
کمالوندی
Haji Dalam Sunah
Secara linguistik, haji adalah bermaksud dan secara terminologis, haji berarti bermaksud untuk menziarahi rumah Allah, dan salah satu ritual agama terpenting bagi kaum muslimin. Kekuatan magnetik Ka‘bah selalu menarik jutaan muslimin dari setiap penjuru dunia untuk mendatangi dirinya sehingga dengan melaksanakan manasik dan menjaga aturan-aturan khusus dalam sebuah praktik nyata, mereka ikut andil dalam merealisasikan sebuah kehidupan yang bertauhid dan menunjukkan keagungan dan kekuatan Islam di mata dunia.
Di dalam kongres agung internasional ini, seluruh muslimin dari suku dan warna kulit yang beraneka ragam berkumpul di sekeliling Ka‘bah menjadi satu sehingga—melalui jendela perkenalan dengan sesama—mereka dapat menggapai sebuah persepsi yang satu, rasa solidaritas, dan tekad persatuan antara seluruh masyarakat muslim.
Ibadah haji adalah manifestasi spiritualitas, semangat, penghambaan, keberanian, rasa mementingkan orang lain, persatuan, zikir, dan—akhirnya—hubungan dengan Allah. Atas dasar ini, taufik dapat melaksanakan perjalanan semacam ini adalah sebuah kesempatan emas bagi para pencari Allah untuk menempa diri dari sisi spiritual dan etika sehingga dapat terwujud sebuah perombakan yang mendasar dan membangun di dalam jiwanya.
Di dalam ajaran-ajaran Rasulullah saw dan para imam, terdapat banyak poin yang mengandung pelajaran yang dapat membantu para penziarah Baitullah untuk memanfaatkan kesempatan yang mereka miliki itu (semaksimal mungkin). Di dalam ajaran-ajaran itu ditekankan agar para jamaah haji menjauhkan diri dari dosa sebelum memulai perjalanan, mencuci jiwanya dengan air taubat, menyiapkan ongkos perjalanannya dari harta yang halal, dan berpamitan kepada famili dan kerabat dengan tujuan untuk meminta kehalalan atas seluruh kesalahan yang—mungkin—pernah dilakukannya. Setelah memperoleh keridaan mereka, barulah mereka melangkahkan kaki di jalan ini. Begitu juga ditekankan supaya mereka memulai perjalanan ini dengan nama Allah dan untuk tujuan mencari Allah, dan selama dalam perjalanan, hendaknya mereka menghindarkan diri dari setiap pelanggaran dan maksiat terhadap Allah.
Semua aturan itu dan mengamalkannya akan dapat menciptakan sebuah perubahan mendasar di dalam diri dan jiwa seorang haji. Sebagai hasilnya, ia akan menjauhi masa lalunya yang tidak benar dan—dengan itu—ia akan mempersiapkan dirinya untuk menyongsong sebuah kehidupan yang benar dan Islami.
Di dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa tujuan dari ibadah haji adalah mewujudkan kesejahteraan dan revolusi jiwa dan etika dalam diri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Jika para jamaah haji melangkahkan kakinya di jalan safar Ilahi ini dengan niat mewujudkan revolusi jiwa dan etika dan memperbaiki diri mereka, maka dengan menilik realita bahwa sangat banyak orang-orang yang melakukan ibadah umrah dan haji pada setiap tahunnya, tidak diragukan lagi revolusi ini akan menjalar ke dalam tubuh keluarga dan seluruh masyarakat (di seluruh dunia).
Setiap muslim yang pergi melakukan ibadah haji, jika ia mengambil keputusan untuk meralisasikan etika Islam selama ia berada di dalam perjalanan dan ketika ia telah kembali pulang; menghindari segala pekerjaan haram dan melaksanakan segala kewajiban sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah, dan lalu ia menyampaikan misi ini kepada sanak keluarga, sahabat, dan teman-teman seprofesi, niscaya rvolusi etika yang sangat menakjubkan akan terjadi di dalam masyarakat Islam dan para musuh pasti gagal dalam usaha ekspansi kultur (yang telah mereka canangkan).
Koleksi hadis-hadis pilihan (yang ada di tangan pembaca budiman ini) adalah sebagian tuntunan-tuntunan para manusia suci as yang telah mereka ucapkan sebagai petunjuk bagi para penziarah Baitullah. Harapan kami, dengan mengamalkan tuntunan-tuntunan ini, kita dapat mendekatkan diri kepada Dzat Yang Maha benar dan mengambil manfaat dari perjalanan Ilahi dan maknawi ini.
Sayid Ali Qadhi ‘Askar
Ketua Seksi Pengajaran Dan Penelitian
Bi‘tsah Pemimpin Spiritual Tertinggi Iran
Kewajiban Haji
قَالَ عَلِيٌّ(عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «فَرَضَ عَلَيْكُمْ حَجَّ بَيْتِهِ الْحَرَامِ الَّذِيْ جَعَلَهُ قِبْلَةً لِلْأَنَامِ».
Imam Ali as berkata, “Allah telah mewajibkan atas kamu sekalian untuk melakukan haji ke rumah-Nya yang mulia yang mana Dia telah menjadikan rumah itu sebagai Kiblat bagi seluruh umat manusia.”[1]
قَالَ عَلِيٌّ(عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «فَرَضَ حَجَّهُ وَ أَوْجَبَ حَقَّهُ وَ كَتَبَ عَلَيْكُمْ وِفَادَتَهُ، فَقَالَ سُبْحَانَهُ: ﴿وَ ِللهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً وَ مَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعالَمِينَ﴾».
Imam Ali as berkata, “Allah telah mewajibkan atas kamu sekalian untuk melakukan haji, memenuhi haknya, dan berziarah kepadanya. Dia berfirman, ‘Hak Allah atas orang-orang yang memiliki kemampuan untuk pergi ke rumah itu adalah hendaknya ia melakukan haji ke Baitullah, dan barang siapa mengingkarinya, Allah tidak membutuhkan kepada seluruh semesta alam.’”[2]
Filsafat Haji
قَالَ عَلِيٌّ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «جَعَلَهُ سُبْحَانَهُ عَلاَمَةً لِتَوَاضُعِهِمْ لِعَظَمَتِهِ وَإِذْعَانِهُمْ لِعِزَّتِهِ».
Imam Ali as berkata, “Allah telah menjadikan haji sebagai pertanda supaya para hamba merendahkan diri di hadapan keagungan-Nya dan mengakui kemuliaan-Nya.”[3]
قَالَ عَلِيٌّ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «جَعَلَهُ سُبْحَانَهُ لِلْإِسْلاَمِ عَلَماً وَ لِلْعَائِذِينَ حَرَماً».
Imam Ali as berkata, “Allah telah menjadikan haji dan Ka‘bah sebagai pertanda dan bendera bagi Islam dan tempat yang aman bagi orang-orang yang berlindung kepadanya.”[4]
Haji, Sebuah Sarana untuk Memperkuat Agama
قَالَ عَلِيٌّ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «وَ الْحَجَّ تَقْوِيَةً لِلدِّيْنِ».
Imam Ali as berkata, “Allah telah mewajibkan haji sebagai (sarana untuk) memperkuat agama.”[5]
Haji, Penenang Kalbu yang Gundah
قَالَ الْبَاقِرُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «الحَجُّ تَسْكِيْنُ القُلُوْبُ».
Imam al-Bâqir as berkata, “Haji adalah penenang kalbu (yang gundah).”[6]
Orang yang Meninggalkan Ibadah Haji
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَحُجَّ فَلْيَمُتْ إِنْ شَاءَ يَهُوْدِيّاً وَ إِنْ شَاءَ نَصْرَانِيّاً».
Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa meninggal dunia sedangkan dia tidak melaksanakan ibadah haji, hendaknya ia meninggal dunia—jika ia menghendaki—dalam keadaan menganut agama Yahudi atau—jika ia kehendaki—dalam keadaan memeluk agama Kristiani.”[7]
Riwayat dengan kandungan yang sama juga diriwayatkan dari Imam Keenam Syi‘ah, Imam ash-Shâdiq as.[8]
Riwayat-riwayat ini menegaskan tentang pentingnya ibadah haji di dalam Islam sehingga orang yang meninggalkan kewajiban yang sangat penting ini dianggap sebagai seorang muslim yang telah keluar dari agamanya.
Haji dan Kebahagiaan
Para sahabat pernah bertanya kepada Imam al-Bâqir as, “Mengapa haji diberi nama haji?”
Beliau menjawab,
«حَجَّ فُلاَنٌ أَيْ أَفْلَحَ فُلاَنٌ».
“Seseorang telah berhaji, artinya ia telah berbahagia.”[9]
Nilai Ibadah Haji
Muhammad bin Muslim pernah mengatakan bahwa Imam al-Bâqir as atau Imam ash-Shâdiq as berkata,
«وَدَّ مَنْ فِي الْقُبُورِ لَوْ أَنَّ لَهُ حَجَّةً وَاحِدَةً بِالدُّنْيَا وَ مَا فِيهَا».
“Orang-orang yang sudah meninggal dunia di dalam kubur mengharapkan seandainya ia mengorbankan dunia dan segala isinya, dan sebagai gantinya ia mendapatkan pahala satu ibadah haji.”[10]
Hak Ibadah Haji
قَالَ الْإِمَامُ زَيْنُ الْعَابِدِيْنَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) فِيْ رِسالَةِ الحُقُوْقِ: «حَقُّ الْحَجِّ أَنْ تَعْلَمَ أَنَّهُ وِفَادَةٌ إِلَى رَبِّكَ وَ فِرَارٌ إِلَيْهِ مِنْ ذُنُوْبِكَ وَ فِيْهِ قَبُوْلُ تَوْبَتِكَ وَ قَضَاءُ الْفَرْضِ الَّذِيْ أَوْجَبَهُ اللهُ تَعَالَى عَلَيْكَ».
Dalam Risâlah al-Huqûq-nya, Imam Zainul Abidin as berkata, “Hak haji adalah hendaknya kamu mengetahui bahwa haji adalah kehadiran diri di hadapan Tuhanmu, pelarian diri dari dosa-dosa menuju ke haribaan-Nya, pengabulan taubatmu di dalamnya, dan pelaksanaan kewajiban yang telah Allah SWT wajibkan atasmu.”[11]
Mencari Allah
قَالَ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «مَنْ حَجَّ يُرِيْدُ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ لاَ يُرِيْدُ بِهِ رِيَاءً وَلاَ سُمْعَةً غَفَرَ اللهَ لَهُ الْبَتَّةَ».
Imam ash-Shâdiq as berkata, “Barang siapa melakukan ibadah haji dengan niat hanya mengharapkan Allah ‘Azza Wajalla (semata) dan tidak dengan niat riya’ dan mencari ketenaran, pasti Allah akan mengampuninya.”[12]
Pahala Haji
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «لَيْسَ لِلْحِجَّةِ المَبْرُوْرَةِ ثَوَابٌ إِلاَّ الجَنَّةَ».
Rasulullah saw bersabda, “Haji yang mabrur tidak memiliki pahala selain surga.”[13]
Pengaruh Haji
قَالَ الْإِمَامُ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «مَا مِنْ سَفَرٍ أَبْلَغَ فِيْ لَحْم وَلاَ دَمٍ وَلاَ جِلْد وَلاَ شَعْر مِنْ سَفَرِ مَكَّةَ وَ مَا أَحَدٌ يَبْلُغُهُ حَتَّى تَنَالَهُ الْمَشَقَّةُ».
Hisyâm bin Hakam meriwayatkan bahwa Imam ash-Shâdiq as berkata, “Tiada perjalanan yang lebih berpengaruh terhadap daging, darah, kulit, dan rambut seseorang daripada perjalanan menuju ke Mekkah dan tak seorang pun berhasil mencapainya kecuali dengan kesulitan.”[14]
Peranan Niat Dalam Haji
قَالَ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «لَمَّا حَجَّ مُوْسَى (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) نَزَلَ عَلَيْهِ جَبْرَئِيلُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) فَقَالَ لَهُ مُوسَى يَا جَبْرَئِيلُ: ’... مَا لِمَنْ حَجَّ هَذَا الْبَيْتَ بِنِيَّةٍ صَادِقَةٍ وَ نَفَقَة طَيِّبَة؟‘ فَرَجَعَ إِلَى اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ، فَأَوْحَى اللهَ تَعَالَى إِلَيْهِ: ’قُلْ لَهُ أَجْعَلُهُ فِي الرَّفِيْقِ الْأَعْلَى مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَ الصِّدِّيْقِيْنَ وَ الشُّهَدَاءِ وَ الصَّالِحِيْنَ، وَ حَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيْقاً‘».
Imam ash-Shâdiq as berkata, “Ketika Musa as sedang melaksanakan ibadah haji, malaikat Jibril turun kepadanya. Musa bertanya kepadanya, ‘Wahai Jibril, pahala apakah yang diterima oleh orang yang telah melakukan haji ke rumah ini dengan niat yang bersih dan nafkah yang suci?’
(Tanpa menjawab pertanyaannya) malaikat Jibril kembali menghadap kepada Alah ‘Azza Wajalla (dengan tujuan untuk mencari jawaban). Allah mewahyukan kepadanya seraya berfirman, ‘Katakanlah kepadanya, ‘Aku akan menempatkannya di malakût yang tinggi bersama para nabi, shiddîqîn, orang-orang syahid, dan orang-orang yang saleh. Mereka adalah teman dan sahabat yang sangat baik.’”[15]
Masuk ke Dalam Cahaya
Abdurrahman bin Samurah berkata, “Kami pernah duduk-duduk bersama Rasulullah saw. Beliau bersabda, ‘Tadi malam melihat aku hal-hal yang menakjubkan.’
Kami bertanya, ‘Semoga jiwa, keluarga, dan anak-anak kami menjadi tebusan Anda. Apakah yang Anda lihat?’
Beliau menjawab,
«رَأَيْتُ رَجُلاً مِنْ أُمَّتِيْ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ ظُلْمَةٌ وَ مِنْ خَلْفِهِ ظُلْمَةٌ وَ عَنْ يَمِيْنِهِ ظُلْمَةٌ وَ عَنْ شِمَالِهِ ظُلْمَةٌ وَ مِنْ تَحْتِهِ ظُلْمَةٌ مُسْتَنْقِعًا فِيْ ظُلْمَةٍ فَجَاءَهُ حَجُّهُ وَ عُمْرَتُهُ فَأَخْرَجَاهُ مِنَ الظُّلْمَةِ وَ أَدْخَلاَهُ فِي النُّوْرِ».
‘Aku melihat salah seorang dari umatku yang terselimuti kegelapan dari arah depan, belakang, sebelah kanan, sebelah kiri, dan dari arah bawahnya. Tiba-tiba ibadah haji dan umrahnya datang seraya mengeluarkannya dari kegelapan itu dan memasukkannya ke dalam cahaya ....’”[16]
Masuk ke Haribaan Allah
قَالَ عَلِيٌّ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «الحَاجُّ وَ الْمُعْتَمِرُ وَفْدُ اللهِ، وَ حَقٌّ عَلَى اللهِ أَنْ يُكْرِمَ وَفْدَهُ وَ يَحْبُوَهُ بِالْمَغْفِِرَةِ».
Imam Ali as berkata, “Orang yang melaksanakan ibadah haji dan umrah adalah utusan khusus Allah, dan selayaknya bagi Allah untuk memuliakan utusan khusus-Nya dan mencurahkan ampunan kepadanya.”[17]
Allah adalah Tuan Rumah
قَالَ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «إِنَّ ضَيْفَ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ رَجُلٌ حَجَّ وَ اعْتَمَرَ، فَهُوَ ضَيْفُ اللهِ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى مَنْزِلِهِ».
Imam ash-Shâdiq as berkata, “Sesungguhnya tamu Allah adalah orang yang melaksanakan ibadah haji dan umrah. Ia senantiasa menjadi tamu Allah sehingga ia pulang kembali ke rumah sendiri.”[18]
Haji dan Jihad
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «جِهَادُ الْكَبِيْرِ وَ الصَّغِيْرِ وَ الضَّعِيْفِ وَ الْمَرْأَةِ الْحَجُّ وَ الْعُمْرَةُ».
Rasulullah saw bersabda, “Jihad (yang dapat dilakukan oleh) orang besar, anak kecil, orang yang lemah, dan kaum wanita adalah ibadah haji dan umrah.”[19]
Haji, Lebih Utama Daripada Umrah
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «اِعْلَمْ أَنَّ الْعُمْرَةَ هِيَ الْحَجُّ الْأَصْغَرُ، وَ أَنَّ عُمْرَةً خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَ مَا فِيْهَا وَ حَجَّةً خَيْرُ مِنْ عُمْرَةِ».
Rasulullah saw pernah bersabda kepada Utsman bin Abil ‘آsh, “Ketahuilah bahwa umrah adalah haji yang kecil, dan satu umrah adalah lebih baik daripada seluruh dunia dan seisinya. Satu ibadah haji adalah lebih baik daripada umrah.”[20]
Peleburan Dosa
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «أَيُّ رَجُلٍ خَرَجَ مِنْ مَنْزِلِهِ حَاجًّا أَوْ مُعْتَمِرًا، فَكُلَّمَا رَفَعَ قَدَمًا وَ وَضَعَ قَدَمًا، تَنَاثَرَتِ الذُّنُوْبُ مِنْ بَدَنِهِ كَمَا يَتَنَاثَرُ الْوَرَقُ مِنَ الشَّجَرِ، فَإِذَا وَرَدَ الْمَدِيْنَةَ وَ صَافَحَنِيْ بِالسَّلاَمِ صَافَحَتْهُ الْمَلاَئِكَةُ بِالسَّلاَمِ، فَإِذَا وَرَدَ ذَا الْحُلَيْفَةِ وَ اغْتَسَلَ طَهَّرَهُ اللهُ مِنَ الذُّنُوْبِ، وَ إِذَا لَبِسَ ثَوْبَيْنِ جَدِيْدَيْنِ جَدَّدَ اللهُ لَهُ الْحَسَنَاتِ، وَ إِذَا قَالَ: ’لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ‘ أَجَابَهُ الرَّبُّ عَزَّ وَ جَلَّ: ’لَبَّيْكَ وَ سَعْدَيْكَ، أَسْمَعُ كَلاَمَكَ وَ أَنْظُرُ إِلَيْكَ‘، فَإِذَا دَخَلَ مَكَّةَ وَ طَافَ وَ سَعَى بَيْنَ الصَّفَا وَ الْمَرْوَةِ وَصَلَ اللهُ لَهُ الْخَيْرَاتِ».
Rasulullah saw bersabda, “Setiap orang yang keluar dari rumahnya untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah, dosa-dosanya akan berguguran dari tubuhnya untuk setiap langkah yang ia langkahkan sebagaimana dedaunan rontok dari ranting-rantingnya. Ketika ia memasuki Madinah dan berjabatan tangan denganku melalui ucapan salam kepadaku, para malaikat akan berjabatan tangan dengannya dengan cara menjawab salam kepadanya. Ketika ia memasuki Dzul Hulaifah (masjid Syajarah) dan melakukan mandi, Allah akan menyucikannya dari segala dosa. Ketika ia memakai dua lembar kain (ihram) yang masih baru, Allah akan memperbaharui kebaikan-kebaikan baginya. Ketika ia mengucapkan, ‘Labbaikallâhumma labbaik’, Allah ‘Azza Wajalla akan menjawab, ‘Labbaik wa sa‘daik. Aku mendengar ucapanmu dan aku juga melihat kepadamu.’ Ketika ia memasuki kota Mekkah, melakukan tawaf dan sa‘i antara bukit Shafa dan Marwah, Allah senantiasa akan menurunkan kebaikan kepadanya ....”[21]
Pengabulan Doa
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «أَرْبَعَةٌ لاَ تُرَدُّ لَهُمْ دَعْوَةٌ حَتَّى تُفْتَحَ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَ تَصِيْرَ إِلَى الْعَرْشِ: اَلْوَالِدُ لِوَلَدِهِ، وَ الْمَظْلُوْمِ عَلَى مَنْ ظَلَمَهُ، وَ الْمُعْتَمِرُ حَتَّى يَرْجِعَ، وَ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ».
Rasulullah saw bersabda, “Doa empat orang tidak akan ditolak dan pintu-pintu langit akan dibuka bagi mereka sehingga doa itu akan sampai ke ‘Arsy (Ilahi): doa ayah untuk anaknya, doa seorang yang terzalimi demi kebinasaan orang yang menzaliminya, doa seorang yang sedang melakukan ibadah umrah hingga ia kembali pulang, dan doa seorang yang sedang berpuasa hingga ia berbuka puasa.”[22]
Menggapai Dunia dan Akhirat
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا وَ الْآخِرَةَ فَلْيَؤُمَّ هَذَا الْبَيْتَ، فَمَا أَتَاهُ عَبْدٌ يَسْأَلُ اللهَ دُنْيًا إِلاَّ أَعْطَاهُ اللهُ مِنْهَا وَلاَ يَسْأَلُهُ آخِرَةً إِلاَّ ادَّخَرَ لَهُ مِنْهَا».
Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa menghendaki dunia dan akhirat, hendaklah ia mendatangi rumah ini. Tidak akan datang kepada rumah ini seorang hamba yang memohon dunia kepada Allah kecuali Dia akan memberikannya kepadanya dan tidak pula seorang hamba yang memohon akhirat kepada-Nya kecuali Dia akan menyimpannya untuknya.”[23]
Haji yang Disertai Kesadaran Penuh
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ) فِيْ خُطْبَتِهِ يَوْمَ الْغَدِيْرِ: «مَعَاشِرَ النَّاسِ، حَجُّوا الْبَيْتَ بِكَمَالِ الدِّيْنِ وَ التَّفَقُّهِ، وَلاَ تَنْصَرِفُوا عَنِ الْمَشَاهِدِ إِلاَّ بِتَوْبَةٍ وَ إِقْلاَعٍ».
Ketika berpidato di hari Ghadir Khum, Rasulullah saw bersabda, “Wahai umat manusia, berziarahlah ke rumah Allah ini dengan pengetahuan penuh dan agama yang sempurna dan janganlah kamu kembali dari tempat-tempat suci itu kecuali dengan taubat dan kebebasan dari dosa.”[24]
Syarat Berziarah ke Baitullah
قَالَ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): كَانَ أَبِيْ يَقُوْلُ: «مَنْ أَمَّ هَذَا الْبَيْتَ حَاجًّا أَوْ مُعْتَمِرًا مُبَرَّأً مِنَ الْكِبْرِ رَجَعَ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَهَيْئَةِ يَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ».
Abu Abdillah as berkata, “Ayahku sering berkata, ‘Barang siapa mendatangi rumah ini dalam kondisi melakukan haji atau umrah dan terbebaskan dari rasa sombong, maka ia akan terbebaskan dari dosa-dosanya seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya.’”[25]
Berkah-Berkah Ibadah Haji
عَنْ أَبِيْ عَبِدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: قَالَ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «حَجُّوْا وَ اعْتَمِرُوْا تَصِحَّ أَبْدَانُكُمْ وَ تَتٍّسِعْ أَرْزُاقُكُمْ وَ تُكْفَوْا مَؤُوْنَاتِ عِيَالِكُمْ». و قال: «اَلْحَاجُّ مَغْفُوْرٌ لَهُ وَ مَوْجُوْبٌ لَهُ الْجَنَّةُ وَ مُسْتَأْنَفٌ لَهُ الْعَمَلُ وَ مَحْفُوْظٌ فِيْ أَهْلِهِ وَ مَالِهِ».
Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Ali bin Husain as berkata, ‘Lakukanlah ibadah haji atau umrah, niscaya tubuhmu akan sehat, rezekimu akan lapang, dan segala kebutuhan hidup keluargamu akan terpenuhi.’ Ia melanjutkan, ‘Seorang haji akan diampuni dosanya, diwajibkan baginya surga, ditulis dari permulaan surat amalnya, dan terjaga keluarga dan hartanya.’”[26]
Haji yang Tertolak
عَنْ أَبِيْ جَعْفَر الْبَاقِرِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «مَنْ أَصَابَ مَالاً مِنْ أَرْبَع لَمْ يُقْبَلْ مِنْهُ فِيْ أَرْبَع: مَنْ أَصَابَ مَالاً مِنْ غُلُوْلٍ أَوْ رِبًا أَوْ خِيَانَةٍ أَوْ سَرِقَةٍ لَمْ يُقْبَلْ مِنْهُ فِيْ زَكَاة وَلاَ صَدَقَةٍ وَلاَ حَجٍّ وَلاَ عُمْرَةٍ».
Imam Abu Ja‘far al-Bâqir as berkata, “Barang siapa mendapatkan harta melalui empat cara, niscaya empat amalannya tidak akan diterima; barang siapa mendapatkan harta melalui cara penipuan, riba, pengkhianatan, atau pencurian, maka zakat, sedekah, ibadah haji, dan ibadah umrahnya tidak akan diterima.”[27]
Melakukan Ibadah Haji dengan Harta Haram
قَالَ أَبُوْ جَعْفَرِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «لاَ يَقْبَلُ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ حَجًّا وَلاَ عُمْرَةً مِنْ مَالٍ حَرَاٍم».
Abu Ja‘far as berkata, “Allah ‘Azza Wajalla tidak akan menerima sebuah ibadah haji atau umrah yang dilakukan dengan harta haram.”[28]
Etika Seorang Haji
عَنْ أَبِيْ جَعْفَرٍ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «مَا يُعْبَأُ مَنْ يَسْلُكُ هَذَا الطَّرِيْقَ إِذَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِ ثَلاُثُ خِصَالٍ: وَرَعٌ يَحْجُزُهُ عَنْ مَعَاصِي اللهِ، وَحِلْمٌ يَمْلِكُ بِهِ غَضَبَهُ، وَ حُسْنُ الصُّحْبَةِ لِمَنْ صَحِبَهُ».
Imam Abu Ja‘far al-Bâqir as berkata, “Orang yang menjalani jalan ini (dan melakukan ibadah haji), tetapi ia tidak memiliki tiga kriteria ini, ia tidak layak untuk mendapatkan perhatian: (1) wara’ yang dapat mencegahnya dari bermaksiat kepada Allah, (2) kesabaran yang dapat meredam amarahnya, dan (3) bertindak lemah lembut terhadap orang-orang yang bersamanya.”[29]
Ibadah Haji yang Berhasil
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «مَنْ حجَّ أوِ اعْتَمَرَ فَلَمْ يَرْفَثْ وَلَمْ يَفسُقْ يَرْجِعُ كَهَيئَةِ يَوْمَ وَلَدَتْهُ اُمُّهُ».
Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa melakukan ibadah haji atau umrah dan ia tidak mencaci-maki dan tidak juga berbuat kefasikan, maka ia akan kembali pulang seperti pada hari pertama ia dilahirkan oleh ibunya.”[30]
Macam-Macam Haji
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «اَلْحَجُّ حَجَّانِ: حَجٌّ لِلَّهِ وَ حَجٌّ لِلنَّاسِ، فَمَنْ حَجَّ لِلَّهِ كَانَ ثَوَابُهُ عَلَى اللهِ الْجَنَّةَ، وَ مَنْ حَجَّ لِلنَّاسِ كَانَ ثَوَابُهُ عَلَى النَّاسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ».
Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Ibadah haji ada dua macam: haji demi Allah dan haji demi manusia. Barang siapa melakukan ibadah haji hanya demi Allah semata, maka pahalanya dari Allah adalah surga dan barang siapa melakukan ibadah haji demi manusia, maka pahalanya ditanggung oleh manusia pada hari kiamat.”[31]
Klasifikasi Orang-Orang yang Melakukan Ibadah Haji
قَالَ الْإِمَامُ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «اَلْحَاجُّ يَصْدُرُوْنَ عَلَى ثَلاَثَةِ أَصْنَافٍ: فَصِنْفٌ يُعْتَقُوْنَ مِنَ النَّارِ، وَ صِنْفٌ يَخْرُجُ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَيَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ، وَ صِنْفٌ يُحْفَظُ فِيْ أَهْلِهِ وَ مَالِهِ، فَذَلِكَ أَدْنَى مَا يَرْجِعُ بِهِ الْحَاجُّ».
Mu‘âwiyah bin ‘Ammâr mengatakan bahwa Imam ash-Shâdiq as berkata, “Orang-orang yang melakukan ibadah haji dibagi dalam tiga klasifikasi: (1) satu golongan akan diselamatkan dari api neraka, (2) satu kelompok akan dibersihkan dari dosa seperti pada hari pertama ia dilahirkan oleh ibunya, dan (3) satu golongan lagi, keluarga dan hartanya akan dijaga. Dan ini adalah pahala tersedikit yang akan diterima oleh orang-orang yang melakukan ibadah haji.”[32]
Jamaah Haji yang Tidak Berhasil
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «يَأْتِيْ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَحُجُّ أَغْنِيَاءُ أمَّتِيْ لِلنُّزْهَةِ، وأوْساطُهُمْ لِلتِجارةِ، وقُرَّاؤُهُمْ للرِيَاءِ والسُّمْعَةِ وفُقَرَائُهُم لِلْمَسْأَلَةِ».
Rasulullah saw bersabda, “Akan datang sebuah masa atas umat manusia ini di mana orang-orang kaya dari umatku akan melakukan ibadah haji dengan tujuan rekreasi dan berfoya-foya, golongan menengah dari kalangan mereka akan melakukan ibadah haji untuk tujuan berdagang, para qârî mereka akan melaksanakan ibadah haji untuk riya’ dan menggapai ketenaran, dan orang-orang fakir dari kalangan mereka akan melakukan ibadah haji untuk meminta-minta.”[33]
Tindakan Terhadap Sahabat Seperjalanan
قَالَ أَبُو عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «وَطِّنْ نَفْسَكَ عَلَى حُسْنِ الصِّحَابَةِ لِمَنْ صَحِبْتَ فِيْ حُسْنِ خُلْقِكَ، وَ كُفَّ لِسَانَكَ، وَ اكْظِمْ غَيْظَكَ، وَ أَقِلَّ لَغْوَكَ، وَ تَفْرُشُ عَفْوَكَ، وَ تَسْخُو نَفْسَكَ».
Imam ash-Shâdiq as berkata, “Persiapkan dirimu untuk menjadi sahabat yang baik bagi orang yang bersamamu, tahanlah lidahmu, redamlah amarahmu, persedikitlah kesalahan-kesalahanmu, hamparkanlah permadani maafmu, dan berjiwalah dermawan.”[34]
Gangguan di Pertengahan Jalan
عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «مَنْ أَمَاطَ أَذًى عَنْ طَرِيْقِ مَكَّةَ كَتَبَ اللهَ لَهُ حَسَنَةً وَ مَنْ كَتَبَ لَهُ حَسَنَةً لَمْ يُعَذِّبْهُ».
Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Barang siapa menyingkirkan sebuah gangguan dari jalan Mekkah, maka Allah akan menulis satu kebaikan baginya, dan barang siapa yang telah ditulis sebuah kebaikan oleh Allah baginya, maka Dia tidak akan menyiksanya.”[35]
Meninggal Dunia di Tengah Jalan
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سِنَانَ عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «مَنْ مَاتَ فِيْ طَرِيْقِ مَكَّةَ ذَاهِباً أَوْ جَائِيًا أَمِنَ مِنَ الْفَزَعِ الْأَكْبَرِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ».
Diriwayatkan dari Abdullah bin Sinân, dari Abu Abdillah as bahwa beliau berkata, “Barang siapa meninggal dunia di jalan menuju Mekkah, baik ketika ia sedang pergi maupun ketika sedang kembali pulang (ke negerinya), maka ia akan terjaga dari kedahsyatan dan ketakutan pada hari kiamat.”[36]
Berinfak Untuk Melakukan Ibadah Haji
قَالَ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «دِرْهَمٌ فِي الْحَجِّ أَفْضَلُ مِنْ أَلْفَيْ أَلْفٍ فِيْمَا سِوَى ذَلِكَ مِنْ سَبِيْلِ اللهِ».
Imam ash-Shâdiq as berkata, “Satu Dirham (yang diinfakkan) untuk melakukan ibadah haji adalah lebih utama daripada dua juta Dirham dan diinfakkan di jalan Allah selain ibadah haji.”[37]
Filsafat Ihram
عَنِ الرِّضَا (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «فَإِنْ قَالَ: فَلِمَ أُمِرُوْا بِالْإِحْرَامِ؟ قِيْلَ: لِأَنْ يَتَخَشَّعُوْا قَبْلَ دُخُوْلِ حَرَمِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ وَ أَمْنِهِ وَ لِئَلاَّ يَلْهُوْا وَ يَشْتَغِلُوْا بِشَيْءٍ مِنْ أمْرِ الدُّنْيَا وَزِيْنَتِهَا وَ لَذَّاتِهَا وَ يَكُوْنُوْا جَادِّيْنَ فِيْمَا هُمْ فِيْهِ قَاصِدِيْنَ نَحْوَهُ، مُقْبِلِيْنَ عَلَيْهِ بِكُلِّيَّتِهِمْ، مَعَ مَا فِيْهِ مِنَ التَّعْظِيْمِ لِلَّهِ تَعَالَى وَ لِبَيْتِهِ، وَ التَّذَلُّلِ لِأَنْفُسِهِمْ عِنْدَ قَصْدِهِمْ إِلَى اللهِ تَعَالَى وَوِفَادَتِهِمْ إِلَيْهِ، رَاجِيْنَ ثَوَابَهُ رَاهِبِيْنَ مِنْ عِقَابِهِ مَاضِيْنَ نَحْوَهُ مُقْبِلِينَ إِلَيْهِ بِالذُّلِّ وَ الْإِسْتِكَانَةِ وَ الْخُضُوْعِ».
Imam ar-Ridhâ as berkata, “Jika seseorang menanyakan mengapa mereka (jamaah haji) diperintahkan untuk berihram, jawabannya adalah supaya mereka khusyuk sebelum memasuki haram Allah ‘Azza Wajalla dan negeri-Nya yang aman, supaya mereka tidak lalai dan menyibukkan diri dengan urusan dunia, hiasan, dan kelezatannya, supaya mereka bersungguh-sungguh mengerjakan amalan yang mereka inginkan ketika mereka datang kepadanya, dan menghadapkan diri kepadanya dengan seluruh raga disertai dengan rasa pengagungan kepada Allah SWT dan rumah-Nya dan merasa hina diri ketika mereka menuju kepada Allah dan datang ke haribaan-Nya dengan mengharapkan pahala-Nya, merasa takut terhadap siksa-Nya, berjalan menuju ke arah-Nya, dan menghadapkan diri kepada-Nya dengan penuh kehinaan diri, kekhusyukan, dan kerendahan diri.”[38]
Tata Krama Ihram
قَالَ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «إِذَا أَحْرَمْتَ فَعَلَيْكَ بِتَقْوَى اللهِ وَ ذِكْرِ اللهِ كَثِيْراً وَ قِلَّةِ الْكَلاَمِ إِلاَّ بِخَيْرٍ، فَإِنَّ مِنْ تَمَامِ الْحَجِّ وَ الْعُمْرَةِ أَنْ يَحْفَظَ الْمَرْءُ لِسَانَهُ إِلاَّ مِنْ خَيْرٍ».
