کمالوندی

کمالوندی

Rabu, 05 Desember 2012 15:39

Menlu Israel Pecat Danny Ayalon

Avigdor Lieberman, Menteri Luar Negeri rezim Israel mengambil langkah tidak terduga dengan memecat wakilnya, Danny Ayalon, yang juga adalah anggota parlemen (Knesset).

Surat kabar Zionis, Yediot Aharonot seperti dikutip Qodsna (5/12) menulis, "Lieberman melakukan langkah politik mengejutkan, ia memecat wakilnya di Kemenlu Israel, Danny Ayalon."

Sementara itu hal yang sama diberitakan oleh Jerusalem Post, "Nama Danny Ayalon dicoret dari daftar partai Beiteinu. Ayalon sendiri mengumumkan bahwa ia akan melanjutkan pekerjaannya."

Langkah Lieberman, yang saat ini menjabat ketua partai Beiteinu, dan dilakukan menjelang pemilu, Juni 2013 itu, menunjukkan friksi di antara partai-partai internal, serta tidak adanya koordinasi dalam menentukan ketua yang akan memimpin partai dalam pertarungan di pemilu nanti.

Sehari sebelumnya, Menteri Pariwisata rezim Israel mengajukan permohonan pegunduran dirinya kepada Lieberman, dan menyatakan akan pensiun dari dunia politik.

Menteri Peperangan rezim Zionis, Ehud Barak dalam jangka waktu 24 jam pasca kekalahan Israel di perang delapan hari melawan pejuang Gaza, juga dipecat dari jabatannya. (IRIB Indonesia/HS)

Salah seorang anggota senior gerakan perlawanan Islam Palestina (Hamas) membantah tuduhan sejumlah pihak yang mengaku menemukan bukti-bukti bahwa kelompok ini akan melakukan negosiasi tidak langsung dengan rezim Israel agar namanya dicoret dari daftar teroris.

Situs berita Arabs48, sebagaimana dikutip Qodsna (5/12) melaporkan, Izzat al-Rishq membantah pemberitaan sejumlah media yang menuding Hamas akan memulai negosiasi tidak langsung dengan rezim Israel.

Sebelumnya diberitakan, sebuah tim diplomatik pejabat senior Eropa bersama Khaled Meshal, Ketua Biro Politik Hamas akan menghadiri acara peringatan dimulainya perlawanan gerakan ini di Gaza.

Tidak lama setelah berakhirnya perang delapan hari Gaza, Hamas juga dituduh melakukan negosiasi tidak langsung dengan Israel. Pada saat yang sama, pihak yang menjadi wakil Hamas untuk melakukan negosiasi dengan Israel terkait gencatan senjata dalam perang delapan hari adalah Mesir. (IRIB Indonesia/HS)

Akhnas bin Murtsad Hadhrami

Ia termasuk orang paling kejam dari laskar Umar bin Saad di Karbala. Di hari Asyura, Akhnas mengambil ammamah (sorban) Imam Husein as. Ia juga banyak melakukan kejahatan lainnya.

Sekaitan dengan namanya, ada yang menyebutnya Akbasy bin Murtsad bin Alqamah Hadhrami, Ahbasy bin Yazid dan Akhnas bin Murid.

Pada hari Asyura 61 Hq, setelah gugur syahidnya Imam Husein as, laskar Kufah mengerumuni jasad suci Imam Husein as untuk mengambil baju beliau. Akhnas yang terlaknat mengambil ammamah (sorban) beliau dan memakainya. Akhnas di kemudian hari terkena penyakit lepra.

Sekalipun dalam sebuah riwayat ada yang menyebut pencuri ammamah Imam Husein as adalah Jabir bin Yazid Azdi, tapi mayoritas ahli sejarah menyebut Akhnas sebagai pencurinya.

Selain itu, Akhnas juga melakukan kejahatan lain. Ketika Imam Husein as gugur syahid, Umar bin Saad di tengah-tengah pasukannya berteriak, "Siapa yang ingin menjadi relawan menginjak-injak badan Husein dengan kudanya?"

Akhnas terlaknat ini dan beberapa orang lainnya menyatakan kesanggupannya untuk melakukan kejahatan keji ini.

Akhnas bersama 9 orang lain dengan kudanya menginjak-injak badan suci Imam Husein as, sehingga tulang dada, belakang dan pinggang beliau patah. Setelah itu mereka menghadap Ubaidullah bin Ziyad dan ternyata mereka hanya mendapat sedikit hadiah.

