
کمالوندی
Kehormatan dan Kehinaan Umat Islam Bergantung Pada Amar Makruf dan Nahyu Munkar
Marji taqlid, Ayatullah Safi Golpeygani menilai amar makruf dan nahyu munkar sebagai penjamin terlaksananya hukum Islam.
Mehr News (27/11) melaporkan, Ayatullah Golpeygani mengatakan, "Kehormatan dan kewibawaan kaum Muslim juga sangat bergantung pada pelaksanaan amar makruf dan nahyu munkar. Kehinaan dan kesulitan akan melilit jika kewajiban ini ditinggalkan."
Ditujukan beliau kepada seluruh umat Islam, Ayatullah Golpeygani mengatakan, "Umat Islam di masa-masa awal Islam, menilai pelaksanaan kewajiban ini (amar makruf dan nahyu munkar) sebagai penopang dalam menjaga hak-haknya dan mencegah kezaliman. Ada orang-orang yang dengan ungkapan jelas dan tegas melaksanakan amar makruf dan nahyu munkar kepada para tokoh dan pemimpin serta mengkritik mereka, dan yang diperingati tidak menunjukkan reaksi yang negatif."(IRIB Indonesia/MZ)
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 264-269
Ayat ke 264-265
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.
Kedua ayat ini adalah lanjutan ayat-ayat sebelumnya yang mendorong Mukmin memberikan infak di jalan Allah Swt. Infak yang diterima dan ditolak oleh Allah Swt dijelaskan dalam bentuk dua perumpamaan. Perbuatan seorang yang riya memberikan infak untuk menunjuk-nunjuk diumpamakan seperti tanah lembut dan batinnya umpama batu keras yang tidak bisa tumbuh di atasnya sebarang tumbuhan. Biarpun manfaat infaknya sampai kepada orang lain, namun tidak berpengaruh terhadap dirinya dan ia tidak mendapatkan manfaatnya. Dan perbuatan orang yang dilakukan untuk Allah, bukan untuk dirinya dan masyarakat, ia memberi infak dengan tulus, umpama benih yang disemaikan di dataran subur yang memberi hasil. Hujan yang turun, baik lebat maupun gerimis, bukan saja membersihkan tanah dan benih tersebut, bahkan menjadi sumber kesuburan bagi kedua-duanya; karena tanah yang baik akan menyedot air hujan tadi dan memberikan manfaat kepada akar tumbuh-tumbuhan dan menguatkannya.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Amalan atau perbuatan yang baik akan bernilai ketika disertakan dengan niat yang bersih dan tidak diikuti dengan perbuatan yang jelek.
2. Keridhaan Allah menguatkan sifat baik dalam jiwa manusia dan khidmat kepada makhluk merupakan motivasi yang baik.
3. Menunjuk-nunjuk dan perbuatan riya adalah tanda tidak mempunyai iman yang sebenar kepada Tuhan dan hari Kiamat.
Ayat ke 266
Artinya:
Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.
Ayat ini adalah kiasan tentang orang yang berbuat baik, akan tetapi disertakan dengan riya, membangga-banggakan tentang pemberiannya pada orang lain dan menyakiti hati orang, maka kesan perbuatannya akan terhapus. Infak dan bantuan kepada golongan tertindas umpama menanam pohon di kebun masyarakat yang memerlukan kerja kuat sehingga mendatangkan hasil. Akan tetapi sekiranya perbuatan baik ini tidak dijaga, dan dirusakkan dengan kebanggaan dan menunjuk-nunjuk, maka akan terhapus dalam tempo yang singkat, tidak akan meninggalkan sebarang kesan kecuali kerugian dan penyesalan.
Dalam sebuah riwayat dinyatakan pada suatu hari Rasulullah Saw bersabda kepada Muslimin, "Berzikirlah kamu mengingati Allah, setiap zikir kamu akan diberi ganjaran sebatang pohon di surga." Seorang dari mereka yang mendengar berkata, "Berarti kita akan memiliki banyak kebun di surga." Rasulullah Saw berkata, "Sudah tentu kadang kala dengan lidah yang kamu gunakan untuk berzikir mengingat Allah, kamu gunakan untuk ghibah (membicarakan keburukan orang lain) dan apinya akan membakar seluruh pohon-pohon tersebut."