Abu Abdillah as berkata, “Jika engkau telah berihram, maka bertakwalah kepada Allah, perbanyaklah mengingat Allah, dan persedikitlah berbicara kecuali dalam kebaikan, karena termasuk kesempurnaan ibadah haji dan umrah adalah hendaknya seseorang menjaga lidahnya kecuali dalam kebaikan.”[39]
Labbaik yang Hakiki
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «مَا مِنْ مُلَبٍّ يُلَبّيْ إِلاَّ لَبَّى مَا عَنْ يَمِيْنِهِ وَشِمَالِهِ مِنْ حَجَرٍ اَوْ شَجَرٍ اَوْ مَدَرٍ حَتّى تَنْقَطِعَ الْأَرْضُ مِنْ هَاهُنَا وَ هَاهُنَا».
Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada seorang pun yang membaca talbiah kecuali segala sesuatu yang berada di sisi kanan dan kirinya dari kerikil, pepohonan, dan tanah liat juga akan mengucapkan talbiah bersamanya sehingga bumi dari segala sisinya terlewatkan olehnya.”[40]
Syiar Ibadah Haji
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): أَتَانِيْ جَبْرَئِيْلُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) فَقَالَ: «إِنَّ اللهَ عَزّ َوَ جَلَّ يَأْمُرُكَ أَنْ تَأْمُرَ أَصْحَابَكَ أَنْ يَرْفَعُوْا أَصْوَاتَهُمْ بِالتَّلْبِيَةِ، فَإِنَّهَا شِعَارُ الْحَجِّ».
Rasulullah saw bersabda, “Malaikat Jibril pernah datang kepadaku seraya berpesan, ‘Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk memerintahkan para sahabatmu mengeraskan suara mereka dengan bacaan talbiah, karena talbiah itu adalah syiar ibadah haji.’”[41]
Memasuki Baitullah dengan Penuh Kesadaran
قَالَ الباقِرُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «مَنْ دَخَلَ هذَا الْبَيْتَ عَارِفًا بِجَمِيْعِ مَا أَوْجَبَهُ اللهُ عَلَيْهِ كَانَ آمِنًا فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْعَذَابِ الدَّائِمِ».
Imam al-Bâqir as berkata, “Barang siapa memasuki rumah Allah ini dengan mengetahui seluruh kewajiban yang telah Allah wajibkan atasnya, maka ia akan terjaga di akhirat dari siksa yang pedih.”[42]
Aman dari Murka Allah
Abdullah bin Sinân berkata, “Aku pernah bertanya kepada Imam ash-Shâdiq, ‘Allah ‘Azza Wajalla berfirman, ‘Dan barang siapa memasukinya, maka ia akan berada dalam keamanan.’[43] Apakah yang dimaksud adalah memasuki Baitullah atau daerah haram?’
Beliau menjawab,
«مَنْ دَخَلَ الْحَرَمَ مِنَ النَّاسِ مُسْتَجِيْرًا بِهِ فَهُوَ آمِنٌ مِنْ سَخَطِ اللهِ...».
‘Barang siapa memasuki daerah haram dengan berlindung kepadanya, maka ia akan aman dan terjaga dari murka Allah.’”[44]
Mekkah, Haram Allah dan Haram Rasulullah
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «مَكَّةُ حَرَمُ اللهِ وَ حَرَمُ رَسُوْلِهِ وَ حَرَمُ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِينَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ)، الصَّلاَةُ فِيْهَا بِمِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ، وَ الدِّرْهَمُ فِيْهَا بِمِائَةِ أَلْفِ دِرْهَم، وَ الْمَدِيْنَةُ حَرَمُ اللهِ وَ حَرَمُ رَسُوْلِهِ وَ حَرَمُ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِينَ ـ صَلَوَاتُ اللهِ عَلَيْهِمَا، الصَّلاةُ فِيْهَا بِعَشَرَةِ آلاَفِ صَلاَةٍ وَ الدِّرْهَمُ فِيْهَا بِعَشَرَةِ آلاَفِ دِرْهَمٍ».
Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Mekkah adalah haram Allah, Rasul-Nya, dan Amirul Mukminin. (Pahala) mengerjakan salat di dalam haram ini adalah sama dengan seratus ribu kali salat dan (pahala) memberikan sedekah satu Dirham adalah sama dengan seratus ribu Dirham. Dan Madinah adalah haram Allah, Rasul-Nya, dan Amirul Mukminin as. (Pahala) mengerjakan salat di dalam haram ini adalah sama dengan sepuluh ribu salat dan (pahala) memberikan sedekah satu Dirham adalah sama dengan seratus ribu Dirham.”[45]
Tata Krama Memasuki Masjidil Haram
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «إِذَا دَخَلْتَ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ فَادْخُلْهُ حَافِيًا عَلَى السَّكِيْنَةِ وَ الْوَقَارِ وَ الْخُشُوعِ...».
Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Jika engkau memasuki Masjidil Haram, maka masuklah dengan kaki telanjang, tenang, sopan, dan khusyuk ....”[46]
Istana-Istana Surgawi
قَالَ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «أَرْبَعَةٌ مِنْ قُصُوْرِ الْجَنَّةِ فِي الدُّنْيَا: الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ، وَ مَسْجِدُ الرَّسُوْلِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ)، وَ مَسْجِدُ بَيْتِ الْمَقْدِسِ، وَ مَسْجِدُ الْكُوفَةِ».
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, “Empat tempat ini adalah istana-istana surgawi di dunia ini: (1) Masjidil Haram, (2) Masjid Nabawi, (3) Masjidil Aqsha, dan (4) masjid Kufah.”[47]
Salat di Dua Haram
عَنْ إِبْرَاهِيْمَ بْنِ شَيْبَةَ قَالَ: كَتَبْتُ إِلَى أَبِيْ جَعْفَرٍ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) أَسْأَلُهُ عَنْ إِتْمَامِ الصَّلاَةِ فِي الْحَرَمَيْنِ، فَكَتَبَ إِلَيَّ: «كَانَ رَسُوْلُ اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ) يُحِبُّ إِكْثَارَ الصَّلاَةِ فِي الْحَرَمَيْنِ فَأَكْثِرْ فِيْهِمَا وَ أَتِمَّ».
Ibrahim bin Syaibah berkata, “Aku pernah menulis surat kepada Imam Abu Ja‘far al-Bâqir as untuk menanyakan tentang menyempurnakan (baca: tidak mengqashar) salat di dua haram itu. Beliau menjawab suratku yang isinya, ‘Rasulullah saw sangat senang mengerjakan salat di dalam kedua haram itu. Oleh karena itu, perbanyaklah mengerjakan salat di dalam kedua haram itu dan sempurnakanlah.’”[48]
Salat Berjamaah di Mekkah
عَنْ أَحْمَدَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِيْ نَصْرٍ، عَنْ أَبِي الْحَسَنِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: سَأَلْتُهُ عَنِ الرَّجُلِ يُصَلِّيْ فِيْ جَمَاعَةٍ فِيْ مَنْزِلِهِ بِمَكَّةَ أَفْضَلُ أَوْ وَحْدَهُ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ فَقَالَ: «وَحْدَهُ».
Ahmad bin Muhammad bin Abi Nashr berkata, “Aku pernah bertanya kepada Imam Abul Hasan ar-Ridhâ as tentang seseorang apakah mengerjakan salat secara berjamaah di rumahnya yang berada di Mekkah adalah lebih utama atau mengerjakan salat sendirian di Masjidil Haram? Beliau menjawab, ‘Mengerjakan salat sendirian.’”[49]
Mengerjakan Salat Bersama Ahlusunah
عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ عَمَّارٍ، قَالَ: «قَالَ لِيْ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «يَا إِسْحَاقُ أَتُصَلِّيْ مَعَهُمْ فِي الْمَسْجِدِ؟» قُلْتُ: نَعَمْ. قَالَ: «صَلِّ مَعَهُمْ فَإِنَّ الْمُصَلِّيْ مَعَهُمْ فِي الصَّفِّ الْأَوَّلِ كَالشَّاهِرِ سَيْفَهُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ».
Ishâq bin ‘Ammâr berkata, “Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as pernah bertanya kepadaku, ‘Hai Ishâq, apakah engkau mengerjakan salat bersama mereka di masjid?’
Aku menjawab, ‘Iya.’
Beliau melanjutkan, ‘Kerjakanlah salat bersama mereka, karena orang yang mengerjakan salat bersama mereka di shaf pertama adalah seperti orang yang menghunus pedangnya di jalan Allah.’”[50]
Mengapa Berbentuk Segi Empat?
رُوِيَ أَنَّهُ إِنَّمَا سُمِّيَتْ كَعْبَةً لِأَنَّهَا مُرَبَّعَةٌ وَ صَارَتْ مُرَبَّعَةً لِأَنَّهَا بِحِذَاءِ الْبَيْتِ الْمَعْمُوْرِ وَ هُوَ مُرَبَّعٌ وَ صَارَ الْبَيْتُ الْمَعْمُوْرُ مُرَبَّعًا لِأَنَّهُ بِحِذَاءِ الْعَرْشِ وَ هُوَ مُرَبَّعٌ، وَ صَارَ الْعَرْشُ مُرَبَّعًا، لِأَنَّ الْكَلِمَاتِ الَّتِيْ بُنِيَ عَلَيْهَا الْإِسْلاَمُ أَرْبَعٌ، وَ هِيَ سُبْحَانَ اللهِ، وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَ اللهُ أَكْبَرُ.
Syaikh ash-Shadûq berkata, “Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Ka‘bah dinamakan Ka‘bah karena ia berbentuk persegi empat. Dan Ka‘bah dibentuk persegi empat karena ia berada di bawah Baitul Ma‘mûr yang juga berbentuk persegi empat. Dan Baitul Ma‘mûr berbentuk persegi empat karena ia berada di bawah ‘Arsy (Ilahi) yang juga berbentuk persegi empat. ‘Arsy (ilahi) berbentuk persegi empat karena seluruh kalimat yang menjadi pondasi Islam adalah empat kalimat, yaitu subhânallôh, alhamdu lillâh, lâ ilâha illallôh, dan Allôhu Akbar.”[51]
Memandang Ka‘bah
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «مَنْ نَظَرَ إِلَى الْكَعْبَةِ لَمْ يَزَلْ تُكْتَبُ لَهُ حَسَنَةٌ وَتُمْحَى عَنْهُ سَيِّئَةٌ حَتَّى يَنْصَرِفَ بِبَصَرِهِ عَنْهَا».
Imam Abu Abdillah as-Shâdiq as berkata, “Barang siapa memandang Ka‘bah, maka kebaikan akan senantiasa ditulis baginya dan keburukan akan dihilangkan darinya sehingga ia memalingkan matanya dari Ka‘bah.”[52]
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «اَلنَّظَرُ إِلَى الْكَعْبَةِ عِبَادَةٌ، وَ النَّظَرُ إِلَى الْوَالِدَيْنِ عِبَادَةٌ، وَ النَّظَرُ إِلَى الْإِمَامِ عِبَادَةٌ».
Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as juga berkata, “Memandang Ka‘bah adalah ibadah, memandang kedua orang tua adalah ibadah, dan memandang imam adalah ibadah.”[53]
Saat-saat Ilahiah
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «إِنَّ لِلْكَعْبَةِ لَلَحْظَةً فِيْ كُلِّ يَوْمٍ يُغْفَرُ لِمَنْ طَافَ بِهَا أَوْ حَنَّ قَلْبُهُ إِلَيْهَا أَوْ حَبَسَهُ عَنْهَا عُذْرٌ».
Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Pada setiap hari, Ka‘bah memiliki sebuah saat yang dosa orang yang—pada saat itu—melakukan tawaf di sekelilingnya, hatinya rindu kepadanya, atau orang yang ingin berziarah kepadanya, tapi tidak dapat pergi lantaran kesulitan menghadangnya akan diampuni.”[54]
Kucuran Berkah
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «إِنَّ لِلَّهِ تَبَارَكَ وَ تَعَالَى حَوْلَ الْكَعْبَةِ عِشْرِيْنَ وَ مِائَةَ رَحْمَةٍ مِنْهَا سِتُّوْنَ لِلطَّائِفِيْنَ وَ أَرْبَعُوْنَ لِلْمُصَلِّيْنَ وَ عِشْرُوْنَ لِلنَّاظِرِيْنَ».
Imam Abu Abdillah as ash-Shâdiq as berkata, “Allah SWT memiliki seratus dua puluh rahmat di sekeliling Ka‘bah; enam puluh rahmat darinya untuk orang-orang yang melakukan tawaf, empat puluh darinya untuk orang-orang yang mengerjakan salat, dan dua puluh yang tersisa untuk orang-orang yang memandangnya.”[55]
Hubungan antara Agama dan Ka‘bah
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «لاَ يَزَالُ الدِّيْنُ قَائِمًا مَا قَامَتِ الْكَعْبَةُ».
Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Agama akan senantiasa tegak selama Ka‘bah masih tegak.”[56]
Larangan Mengambil
قَالَ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «لاَ يَنْبَغِيْ لِأَحَدٍ أَنْ يَأْخُذَ مِنْ تُرْبَةِ مَا حَوْلَ الْكَعْبَةِ، وَ إِنْ أَخَذَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئاً رَدَّهُ».
Muhammad bin Muslim berkata, “Aku pernah mendengar Imam ash-Shâdiq as berkata, ‘Tidak selayaknya bagi seseorang untuk mengambil tanah yang ada di sekitar Ka‘bah. Jika ia terlanjur mengambilnya, maka ia harus mengembalikannya ke tempat semula.’”[57]
Tabir Ka‘bah
عَنْ جَعْفَرٍ، عَنْ أَبِيْهِ: «أَنَّ عَلِيًّا (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) كَانَ يَبْعَثُ بِكِسْوَةِ الْبَيْتِ فِيْ كُلِّ سَنَةٍ مِنَ الْعَراقِ».
Imam al-Bâqir as berkata, “Ali bin Abi Thalib selalu mengirimkan tabir Ka‘bah dari Irak pada setiap tahun.”[58]
Kehadiran Imam Mahdi as di Samping Ka‘bah
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ جَعْفَر الْحِمْيَرِيِّ أَنَّهُ قَالَ: سَأَلْتُ مُحَمَّدَ بْنَ عُثْمَانَ الْعَمْرِيَّ ـ رَضِيَ اللهَ عَنْهُ ـ فَقُلْتُ لَهُ: رَأَيْتَ صَاحِبَ هَذَا الاَْمْرِ؟ فَقَالَ: نَعَمْ وَ آخِرُ عَهْدِيْ بِهِ عِنْدَ بَيْتِ اللهِ الْحَرَامِ وَ هُوَ يَقُولُ: «اَللَّهَمَّ أَنْجِزْ لِيْ مَا وَعَدْتَنِيْ»
Abdullah bin Ja‘far al-Himyarî berkata, “Aku pernah bertanya kepada Muhammad bin Utsman al-‘Amrî ra, ‘Apakah engkau pernah melihat Imam Mahdi?’
Ia menjawab, ‘Iya. Kali terakhir, aku melihatnya beliau berada di samping Ka‘bah sedang berdoa, ‘Ya Allah, wujudkanlah janji yang telah Kau janjikan kepadaku.’”[59]
Hajarul Aswad
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ): «اَلْحَجَرُ يَميْنُ اللهِ فِي الْأَرْضِ، فَمَنْ مَسَحَ يَدَهُ عَلَى الْحَجَرِفَقَدْ بَايَعَ اللهَ أَنْ لاَ يَعْصِيَهُ».
Rasulullah saw bersabda, “Hajarul Aswad adalah tangan Allah di bumi ini. Barang siapa mengusapkan tangannya di atas Hajarul Aswad itu, maka ia telah berbaiat kepada-Nya untuk tidak melakukan maksiat terhadap-Nya.”[60]
Mencium dari Jauh
عَنْ سَيْف التَّمَّارِ قَالَ: قُلْتُ لِأَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): أَتَيْتُ الْحَجَرَ الْأَسْوَدَ فَوَجَدْتُ عَلَيْهِ زِحَامًا فَلَمْ أَلْقَ إِلاَّ رَجُلاً مِنْ أَصْحَابِنَا فَسَأَلْتُهُ فَقَالَ: لاَبُدَّ مِنِ اسْتِلاَمِهِ فَقَالَ: «إِنْ وَجَدْتَهُ خَالِيًا وَ إِلاَّ فَسَلِّمْ مِنْ بَعِيْدٍ».
Saif at-Tammâr berkata, “Aku pernah bercerita kepada Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as bahwa aku pernah mendatangi Hajarul Aswad. Tetapi, aku melihat orang-orang sedang berdesak-desakan. Aku tidak menemukan orang lain (untuk bertanya) kecuali salah seorang dari sahabat kita. Aku bertanya kepadanya (tentang mencium Hajarul Aswad). Ia menjawab, ‘Hajaraul Aswad harus dicium.’
Imam ash-Shâdiq as berkata, ‘Betul, jika dalam kondisi sepi. Jika tidak, maka ciumlah dari jauh.’”[61]
Nampaknya Keadilan
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «أَوَّلُ مَا يُظْهِرُ الْقَائِمُ مِنَ الْعَدْلِ أَنْ يُنَادِيَ مُنَادِيْهِ أَنْ يُسَلِّمَ صَاحِبُ النَّافِلَةِ لِصَاحِبِ الْفَرِيْضَةِ الْحَجَرَ الْأَسْوَدَ وَ الطَّوَافَ».
Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Keadilan pertama yang akan ditampakkan oleh al-Qâ’im adalah, bahwa juru bicaranya akan berseru supaya orang-orang yang sedang melakukan tawaf sunah dan ingin mencium Hajarul Aswad memberikan (kesempatan) kepada orang-orang yang memiliki kewajiban tawaf wajib untuk bertawaf dan mencium Hajarul Aswad.”[62]
Lebih Mementingkan Orang Lain di Haram
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): أَبْلِغُوْا أَهْلَ مَكَّةَ وَ الْمُجَاوِرِيْنَ أَنْ يُخَلُّوْا بَيْنَ الحُجَّاجِ وَ بَيْنَ الطَّوَافِ وَ الْحَجَرِ الْأَسْوَدِ وَ مَقَامِ إِبْرَاهِيْمَ و الصَّفِّ الْأَوَّلِ مِنْ عَشْرٍ تَبْقَى مِنْ ذِي الْقَعْدَةِ إِلَى يَوْمِ الصَّدْرِ».
Rasulullah saw bersabda, “Sampaikanlah kepada penduduk Mekkah dan orang-orang yang berdomisili di sekitarnya untuk mengosongkan tempat tawaf, Hajarul Aswad, Maqâm Ibrahim, dan shaf pertama salat bagi orang-orang yang melakukan ibadah haji dari tanggal sepuluh Dzulqa‘dah hingga mereka pergi kembali.”[63]
Dilarang Mengganggu
عَنْ حَمَّادِ بْنِ عُثْمَانَ قَالَ: كَانَ بِمَكَّةَ رَجُلٌ مَوْلًى لِبَنِيْ أُمَيَّةَ يُقَالُ لَهُ ابْنُ أَبِيْ عَوَانَةَ. لَهُ عِنَادَةٌ، وَ كَانَ إِذَا دَخَلَ إِلَى مَكَّةَ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) أَوْ أَحَدٌ مِنْ أَشْيَاخِ آلِ مُحَمَّدٍ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) يَعْبَثُ بِهِ، وَ إِنَّهُ أَتَى أَبَا عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) وَ هُوَ فِي الطَّوَافِ فَقَالَ: يَا أَبَا عَبْدِ اللهِ مَا تَقُوْلُ فِي اسْتِلاَمِ الْحَجَرِ؟ فَقَالَ: «اِسْتَلَمَهُ رَسُوْلُ اللهِ(صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ)». فَقَالَ لَهُ: مَا أَرَاكَ اسْتَلَمْتَهُ. قَالَ: «أَكْرَهُ أَنْ أُوْذِيَ ضَعِيْفًا أَوْ أَتَأَذَّى». فَقَالَ: قَدْ زَعَمْتَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ) اسْتَلَمَهُ. قَالَ: «نَعَمْ وَلَكِنْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ) إِذَا رَأَوْهُ عَرَفُوْا لَهُ حَقَّهُ وَ أَنَا فَلا يَعْرِفُوْنَ لِيْ حَقِّيْ».
Hammâd bin Utsman bercerita, “Di Mekkah, ada seseorang dari pengikut Bani Umaiyah. Namanya adalah ‘Awânah. Ia sangat membenci Ahlulbait as. Setiap kali Imam ash-Shâdiq as atau salah seorang pembesar keluarga Rasulullah saw datang ke Mekkah, ia senantiasa menghinanya. Pada suatu hari, ia menjumpai Imam ash-Shâdiq as ketika beliau sedang melakukan tawaf. Ia bertanya kepada beliau, ‘Bagaimana pendapatmu berkenaan dengan mencium dan mengusap Hajarul Aswad?’
Beliau menjawab, ‘Rasulullah saw selalu mencium dan mengusapnya.’
Ia menyergah, ‘Aku tidak pernah melihat engkau menciumnya.’
Beliau menjawab, ‘Aku tidak ingin menyakiti orang yang lemah atau aku sendiri tersakiti (gara-gara ingin meniciumnya).’
Ia menyergah lagi, ‘Engkau sendiri mengatakan bahwa Rasulullah saw selalu mencium dan mengusapnya.’
Beliau menjawab, ‘Iya. Ketika mereka melihat Rasulullah, mereka mengetahui haknya (dan membukakan jalan baginya). Tetapi, mereka tidak mengetahui hakku.’”[64]
Mengisyaratkan dengan Tangan
Muhammad bin ‘Ubaid berkata, “Para sahabat pernah bertanya kepada Imam Ali bin Musa ar-Ridhâ as, ‘Jika banyak kerumunan orang di sekitar Hajarul Aswad, apakah kita harus berdorong-dorongan dengan mereka demi mencium dan mengusap Hajarul Aswad itu?’
Beliau menjawab,
«إِذَا كَانَ كَذَلِكَ فَأَوْمِ إِلَيْهِ إِيْمَاءً بِيَدِكَ».
‘Jika demikian, cukup kamu mengisyaratkan kepadanya dengan tanganmu.’”[65]
Perlu Diperhatikan oleh Jamaah Wanita
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَ جَلَّ وَضَعَ عَنِ النِّسَاءِ أَرْبَعًا: اَلْإِجْهَارَ بِالتَّلْبِيَةِ، وَ السَّعْيَ بَيْنَ الصَّفَا وَ الْمَرْوَةِ، يَعْنِي الْهَرْوَلَةَ، وَ دُخُوْلَ الْكَعْبَةِ، وَ اسْتِلاَمَ الْحَجَرِ الْأَسْوَدِ».
Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla telah menghapus empat hal dari kaum wanita di dalam haji: (1) mengucapkan talbiah dengan suara keras, (2) berlari-lari kecil ketika melakukan sa‘i antara bukit Shafa dan Marwah, (3) memasuki Ka‘bah, dan (4) mencium dan mengusap Hajarul Aswad.”[66]
Kebanggaan Allah
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «إِنَّ اللهَ يُبَاهِيْ بِالطَّائِفِيْنَ».
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah merasa bangga dengan orang-orang yang melakukan tawaf.”[67]
Tawaf dan Kebebasan
عَنْ رَسُوْلِ اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ) قَالَ: «... فَإِذَا طُفْتَ بِالْبَيْتِ أُسْبُوعاً كَانَ لَكَ بِذَلِكَ عِنْدَ اللهِ عَهْدٌ وَ ذِكْرٌ يَسْتَحْيِيْ مِنْكَ رَبُّكَ أَنْ يُعَذِّبَكَ بَعْدَهُ ...».
Rasulullah saw bersabda, “Jika engkau telah melakukan tawaf di sekeliling Ka‘bah sebanyak tujuh kali, engkau akan memiliki janji dan nama baik di sisi Allah di mana dengan janji dan nama baik itu Dia akan merasa malu untuk menyiksamu.”[68]
Dilarang Banyak Bicara
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «إِنَّمَا الطَّوافُ صَلاَةٌ، فَإِذَا طُفْتُمْ فَأَقِلُّوا الْكَلاَمَ».
Rasulullah saw bersabda, “Tawaf adalah (seperti) salat. Jika kamu sedang melakukan tawaf, maka persedikitlah bicara.”[69]
Filsafat Tawaf
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «إِنَّمَا جُعِلَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ وَ بَيْنَ الصَّفا وَ الْمَرْوَةِ وَ رَمْىُ الْجِمَارِ لِإِقامَةِ ذِكْرِ اللهِ».
Rasulullah saw bersabda, “Tawaf di sekeliling Baitullah, sa‘i antara bukit Shafa dan Marwah, dan melontar Jumrah disyariatkan untuk mengingat Allah.”[70]
Pengaruh Niat Dalam Amal
عنْ زِيَادٍ الْقَنْدِيِّ قال: قُلْتُ لِأَبِي الْحَسَنِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): جُعِلْتُ فِدَاكَ، إِنِّيْ أَكُوْنُ فِي المَسْجِدِ الْحَرَامِ وأنْظُرُ إِلَى النّاسِ يَطُوْفُوْنَ بِالْبَيْتِ وَ أَنَا قَاعِدٌ فاغْتَمُّ لِذلكَ، فَقَالَ: «يَازِيَادُ لاَ عَلَيْكَ، فَإِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ يَؤُمُّ الْحَجَّ لاَ يَزَالُ فِيْ طَوَافٍ وَ سَعْيٍ حَتَّى يَرْجِعَ».
Ziyâd al-Qandî—seorang sahabat yang sudah tidak mampu lagi berdiri—bercerita, “Aku pernah berkata kepada Imam Abul Hasan al-Kâzhim as, ‘Semoga aku menjadi tebusan Anda! Kadang-kadang aku berada di Masjidil Haram dan melihat orang-orang sedang melakukan tawaf. Tetapi, aku tidak mampu untuk melakukan itu. Sedih rasanya aku melihat diriku.’
Beliau menjawab, ‘Wahai Ziyâd, kamu tidak memiliki kewajiban (untuk bertawaf dan janganlah bersedih). Karena jika seorang mukmin keluar dari rumahnya dengan niat untuk melakukan haji, maka ia senantiasa dalam kondisi bertawaf dan melakukan sa‘i hingga ia kembali pulang.’”[71]
Menjaga Nilai-nilai Kemanusiaan
عَنْ سَمَاعَة بْنِ مِهْرَانَ عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): سَأَلْتَهُ عَنْ رَجُلٍ لِيْ عَلَيْهِ مَالٌ فَغَابَ عَنّيْ زَمَانًا فَرَأَيْتُهُ يَطُوْفُ حَوْلَ الْكَعْبَةَ أَفَأَتَقَاضَاهُ مَالِيْ؟ قَالَ: «لاَ، لاَ تُسَلِّمْ عَلَيْهِ وَلاَ تُرَوِّعْهُ حَتَّى يَخْرُجَ مِنَ الْحَرَمِ».
Samâ‘ah bin Mihrân berkata, “Aku pernah bertanya kepada Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as, ‘Seseorang memiliki utang kepadaku. Aku tidak berjumpa dengannya selama beberapa waktu. Tiba-tiba aku melihatnya sedang melakukan tawaf di sekeliling Ka‘bah. Bolehkah aku menagih tagihan utangku itu kepadanya?’
Beliau menjawab, ‘Jangan. Bahkan, jangan pula engkau mengucapkan salam kepadanya dan jangan juga menakut-nakutinya (dengan tagihan utang itu) sehingga ia keluar dari haram.’”[72]
Mengerjakan Salat di Dekat Maqâm Ibrahim
عَنْ رَسُوْل اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ) قال: «... فَإِذَا طُفْتَ بِالْبَيْتِ أُسْبُوْعًا لِلزِّيَارَةِ وَ صَلَّيْتَ عِنْدَ الْمَقَامِ رَكْعَتَيْنِ ضَرَبَ مَلَكٌ كَرِيْمٌ عَلَى كَتِفَيْكَ فَقَالَ: أَمَّا مَا مَضَى فَقَدْ غُفِرَ لَكَ فَاسْتَأْنِفِ الْعَمَلَ فِيْمَا بَيْنَكَ وَ بَيْنَ عِشْرِيْنَ وَ مِائَةِ يَوْمٍ».
Rasulullah saw bersabda, “Jika engkau telah melakukan tawaf di sekeliling Baitullah sebanyak tujuh kali untuk ziarah dan mengerjakan salat sebanyak dua rakaat di dekat Maqâm Ibrahim, seorang malaikat yang mulia akan menepuk pundakmu seraya berkat, ‘Seluruh dosa yang pernah kau lakukan telah diampuni. Oleh karena itu, mulailah amalan baru dari sekarang hingga seratus dua puluh hari mendatang.’”[73]
Husain bin Ali di Samping Maqâm Ibrahim
رُئِيَ الحُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) يَطُوفُ بِالْبَيْتِ، ثُمَّ صار اِلَى الْمَقامِ فَصَلَّى، ثُمَّ وَضَعَ خَدَّهُ عَلَى الْمَقامِ فَجَعَلَ يَيْكيْ وَ يَقُوْلُ: «عُبَيْدُكَ بِبابِكَ، سَائِلُكَ بِبابِكَ، مِسْكيْنُكَ بِبابِكَ». يُرَدِّدُ ذلِكَ مِراراً.
Beberapa orang melihat Husain bin Ali as sedang melakukan tawaf di sekeliling Baitullah. Setelah itu, ia berdiri di belakang Maqâm Ibrahim dan mengerjakan salat. Setelah salatnya usai, ia meletakkan wajahnya di atas Maqâm seraya menangis dan berseru lirih, “(Ya Allah), hamba-Mu yang kecil ini berada di depan pintu-Mu, pemohon-Mu berada di ambang pintu-Mu, dan orang miskin-Mu berada di depan pintu-Mu.” Ia mengilangi ucapan itu berkali-kali.[74]
Menolong Teman Seperjalanan
عَنْ إِبْرَاهِيْمَ الْخَثْعَمِيِّ قَالَ: قُلْتُ لِأَبِيْ عَبْدِاللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): إِنَّا إِذَا قَدِمْنَا مَكَّةَ ذَهَبَ أَصْحَابُنَا يَطُوْفُوْنَ وَ يَتْرُكُوْنِّيْ أَحْفَظُ مَتَاعَهُمْ، قَالَ: «أَنْتَ أَعْظَمُهُمْ أَجْرًا».
Ismail al-Khats‘amî berkata, “Aku pernah bercerita kepada Imam ash-Shâdiq as, ‘Pada waktu kami sampai di Mekkah, teman-teman seperjalanan kami pergi untuk melakukan tawaf dan meninggalkan aku menjaga barang-barang mereka.’
Beliau menjawab, ‘Pahalamu adalah lebih besar daripada pahala mereka.’”[75]
Zamzam, Obat Bagi Segala Penyakit
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «مَاءُ زَمْزَمَ دَوَاءٌ لِمَا شُرِبَ لَهُ».
Rasulullah saw bersabda, “Air Zamzam adalah obat bagi setiap penyakit jika dengan niat demi kesembuhan penyakit itu diminum.”[76]
Air Terbaik di Bumi
قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «مَاءُ زَمْزَمَ خَيْرُ مَاءٍ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ».
Amirul Mukminin Ali as berkata, “Air Zamzam adalah air terbaik yang ada di muka bumi ini.”[77]
Hijir Ismail
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «اَلْحِجْرُ بَيْتُ إِسْمَاعِيْلَ وَ فِيْهِ قَبْرُ هَاجَرَ وَ قَبْرُ إِسْمَاعِيْلَ».
Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Hijir adalah rumah Ismail dan di dalam rumah itu terdapat kuburan Hajar dan kuburannya sendiri.”[78]
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «إِنَّ إِسْمَاعِيْلَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) تُوُفِّيَ وَ هُوَ ابْنُ مائَةٍ وَ ثَلاَثِيْنَ سَنَةً وَ دُفِنَ بِالحِجْرِ مَعَ أُمِّهِ».
Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as juga berkata, “Ismail meninggal dunia pada usia seratus tiga puluh tahun dan dikuburkan di Hijir bersama ibudanya.”[79]
Hathîm
Mu‘âwiyah bin ‘Ammâr berkata, “Aku pernah bertanya kepada Imam ash-Shâdiq tentang Hathîm. Beliau menjawab, ‘Hathîm terletak antara Hajarul Aswad dan pintu Ka‘bah.’
Aku bertanya lagi, ‘Mengapa tempat itu dinamakan Hathîm?’
Beliau menjawab,
«لِأَنَّ النَّاسَ يَحْطِمُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا هُنَاكَ».
‘Karena orang-orang berdesak-desakan di tempat itu.’”[80]
Multazam
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «بَيْنَ الرُّكْنِ وَ الْمَقَامِ مُلْتَزَمٌ، ما يَدْعُوْ بِهِ صَاحِبُ عَاهَةٍ إِلاَّ بَرِئَ».
Rasulullah saw bersabda, “Di antara Rukun Hajarul Aswad dan Maqâm Ibrahim terdapat Multazam. Tidak ada orang sakit yang berdoa di tempat itu kecuali ia akan memperoleh kesembuhan.”[81]
Mustajâr
قَالَ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «بَنَى إبْرَاهِيْمُ الْبَيْتَ ... وَ جَعَلَ لَهُ بَابَيْنِ بَابٌ إِلَى الْمَشْرِقِ وَ بَابٌ إِلَى الْمَغْرِبِ، وَالْبَابُ الَّذِيْ إِلَى الْمَغْرِبِ يُسَمَّى الْمُسْتَجَارَ».
Imam ash-Shâdiq as berkata, “Ibrahim membangun Baitullah ... dan ia membuat dua pintu untuknya; satu pintu menghadap ke arah timur dan satu pintu lagi menghadap ke arah barat. Pintu yang menghadap ke arah barat adalah Mustajâr.”[82]
Rukun Yamânî
‘Athâ’ mengatakan bahwa seorang sahabat pernah berkata kepada Rasulullah saw,
رَأَيْناكَ تُكْثِرُ اسْتِلاَمَ الرُّكْنِ الْيَمَانِيِّ فَقالَ: «مَا أَتَيْتُ عَلَيْهِ قَطُّ إِلاَّ و جَبْرَئيْلُ قَائِمٌ عِنْدَهُ يَسْتَغْفِرُ لِمَنْ اسْتَلَمَهُ».
“Kami melihat Anda sering kali mencium dan mengusap Rukun Yamânî.” Beliau menjawab, “Aku tidak pernah mendatanginya kecuali malaikat Jibril berdiri di sampingnya memintakan ampun bagi orang yang mencium dan mengusapnya.”[83]
Tempat Sa‘i
عَنْ أَبِيْ بَصِيْرٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) يَقُولُ: «مَا مِنْ بُقْعَةٍ أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمَسْعَى لِأَنَّهُ يُذِلُّ فِيْهَا كُلَّ جَبَّارٍ».
Abu Bashîr berkata, “Aku pernah mendengar Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, ‘Tidak ada tempat di muka bumi ini yang lebih dicintai oleh Allah daripada tempat sa‘i, karena Dia akan menghinakan setiap orang yang zalim di tempat itu.’”[84]
Syafaat yang Diterima
قَالَ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «اَلسَّاعِيْ بَيْنَ الصَّفَا وَ الْمَرْوَةِ تَشْفَعُ لَهُ الْمَلاَئِكَةُ فَتُشَفَّعُ فِيْهِ بِالْإِيْجَابِ».