Abu Amr Zahid berkata, "Ketika kami meneliti keturunan mereka, ternyata semuanya berasal dari anak haram."

Nasib Buruk Akhnas

Menurut buku Nafas al-Mahmum dan Nasikh at-Tawarikh, Mukhtar Tsaqafi ketika bangkit menuntut darah syuhada Karbala, maka yang pertama dibalas adalah orang-orang yang menginjak-injak badan Imam Husein as. Mukhtar memerintahkan pasukannya agar mereka ditidurkan sementara tangan dan kaki mereka dipaku di atas tanah. Setelah itu beberapa orang dengan menunggang kuda menginjak-injak badan mereka, sehingga daging, kulit dan tulang-tulang mereka hancur dan merekapun binasa.

Dalam Tarikh Thabari diriwayatkan bahwa Akhnas setelah melakukan kejahatannya di Karbala, ia ikut dalam sebuah perang dan sebuah panah mengenai dadanya dan berhasil mengoyak jantungnya dan tewas. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)

 

Sumber:

1. Nafas al-Mahmum.

2. Tarikh Thabari.

3. Mausu'ah al-Imam Husein, mengutip dari Luhuf, ad-Dam'ah as-Sakibah, A'yan as-Syiah dan Manaqib Ibnu Syahrasyub.

4. Bihar al-Anwar.

Senin, 03 Desember 2012 17:29

Nasib Musuh Imam Husein as: Abu Murhim Azdi

Abu Murhim Azdi

Abu Murhim Azdi adalah bagian dari pasukan Umar bin Saad dan pembunuh Muhammad putra Muslim bin Aqil.

Ibu Muhammad adalah seorang budak dan ayahnya Muslim bin Aqil. Muslim diutus Imam Husein as ke Kufah sebelum kebangkitan Karbala. Ia menyakiskan ketidaksetiaan orang-orang Kufah kemudian tertangkap dan mencapai syahadah.

Pada tanggal 10 Muharram tahun 61 Hq, Imam Husein as berperang melawan tentara Yazid. setelah sejumlah sahabatnya mencapai syahadah, Bani Hasyim maju ke medan pertempuran.

Imam Baqir as dan sebagian ahli sejarah mengatakan, "Pasca syahadah Abdullah bin Muslim, putra-putra Abu Thalib maju menyerang pasukan musuh. Begitu Imam Husein as menyaksikan hal ini, beliau berkata, "Shabran ‘Alal Maut Ya Banii Amuumatii...Hai putra-putra pamanku, bersabarlah menghadapi kematian...!"

Saat itu mereka belum kembali dari medan pertempuran. Ternyata dalam pertempuran itu Muhammad bin Muslim telah gugur mencapai syahadah. Ia dibunuh oleh Abu Murhim Azdi dan Laqith bin Ayyas Jahni. Ibnu Syahr Asyub menyebut Abu Murhim dengan nama Abu Maryam al-Azdi sementara Majlisi dalam buku Jala' al-‘Uyun menyebutnya Abu Jurhim Asadi.

 

Sumber:

1. Muntahal Amal

2. Abshar al-‘Ain

3. Mausu'ah al-Imam Husein dinukil dari Maqatil at-Thalibin

4. Asrar Syahadah

5. Bihar al-Anwar

Senin, 03 Desember 2012 17:27

Nasib Musuh Imam Husein as: Abu Harb Sabii

Abu Harb Sabi'i

Ia merupakan pasukan penunggang kuda laskar Umar bin Saad. Dalam sejumlah buku maqtal namanya disebut Abdullah bin Syahr, Abdullah bin Samir, Ubaidullah bin Syamir, dan Abdullah bin Sakhir. Tapi ia dikenal sebagai orang yang fasik, asal ngomong, suka bercanda dan pemberani.

Saad bin Abi Qais memenjarakannya akibat kejahatan yang beberapa kali dilakukannya. Peran Abu Harb Sabi'i di Karbala, tepatnya di malam Asyura sebagai penjaga laskar musuh yang kerjanya mengintai sekitar tenda-tenda Imam Husein as dan sahabatnya. Ia bersama pasukan yang lain bertugas memperhatikan situasi baik jauh maupun dekat.