Alhasil, pada Hari Kiamat dimana manusia memerlukan amal-amal baik, mereka akan merasa susah apabila melihat riya, penghinaan dan pencelaan memusnahkan perbuatan-perbuatan baiknya.
Dari ayat ini kita dapat mengambil pelajaran bahwa janganlah kita merasa bangga dan takabur ketika melakukan perbuatan-perbuatan baik. Karena betapa banyak perbuatan-perbuatan buruk kita yang menghapuskan ganjaran perbuatan-perbuatan baik tersebut. Bertahun-tahun lamanya kita menunggu pepohonan membesar dan memberikan hasil, namun hanya dalam sekejap mata api membakar pohon tersebut bertukar menjadi abu.
Ayat ke 267
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Muslimin sering bertanya kepada Rasulullah Saw tentang apa saja yang patut diberikan kepada kaum tertindas sebagai sedekah dan infak. Ayat ini menjelaskan kaedah umum dan mengatakan, "Infaklah dengan apa saja dari benda-benda dan harta yang bersih dan sesuai, baik berupa uang dan kekayaan yang kalian dapatkan dari usaha dan perniagaan, maupun berupa makanan dan penghasilan yang tumbuh dari bumi. Yang penting ialah dari harta yang halal dan bersih, bukan dari makanan atau benda yang kalian buang dan sudah tidak bernilai, lalu kalian berikan kepada orang lain."
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa sebagian masyarakat penduduk Madinah ketika infak memberikan kurma-kurma kering dan tidak disukainya kepada para fakir miskin dan menyimpan kurma-kurma yang baik untuk diri mereka sendiri. Sebuah ayat dalam al-Quran mencela orang-orang seperti ini dengan mengatakan, "Apakah kalian akan menerima sekiranya apa yang kalian berikan kepada para fakir tersebut diberikan kepada kalian?"
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ketika memberi infak, kehormatan kaum tertindas harus dipelihara. Memberi infak dengan sesuatu yang tidak bernilai bukan saja tidak mempunyai nilai, bahkan merupakan satu penghinaan kepada orang lain.
2. Tujuan infak ialah melepaskan diri dari sifat bakhildan kikir, bukannya melepaskan harta benda yang berlebihan dan tidak bernilai.
3. Fitrah manusia merupakan alat ukur terbaik untuk bersikap kepada orang lain. Janganlah memberi infak kepada orang lain apa yang kalian sendiri tidak sukai.
Ayat ke 268-269
Artinya:
Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).
Setan dan orang-orang yang bersifat atau berwatak setan berusaha dengan berbagai bentuk untuk menghalang manusia dari membantu orang lain. Terkadang ia mengatakan kepada manusia bahwa kalian memerlukan uang ini pada masa depan, terkadang ia membisikkan kepada manusia mengapa kalian yang bersusah payah mendapatkan uang, lalu harus diberikan kepada orang lain, sekiranya Allah menginginkan, niscaya ia tidak akan menjadi fakir dan miskin.
Dari satu sisi, orang seperti ini menghalang orang lain dari bersedekah dan berlaku dermawan serta mengajak manusia untuk mengumpul dan menumpuk harta dunia. Dari sisi lain, ia menakut-nakuti manusia dengan kemiskinan dan fakir pada masa depan. Padahal keperluan kita kepada ampunan ilahi pada Hari Kiamat nanti lebih besar dari keperluan kita di dunia ini. Selain dari jaminan masa depan yang Allah Swt berikan kepada orang-orangyang memberikan infak pada jalan-Nya, orang tersebut juga telah mengansuransikan dirinya dari kemiskinan. Akan tetapi patut untuk disesali, banyak dari kalangan masyarakat yang tidak memberikan perhatian kepada poin ini dan terpengaruh dengan bujukan setan. Mereka hanya mengukur dan menilai kebaikan pada uang dan harta kekayaan, sedangkan hakikat kebaikan ialah mempunyai pandangan yang benar dan kekuatan untuk memilihnya sehingga dengan adanya janji keampunan Ilahi, manusia tidak mendengar bujukan dan janji setan yang tidak berarti.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Janganlah kita bersifat kikir atau bakhil karena takut menjadi miskin, ini adalah was-was yang dibisikkan setan supaya kita tidak memberikan infak. Sebagai ganti takut ini, marilah kita mengingati limpahan rahmat dan karunia ilahi.
