak tidak tahu manajamen.

Ayat ini menyanggah hal ini. Semua yang ada di alam ini adalah atas kehendak Tuhan dan tanpa kehendakNya tidak akan ada sesuatu terjadi, baik itu kemenangan atau kekalahan. Namun kehendak Tuhan bukanlah tanpa alasan dan perhitungan. Jika kalian melaksanakan tugas kalian, maka Tuhan menakdirkan kebaikan dan kemenangan bagi kalian.  Sebaliknya,  bila  kalian malas dan ingkar seperti dalam perang Uhud maka Allah  Swt menakdirkan kekalahan buat kalian.

Hubungan manusia dengan Tuhan bagaikan hubungan  bumi dengan matahari. Bumi mengelilingi matahari dan setiap kali menghadap dengan matahari, maka ia memperoleh cahaya dan panasnya matahari dan setiap kali membelakangi matahari, bumi menjadi dingin dan gelap.

Dari itulah, dapat dikatakan  bahwa  cahaya bumi dari matahari, sementara  kegelapannya  berasal  dari dirinya sendiri. Manusia juga demikian, di  mana saja ia menghadap Tuhan, maka ia akan memperoleh karunia dan rahmat-Nya.  Apabila ia membelakangi Tuhan,  maka  ia akan terjauhkan dari karunia Tuhan. Walaupun hakikat ini hanya dimengerti oleh manusia-manusia berjiwa bersih,  sementara  orang-orang yang berjiwa sakit  tidak  dapat mengerti atau sengaja tidak mau menerima.  Karena  mereka menganggap dirinya  sebagai sentral, bukannya Tuhan. Padahal kriteria kebenaran dan kebatilan adalah Tuhan bukannya mereka.

Dari  dua  ayat tadi terdapat  lima  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Kematian sudah ditentukan oleh Tuhan, lalu apa gunanya lari dari perang dan jihad?

2. Janganlah kita meletakkan dosa di pundak orang lain dan jangan kita suka membuat alasan untuk lari dari tanggung  jawab.

3. Kematian dan kehidupan, kepahitan dan manisnya kehidupan, semuanya adalah ketetapan Tuhan yang Maha Bijaksana.

4. Dalam perspektif  ilahi, setiap keindahan dan kesempurnaan adalah dari Tuhan dan apa saja kekurangan adalah dari diri kita sendiri.

5. Risalah Nabi bersifat mendunia dan tidak dikhususkan kepada etnis atau kawasan tertentu.

Ayat ke 74

Artinya:

Karena itu hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar.  (4:74)

Telah disebutkan sebelumnya bahwa  salah satu ciri orang munafik ialah umumnya mereka mengelak berjihad di jalan Allah, bahkan mencegah orang lain ikut serta berjihad.

Ayat ini menegaskan bahwa orang yang lari dari perang, tandanya ia tidak beriman kepada Allah dan Hari Kiamat. Jika seseorang meyakini adanya pahala akhirat, niscaya kehidupan dunia dipandangnya sebagai ladang untuk kehidupan abadi dan tentu orang semacam ini akan ringan berjuang di jalan Allah. Karena, manusia mukmin mengetahui tugasnya yaitu membela kehormatan agama di depan musuh dan berupaya menunaikan tugasnya semaksimal mungkin. Sementara mereka tidak pernah berpikir tentang hasilnya, karena semuanya di tangan  Tuhan. Kesudahan perang apapun yang terjadi; menang atau kalah, tidak ada beda di  sisi Allah. Targetnya adalah menunaikan kewajiban dan bekerja untuk keridhaan Allah, bukan semata-mata mengalahkan musuh.

Dari ayat tadi terdapat  tiga  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Tujuan jihad dalam Islam adalah menjaga kemuliaan agama, bukannya untuk ekspansi, balas dendam atau kolonialisasi.

2.  Salah satu medan menguji keimanan adalah saat berada di medan tempur.  Di situlah seorang mukmin sejati dipisahkan dari yang munafik.