Dhahhak bin Abdullah Masyriqi meriwayatkan:

"Di malam Asyura, Imam Husein as dan para sahabatnya melaksanakan shalat dan berdoa kepada Allah. Sekelompok penunggang kuda dari pasukan Umar bin Saad menjaga dan memperhatikan apa yang dilakukan rombongan Imam Husein as. Mereka berpatroli di sekeliling tenda-tenda dan mengamati dengan seksama rombongan Imam Husein as.

Ketika itu Imam Husein as membaca al-Quran surat Ali Imran ayat 178 "Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan.", dan ayat selanjutnya 179 "Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin) ..."

Seorang dari penunggang kuda pasukan musuh yang bertugas berjaga-jaga mendengar ayat ini dan berkata, "Aku bersumpah demi Tuhan Kabah! Yang dimaksud dengan orang-orang baik (mukmin) dalam ayat itu adalah kita yang memisahkan diri dari kalian."

Dhahhak mengatakan, "Saya mengenal orang yang berbicara itu."

Kepada Burair bin Khudhair saya bertanya, "Apakah engkau mengenal orang itu?"

Burair menjawab, "Tidak."

Saya berkata, "Dia Abu Harb Sabi'i Abdullah bin Syahr. Orang yang asal omong tapi juga pemberani."

Burair berkata kepadanya, "Hai orang fasik! Apakah engkau beranggapan Allah meletakkan dirimu termasuk orang-orang baik (mukmin)?"

Abu Harb bertanya, "Siapa kau?"

Burair berkata, "Burair bin Khudhair."

Abu Harb berkata, "Wahai Burair! Sulit bagiku menemukanmu binasa. Demi Allah! Engkau akan binasa."

Burair berkata, "Wahai Abu Harb! Apakah engkau dapat bertaubat dari dosa-dosa besar yang engkau lakukan dan kembali kepada Allah? Demi Allah! Kamilah orang-orang baik itu dan kalian semua adalah manusia kotor.

Abu Harb menjawabnya, "Saya bersumpah apa yang engkau ucapkan itu benar."

Kemudian saya (Dhahhak) berkata, "Apa yang engkau ketahui itu tidak bermanfaat bagimu."

Abu Harb berkata, "Lalu siapa yang akan melayani Yazid bin Adzrah al-Anzi lebih baik dari Anz bin Wail? Ia sekarang bersama saya?"

Burair berkata kepadanya, "Allah telah menjadikan pandanganmu jelek. Engkau adalah pria bodoh dan tidak tahu apa-apa."

Kemudian ia kembali dan Abu Harb pergi dari sana.

Penjaga tenda kami di malam itu adalah Urwah bin Qais Ahmasi dan para penunggang kuda menjadikannya sebagai penjaga.

 

Sumber:

1. Mausah al-Imam Husein, mengutip dari Tarikh Thabari, Nafas al-Mahmum, terjemahan al-Irsyad oleh Rasouli Mahallati, Nasikh at-Tawarikh dan Maqtal al-Husein Muqrim.

Abdullah adalah anak Imam Hasan as. Ibu Abdullah adalah anak dari Syalil bin Abdullah Bajali.(1)

Syeikh Mufid menukil, setelah Malik bin Nasr Kindi menebas kepala kepala Imam Husein as dengan pedangnya, Imam kemudian mengikat kepalanya dengan kain dan sorbannya diikat menutupi kopiahnya. Syimr bin Dziljausyan dan mereka yang ada di medan perang kembali ke posisinya. Beberapa waktu berlalu, sehingga Imam Husein as kembali ke medan tempur. Mereka juga kembali ke medan perang dan mulai mengepung Imam Husein as.

Abdullah bin Hasan al-Mujtaba as waktu itu belum sampai usia balig. Ia bersama perempuan di kemah. Ketika ia mengetahui musuh sedang menyerang Imam Husein as, ia dengan cepat keluar dari tenda dan berlari sekuat tenaga ke arah Imam Husein as. Sesampainya di sana, ia berdiri di samping Imam Husein as. Begitu melihatnya, Imam Husein as berkata kepada Sayidah Zainab as, "Saudariku! Tahan dia."

Abdullah berusaha melepaskan diri dari pegangan bibinya dan berkata, "Demi Allah! Aku tidak akan berpisah dengan pamanku!"(2)

 

Syahadah Abdullah

Tiba-tiba Abjar bin Kaab mengarahkan pedangnya ke arah Imam Husein as. Melihat itu Abdullah berteriak, "Wahai anak perempuan kotor! Celakalah engkau! Apakah engkau ingin membunuh pamanku?"