Imam Ali bin Husain as-Sajjâd as berkata, “Para malaikat akan memberikan syafaat kepada orang yang melakukan sa‘i antara bukit Shafa dan Marwah, dan syafaat mereka akan dikabulkan.”[85]
Harwalah (Lari-Lari Kecil)
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «صَارَ السَّعْىُ بَيْنَ الصَّفَا وَ الْمَرْوَةِ لِأَنَّ إِبْرَاهِيْمَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) عَرَضَ لَهُ إِبْلِيْسُ فَأَمَرَهُ جَبْرَئِيْلُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ)، فَشَدَّ عَلَيْهِ فَهَرَبَ مِنْهُ، فَجَرَتْ بِهِ السُّنَّةُ ـ يَعِْنيْ بالْهَرْوَلَة.
Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “(Anjuran) lari-lari kecil (harwalah) antara bukit Shafa dan Marwah terwujud karena Iblis pernah menampakkan dirinya kepada Ibrahim as. Lalu malaikat Jibril memerintahkannya untuk menyerangnya, dan Iblis itu pun lari. Oleh karena itu, lari-lari kecil itu menjadi sunah.”[86]
Duduk di Pertengahan Jalan
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «لاَ يَجْلِسُ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ إِلاَّ مَنْ جَهَدَ».
Imam Abu Abdillah as berkata, “Hendaknya tidak duduk (baca: istirahat) di pertengahan jalan antara Shafa dan Marwah kecuali orang yang sudah lelah.”[87]
Membanggakan Orang-Orang yang Berada di Arafah
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «إِنَّ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ يُبَاهِيْ مَلاَئِكَتَهُ عَشِيَّةَ عَرَفَةَ بِأَهْلِ عَرَفَةَ فَيَقُوْلُ: اُنْظُرُوْا إِلَى عِبَادِيْ أتَوْنِيْ شُعْثاً غُبْراً».
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya ‘Azza Wajalla membanggakan orang-orang yang hadir di Arafah pada waktu sore hari kepada para malaikat-Nya seraya berfirman, ‘Lihatlah hamba-hamba-Ku itu. Mereka telah mendatangi-Ku dengan rambut yang awut-awutan dan bermandikan debu.’”[88]
Masy‘arul Haram
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ) ـ وَهُوَ بِمِنًى ـ: «لَوْ يَعْلَمُ أَهْلُ الجَمْعِ بِمَنْ حَلُّوْا أَوْ بِمَنْ نَزَلُوْا لاَسْتَبْشَرُوا بالفَضْلِ مِنْ رَبِّهِمْ بَعْدَ المَغْفِرَةِ».
Ketika berada di Mina, Rasulullah saw bersabda, “Seandainya orang-orang yang hadir di Masy‘arul Haram itu tahu di mana mereka diam atau kepada siapa mereka mampir, niscaya mereka—setelah pengampunan dosa—akan memberikan berita gembira dengan keutamaan Ilahi kepada sesama mereka.”[89]
Mina
قَالَ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «إِذَا أَخَذَ النَّاسُ مَوَاطِنَهُمْ بِمِنًى، نَادَى مُنَادٍ مِنْ قِبَلِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ: إِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ أَرْضَى فَقَدْ رَضِيْتُ».
Imam ash-Shâdiq as berkata, “Ketika para jamaah haji telah menempati tempat masing-masing di Mina, seorang penyeru yang datang dari sisi Allah ‘Azza Wajalla menyeru, ‘Jika kamu sekalian menginginkan supaya Aku rida atasmu, maka kini Aku telah rida.’”[90]
Melempar Setan
قَالَ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «إنَّ عِلَّةَ رَمْيِ الجَمَراتِ أَنَّ إبْرَاهِيْمَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) تَرَاءَى لَهُ إبْلِيْسُ عِنْدَهَا فَأَمَرَهُ جَبْرَائِيْلُ بِرَمْيِه بِسَبعِ حَصَيَاتٍ وَ أَنْ يُكَبِّرَ مَعَ كُلِّ حَصَاةٍ فَفَعَلَ وَ جَرَتْ بِذلِكَ السُّنَةِ».
Imam ash-Shâdiq as berkata, “Sebab disyariatkannya melempar Jumrah adalah, bahwa Iblis pernah menampakkan dirinya kepada Ibrahim as di situ. Malaikat Jibril memerintahkan kepada Ibrahim untuk melemparinya dengan kerikil sebanyak tujuh kali dan mengucapkan takbir pada setiap kali lemparan. Ibrahim melakukan perintah tersebut, dan dengan ini melempar Jumrah menjadi sebuah sunah.”[91]
Menyembelih Binatang Kurban
عَنْ أَبِيْ جَعْفَرٍ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «إِنَّمَا جَعَلَ اللهُ هَذَا الاَْضْحَى لِتَشْبَعَ مَسَاكِيْنُهُمْ مِنَ اللَّحْمِ فَأَطْعِمُوْهُمْ».
Diriwayatkan dari Imam Abu Ja‘far al-Bâqir as bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mewajibkan menyembelih binatang kurban supaya orang-orang miskin mereka memanfaatkan dagingnya dan tidak tertimpa kelaparan. Oleh karena itu, berikanlah mereka makan (dengan daging itu).”[92]
Memohon Ampunan
قَالَ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «اِسْتَغْفَرَ رَسُوْلُ اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ) لِلْمُحَلِّقِيْنَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ».
Imam ash-Shâdiq as berkata, “Rasulullah saw memintakan ampun kepada Allah bagi orang-orang yang mencukur kepalanya (di Mina).”[93]
Rahasia Ibadah Haji
Di dalam sebuah kitabnya, Syarah an-Nukhbah, Sayid Abdullah, salah seorang cucu Muhaddits Jazâ’irî menulis, “Di dalam beberapa buku referensi hadis yang kuakui kebenarannya diriwayatkan sebuah riwayat mursal yang ditulis oleh tangan pada ahli hadis. Riwayat ini menceritakan bahwa Syiblî menjumpai Imam Zainul Abidin as setelah ia melaksanakan ibadah haji. Beliau bertanya kepadanya,
«حَجَجْتَ يَا شَبْلِيُّ؟»، قَالَ: نَعَمْ يَا ابْنَ رَسُوْلِ اللهِ، فَقَالَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «أَنَزَلْتَ الْمِيْقَاتَ وَ تَجَرَّدْتَ عَنْ مَخِيْطِ الثِّيَابِ وَ اغْتَسَلْتَ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «فَحِيْنَ نَزَلْتَ الْمِيْقَاتَ نَوَيْتَ أَنَّكَ خَلَعْتَ ثَوْبَ الْمَعْصِيَةِ وَلَبِسْتَ ثَوْبَ الطَّاعَةِ؟»، قَالَ: لا، قَالَ: «فَحِيْنَ تَجَرَّدْتَ عَنْ مَخِيْطِ ثِيَابِكَ نَوَيْتَ أَنَّكَ تَجَرَّدْتَ مِنَ الرِّيَاءِ وَ النِّفَاقِ وَ الدُّخُوْلِ فِي الشُّبُهَاتِ؟»، قَالَ: لا، قَالَ : فَحِيْنَ اغْتَسَلْتَ نَوَيْتَ أَنَّكَ اغْتَسَلْتَ مِنَ الْخَطَايَا وَ الذُّنُوبِ؟»، قَالَ: لا، قَالَ: «فَمَا نَزَلْتَ الْمِيْقَاتَ وَلاَ تَجَرَّدْتَ عَنْ مَخِيْطِ الثِّيَابِ وَلاَ اغْتَسَلْتَ».
ثُمَّ قَالَ: «تَنَظَّفْتَ وَ أَحْرَمْتَ وَ عَقَدْتَ بِالْحَجِّ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «فَحِيْنَ تَنَظَّفْتَ وَ أَحْرَمْتَ وَ عَقَدْتَ الْحَجَّ نَوَيْتَ أَنَّكَ تَنَظَّفْتَ بِنُوْرَةِ التَّوْبَةِ الْخَالِصَةِ لِلَّهِ تَعَالَى؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَحِيْنَ أَحْرَمْتَ نَوَيْتَ أَنَّكَ حَرَّمْتَ عَلَى نَفْسِكَ كُلَّ مُحَرَّم حَرَّمَهُ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَحِيْنَ عَقَدْتَ الْحَجَّ نَوَيْتَ أَنَّكَ قَدْ حَلَلْتَ كُلَّ عَقْد لِغَيْرِ اللهِ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ لَهُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «مَا تَنَظَّفْتَ وَلاَ أَحْرَمْتَ وَلاَ عَقَدْتَ الْحَجَّ».
قَالَ لَهُ: «أَدَخَلْتَ الْمِيْقَاتَ وَ صَلَّيْتَ رَكْعَتَيِ الْإِحْرَامِ وَ لَبَّيْتَ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «فَحِيْنَ دَخَلْتَ الْمِيْقَاتَ نَوَيْتَ أَنَّكَ بِنِيَّةِ الزِّيَارَةِ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَحِيْنَ صَلَّيْتَ الرَّكْعَتَيْنِ نَوَيْتَ أَنَّكَ تَقَرَّبْتَ إِلَى اللهِ بِخَيْرِ الْأَعْمَالِ مِنَ الصَّلاَةِ وَ أَكْبَرِ حَسَنَاتِ الْعِبَادِ؟»، قَالَ: لا، قَالَ: «فَحِيْنَ لَبَّيْتَ نَوَيْتَ أَنَّكَ نَطَقْتَ لِلَّهِ سُبْحَانَهُ بِكُلِّ طَاعَةٍ وَ صُمْتَ عَنْ كُلِّ مَعْصِيَة؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ لَهُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «مَا دَخَلْتَ الْمِيْقَاتَ وَلاَ صَلَّيْتَ وَلاَ لَبَّيْتَ».
ثُمَّ قَالَ لَهُ: «أَدَخَلْتَ الْحَرَمَ وَ رَأَيْتَ الْكَعْبَةَ وَصَلَّيْتَ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «فَحِيْنَ دَخَلْتَ الْحَرَمَ نَوَيْتَ أَنَّكَ حَرَّمْتَ عَلَى نَفْسِكَ كُلَّ غِيبَة تَسْتَغِيْبُهَا الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ أَهْلِ مِلَّةِ الْإِسْلاَمِ؟»، قَالَ: لا، قَالَ: «فَحِيْنَ وَصَلْتَ مَكَّةَ نَوَيْتَ بِقَلْبِكَ أَنَّكَ قَصَدْتَ اللهَ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): فَمَا دَخَلْتَ الْحَرَمَ وَلاَ رَأَيْتَ الْكَعْبَةَ وَلاَ صَلَّيْتَ».
ثُمَّ قَالَ: «طُفْتَ بِالْبَيْتِ وَ مَسَسْتَ الْأَرْكَانَ وَ سَعَيْتَ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «فَحِيْنَ سَعَيْتَ نَوَيْتَ أَنَّكَ هَرَبْتَ إِلَى اللهِ وَ عَرَفَ مِنْكَ ذَلِكَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَمَا طُفْتَ بِالْبَيْتِ وَلاَ مَسِسْتَ الْأَرْكَانَ وَلاَ سَعَيْتَ».
ثُمَّ قَالَ لَهُ: «صَافَحْتَ الْحَجَرَ وَ وَقَفْتَ بِمَقَامِ إِبْرَاهِيْمَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) وَ صَلَّيْتَ بِهِ رَكْعَتَيْنِ؟»، قَالَ: نَعَمْ، فَصَاحَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) صَيْحَةً كَادَ يُفَارِقُ الدُّنْيَا ثُمَّ قَالَ: «آهِ آهِ»، ثُمَّ قَالَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «مَنْ صَافَحَ الْحَجَرَ الْأَسْوَدَ فَقَدْ صَافَحَ اللهَ تَعَالَى، فَانْظُرْ يَا مِسْكِينُ لاَ تُضَيِّعْ أَجْرَ مَا عَظُمَ حُرْمَتُهُ وَ تَنْقُضِ الْمُصَافَحَةَ بِالْمُخَالَفَةِ وَ قَبْضِ الْحَرَامِ نَظِيرَ أَهْلِ الْآثَامِ». ثُمَّ قَالَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «نَوَيْتَ حِيْنَ وَقَفْتَ عِنْدَ مَقَامِ إِبْرَاهِيْمَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) أَنَّكَ وَقَفْتَ عَلَى كُلِّ طَاعَة وَ تَخَلَّفْتَ عَنْ كُلِّ مَعْصِيَة؟»، قَالَ: لا، قَالَ: «فَحِيْنَ صَلَّيْتَ فِيْهِ رَكْعَتَيْنِ نَوَيْتَ أَنَّكَ صَلَّيْتَ بِصَلاَةِ إِبْرَاهِيْمَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) وَ أَرْغَمْتَ بِصَلاَتِكَ أَنْفَ الشَّيْطَانِ؟»، قَالَ: لا، قَالَ لَهُ: «فَمَا صَافَحْتَ الْحَجَرَ الْأَسْوَدَ وَلاَ وَقَفْتَ عِنْدَ الْمَقَامِ وَلاَ صَلَّيْتَ فِيْهِ رَكْعَتَيْنِ».
ثُمَّ قَالَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) لَهُ: «أَشْرَفْتَ عَلَى بِئْرِ زَمْزَمَ وَ شَرِبْتَ مِنْ مَائِهَا؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «نَوَيْتَ أَنَّكَ أَشْرَفْتَ عَلَى الطَّاعَةِ وَغَضَضْتَ طَرْفَكَ عَنِ الْمَعْصِيَةِ؟»، قَالَ: لا، قَالَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «فَمَا أَشْرَفْتَ عَلَيْهَا وَلاَ شَرِبْتَ مِنْ مَائِهَا».
ثُمَّ قَالَ لَهُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «أَسَعَيْتَ بَيْنَ الصَّفَا وَ الْمَرْوَةِ وَ مَشَيْتَ وَ تَرَدَّدْتَ بَيْنَهُمَا؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ لَهُ: «نَوَيْتَ أَنَّكَ بَيْنَ الرَّجَاءِ وَ الْخَوْفِ؟»، قَالَ: لا، قَالَ: «فَمَا سَعَيْتَ وَلاَ مَشَيْتَ وَلاَ تَرَدَّدْتَ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ».
ثُمَّ قَالَ: «أَخَرَجْتَ إِلى مِنًى؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «نَوَيْتَ أَنَّكَ آمَنْتَ النَّاسَ مِنْ لِسَانِكَ وَ قَلْبِكَ وَ يَدِكَ؟»، قَالَ: لا، قَالَ: «فَمَا خَرَجْتَ إِلى مِنًى».
ثُمَّ قَالَ لَهُ: «أَوَقَفْتَ الْوَقْفَةَ بِعَرَفَةَ، وَ طَلَعْتَ جَبَلَ الرَّحْمَةِ، وَ عَرَفْتَ وَادِيَ نَمِرَةَ، وَ دَعَوْتَ اللهَ سُبْحَانَهُ عِنْدَ الْمِيْلِ وَالْجَمَرَاتِ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «هَلْ عَرَفْتَ بِمَوْقِفِكَ بِعَرَفَةَ مَعْرِفَةَ اللهِ سُبْحَانَهُ أَمْرَ الْمَعَارِف وَ الْعُلُوْمِ وَ عَرَفْتَ قَبْضَ اللهِ عَلى صَحِيْفَتِكَ وَ اطِّلاَعَهُ عَلَى سَرِيْرَتِكَ وَ قَلْبِكَ؟»، قَالَ: لا، قَالَ: «نَوَيْتَ بِطُلُوْعِكَ جَبَلَ الرَّحْمَةِ أَنَّ اللهَ يَرْحَمُ كُلَّ مُؤْمِنْ وَ مُؤْمِنَةْ وَ يَتَوَلَّى كُلَّ مُسْلِمٍ وَ مُسْلِمَةٍ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَنَوَيْتَ عِنْدَ نَمِرَةَ أَنَّكَ لاَ تَأْمُرُ حَتَّى تَأْتَمِرَ، وَلاَ تَزْجُرُ حَتَّى تَنْزَجِرَ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَعِنْدَ مَا وَقَفْتَ عِنْدَ الْعَلَمِ وَ النَّمِرَاتِ، نَوَيْتَ أَنَّهَا شَاهِدَةٌ لَكَ عَلَى الطَّاعَاتِ حَافِظَةٌ لَكَ مَعَ الْحَفَظَةِ بِأَمْرِ رَبِّ السَّمَاوَاتِ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَمَا وَقَفْتَ بِعَرَفَةَ، وَلاَ طَلَعْتَ جَبَلَ الرَّحْمَةِ، وَلاَ عَرَفْتَ نَمِرَةَ، وَلاَ دَعَوْتَ، وَلاَ وَقَفْتَ عِنْدَ النَّمِرَاتِ».
ثُمَّ قَالَ: «مَرَرْتَ بَيْنَ الْعَلَمَيْنِ، وَ صَلَّيْتَ قَبْلَ مُرُوْرِكَ رَكْعَتَيْنِ، وَ مَشَيْتَ بِمُزْدَلِفَةَ، وَ لَقَطْتَ فِيْهَا الْحَصَى، وَ مَرَرْتَ بِالْمَشْعَرِ الْحَرَامِ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «فَحِيْنَ صَلَّيْتَ رَكْعَتَيْنِ، نَوَيْتَ أَنَّهَا صَلاَةُ شُكْرٍ فِيْ لَيْلَةِ عَشْرٍ، تَنْفِيْ كُلَّ عُسْرٍ، وَتُيَسِّرُ كُلَّ يُسْرٍ؟»، قَالَ: لا، قَالَ: «فَعِنْدَ مَا مَشَيْتَ بَيْنَ الْعَلَمَيْنِ وَ لَمْ تَعْدِلْ عَنْهُمَا يَمِيْنًا وَ شِمَالاً، نَوَيْتَ أَنْ لاَ تَعْدِلَ عَنْ دِيْنِ الْحَقِّ يَمِيْنًا وَشِمَالاً، لاَ بِقَلْبِكَ، وَلاَ بِلِسَانِكَ، وَلاَ بِجَوَارِحِكَ»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَعِنْدَ مَا مَشَيْتَ بِمُزْدَلِفَةَ وَ لَقَطْتَ مِنْهَا الْحَصَى، نَوَيْتَ أَنَّكَ رَفَعْتَ عَنْكَ كُلَّ مَعْصِيَةٍ وَجَهْلٍ، وَثَبَّتَّ كُلَّ عِلْمٍ وَ عَمَلٍ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَعِنْدَ مَا مَرَرْتَ بِالْمَشْعَرِ الْحَرَامِ، نَوَيْتَ أَنَّكَ أَشْعَرْتَ قَلْبَكَ إِشْعَارَ أَهْلِ التَّقْوَى وَ الْخَوْفَ لِلَّهِ عَزَّ وَ جَلَّ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَمَا مَرَرْتَ بِالْعَلَمَيْنِ، وَلاَ صَلَّيْتَ رَكْعَتَيْنِ، وَلاَ مَشَيْتَ بِالْمُزْدَلِفَةِ، وَلاَ رَفَعْتَ مِنْهَا الْحَصَى، وَلاَ مَرَرْتَ بِالْمَشْعَرِ الْحَرَامِ».
ثُمَّ قَالَ لَهُ: «وَصَلْتَ مِنًى، وَ رَمَيْتَ الْجَمْرَةَ، وَ حَلَقْتَ رَأْسَكَ، وَ ذَبَحْتَ هَدْيَكَ، وَ صَلَّيْتَ فِيْ مَسْجِدِ الْخَيْفِ، وَ رَجَعْتَ إِلَى مَكَّةَ، وَطُفْتَ طَوَافَ الْإِفَاضَةِ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «فَنَوَيْتَ عِنْدَ مَا وَصَلْتَ مِنًى وَ رَمَيْتَ الْجِمَارَ، أَنَّكَ بَلَغْتَ إِلَى مَطْلَبِكِ، وَ قَدْ قَضَى رَبُّكَ لَكَ كُلَّ حَاجَتِكَ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَعِنْدَ مَا رَمَيْتَ الْجِمَارَ نَوَيْتَ أَنَّكَ رَمَيْتَ عَدُوَّكَ إِبْلِيْسَ وَغَضِبْتَهُ بِتَمَامِ حَجِّكَ النَّفِيْسِ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَعِنْدَ مَا حَلَقْتَ رَأْسَكَ نَوَيْتَ أَنَّكَ تَطَهَّرْتَ مِنَ الْأَدْنَاسِ، وَمِنْ تَبِعَةِ بَنِيْ آدَمَ، وَخَرَجْتَ مِنَ الذُّنُوْبِ كَمَا وَلَدَتْكَ أُمُّكَ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَعِنْدَ مَا صَلَّيْتَ فِيْ مَسْجِدِ الْخَيْفِ نَوَيْتَ أَنَّكَ لاَ تَخَافُ إِلاَّ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ وَ ذَنْبَكَ، وَلاَ تَرْجُوْ إِلاَّ رَحْمَةَ اللهِ تَعَالَى؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَعِنْدَ مَا ذَبَحْتَ هَدْيَكَ نَوَيْتَ أَنَّكَ ذَبَحْتَ حَنْجَرَةَ الطَّمَعِ بِمَا تَمَسَّكْتَ بِهِ مِنْ حَقِيْقَةِ الْوَرَعِ، وَأَنَّكَ اتَّبَعْتَ سُنَّةَ إِبْرَاهِيْمَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) بِذَبْحِ وَلَدِهِ وَ ثَمَرَةِ فُؤَادِهِ وَرَيْحَانِ قَلْبِهِ، وَ حَاجَّهُ سُنَّتُهُ لِمَنْ بَعْدَهُ، وَقَرَّبَهُ إِلَى اللهِ تَعَالَى لِمَنْ خَلْفَهُ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَعِنْدَ مَا رَجَعْتَ إِلَى مَكَّةَ وَ طُفْتَ طَوَافَ الْإِفَاضَةِ نَوَيْتَ أَنَّكَ أَفَضْتَ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ تَعَالَى، وَرَجَعْتَ إِلَى طَاعَتِهِ، وَتَمَسَّكْتَ بِوُدِّهِ، وَأَدَّيْتَ فَرَائِضَهُ، وَتَقَرَّبْتَ إِلَى اللهِ تَعَالَى؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: لَهُ زَيْنُ الْعَابِدِيْنَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) فَمَا وَصَلْتَ مِنًى وَلاَ رَمَيْتَ الْجِمَارَ، وَلاَ حَلَقْتَ رَأْسَكَ، وَلاَ أَدَّيْتَ نُسُكَكَ، وَلاَ صَلَّيْتَ فِيْ مَسْجِدِ الْخَيْفِ، وَلاَ طُفْتَ طَوَافَ الْإِفَاضَةِ، وَلاَ تَقَرَّبْتَ. اِرْجِعْ فَإِنَّكَ لَمْ تَحُجَّ».
فَطَفِقَ الشِّبْلِيُّ يَبْكِيْ عَلَى مَا فَرَّطَهُ فِيْ حَجِّهِ، وَ مَا زَالَ يَتَعَلَّمُ حَتَّى حَجَّ مِنْ قَابِلٍ بِمَعْرِفَةٍ
وَ يَقِيْنٍ.
‘Wahai Syiblî, apakah engkau telah melaksanakan ibadah haji?’
Ia menjawab, ‘Iya, wahai putra Rasulullah.’
Beliau bertanya, ‘Apakah engkau telah pergi ke mîqât, lalu kau lepaskan seluruh pakaianmu yang berjahit dan melakukan mandi?’
Ia menjawab, ‘Iya.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau sampai di mîqât, apakah engkau telah berniat untuk menanggalkan baju kemaksiatan dan mengenakan baju ketaatan?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau menanggalkan pakaianmu yang berjahit, apakah engkau telah berniat untuk menanggalkan riya’, kemunafikan, dan melakukan hal-hal yang tidak jelas (syubhah)?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau melakukan mandi, apakah engkau telah berniat untuk mandi dari segala kesalahan dan dosa?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau berkata, ‘Jika demikian, engkau belum pergi ke mîqât, belum menanggalkan pakaianmu yang berjahit, dan belum juga melakukan mandi.’
Beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau telah membersihkan dirimu, melakukan ihram, dan mengikat niat melakukan haji?’
Ia menjawab, ‘Iya.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau membersihkan dirimu, melakukan ihram, dan mengikat niat untuk melakukan haji, apakah engkau berniat ingin membersihkan dirimu dengan cahaya taubat yang murni hanya untuk Allah SWT?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau melakukan ihram, apakah engkau telah mengharamkan bagi dirimu segala sesuatu yang telah diharamkan oleh Allah ‘Azza Wajalla?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau mengikat niat untuk melakukan haji, apakah engkau telah menguraikan setiap ikatan untuk selain Allah?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau berkata kepadanya, ‘Ini berarti engkau belum membersihkan dirimu, belum melakukan ihram, dan belum pula mengikat niat untuk melakukan haji.’
Beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau telah memasuki mîqât, mengerjakan salat dua rakaat untuk ihram, dan mengucapkan talbiah?’
Ia menjawab, ‘Iya.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau memasuki mîqât, apakah engkau telah berniat untuk ziarah?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau mengerjakan dua rakaat salat, apakah engkau telah berniat untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan terbaik, yaitu salat, dan dengan kebajikan para hamba yang teragung?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau mengucapkan talbiah, apakah engkau telah berniat dengan menyatakan kepada Allah untuk melakukan setiap ketaatan dan berpuasa dari setiap maksiat?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau berkata, ‘Jika demikian, berarti engkau belum memasuki mîqât, belum mengerjakan salat, dan belum juga mengucapkan talbiah.’
Beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau telah memasuki haram, melihat Ka‘bah, dan mengerjakan salat?’
Ia menjawab, ‘Iya.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau memasuki haram, apakah engkau telah berniat untuk mengharamkan atas dirimu setiap ghibah dan menjelek-jelekkan para pengikut agama Islam?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau sampai di Mekkah, apakah engkau telah berniat untuk menuju Allah?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau berkata, ‘Ini berarti engkau belum memasuki haram, belum melihat Ka‘bah, dan belum mengerjakan salat.’
Beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau telah melakukan tawaf di sekeliling Baitullah, menyentuh Rukun-Rukun Baitullah, dan melakukan sa‘i?’
Ia menjawab, ‘Iya.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau melakukan sa‘i, apakah engkau telah berniat untuk melarikan diri menuju kepada Allah dan niat ini sudah diketahui oleh Dzat Yang Maha Mengetahui segala yang gaib?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau berkata, ‘Ini berarti engkau belum melakukan tawaf di sekeliling Baitullah, belum menyentuh Rukun-Rukun Baitullah, dan belum juga melakukan sa‘i?’
Beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau sudah mengusap Hajarul Aswad, berdiri di sisi Maqâm Ibrahim, dan mengerjakan salat di situ sebanyak dua rakaat?’
Ia menjawab, ‘Iya.’
Di sini beliau menjerit lirih seakan-akan hendak meninggalkan dunia ini. Setelah itu, beliau berkata, ‘Ah ... ah!’ Beliau melanjutkan, ‘Barang siapa mengusap Hajarul Aswad, ia telah berjabatan tangan dengan Allah. Perhatikanlah, hai orang miskin. Janganlah kamu menyia-siakan sesuatu yang kehormatannya besar dan janganlah kamu musnahkan jabatan tangan itu dengan penentangan dan melakukan hal-hal yang haram seperti yang biasa dilakukan oleh para pendosa.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau berdiri di sisi Maqâm Ibrahim, apakah engkau telah berniat untuk berdiri tegak di atas setiap ketaatan dan meninggalkan setiap kemaksiatan?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau mengerjakan salat sebanyak dua rakaat di situ, apakah engkau telah berniat untuk melakukan salat seperti salat Ibrahim as dan dengan salat itu engkau berniat ingin menghinakan setan?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau berkata, ‘Ini berarti engkau belum mengusap Hajarul Aswad, belum berdiri di sisi Maqâm Ibrahim, dan belum juga mengerjakan salat di situ sebanyak dua rakaat.’
Beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau telah memasuki sumur Zamzam dan meminum airnya?’
Ia menjawab, ‘Iya.’
Beliau bertanya, ‘Apakah engkau telah berniat untuk memasuki ketaatan dan menutup matamu dari kemaksiatan?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau berkata, ‘Ini berarti engkau belum memasukinya dan belum juga meminum airnya.’
Kemudian beliau bertanya lagi kepadanya, ‘Apakah engkau telah melakukan sa‘i antara Shafa dan Marwah dengan melakukan perjalanan bolak-balik antara kedua bukit itu?’
Ia menjawab, ‘Iya.’
Beliau bertanya, ‘Apakah engkau telah berniat untuk selalu berada dalam kondisi takut dan berharap?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau berkata, ‘Ini berarti engkau belum melakukan sa‘i antara Shafa dan Marwah dengan melakukan perjalanan bolak-balik antara kedua bukit itu.’
Beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau telah keluar menuju Mina?’
Ia menjawab, ‘Iya.’
Beliau bertanya, ‘Apakah engkau telah berniat untuk menjamin keamanan manusia dari lidah, hati, dan tanganmu?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau berkata, ‘Ini berarti engkau belum keluar ke Mina.’
Beliau bertanya, ‘Apakah engkau telah melakukan wukuf di Arafah, naik ke atas gunung Rahmah, mengenal lembah Namirah, dan berdoa kepada Allah SWT di Jumrah?’
Ia menjawab, ‘Iya.’
Beliau bertanya, ‘Apakah dengan wukuf di Arafah tersebut engkau telah mengetahui bahwa Allah SWT mengetahui seluruh ilmu dan pengetahuan? Apakah engkau mengetahui bahwa surat amalanmu berada di dalam genggaman-Nya dan bahwa Dia mengetahui segala yang berada di dalam pikiran dan hatimu?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau naik ke atas gunung Rahmah, apakah engkau telah berniat (baca: memahami) bahwa Allah mengucurkan rahmat atas setiap mukmin laki-laki dan perempuan dan membimbing setiap orang muslim laki-laki dan perempuan?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau berada di lembah Namirah, apakah engkau telah berniat untuk tidak akan memerintah (orang lain) kecuali jika engkau sendiri telah berhasil melaksanakan perintah (Allah) dan tidak akan melarang (orang lain) kecuali jika engkau sendiri telah berhasil melarang dirimu (dari bermaksiat kepada Allah)?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau melakukan wukuf di al-‘alam (tanda) dan dua lembah Namirah, apakah engkau berniat (baca: memahami) bahwa semua tempat itu menyaksikan seluruh ketaatanmu dan memeliharamu bersama para malaikat pemelihara dengan perintah Tuhan semesta alam?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau berkata, ‘Ini berarti bahwa engkau belum melakukan wukuf di Arafah, belum naik ke atas gunung Rahmah, belum mengetahui lembah Namirah, dan belum juga berdoa dan melakukan wukuf di dua lembah Namirah.’
Kemudian beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau telah melalui dua tanda (al-‘alamain), telah mengerjakan dua rakaat salat sebelum melalui dua tanda itu, telah berjalan kaki menuju ke Muzdalifah dan mengumpulkan kerikil di situ, dan telah melalui Masy‘arul Haram?’
Ia menjawab, ‘Iya.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau mengerjakan dua rakaat salat tersebut, apa engkau telah berniat bahwa salat itu adalah salat syukur pada malam kesepuluh yang dapat memusnahkan setiap kesulitan dan memudahkan setiap kemudahan?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau melewati antara dua tanda itu dan engkau tidak condong ke sisi kanan atau sisi kirinya, apakah engkau telah berniat untuk tidak menyimpang dari agama yang benar dan lebih condong ke kanan atau ke kiri, tidak dengan hatimu, tidak dengan lidahmu, dan tidak pula dengan anggota tubuhmu?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau berjalan kaki menuju ke Muzdalifah dan memilih kerikil di situ, apakah engkau telah berniat untuk membebaskan dirimu dari setiap kemaksiatan dan kebodohan dan mengambil keputusan untuk menetapkan ilmu dan amal (di dalam dirimu)?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau melalui Masy‘arul Haram, apakah engkau telah berniat untuk menghiasi hatimu dengan kepribadian orang-orang yang bertakwa dan dengan rasa takut kepada Allah ‘Azza Wajalla?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau berkata, ‘Ini berarti engkau belum melalui dua tanda itu, belum mengerjakan dua rakaat salat, belum berjalan kaki menuju ke Muzdalifah, belum mengumpulkan kerikil, dan belum juga melalui Masy‘arul Haram.’
Beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau telah sampai ke Mina dan melontar Jumrah, telah mencukur kepalamu, telah menyembelih binatang korbanmu, telah mengerjakan salat di masjid Khaif, dan telah kembali ke Mekkah dan melakukan tawaf Ifâdhah?’
Ia menjawab, ‘Iya.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau sampai di Mina dan melontar Jumrah, apakah engkau telah berniat (baca: memahami) bahwa engkau telah sampai kepada harapanmu dan Tuhanmu telah mengabulkan setiap hajatmu?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau melontar ketiga Jumrah tersebut, apakah engkau telah berniat untuk melempari musuhmu, Iblis dan membuatnya marah dengan seluruh ibadah hajimu yang sangat berharga itu?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau mencukur kepalamu, apakah engkau telah berniat untuk menyucikan dirimu dari segala kotoran dan dosa-dosa Bani Adam dan bahwa engkau telah keluar dari dosa-dosamu sebagaimana engkau dilahirkan oleh ibumu?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau mengerjakan salat di masjid Khaif, apakah engkau telah berniat untuk tidak akan takut kecuali kepada Allah dan dosamu dan tidak akan mengharapkan kecuali rahmat Allah SWT?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau menyembelih binatang kurbanmu, apakah engkau telah berniat untuk memotong leher ketamakan dengan berpegang teguh kepada hakikat wara‘ dan untuk mengikuti Ibrahim as yang telah rela menyembelih putranya, buah hati dan bunga wangi kalbunya, dan menjadikan hal ini sebagai sunah dan sarana untuk ber-taqarub kepada Allah bagi orang-orang yang akan datang?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau bertanya, ‘Ketika engkau kembali ke Mekkah dan melakukan tawaf Ifâdhah, apakah engkau telah berniat bahwa engkau telah berangkat dari rahmat Allah dan kembali kepada ketaatan-Nya, berpegang teguh kepada kecintaan-Nya, melaksanakan seluruh kewajiban-Nya, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT?’
Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau berkata, ‘Ini berarti engkau belum sampai ke Mina, belum melontar ketiga Jumrah, belum mencukur kepalamu, belum melaksanakan manasik hajimu, belum mengerjakan salat di masjid Khaif, belum melakukan tawaf Ifâdhah, dan belum ber-taqarub kepada Allah. Kembalilah, karena engkau belum melakukan ibadah haji.’
Syiblî menangis lantaran keteledorannya dalam melaksanakan ibadah haji. Ia akhirnya belajar sungguh-sungguh, dan pada tahun berikutnya, ia melaksanakan ibadah haji dengan penuh pengetahuan dan keyakinan.”[94]
Mengkhatamkan Al-Qur’an
قَالَ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «تَسْبِيحَةٌ بِمَكَّةَ أَفْضَلُ مِنْ خَرَاجِ الْعِرَاقَيْنِ يُنْفَقُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ»، وَ قَالَ: «مَنْ خَتَمَ الْقُرْآنَ بِمَكَّةَ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَرَى رَسُوْلَ اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ) وَ يَرَى مَنْزِلَهُ فِي الْجَنَّةِ».