3. Dalam front kebenaran  tidak ada istilah lari dan kalah, melainkan syahid atau menang.

 

Ayat ke 75

Artinya:

Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!".  (4: 75)

Ayat-ayat  al-Quran seringkali menganjurkan orang-orang mukmin agar menjadikan iman kepada Hari Kiamat sebagai pegangan dan ayat-ayat al-Quran juga acapkali membuat perbandingan antara kehidupan dunia dan akhirat. Di samping itu, al-Quran juga mengajak mukminin agar berjihad di jalan Allah. Ayat ini menggugah emosi manusia dan menghendaki dari mereka agar bangkit berjuang dan berupaya menyelamatkan mereka yang dianiaya orang-orang zalim.

Ayat ini dengan jelas menegaskan bahwa menyelamatkan dan membebaskan orang-orang yang teraniaya dari dominasi orang-orang keji, merupakan tujuan jihad dan itulah yang dikatakan jihad fisabilillah. Seorang mukmin sejati memiliki tanggung jawab di depan agama dan manusia setanah air dan tidaklah sepantasnya mereka mengabaikan kesulitan orang lain dan hanya memikirkan kesejahteraan dan keluarganya sendiri.

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Jihad  dalam Islam di samping bersifat ilahi, juga manusiawi. Perjuangan untuk pembebasan manusia, adalah perjuangan ilahi.

2.  Ketidakacuhan di depan penderitaan dan permintaan bantuan orang-orang teraniaya adalah dosa. Haruslah bangkit dengan seluruh kekuatan untuk membela mereka.

3.  Untuk menyelamatkan diri dari cengkeraman orang-orang zalim, haruslah meminta pertolongan dari Tuhan dan para aulia-Nya, bukannya dari setiap orang dan dengan segala bentuk.

 

Ayat ke 76

Artinya:

Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah.  (4: 76)

Untuk memperjelas tujuan jihad, ayat ini menjelaskan tujuan kaum Mukminin dan kaum Kafir dalam melakukan perang. Disebutkan, ahli iman berperang bukan hanya untuk memelihara dan memperkokoh agama Tuhan, dan untuk sampai kepada kekuatan dan kedudukan untuk dirinya, melainkan tujuan mereka adalah keridhaan Tuhan. Sementara orang-orang kafir berperang guna memperkokoh pemerintahan orang-orang zalim dan tiran. Tujuan mereka adalah untuk menguasai orang lain dan menjajah mereka.

Selanjutnya ayat ini bahwa orang-orang mukminin distimulasi untuk berperang melawan kelompok dominan ini. Jangan kalian pikir mereka itu kuat, sementara kalian lemah. Tapi sebaliknya, dengan memiliki iman pada Tuhan, kalian memiliki kekuatan yang paling tinggi dan lantaran mereka mengikuti syaitan mereka itu sangat lemah. Janganlah kalian takut menentang pasukan kafir dan tiran serta perangilah mereka dengan semua kekuatan dan ketahuilah kalian lebih mulia. Sebab mereka pengikut setan, sementara setan adalah lemah di hadapan kehendak Tuhan.

Dari ayat tadi terdapat  empat  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Fi sabilillah artinya keridhaan Allah dijadikan sebagai simbol dan tujuan semua urusan dalam masyarakat Islam.

2.  Ketidakpedulian pada urusan sosial dan menghindari jihad tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang mukmin. Di antara tanda iman adalah melawan hawa nafsu.

3.  Kufur, thagut dan setan merupakan tiga serangkai yang saling bergantung untuk melanjutkan kehidupan. Dari itulah, masing-masing berusaha untuk menguatkan yang lain.

4.Kesudahan atau akibat mengikuti setan adalah kegagalan. Karena pembelaan setan untuk para pengikutnya adalah sangat lemah.