Abjar ingin sekali membunuh Imam Husein as dengan pedangnya. Tak terduga, Abdullah menjulurkan tangannya untuk menepis pukulan pedang itu, tapi apa daya tangan kecil itu. Tangan Abdullah putus hingga tergantung, karena kulitnya masih menempel.

Abdullah berteriak, "Yaa Ummatah! Wahai ibu!"

Imam Husein as yang melihat kejadian itu dari dekat langsung mendekapnya ke dadanya dan berkata, "Wahai anak saudaraku! Bersabarlah atas apa yang terjadi padamu. Jadikan ini sebagai perbuatan baikmu. Karena Allah Swt akan mengumpulkan engkau dengan ayah-ayahmu yang saleh."(3)

Imam Husein as mengangkat tangannya ke langit dan berkata, "Ya Allah! Jangan turunkan hujan untuk mereka! Jangan berkahi tanah mereka! Ya Allah! Bila Engkau memberikan waktu untuk mereka, maka buat mereka selalu saling berselisih. Buat satu dari mereka memilih jalan berbeda dari lainnya. Jangan sampai para pemimpin rela dengan mereka. Karena mereka telah mengundang kami untuk menolong kami, tapi kemudian mereka berbalik memusuhi kami dan membunuh kami."(4)

Abul Faraj berkata, "Akhirnya Abdullah gugur syahid di tangan Harmalah bin al-Kahil al-Asadi.(5)

Dalam Ziarah Nahiyah Muqaddasah disebutkan:

"Assalamu Ala Abdillah bin al-Hasan bin Ali az-Zaki", dan setelah itu menyebut nama pembunuhnya, Harmalah bin Kahil al-Asadi, disertai kutukan terhadapnya.(6)

Sumber: Yaran Sheidai Husein bin Ali as, Ustad Morteza Agha Tehrani.

 

Catatan:

1. Abshar al-Ain, hal 73.

2. Al-Irsyad, 2/110.

3. Ibid.

4. Ibid, hal 111.

5. Maqatil at-Thalibin, hal 89

6. Iqbal al-A'mal, 3/75.

Senin, 03 Desember 2012 17:20

Nasib Musuh Imam Husein as: Abul Janub Kufi

Abul Janub Kufi

Abul Janub Kufi satu di antara anasir hina dan busuk Umar bin Saad yang menyerang Imam Husein as di Karbala. Namanya Abdurrahman Ju'fi dan bergelar Abul Janub, Abul Khanuq dan Abul Hatuf. Ia termasuk orang yang kuat dan kekar dan bertempat tinggal di Kufah.

Pada hari Asyura tahun 61 Hq, Abul Janub bagian dari pasukan pejalan kaki Umar bin Saad. Ia berada di samping Syimr bin Dziljausyan, Saleh bin Wahab Yazni dan Khauli serta sejumlah orang lainnya. Dengan dorongan dan bujukan satu sama lainnya mereka mengepung Imam Husein as.

Ketika Imam Husein as maju ke medan pertempuran, dengan segala kekuatannya Abul Janub menyerang Imam Husein as. Syimr bin Dziljausyan kepada Abul Janub yang memiliki persenjataan lengkap berkata, "Maju dan seranglah!"

Dengan kasar Abul Janub berkata, "Kenapa bukan kau sendiri yang maju?"

Syimr berkata, "Mengapa kau bicara seperti itu kepadaku? Kau kurang ajar terhadapku?"

Abul Janub menjawab, "Kau yang kurang ajar terhadapku?"

Kemudian keduanya satu sama lainnya saling mencaci maki.

Abul Janub berkata, "Demi Allah! Sekarang juga aku ingin menancapkan tombak ini ke matamu."

Syimr kembali dan berkata, "Demi Allah! Kalau saja bisa, akan aku binasakan kau!"

Abul Janub bersama pasukan pejalan kaki lainnya menyerang dan mengepung Imam Husein as kemudian membunuh beliau. (IRIB Indonesia / Emi Nur Hayati)

 

Sumber:

1. Nafas al-Mahmum

2. Mausu'ah al-Imam al-Husein menukil dari Tarikh Thabari, Ansab al-Asyraf, al-‘Abarat, Mahmudi.

Senin, 03 Desember 2012 17:17

Nasib Musuh Imam Husein as: Ibnu Hauzah

Ibnu Hauzah

Abdullah bin Hauzah Tamimi, anggota pasukan Umar bin Saat di Karbala yang suka menghina. Ia salah satu orang yang dikutuk langsung oleh Imam Husein as dalam peristiwa ini. Ia berasal dari kabilah Tamim. Sebagian buku sejarah menyebutnya Ibnu Hauzah dan yang lain menulis namanya Taimi.