Imam Ali bin Husain as as-Sajjâd berkata, “(Pahala) membaca tasbih sekali di Mekkah adalah lebih utama daripada pajak Bashrah dan Kufah yang diinfakkan di jalan Allah.”
Beliau juga berkata, “Barang siapa mengkhatamkan Al-Qur’an di Mekkah, ia tidak akan meninggal dunia sehingga melihat Rasulullah saw dan melihat rumahnya di surga.”[95]
Meninggalkan Ka‘bah
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَخْرُجَ مِنْ مَكَّةَ وَ تَأْتِيَ أَهْلَكَ فَوَدِّعِ الْبَيْتَ وَ طُفْ بِالْبَيْتِ أُسْبُوْعًا».
Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Jika engkau ingin keluar dari Mekkah dan kembali pulang ke keluargamu, maka ucapkanlah selamat tinggal kepada Baitullah dan bertawaflah sebanyak tujuh kali.”[96]
Tanda Pengabulan
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «آيَةُ قَبُوْلِ الْحَجِّ تَرْكُ مَا كَانَ عَلَيْهِ الْعَبْدُ مُقِيْمًا مِنَ الذُّنُوْبِ».
Rasulullah saw bersabda, “Tanda terkabulnya haji seorang hamba adalah ia meninggalkan dosa yang selama ini selalu dilakukannya.”[97]
Cahaya Ibadah Haji
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «اَلْحَاجُّ لاَ يَزَالُ عَلَيْهِ نُوْرُ الْحَجِّ مَا لَمْ يُلِمَّ بِذَنْبٍ».
Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Seorang haji akan senantiasa bergelimang dalam cahaya ibadah hajinya selama ia belum terkotori oleh dosa.”[98]
Niat Untuk Kembali
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا وَ الْآخِرَةَ فَلْيَؤُمَّ هَذَا الْبَيْتَ، وَ مَنْ رَجَعَ مِنْ مَكَّةَ وَ هُوَ يَنْوِيْ الْحَجَّ مِنْ قَابِلٍ زِيْدَ فِيْ عُمُرِهِ».
Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa menghendaki dunia dan akhirat, hendaknya ia mendatangi rumah ini, dan barang siapa kembali dari Mekkah dengan niat ingin melakukan ibadah haji pada tahun berikutnya, maka usianya akan ditambah.”[99]
Kesempurnaan Ibadah Haji
قَالَ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «إِذَا حَجَّ أَحَدُكُمْ فَلْيَخْتِمْ حَجَّهُ بِزِيَارَتِنَا لِأَنَّ ذَلِكَ مِنْ تَمَامِ الحَجِّ».
Imam ash-Shâdiq as berkata, “Jika seseorang dari kamu melakukan ibadah haji, maka hendaknya ia menutup ibadah hajinya itu dengan berziarah kepada kami, karena hal itu adalah (syarat) kesempurnaan haji.”[100]
Berziarah Kepada Rasulullah Saw
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «مَنْ حَجَّ فَزارَ قَبْرِيْ بَعْدَ مَوْتِيْ كَانَ كَمَنْ زَارَنِيْ فِيْ حَيَاتِي».
Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa melakukan ibadah haji dan menziarahi kuburanku setelah aku meninggal dunia, maka ia adalah seperti orang yang menziarahiku pada saat aku masih hidup.”[101]
Melakukan Ibadah Haji Bersama Rasulullah
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «إِنَّ زِيَارَةَ قَبْرِ رَسُوْلِ اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ) تَعْدِلُ حَجَّةً مَعَ رَسُوْلِ اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ) مَبْرُورَةً».
Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Sesungguhnya (pahala) berziarah ke makam Rasulullah saw adalah sama dengan satu ibadah haji mabrur yang dilakukan bersama Rasulullah saw.”[102]
Ziarah yang Disertai Cinta Kasih
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «مَنْ جَاءَنِي زَائِرًا لاَ يَعْمَلُهُ حاجَةً إِلاَّ زِيارَتِيْ، كَانَ حَقًّا عَلَيَّ أَنْ أَكُوْنَ لَهُ شَفِيْعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ».
Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa datang berziarah kepadaku dan ia tidak memiliki hajat lain kecuali berziarah kepadaku, maka selayaknya aku memberikan syafaat kepadanya pada hari kiamat.”[103]
Tugas Para Malaikat
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «خَلَقَ اللهُ تَعَالَى لِيْ مَلَكَيْنِ يَرُدَّانِ السَّلاَمَ عَلى مَنْ سَلَّمَ عَلَىَّ مِنْ شَرْقِ الْبِلاَدِ وَ غَرْبِها، إِلاَّ مَنْ سَلَّمَ عَلَىَّ فِيْ دَارِيْ فَإِنِّيْ أَرُدُّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ بِنَفْسِيْ».
Rasulullah saw bersabda, “Allah SWT telah menciptakan dua malaikat untukku yang bertugas menjawab salam orang yang berada di timur dan barat dunia ini yang mengucapkan salam kepadaku, kecuali orang yang mengucapkan salam kepadaku di dalam rumahku. Akulah yang akan menjawab salamnya.”[104]
Mengerjakan Salat di Masjid Nabi Saw
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «صَلاَةٌ فِيْ مَسْجِدِيْ هَذَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ عَشَرَةَ آلاَفِ صَلاَةٍ فِيْ غَيْرِهِ مِنَ الْمَسَاجِدِ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ، فَإِنَّ الصَّلاَةَ فِيْهِ تَعْدِلُ مِائَةَ أَلْفِ صَلاَةٍ».
Rasulullah saw bersabda, “(Pahala) satu salat di masjidku ini di sisi Allah adalah sama dengan sepuluh ribu salat di masjid-masjid lain, kecuali Masjidil Haram, karena (pahala) satu salat di masjid ini adalah sama dengan seratus ribu salat.”[105]
Kebun Surga
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «مَا بَيْنَ قَبْرِيْ وَ مِنْبَرِيْ رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ، وَ مِنْبَرِيْ عَلَى تُرْعَةٍ مِنْ تُرَعِ الْجَنَّةِ».
Rasulullah saw bersabda, “Di antara makam dan mimbarku terdapat sebuah kebun (raudhah) dari kebun-kebun surga, dan mimbarku berdiri di atas sebuah jendela dari jendela-jendela surga.”[106]
Salam atas Fathimah
Yazîd bin Abdul Malik pernah mendengar dari ayahnya bahwa kakeknya berkata, “Aku pernah bertamu ke rumah Fathimah as. Beliau mengucapkan salam kepadaku. Setelah itu beliau bertanya, ‘Mengapa gerangan engkau datang ke sini?’
Aku menjawab, ‘Demi memohon berkah.’
Beliau menimpali,
«أَخْبَرَنِيْ أَبِيْ وَ هُوَ ذَا هُوَ أَنَّهُ مَنْ سَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَيَّ ثَلاثَةَ أَيَّام أَوْجَبَ اللهَ لَهُ الْجَنَّةَ».
‘Ayahku pernah memberitahukan kepadaku bahwa barang siapa mengucapkan salam kepadanya dan kepadaku selama tiga hari, maka Allah akan mewajibkan surga atasnya.’
Aku bertanya, ‘Pada waktu beliau dan Anda masih hidup?’
Beliau menjawab, ‘Iya, dan juga setelah kami meninggal dunia.’”[107]
Salam atas Para Imam
قَالَ أَبُوْ جَعْفَرٍ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) وَ نَظَرَ النَّاسَ فِي الطَّوَافِ قَالَ: «أُمِرُوْا أَنْ يَطُوْفُوْا بِهَذَا ثُمَّ يَأْتُوْنَا فَيُعَرِّفُوْنَا مَوَدَّتَهُمْ ثُمَّ يَعْرِضُوْا عَلَيْنَا نَصْرَهُمْ».
Imam Abu Ja‘far al-Bâqir as—ketika sedang melihat orang-orang sedang melakukan tawaf—berkata, “Mereka telah diperintahkan untuk bertawaf di sekeliling rumah ini. Kemudian, hendaknya mereka mendatangi kami untuk menyatakan kecintaan kepada kami dan mengikrarkan kesiapan mereka untuk menolong kami.”[108]
Mengirimkan Salam Kepada Para Syahid
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «إِنَّ فَاطِمَةَ (عَلَيْهَا السَّلاَمُ) كَانَتْ تَأْتِيْ قُبُوْرَ الشُّهَدَاءِ فِيْ كُلِّ غَدَاةِ سَبْتٍ فَتَأْتِيْ قَبْرَ حَمْزَةَ وَ تَتَرَحَّمُ عَلَيْهِ وَ تَسْتَغْفِرُ لَهُ».
Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Sayidah Fathimah selalu mendatangi kuburan para syahid pada setiap pagi hari Sabtu. Ia mendatangi kuburan Hamzah seraya memohonkan rahmat dan ampunan baginya.”[109]
Berziarah Kepada Para Imam
قَالَ الرِّضَا (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «إِنَّ لِكُلِّ إِمَامٍ عَهْدًا فيْ عُنُقِ أَولِيَائِهِ وَ شِيْعَتِهِ وَ إِنَّ مِنْ تَمَامِ الوَفَاءِ بالْعَهْدِ وَ حُسْنِ الْأَدَاءِ زِيَارَةُ قُبُوْرِهِمْ، فَمَنْ زَارَهُم رَغْبَةً فِيْ زِيَارَتِهِمْ و تَصْدِيْقًا بِمَا رَغِبُوْا فِيْهِ كَانَ أَئِمَّتُهُم شُفَعائَهُمْ يَوْمَ القِيامَةِ».
Imam ar-Ridhâ as berkata, “Sesungguhnya setiap imam memiliki sebuah janji di atas pundak seluruh pencinta dan pengikutnya dan menepati janji itu secara sempurna adalah dengan menziarahi kuburan mereka. Oleh karena itu, barang siapa menziarahi kuburan mereka dengan didorong oleh rasa kecintaan terhadap ziarah kepada mereka dan membenarkan rasa cinta tersebut, maka para imam itu akan memberikan syafaat kepadanya pada hari kiamat.”[110]
Mengerjakan Salah di Masjid Qubâ
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «الصَّلاَةُ فِيْ مَسْجِدِ قُبَاءَ كَعُمْرَةٍ».
Rasulullah saw bersabda, “(Pahala) mengerjakan salat di masjid Qubâ adalah seperti (pahala) umrah.”[111]
Mengadakan Hubungan Baik Dengan Muslimin dari Negara Lain
زَيْدٌ الشَّحَّامُ عَنِ الصّادِق (عَلَيْهِ السَّلاَمُ)، أَنَّهُ قَالَ: «يَا زَيْدُ خَالِقُوا النَّاسَ بِأَخْلاَقِهِمْ، صَلُّوْا فِيْ مَسَاجِدِهِمْ وَ عُوْدُوْا مَرْضَاهُمْ وَ اشْهَدُوْا جَنَائِزَهُمْ وَ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَكُوْنُوا الْأَئِمَّةَ وَ الْمُؤَذِّنِيْنَ فَافْعَلُوْا، فَإِنَّكُمْ إِذَا فَعَلْتُمْ ذَلِكَ قَالُوْا هَؤُلاَءِ الْجَعْفَرِيَّةُ، رَحِمَ اللهَ جَعْفَرًا مَا كَانَ أَحْسَنَ مَا يُؤَدِّبُ أَصْحَابَهُ وَ إِذَا تَرَكْتُمْ ذَلِكَ قَالُوْا هَؤُلاَءِ الْجَعْفَرِيَّةُ، فَعَلَ اللهَ بِجَعْفَر مَا كَانَ أَسْوَأَ مَا يُؤَدِّبُ أَصْحَابَهُ».
Zaid asy-Syahhâm meriwayatkan dari Imam ash-Shâdiq as bahwa beliau berkata, “Wahai Zaid, bergaullah dengan orang lain dengan akhlak yang bagus, kerjakanlah salat di masjid-masjid mereka, jenguklah orang-orang yang sakit di kalangan mereka, dan hantarkanlah jenazah-jenazah mereka. Jika memungkinkan bagimu, jadilah imam salat jamaah dan muazin mereka. Jika kamu melakukan hal ini, niscaya mereka akan berkata, ‘Mereka adalah pengikut mazhab Ja‘fariah. Semoga Allah melimpahkan rahmat atas Ja‘far. Alangkah baiknya ia mendidik para pengikutnya.’ Jika kamu tidak bertindak demikian, mereka akan berkata, ‘Mereka adalah pengikut mazhab Ja‘fariah. Semoga Allah memperlakukan Ja‘far seburuk-buruknya. Alangkah buruknya ia mendidik para pengikutnya.’”[112]
Menyambut Orang-Orang yang Telah Melakukan Ibadah Haji
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «كَانَ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ (عَلَيْهِمَا السَّلاَمُ) يَقُوْلُ: يَا مَعْشَرَ مَنْ لَمْ يَحُجَّ اسْتَبْشِرُوا بِالْحَاجِّ وَ صَافِحُوْهُمْ وَعَظِّمُوْهُمْ، فَإِنَّ ذَلِكَ يَجِبُ عَلَيْكُمْ، تُشَارِكُوْهُمْ فِي الْأَجْرِ».
Imam ash-Shâdiq as berkata, “Ali bin Husain as selalu berpesan, ‘Hai orang-orang yang belum melaksanakan ibadah haji, sambutlah orang yang telah melaksanakan ibadah haji dengan penuh bahagia, berjabatan tanganlah dengannya, dan agungkanlah dia. Karena hal ini adalah suatu kewajiban atasmu. Dengan demikian, kamu akan memiliki pahala seperti pahalanya.’”[113]
Pahala Membantu Keluarga Orang yang Berangkat Haji
قَالَ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «مَنْ خَلَفَ حَاجًّا فِيْ أَهْلِهِ وَ مَالِهِ كَانَ لَهُ كَأَجْرِهِ حَتَّى كَأَنَّهُ يَسْتَلِمُ الْأَحْجَارَ».
Imam Ali bin Husain as berkata, “Barang siapa membantu mengurusi keluarga dan harta orang yang berangkat haji, ia akan memiliki pahala seperti pahalanya, dan sampai-sampai ia seperti telah mengusap batu-batu (Ka‘bah).”[114]
Selamat Atas Anda
عَنْ يَحْيَى بْنِ يَسَارٍ قَالَ: حَجَجْنَا فَمَرَرْنَا بِأَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) فَقَالَ: «حَاجُّ بَيْتِ اللهِ وَ زُوَّارُ قَبْرِ نَبِيِّهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ) وَ شِيعَةُ آلِ مُحَمَّد هَنِيْئًا لَكُمْ».
Yahya bin Yasâr berkata, “Kami telah melakukan ibadah haji. Tiba-tiba kami berjumpa dengan Imam ash-Shâdiq as. Beliau berkata, ‘Orang yang telah melakukan haji ke rumah Allah, para penziarah kuburan Rasulullah saw, dan para pengikut keluarga Muhammad, selamat atas kamu.’”[115]
[1] Nahjul Balâghah, pidato ke-1.
[2] Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 11, hal. 15; Nahjul Balâghah, pidato ke-1.
[3] Nahjul Balâghah, pidato ke-1.
[4] Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 11, hal. 15; Nahjul Balâghah, pidato ke-1.
[5] Nahjul Balâghah, pidato ke-1.
[6] Bihâr al-Anwâr, jilid 75, hal. 183.
[7] Mustadrak Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 8, hal. 18; al-Mahajjah al-Baidhâ’, jilid 2, hal. 145.
[8] Al-Mahajjah al-Baidhâ’, jilid 2, hal. 145.
[9] Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 11, hal. 103; ‘Ilal asy-Syarâ’i‘, jilid 1, hal. 411.
[10] Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 11, hal. 110; Tahdzîb al-Ahkâm, jilid 5, hal. 23.
[11] Man Lâ Yahdhuruh al-Faqîh, jilid 2, hal. 620, hadis ke-3214.
[12] Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 11, hal. 109; Tsawâb al-A‘mâl, jilid 2, hal. 70.
[13] Sunan at-Tirmidzî, jilid 3, hal. 175, hadis ke-8190.
[14] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 262, hadis ke-2.
[15] Man Lâ Yahdhuruh al-Faqîh, jilid 2, hal. 235, hadis ke-287.
[16] Amâlî ash-Shadûq, hal. 301, hadis ke-342; Mustadrak Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 8, hal. 39.
[17] Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 4, hal. 116; Tuhaf al-‘Uqûl, hal. 123.
[18] Al-Khishâl, hal. 127; Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 14, hal. 586.
[19] Sunan an-Nasa’î, jilid 5, hal. 114.
[20] Al-Mu‘jam al-Kabîr, karya ath-Thabarânî, jilid 9, hal. 44, hadis ke-8336.
[21] Al-Haj wa al-‘Umrah fî Al-Qur’an wa al-Hadîts, hal. 325, hadis ke-325.
[22] Al-Kâfî, jilid 2, hal. 510, hadis ke-6.
[23] Musnad Imam Zaid, hal. 197.
[24] Al-Haj wa al-‘Umrah fî Al-Qur’an wa al-Hadîts, hal. 257, hadis ke-718.
[25] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 252, hadis ke-2.
[26] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 252, hadis ke-1.
[27] Al-Amâlî, karya Syaikh Shadûq, hal. 442; Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 11, hal. 145.
[28] Bihâr al-Anwâr, jilid 93, hal. 120.
[29] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 286, hadis ke-2.
[30] Sunan ad-Dâruquthnî, jilid 2, hal. 284.
[31] Tsawâb al-A‘mâl, jilid 74, hal. 16.
[32] Tahdzîb al-Ahkâm, jilid 5, hal. 21, hadis ke-59.
[33] Târîkh Baghdad, jilid 10, hal. 296; Al-Haj wa al-‘Umrah fî Al-Qur’an wa al-Hadîts, hal. 244, hadis ke-672.
[34] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 286, hadis ke-3.
[35] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 547, hadis ke-34.
[36] Tahdzîb al-Ahkâm, jilid 5, hal. 23, hadis ke-68.
[37] Tahdzîb al-Ahkâm, jilid 5, hal. 22.
[38] ‘Uyûn Akhbâr ar-Ridhâ, jilid 2, hal. 258; Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 12, hal. 314.
[39] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 337, hadis ke-3.
[40] Sunan Ibn Mâjah, jilid 2, hal. 975, hadis ke-2921.
[41] Mustadrak Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 9, hal. 177; Sunan ad-Dârimî, jilid 1, hal. 462, hadis ke-1755.
[42] ‘Awâlî al-La’âlî, jilid 2, hal. 84, hadis ke-227.
[43] QS. Ali ‘Imran [3]:96.
[44] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 226, hadis ke-1.
[45] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 586, hadis ke-1.
[46] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 401.
[47] Al-Amâlî, karya Syaikh ath-Thûsî, hal. 369; Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 5, hal. 282.
[48] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 524, hadis ke-1.
[49] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 527.
[50] Al-Wâfî, jilid 2, hal. 182.
[51] Man Lâ Yahdhuruh al-Faqîh, jilid 2, hal. 190; ‘Ilal asy-Syarâ’i‘, hal. 396 dan 398.
[52] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 240, hadis ke-4.
[53] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 240, hadis ke-5.
[54] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 240, hadis ke-3.
[55] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 240, hadis ke-2.
[56] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 271, hadis ke-4.
[57] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 229.
[58] Qurb al-Isnâd, hal. 139, hadis ke-496.
[59] Man Lâ Yahdhuruh al-Faqîh, jilid 2, hal. 520; al-Ghaibah, karya Syaikh ath-Thûsî, hal. 363
[60] Al-Haj wa al-‘Umrah fî Al-Qur’an wa al-Hadîts, hal. 102, hadis ke-185.
[61] Tahdzîb al-Ahkâm, jilid 5, hal. 103, hadis ke-33.
[62] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 427, hadis ke-1.
[63] Kanz al-‘Ummâl, jilid 5, hal. 54, hadis ke-12024.
[64] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 409, hadis ke-17.
[65] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 405, hadis ke-7.
[66] Man Lâ Yahdhuruh al-Faqîh, jilid 2, hal. 326, hadis ke-2580.
[67] Mustadrak Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 9, hal. 376; Târîkh Baghdad, jilid 5, hal. 369.
[68] Man Lâ Yahdhuruh al-Faqîh, jilid 2, hal. 202, hadis ke-2138.
[69] Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 5, hal. 256, hadis ke-15423.
[70] Sunan Abi Daud, jilid 2, hal. 179, hal. 188.
[71] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 428, hadis ke-8.
[72] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 241, hadis ke-1.
[73] Tahdzîb al-Ahkâm, jilid 5, hal. 20, hadis ke-57; Man Lâ Yahdhuruh al-Faqîh, jilid 2, hal. 202.
[74] Târîkh Dimasyq, jilid 41, hal. 380.
[75] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 545, hadis ke-26.
[76] Al-Mahâsin, jilid 2, hal. 399, hadis ke-2395; al-Kâfî, jilid 6, hal. 387.
[77] Al-Mahâsin, jilid 2, hal. 399, hadis ke-2394.
[78] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 210, hadis ke-14.
[79] Al-Haj wa al-‘Umrah fî Al-Qur’an wa al-Hadîts, hal. 107, hadis ke-199.
[80] Ilal asy-Syarâ’i‘,hal. 400.
[81] Al-Mu‘jam al-Kabîr, karya ath-Thabarânî, jilid 11, hal. 254, hadis ke-11873.
[82] Mustadrak Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 9, hal. 323; Tafsir al-Qomî, jilid 1, hal. 62.
[83] Ahkbâr Makkah, driwayatkan dari Riqqî, jilid 1, hal. 338.
[84] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 434, hadis ke-3.
[85] Man Lâ Yahdhuruh al-Faqîh, jilid 2, hal. 208, hadis ke-2168.
[86] ‘Ilal asy-Syarâ’i‘, jilid 1, hal. 432; Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 13, hal. 450.
[87] Man Lâ Yahdhuruh al-Faqîh, jilid 2, hal. 417, hadis ke-2854.
[88] Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 692, hadis ke-7111.
[89] Al-Mu‘jam al-Kabîr, karya ath-Thabarânî, jilid 11, hal. 45, hadis ke-11021.
[90] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 262, hadis ke-42.
[91] ‘Ilal asy-Syarâ’i‘, jilid 1, hal. 437; Kanz al-Fawâ’id, jilid 2, hal. 82.
[92] Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 14, hal. 166.
[93] Tahdzîb al-Ahkâm, jilid 5, hal. 243. hadis ke-823.
[94] Mustadrak Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 10, hal. 166.
[95] Tahdzîb al-Ahkâm, jilid 5, hal. 468. hadis ke-1640.
[96] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 530, hadis ke-1.
[97] Mustadrak Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 10, hal. 165.
[98] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 255, hadis ke-11.
[99] Man Lâ Yahdhuruh al-Faqîh, jilid 2, hal. 141, hadis ke-64.
[100] ‘Ilal asy-Syarâ’i‘, jilid 1, hal. 459.
[101] Al-Mu‘jam al-Awsath, karya ath-Thabarânî, jilid 3, hal. 351, hadis ke-3376.
[102] Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 14, hal. 335; Kâmil az-Ziyârât, hal. 47.
[103] Al-Mu‘jam al-Kabîr, karya ath-Thabarânî, jilid 12, hal. 225, hadis ke-13149.
[104] Kanz al-‘Ummâl, jilid 12, hal. 256, hadis ke-34929.
[105] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 556, hadis ke-11; Tsawâb al-A‘mâl, jilid 1, hal. 50.
[106] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 554, hadis ke-3.
[107] Tahdzîb al-Ahkâm, jilid 6, hal. 9, hadis ke-18.
[108] Mustadrak Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 10, hal. 189.
[109] Tahdzîb al-Ahkâm, jilid 1, hal. 465, hadis ke-168.
[110] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 567.
[111] Sunan at-Tirmidzî, jilid 2, hal. 145, hadis ke-324.
[112] Al-Wâfî, jilid 2, hal. 182; Man Lâ Yahdhuruh al-Faqîh, jilid 1, hal. 383.
[113] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 264, hadis ke-48.
[114] Al-Mahâsin, jilid 1, hal. 147, hadis ke-206; Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 11, hal. 430.
[115] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 549.
Haji Dalam Al-Qur'an
بسم الله الرحمن الرحيم
سوره بقره
وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْناً وَاتَّخِذُواْ مِن مَّقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ 125 وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَـَذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُم بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلاً ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ 126 وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ 127 رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَآ إِنَّكَ أَنتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ 128
125. Kami telah memberikan tempat yang suci (Ka’aba) sebagai tumpuan tempat petunjuk bagi manusia, dan juga aman dan suci. Kamu bolehlah mengunakan makam Ibrahim sabagai tempat sembahyang. Kami telah perintahkan Ibrahim dan Ismail; "Kamu mesti sucikan rumahKu untuk sesiapa yang menziarahinya, sesiapa yang tinggal disana, dan juga bagi mereka yang ruku’ dan sujud."
126. Ibrahim berdoa: "Tuhan kami, jadikanlah tempat ini aman sentosa, dan bekalkanlah mereka dengan buah buahan. Dan berkatilah untuk mereka yang mempercayakan Allah dan Hari Perhitungan."(Allah) bersabda, "Aku juga akan bekalkan untuk orang orang yang ingkar. Aku akan biarkan mereka menikmatinya, untuk sementara waktu, dan akan Aku masukkan mereka yang ingkar itu kedalam Neraka, dan destini yang azab."
127. Sementara Ibrahim membina asas pada tempat suci, bersama Ismail (mereka berdo’a) "Tuhan kami, terimalah ini dari kami. Engkaulah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
128. " Tuhan kami , jadikanlah kami orang yang menyerahkan diri kami dengan sepenuh penyerahan kepadaMu, dan dari keturunan kami supaya ada kaum yang menyerahkan dengan sepenuh penuh penyerahan diri kepadaMu. Ajarkanlah kami cara adat agama kami, dan ampunilah kami, Engkaulah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَآئِرِ اللّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ 158
158. Diatara penghujung Shafa dengan Marwah,itu adalah sebahagian dari syiar Allah. Sesiapa yang melakukan ibadah Haji atau Umrah tidak membuat kesalahan dengan menyeberangi jarak diantara keduanya. Jika siapa melakukan tambahan kebajikan dengan suka rela, sesungguhnya Allah sangat Pembalas Budi lagi Maha Mengetahui.
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوْاْ الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا وَلَـكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُواْ الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ 189
189. Mereka menanyakan kepada kamu berkenaan perjalanan bulan! Katakan, "Ia memberikan perjalanan masa untuk manusia, dan memberi waktu yang tepat untuk mengerjakan Ibadah Haji."Tidaklah mendapat kebaikan jika kamu memasuki rumah dari belakang (kekata bidalan).* Kebaikan itu apabila kamu memegang kuat dengan perintahNya dan bersifat berani untuk berterus terang. Kamu mestilah takut kepada Allah, supaya kamu mendapat kejayaan
وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُم مِّنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَلاَ تُقَاتِلُوهُمْ عِندَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِن قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ كَذَلِكَ جَزَاء الْكَافِرِينَ 191
191. Kamu bolehlah membunuh orang orang yang merancangkan peperangan untuk melawanmu, lantas kamu boleh menghalau mereka sebagaimana mereka menghalau kamu. Penindasan lebih jahat dari pembunuhan. Jangan kamu melawan mereka diMasjid Suci, melainkan mereka menyerangmu dahulu disana. Jika mereka menyerangmu, maka barulah kamu boleh membunuh mereka. Ini adalah hukuman yang adil bagi orang orang yang ingkar.
وَأَتِمُّواْ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ وَلاَ تَحْلِقُواْ رُؤُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضاً أَوْ بِهِ أَذًى مِّن رَّأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِّن صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ فَإِذَا أَمِنتُمْ فَمَن تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَن لَّمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ 196 الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُواْ مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللّهُ وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ 197 لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُواْ فَضْلاً مِّن رَّبِّكُمْ فَإِذَا أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُواْ اللّهَ عِندَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِن كُنتُم مِّن قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّآلِّينَ 198 ثُمَّ أَفِيضُواْ مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ 199 فَإِذَا قَضَيْتُم مَّنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُواْ اللّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ 200 وِمِنْهُم مَّن يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ 201 أُولَـئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِّمَّا كَسَبُواْ وَاللّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ 202 وَاذْكُرُواْ اللّهَ فِي أَيَّامٍ مَّعْدُودَاتٍ فَمَن تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَن تَأَخَّرَ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ لِمَنِ اتَّقَى وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ 203
197. Ibadah Haji mestilah ditunaikan pada bulan bulan yang telah ditetapkan.* Sesiapa yang telah bersedia untuk menunaikan Ibadah Haji mestilah menjauhkan diri dari mengadakan persetubuhan, buruk akhlak, suka bertengkar sepanjang menjalankan Ibadah Haji. Apa sahaja kebajikan yang kamu lakukan, Allah amat sangat mengetahuiNya. Dimasa kamu menyediakan bekalan untuk perjalanan kamu, adapun sebaik baik bekalan adalah ketakwahan. Kamu mestilah takuti Aku, wahai orang orang yang mempunyai kecerdasan
198. Kamu tidaklah melakukan kesalahan untuk mencari rezeki dari Tuhan kamu (melalui perniagaan). Apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafaat, kamu mestilah mengingati Allah dekat Tempat Suci (Muzadalifah). Kamu mestilah mengingatiNya kerana telah membimbing kamu; sesungguhnya sebelum ini kamu adalah dikalangan orang orang yang sesat.
199. Kamu mestilah berkumpulan bersama sama dengan orang orang yang berkumpul,dan mintalah pengampunan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
200. Setelah sempurna beribadah Haji, mestilah kamu berterusan mengingati Allah sebagaimana kamu mengingati ibu bapa ibu bapa kamu, bahkan lebih baik dari itu. Setengah dari mereka akan berkata,"Tuhan kami, berilah kepada kami kebaikan didunia ini," sementara tidak ada bahagian bagi mereka diAkhirat.
201. Yang lainnya akan berkata, "Tuhan kami, berilah kebaikan didunia ini,dan kebaikan diAkhirat, dan lindungilah kami dari ‘azab api Neraka.
202. Tiap tiap diantara mereka akan mendapat bahagian dari amalan mereka. Sesungguhnya Allah amat cekap apabila membuat perhitungan.
203. Kamu mesti mengingati Allah beberapa hari (di Mina); barangsiapa melakukan hanya dua hari, tidaklah berdosa, dan sesiapa yang ingin tinggal lebih lama pun tidak melakukan dosa, dan berkekalanlah dengan melakukan kebaikan. Kamu mestilah mengingati Allah, dan ketahuilah yang Dia akan kumpulkan kamu sekelian.
سوره آل عمران
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ 96 فِيهِ آيَاتٌ بَيِّـنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَن دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ الله غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ 97
96. Makam yang terpenting yang didirikan untuk manusia adalah diBecca;* cahaya yang diberkati untuk sekelian manusia
97. Didalamnya mempunyai tanda tanda yang terang: tempat perhentian Ibrahim. Sesiapa yang memasukinya akan mendapat perjalanan yang selamat. Manusia berhutang kepada Allah maka mereka mesti menunaikan Haji dimakam ini, apabila mereka berkemampuan untuk melaksanakannya. Bagi sesiapa yang ingkar, Allah tidak memerlukan sesiapa juapun. 98. Katakan, "Wahai pengikut pengikut kitab, kenapa kamu mengingkari revelasi revelasi dari Allah, sedangkan Allah menyaksikan apa apa yang kamu lakukan?"
سوره نساء
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَوْفُواْ بِالْعُقُودِ أُحِلَّتْ لَكُم بَهِيمَةُ الأَنْعَامِ إِلاَّ مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنتُمْ حُرُمٌ إِنَّ اللّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ 1 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تُحِلُّواْ شَعَآئِرَ اللّهِ وَلاَ الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلاَ الْهَدْيَ وَلاَ الْقَلآئِدَ وَلا آمِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّن رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُواْ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَن صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَن تَعْتَدُواْ وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ 2
1. Wahai Manusia, ingatlah akan Tuhan kamu; Dialah yang Esa yang menciptakan kamu dari seorang, dan menciptakan darinya pasangan, dan membiakkannya menjadi ramai lelaki dan perempuan. Kamu mesti mengambil berat terhadap Allah, yang mana kamu telah berikrar dengannya, dan mengambil berat terhadap ibu bapa ibu bapa kamu. Kerana Allah sentiasa Memerhatikan kamu.*
2. Kamu mestilah mengembalikan harta benda anak anak yatim dengan jujur. Jangan kamu gantikan yang baik dengan yang tidak baik, dan janganlah kamu memakan harta mereka dengan mencampurkannya dengan kepunyaan kamu. Ini adalah kezaliman yang besar.
سوره مائده
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَقْتُلُواْ الصَّيْدَ وَأَنتُمْ حُرُمٌ وَمَن قَتَلَهُ مِنكُم مُّتَعَمِّدًا فَجَزَاء مِّثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِّنكُمْ هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَو عَدْلُ ذَلِكَ صِيَامًا لِّيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ عَفَا اللّهُ عَمَّا سَلَف وَمَنْ عَادَ فَيَنتَقِمُ اللّهُ مِنْهُ وَاللّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ 95 أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَّكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِيَ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ 96 جَعَلَ اللّهُ الْكَعْبَةَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ قِيَامًا لِّلنَّاسِ وَالشَّهْرَ الْحَرَامَ وَالْهَدْيَ وَالْقَلاَئِدَ ذَلِكَ لِتَعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَأَنَّ اللّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ 97
95. Wahai orang orang yang percaya, janganlah kamu pertarungan dengan membunuh dalam sebarang permainan dimasa menjalani Ibadah Haji. Sesiapa dengan sengajanya membunuh didalam permainan, dendanya mestilah dengan seekor binatang ternakan yang bersamaandengan binatang yang dibunuh. Penghakimnya mestilah dari dua orang yang yang adil diantarakamu. Mereka mesti betul betul yakin yang kurbannya itu sampai diKa’bah. Kalau tidak, diamesti menggantikannya dengan memberikan makan kepada orang miskin, ataupun dia mesti berpuasa seimbang untuk menebuskan kesalahannya. Allah telah mengampuni dosa dosa yang lalu. Jika sesiapa yang kembali semula dengan kesalahan yang sama, Allah akan membalasnya. Sesungguhnya Allah Maha Berkuasa lagi Maha Penuntut bela.
96. Semua ikan ikan dilaut adalah halal untuk kamu memakannya. Semasa menunaikan Ibadah Haji, ini adalah persedian untuk kamu dimasa perjalanan. Kamu tidak semestinya berburu dimasa mengerjakan Ibadah Haji. Kamu mestilah menghormati Allah, kerana kesemuanya kamu kelak akan dikumpulkan.
97. Allah telah menjadikan Ka’bah, dan Masjid Suci,* untuk dijadikan tempat yang suci bagi sekelian manusia, dan begitu juga dengan bulan-bulan yang Suci, persembahan (diMasjid Suci) dan kalungan yang ditandakan kepada binatang-binatang untuk persembahan. Kamu mestilah mengetahui bahawa Alah tahu segala apa yang berada disekelian cekrawala dan dibumi, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.
سوره انفال
وَمَا كَانَ صَلاَتُهُمْ عِندَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُكَاء وَتَصْدِيَةً فَذُوقُواْ الْعَذَابَ بِمَا كُنتُمْ تَكْفُرُونَ 35
35. Sembahyang (Salat) mereka ditempat suci (Ka’bah) itu tidak lebih dari ejekan dan dengan niat untuk membuat manusia (penuh sesak). Dari itu rasalah hukuman yang menyakitkan oleh kerana keingkaran kamu.