2. Mengutamakan janji-janji ilahi ketimbang janji-janji setan adalah tanda akal yang sempurna. Dalam pandangan agama, orang yang berakal ialah orang yang menaati Allah Swt, bukannya orang yang mentaati hawa nafsunya atau orang lain.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 260-263
Ayat ke 260
Artinya:
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati". Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu?" Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera". Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dalam cerita Nabi Uzair, kita melihat bagaimana beliau dihidupkan semula setelah mati seratus tahun, sehingga menjadi contoh kekuasaan Allah Swt menghidupkan yang mati di Hari Kiamat. Ayat ini menyinggung kejadian dan peristiwa yang menimpa Nabi Ibrahim as. Suatu hari beliau melewati pinggir laut. Ia melihat hewan-hewan yang mati, sebagian tubuhnya di laut dan sebagian lainnya di darat dan hewan-hewan laut dan darat menjadikannya sebagai makanannya sendiri dengan memakan daging hewan yang mati tadi.
Nabi Ibrahim dengan melihat semuanya ini mulai berpikir seandainya peristiwa ini terjadi pada tubuh manusia dan badannya menjadi bagian binatang-binatang lain di Hari Kiamat bagaimana orang tersebut dengan badannya kembali hidup? Ibrahim walaupun seorang Nabi dan yakin terhadap hari kebangkitan, namun ia berharap dari Tuhannya untuk memperlihatkan kepadanya bagaimana menghidupkan yang sudah mati tersebut. Ayat ini menjelaskan dialognya tersebut dengan Tuhan. Nabi Ibrahim pun melakukan hal demikian.Ia menyembelih 4 ekor burung yang berbeda dan dagingnya dicampur aduk lalu diletakkan di atas 10 gunung dan ketika dipanggil dengan namanya, atas kuasa Tuhan bagian-bagian daging yang terpencar dimana-mana menjadi bersatu dan seperti semula ia hidup dan datang kepadanya. Nabi Ibrahim akhirnya mendapatkan jawaban atas pertanyaannya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kebangkitan adalah bersifat fisik dan kekuasaan Allah mengatasi hukum-hukum alam bukan di bawah-Nya. Karena itu tidak ada kesulitan dalam menghimpun bagian-bagian satu badan dan membentuk fisiknya pada hari kiamat.
2. Logika dan arguman membuat akal puas, namun hati tak menjadi tenteram. Untuk mencapai keyakinan hati, jalannya ialah memperhatikan nikmat dan kekuasaan Allah Swt.
Ayat ke 261
Artinya:
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Ayat ini dan 14 ayat selepasnya membicarakan tentang infak dan haramnya riba. Seperti yang anda ketahui, dalam setiap masyarakat, biasanya terdapat perbedaan pendapatan atau penghasilan masyarakat yang bersumber dari beragamnya pekerjaan yang dimiliki. Dari kejadian bencana alam seperti banjir, gempa bumi, paceklik dan kemarau, atau kebakaran, perampokan, penyakit, hilang pekerjaan dan lain-lainnya menyebabkan sebagian individu dalam masyarakat hilang pekerjaannya dan tidak mampu memenuhi kehidupan.
Apakah jalan penyelesaian untuk masalah-masalah ini? Apakah kelompok masyarakat ini harus dibiarkan terlantar begitu saja menghadapi kehidupan yang tidak menentu? Atau haruskah mereka mengulurkan tangan kepada orang-orang kaya dan meminjam dengan perlu membayar bunganya sehingga akhir umur? Hal ini yag disebut riba dan merupakan satu dari penyakit-penyakit ekonomi masyarakat. Karena dengan mengambil riba orang kaya menjadi bertambah kaya dan orang miskin menjadi bertambah melarat, akibatnya adalah jurang pemisah antara lapisan masyarakat semakin membesar.
Akan tetapi Islam mengharamkan riba dan sebagai gantinya menganjurkan persaudaraan dan persamaan dikalangan Muslimin dengan menggalakkan mereka memberi infak di jalan Allah. Berkenaan motivasi orang yang memberi pinjaman dengan mengambil riba untuk menambahkan kekayaannya, Allah Swt berfirman dalam ayat ini,"Melalui infak pun apa yang kalian berikan pada jalan Allah akan bertambah, bahkan sehingga tujuh puluh kali lipat. Diri dan hartamu akan berkembang menjadi sumber berkembangnya masyarakat dan pembasmi kefakiran."