Di hari Asyura, ketika pasukan Bani Umayah akan menyerang pasukan Imam Husein as, Ibnu Hauzah pergi ke depan pasukan Imam Husein as. Ia memanggil Imam Husein as dengan bahasa yang kasar dan kurang ajar. Berkali-kali ia melakukan itu. Di akhir ucapannya, Imam Husein as bergerak ke depan berhadap-hadapan dengannya.

Imam Husein as bertanya, "Apa yang engkau inginkan?"

Ibnu Hauzah menjawab, "Ubassyiru bin Naar. Kabar gembira! Engkau akan dimasukkan ke neraka Jahannam!"

Imam Husein as membalikkan badannya kepada para sahabatnya dan bertanya, "Siapa dia?"

Mereka menjawab, "Ibnu Hauzah Tamimi."

Imam Husein as berkata kepadanya, "Engkau pembohong. Aku akan pergi menghadap Allah dengan penuh kasih sayang dan mendapat syafaat-Nya."

Setelah mengucapkan itu, Imam Husein as mengutuknya dan berkata, "Ya Allah! Bawa dia ke api neraka!"

Ibnu Hauzah sangat marah mendengar ucapan Imam Husein as. Ia kemudian berusaha menggerakkan kudanya ke arah Imam Husein as, tapi yang terjadi kudanya seakan-akan liar dan tidak menuruti keinginannya. Kudanya bergerak semakin liar dan akhirnya Ibnu Hauzah terjatuh, sementara satu kakinya tetap tersangkut ke badan kuda dan yang satunya lagi terlepas.

Muslim bin Ausajah, sahabat Imam Husein as yang melihat kondisi Ibnu Hauzah seperti itu dengan cepat bergerak ke arahnya lalu mengayunkan pedangnya ke arah kakinya dengan kuat, sehingga kakinya putus.

Kuda masih bergerak liar dan berlari dengan cepat sehingga kepalanya membentur batu, tanah dan apa saja yang ada di depannya, sehingga akhirnya ia tewas seketika. Tapi kuda miliknya berhenti dan mulai menginjak-injak jasad Ibnu Hauzah, sehingga badanya benar-benar hancur dan yang tertinggal hanya dua kakinya. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)

 

Sumber:

1. Muntahal Amal.

2. Nafas al-Mahmum.

3. Farhang Asyura.

Senin, 03 Desember 2012 16:46

Rahasia Keabadian Revolusi Imam Husein as

Imam Husain as adalah simbol manusia sempurna yang berjuang di medan laga hingga meraih kesyahidan. Revolusi beliau adalah sebuah gerakan perlawanan yang didasari oleh kehendak dan ikhtiyar melawan keinginan dan kecendrungan hawa nafsu. Hal ini menjadi sebuah teladan baik bagi setiap manusia, bahwa mereka bisa mengalahkan keinginan hawa nafsunya dan berjuang di jalan Allah Swt walaupun harus menerima kematian demi kemuliaan dan menolak hidup hina.

Meski peristiwa Asyura telah lama berlalu, namun pesonanya hingga kini masih menyita perhatian umat Islam dan orang-orang merdeka di dunia. Sepanjang sejarah umat manusia, berbagai peristiwa terjadi dan kebanyakan dari kejadian itu hilang ditelan masa, tapi tragedi Karbala menjadi satu-satunya peristiwa yang selalu dikenang dan diperingati sepanjang sejarah. Pada hari kesepuluh tahun 61 Hijriyah, seruan Imam Husein as dan para sahabatnya untuk menegakkan kebenaran tidak didengar oleh umat, tapi kini jeritan itu disambut hangat di seluruh penjuru dunia dan manusia modern haus akan nilai-nilai perjuangan beliau.