سوره توبه
بَرَاءةٌ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى الَّذِينَ عَاهَدتُّم مِّنَ الْمُشْرِكِينَ 1 فَسِيحُواْ فِي الأَرْضِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَاعْلَمُواْ أَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِي اللّهِ وَأَنَّ اللّهَ مُخْزِي الْكَافِرِينَ 2 وَأَذَانٌ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ يَوْمَ الْحَجِّ الأَكْبَرِ أَنَّ اللّهَ بَرِيءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولُهُ فَإِن تُبْتُمْ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَإِن تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُواْ أَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِي اللّهِ وَبَشِّرِ الَّذِينَ كَفَرُواْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ 3 إِلاَّ الَّذِينَ عَاهَدتُّم مِّنَ الْمُشْرِكِينَ ثُمَّ لَمْ يَنقُصُوكُمْ شَيْئًا وَلَمْ يُظَاهِرُواْ عَلَيْكُمْ أَحَدًا فَأَتِمُّواْ إِلَيْهِمْ عَهْدَهُمْ إِلَى مُدَّتِهِمْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ 4 فَإِذَا انسَلَخَ الأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُواْ الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدتُّمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُواْ لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِن تَابُواْ وَأَقَامُواْ الصَّلاَةَ وَآتَوُاْ الزَّكَاةَ فَخَلُّواْ سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ 5 وَإِنْ أَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلاَمَ اللّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لاَّ يَعْلَمُونَ 6 كَيْفَ يَكُونُ لِلْمُشْرِكِينَ عَهْدٌ عِندَ اللّهِ وَعِندَ رَسُولِهِ إِلاَّ الَّذِينَ عَاهَدتُّمْ عِندَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ فَمَا اسْتَقَامُواْ لَكُمْ فَاسْتَقِيمُواْ لَهُمْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ 7
1. Allah dan rasulNya telah memberikan kata putus kepada orang orang ingkar yang mengadakan perjanjian dengan kamu.
2. Dari itu, jelajahlah dimuka bumi ini dengan bebasnya selama empat bulan, dan ketahuilah yang kamu tidak akan dapat terlepas dari Allah, kerana Allah yang menghina orang orang yang ingkar.
3. Pengumuman dari Allah dan rasulNya telah diisukan disini kepada semua manusia untuk menunaikan ibadah haji dihari yang besar, yang mana Allah tidak akan menerima orang orang yang menyekutukan (Allah), dan begitu juga dengan rasulNya. Lantas, jikalau kamu bertaubat itu adalah baik bagi kamu. Tetapi jika kamu berpaling, dan ketahuilah yang kamu tidak akan dapat terlepas dari Allah. Dijanjikan kepada orang orang yang ingkar itu, hukuman yang sangat menyakitkan.
4. Jika orang orang yang menyekutukan (Allah) itu menyain perjanjian damai kepada kamu, dan tidak mencabulinya, dan tidak juga bersepakat dengan yang lainnya untuk menentang kamu, maka bolehlah kamu memenuhi perjanjian mereka, sehingga tamat tempuhnya. Allah mencintai orang orang yang benar.
5. Selepas saja bulan bulan suci telah berlalu (dan mereka menolak untuk berdamai) maka bolehlah kamu membunuh orang orang yang menyekutukan itu bila saja kamu bertemu mereka, hukumlah mereka, dan tentanglah tiap tiap pergerakkan mereka. Jika mereka telah bertaubat dan Mengerjakan Sembahyang (Salat) dan memberikan derma yang diwajibkan (Zakat), maka kamu mestilah membiarkan mereka pergi. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
6. Jika salah satu dari orang orang yang menyekutukan (Allah) itu meminta perlindungan dengan kamu, kamu mestilah memberikan perlindungan, supaya dia akan dapat mendengar perkataan Allah, lalu hantarlah dianya pulang ditempat keselamatannya. Itu kerana mereka adalah orang orang yang tidak faham.
7. Masakan boleh orang orang yang menyekutukan itu menuntut supaya diberikan sebarang jaminan oleh Allah dan juga dari rasulNya? Dikecualikan hanyalah orang orang yang telah sain perjanjian damai dengan kamu diMasjid Suci. Jika mereka menghormati dan memegang perjanjian demikian, kamu juga mestilah memegangnya. Allah cinta kepada orang orang yang benar.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلاَ يَقْرَبُواْ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَـذَا وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيكُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ إِن شَاء إِنَّ اللّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ 28
28. Wahai orang orang yang percaya, penyekutu penyekutu (Allah) itu telah tercemar; mereka tidak boleh dibiarkan berada diMasjid Suci selepas tahun ini. Jika kamu khuatir akan kehilangan pendapatan, Allah akan mencucuri rezekiNya kepada kamu, dengan mengikut kehendakNya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَات وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُواْ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ وَقَاتِلُواْ الْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَآفَّةً وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ 36 إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُواْ يُحِلِّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عَامًا لِّيُوَاطِؤُواْ عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللّهُ فَيُحِلُّواْ مَا حَرَّمَ اللّهُ زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ 37
36. Perkiraan pada bulan bulan, bagi Allah adalah dua belas.* Ini telah dijadikan undang undang Allah, sejak pada hari yang Dia telah menciptakan sekelian cekrawala dan bumi. Empat daripadanya adalah suci. Ini adalah agama yang cukup sempurna; janganlah kamu menzalimi roh roh kamu (dengan berperang) pada Bulan Bulan Suci. Bagaimana pun, kamu bolehlah mengisytiharkan peperangan habis habisan untuk menentang orang orang yang ingkar (walaupun dimasa Bulan Bulan Suci), apabila mereka cuba untuk berperang habis habisan terhadap kamu, dan ketahuilah yang Allah akan bersama sama dengan orang orang yang benar.
37. Merubahkan Bulan Bulan Suci adalah satu tanda keingkaran yang keterlaluan; ini akan menambahkan kesesatan kepada orang orang yang sememangnya sesat. Mereka berselang selikan bulan bulan Suci itu dengan bulan bulan biasa, sementara mengekalkan beberapa bulan bulan yang telah diabdikan oleh Allah. Dengan demikian mereka telah melanggar apa yang Allah telah tetapkan. Segala kerja kerja jahat mereka itu telah dihiaskan baik pada mata mata mereka. Allah tidak akan membimbing orang orang yang ingkar.
سوره ابراهيم
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَـذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ الأَصْنَامَ 35 رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ فَمَن تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي وَمَنْ عَصَانِي فَإِنَّكَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ 36 رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ الصَّلاَةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ 37
35.Ingatlah semasa Ibrahim berkata, "Tuhanku jadikanlah tempat ini aman sentosa, dan lindungilah aku dan anak anakku dari menyembah pujaan pujaan.
36."Tuhanku, mereka telah mengelirukan terlalu banyak manusia. Bagi sesiapa yang mengikutiku, mereka itu dipihakku. Bagi sesiapa yang mengingkariku, sesungguhnya Engkaulah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
37."Tuhan kami, aku telah tempatkan sebahagian dari keluargaku dilembah yang tidak berpokok, ini dekat dengan Rumah SuciMu. Tuhan kami mereka mestilah Mengerjakan Sembahyang (Salat), supaya berpusu pusu manusia datang tertumpu keatas mereka, dan adakanlah untuk mereka berbagai bagai rupa buah buahan, supaya mereka dapat mensyukurinya.
سوره حج
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ الَّذِي جَعَلْنَاهُ لِلنَّاسِ سَوَاء الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِ وَمَن يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ 25 وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَن لَّا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ 26 وَأَذِّن فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ 27 لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ 27 ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ 29 ذَلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ عِندَ رَبِّهِ وَأُحِلَّتْ لَكُمُ الْأَنْعَامُ إِلَّا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْأَوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ 30 حُنَفَاء لِلَّهِ غَيْرَ مُشْرِكِينَ بِهِ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاء فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ 31 ذَلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ 32 لَكُمْ فِيهَا مَنَافِعُ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى ثُمَّ مَحِلُّهَا إِلَى الْبَيْتِ الْعَتِيقِ 33 وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ 34 الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَالصَّابِرِينَ عَلَى مَا أَصَابَهُمْ وَالْمُقِيمِي الصَّلَاةِ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ 35 وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ 36 لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ 37
25. Tentu sekali, orang orang yang ingkar dan memanggil yang lainnya berpaling dari jalan Allah, dan dari Masjid Suci yang telah kami cipta reka untuk seluruh manusia - sama ada penduduk penduduk asal atau pelawat pelawat - dan untuk mencari jalan supaya mencemarkannya dan mengkorupnya, kami akan kenakan mereka itu dengan hukuman yang menyakitkan.
26. Kami melantik Ibrahim untuk mendirikan Tempat Suci: "Janganlah kau memuja sebarang tuhan yang lain disampingKu, dan sucikan Tempat SuciKu ini untuk orang orang yang melawatnya, orang orang yang tinggal berdekatan dengannya, dan orang orang yang ruku' dan sujud.
27. "Dan umumkanlah yang manusia itu mestilah menunaikan Haji.* Mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki ataupun menunggang bermacam sumber dengan kepayahan (berbagai cara pengangkutan). Mereka akan datang dari daerah daerah yang amat jauh." 28Mereka bolehlah menjalankan perniagaan, dan mereka mestilah memuji muji nama Allah pada hari hari yang ditentukan kerana mengadakan binatang ternakan sebagai peruntukkan untuk mereka. "Makanlah darinya dan berilah makan kepada yang tidak berupaya dan yang miskin."
29. Mereka mestilah memenuhi kewajipan mereka, memenuhi nazar nazar mereka dan menziarahi makam purba itu.
30. Orang orang yang menghormati upacara upacara yang telah didekrikan oleh Allah memang sepatutnya menerima anugerah yang baik disisi Tuhan mereka. Semua binatang telah dijadikan halal untuk makanan kamu, melainkan apa yang telah ditentukan haram untuk kamu. Kamu mestilah jauhi dari menyembah pujaan pujaan yang menjijikkan, dan jauhilah dari menjadi saksi yang palsu.
31. Kamu mestilah memelihara pengabdianmu hanyalah kepada Allah sahaja. Sesiapa yang mengada adakan sebarang pujaan disamping Allah adalah seumpama seorang yang jatuh dari langit, dan disambar oleh burung burung hering, ataupun diterbangkan oleh angin kedalam gaung yang dalam.
32. Sesungguhnya, orang orang yang menghormati upacara upacara yang telah didekrikan oleh Allah menunjukkan ketakwahan dihati hati mereka.
33. (Binatang ternakan) memberikan kamu banyak manfaatnya buat beberapa waktu, sebelum didermakan kemakam purba.
34. Bagi setiap penghimpunan kami telah mendekrikan upacara upacara dimana dengannya mereka memuji muji nama Allah kerana mengadakan untuk mereka binatang ternakan. Tuhan kamu adalah satu dan tuhan yang sama; kamu semua mestilah menyerahkan diri diri kamu kepadaNya. Berikanlah berita berita baik kepada orang orang yang patuh.
35. Orang orang itulah yang hati hati mereka menggeletar apabila saja menyebut Allah, mereka sabar dan tabah semasa didalam kesukaran, mereka Mengerjakan Sembahyang (Salat), dan dari rezeki kami untuk mereka, mereka memberi derma.
36. Binatang yang dikurbankan adalah diantara upacara upacara yang didekrikan oleh Allah untuk kebaikan kamu.* Kamu mestilah menyebut nama Allah keatas mereka sedang mereka berbaris. Selepas saja ianya dikurbankan, kamu bolehlah memakan darinya dan berikanlah makan kepada simiskin dan orang orang yang memerlukan. Itulah sebabnya kami tundukkan mereka untuk kamu, supaya dapat kamu menunjukkan kesyukuran kamu.
37. Tidaklah dagingnya ataupun darahnya yang sampai kepada Allah. Apa yang sampai kepadaNya hanyalah ketakwahan kamu. Dia telah menundukkan mereka kepada kamu, supaya dapat kamu menunjukkan kesyukuran dengan mengagungkan Allah kerana telah membimbing kamu. Sampaikanlah berita berita baik kepada para penderma.
سوره نمل
إِنَّمَا أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ رَبَّ هَذِهِ الْبَلْدَةِ الَّذِي حَرَّمَهَا وَلَهُ كُلُّ شَيْءٍ وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ 91
91. Aku hanyalah diperintahkan untuk menyembah Tuhan kepada bandar ini - Dia telah menjadikan ianya tempat suci yang selamat - dan Dialah yang mempunyai segala galanya. Aku telah diperintahkan supaya menjadi orang orang yang menyerahkan diriku hanya (kepada Allah).
سوره قصص
وَقَالُوا إِن نَّتَّبِعِ الْهُدَى مَعَكَ نُتَخَطَّفْ مِنْ أَرْضِنَا أَوَلَمْ نُمَكِّن لَّهُمْ حَرَمًا آمِنًا يُجْبَى إِلَيْهِ ثَمَرَاتُ كُلِّ شَيْءٍ رِزْقًا مِن لَّدُنَّا وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ 57
57. Mereka berkata, "Jika kami mengikuti petunjukmu, kami akan menerima penyiksaan."Tidak-kah kami telah memantapkan untuk mereka Tempat Suci, dimana berbagai bagai rupa buah buahan telah diberikan, sebagai peruntukkan dari kami? Sesungguhnya, kebanyakan dari mereka itu tidak mengetahuinya.
سوره عنكبوت
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا جَعَلْنَا حَرَمًا آمِنًا وَيُتَخَطَّفُ النَّاسُ مِنْ حَوْلِهِمْ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَكْفُرُونَ 67
67. Tidakkah mereka dapat melihat yang kami telah memantapkan sebuah Tempat Suci yang kami jadikan ianya terjamin, sementara semua disekelilingnya manusia yang sentiasa didalam keadaan bahaya? Masih mahukah mereka juga percaya dengan kepalsuan, dan menolak rahmat dari Allah?
سوره فتح
وَهُوَ الَّذِي كَفَّ أَيْدِيَهُمْ عَنكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ عَنْهُم بِبَطْنِ مَكَّةَ مِن بَعْدِ أَنْ أَظْفَرَكُمْ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرًا 24 هُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَالْهَدْيَ مَعْكُوفًا أَن يَبْلُغَ مَحِلَّهُ وَلَوْلَا رِجَالٌ مُّؤْمِنُونَ وَنِسَاء مُّؤْمِنَاتٌ لَّمْ تَعْلَمُوهُمْ أَن تَطَؤُوهُمْ فَتُصِيبَكُم مِّنْهُم مَّعَرَّةٌ بِغَيْرِ عِلْمٍ لِيُدْخِلَ اللَّهُ فِي رَحْمَتِهِ مَن يَشَاء لَوْ تَزَيَّلُوا لَعَذَّبْنَا الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا 25 إِذْ جَعَلَ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ فَأَنزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَى وَكَانُوا أَحَقَّ بِهَا وَأَهْلَهَا وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا 26 لَقَدْ صَدَقَ اللَّهُ رَسُولَهُ الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِن شَاء اللَّهُ آمِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُؤُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ لَا تَخَافُونَ فَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوا فَجَعَلَ مِن دُونِ ذَلِكَ فَتْحًا قَرِيبًا 27
24. Dia Sahajalah yang menahan tangan tangan mereka dari mengkasari kamu dan menahankan tangan tangan kamu dari mengkasari mereka dilembah Mekkah, setelah Dia memberikan kamu kemenangan keatas mereka. Sesungguhnya, Allah sahajalah yang Maha Melihat akan segala apa yang telah kamu lakukan.
25. Mereka itulah yang mengingkarkan dan menyekat kamu dari Masjid Suci, dan juga menghalang persembahan dari kamu untuk sampai kedestinasi mereka. Disana ada orang orang yang percaya lelaki dan perempuan (didalam kem musuh) dimana kamu tidak mengetahui, dan kamu hampir melukakan mereka, tanpa disedari. Lantas Allah memasukkan belas kasihNya kepada sesiapa saja yang Dia kehendaki. Jika mereka berterusan, Dia akan membalas orang orang diantara mereka yang ingkar dengan hukuman yang menyakitkan.
26. Sedang orang orang yang ingkar didalam kemarahan, dan hati hati mereka telah dipenuhi dengan kesombongan dimasa masa kejahilan, Allah merahmati rasulNya dan orang orang yang percaya dengan rasa aman dan puas hati, dan mengarahkan mereka supaya mendukung perkataan yang benar. Ini adalah kebaikan yang mereka sepatutnya terima. Sesungguhnya, Allah amat sedar akan segala sesuatu.
27. Allah telah memenuhi kebenaran visi rasulNya: "Kamu akan memasuki Masjid Suci, dengan kehendak Allah (Insha Allah), penuh keselamatan, dan kau akan memotong rambutmu ataupun memendekkannya (sementara kau menunaikan rukun haji) disana. Kamu tidak akan merasa sebarang ketakutan. Kerana Dia tahu apa yang kamu tidak ketahui, Dia telah gandakan ini dengan kemenangan yang disegerakan."
سوره منافقون
يَقُولُونَ لَئِن رَّجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الْأَعَزُّ مِنْهَا الْأَذَلَّ وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ 8
8. Mereka berkata, "Jika kami pulang kembali kebandar, yang berkuasa didalamnya akan mengusirkan yang lemah (dan kami akan menjadi mangsa)." (Mereka sepatutnya ketahui yang) semua maruah kepunyaan Allah dan rasulNya, dan orang orang yang percaya. Bagaimana pun, orang orang hypokrit tidak mengetahuinya.
سوره بلد
لَا أُقْسِمُ بِهَذَا الْبَلَدِ 1 وَأَنتَ حِلٌّ بِهَذَا الْبَلَدِ 2
1. Aku bersumpah dengan seriusnya demi bagi bandar ini.
2. Bandar yang mana kau tinggal.
سوره تين
وَهَذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ 3
3. Dan bandar (Mekkah)* yang mulia ini.
Sayyid Hassan Nasrullah: Tuduhan Der Spiegel Agenda Israel
Sekjen Hizbullah Lebanon Sayyid Hassan Nasrullah dalam peringatan sembilan tahun bebasnya wilayah Lebanon Selatan dari pendudukan rezim Zionis Israel menegaskan bahwa Moqawamah Islam akan membalas dengan sangat telak jika Israel melakukan serangan lagi ke Lebanon.
Berbicara di depan puluhan ribu massa yang memadati lapangan Al-Rayah pinggiran selatan Beirut, Nasrullah menyebut hari pembebasan Lebanon selatan 25 Mei 2000 sebagai hari besar bagi seluruh rakyat Lebanon. Kemenangan besar ini menurutnya tidak didapat dengan mudah, tetapi diperoleh secara bertahap. Dijelaskannya, dulu tentara Zionis Israel telah memasuki dan menduduki Beirut. Namun berkat perlawanan gigih para pejuang moqawamah Islam Lebanon, rezim zionis dipaksa keluar dari ibukota Lebanon itu dan terus dipukul mundur hingga pada akhirnya tanggal 25 Mei 2000 tentara zionis dan tentara bayarannya melarikan diri dari Lebanon selatan.
Nasrullah lebih lanjut membicarakan soal konstelasi politik yang ada di Lebanon. Diakuinya bahwa saat ini di Lebanon ada dua kelompok yang berseberangan, yaitu kelompok 14 Maret yang kini memerintah dan kubu 8 Maret yang menjadi oposisi. Dijelaskannya bahwa Hizbullah pada mulanya tidak ingin terlibat dalam percaturan politik di dalam negeri, namun karena berbagai faktor di lapangan yang erat kaitannya dengan misi perjuangan moqawamah, Hizbullah masuk ke gelanggang politik dengan menggaet sejumlah kubu politik.
Sekjen Hizbullah membeberkan proses perundingan marathon Hizbullah dengan kubu-kubu politik untuk membentuk koalisi, termasuk dengan kubu Druz dari Partai Nasional Sosial Lebanon dan kubu Al-Mustaqbal (Masa Depan) pimpinan Rafik Hariri (sebelum mantan Perdana Menteri Lebanon itu tewas dalam insiden teror) hingga akhirnya berkoalisi dengan Gerakan Amal dan Kubu Kristen Kebebasan Nasional pimpinan Michel Aoun.
Ditambahkannya, bahwa kondisi di panggung politik Lebanon cukup kondusif dan hubungan Hizbullah dengan Partai Nasional Sosialis Lebanon yang memang memiliki akar sejarah sangat baik sampai salah seorang tokoh partai tersebut mengeluarkan pernyataan yang mendesak perlucutan senjata Hizbullah dan moqawamah. Sejak saat itulah hubungan Hizbullah dengan partai Druz pimpinan Walid Jumblat itu semakin memburuk dan puncaknya adalah peristiwa berdarah yang terjadi Mei 2008.
Nasrullah mempersoalkan tindakan kubu pemerintah yang melakukan investigasi dan berusaha memutuskam jaringan telekomunikasi Hizbullah. Katanya lagi, “Warga Beirut perlu bertanya kepada Fouad Siniora, kubu partai Al-Mustaqbal dan para menteri kabinet Siniora, siapakah yang diuntungkan dengan keputusan itu?” Hizbullah mengecam keputusan itu dengan melakukan aksi pembangkangan umum bukan dengan melakukan tindakan bersenjata. Namun kubu-kubu tertentu dengan mengerahkan milisi bersenjata melakukan serangan dan menyulut konflik berdarah. “Kami telah memutuskan untuk membalas serangan bersenjata dengan kekuatan penuh untuk segera meredam tindakan yang dapat memicu perang itu,” jelasnya.
Meski tak menafikan dalamnya luka dan perihnya duka akibat peristiwa berdarah dan kontak senjata di sejumlah wilayah Lebanon antara kubu pro pemerintah melawan kubu moqawamah, namun Nasrullah menyebut peristiwa itu sebagai peristiwa yang sangat kecil dibanding agenda yang ingin membakar Lebanon secara keseluruhan di dalam api perang saudara. “Saya punya data akurat dan lengkap bahwa mereka merencanakan kekacauan dan konflik yang jauh lebih besar,” tegasnya.
Nasrullah menyinggung laporan majalah Der Spiegel yang menyebut Hizbullah terlibat dalam pembunuhan mantan Perdana Menteri Lebanon Rafik Hariri, Februari 2004. Ditegaskannya bahwa Hizbullah menilai laporan Der Spiegel sebagai laporan zionis dan akan memperlakukannya seperti memperlakukan agenda zionis. “Hanya beberapa jam setelah terbitnya laporan Der Spiegel, para petinggi Zionis mengumbar pernyataan untuk menangkap Sekjen Hizbullah,” tambahnya.
Nasrullah menyebut tuduhan terhadap Hizbullah itu sebagai satu lagi agenda AS-Zionis untuk menciptakan permusuhan terhadap Hizbullah. Di tingkat dunia, AS dan Zionis berusaha membenturkan Dunia Arab dengan Iran yang menjadin pendukung utama moqawamah. “Apa yang dituduhkan Der Spiegel sangat berbahaya. Ini bukan laporan jurnalistik sehingga tidak perlu dikomentari, tetapi agenda Zionis yang sangat berbahaya,” katanya menjelaskan.
Sekjen Hizbullah membenarkan pernyataan Walid Junblat yang menyebut tulisan Der Spiegel sebagai isu untuk menciptakan fitnah yang lebih besar dari apa yang terjadi tahun 1975.
Menyusul terbitnya laporan Der Spiegel, Menteri Luar Negeri Israel Avigdor Lieberman mendesak untuk menangkap Sayyid Hassan Nasrullah. “Jika pemerintah Lebanon tidak mau menyerahkannya, Nasrullah harus ditangkap dengan paksa,” kata Lieberman.
Nasrullah menambahkan, pernyataan Ehud Barak lebih berbahaya dibanding pernyataan Lieberman. Usai menuduh Hizbullah sebagai pelaku teror terhadap Rafik Hariri, Barak mengatakan, “Ini bukti bahwa Hizbullah bukan hanya memerangi kami (Israel) tetapi juga memerangi elit Lebanon.” Menurut Sekjen Hizbullah pernyataan para petinggi zionis yang sejalan dengan laporan majalah Jerman itu, menunjukkan bahwa tuduhan Der Spiegel adalah agenda zionis. Tujuannya adalah untuk mencegah kemenangan kubu moqawamah pada pemilu mendatang.
Sekjen Hizbullah lebih lanjut menyinggung soal pemilu legislatif mendatang di Lebanon dan mengatakan, “Saya menyeru kepada semua warga Lebanon untuk mendatangi kotak-kotak pemungutan suara dan memberikan suara mereka.”
Nasrullah mengajak semua pihak agar bersama-sama bergandengan tangan usai pelaksanaan pemilu untuk membentuk pemerintahan kolektif yang melibatkan semua elemen bangsa. “Tak mungkin membangun negara jika ada permusuhan dan perpecahan,” tegasnya.
Hizbullah, menurutnya, tidak memiliki kepentingan untuk duduk di kursi kekuasaan dan tidak pula berambisi mengeruk kekayaan. Tapi Hizbullah akan selalu berbuat untuk menyelamatkan Lebanon dari guncangan dan ancaman.
Nasrullah menyinggung adanya skenario mengadu domba antara Syiah dan Sunni, khususnya di Lebanon. “Kalian tak akan pernah mendengar dari saya pribadi maupun dari rekan-rekan di Hizbullah pernyataan yang berbau fanatisme madzhab, karena kita meyakininya sebagai hal yang haram” jelasnya. Nasrullah menegaskan kembali bahwa Hizbullah dalam perangnya melawan Israel tidak membedakan antara wilayah Sunni dan Syiah. “Kami berperang untuk membela semua,” imbuhnya.
Sekjen Hizbullah mengatakan, “Saya tegaskan kepada kalian semua, para pimpinan berbagai kelompok madzhab dan golongan, atas nama darah anak-anak kita yang tercinta, saya katakan bahwa daging kalian adalah daging kami, darah kalian adalah darah kami, nyawa kalian adalah nyawa kami dan nasib kalian adalah nasib kami juga.”
Nasrullah mengapresiasi pernyataan Presiden Michel Sleiman tentang manuver militer rezim zionis Israel. Menurutnya ajakan Presiden Sleimen kepada semua pihak untuk bertemu dan membicarakan manuver militer Israel perlu disambut hangat.
“Saya jamin, Israel tidak akan berani menyerang untuk saat ini. Namun demikian, para pejuang Hizbullah tetap bersiaga dengan penuh kekuatan tanpa ada seorangpun yang melihat senjata mereka. Kami siap melayangkan pukulan yang sangat telak terhadap Israel jika berani menyerang,” tegas Nasrullah penuh semangat.
Tanggal 25 Mei 2000 tentara Zionis dan pasukan bayarannya pimpinan Jenderal Antoine Lahd lari meninggalkan pangkalan militer mereka di Lebanon selatan. Keputusan itu diambil setelah Israel dan pasukan bayarannya tak mampu melawan gempuran terus menerus yang dilakukan Hizbulllah. Saat ini Israel masih menduduki sebagian ladang subur Shebaa di selatan Lebanon.
Peran Wanita Di Karbala
Peristiwa pembantaian di padang pasir Karbala adalah sebuah pertarungan antara kebenaran dan kebatilan. Dalam peristiwa itu, Imam Husein as dengan rombongannya berhasil mendemonstrasikan secara sempurna simbol-simbol asli agama. Dengan indah sebuah ketaatan terhadap pemimpin diperankan oleh sahabat-sahabat, kaum kerabat, wanita dan anak-anak. Kesabaran menjadi tulang punggung pertunjukkan kebenaran. Amar makruf dan nahi mungkar tidak pernah lepas dari sikap dan tindakan.
Setiap variabel yang ada saling mendukung sehingga berhasil memunculkan sebuah adegan paling dramatik dalam sejarah kehidupan manusia. Ali Asghar bayi yang masih menyusui dengan indah memainkan perannya sehingga siapa saja yang mendengar kisah itu bakal tersentuh hatinya. Ada anak-anak seperti Abdullah yang akhirnya merenggut cawan kesahidan berdampingan dengan Imam Husein as. Ada seorang anak remaja yang bernama Qasim. Seorang remaja tampan yang wajah dan perilakunya paling mirip Nabi Muhammad saw. Setiap sahabat yang merindukan Nabi, pasti akan mencarinya untuk memuaskan kerinduannya. Pemuda, wanita dan orang-orang tua semuanya memainkan perannya dengan sempurna.
Ketika setiap pribadi yang hadir di Karbala memainkan perannya dengan sempurna, maka yang menjadi pertanyaan adalah apa peran para wanita di Karbala. Mungkinkah kita dapat mencari hubungan antara sikap dan tindakan wanita dengan pemimpinnya (Imamah)? Dalam kondisi bingung karena perang yang berkecamuk, bagaimana mereka memainkan perannya sebagai istri yang melihat jasad suaminya dibantai? Pada saat yang bersamaan mereka juga harus bersikap sebagai seorang ibu dan saudara. Peran yang sangat sulit dibebankan kepada mereka. Namun, itulah Karbala. Para wanita yang lemah dari sisi fisik, mampu membalik keadaan. Kekalahan fisik yang dialami oleh rombongan Asyura dibalik menjadi kemenangan. Mereka menggantikan kekerasan dengan cinta. Mereka menggantikan materi dengan maknawiyah. Keserakahan dengan pengorbanan.
Prolog
Memahami peran wanita di Karbala tidak sesulit yang dibayangkan. Peran itu akan terungkap dengan memulainya dari beberapa pertanyaan. Apa sebenarnya tujuan keberangkatan Husein ke Karbala? Pendekatan apa yang dipakai oleh Imam Husein as untuk menggolkan tujuannya? Seperti apa usaha Imam Husein as untuk memobilisasi orang-orang untuk mendukung idenya? Media seperti apa yang dimilikinya untuk memublikasikan perjuangannya? Ini merupakan sejumlah pertanyaan yang dapat menyingkap peran wanita dalam peristiwa Karbala.
Sejarah mencatat bahwa alat publikasi hanya dimiliki oleh penguasa. Imam Husein as dengan tangan kosong memasuki kawasan Karbala. Bisa dibayangkan bahwa bila dalam peperangan di Karbala Imam Husein as menang, itu tidak dapat berbuat banyak dalam mengubah keadaan. Karena media dipegang oleh penguasa dan dengan mudah mereka akan meniup isu baru untuk melenyapkan kabar kemenangan itu. Atau dengan jumlah yang lebih besar, Yazid akan mengirim pasukan untuk membasmi Imam Husein as. Apa lagi bila Imam Husein as mengalami kekalahan. Padahal pesan Karbala harus sampai kepada setiap manusia merdeka. Kawasan padang pasir Karbala tidak boleh menjadi kuburan perjuangan Imam Husein as. Padang Karbala harus menjadi titik tolak penyebaran pesan Karbala. Untuk itu, diperlukan media yang dapat mengantarkan pesan Asyura ke setiap penjuru dunia.
Imam Husein as memerlukan media untuk menyampaikan pesannya bahwa kepergiannya bukan untuk kepentingan pribadi. Ia menuju Kufah untuk menegakkan agama kakeknya. Amar makruf dan nahi mungkar menjadi landasan revolusi Husein.
Di sisi lain, masyarakat hanya mengetahui bahwa penguasa adalah lambang kebenaran. Karena mereka telah menggagahi konsep khalifatullah untuk kepentingan mereka. Setiap yang menjadi khalifah adalah wakil Tuhan di bumi. Dan pada saat yang sama, dengan memakai topeng khalifah mereka hendak menghancurkan agama.
Untuk melakukan pencerahan, perlu cara yang tepat. Imam Husein as dengan cerdik membaca semua itu dan memikirkan cara terbaik untuk melawan penguasa yang tidak saja korup tapi juga berkeinginan untuk menghapus agama. Di sini konsep Imamah menjadi penting. Dalam sejarah kecerdikan setiap Imam dalam merespons dan menyikapi masyarakat dan kondisi yang dihadapinya membuat agama selamat sampai ke tangan kita. Wilayah menjadi rahasia besar mengapa agama tidak dapat dipisahkan dari politik.
Itulah salah satu alasan mengapa Imam Husein as membawa besertanya anak-anak dan wanita. Anak-anak dan wanita merupakan pelanjut dan media untuk menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi. Sejarah mencatat hanya dalam jangka waktu yang tidak lama. Dimulai dari Karbala hingga sampai di istana Yazid, berapa banyak orang yang tersadarkan dengan ucapan-ucapan anak-anak. Bagaimana di tengah kerumunan orang, Zainab al-Kubra as saudara Imam Husein as bangkit dengan lantang berpidato yang membuat orang-orang tercengang bahwa apa yang selama ini terjadi hanya permainan media penguasa. Itulah mengapa disebutkan bahwa Husein sebagai yang memulai revolusi Karbala, tapi Zainab yang mengekalkannya hingga hari ini.
Disain Asyura
Untuk menghadapi musuh, Imam Husein as memanfaatkan semua kemampuan dan potensi yang ada. Tanpa diragukan salah satunya adalah wanita.
Islam muncul dan memberikan cara pandang baru kepada manusia tentang wanita. Pada zaman Nabi, wanita bersikap aktif, berperan dan ikut andil dalam perjalanan sejarah Islam. Di zaman Yazid, wanita mulai dikembalikan perannya seperti zaman jahiliah. Saat itu wanita dianggap sebagai ongkos dan bukan modal. Wanita hanya dilihat sebagai alat dan bukan makhluk yang berpikir dan memiliki loyalitas. Wanita balik kembali menjadi alat tanpa kehendak dan bukan manusia yang independen. Mampu mengambil sikap sendiri. Imam Husein as membawa besertanya para wanita untuk sekali mengembalikan nilai-nilai wanita yang diperjuangkan oleh kakeknya.
Kembali pada masalah Karbala. Setiap revolusi memiliki dua sisi. Filsafat yang mendasarinya dan metode yang dipakai untuk melakukan revolusi. Ketika mendisain Karbala, Imam Husein as juga telah memikirkannya. Imam membagi dua; syahadah dan atau tertawan. Wanita memainkan perannya pada edisi kedua Karbala, menjadi tawanan.
Tepat sore harinya ketika Imam Husein as menemui syahadah, Zainab menerima tongkat estafet pesan risalah Karbala. Pesan yang harus disampaikannya kepada dunia. Dengan mantap dan tanpa ada keraguan sedikit pun, Zainab mulai melakukan tugasnya. Ia senantiasa mengajukan pertanyaan dan membongkar apa yang sesungguhnya terjadi di Karbala. Pasukan Yazid yang menawan Zainab dan para wanita dan anak-anak, terpaksa hanya bisa menjawab dengan terbata-bata. Mereka lemah dihadapkan Zainab. Rombongan Imam Husein as memang lemah dari sisi jumlah, namun kekuatan Zainab sang public relation Karbala mampu membalikkan keadaan. Yazid dan antek-antek terpaksa tidak dapat berbuat banyak di bawah sorotan mata rakyat yang meminta penjelasan dan pertanggung jawabannya. Pada akhirnya, Yazid malah menyalahkan komandan pasukannya di Karbala.