Ayat ke 69-70

Artinya:

Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.  (4: 69)

Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.  (4: 70)

Menurut ayat-ayat sebelumnya,  mereka  yang menjalankan perintah  ilahi di dunia ini, akan memperoleh berkah dalam kehidupan dunia,  serta senantiasa mendapat hidayah khusus ilahi. Sementara ayat ini menyatakan, orang-orang seperti inilah yang nantinya duduk di  samping Rasul serta orang-orang saleh serta memperoleh manfaat dari keberadaan mereka di sana.

Dalam surah al-Fatihah yang  sering diulangi pada setiap shalat, kita  memohon dari Allah agar memelihara kita tetap di jalan yang benar. Jalan orang yang telah diberikan kepada mereka nikmat khusus. Dalam ayat ini, kita diberitahu bahwa orang-orang yang terbaik adalah para nabi, syuhada dan orang-orang suci. Oleh karenanya, dalam setiap shalat, kita mohon dari Tuhan supaya kita dikumpulkan dengan orang-orang  terbaik  ini.

Dari  dua  ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Cara mendapatkan sahabat yang baik di dunia dan akhirat adalah dengan menaati perintah Tuhan dan Nabi.

2.  Dalam memilih teman, iman dan kesucian adalah syarat yang paling mendasar.

3.  Iman bahwa Tuhan mengetahui perbuatan-perbuatan kita merupakan dorongan terbaik untuk melaksanakan perbuatan baik.

 

Ayat ke 71

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama! (4: 71)

Islam sebagai  agama kehidupan  membuatnya memiliki dimensi individu dan sosial.  Oleh karenanya,  perintah-perintah  al-Quran selain pelaksanaan ibadah dan tugas personal,  juga mencakup juga berbagai urusan sosial. Di  antaranya persoalan-pesoalan penting sosial adalah  cara menghadapi musuh dari dalam dan luar. Al-Quran di dalam banyak ayatnya mengajak orang-orang  mukmin agar bersiap siaga untuk membela teritorial Islam dan ajaran Islam. Al-Quran juga  menyebutkan bahwa segala bentuk kerugian dan musibah yang dialami manusia di jalan ini memiliki nilai dan kesakralan yang tinggi.

Sebagaimana dalam ayat sebelumnya, kedudukan para syuhada disejajarkan dengan para  nabi dan orang-orang saleh, di sini orang-orang mukmin diminta agar meningkatkan kemampuan militernya, sehingga dapat menghalau segala bentuk ekspansi musuh.

Kata "Hidzr" berarti media untuk mempertahankan diri. Dengan kata lain, kalian janganlah menyerang musuh terlebih dahulu. Namun bila musuh menyerang kalian, maka kalian harus memiliki kesiapan membela diri sehingga kemuliaan dan kekuatan kalian terpelihara.

Dari ayat tadi terdapat  dua  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Kaum  Muslimin haruslah mengetahui metode dan  fasilitas militer musuh agar mereka dapat menyediakan peralatan pertahanan dan siap untuk membela diri.

2.  Semua masyarakat harus dibekali latihan militer untuk membela tanah air dan agamanya bila musuh menyerang.

 

Ayat ke 72-73

Artinya:

Dan sesungguhnya di antara kamu ada orang yang sangat berlambat-lambat (ke medan pertempuran). Maka jika kamu ditimpa musibah ia berkata: "Sesungguhnya Tuhan telah menganugerahkan nikmat kepada saya karena saya tidak ikut berperang bersama mereka.  (4: 72)

Dan sungguh jika kamu beroleh karunia (kemenangan) dari Allah, tentulah dia mengatakan seolah-oleh belum pernah ada hubungan kasih sayang antara kamu dengan dia: "Wahai kiranya saya ada bersama-sama mereka, tentu saya mendapat kemenangan yang besar (pula)".  (4: 73)

Ayat sebelumnya menyinggung soal kesiapan Muslimin di hadapan musuh asing. Ayat ini memperingatkan soal keberadaan Munafikin dan musuh-nusuh dari dalam. Orang-orang oportunis yang mengejar kepentingan pribadi dan bukan hanya enggan mengorbankan jiwa di jalan Allah Swt, bahkan mereka menghalangi orang lain dari berjihad dengan tujuan mereka tidak dikenali dan mencolok mata. Ayat ini memperkenalkan ciri-ciri orang orang semacam ini dengan mengatakan bahwa dalam kesulitan masyarakat Islam, mereka menjauhkan diri dan bersyukur kepada Tuhan karena keluar dari bahaya dengan selamat dan ketika muslimin dalam kesenangan dan kemenangan, mereka meratap dan menyesali karena tidak memperoleh rampasan perang.