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Infak dan pertolongan kepada orang yang memerlukan dalam masyarakat sekiranya karena Allah, dengan niat yang murni dan dari harta yang halal, bukan saja tidak mengurangi harta, bahkan penyebab kepada berkembangnya individu dan masyarakat.
2. Kemurahan Tuhan tiada batasnya dan Allah akan mengaruniakan kepada siapapun berdasarkan usaha dan kemampuannya.
Ayat ke 262-263
Artinya:
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.
Lanjutan dari ayat sebelumnya yang menyeru masyarakat memberikan infak di jalan Allah, ayat ini mengajarkan cara infak yang benar dan mengatakan, "Kalau kalian memberikan sesuatu di jalan Allah kepada orang-orang yang lemah, janganlah kalian mengharapkan sesuatu imbalan daripada mereka dan jangan pula menyakiti hati mereka dengan kata-kata kalian. Ketahuilah apa yang kalian berikan bukanlah berasal dari diri kalian sehingga kalian mengharapkan balasan dari mereka. Namun itu adalah harta Tuhan yang dikaruniakan kepada kalian. Bahkan orang-orang yang tidak berdaya tersebut memiliki hak atas kalian dengan menerima infak kalian sehingga dengan menerima infak tersebut bisa menjadi sebab untuk sampainya pahala kepada kalian.
Pada dasarnya, kalau infak dilakukan pada jalan Allah, manusia tidak mengharapkan balasan atau ucapan terima kasih dari siapapun. Oran yang seperti ini tidak akan merasa sedih atau menyesal, karena Allah menjamin masa depan para penginfak tersebut. Bahkan seandainya mereka tidak punya harta untuk diinfakkan, dengan wajah manis dan perkataan yang lemah -lembut mereka melayani orang-orang yang tidak berdaya, perbuatan ini lebih baik dari infak yang diiringi menyakiti dan menghina orang-orang yang tidak berdaya.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Waspadalah dalam perbuatan-perbuatan yang dilakukan untuk Allah, agar tidak tertimpa bahaya seperti takabbur, berharap atau menyebut-nyebut pemberian yang akan menghapus nilai amal tersebut.
2. Memelihara kehormatan Mukmin lebih penting dari bantuan materi dan jasmani.
3. Berusahalah agar kita tidak menghina dan mencela kehormatan orang lain.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 255-259
Ayat ke 255
Artinya:
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Ayat ini mengandung kata "Kursi" sehingga ayat ini masyhur dengan ayat "Kursi" yang menunjukkan keesaan Tuhan dalam zat dan sifat-Nya. Tauhid adalah pesan paling utama semua agama samawi. Tauhid menyebabkan terselamatkannya manusia dari penghambaan berhala-berhala dan tuhan-tuhan palsu. Tauhid adalah jalan kemerdekaan dan kebebasan, kebebasan dari penghambaan taghut dan penguasa zalim dan jalan untuk mencapai kesejahteraan serta kebahagiaan.
Kalimat "La ilaa ha illallah" merupakan kalimat yang dikenali dan tak asing, senantiasa memberikan kedamaian kepada sang bayi ketika baru lahir, dimana kalimat azan dikumandangkan untuk setiap bayi Muslim dan kian hari kalimat itu semakin mantap dengan dikumandangkan setiap hari di menara-menara masjid sebagai panggilan shalat. Artinya selain Dia (Allah), tidak ada yang layak disembah, kamal (kesempurnaan) dan jamal (keindahan) hanya milik-Nya, dan selain-Nya, siapa pun dan apa pun tidak memiliki kesempurnaan sehingga layak kita sembah dan cintai.