Zainab al-Kubra dengan diplomasi cerdas mampu membalikkan keadaan. Ia berhasil membuat penguasa mati kutu dan hanya bisa menjawab dan memberikan pertanggungan jawab di hadapan khalayak ramai. Rakyat juga akhirnya mengetahui bahwa Yazid dan antek-anteknya sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam peristiwa ini.
Tiga hal yang menjadi tugas Zainab al-Kubra. Dan ketiga-tiganya dilaksanakan dengan baik dan sempurna. Tugasnya adalah:
1. Memperkenalkan siapa pemimpin yang sebenarnya dengan jalan menyiapkan informasi lebih lanjut kepada masyarakat.
2. Mengevaluasi perilaku Yazid dan antek-anteknya sebelum dan sesudah peristiwa Karbala.
3. Mencerahkan rakyat dengan menjelaskan kebijakan dan niat buruk penguasa.
Wanita dan Karbala
1. Pembelaan sebelum terjadi peristiwa Karbala.
Sejarah Karbala sebuah sejarah yang memiliki kekhususannya sendiri. Sejarah yang penuh dengan cinta, ubudiah dan pengorbanan. Para wanita memainkan peran yang sangat penting. Mariah, seorang wanita dari kabilah Abdul Qais. Rumahnya di Kufah biasa dipakai sebagai tempat kumpul, orang-orang yang mencintai Ahli Bait as. Ketika mendapat kabar bahwa Imam Husein as telah sampai di Karbala, ia memerintahkan kepada laki-laki yang biasa hadir di rumahnya untuk membantu Imam Husein as.(1)
Mereka yang berani menolong utusan Imam Husein as, Muslim bin Aqil hanyalah wanita. Thau'ah ibu dari Walad, istri dari Asid al-Hadhrami yang memberikan tempat berlindung.(2)
Dulham binti Amr, istri dari Zuhair bin Qain, memarahi suaminya yang menolak bertemu dengan Imam Husein as ketika didatangi oleh utusannya. Mendengar itu, istrinya langsung memaksanya untuk menemui Imam Husein as. "Mengapa engkau menolak diajak oleh anak Rasulllah? Pergi dan dengarkan apa katanya! Begitu yang diucapkan oleh istrinya.(3) Setelah menemui Imam Husein as ia menceritakan apa yang terjadi. Ia akan bergabung dengan pasukan Imam Husein as. Istrinya sangat bahagia mendengar keputusannya itu.
2. Pembelaan di Karbala.
Peristiwa yang paling menggiriskan hai adalah ketika di Karbala. Padang pasir Karbala pada tanggal 10, mulai dari pagi hingga sore hari, menyaksikan pembantaian cucu Nabi. Para wanita juga melakukan tugasnya dengan baik.
Pada malam harinya tanggal 9 Muharam, Imam Husein as mengumpulkan sahbat-sahbatnya. Beliau mempersilahkan para sahabatnya untuk pergi meninggalkannya seorang diri. Karena musuh hanya mencarinya saja. Namun, mereka satu-satu menunjukkan sikap ksatrianya dan tidak bergeming dari niat sebelumnya, bersama cucu Rasulullah hingga titik darah penghabisan. Karena mereka bertahan, Imam Husein as meminta kepada mereka yang ikut bersama istrinya untuk membawa istrinya ke tempat yang aman. Sementara keluarga Imam Husein as tetap bersamanya di Karbala. Di sini, Imam Husein as tidak membawa anak-anak dan wanita dari keluarganya ke tempat aman. Karena mereka adalah pembawa pesan Karbala.
Salah seorang sahabat bernama Ali bin Mazhahir kembali ke kemahnya, ia disapa oleh istrinya. "Apa yang dibicarakan oleh Imam Husein as?" tanyanya.
Ali menyampaikan apa yang dikatakan oleh Imam Husein as. Seketika ia menangis tersedu-sedu. Ia berkata, "Wahai anak Mazhahir! Engkau tidak bersikap adil terhadapku. Engkau ingin masuk surga seorang diri tanpaku."
Ali tidak tahan mendengar ucapan istrinya. Ia menemui Imam Husein as dan menyampaikan apa yang terjadi. Ia berkata, "Wahai Ibn Rasulullah! Istriku tidak bersedia dibawa ke tempat aman."
Sebelum Imam menjawab, tiba-tiba terdengar suara tangisan keras di balik kemah. Ia berkata, "Wahai anak Fathimah! Apakah kami tidak layak untuk membantu anak-anak dan saudara-saudaramu?"(4)
3. Pembelaan setelah peristiwa Karbala.
Topi Imam Husein as, pengalas topi perangnya, berasal dari kulit. Seseorang mengambilnya dan dibawa pulang. Topi itu dicuci karena terkena darah Imam Husein as. Istrinya, Ummu Abdillah, berkata, "Mengapa engkau mencuri pakaian cucu Rasullah dari anak perempuannya dan mencucinya di rumahku? Pergi! Keluar dari rumah ini!(5)
Salah satu dari anggota pasukan Umar bin Saad bernama Khuli bin Yazid, membawa pulang kepala Imam Husein as ke rumahnya. Hal itu dilakukan karena pintu istana Ubaidillah tertutup ia terpaksa membawanya ke rumahnya. Ia meletakkan kepala Imam Husein as di rumah istri keduanya. Setelah meletakkan kepala Imam Husein as, ia mendekati istri keduanya, Nawwar dari kabilah Asad Hadhrami. Ketika ditanya oleh istrinya, ia menjawab bahwa ia membawa kejutan. Aku membawa kepala Husein dan kepala itu ada di rumahmu. Seketika istrinya berteriak dan menyuruhnya keluar dari rumah. Celakalah engkau yang telah membawa kepala cucu Rasulullah! Demi Allah! Aku tidak sudi bersamamu dalam satu atap. Ia berdiri dan keluar dari rumah sembari mengajak istri pertama.(6)
4. Pembelaan di Istana Yazid.
Ketika tawanan sampai di Syam, para tawanan dipersilahkan masuk ke dalam istana Yazid. Terlebih dahulu di sana telah ditancapkan kepala Imam Husein as di atas tombak. Zainab al-Kubra ketika memasuki ruangan dan melihat kepala saudaranya di ujung tombak, secara tiba-tiba langsung berteriak "Ya Husainaa.., Wahai kecintaan Allah! Wahai putra Mekah dan Mina! Wahai putra Fathimah az-Sahra penghulu para wanita! Wahai putra dari anak wanita Musthafa!(7)
Mendengar ratapan Zainab yang memilukan hati, semua yang hadir menangis tersedu-sedu. Yazid dan antek-anteknya hanya terdiam bungkam seribu bahasa. Zainab dengan cerdas memilih kata-kata yang memang pernah didengar oleh sebagin besar yang hadir. Hanya dengan beberapa ucapan, Zainab berhasil menguasai keadaan dan mengubahnya dari kebencian terhadap Husein menjadi kecintaan.
Epilog
Keberadaan wanita dalam menyukseskan misi Karbala memainkan peran yang sangat penting. Tidak memperhitungkan keberadaan mereka sama artinya dengan menafikan kesinambungan pesan Asyura. Pesan untuk umat manusia. Dan itu hanya dapat dilakukan oleh wanita.
Catatan:
1. Abu Mikhnaf, Maqtal al-Husein, hal 18.
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Muhammad Washif, Enghelab Mughaddas Husein as, 1386, hal 153.
5. Syaikh Abbas Qummi, Nafas al-Mahmum, Beirut, 1992, hal 132.
6. Ibid, hal 207.
7. Ibid, hal 13.
Definisi dan Penggunaan Peringatan Allah dalam Al-Quran
Kata peringatan dalam al-Quran sering digunakan dalam dua bentuk;Indzar dan Tahdzir. Dalam buku Lisan al-Arab kata Indzar adalah menginformasikan sesuatu sambil menakut-nakuti.(1) Sementara Raghib al-Isfahani memaknai Indzar sebagai berita yang disertai upaya menakut-nakuti.(2)
Kata Tahdzir yang berasal dari Hadzaraberarti menakuti-nakuti dengan sesuatu yang menakutkan.(3)
Dengan meneliti al-Quran akan dapat ditemukan kata turunan dari dua kata Indzar dan Tahdzirsehingga dapat dipahami bahwa ada beberapa hal yang diperingatkan oleh Allah dengan menggunakan dua kata ini:
1. Peringatan akan Hari Kiamat dan azab akhirat.
Banyak ayat yang menakut-nakuti manusia tentang kiamat. Dalam surat Maryam ayat 39 Allah Swt berfirman, "Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan ..."(4)
Dalam ayat 57 surat al-Isra disebutkan, "... Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti."
2. Peringatan akan azab dunia.
Allah dalam surat Fussilat ayat 13 berfirman, "Jika mereka berpaling maka katakanlah: "Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum 'Aad dan Tsamud".
3. Peringatakan akan Allah
Dalam ayat 235 surat al-Baqarah disebutkan, "... Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya ..."
Begitu juga dalam ayat 28 surat Ali Imran, "... Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya ..."(5)
Mencermati penggunaan kata turunan Indzar dan Tahdzir secara langsung menunjukkan bahwa Allah menakut-nakuti hamba-Nya dengan akhirat dan azab-Nya. Bila dalam sebagian ayat diungkapkan tentang Allah menakuti-nakuti manusia akan diri-Nya itu pada hakikatnya mengingatkan manusia akan dosa yang dilakukannya agar di Hari Kiamat mereka tidak menghadapi kemurkaan Allah Swt.(6)
Di sebagian ayat telah diperingatkan kepada orang-orang Munafik dan sebagian istri dan anak.(7) Peringatan itu disampaikan karena mereka mempengaruhi manusia lain dan menyimpangkan mereka yang akhirnya membuat mereka menyesal di akhirat dan mendapat siksa ukhrawi. Pada hakikatnya, peringatan yang disampaikan dalam al-Quran kembali pada peringatan akan Hari Kiamat dan azab ukhrawi.
Dalam pembahasan peringatan Allah dalam al-Quran ini juga akan mencakup ayat-ayat yang memberikan pemahaman tentang peringatan.
Ada beberapa parameter dalam upaya memahami peringatan Allah dalam al-Quran:
1. Penggunaan kata laknat terhadap sebagian manusia seperti orang kafir, zalim, pelanggar janji dan penuduh.
2. Penggunaan kata Wail yang berarti celakalah bagi sebagian manusia seperti untuk orang musyrik, pembohong dan pengejek.
3. Janji neraka dan azab kepada orang munafik, kafir dan mereka yang bunuh diri.
4. Adanya larangan keras terkait satu keyakinan, tradisi dan perbuatan tertentu. Sekaitan dengan tema ini juga dapat dibagi menjadi beberapa bagian;
a. Larangan langsung kepada Muslimin atau Mukminin, seperti larangan tidak menghormati kedua orang tua atau lari dari medan perang.
b. Larangan yang keluar dari lisan para nabi, seperti larangan berputus asa dari rahmat Allah yang disampaikan oleh Nabi Yaqub as kepada anak-anaknya.
c. Larangan yang langsung terhadap non Muslim, seperti larangan berlebih-lebihan dalam agama kepada Ahli Kitab.
d. Isyarat tegas akan keharaman sesuatu, seperti haramnya menikahi muhrim. Peringatan ini lebih banyak terkait dengan masalah keluarga.
e. Celaan terhadap satu perbuatan, seperti celaan kepada orang yang makan barang haram atau berbisik-bisik.
f. Isyarat tegas tentang satu orang atau kelompok yang tidak selamat, seperti orang-orang zalim.
g. Penyebutan akibat buruk dunia bagi sebuah pekerjaan, seperti bersikap kasar yang membuat orang menjauhinya. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: Hoshdar-ha va Tahzir-haye Qorani, Hamid Reza Habibollahi, 1387 Hs, Markaz-e Pajuhesh-haye Seda va Sima.
Catatan:
1. Ibnu al-Manzhur, Lisan al-Arab, Beirut, Dar Ihya at-Turats al-Arabi, 1408 Hq, cet 1, jilid 14, hal 100.
2. Raghib al-Isfahani, Mufradaat alfazh Quran, Beirut, ad-Dar as-Syamiah, 1423 Hq, cet 3, hal 223.
3. Ibid.
4. Lihat juga surat al-An'am ayat 130, Ibrahim ayat 44, az-Zumar ayat 71, Ghafir ayat 15, Syura ayat 7.
5. Ungkapan takut kepada Allah tidak terbatas dalam kata ini. Karena makna semacam ini diungkapkan dalam al-Quran dengan kata-kata yang lain seperti taqwa dan khasyah.
6. Syeikh Thusi di akhir ayat 28 dari surat Ali Imran menjelaskan bahwa kata Nafsahu atau diri-Nya itu berarti azab-Nya. (Abu Jakfar Muhammad bin Hasan at-Thusi, at-Tibyan fi Tafsir al-Quran, Tashih: Ahmad Habib Qashir Amili, Beirut, Dar Ihya at-Turats al-Arabi, 1415 Hq, cet 1, jilid 2, hal 435) Allamah Thabarsi juga mengatakan, "Dalam ayat ini maksudnya adalah azab Allah. Sama sepertik kita mengatakan "Takutlah akan singa' dan yang kita maksudkan adalah kebuasannya. Jadi, maksud ayat ini adalah balasan Allah. (Fadhl bin Hasan Thabarsi, Majma al-Bayan fi Tafsir al-Quran, Tehran, Naser Khosrou, 1372 Hs, cet 3, jilid 2, hal 730)
7. Lihat surat al-Munafiqun ayat 4 dan surat at-Taghabun ayat 14.
Wanita Muslim
Peran Sosial Wanita
Peran sosial wanita sangat urgen sebagai bagian dari masyarakat. Para wanita sebelumnya tidak memperhatikan sama sekali masalah ini dan tidak menganggapnya penting. Mereka bahkan tidak menganggap adanya peran sosial wanita bahkan untuk urusan yang umum sekalipun yang kini diwacanakan secara luas. Coba kalian perhatikan bagaimana saat ini semua wanita di desa-desa bahkan yang terpencil sekalipun menganggap dirinya bertanggung jawab atas revolusi, berusaha menjaga dan memiliki Revolusi Islam Iran ini. Oleh karenanya dari sisi ini tidak ada perbedaan sedikit pun antara pria dan wanita. Bahkan terkadang para wanita lebih bersemangat dan punya pandangan yang lebih cemerlang terkait masalah-masalah sosial dan negara. Semua masalah itu dinilai punya hubungan erat dengan mereka.
Islam memandang wanita dan pria, bahkan semua makhluk ciptaan Allah dengan sudut pandang yang realistis, bersandarkan pada fitrah, alami dan punya kebutuhan yang hakiki. Yakni Islam tidak mengharapkan sesuatu dari seseorang melebihi kemampuan dan apa yang telah diberikan kepadanya. Sesungguhnya Islam dibangun dari kenyataan dan kelogisan.
Sayangnya para wanita di sepanjang sejarah selalu dizalimi karena mereka tidak mengetahui nilai dan kedudukan sejati wanita. Masyarakat tidak melindungi pribadi hakiki seorang wanita seperti yang diinginkan Islam. Mereka malah mendorong wanita ke arah kemewahan, dandanan yang tidak berguna dan mengubahnya sebagai sebuah alat konsumerisme. Ini sejatinya merupakan kejahatan dan kezaliman paling besar terhadap wanita. Perbuatan ini jelas bertujuan membuat wanita melupakan cita-cita dan tujuannya meraih kesempurnaan dengan menyibukkannya dengan hal-hal remeh dan rendah. Namun Islam secara logis menilai wanita dengan realistis, berdasarkan fitrah, alami dan kebutuhan-kebutuhan sejatinya. Hukum ilahi diturunkan sesuai dengan berbagai macam keinginan dan kebutuhan.
Petikan dari pidato Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran dalam pertemuan dengan anggota Dewan Kebudayaan dan Sosial Wanita.
Nilai Wanita dalam Islam
Munculnya berbagai masalah terkait wanita di berbagai kalangan sosial menunjukkan adanya bentuk kesalahpahaman, ketimpangan, kepicikan dan penyimpangan dalam memahami berbagai masalah kemanusiaan. Meskipun telah dilakukan segala langkah di bidang budaya mengenai masalah wanita dan begitu juga pria, duni kekinian masih tetap belum mampu mencapai jalan yang benar dan cemerlang. Oleha karenanya sikap fanatik, salah paham, pelecehan, kezaliman dan gangguan kejiwaan serta berbagai masalah terkait hubungan antara pria dan wanita merupakan problema yang masih terus melilit umat manusia.
Selama bertahun-tahun hak-hak asasi wanita dalam budaya Eropa dan Amerika tidak dipedulikan dan pada saat yang sama hubungan seksual secara liar atas nama penghargaan terhadap wanita begitu ditekankan. Prinsip-prinsip dan nilai-nilai kekaisaran Romawi dijadikan dasar dan tolok ukur budaya dan peradaban kekinian Barat dan kita mengecamnya karena sangat merendahkan martabat wanita. Barat memberikan posisi kepada wanita dan menghormatinya guna dapat memenuhi salah satu sifat manusia paling rendah dan naluri materliastiknya. Ini merupakan penghinaan dan pelecehan terbesar terhadap wanita.
Problem mendasar keluarga di dunia kini bersumber pada cara pandang yang salah tentang masalah wanita, hubungan wanita dan pria dan kualitas keduanya. Solusinya adalah ajaran wahyu yang mengandung berbagai masalah penting mengenai pria dan wanita. Al-Quran al-Karim tidak hanya menasihati saja, tetapi untuk memperkenalkan wanita diberikan sejumlah contoh-contoh teladan, pendidikan spiritual dan ketinggian wanita. Semua itu dilakukan dengan mengetengahkan wanita-wanita teladan sepanjang sejarah umat manusia.
Rasulullah saw mencium tangan Fathimah az-Zahra dengan keyakinan bahwa ia sebagai wanita teladan dan manusia sempurna. Apa yang dilakukan beliau jangan hanya dianggap sebagai bentuk hubungan emosional sang ayah terhadap anak. Islam memandang wanita dari sisi kesempurnaan spiritual dan kemanusiaannya. Studi terhadap wanita bila dikaitkan dengan masalah budaya, sosial dan pendidikan wanita harus dilihat dengan cara pandang yang dianjurkan Islam ini.
Nilai-nilai Islam harus dihidupkan dalam masyarkat kita. Sebagai contoh adalah masalah hijab. Hijab merupakan nilai. Sekalipun masalah hijab merupakan pendahuluan untuk mengantarkan wanita untuk meraih tujuan-tujuan yang lebih tinggi, namun hijab sendiri merupakan nilai. Kita yang begitu konsekwen dalam menjaga hijab punya tujuan penting. Karena menjaga hijab akan membantu seorang wanita mencapai derajat spiritual yang tinggi dan tidak akan tergelincir oleh berbagai kendala yang melintang menghadang jalannya.
Konsekewensi para wanita untuk tetap mengenakan hijab, sekali lagi, akan membantu mereka untuk mencapai derajat sipiritual yang tinggi dan mencegah mereka dari jurang kehancuran yang menghadang jalan mereka. Wacana pakaian wanita tidak boleh terpengaruh oleh berbagai propaganda Barat. Tentunya hijab tidak hanya terbatas pada cadur (hijab wanita Iran) saja. Namun, cadur merupakan jenis hijab terbaik dan ciri nasional bangsa Iran dan tidak menghalangi gerak dan aktifitas wanita muslim baik di bidang politik, sosial dan budaya.
Wanita Iran dengan melihat martabat dan nilai-nilai spiritual hendaknya menggunakan segala potensi besarnya di semua bidang ilmu. Mereka harus berusaha sungguh-sungguh dan giat agar dapat mencapai derajat yang tinggi di bidang ilmu pengetahuan. Merendahkan martabat wanita dan menyepelekannya merupakan salah satu bencana yang membuat wanita terjauhkan dari ilmu pengetahuan dan sains.
Keluarga adalah sebuah institusi alami dan sangat mendasar bagi manusia. Keluarga harus menjadi dasar berbagai desain yang punya hubungan dengan wanita. Lingkungan keluarga merupakan tempat tumbuh kembangnya kasih sayang dan emosi. Wanita dengan segala keahlian ilmunya harus memainkan peran penting sebagai poros utama keluarga dan nyonya rumah.
Petikan dari pidato Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Ali Khamenei dalam pertemuan dengan anggota Dewan Kebudayaan dan Sosial Wanita dan Pengurus Kongres Pertama Hijab Islam.
Keutamaan dan Nilai Wanita Muslim
Perilaku manusia punya pengaruh luar biasa guna dalam upaya mencapai keutamaan dan nilai-nilai yang tinggi. Dari sini dapat diketahui betapa pengetahuan yang tinggi, makrifat dan hikmah tanpa tanding yang dimiliki oleh Sayyidah Fathimah Zahra as dalam usia mudanya sangat berkaitan erat dengan usahanya yang diterapkan dalam perilakunya. Anak perempuan Rasulullah saw ini senantiasa menjadi penggerai penuh kasih atas kesedihan ayahnya, menjadi isteri penuh pengorbanan bagi suaminya dan pendidik agung buat anak-anaknya. Pribadi-pribadi besar seperti Imam Hasan as, Imam Husein as dan Sayyidah Zainab as adalah hasil didikannya. Sayyidah Fathimah Zahra as selalu beribadah demi memperkuat iman dan membersihkan dirinya. Ibadah membuat hatinya terbuka agar cahaya ilahi dan jalan makrifat memasukinya. Ia menjauhkan dirinya dari berbagai bentuk kemewahan dunia. Dan dalam membela Islam, Sayyidah Fathimah Zahra as menjadi teladan, bahkan menjadi mujahid terbesar dalam mendukung Kenabian, Keimamahan dan Wilayah, begitu juga dalam mengabdi pada suami.
Seorang wanita muslim harus berusaha mencari ilmu dan membersihkan dirinya baik spiritual maupun akhlaknya. Tidak peduli akan kemewahan dunia dan dengan menjaga kehormatan dan kesuciannya ia mampu mampu menjauhkan pandangan laki-laki bukan muhrim terhadapnya. Sementara di lingkungan keluarga ia menjadi penenang hati suami dan anak-anak dan penyejuk kehidupan dan lingkungan rumah tangga. Dan di pangkuan penuh kasihnya ia membimbing anak-anak yang sehat, berjiwa baik dan tidak punya masalah kejiwaan.
Mereka yang hidup di dunia kebodohan, lalai dan sesat peradaban Barat selalu mengaku sebagai pembela hak-hak wanita dan hak asasi manusia (HAM), pada hakikatnya mereka yang menindas wanita. Bagaimana tidak. Mereka meneriakkan berbagai slogan tentang kebebasan wanita, namun pada saat yang sama mereka menjadikan wanita sebagai alat pemuas laki-laki tak bermoral. Menurut keyakinan kita, kezaliman terhadap wanita yang ada dalam budaya Barat yang payah dan pemahaman salah terhadap wanita dalam karya-karya dan seni Barat begitu luar biasa sepanjang sejarah. Kezaliman global terhadap wanita tidak hanya terbatas pada periode terakhir yang bersumber dari peradaban Barat. Karena menurut kami, apa yang terjadi di Barat dengan slogan kebebasan wanita sejatinya bukan kebebasan wanita, namun pada hakikatnya kebebasan pria tak bermoral menjadikan wanita sebagai pemuas dirinya.
Orang-orang Barat tidak saja melakukan kezaliman terhadap wanita dalam arena kerja dan aktifitas industri tapi juga di bidang seni dan sastra. Pandangan mereka terhadap wanita dalam karya seni, cerita, film dan lukisan mereka mencerminkan kenyataan ini. Orang-orang Barat hanya menganggap wanita sebagai sebuah makhluk pengkonsumsi, pemboros dan pekerja murahan. Namun bagaimana dengan Islam?
Islam tidak menganggap hal-hal tersebut sebagai nilai bagi wanita. Islam setuju bila wanita bekerja bahkan pekerjaan bagi wanita perlu selama tidak mengganggu kewajiban utama dan pentingnya; mendidik anak dan menjaga keutuhan keluarga. Namun Islam menekankan bahwa pekerjaan wanita tidak boleh bertentangan dengan kemuliaan dan nilai-nilai spiritual kemanusiaannya.
Ketika seorang wanita muslim kembali kepada diri dan fitrahnya, yang terjadi adalah mukjizat besar seperti kekuatan dan keagungan wanita muslim yang kita saksikan setelah kemenangan Revolusi Islam Iran. Kita dapat menyaksikan keagungan Islam di wajah para wanita revolusioner Iran yang tetap teguh mempertahankan hijab, kesucian, tugas sebagai ibu rumah tangga dan mendidik anak mereka dan pada saat yang sama mereka masih bisa belajar dan menuntut ilmu. Kini rakyat Iran memiliki banyak dokter wanita dengan kemampuan luar biasa, wanita-wanita lulusan berbagai bidang dan disiplin ilmu dan para mahasiswi yang giat dan berpotensi sebagai kebanggaan Islam dan Republik Islam Iran.
Tidak ada satu ajaran pun yang mengakui ketinggian nilai dan kemuliaan manusia seperti Islam. Penghormatan terhadap manusia dan hak-hak asasi manusia merupakan salah satu dari prinsip-prinsip Islam. Hak-hak manusia hanya dapat terjamin dan dibela di bawah naungan undang-undang peradilan, hukum pidana, sipil, hak-hak umum Islami. Kita adalah pembela hak-hak asasi manusia.
Petikan dari pidato Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah Sayyid Ali Khamenei dalam pertemuan dengan para wanita dalam rangka hari ulang tahun kelahiran Sayyidah Fathimah az-Zahra as atau “Hari Wanita”.
Mengembangkan Potensi Wanita
Bila kita betul-betul mengurusi masalah wanita dengan baik di negara kita sendiri, berarti sebuah pengabdian kepada kaum wanita di seluruh dunia, sebuah pengabdian sejati kepada seluruh kaum wanita. Mungkin saja sebagian dari nilai pegabdian ini dapat dipahami sekarang dan mungkin juga beberapa tahun mendatang. Namun bila kita benar-benar melakukannya dengan baik, sebuah pengabdian terhadap wanita.
Kalian mewakili kalangan elit wanita dari seluruh penjuru negeri. Kalian menjadi bukti keberhasilan cara pandangan negara Islam dan Islam terhadap wanita. Iran tidak pernah memiliki elit wanita sebanyak ini selama periode pemerintahan zalim dan thagut. Saya mengucapkan ini dan bersikeras menekankan masalah ini. Jumlah periset, dosen, cendikiawan, pemikir dan penulis, sastrawan, penyair, seniman, penulis cerita dan pelukis wanita lebih banyak jumlahnya dari periode pemerintahan thaghut. Yakni, sebuah periode bernama pembelaan terhadap wanita yang berusaha memberantas total hijab, kehormatan wanita dan perbedaan antara wanita dan pria. Pada periode ini mereka menganjurkan kebebasan tanpa batas, bahkan dalam beberapa kasus mereka lebih buruk dan ekstrim ketimbang yang dilakukan oleh negara-negara Eropa.
Kini Republik Islam Iran berkat hijab memiliki banyak elit akademisi, saintis, teknisi, aktivis politik, pakar budaya dan seniman perempuan. Di masa pemerintahan thagut kita bahkan tidak punya sebagian dari bidang yang ada ini. Bila ada itu pun sangat terbatas.
Apa yang dihasilkan Republik Islam Iran dan Islam tepat berbanding terbalik dengan yang dipropagandakan mereka. Mereka ingin menghidupkan kebebasan tanpa batas yang tidak hanya terbatas pada upaya untuk mencegah pertumbuhan, spiritual dan perkembangan potensi yang dimiliki wanita, tapi juga menyibukkan mereka dengan hal-hal remeh yang tampaknya dapat menaikkan gengsi dan cara hidupnya. Berdandan dengan berbagai model dan sejumlah kesibukan seperti ini menjadi penghalang perjalanan seorang wanita meraih kesempurnaan.
Iran tidak pernah memiliki periode keemasan bagi wanita seperti yang dirasakan saat ini. Saat ini begitu banyak periset wanita, cendikiawan, pemikir, sastrawan, seniman dan aktivis politik-sosial. Kenyataan ini membuktikan cara pandang Islam terkait masalah hijab berbeda dengan kebebasan tak terbatas yang dipropagandakan Barat. Hijab dalam pandangan Islam bukan hanya tidak menghalangi wanita tumbuh dan mencapai kesempurnaan, tapi dengan menaati aturan Islam dapat menjadi landasan untuk mempercepat mekarnya berbagai potensi yang dimiliki wanita.
Petikan Pidato Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei saat bertemu dengan ribuan aktivis dan elit wanita.
Kebebasan Bagian dari Fitrah Manusia
Kebebasan Bagian dari Fitrah Manusia
Kebebasan Sosial
Bagi saya, hari ini adalah hari yang sangat indah. Sebelumnya, saat menjabat sebagai presiden, saya sering berkunjung ke universitas ini; namun pertemuan kali ini memiliki kekhususan tersendiri sehingga begitu indah dan terpatri dalam benak dan kenangan saya. Kurang lebih dua atau tiga bulan telah diinformasikan kepada saya akan pertemuan ini, dan sepertinya Rektor yang terhormat mengharapkan saya untuk menyampaikan sepatah dua patah kata, atau rekan-rekanlah yang akan datang menemui saya. Pada saat itu saya langsung memutuskan untuk menghadiri pertemuan ini agar dapat menyaksikan keberhasilan beberapa tahun universitas ini dan melihatnya sendiri dari dekat.
Banyak harapan di balik pembangunan universitas ini. Tentu saja semua universitas di negara kita mempunyai andil besar dalam Revolusi, negara, kemajuan ilmu dan budaya di negara kita, namun universitas ini memang khusus didirikan oleh Revolusi. Tujuan pendirian universitsa ini guna menciptakan sumber daya manusia bagi universitas-universitas di seluruh negeri.
Mungkin ucapan ini tidak terlalu penting bagi sebagian kalangan, karena Alhamdulillah, saat ini di berbagai universitas negara kita terdapat banyak pemuda mukmin dan keluaran Revolusi, tapi, ucapan ini sangat bermakna pada awal era 60-an. Ketika sebagian dosen cenderung memilih untuk tidak datang ke kampus dan tidak bekerja sama dengan Revolusi, bahkan sebagian malah pergi keluar negri, sekelompok mahasiswa mengkritik mereka dan berulang kali merujuk kepada kami dengan mengatakan bahwa para dosen tersebut mereka tidak punya rasa kepedulian. Tentunya sebagian dosen dengan penuh keyakinan dan keikhlasan tetap berbakti di kampus. Karena mereka meyakini pengembangan universitas membutuhkan sebuah pikiran fundamental. Ide fundamental ini adalah pikiran mendirikan sebuah universitas. Hari ini saya melihat para lulusan dan alumnus universitas ini, baik wanita dan pria, hadir di sini. Inilah yang membuat pertemuan ini begitu indah dan begitu berkesan.
Saudara dan saudari yang terhormat! Saya hanya dapat mengungkapkan sebuah kalimat kepada Anda bahwa hari ini generasi akademisi di universitas memiliki tanggung jawab khusus. Saat ini, negara anda, Revolusi anda, sistem Islami yang bangga kepada anda, sedang melewati sebuah masa di mana para pemikir dan cendikiawan harus berusaha dan bekerja sama untuk lebih mengefektifkan sistem ini. Kita telah melewati masa-masa yang begitu sulit; masa perang, juga masa pasca perang yang memiliki banyak masalah dan kesulitan tersendiri.
Hari ini, adalah masa di mana kita harus mengganti semua ketertinggalan yang dipaksakan selama era penjajahan di negara ini lewat sains, pengetahuan dan usaha ilmiah. Era yang tidak membiarkan bakat-bakat berkembang, tidak mengizinkan identitas asli dan hakiki negara ini terlihat, dengan memasukkan barang-barang buatan Barat, yang membuat Barat semakin maju dalam bidang ilmu dan industri, negara kita menjadi begitu bergantung pada Barat. Komoditas pikiran dan budaya Barat dimasukkan ke negara kita dan langkah pertama yang dilakukan adalah menghilangkan keyakinan kaum terpelajar pada keberadaan diri; budaya, adat-istiadat, pengetahuan dan pada potensi cemerlang yang dimiliki oleh generasi baru Iran. Ketiadaan keyakinan ini telah memberikan pengaruhnya selama bertahun-tahun. Sejak pikiran ini, pikiran penghinaan terhadap rakyat Iran, masuk ke dalam negara kita, maka perasaan hina ini begitu merasuk ke dalam jiwa kalangan terpelajar kita sampai kemudian Barat berhasil menuai hasil dari kondisi ini. Meskipun harus memakan waktu bertahun-tahun, tetapi pada akhirnya Barat berhasil. Hasilnya adalah ketertinggalan yang dapat anda saksikan di negara kita. Dengan semua sumber daya manusia, semua sumber daya alam, kondisi geografis hebat yang kita miliki, dengan semua rekor gemilang di bidang ilmu, budaya dan peninggalan berharga ilmu yang kita miliki, kondisi kita hari ini sangat jauh tertinggal jika dibanding dengan apa yang seharusnya kita raih di medan ilmu, industri dan berbagai kemajuan ilmiah lainnya.
Berkaitan dengan masalah sejarah, geografi dan sastra kita, ternyata kalangan lain yang lebih aktif meneliti dan bekerja. Semua bakat cemerlang yang dimiliki rakyat Iran belum mampu mengganti ketertinggalan yang ada. Namun, dari langkah Revolusi ke sini telah terjadi sebuah mukjizat berupa kepercayaan diri. Perasaan terhina itu sudah tidak ada lagi, namun kita masih harus bekerja keras.
Pada awal-awal Revolusi, terutama dalam 8 tahun perang suci, banyak didapati kesulitan. Hari ini, tanggung jawab anda adalah berusaha keras, dan tujuannya adalah memberikan kemuliaan kepada Islam dan kemandirian pada Iran yang Islami.
Mandirikanlah negara anda dalam berbagai bidang. Tentu saja makna kemandirian bukanlah berarti bahwa kita tidak memanfaatkan apa pun dari luar. Ini tidak masuk akal dan tidak ada seorang pun yang dapat melakukan hal ini. Sepanjang sejarah, manusia memanfaatkan segala hal, namun ada perbedaan antara tukar pikiran, ide dan harta benda di antara dua makhluk yang memiliki kedudukan, posisi dan kekuatan yang sama dengan perbuatan seseorang mengemis kepada orang lainnya. Dengan jalan meminta dan memberikan sesuatu yang dibarengi dengan penghinaan. Inilah keadaan yang telah terjadi sebelum Revolusi.
Kedudukan negara harus didudukkan pada posisi yang seharusnya. Inilah tanggung jawab besar generasi muda terpelajar yang berpikiran maju di negara kita. Dan bagi anda, saudara dan saudari sekalian, yang telah belajar di universitas ini saya membayangkan sebuah tanggung jawab yang sangat berat di pundak anda. Insya Allah anda akan memperoleh taufik yang melimpah.
Tujuan utama saya hari ini adalah hadir di tengah-tengah anda. Saya tidak punya niatan khusus untuk menyampaikan satu hal di sini dan membahasnya. Menurut saya, dengan kebersamaan dan mendengarkan berbagai pernyataan dan pertanyaan anda adalah hal luar biasa. Bagi saya, tanya jawab ini sangat indah dan menyenangkan. Tetapi ada baiknya bila saya mengutarakan lebih dulu kondisi negara saat ini. saya telah mencatatnya untuk di kemukakan kepada anda secara ringkas.