Dari  dua  ayat tadi terdapat  lima  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Medan perang dan jihad adalah medan ujian yang terbaik untuk mengenali Mukminin dan Munafikin.

2.  Kehadirin Munafikin di medan pertempuran, melemahkan semangat para pejuang.  Oleh karenanya,  mereka harus dikenali dan janganlah kalian kirim mereka ke medan laga.

3.  Lari dari perang dan medan kesulitan masyarakat Islam, di  antara tanda kemunafikan.

4.  Kesejahteraan akan bernilai apabila lapisan lain masyarakat juga sejahtera, bukannya seseorang bergelimang kesejahteraan, sementara kelompok lain terjepit kesusahan.

5.  Dalam kacamata munafikin  kesejahteraan dan kebahagiaan  terletak pada kekayaan duniawi kita harus waspada janganlah sampai seperti mereka.

Ayat ke64

Artinya:

Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.  (4: 64)

Bila ayat-ayat sebelumnya mengajak umat Islam untuk tidak meladeni orang-orang Munafik yang tidak ingin menjadikan Rasulullah Saw sebagai hakim mereka saat berselisih, maka ayat ini menjelaskan sebuah masyarakat Islam yang ideal. Di mana dalam masyarakat ideal ini, rakyatnya beriman kepada Allah Swt dan ketaatan mereka kepada pemimpinnya begitu kuat dan kokoh . Sementara mereka yang terlanjur jatuh ke jurang kesesatan dan penyimpangan menyesali perbuatannya dan memohon ampun kepada Allah Swt lewat pemimpinnya. Rasulullah Saw sebagai pemimpin menerima taubat dan istighfar mereka.

Ketika mereka memohon ampun kepada Allah Swt lewat Rasulullah Saw, maka sudah barang tentu Allah pasti mengabulkan doa Nabi-Nya. Bila Allah mengabulkan doa beliau, dengan sendirinya permohonan ampun mereka juga diterima oleh-Nya. Tidak hanya Rasulullah Saw saja yang mendoakan mereka, tapi  para malaikat juga mendoakan mereka.

Dalam al-Quran ada dua tempat yang menyebutkan tentang permintaan istighfar dan mendoakan manusia. Pertama, dalam surat as-Syuura ayat 5 disebutkan tentang permintaan istighfar yang dilakukan oleh para malaikat kepada masyarakat, "... dan malaikat-malaikat bertasbih serta memuji Tuhan-nya dan memohonkan ampun bagi orang-orang yang ada di bumi..." dan  permintaan ampunan khusus untuk orang-orang Mukmin seperti yang disebutkan  pada surat al-Mu'min ayat  7, "(Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman...".

Dari ayat tadi terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Tujuan dari pengutusan para nabi adalah menuntun masyarakat lewat cara menaati mereka.

2. Ketaatan hanya khusus untuk Allah, bahkan ketaatan kepada para nabi juga harus mendapat izin Allah, bila tidak ada izin, maka ketaatan itu menjadi perbuatan syirik.

3. Taubat akibat meninggalkan pemimpin adalah kembali kepadanya.

4. Meninggalkan para nabi dan menaati taghut merupakan kezaliman terhadap derajat kemanusiaan dari manusia itu sendiri.

5. Hubungan manusia dengan para nabi harus kokoh, baik itu orang mukmin atau fasik. Seorang mukmin untuk mendapatkan  hidayah, sementara orang fasik untuk mendapatkan syafaat.