Agama Islam dibangun di landasan fitrah yang suci dan fitrah itu juga tertanam dalam diri semua manusia dengan kadar yang sama. Oleh karena itu, manusia secara esensial akan mengembara mencari Tuhan, keadilan, keindahan, kebebasan, dan keabadian. Akan tetapi, terkadang kelalaian dan dosa atau perubahan dan kondisi sosial, ekonomi, dan politik di sebuah masyarakat akan menjauhkan manusia dari pesan-pesan fitrah dan mereka mengabaikan seruannya. Tak heran bahwa misi utama para nabi dan pemuka agama adalah menyadarkan manusia akan pesan-pesan fitrah dan mengingatkan nikmat-nikmat Allah Swt yang telah dilupakan.

Dapat dikatakan bahwa misi utama Imam Husein as juga membimbing manusia kepada kebenaran, kejujuran, dan akhlak mulia kemanusiaan yang memang serasi dengan tabiat manusia. Beliau ingin menghapus rintangan-rintangan yang menutupi jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan tersebut. Hambatan terbesar yang dihadapi Imam Husein as adalah kekuasaan tiran Dinasti Umayyah, yang merampas hak-hak masyarakat untuk memberi jawaban positif pada seruan fitrah mereka.

Syahid Murtadha Mutahhari mengatakan, "Sepanjang sejarah, kebenaran dan kebatilan selalu berperang. Dan Al-Quran menjanjikan kemenangan kebenaran atas kebatilan. Kebenaran menjadi lestari dan abadi karena ia adalah sebuah gerakan alami dan relevan dengan fitrah manusia. Setiap perkara yang berlawanan dengan fitrah manusia pasti tak akan bertahan lama dan segera lenyap. Lantaran revolusi Imam Husein as adalah sebuah gerakan yang serasi dengan fitrah manusia, maka ia akan abadi."

Pada era Dinasti Umayyah, masyarakat mengambil jarak dari tuntutan menegakkan kebenaran, kebebasan, moralitas, dan keadilan. Kondisi pada masa itu membuat masyarakat menjauhi nilai-nilai agama dan kemanusiaannya dan lebih condong pada kerusakan dan kezaliman. Menyaksikan kondisi yang demikian, Imam Husein as terpanggil untuk mengembalikan mereka kepada ajaran murni agama dan nilai-nilai luhur kemanusiaan.

Dimensi perlawanan Imam Husein as merupakan sebuah dimensi global dan kemanusiaan serta terkait dengan semua umat manusia. Mungkin atas dasar ini pula, pemimpin kemerdekaan India, Mahatma Gandhi berkata, "Saya telah belajar dari Husein bagaimana menjadi tertindas yang menang." Pada kesempatan lain, ia mengatakan, "Aku tidak membawa sesuatu yang baru untuk rakyat India, aku hanya membawa hasil dari perenungan, kajian, dan penelitianku terhadap sejarah kehidupan para pahlawan Karbala untuk mengangkat harkat bangsa India. Jika kita ingin menyelamatkan bangsa ini, maka kita wajib melakukan apa yang telah dilakukan oleh Husein."

Banyak dari penulis terkenal dunia seperti, Kurt Frischler yang menulis buku tentang keagungan jiwa dan kepribadian istimewa Imam Husein as. Sebab, kebangkitan Imam Husein as merupakan sebuah gerakan untuk menyadarkan dan mengembalikan manusia pada nilai-nilai sejati kemanusiaan. Seruan ini milik semua orang dan akan abadi. Beliau memulai perjuangannya untuk memisahkan antara hak dan batil. Imam Husein as mengetahui bahwa kekuasaan Yazid bin Muawiyah terbentuk dengan menunggangi kebatilan dan jika terus dibiarkan, maka semua kerja keras para nabi untuk menegakkan keadilan dan kebenaran akan sia-sia. Oleh sebab itu, beliau dalam berbagai kesempatan telah memperkenalkan wajah sejati kebenaran dan kebatilan.

Menurut Imam Husein as, kebatilan adalah kekuatan lahiriyah yang mengabaikan ketentuan dan ketetapan Tuhan serta menjadikan manusia sebagai budak sehingga mereka tak berdaya membela hak-haknya. Perang antara hak dan batil telah ada sejak awal penciptaan Nabi Adam as dan kebanyakan perang umat manusia pecah untuk memperjuangkan itu. Imam Husein as berada pada masa yang sangat sensitif untuk menegakkan panji kebenaran dan melawan Yazid yang mengusung panji kebatilan. Beliau as telah mengorbankan diri dan keluarganya untuk menghidupkan ajaran-ajaran kakeknya, Rasulullah Saw.