Ada dua poin yang muncul dalam topik kebebasan. Saat ini, kebebasan merupakan topik yang banyak dibahas dalam berbagai media di negara kita dan para pemikir. Fenomena ini cukup bagus. Kami memang selalu menantikan hal-hal prinsi Revolusi dibahas sedemikian rupa sehingga setiap individu diharuskan berpikir dan berbicara tentangnya. Begitu pula tentang topik-topik lainnya. Hari ini, topik ini juga mencuat, sedikit banyaknya saya juga melihat apa yang ditulis dan dibicarakan. Saya teliti dan terkadang juga memanfaatkan apa yang ditulis dan dibicarakan. Pendapat-pendapat yang ada cukup beragam; maksudnya semua tidak menulis dalam satu arah yang sama. Banyak pendapat yang bervariasi, dalam dua sisi pertentangan dapat disaksikan juga pernyataan yang benar dan hak. Kelanjutan pembahasan ini cukup baik. Andai saja para pemikir kita bangkit mengemukakan pembahasan mendasar dalam media, mereka mengeluarkan media dari kondisi minus isi dan membahas topik-topik penting yang merupakan petunjuk bagi rakyat. Kami selalu menyarankan agar budaya Revolusi lebih diperdalam lagi. Kelaziman memperdalam budaya Revolusi adalah membahas topik-topik seperti ini.
Salah satu poin dari dua poin yang ingin saya kemukakan adalah dalam masalah pengertian kebebasan. Kita harus mandiri, sebagaimana salah satu slogan kita; maksudnya kita harus berpikir bebas; tidak taklid dan menurut begitu saja. Jika dalam hal kebebasan yang merupakan fondasi dari berbagai masalah dan kemajuan, kita harus kita ikuti orang lain dan mata kita hanya terbuka lewat jendela kecil pemikiran Barat yang disodorkan pada kita, maka kita telah melakukan sebuah kesalahan besar dan tentu saja kita akan menuai hasil getirnya.
Sebelumnya, saya harus katakan bahwa masalah kebebasan adalah sebuah topik yang selalu ditekankan dan diulang-ulang dalam al-Quran dan ucapan para Imam as. Tentu saja kata kebebasan yang kita pakai di sini bukan berarti kebebasan mutlak yang memang tidak memiliki pendukung di dunia sama sekali. Saya pikir tidak ada seorang pun manusia yang menyerukan kebebasan mutlak. Maksud kami juga bukan kebebasan maknawi yang terdapat dalam Islam khususnya dalam tataran tinggi makrifah Islam; ini bukan pembahasan kita. Kebebasan maknawi adalah sesuatu yang diterima oleh semua kalangan yang menyakini maknawiah; ini bukanlah sesuatu yang harus diterima dan ditolak.
Maksud kebebasan yang kita bahas di sini adalah kebebasan sosial; kebebasan sama seperti hak manusia untuk berpikir, berbicara, memilih dan sejenisnya. Topik ini jelas terlihat dalam kitab dan sunnah. Ayat 157 Surah al-A’raf berbunyi:
الّذين يتبّعون الرّسول النّبي الامّي الّذي يجدونه مکتوباً عندهم في التّورية والانجيل يأمرهم بالمعروف و ينهاهم عن المنکر و يحلّ لهم الطيّبات و يحرّم عليهم الخبائث و يضع عنهم اصرهم و الاغلال الّتي کانت عليهم
(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung.
Allah swt telah menjadikan salah satu kekhususan Rasulullah adalah melepaskan belenggu dari leher manusia dan membebaskan mereka dari perjanjian yang dipaksakan. Ayat ini memiliki makna yang sangat ajaib dan luas. Jika memperhatikan kondisi masyarakat religius dan non religius pada masa itu, niscaya anda akan mengerti bahwa kata Ashr yang berarti perjanjian paksaan yang dibuat manusia, meliputi mayoritas akidah batil, khurafat dan ketentuan-ketentuan sosial salah yang dilakukan oleh tangan-tangan otoriter, penyelewengan atau pembodohan terhadap rakyat. Sementara kata Aghlal bentuk plural dari Ghul maknya jelas.
Bapak Goerge Jourdac, penulis buku Suara Keadilan, tentang Amirul Mukminin as membandingkan dua kalimat yang satunya adalah ucapan Amirul Mukminin as dan satunya adalah ucapan Khalifah kedua, Umar bin Khattab. Suatu ketika, sejumlah gubernur di zaman Umar bin Khattab datang menemuinya. Khalifah marah karena ada laporan jelek tentang para bupati ini. Khalifah berkata kepada mereka dengan ucapan yang terkenal:
استعبدتم النّاس و قد خلقهم الله احرارا؟
Kalian menjadikan rakyat sebagai budak, sementara Allah menciptakan mereka dalam keadaan bebas?
Kalimat lain ucapan Amirul Mukminin Ali as sebagaimana yang tertera dalam Nahjul Balaghah adalah sebagai berikut:
لاتکن عبد غيرک وقد خلقک الله حراً
Janganlah menjadi budak orang lain, Allah telah menciptakanmu dalam keadaan bebas.
George Jourdac membandingkan kedua kalimat ini dan mengatakan, kalimat Amirul Mukminin lebih bagus dari kalimat Umar bin Khattab. Sebab Umar bin Khattab berkata kepada mereka yang kebebasannya tidak terjamin sama sekali di tangan mereka. Umar bin Khattab sendirilah yang sejak awal berkata kepada mereka:
استعبدتم النّاس
Kalian menjadikan rakyat sebagai budak
Kalian telah menjadikan rakyat sebagai budak; maka sekarang bebaskanlah mereka. Ini adalah satu model berbicara, model lain adalah ucapan Amirul Mukminin as yang ditujukan kepada rakyat. Dalam ucapannya terdapat hakikat jaminan pelaksanaan.
لاتکن عبد غيرک و قد خلقک الله حراً
Jangan menjadi budak orang lain, karena Allah menciptakanmu dalam keadaan bebas
Dalam kedua kalimat ini, terdapat dua kekhususan untuk kebebasan yang terdapat dengan jelas dalam ucapan Amirul Mukminin as yang juga memiliki jaminan pelaksanaan. Salah satu kekhususan itu adalah bahwa kebebasan adalah bagian dari fitrah manusia وقد خلقک الله حرا.
Kini saya akan membandingkan pemikiran Islami dengan pemikiran Barat. Tapi hari ini saya tidak akan membahasnya secara detail. Jika Allah memberikan taufik, di tempat lain ada banyak ungkapan yang harus disampaikan dan saya akan menyatakannya berkaitan pembahasan kebebasan. Hari ini, saya hanya akan mengemukakan dua poin itu saja yang salah satunya adalah kemandirian berpikir dalam masalah kebebasan.
Perhatikanlah betapa kebebasan sosial yang diterjemahkan ke dalam budaya politik dunia sejatinya memiliki sebuah akar qurani. Tidak perlu kita merujuk pada liberalisme pada abad 18 Eropa dan kita lihat Kant, John Stuart Mill dan lainnya berkata apa! Kita sendiri memiliki pendapat dan logika. Saya akan menyebutkan mengapa pendapat mereka itu tidak bisaa menjadi solusi bagi kita karena beberapa alasan. Anda harus menganggap bahwa topik kebebasan adalah topik islami. Menurut saya, ada dua kelompok yang bekerja sama dalam menon-Islam-kan kebebasan, mengasingkan dan menjadikannya sebagai topik luar.
Pertama adalah mereka yang dalam ungkapannya selalu menjadikan ungkapan-ungkapan Falsafah dua tiga abad terakhir Barat dalam masalah kebebasan. Si fulan berkata begini, si fulan yang lain berkata demikian. Tentunya mereka yang menyebut nama-nama filsuf tersebut adalah orang-orang terhormat. Ada pula kalangan yang bergaya filsuf yang dibesarkan media yang membawa-bawa ucapan John Stuart Mill atau ucapan fulan filsuf Perancis, Jerman atau Amerika, tetapi mereka tidak menyebutkan namanya dan mengungkapkannya atas nama mereka sendiri! Mereka ini penjiplak, tetapi juga mereka telah menolong mewujudkan pemikiran bahwa ide kebebasan dan mafhum kebebasan sosial adalah sebuah ide Barat dan merupakan hadiah Barat untuk kita!
Kedua, sekelompok lain yang tidak mengetahui masalah. Ketika pengertian kebebasan disebutkan, mereka langsung ketakutan, cemas dan berteriak Agama telah hilang!
Tidak, agama adalah pembawa pesan terbesar kebebasan. Mengenapa agama hilang? Kebebasan yang benar dan logis adalah hadiah terpenting agama kepada sebuah negara dan masyarakat. Berkat kebebasanlah ide-ide tumbuh dan bakat-bakat berkembang. Sistem keditatoran memberangus bakat dan potensi. Di mana saja ada penindasan, segala bakat dan potensi tidak akan berkembang. Islam menginginkan perkembangan manusia. Sumber daya manusia yang sangat besar mestinya diaktualkan layaknya sumber daya alam sehingga dunia bisa menjadi makmur. Apakah ini dapat terjadi tanpa kebebasan? Apakah bisa tercapai dengan perintah dan larangan?
Oleh karena itu, mereka yang berpikir sedemikian rupa telah melakukan kesalahan. Kedua kelompok; pro Barat dan yang terlalu berhati-hati, begitu kita namai mereka, pada hakikatnya, mereka telah bersekongkol hingga pengertian kebebasan keluar seratus persen dari arena Islam tanpa sepengetahuannya. Padahal tidak demikian. Pengertian kebebasan adalah sebuah pengertian Islam.
Di sini saya kemukakan satu poin bahwa Islam lebih memberikan porsi lebih besar soal kebebasan, kebebasan sosial, ketimbang pemikiran Barat. Memang tafsiran liberalisme sangat beragam. Maksudnya, ketika pemikiran liberalisme di Perancis dan Eropa kemudian berkembang di seluruh dunia setelah Renaisance, berakhir dengan Revolusi Perancis dan kemudian digunakan dalam bentuk yang telah diselewengkan dalam perang merebut kemerdekaan Amerika. Ini kemudian muncul dalam piagam Amerika. Sampai hari ini ada puluhan tafsiran liberalisme, dan mengungkapkan semua ini membutuhkan kesempatan yang banyak, terutama akhir-akhir ini. Di akhir-akhir ini, para pakar atau istilahnya para ideolog Amerika atau didikan Amerika berulang kali menuliskan hal ini.
Saya juga sampaikan kepada anda bahwa banyak sekali pemikir yang menulis buku berkaitan masalah ini terutama tentang liberalisme sesuai pesanan institusi-institusi Amerika meskipun mereka bukan warga Amerika! Bisa saja buku-buku mereka ditulis di Yunani, Jerman atau Perancis; tetapi dicetak di New York! Pesanan, pesanan Amerika; sumber kemunculan dan juga tujuannya adalah Amerika. Kisahnya cukup panjang. Namun, dari semua pendapat ini, dengan semua tafsir beraneka ragam yang ada, pandangan Islam adalah sebuah pandangan tinggi.
Mereka kesulitan mengajukan sebuah falsafah untuk kebebasan. Apakah falsafah kebebasan? Mengapa manusia harus bebas? Diperlukan sebuah dalil dan akar falsafah. Banyak pendapat yang dikemukakan: manfaat, kebaikan sosial, kelezatan pribadi dan hak terbesar dari hak-hak sipil. Semua ini bisa dikritik dan mereka sendiri telah melakukannya.
Jika memperhatikan berbagai tulisan berkaitan topik liberalisme di tahun-tahun terakhir ini, anda akan melihat betapa banyak kalangan mengungkapkan pendapat yang menyita waktu, tidak ada hasilnya, tidak berguna dan mirip dengan pembahasan era kegelapan dalam topik kebebasan. Yang ini berkata demikian, yang itu menjawab begini; kembali yang itu menjawabnya! Sungguh, apakah bagi dunia ketiga ini bukannya sebuah keisengan yang jelek? Yang satu mendukung pendapat ini, satunya lagi mendukung pendapat itu; yang satu menerima argumentasi ini, satunya lagi mengajukan sebuah pendapat kepada orang lain atas namanya sendiri.
Paling tidak, sumber dan falsafah kebebasan adalah hak kemanusiaan. Tapi Islam menyatakan sesuatu yang lebih tinggi dari ini. Islam, sebagaimana yang telah anda lihat dalam hadis tadi, menganggap kebebasan sebagai fitrah manusia. Benar; sebuah hak, tetapi hak yang tertinggi di antara hak-hak lainnya; seperti hak hayat, hak untuk hidup. Sebagaimana hak untuk hidup tidak bisa disejajarkan dengan hak memiliki tempat tinggal, hak memilih dan hak-hak lainnya karena hak untuk hidup lebih utama dan merupakan landasan hak-hak lainnya, kebebasan juga demikian. Inilah pendapat Islam.
Tentu saja ada pengecualiaan. Dalam beberapa hal, hak ini bisa dihilangkan; misalnya hak untuk hidup. Jika seseorang membunuh orang lain maka dia akan diqhishash. Jika seseorang berbuat kefasadan maka dia akan diqishash. Dalam topik kebebasan juga demikian; namun harus diingat ini adalah pengecualian. Inilah pandangan Islam. oleh karena itu, adalah salah jika anda membayangkan pemikiran tentang kebebasan sosial merupakan sebuah pemikiran yang dihadiahkan Barat kepada kita; sehingga ketika kita ingin menyampaikan ucapan indah dan menarik maka kita harus menyebutkan sumber dari buku si fulan; kita harus menyebutkan nama si fulan di Barat yang berpikir dan menuliskan buku. Tidak. Kita harus mandiri dalam berpikir; kita harus merujuk pada sumber kita sendiri dan sumber-sumber Islam. Manusia bisa memanfaatkan pendapat orang lain untuk memperjelas pikiran dan menemukan poin-poin terang; bukan untuk bertaklid begitu saja. Jika ada taklid di dalamnya, maka ini akan menjadi sebuah kerugian besar.
Apa yang saya saksikan dalam perang pemikiran dan media ini, sebagaimana yang saya sebutkan adalah sebuah fenomena yang berkah, adalah minusnya perhatian banyak kalangan pada hal penting ini. Di sini saya akan menjelaskan dua tiga poin perbedaan mendasar kebebasan dalam logika Islam dengan kebebasan dalam logika Barat. Saya telah menyebutkan bahwa liberalisme adalah kumpulan dari semua pendapat dan berbagai kecenderungan yang ada dalam ajaran ini, dan mungkin saja berbagai pendapat dan kecenderungan ini agak bertentangan satu sama lainnya; namun secara umum adalah seperti apa yang akan saya sampaikan.
Dalam ajaran liberalisme Barat, kebebasan manusia adalah kebebasan tanpa hakikat tanpa nama agama dan Tuhan. Oleh karena itu, mereka tidak pernah menganggap akar kebebasan sebagai pemberian Tuhan. Tidak satu pun yang berkata bahwa Tuhan telah memberikan kebebasan kepada manusia dan mereka mencari-cari sebuah sumber dan akar falsafah kebebasan sebagaimana yang telah saya kemukakan. Mereka menyebutkan beberapa akar falsafah dan mereka memiliki berbagai penafsiarn dalam bidang ini. Dalam Islam, kebebasan memiliki akar ilahi. Hal ini sebuah perbedaan mendasar dan merupakan sumber dari berbagai perbedaan lainnya. Dalam logika Islam, gerakan menentang kebebasan adalah sebuah gerakan menentang fenomena ilahi; maksudnya kebebasan membawa sebuah taklif agama di sisi lainnya. Tetapi di Barat tidak demikian; maksudnya meskipun perang sosial demi kebebasan terjadi di dunia, menurut pemikiran liberal Barat, perang ini tidak berlandaskan logika sama sekali. Misalnya, seseorang menyebutkan tentang kebaikan sosial atau kebaikan mayoritas. Ini adalah sebuah akar kebebasan sosial. Maka muncul pertanyaan, mengapa saya harus terbunuh dan sirna karena kebaikan mayoritas? Ini tidak logis. Meskipun demikian, banyak sekali orang yang maju ke medan perang karena pengaruh pemikiran temporer; namun kapan saja mereka yang berjuang di bawah pengaruh pemikiran yang demikian, jika perang benar-benar terjadi di bawah pengaruh pemikiran yang demikian, begitu mereka keluar dari suasana medan perang maka mereka akan ragu: mengapa saya harus mati terbunuh?
Dalam pemikiran Islam tidak demikian. Perang demi kebebasan adalah sebuah taklif dan kewajiban. Sebab perang ini memang perang demi sebuah perintah ilahi.
Sebagaimana yang anda tahu bahwa jika ada orang yang ingin menghilangkan nyawa seseorang anda harus menolong dan menyelamatkannya. Ini adalah sebuah kewajiban agama yang jika tidak anda lakukan, maka anda telah berbuat dosa. Demikian pula dalam kebebasan; anda harus pergi, ini sebuah taklif.
Berdasarkan perbedaan mendasar ini, ada perbedaan lain yang kemudian muncul. Pertama adalah bahwa dalam liberalisme Barat, karena hakikat dan nilai-nilai akhlak adalah relatif, maka kebebasan menjadi tak terbatas. Kenapa? Sebab meskipun anda menyakini serangkaian nilai-nilai akhlak, anda tidak berhak menyalahkan seseorang yang melanggar nilai-nilai ini. Karena bisa jadi dia tidak meyakini nilai-nilai tersebut. Oleh karena itu, tidak ada batasan bagi kebebasan. Kenapa? Karena tidak ada hakikat yang tetap. Sebab menurut mereka hakikat dan nilai-nilai akhlak adalah relatif.
Kebebasan dalam Islam tidak demikian. Dalam Islam, ada nilai-nilai pasti dan tetap. Gerakan harus mengarah pada hakikat berupa nilai agung dan kesempurnaan. Oleh karena itu, kebebasan dibatasi oleh nilai-nilai ini. Mengenai bagimana nilai-nilai ini dapat dipahami dan diperoleh adalah sebuah pembahasan lain. Bisa saja orang menyusuri jalan yang salah dalam memahami nilai-nilai tersebut; bisa pula orang menyusuri jalan yang benar. Hal ini di luar pembahasan kita. Ringkasnya, kebebasan dibatasi oleh hakikat dan nilai-nilai.
Kebebasan sosial yang sangat berharga dalam Islam ini, jika digunakan untuk merusak derivasi nilai-nilai maknawi atau materi lain dari sebuah masyarakat, maka dia menjadi bahaya; tepat seperti kehidupan seorang manusia.
من قتل نفساً بغير نفس او فساد في الارض فکانّما قتل النّاس جميعاً
Dalam logika Al-Quran, membunuh seorang manusia laksana membunuh semua manusia. Mafhum ini sangat luar biasa. Seseorang yang membunuh seorang manusia sama seperti membunuh semua manusia; sebab membunuh berarti menghancurkan batas kemanusiaan. Namun pengecualiannya adalah بغير نفس او فساد في الارض; kecuali dia yang membunuh ini telah membunuh orang lain atau telah berbuat kriminal. Anda lihat, nilai-nilai dan hakikat ini tetap dan pasti, nilai dan hakikat inilah yang membatasi kebebasan; sebagaimana nilai dan hakikat ini membatasi hak untuk hidup.
Perbedaan lainnya adalah bahwa di Barat, kepentingan-kepentingan materilah yang membatasi kebebasan. Awalnya mereka menentukan batasan-batasan kebebasan sosial dan individu; ini salah satunya. Ketika kepentingan materi terancam, mereka pun membatasi kebebasan. Kepentingan-kepentingan materi, misalnya kemuliaan negara fulan dan dominasi keilmuan negara fulan.
Pengajaran dan pendidikan adalah salah satu topik yang di dalamnya kebebasan bagian dari hak yang paling pasti dan jelas. Manusia berhak menuntut ilmu; namun kebebasan ini terbatas di universitas-universitas besar Barat di dunia! Ilmu dan tekhnologi canggih tidak bisa ditransfer! Alih tekhnologi, High Tech dan tekhnologi canggih, ke negara-negara lain, adalah pantangan bagi mereka! Kenapa? Sebab jika ilmu dan pengetahuan ini ditransfer, maka ilmu dan pengetahuan ini keluar dari dominasi mereka. Kekuatan materi dan dominasi ini tidak akan kekal bagi mereka. Di sini kebebasan menemukan batasannya; dosen tidak berhak mengungkapkan rahasia ilmiah kepada mahasiswa dari negara ketiga, misalnya mahasiswa Iran atau Cina!
Kebebasan dalam tranfer informasi dan berita juga demikian. Hari ini, semua permasalahan dunia karena kebebasan informasi dan berita; biarkan rakyat mendapat kabar; biarkan rakyat melihat. Salah satu contoh nyata dan contoh sempurna pensosialisasian kebebasan di Barat adalah ini; namun dalam serangan Amerika ke Irak, dalam pemerintahan Bush, semua informasi secara resmi disensor selama seminggu atau lebih! Semua orang tahu Amerika telah menyerang; warga Amerika sendiri tahu; namun tidak ada yang tahu bagaimana detailnya; sebab pemerintah mengklaim bahwa transfer informasi tentang detail perang akan mengancam keamanan militer! Jadi, keamanan militer telah membatasi hak kebebasan; yaitu sebuah batas materi dan sebuah dinding materi.
Kekuatan landasan pemerintahan ini juga merupakan sebuah batasan lain. Beberapa tahun sebelum ini, sekitar empat lima tahun lalu, di Amerika muncul sebuah kelompok yang beritanya pasti telah dibaca oleh mereka yang membaca surat kabar. Saya sendiri telah mendapat informasi yang lebih detail sebelumnya saat itu; dan semua surat kabar kita memang menulis dan menukil peristiwa itu. Di sana muncul sebuah kelompok dengan mazhab tersendiri yang menentang pemerintahan saat itu, zaman Clinton. Pemerintah telah bertindak lewat aksi keamanan dan kepolisian tetapi tidak ada hasilnya. Polisi mengepung rumah tempat mereka berkumpul dan membakarnya. Sekitar 80 orang terbakar! Foto-foto mereka dipublikasikan dan seluruh dunia menyaksikannya. Di antara 80 orang ini ada wanita, ada juga anak-anak. Pemerintah telah bertindak lewat aksi keamanan dan kepolisian tetapi tidak ada hasilnya. Mungkin tidak satu pun tentara di antara mereka. Anda bisa lihat; kebebasan untuk hidup, kebebasan akidah, kebebasan perjuangan politik telah dibatasi sedemikian rupa. Oleh karena itu, kebebasan dalam dunia materi Barat juga terbatas; hanya saja batasan-batasan ini adalah batasan materi.
Di sana, nilai-nilai akhlak tidak bisa menjadi penghalang bagi kebebasan. Misalnya, gerakan homoseksual di Amerika adalah salah satu dari gerakan-gerakan yang luas! Mereka bangga; berdemonstrasi di jalan-jalan; foto-foto mereka dicetak di majalah-majalah; bahkan dengan bangga menyebutkan bahwa bisnisman A dan tokoh politik B adalah anggota kelompok mereka juga; tidak satu pun yang merasa malu apalagi sampai mengingkari! Lebih jauh lagi, sebagian tokoh yang menentang gerakan ini malah diserang dengan keras oleh beberapa media dan surat kabar mengapa mereka sampai menentang gerakan homo ini! jadi nilai akhlak secara mutlak tidak bisa menentukan batas bagi kebebasan. Contoh lainnya adalah di negara-negara Eropa. Misalnya kebebasan mengemukakan pendapat. Propaganda dibatasi hanya demi kepentingan fasisme, yang merupakan masalah materi dan pemerintahan; namun propaganda porno tidak dibatasi! Jadi batasan kebebasan dalam liberalisme Barat, dengan falsafah yang ada, akar falsafah dan pandangan khusus, adalah batasan materi; bukan batasan moral. Tapi dalam Islam, ada batasan-batasan akhlak. Dalam Islam, kebebasan juga memiliki batasan maknawi selain batasan materi. Tentu saja kebebasan orang-orang yang bertindak menentang kepentingan dan kebutuhan negara terbatas kebebasannya, dan ini cukup logis, dan memiliki batasan maknawi juga.
Jika seseorang memiliki akidah sesat, tidak masalah. Ketika kita berkata tidak ada masalah, maksudnya dia bermasalah di sisi Allah dan manusia-manusia mukmin; tetapi pemerintah tidak memiliki kewajiban apa-apa terhadapnya. Dalam masyarakat, ada agama Islam, Yahudi, Masihi dan agama-agama lainnya; saat ini agama-agama tersebut ada dalam negara kita, juga ada di awal-awal Islam, tidak ada masalah. Namun akan menjadi sebuah batasan bagi manusia ketika seseorang yang berakidah sesat mempengaruhi jiwa, akal, dan hati orang-orang yang tidak punya kekuatan defensif sedikit pun dan ingin menyesatkan mereka. Di sinilah kebebasan terbatas. Beginilah pendapat Islam. Atau misalnya ada yang ingin mensosialisasikan kejahatan, memunculkan kejahatan politik, kejahatan seksual dan kejahatan pemikiran; atau bergaya filsuf di beberapa sudut dan menulis makalah sembari menyatakan bahwa pendidikan tinggi tidak baik bagi pemuda dengan menyebutkan beberapa keburukannya, meskipun kemungkinan besar ucapan mereka tidak akan berpengaruh di era 90-an, tetapi mungkin saja pada era berikutnya membuat pemuda menjadi malas. Tidak bisa kita memberi izin pada orang-orang yang menghalangi manusia dari menuntut ilmu dengan kebohongan dan menimbulkan rasa was-was.
Kebebasan bukan berarti bisa berbohong. Kebebasan bukan berarti menyebarluaskan gosip. Kebebasan bukan berarti merugikan orang lain. Kritikan saya adalah mengapa dalam masalah kebebasan, sebagian kalangan tidak merujuk pada pembahasan Islami dan sumber-sumber Islam? dalam surah Al-Ahzab ayat 69 Allah swt bersabda:
لئن لم ينته المنافقون و الذين في قلوبهم مرض والمرجفون في المدينة لنغرينک بهم
Murjifuun telah disejajarkan dengan dua kelompok munafiquun dan orang-orang yang hatinya sakit. Kaum munafik satu kelompok dan kelompok lainnya adalah orang-orang yang hatinya sakit الّذين في قلوبهم مرض dan murjifuun ini disejajarkan dengan mereka. Murjifuun adalah mereka yang selalu menakut-nakuti rakyat. Sebuah masyarakat Islam yang baru terbentuk yang dikelilingi oleh musuh-musuh. Mereka harus siap siaga membela negara dan sistem agung yang manusiawi dan merakyat. Namun ada sekelompok orang laksana parasit malah memperlemah semangat rakyat. Inilah orang-orang murjif. Al-Quran menyebutkan, “Jika murjifuun, yaitu orang-orang yang selalu menakut-nakuti rakyat, membuat rakyat putus asa, menghalang-halangi gerakan rakyat, tidak menghentikan aktivitasnya, لنغزينک بهم, maka kau (wahai Nabi) akan Kami hadapkan dengan mereka. Ini adalah batasan kebebasan. Jadi, kebebasan dalam logika Islam memiliki satu perbedaan lain yaitu memiliki batasan maknawi.
Perbedaan lainnya adalah bahwa kebebasan dalam pemikiran liberalisme Barat bertentangan dengan taklif atau kewajiban. Kebebasan juga berarti lepas dari taklif. Dalam Islam, kebebasan ibarat satu sisi dari mata uang logam taklif. Manusia memang bebas karena manusia memiliki taklif. Jika manusia tidak memiliki taklif maka tidak perlu ada kebebasan; manusia akan seperti malaikat. Seperti kata Maulawi
Hadis menyebut Allah menciptakan Alam dalam tiga kelompok
Sekelompok memiliki akal dan ilmu dan para malaikat pun bersujud padanya
Keistimewaan manusia adalah pada kumpulan motivasi dan insting saling bertentangan yang dimilikinya. Taklif manusia adalah menyusuri jalan kesempurnaan di antara berbagai motivasi ini. Kepada manusia diberikan kebebasan karena ada jalan menuju kesempurnaan ini. Kebebasan dengan nilai ini adalah untuk kesempurnaan; sebagaimana kehidupan manusia itu sendiri untuk kesempurnaan: و ما خلقت الجنّ و الانس الاّ ليعبدون Allah telah menciptakan jin dan manusia agar mereka sampai pada derajat penghambaan kepada-Nya. Sebuah derajat yang sangat tinggi. Kebebasan juga seperti hak untuk hidup; merupakan sebuah pendahuluan untuk penghambaan.
Di Barat, menghapus taklif tidak hanya pada penafian pemikiran-pemikiran agama, tetapi juga pemikiran-pemikiran non agama dan semua ideologi yang di dalamnya ada taklif, ada kewajiban dan larangan, ada yang semestinya dilakukan dan tidak semestinya dilakukan juga dinafikan! Saat ini, dapat disaksikan bangsa liberal di berbagai negara, sebagai contoh sebagian kalangan di negara kita yang mengatakan bahwa pemikiran bebas Barat bertentangan dengan landasan keharusan dan ketidakharusan dan bertentangan dengan landasan ideologi! Inilah hasil dari para penulis liberal Amerika, atau penjiplak Amerika dan mereka yang nabinya adalah para penulis itu. Islam sangat menentang ini. Islam mengakui kebebasan bagi manusia yang dibarengi dengan taklif sehingga manusia mampu melaksanakan kewajibannya dengan benar, mampu melakukan kerja-kerja besar, memilih pilihan-pilihan besar dan mampu berjalan menuju kesempurnaan.
Oleh karena itu, nasehat pertama saya kepada mereka yang menulis dan membahas masalah kebebasan adalah hendaknya kita mandiri dalam memahami pengertian kebebasan dan jangan sampai kita bergantung pada pihak lain. Nasehat kedua saya adalah bahwa jangan sampai ada penyalahgunaan kebebasan.
Sebagian kalangan berulang kali mengulang dan menekankan: kebebasan yang baru saja diperoleh media, kebebasan pers! Menurut saya ucapan ini tidak realistis; ucapan yang sumbernya adalah radio-radio asing. Mereka menulis di berbagai koran dan majalah sekaligus melakukan pelanggaran. Sebagian dari mereka sebelumnya tidak melakukan hal ini, tapi sebagian lagi telah melakukannya.
Pada tahun-tahun yang telah lampau, kami sering menyaksikan ucapan-ucapan yang menentang presiden saat itu, menentang pejabat-pejabat pemerintah, bahkan menentang pembahasan inti Revolusi di berbagai media; dan tidak ada yang menentang mereka. Saya masih ingat beberapa contoh yang pasti akan saya sebutkan kalau saja pertemuan kita ini tidak terlalu panjang.
Saya telah mengemukakan tentang serangan budaya sekitar enam tujuh tahun yang lalu. Hal ini pun dibahas dan sebagian kalangan mengajukan pendapat tentangnya, mungkin anda masih mengingat sebagiannya. Saat itu, televisi Republik Islam Iran mengadakan diskusi yang dihadiri oleh tiga empat orang. Salah satu dari mereka menyetujui pendapat yang saya kemukakan dan membelanya; sisanya menolaknya mentah-mentah. Dan mengatakan, “Tidak. Ini hanya khayalan! Ini tidak benar! Jadi anda lihat bahwa tidak ada yang menentang pada yang lain.
Benar; sebagian kalangan yang rekornya tidak bersih, tangan-tangannya ternoda, takut terjun ke dalam arena serta mengucapkan sesuatu. Seandainya mereka mengucapkan sesuatu pun tidak ada yang akan mengurusi mereka. Jika ucapan-ucapan yang hari ini dikatakan diucapkan hari itu, tidak akan ada orang yang mengurusinya; tapi mereka takut; sebab mereka memiliki rekor buruk. Kedengkian mereka pada Revolusi, pada Imam dan pada pemikiran imamah islami sudah diketahui sejak dulu. Mereka sendiri yang tidak berani masuk ke dalam arena. Kemudian, setelah pemilu pemilihan presiden terakhir ini mereka menjadi berani bersandarkan analisa salah yang mereka lakukan tentang pemilu! Analisa salah mereka adalah mereka menyangka rakyat akan memberikan 30 juta suara menentang pemerintah! Mereka sudah begitu gembira, padahal rakyat kemudian memberikan 30 juta suara untuk kekokohan negara. Salah satu kebanggan sistem islami adalah bahwa setelah 18 tahun berlalu sejak kemenangan Revolusi, 30 juta penduduk dari 32 juta orang yang memiliki hak suara, sekitar 90 persen, hadir dalam pemilu. Mereka telah salah menganggap kekuatan sistem Islam sebagai sebuah kelemahan! Memang pada awalnya radio-radio asing begitu aktif berteriak-teriak di hari-hari awal pemilu demi mengarahkan mereka-mereka yang siap dan bersedia mengikuti penyelewengan dan kesalahan ini. Ya, 30 juta orang tidak ridha pada sistem Islam!
Mereka ingin mengklaim dan menggambarkan kekuatan sistem sebagai sebuah kelemahan. Orang-orang malang ini mempercayai teriakan itu atau menipu dirinya sendiri; mereka mengira karena saat ini 30 juta orang di negara kita menentang sistem yang ada maka kita juga harus berbicara!
Sekarang mereka menemukan keberanian untuk berbicara; padahal tidak ada bedanya. Kalau hari itu mereka melakukan pelanggaran, menembus batasan-batasan logis dan kemudian akan ditindak oleh hukum, hari ini juga demikian; tidak ada bedanya sama sekali. Hari ini, bagi mereka-mereka yang menyesatkan, merusak, berbuat sia-sia juga akan mengalami hal yang sama; tidak ada bedanya.
Oleh karena itu, jangan sampai ucapan ‘kebebasan yang baru diperoleh’ ini selalu diulang-ulang. Saya melihat sebagian pejabat selalu berkata, “Jangan terlalu banyak memanfaatkan kebebasan agar prinsip kebebasan tidak mengalami bahaya! Ucapan apa ini? Semakin banyak kebebasan dimanfaatkan maka semakin baik; hanya saja, jangan sampai keluar dari batasan yang ada.
Semakin banyak hak pemberian Allah digunakan, sistem islami akan semakin banyak meraih tujuannya. Kritikan kami pada para penulis adalah kenapa mereka tidak menulis, kenapa tidak meneliti, kenapa tidak menganalisa?
Batasan-batasan benar harus diperhatikan. Tentu saja batasan-batasan ini bukanlah batasan yang bisa ditentukan oleh sebuah pemerintahan karena kepentingannya. Seandainya pun ada pemerintahan di dunia, dan setidaknya memang ada, yang menentukannya, sistem Republik Islam tidak demikian. Negara Republik Islam Iran sumbernya adalah keadilan. Maksudnya, jika seorang Rahbar tidak lagi adil, otomatis dia akan jatuh dari posisi Rahbar tanpa harus ada faktor penyebab lainnya. Dalam sistem yang demikian, tidak ada artinya jika sebagian kalangan menentukan batasan demi kepentingan sebuah kelompok atau pandangan khusus pemerintah. Tidak. Batasan adalah batasan Islam; batasan yang dikenal adalah batasan yang ada dalam Quran, hadis dan dalam pahaman yang benar tentang agama. Inilah yang diterima dan harus dilaksanakan. Jika tidak dilaksanakan, maka yang bertanggung jawab adalah para pejabat; para pemimpin kehakiman, pejabat pemerintah, kementrian penerangan, dan yang lainnya. Jika mereka tidak melakukan kewajibannya maka mereka telah melakukan dosa dan pelanggaran. Mereka wajib menjaga batasan ini. Di dalam batasan-batasan itu, batasan-batasan tertentu, yang harus dimanfaatkan adalah dasar keindahan cemerlang dari kebebasan. Saya tidak menyukai ungkapan tidak bertanggung jawab tadi yang selalu diucapkan berulang kali.