 

Ayat ke 65

Artinya:

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (4: 65)

Ayat ini diturunkan mengenai perselisihan Zubair bin Awwam dan seorang Anshar soal penyiraman pohon-pohon kurma. Nabi Muhammad Saw kemudian memutuskan karena bagian atas dari kebun kurma itu milik Zubair bin Awwam, maka yang pertama menyiram pohon-pohon kurma itu adalah dirinya. Pria Anshar itu tidak puas dengan keputusan Nabi dan mengatakan beliau membela Zubair yang masih merupakan keponakannya. Wajah Nabi berubah mendengar ucapan itu dan pada waktu itu ayat ini diturunkan yang heran melihat sikap pria Anshar itu. Karena kedua-duanya pada awalnya setuju bila Nabi yang menjadi pengadil di antara mereka, tapi ketika diputuskan, mereka menolak menerima keputusan beliau.

Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Tanda-tanda keimanan ada tiga; pertama, menjadi Nabi sebagai hakim, bukan taghut. Kedua, tidak boleh berburuk sangka dengan keputusan Nabi dan ketiga, harus menerima keputusan Nabi dengan lapang dada.

2. Selain pasrah lahiriah, Islam juga sangat memperhatikan kepasrahan batin.

3.  Kehakiman merupakan salah satu wewenang kenabian dan kepemimpinan.

4. Pasrah di hadapan keputusan Nabi menunjukkan  ishmah  beliau (kemaksuman).

 

Ayat ke 66

Artinya:

Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: "Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu", niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka). (4: 66)

Ayat ini pada hakikatnya penyempurna kewajiban umat-umat terdahulu yang dirasakan sulit. Sebagai contoh, Bani Israil yang menyembah sapi meminta ampun atas kesalahan mereka ini dan agar dosa mereka dapat diampuni, Allah memerintahkan mereka untuk saling membunuh. Karena menyembah selain Allah terhitung dosa besar, maka untuk menghapus dosa semacam ini mereka diperintah untuk saling membunuh dan diusir dari kota.

Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Orang mukmin harus mengukur dirinya, bila ada perintah yang sulit dari Allah, maka apa yang harus dilakukannya?

2. Hanya sedikit orang yang berhasil lulus dari ujian ilahi.

3. Kebaikan dan kebahagiaan manusia ada pada perbuatannya.

4. Hukum ilahi yang berupa perintah dan larangan pada dasarnya nasihat Allah.

 

Ayat ke 67-68

Artinya:

Dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami. (4:  67)

Dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus. (4: 68)

Dua ayat ini melanjutkan ayat sebelumnya. Bila ayat sebelumnya menjelaskan tentang kewajiban sulit yang dibebankan Allah kepada manusia, dua ayat ini memberikan kabar gembira kepada mereka yang melakukan kewajiban sulit itu. Allah menjanjikan pahala yang besar kepada siapa saja yang melakukan kewajiban yang sulit dan tidak cukup itu saja, karena Allah juga akan menunjukinya ke jalan yang lurus.

Dari dua ayat tadi terdapat  dua  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Untuk sampai kepada kebaikan, manusia harus tegar, istiqamah sambil tetap beramal.

2. Melangkah di jalan kebaikan akan mengantarkan manusia kepada kebaikan yang lebih baik dan sempurna.

Ayat ke 60

Artinya:

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (4: 60)

Ayat 59 surat an-Nisaa yang telah dibahas sebelum ini menyebut kunci penyelesaian  semua perselisihan terletak pada al-Quran dan Sunnah Rasul Saw. Ayat di atas mengkritisi orang-orang yang tidak saleh dan juga penguasa tirani yang anti kebenaran. Mereka itu disifati oleh  al-Quran sebagai manusia yang sesat lagi menyesatkan. Sejarah  menyebutkan  bahwa suatu saat di Kota Madinah, seorang muslim terlibat konflik dengan seorang Yahudi.