Kehidupan yang sejati adalah milik-Nya yang tidak mengenal fana' (kebinasaan) dan semua selain-Nya fana' dan sirna. Hanya Dia-lah yang tidak bergantung kepada orang lain dan selain-Nya pasti memerlukan-Nya. Dia tidak mengalami ngantuk, kelemahan dan tidur. Jika sekiranya Dia membiarkan alam sedetik saja tanpa pengendalian-Nya, maka tidak ada satu pun yang tertinggal. Dia-lah pemilik alam semesta dan semuanya adalah milik-Nya. Kenapa seorang hamba harus menyembah hamba yang serupa dengannya? Kenapa kita tidak meyembah pencipta dan pemilik kita, dan kita cari sesembahan selain Dia? Kendati orang-orang Musyrik menerima Tuhan sebagai pencipta alam, namun mereka melihat berhala-berhala sebagai pemberi syafaat.
Ayat ini menyatakan, tinggalkanlah perlindungan buatan dan palsu yang kalian buat sendiri. karena syafaat hanyalah berada di tangan para auliya Allah. Itupun dalam perkara yang diizinkan oleh Allah. Penutupan ayat mengistilahkan ilmu dan kekuasaan tak terbatas Tuhan dengan "Kursi" yang berartikan kursi pemerintahan agar dipahami bahwa Tuhan bukan hanya pemilik alam, melainkan penguasa dan mendominasi segala sesuatu atau maujudat dan tak ada satupun yang keluar dari kekuasaan-Nya dan pengelolaan-Nya.
Dari ayat ini kita ambil pelajaran bahw kita harus tundukkan kepala kita kepada sesembahan yang memiliki semua kesempurnaan baik dari segi ilmu dan cinta serta melepaskan diri dari segala jenis kelamahan dan kekurangan.
Ayat ke 256-257
Artinya:
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Iman adalah urusan hati. Selamanya tidak bisa diperoleh dengan pemaksaan, hanya dengan argumen, akhlak dan nasehat. Keyakinan atau kepercayaan bisa meresap ke dalam hati manusia. Untuk keselamatan dan kesempurnaan, dari satu sisi Tuhan mengutus para nabi dan kitab-kitab Samawi supaya manusia selamat dari kesesatan dan dari sisi lain Ia memberikan kebebasan terhadap apa yang dikehendaki, ia bisa memilih.
Dengan alasan inilah para nabi sekali pun tidak memaksa seseorang untuk beriman karena iman dengan paksaan tidak berguna. Sekarang kalau seseorang lepas dari ikatan thagut dan kekuasaannya serta hanya menjadi hamba Tuhan, orang seperti itu berada dalam lindungan kekuasaan Tuhan dan Tuhan akan menjaga amal-amalnya, dimana ia akan selalu mendapat bimbingan.ke arah jalan yang benar dan terpelihara dari mara bahaya yang mengancam dirinya. Sebaliknya setiap yang menambatkan hatinya kepada selain Tuhan dan bergantung kepadanya, ketahuilah ia akan terjepit dalam kegelapan kebodohan, syirik dan khurafat. Dan ia tidak akan mendapatkan dirinya dalam jalan kebenaran dan cahaya.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Agama memiliki nilai yang berpihak pada pengetahuan dan dipilih secara bebas atas dasar pilihan sendiri.
2. Jalan kebenaran adalah satu dan jalan kesesatan banyak karena itu dalam al-Quran kata-kata nur yang berarti cahaya dipakai dengan bentuk mufrad (tunggal) dan dzulumat yang artinya kegelapan digunakan dalam bentuk jamak.
3. Jalan kebenaran adalah cahaya yang merupakan sumber kebenaran, gerakan dan harapan serta ketenangan, sedangkan jalan kebatilan adalah kegelapan yang merupakan sumber kesesatan, kebodohan dan kekacauan.
Ayat ke 258
Artinya:
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
Seperti disebutkan dalam sejarah, Namrud adalah seorang Raja Babilon yang mengaku dirinya sebagai Tuhan. Ia menganggap rakyat sebagai hamba sahayanya. Ketika mendengar Ibrahim mengajak rakyat untuk menyembah Tuhan yang Esa, ia mengadakan dialog dengannya. Namrud mengatakan, "Setiap yang bisa dikerjakan Tuhanmu, akupun bisa melakukannya." Ibrahim pertamanya mengisyaratkan tema kematian dan kehidupan manusia yang merupakan kekuasaan Tuhan. Namrud memerintahkan supaya dibawakan dua tahanan. Satunya ia bebaskan dan yang satu lagi ia perintahkan dibunuh.