Asyura merupakan manifestasi perang abadi antara hak dan batil serta nilai-nilai luhur melawan kemerosotan. Peristiwa Asyura tidak hanya abadi dalam lembaran sejarah, tapi juga terekam dalam benak para penyembah Tuhan dan orang-orang merdeka di dunia. Mereka menganggap perjuangan itu sebagai teladan sepanjang masa untuk melawan penindasan dan kerusakan.

Salah satu faktor lain keabadian revolusi Karbala adalah transparansi gerakan itu bagi setiap generasi. Pada saat Imam Husein as memulai gerakannya, beliau terlebih dulu menjelaskan esensi revolusinya dan menegaskan bahwa ia ingin melawan simbol kezaliman dan kerusakan. Beliau juga menjelaskan misinya untuk menghidupkan Islam dan menyelamatkan masyarakat dari kejahatan Yazid. Imam Husein as bahkan memaparkan taktik kebangkitan dan metode yang akan digunakan untuk menegakkan kebenaran. Oleh karena itu, revolusi Karbala sama sekali tidak diliputi kekaburan sehingga orang-orang nantinya mempertanyakan aksi Imam Husein as.

Imam Husein as dalam pesannya kepada Muhammad Hanafiah, menyebut tujuan kebangkitannya untuk menghidupkan syiar-syiar agama dan menghancurkan pemerintahan kotor Yazid. Ketika Imam Husein as harus keluar dari Madinah karena tekanan dari penguasa tiran, dalam sebuah surat beliau menjelaskan tujuan revolusinya. Ia berkata, "Aku tidak keluar atas dasar kepentingan pribadi dan ingin berfoya-foya atau dengan tujuan ingin merusak dan berbuat kezaliman. Aku keluar dengan tujuan untuk melakukan perbaikan di tubuh umat kakekku. Aku ingin melaksanakan kewajiban amar maaruf dan nahi munkar dan demi menegakkan sirah kakek dan ayahku, Ali bin Abi Thalib as."

Pada kesempatan lain, Imam Husein as pernah berkata, "Ya Allah! Engkau mengetahui bahwa apa yang kami lakukan ini bukan untuk memperebutkan kekuasaan dan mencari harta dunia. Kami lakukan itu demi menghidupkan kembali agama-Mu, memperbaiki segala kebejatan yang telah merajalela di negeri-Mu, supaya orang-orang lemah hidup nyaman dan semua hukum-hukum-Mu dapat dilaksanakan." Atas dasar ini, tujuan utama revolusi Imam Husein as adalah menegakkan kebenaran secara sempurna.

Keistimewaan lain revolusi Asyura adalah kebangkitan itu merupakan sebuah gerakan moral. Dalam banyak peristiwa di sepanjang sejarah, akhlak selalu menjadi korban politik dan perang. Namun, akhlak dalam revolusi Imam Husein as justru menjadi poros perjuangan. Oleh sebab itu, perilaku dan sikap Imam Husein as dengan musuh patut menjadi perhatian semua pihak. Di Padang Karbala, Imam Husein as sama sekali tidak melakukan aksi-aksi yang bertentangan dengan nilai-nilai moralitas Islam.

Saat bertemu pasukan Hurr ibn Yazid al-Riyahi di Nainawa, sahabat Imam Husein as, Zuhair bin Qain berkata kepada beliau, "Izinkan aku berperang melawan pasukan ini, karena sebelum pasukan tambahan datang, berperang dengannya merupakan sebuah persoalan yang mudah bagi kita." Akan tetapi, Imam berkata, "Aku memegang sebuah prinsip moral yaitu tidak memulai perang. Kita tidak akan memulai peperangan dengan mereka."

Ayatullah Muhammad Hasan Mamiqani Meninggal Dunia

Tanggal 18 Muharram 1323 hijriah, Ayatullah Syeikh Muhammad Hasan Mamiqani seorang ulama dan ahli fiqih meninggal dunia. Beliau merupakan seorang ulama terkemuka dan mujtahid besar yang dikenal karena ketakwaannya. Selain pakar dalam bidang fiqih, beliau juga dikenal zuhud.

Diantara buku-buku yang ditulisnya Dzarai' Al Ahkam yang berkaitan dengan hukum Islam dan Mujalladatul Basyari dalam bidang usul fiqih. Ayatullah Mamiqani juga menulis syarah dan penjelasan untuk kitab-kitab karya Syeikh Murtadha Anshari.