Yang dapat saya sampaikan hari ini sebagai kesimpulan adalah topik kebebasan adalah topik islami. Mari kita berpikir secara islami tentangnya dan kita mengakui hasilnya sebagai sebuah gerakan islami dan sebuah taklif agama. Apa yang ada di tengah masyarakat, mari kita syukuri kepada Allah, kita hargai dan kita manfaatkan semaksimal mungkin. Para pemikir dan cendikiawan harus berusaha keras. Tentu saja ada pembahasan-pembahasan yang hanya dapat dibahas secara khusus dan spesial di hawzah, universitas, media khusus dan kelompok khusus; sebagian tidak demikian. Hal-hal yang bisa dimanfaatkan oleh semua kalangan harus dikemukakan agar semua bisa memanfaatkannya.
Saya berharap, insya Allah, Allah swt memberikan taufik kepada kita sehingga kita bisa menyaksikan hal-hal yang dapat mengembangkan sistem ini dan taufik yang lebih besar, baik dan mulia bagi negara kita. Anda semua, para akademisi, khususnya para pemuda, yang akan menggenggam masa depan dan harapan, akan berperan besar dalam pengembangan dan keberhasilan ini.
والسّلام عليکم و رحمةالله و برکاته
Palestina
Sejarah Palestina dan Pendudukannya
Apa sebenarnya kisah yang terjadi tentang Palestina? Sejumlah orang Yahudi berpengaruh di dunia berambisi membentuk sebuah negara independen untuk umat Yahudi. Pemerintah Inggris memanfaatkan ide tersebut dan berjanji akan merealisasikan angan-angan itu. Awalnya kelompok Zionis berencana mendirikan negara di Uganda, namun kemudian mereka melirik Tripoli, ibu kota Libya sebagai negara bagi Zionis. Maka mulailah mereka melobi Italia yang saat itu menjajah Libya. Namun pemerintah Roma menolak permintaan mereka. Akhirnya kelompok Zionis mulai mendekati Inggris yang saat itu memiliki kepentingan sangat besar di Timur Tengah. Inggris menilai baik jika dapat mendatangkan orang-orang Yahudi ke kawasan ini. Pada awalnya Inggris mengirim mereka ke kawasan secara bertahap dan menjadi kelompok minoritas di sana, namun lambat laun komunitas ini berhasil menguasai sebagian wilayah yang strategis, dan Palestina adalah wilayah strategis, lalu mereka mendirikan pemerintahan di sana yang menjadi sekutu Inggris di Timur Tengah dan menghalangi dunia Islam, khususnya negara-negara Arab untuk bersatu.
Benar, jika orang lain cerdas, untuk menghadapinya musuh akan membuat persatuan. Akan tetapi musuh yang didukung sedemikian besar dari luar dan memakai strategi mata-mata serta metode lainnya dapat menebar permusuhan dan perpecahan. Dan ini yang mereka lakukan. Satu saat mereka mendekati satu pihak dan menghancurkan yang lain. Oleh karena itu, pertama kali kelompok Zionis mendapat bantuan Inggris dan negara Barat lainnya, namun lambat laun mereka berpaling dari Inggris dan mendekati Amerika Serikat (AS). Di sisi lain, AS hingga kini selalu melindungi mereka. Dengan cara ini mereka membuat sebuah negara. Mereka datang dan mencaplok negeri Palestina. Pendudukan itu dilakukan pertama kali bukan dengan perang, tetapi pertama dengan cara penipuan. Mereka membeli ladang pertanian yang sangat subur yang digarap oleh para petani Palestina dengan tawaran harga berkali lipat, sehingga pemilik tanah-tanah itu yang umumnya berada di Eropa dan Amerika, tertarik dengan penawaran tersebut dan menjual tanah mereka kepada orang-orang Yahudi itu.
Tentunya di sini juga ada peran para broker. Menurut ceritanya, salah satu broker penjualan tanah warga Palestina kepada orang-orang Yahudi adalah Sayid Dziauddin yang terkenal itu, sekutu dekat Reza Khan saat melakukan kudeta tahun 1299 HS (1920 M). Dia meninggalkan negeri ini dan pergi ke Palestina. Di sana dia menjadi broker penjualan tanah-tanah milik warga Muslim Palestina kepada orang-orang Yahudi dan Israel. Ketika sudah merasa memiliki tanah yang cukup, mereka melakukan tindakan-tindakan yang keras dan kasar dengan gaya barbarisme dan bengis untuk memaksa warga Palestina keluar dari tanah milik mereka sendiri. Mereka mendatangi desa-desa Palestina, memukul dan membantai warganya, dan di sisi lain dengan tipu daya dan propaganda palsu mereka menarik simpati internasional.
Perampasan negeri Palestina oleh orang-orang Zionis memiliki tiga unsur pendukung. Pertama adalah kebencian mereka terhadap bangsa Arab. Mereka berlaku kejam kepada kelompok Arab dan tidak pernah mengenal kata toleransi dengan mereka. Kedua adalah propaganda bohong terhadap publik dunia. Penipuan opini dunia ini adalah salah satu hal yang menakjubkan. Sedemikian besarnya kebohongan mereka melalui media Zionis yang dikuasai oleh Yahudi, dan sejak lama mereka melakukannya, sampai-sampai banyak investor Yahudi sendiri yang mempercayai kebohongan tersebut. Banyak kalangan yang tertipu oleh Zionis, diantaranya seorang filsuf sosial Prancis, Jean Pill Sarter.
Sekitar 30 tahun yang lalu, saya membaca buku tulisan Jean Pill Sarter tentang sebuah bangsa tanpa negeri dan negeri tanpa bangsa. Yang dimaksud dalam buku tersebut adalah umat Yahudi yang tidak memiliki negara, datang ke Palestina. Ia menggambarkan bahwa Palestina adalah sebuah wilayah yang tidak ada penghuninya. Apa yang ia maksud dengan menyebut Palestina sebagai negeri tanpa penghuni. Berbagai bukti menyatakan dengan jelas bahwa di Palestina terdapat masyarakat yang hidup di sana. Seorang penulis asing menulis bahwa Palestina adalah negeri yang dipenuhi ladang gandum yang menghijau. Sejauh mata memandang akan nampak ladang itu. Kelompok Zionis menggambarkan Palestina adalah sebuah wilayah yang ditinggal penghuninya dan kemudian mereka mendatangi wilayah ini untuk memakmurkannya. Ini adalah upaya untuk membohongi opini publik. Mereka mengesankan bahwa mereka adalah bangsa teraniaya. Dan hal itu dilakukan sampai saat ini.
Di media-media mereka seperti majalah Times atau Newsweek, yang terkadang saya baca, sering ditemukan ulasan mereka yang mendetail ketika memberitakan tentang sebuah peristiwa yang menimpa sebuah keluarga Yahudi. Media-media tersebut meliput peristiwa itu dengan detail, sampai-sampai mereka juga memasang foto dan mencantumkan usia korban lalu membesar-besarkan kemalangan nasib anak-anak di keluarga itu. Namun, media ini tidak memuat satupun dari ratusan tragedi pembantaian dan kekejaman yang terjadi terhadap warga Palestina dan Lebanon. Tak ada singgungan tentang nasib anak-anak muda, perempuan-perempuan, dan anak-anak kecil Palestina di negeri pendudukan Palestina.
Unsur ketiga adalah apa yang mereka sebut dengan istilah lobi. Berbicara dan berunding dengan satu pemerintah, negara, pejabat, politikus, cendekiawan, penulis, atau bahkan penyair. Kinerja Zionis selama ini bersandar pada tiga unsur ini dan mereka berhasil merampas Palestina dengan licik. Saat itu Zionis juga mendapat bantuan serta dukungan dari negara-negara kuat khususnya Inggris. PBB, juga lembaga sebelumnya yang bernama Liga Bangsa-bangsa melakukan halnyang sama. Lembaga PBB dibentuk untuk apa yang mereka sebut dengan misi menjaga perdamaian dunia. Pada tahun 1948, PBB merilis resolusi pembagian wilayah Palestina tanpa alasan apapun. 57 persen wilayah Palestina diserahkan kepada Zionis, padahal sebelumnya mereka hanya menguasai lima persen tanah Palestina. Selanjutnya Zionis membentuk pemerintahan ilegal di tanah Palestina. Lalu mereka mulai melancarkan teror terhadap warga tak berdosa Palestina di banyak desa dan kota. Tentunya, negara-negara Arab juga bersalah. Kemudian meletus serangkaian perang.
Pada tahun 1967 dengan bantuan AS dan sekutunya, Israel berhasil menduduki sejumlah wilayah Mesir, Suriah dan Jordania. Tahun 1973, Israel kembali menyulut perang dengan dukungan AS dan mereka berhasil menguasai berbagai wilayah lainnya.
(Khotbah Jum'at 31 Desember 1999)
Dewasa ini sejumlah pihak mempertanyakan, mengapa kita membahas masalah Palestina, padahal masalah ini telah tuntas. Saya tegaskan bahwa masalah Palestina belum selesai dan masih berlanjut. Kalian mengira bahwa warga Palestina dan keturunannya harus hidup di luar negeri mereka sendiri, atau mereka yang berada dan bertahan di dalam negeri itu harus menjadi minoritas dan tertindas di negeri sendiri, sementara orang-orang asing datang dan menduduki negeri mereka? Hal ini tidak bisa dibenarkan. Banyak negara di dunia yang selama seratus tahun dijajah oleh kekuatan imperialis, seperti Kazakhstan, Georgia dan negara-negara di Asia tengah yang baru merdeka -sebagian merdeka dari Uni Soviet dan sebagian dari Rusia-. Oleh karena itu, tidak mustahil rakyat Palestina akan meraih kemerdekaan negerinya dan hal itu harus terjadi. Dan dengan izin Allah swt Palestina akan secepatnya kembali ke tangan bangsa Palestina. Karena itu, masalah ini belum selesai.
Saat ini Zionis dengan dukungan AS memanfaatkan isu perdamaian. Mereka meneriakkan dan menyerukan perdamaian di mana-mana. Memang benar perdamaian sangat baik, namun dimana dan dengan siapa perdamaiaan harus diterapkan. Misalnya saja, seseorang dengan secara paksa memasuki rumah kita dan menganiaya kita, melecehkan keluarga kita serta mengambil paksa dua kamar dari tiga kamar di rumah kita. Kemudian orang tersebut menegur kita, mengapa kita mengadukan perilakunya dan menentangnya, selanjutnya ia mengajak berdamai. Apakah perdamaian model seperti ini logis? Perdamaian yang sesungguhnya adalah orang tersebut pertama harus keluar dari rumah kita. Setelah itu jika ada permusuhan, biarkan orang ketiga datang dan mendamaikan kita. Kalian telah memasuki rumah kami dan melakukan kejahatan di sini. Saat ini pun jika mampu kalian tidak akan ragu melakukan kejahatan.
Saat ini nyaris setiap hari tentara Zionis menyerang Lebanon selatan. Mereka bukannya menyerang para pejuang, namun desa-desa dan sekolah di selatan Lebanon yang menjadi sasaran mereka. Belum lama ini Israel menyerang sebuah sekolah di Lebanon selatan dan menewaskan sejumlah anak kecil. Mereka membantai warga dan anak-anak tak berdosa. Bukankah para korban itu tidak memanggul senjata dan tidak melakukan serangan apapun? Esensi Zionis adalah agresi. Di saat Israel menduduki Lebanon dan ketika mereka membantai warga di Deir Yassin dan sejumlah wilayah lainnya, tidak ada yang mengutuk aksi brutal ini. Bukankah mereka yang menjadi korban itu adalah warga sipil? Memang ada sekelompok pemuda Arab yang penuh kecemburuan dan mengangkat senjata dengan alasan mengapa kalian masuk dan merampok negeri kami? Tetapi umumnya yang menjadi korban adalah warga yang tidak bersenjata.
Tabiat orang-orang Zionis adalah agresi. Kekerasan adalah ciri khas Rezim Zionis Israel. Tanpa kekerasan rezim ini selamanya tidak akan mencapai kemajuan. Apakah lantas kalian menyuruh kami berdamai dengan mereka? Perdamaian jenis apa? Jika mereka puas dengan haknya serta mengembalikan negeri Palestina kepada orang-orang Palestina dan pergi meninggalkan negeri itu, atau meminta izin kepada pemerintah Palestina untuk tinggal di Palestina, baik sebagian dari mereka atau seluruhnya, maka tidak akan ada yang memusuhi mereka. Peperangan hanya akan timbul jika ada pihak yang merampas negeri orang lain dengan paksa, mengeluarkan pemiliknya dari tanah mereka sendiri dan melakukan kejahatan. Saat ini pun orang-orang Zionis terus melanjutkan tindak kejahatan. Mereka siap menyerang negara-negara di kawasan dan berbuat zalim. Mereka adalah ancaman bagi semua. Perdamaian dengan mereka berarti membuka jalan bagi agresi mereka selanjutnya.
(Khotbah Jum'at 31 Desember 1999)
Krisis Palestina bukannya tidak bisa diselesaikan. Solusi tunggal untuk menyelesaikan masalah Palestina adalah membiarkan warga asli Palestina baik yang berada di dalam Palestina maupun yang berada di luar negeri itu -bukan para pendatang dan penjajah- untuk menentukan sistem pemerintahan di negeri mereka. Berdasarkan sistem demokrasi yang didengungkan di dunia yang menghormati suara suatu bangsa, maka warga Palestina juga sebuah bangsa. Biarkan mereka memutuskan. Sedangkan rezim Zionis yang bercokol di Palestina tidak berhak atas wilayah ini. Oleh karena itu, tidak seharusnya warga Palestina dituntut untuk mengakui rezim Israel. Jika ada umat Islam yang mengakui eksistensi rezim ini maka selain menorehkan cela bagi dirinya sendiri, apa yang ia lakukan hanya sia-sia belaka. Karena rezim ini tidak akan kekal dan akan segera runtuh.
Orang-orang Zionis mengira mereka telah berhasil menguasai Palestina akan akan selalu bercokol di sana. Tidak demikian. Palestina suatu hari pasti akan lepas dari pendudukan. Bangsa Palestina telah berkorban dan berjuang di jalan ini. Adalah tugas negara-negara Islam untuk mempercepat proses ini dan bertindak agar bangsa Palestina menyaksikan hari itu.
(Pidato Rahbar di depan para peziarah makam Imam Khomeini 4 Juni 2002)
Untuk masalah ini, ada solusi penyelesaian yang logis yang bisa diterima oleh hati nurani semua orang. Mereka yang meyakini prinsip-prinsip dunia saat ini, mau tak mau harus menerima solusi ini. Solusi tersebut sekitar satu setengah tahun lalu telah kami paparkan dan pemerintah Republik Islam Iran telah berulang kali menyampaikannya di forum internasional dan perundingan di tingkat dunia. Sekarang pun kami tetap menuntut pelaksanaan solusi tersebut.
Cara penyelesaiannya adalah dengan menggelar referendum yang menyertakan seluruh rakyat Palestina dan memulangkan mereka yang terpaksa mengungsi ke negeri-negeri lain, seperti Lebanon, Jordania, Kuwait dan Mesir serta negara Arab lainnya - tentunya mereka yang ingin kembali ke negeri asal, bukan dengan paksaan -. Juga referendum yang menyertakan semua yang tinggal di Palestina sebelum tahun 1948 -sebelum terbentuk rezim ilegal Israel-, baik Muslim, Kristen maupun Yahudi. Mereka semua diminta pendapat (lewat mekanisme referendum) untuk menentukan sistem pemerintahan di tanah Palestina. Ini adalah cara yang demokratis. Jika dikatakan demokrasi adalah sistem yang baik dan diterima oleh masyarakat dunia, mengapa hal ini tidak baik bagi warga Palestina?
Kalau semua bangsa di dunia berhak menentukan nasib mereka, mengapa bangsa Palestina tidak berhak. Sangat jelas sekali bahwa Israel sebuah rezim lahir lewat kekerasan, tipu daya, makar dan intimidasi. Orang-orang zionis tidak datang dengan cara damai. Mereka datang dengan tipu daya dan makar juga dengan senjata dan intimidasi. Karena itu rezim ini tidak sah.
Baik! Datangnya seluruh orang Palestina untuk menentukan sendiri sistem pemerintahan di negeri itu. Dengan pilihan mereka dibentuk sebuah sistem negara. Mengenai mereka yang datang ke Palestina setelah tahun 1948 dapat dibuat keputusan berikutnya. Jika diputuskan mereka bisa tinggal di sana, silahkan. Tapi jika diputuskan harus keluar, mwereka harus meninggalkan negeri itu. Dengan cara ini suara rakyat tersalurkan. Dan inilah demokrasi, Hak Asasi Manusia dan solusi yang sejalan dengan logika dunia saat ini.
Solusi ini harus dijalankan. Pihak penjajah tentu tidak akan menerima solusi ini dengan dada yang lapang. Di sinilah, semua pihak yang terlibat isu ini harus bertanggung jawab. Negara-negara Arab, Islam, dan bangsa-bangsa muslim khususnya rakyat Palestina, serta komunitas internasional harus berusaha mewujudkan solusi ini. Sebagian orang menyatakan bahwa solusi seperti ini lebih mirip angan-angan dan mimpi, dan tidak mungkin bisa dilaksanakan. Saya tegaskan bisa.
Negara-negara kawasan laut Baltik setelah hampir 40 tahun dikuasai Uni Soviet akhirnya memperoleh kemerdekaan. Begitu juga dengan negara-negara kawasan Kaukakus. 100 tahun sebelum berdirinya Uni Soviet, negara-negara itu berada di bawah kekuasaan Tzar Rusia, tetapi akhirnya mereka mendapat kemerdekaan. Saat ini Kazakhstan, Azerbaijan, Georgia dan lainnya telah merasakan kemerdekaan. Karena itu solusi yang diusulkan tadi bisa terealisasi. Namun diperlukan tekad dan kemauan yang kuat, serta keberanian. Siapakah yang harus menunjukkan keberanian dan pengorbanan? Rakyat ataukah pemerintahan? Rakyat dunia yang harus bergerak. Rakyat, pemberani dan tidak mengenal rasa takut. Rakyat telah menunjukkan bahwa mereka mampu.
Wajib Bagi Setiap Muslim Membela Perjuangan Islam Palestina
Kini tidak ada masalah paling urgen dalam kehidupan seorang muslim dan dunia Islam sepenting masalah Palestina. Ini merupakan musibah terbesar yang menimpa setiap muslim dalam periode terakhir. Bagaimana tidak. Musuh-musuh dunia Islam menjadikan sebagian dari rumah umat Islam sebagai tempat berlindung untuk memerangi barisan umat Islam. Membela perjuangan Islam Palestina hukumnya wajib ‘aini dan contoh paling jelas dari jihad difa’i (membela diri) yang ditekankan oleh seluruh ahli fiqih Islam.
Setiap jengkal dari tanah Palestina sama seperti sejengkal rumah umat Islam dan setiap kekuasaan selain pemerintahan Islam dan rakyat muslim Palestina di sana adalah pemerintah penjajah. Di sini bukan masalah anti Yahudi, tetapi masalah rumah umat Islam yang terampas.
Mensyukuri nikmat ilahi harus ditunjukkan oleh umat Islam di berbagai penjuru dunia dengan mendukung bangsa Palestina yang berjuang atas nama Islam secara luas di segala bidang seperti politik, media, dan militer.
Bersahabat dengan mereka yang mendukung secara mutlak perampas tanah Palestina bertentangan dengan sikap permusuhan terhadap Rezim Zionis. Oleh karenanya, menyandarkan diri pada para pendukung rezim ini pasti merupakan penyimpangan dan kesalahan besar. Siapa saja yang memberikan bantuan kepada orang-orang Zionis dan Israel atau melakukan perundingan dengan mereka berarti berada di pihak Israel. Berjuang untuk mengembalikan tanah air Palestina harus punya makna hakiki. Berjuang berseberangan dengan upaya perdamaian. Masalah Palestina adalah perjuangan adalah sebuah kewajiban, sementara perdamaian adalah sebuah pengkhianatan.
Seluruh cendekiawan, penulis, seniman dan mereka yang berkecimpung di media di dunia Islam harus melihat masalah Palestina dengan pandangan kewajiban. Kini mereka harus menyadarkan opini dunia akan ketertindasan luar biasa yang dialami rakyat Palestina. Aksi penyadaran ini harus dilakukan dengan segala bentuk seni.
Bagian dari pidato Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatullah Al-Udzma Sayyid Ali Khamenei saat bertemu dengan peserta Konferensi Islam Palestina pertama
Bukti Janji Ilahi
Kemenangan Hizbullah Lebanon menghadapi Rezim Zionis, keberhasilan Hamas di Palestina dan kemajuan Republik Islam Iran di berbagai bidang merupakan contoh besar bukti janji ilahi yang senantiasa mengobarkan harapan dan perlawanan.
Saat bertemu Sekjen Jihad Islam Palestina
Dukungan Terhadap Palestina
Kini bangsa muslim Palestina telah bangkit berjuang dan setiap muslim di berbagai penjuru dunia harus menjadikan dukungan terhadap jihad yang dilakukan oleh bangsa Palestina sebagai tujuannya.
Kami mendukung masalah Palestina dengan segala kekuatan. Kami menolak kalangan konservatif dan agen-agen perdamaian yang hanya menjadikan hak-hak bangsa Palestina hanya sekedar slogan. Kita harus memahamkan kepada dunia akan perimbangan ini.
Saat menerima Komite Pendukung Revolusi Islam Palestina
Palestina Hanya Milik Orang Palestina
Tanah air Palestina adalah jantung geografi dunia Islam. Dunia mustakbir punya keinginan untuk menumpas Islam lewat Palestina, menekan bangsa-bangsa Islam dan mencegah munculnya gerakan-gerakan Islam. Rezim Zionis sejatinya hanya perwakilan kehadiran kekuatan hegemoni dunia dan penjamin kepentingan Amerika di kawasan ini sebagai bagian dari dunia Islam. Propaganda bohong dan kebusukan mereka tidak akan pernah mampu menipu bangsa-bangsa di dunia.
Kami hanya menerima sebuah organisasi sebagai perwakilan hakiki rakyat Palestina bila berjuang di jalan cita-cita Palestina. Anasir-anasir yang ingin berdamai adalah orang-orang yang hanya mengkhawatirkan kepentingan pribadi mereka. Anasir-anasir ini melakukan transaksi dengan musuh soal cita-cita bangsa Palestina. Rakyat Palestina tidak mendapat dukungan dan bantuan yang sepantasnya dari umat Islam. Setiap muslim harus memberikan berbagai bantuan terhadap intifada dan perlawanan Islam rakyat pejuang di Palestina pendudukan. Bantuan yang diberikan ini harus dirasakan sebagai kewajiban syar’i, ilahi dan manusiawi.
Konspirasi besar yang dilakukan selama ini terkait masalah Palestina adalah upaya untuk memutarbalikkan fakta. Setiap orang yang berbuat demi masalah Palestina, yakni demi rumahnya, dengan alasan hak asasi manusia dan hak bangsanya dalam tradisi media-media kekuatan hegemoni dunia dan alat-alat propaganda yang berafiliasi ke mustakbir dan Zionis dianggap sebagai teroris! Kenyataan ini merupakan musibah besar. Musibah ini kemudian diterima dan diakui oleh dunia beradab dan dipaksakan kepada sebuah bangsa! Dunia yang diistilahkan beradab dan pendukung hak asasi manusia yang berpihak pada orang-orang yang tidak mempedulikan hak asasi manusia, ilahi dan legal sebuah bangsa.
Palestina hanya milik orang Palestina. Bila seluruh rakyat Palestina di dalam negeri, yakni di semua daerah Palestina –tanpa dipilah-pilah- membentuk sebuah pemerintahan, perdamaian bakal terwujud. Bila kalian memang benar dan jujur, bila kalian tidak punya niat buruk terhadap bangsa Palestina, bangsa-bangsa Islam dan Islam, ini adalah sebuah jalan keluar terbaik. Namun bila tidak ingin melaksanakan solusi ini, kalian kelompok istikbar harus tahu bahwa dengan segala konferensi dan keputusan yang diambil, masalah Palestina tidak akan pernah selesai. Palestina tidak akan padam dan tidak boleh padam.
Kini ada sekumpulan umat Islam, penuh pengorbanan, orang-orang terpilih bangsa Palestina, mulai dari tua, muda, pria dan wanita di tanah air suci Palestina bangkit melakukan perlawanan. Bantu mereka! Hanya ini satu-satunya jalan. Membantu Palestina artinya membantu mereka yang tengah melakukan perjuangan. Membantu Palestina tidak boleh bermakna membantu anasir yang ingin berdamai. Orang-orang yang tidak punya kepedulian terhadap nasib Palestina. Orang-orang yang hanya peduli akan kepentingan pribadinya. Organisasi yang diterima dan perwakilan hakiki rakyat Palestina adalah mereka yang berjuang di jalan cita-cita bangsa Palestina. Bukan organisasi yang menjual cita-cita bangsa Palestina kepada musuh.
Bagian dari pidato Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah Al-Udzma Sayyid Ali Khamenei saat bertemu dengan peserta Konferensi Internasional Pendukung Revolusi Islam Rakyat Palestina
Periode Kebangkitan Islam
Periode saat ini adalah periode kebangkitan Islam dan Palestina berada di pusat kesadaran ini. Palestina hingga kini dijajah hampir 60 tahun dan bangsa tertindas Palestina telah melewati berbagai ujian; mulai dari perlawanan tertindas dan putus asa yang mereka mulai, digelandangkan, keterasingan, menyaksikan hancurnya rumah mereka dan pembantaian orang-orang yang mereka kasihi. Mereka telah meminta perlindungan organisasi-organisasi internasional hingga menerima transaksi gagal politik dan perjudian yang kalah terus menerus dengan penjajah. Kekuatan-kekuatan yang sejatinya adalah pelaku kejahatan asli harus menjadi mediator, padahal merekalah yang menciptakan ujian berat ini bagi rakyat Palestina dan mengaturnya sedemikian rupa agar tetap berlanjut. Hasil dari pengalaman sejarah ini adalah munculnya generasi baru yang menyampaikan ketinggian bangsa yang matang dan pemberani ini ke puncak kesadaran dan kebebasan. Mereka berhasil menciptakan gunung berapi intifada.
Syarat utama kesuksesan dalam jihad Palestina dan jihad dunia Islam adalah keteguhan untuk mempertahankan prinsip-prinsip. Musuh selalu menjadikan prinsip-prinsip ini sebagai targetnya. Mereka akan merenggut prinsip-prinsip ini dengan segala cara; kebohongan, janji dan ancaman agar kita melepaskan prinsip-prinsip tersebut. Musuh berusaha menghapus prinsip-prinsip ini atau menguranginya agar dunia Islam kehilangan indikator penuntunnya. Dengan demikian mereka akan mengikuti aturan permainan yang ditentukan musuh dan hasilnya bisa ditebak apa yang bakal terjadi.
Biasanya sebagian dari umat Islam dan dari kita sendiri mengikuti permaian yang ditentukan musuh. Orang-orang seperti ini menganjurkan kita agar melepaskan prinsip-prinsip yang kita miliki dan menyebut itu sebagai strategi dan taktik belaka! Apa pun motifasi di balik itu; lalai, tamak atau khianat, mereka termasuk dari orang-orang yang disebut Allah dalam Al-Quran: “Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka” (QS. 5:52).
Mereka yang membantu musuh tidak akan mendapatkan manfaat apa-apa. Amerika dan Barat berkali-kali membuktikan betapa mereka tidak kasihan bahkan kepada mereka yang telah menyerah sekalipun. Karena waktu untuk bekerjasama telah usai, dengan mudah mereka disingkirkan. Sebagian lain malah membesar-besarkan kekuatan musuh dan menakut-nakuti para penuntut kebenaran bila ingin berhadap-hadapan dengan mereka. Ucapan ini sungguh tipuan yang berbahaya. Pertama, musuh yang menjadikan substansi, kepentingan vital dan keberadaannya menjadi target. Seorang yang berakal bila menghadapi musuh yang semacam ini akan memilih perlawanan. Ini adalah hukum pasti akal sehat manusia. Jelas, kerugian yang pasti diterima akibat menyerah di hadapannya sama dengan kerugian yang mungkin diterima saat menghadapinya ditambah kehinaan.
Kepada bangsa pemberani dan pejuang Palestina saya mengatakan:
Dengan jihad, kesabaran dan perjuangan cemerlang kalian berhasil membuat dunia Islam bangga. Kalian telah menjadi bangsa percontohan. Cobaan berat ini tidak berhasil membuat punggung kalian bungkuk. Darah syuhada kalian yang mulia membuat tekad dan perlawanan kalian semakin membaja. Musuh tidak berhasil memukul mundur kalian dengan melakukan berbagai kebiadaban seperti pembantaian, brutal, pembunuhan, perusakan, penangkapan dan kebuasan. Kini kalian tampak lebih kuat. Darah syuhada besar seperti Sheikh Ahmad Yasin, Fathi Syaqaqi, Rantisi, para pemuda yang melakukan aksi mati syahid dan syuhada tertindas kalian lainnya hingga kini berhasil mengalahkan pedang musuh. Setelah ini pula, dengan kehendak dan kekuatan ilahi kalian akan meraih banyak kemenangan.
Kami di Republik Islam Iran dan pasti jutaan umat Islam serta penuntut kebebasan di seluruh dunia merasakan kesedihan dan ujian yang kalian hadapi. Syuhada kalian adalah syuhada kami. Kesulitan dan kesedihan kalian adalah kesulitan dan kesedihan kami. Kemenangan kalian adalah kemenangan kami.
Pidato Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran dalam Konferensi Internasional Quds dan Dukungan atas Hak-Hak Rakyat Palestina ke-3
Umat Islam
Fenomena pertama politik dan insani Islam adalah terbentuknya umat Islam yang lahir di Madinatun Nab :
Fenomena pertama politik dan insani Islam adalah terbentuknya umat Islam yang lahir di Madinatun Nabi (Kota Nabi SAW), dan secara mencengangkan dan bak legenda umat ini maju dan berkembang dengan cepat dari sisi kuantitas dan kwalitas. Komunitas Islam ini memiliki kebudayaan yang kaya dengan khazanah warisannya yang cemerlang dan kemajuan yang jarang ada padanannya. Meski nampak beragam namun warisan budaya ini menyiratkan sebuah kesatuan dan keserasian yang mengagumkan. Semua itu berkat pengaruh Islam serta tauhid khas dan murni yang ada di seluruh bagiannya. Komunitas ini secara geografis menempati salah satu kawasan dunia yang terkaya -jika tidak kita katakan kawasan paling kaya- akan sumber alam.
Kini para elit politik dan pemikiran di dunia Islam mengemban tugas yang berat. Para cendekiawan Muslim harus menyampaikan pesan kebebasan Islam selantang dan sejelas mungkin kepada semua orang. Jatidiri keIslaman bangsa-bangsa Muslim harus dijelaskan dengan baik. Dalam hal ini ada dua unsur penting yang harus diperhatikan;
Pertama, dijelaskan bahwa pemikiran dan identitas keIslaman di dunia telah semakin kuat, terhormat dan aktif. Dan Islam telah menjelma sebagai salah satu fenomena paling menonjol di dunia.
Kedua, kekuatan adidaya dunia telah semakin terbuka dan frontal dalam memusuhi Islam dan kepentingan Islam. Secara pasti, salah satu fase utama bagi musuh-musuh saat ini adalah fase permusuhan terhadap Islam dan aksi melawan perkembangan pergerakan Islam yang kian marak.
Musuh yang licik, adalah pemegang kendali utama pusat-pusat imperialisme. Mereka menganggap kebangkitan Islam sebagai ancaman bagi kepentingan ilegal dan agenda hegemoninya yang zalim atas dunia Islam. Seluruh bangsa Muslim, khususnya kalangan politikus, ulama, cendekiawan dan pemimpin bangsa di negara-negara Islam harus memperkuat barisan persatuan Islam dalam menghadapi musuh agresor. Hendaknya mereka mengerahkan segenap daya untuk menjadikan umat ini kuat.
Tentunya, sebuah komunitas manusia selalu rawan menghadapi serangan dari dua arah; pertama dari dalam diri sendiri akibat dari kelemahan manusia dan keragu-raguan, menyukai hal-hal yang asing, lupa kepada Allah, terkekang di tengah godaan duniawi, tidak jeli dalam menghadapi gerak langkah musuh yang berusaha memukul Islam dan muslimin, perselisihan internal yang berbau partisan dan madzhab yang biasanya melibatkan ulama-ulama bejat (suu') dan lantas disebarluaskan dan diperkuat oleh penulis-penulis bayaran, dan masih banyak lagi penyakit mematikan yang sepanjang sejarah Islam selalu mengancam umat Muslimin akibat berkuasanya orang-orang yang tak layak dan tidak mengenal Allah atas kehidupan politik dan nasib umat. Dalam beberapa abad terakhir, kondisi ini semakin mengkhawatirkan setelah masuknya kekuatan imperialis ke tengah kawasan yang dilanjutkan dengan jatuhnya kekuasaan negara-negara di kawasan ke tangan boneka-boneka imperialis yang bejat dan mabuk oleh gemerlap dunia.
Kedua, serangan dari musuh luar yang terjadi dalam bentuk agresi, permusuhan, penyebaran kebejatan oleh mereka di negara-negara Islam, serangan budaya Barat ke dalam lingkungan kehidupan masyarakat Muslim, intimidasi militer, politik dan ekonomi terhadap bangsa-bangsa Muslim, pembantaian yang mereka lakukan di Lebanon, Palestina, Irak, Afganistan dan negara-negara Muslim lainnya. Semua itu menunjukkan adanya ancaman serius terhadap dunia Islam. Lingkungan Islam, baik dalam bentuk individu maupun sebagai bangsa, selalu berada dalam ancaman yang datang dari dua arah ini. Dan kini ancaman itu semakin besar.
Akan tetapi masalah paling krusial saat ini adalah masalah Palestina, yang sejak lebih dari setengah abad lalu selalu menjadi masalah terpenting di dunia Islam, bahkan masalah terpenting bagi umat manusia. Di sini, pembahasannya dalah tentang petaka dan ketertindasan sebuah bangsa dan perampasan sebuah negeri. Dengan demikian, saat ini rezim zionis yang perampas, adalah bahaya terbesar yang mengancam masa kini dan masa depan dunia Islam. Tentunya kita tidak ragu bahwa dalam waktu dekat, kemenangan besar bakal diraih bangsa Palestina berkat perjuangan dan pengorbanannya serta kesadaran dunia Islam. Mereka akan mendapatkan kembali hak-hak yang terampas. Akan tetapi tekad dan kehendak bangsa-bangsa dan negara-negara Islam akan mempercepat proses ini dan mengurangi derita bangsa Palestina.
Rahbar: Bangsa Iran Mengenal Musuh dan Situasi dengan Baik