Dengan cara ini ia bisa mematikan setiap orang yang ia inginkan dan juga bisa membuat tetap hidup siapa saja. Meskipun ini adalah tidak lebih dari perbuatan mugholatahoh (mengada-ada). Tapi Ibrahim langsung menunjukkan terbitnya matahari dari timur yang menunjukkan kinerja Tuhan dan bertanya apakah Tuhanmu bisa membuat terbit matahari dari barat? Namrud tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut dan terdiam. Namun dengan semua argumen tersebut ia tidak bisa menerima kebenaran dan dalam ayat lain ia memerintahkan supaya Ibrahim di bakar di atas api.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kalau manusia tidak memiliki kapasitas ketika mencapai kekuasaan, daripada ia mengaku sebagai hamba Tuhan, ia malah mengaku sebagai Tuhan dan akhirnya ia terperangkap sifat takabbur dan tertipu.
2. Para Nabi mengajak manusia kepada Tuhan berdasarkan logika, namun ahli kebatilan tidak memiliki jalan lain kecuali mugholatoh (mengada-ada).
Ayat ke 259
Artinya:
Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: "Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?" Ia menjawab: "Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari". Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi beubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging". Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu".
Seperti disebutkan dalam tafsir, peristiwa ini terjadi untuk Uzair salah seorang Bani Israel yang melewati kota yang sudah hancur. Kendati ia beriman kepada Tuhan dan hari kebangkitan, namun untuk membuat hatinya yakin, ia meminta kepada Tuhan memperlihatkan cara menghidupkan yang sudah mati. Dalam peristiwa tersebut, kekuasaan Tuhan benar-benar sangat jelas, bahan-bahan makanan yang sudah rusak selama 100 tahun tetap tidak berubah, namun tulang belulang keras menjadi rapuh dan dengan kekuasaan Tuhan, Ia mengembalikan kepada asal semula, dan yang paling penting, Uzair sendiri meskipun sudah melewati 100 tahun, namun tidak mengalami perubahan fisik, dan tampak seperti orang-orang yang sudah tidur kemudian bangun dari tidurnya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menghidupkan orang yang mati di hari kiamat bukan hal yang mustahil dan Tuhan memperlihatkan contohnya di dunia.
2. Tuhan memperlihatkan kekuasaan-Nya dengan cara yang berbeda-beda di dunia supaya manusia mengerti bahwa Tuhan mampu melakukan apa saja sehingga dalam urusan kebangkitan tidak mengalami keraguan lagi.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 251-254
Ayat ke 251-252
Artinya:
Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.
Itu adalah ayat-ayat dari Allah, Kami bacakan kepadamu dengan hak (benar) dan sesungguhnya kamu benar-benar salah seorang di antara nabi-nabi yang diutus.
Akhirnya langkah Muslimin dan bantuan ilahi telah menyebabkan kelompok kecil ini menang atas tentara besar Jalut, dan remaja yang berusia muda, namun beriman dan pemberani bernama Dawud telah berhasil membunuh pimpinan musuh. Sebagai penghargaan atas keberanian dan keimanan Dawud, ia dilantik sebagai Nabi dan diajarkan kepadanya ilmu dan hikmah. Sedemikian banyak kemuliaan yang diberikan kepadanya, sehingga Sulaiman menjadi putranya.
Kisah yang dipaparkan dalam lima ayat ini adalah untuk menguatkan jiwa dan memberikan semangat, sekaligus juga untuk memberikan pengingatan kepada kaum Muslimin yang mengungsi dari Mekah dan rumah-rumah mereka yang terdiri dari kelompok kecil serta tak memiliki harta benda agar mengatakan kepada orang-orang Musyrik Mekah: "Muhammad mempunyai kelayakan dan keunggulan untuk menjadi Nabi kami biarpun banyak orang lain yang kaya dan berstatus tinggi di kota Mekkah ini."
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Selagi seseorang menunjukkan potensi dan kelayakannya, maka ia tidak akan mendapat karunia ilahi. Dawud mencapai makam nubuwwah (kenabian) dengan bermujahadah (berusaha) di jalan Allah.
2. Jika berjihad dengan musuh tidak diwajibkan, niscaya kefasadan dan kerusakan akan menyelimuti dunia, maka kita tidak harus khawatir atau takut mati terbunuh di jalan Allah.