Si Yahudi mengusulkan agar merujuk kepada Rasulullah Saw untuk menyelesaikan konflik itu. Rasulullah Saw dijadikan juri untuk menentukan siapa yang salah danbenar.  Ironisnya, si muslim yang tidak setuju dengan gagasan itu. Mengapa demikian? Karena ia khawatir, keputusan Rasul Saw berseberangan dengan kepentingan pribadinya yang tidak benar. Ia akhirnya mengusulkan agar rahib Yahudi saja yang menjadi  hakim. Seba  ia yakin rahib itu dapat disogok dan pasti memenangkannya dalam kasus sengketa dengan si Yahudi. Ayat ini diturunkan untuk mencela perilaku buruk orang muslim tersebut.

Dari ayat tadi terdapat  tiga  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Iman tanpa menjauhi kebatilan dan membenci thaghut bukanlah iman yang sejati.

2.  Siapa saja  yang mengaku beriman tapi dalam perbuatan selalu berpaling dari Tuhan adalah orang yang memusuhi Tuhan dan berada di barisan thaghut.

3. Menerima pemerintahan thaghut sama saja dengan menyiapkan  sarana bagi kegiatan setan  di tengah masyarakat.

 

Ayat ke 61

Artinya:

Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (4: 61)

Ayat ini menyebutkan bahwa menjadikan orang non Muslim sebagai hakim merupakan pertanda kemunafikan. Ayat ini menegaskan bahwa orang-orang Munafik menjauhi  al-Quran dan Sunnah Rasul Saw dan menyuarakan aspirasi orang-orang Kafir. Mereka ini bukan hanya tidak menerima hukum dan perintah ilahi, bahkan mengajak orang lain supaya bersikap seperti mereka sehingga tidak ada orang yang menentang mereka.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Tugas seorang mukmin adalah menyeru manusia untuk menyembah Tuhan. Adapun yang diajak itu menerima atau tidak, adalah di luar tanggung jawabnya.

2.  Menentang kepeminpinan hak merupakan tanda kemunafikan yang paling nyata.

 

Ayat ke 62-63

Artinya:

Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna". (4: 62)

Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. (4: 63)

Sebagai lanjutan ayat-ayat sebelumnya yang menjelaskan  perbuatan buruk orang-orang Munafik yang mengutamakan orang-orang non muslim ketimbang  al-Quran dan  Sunnah Nabi, ayat ini menghimbau kaum Muslimin sedapat mungkin agar menghindari konfrontasi fisik secara langsung dengan mereka. Cukuplah dengan dialog dan nasehat serta peringatan akan akibat perbuatan mereka kelak. Karena  merupakan  urusan Tuhan  bagaimana nantinya menghukum mereka.

Salah satu alasan orang-orang munafik tidak suka menunjuk Rasul sebagai  hakim, karena mereka yakin Rasul akan  bersikap adil dalam menghakimi. Mereka  beranggapan  bahwa cara ini akan menyebabkan salah seorang dari yang berselisih akan dikecewakan.  Oleh kerenanya, mereka tidak ingin kemuliaan dan popularitas Rasul menurun. Itulah mengapa mereka tidak membawa masalah ini kepada Rasul Saw.

Jelas sekali di sini, bahwa alasan-alasan seperti ini adalah untuk lari dari tanggung jawab. Karena bila  popularitas Rasul  Saw itu  harus  dipelihara dengan cara seperti itu, maka pasti Tuhan lebih tahu dari mereka.

Dari dua ayat tadi terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Sumber penyelesaian  masalah individu dan sosial kembali kepada perbuatan manusia itu sendiri. Oleh karenanya, manusia tidak boleh menyalahkan Allah, ketika ditimpa musibah.

2.  Berbelit-belit adalah petanda kemunafikan. Sama seperti sikap Munafikin yang ingin melemahkan Rasulullah Saw dengan alasan ingin memuliakan beliau.

3.  Orang Munafik bersumpah demi menutupi perbuatan kotor mereka.

4.  Biasanya orang yang berbuat keji menutupi perbuatannya dengan menyebutnya sebagai upaya untuk memperbaiki.

5.  Dalam menghadapi orang Munafik, terkadang perlu menjauhinya, tapi adakalanya menasihati atau memperingatkannya.