3. Dari peristiwa ini kita mempelajari bahwa terdapat beberapa faktor kemenangan; pimpinan yang matang dan layak, pengikut yang Mukmin, tawakkal kepada Allah, kesabaran dan ketabahan, memiliki motivasi Ilahi dalam perang.
Ayat ke 253
Artinya:
Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. Dan Kami berikan kepada Isa putera Maryam beberapa mukjizat serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir. Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya.
Ayat sebelum ini menyinggung bahwa Allah Swt telah memberikan hikmah dan kekuasaan kepada Nabi Dawudas. Ayat ini menyinggung soal perbedaan kedudukan atau martabat para Nabi yang menyatakan bahwa kedudukan atau martabat para Nabi tidaklah sama atau sederajat, melainkan sebagian lebih tinggi dari sebagian lainnya. Seperti halnya Nabi Musa yang berbicara dengan Allah tanpa perantara atau pun Nabi Isa yang selalu mendapat dukungan Malaikat Jibril.
Selanjutnya ayat ini menyentuh soal satu sunnah Ilahi yang pentin berkaitan dengan hubungan dengan masyarakat dan menyatakan bahwa masyarakat bebas memilih jalan hidup mereka. Mereka dapat beriman atau musyrik, condong kepada Nabi tertentu ataupun mengimani risalah Nabi lainnya. Jelas sekiranya Allah menghendaki, Ia dapat mencegah pertikaian dan perselisihan masyarakat dan memaksakan mereka berjalan di satu rel, namun sunnah Allah adalah masyarakat dibebaskan untuk memilih beriman atau mengingkari agama.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sebuah agama akan memiliki nilai jika dipilih atas dasar kehendak sendiri. Maka dengan ini, perbedaan pendapat masyarakat dalam hal ini merupakan perkara yang biasa dan mengikut pilihan mereka.
2. Allah Swt mengutus para Nabi beserta argumen. Penolakan masyarakat adakalanya dikarena hawa nafsu, adakalanya karena kebodohan dan tidak adanya informasi.
Ayat ke 254
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.
Ayat ini merupakan ancaman atau peringatan untuk orang-orang Mukmin bahwa selagi kalian masih berada di dunia, maka gunakanlah kesempatan dan sediakanlah bekal untuk hari kiamat kalian. Lakukanlah transaksi dengan Allah di dunia dan infakkanlah sebagian dari harta kalian untuk orang lain, karena di hari kiamat kelak, tiada lagi transaksi dan perdagangan sehingga dapat menjadi penolong kebahagiaan dan meyelamatkan kalian dari siksa. Janganlah kalian berharap kepada para pembesar kalian, karena di sana nanti tidak ada seorang pun yang dapat membantu kalian dan tidak ada syafaat.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Apa yang kalian punya bukanlah milik kalian, kamilah yang memberinya kepada kalian.
2. Kami telah katakan bahwa infakkanlah sebagian dari apa yang kami berikan, bukannya semua harta kalian.
3. Infak tersebut pada hari kiamat nanti lebih baik bagi kalian dibanding dengan setiap kawan dan sahabat.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 246-250
Ayat ke 246-247
Artinya:
Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka: "Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah". Nabi mereka menjawab: "Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang". Mereka menjawab: "Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari anak-anak kami?". Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, merekapun berpaling, kecuali beberapa saja di antara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang zalim.
Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu". Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa". Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.
Pasca Nabi Musa as, Bani Israil kembali berada di bawah dominasi tiran atau thagut dikarenakan jiwa hedonisme mereka. Akhirnya mereka kehilangan tanah airnya sampai pada masa di mana sebagian dari mereka memutuskan untuk menentang tiran guna menyelamatkan diri dari keterlunta-luntaan yang mereka alami. Maka dari itu, mereka meminta kepada Nabi zaman itu supaya memilih seorang raja atau panglima yang memimpin perang melawan tiran. Meskipun Nabi melihat latar belakang Bani Israil, beliau tahu bahwa mereka tidak serius untuk berperang.
Namun supaya tidak ada lagi alasan buat mereka, maka Nabi tadi melantik Thalut seorang pemuda miskin dan penggembala binatang ternak sebagai panglima. Bani Israil manakala melihat yang dilantik jadi panglima bukan dari salah seorang pembesar kaum melainkan seorang pemuda miskin, maka mereka menolak kepemimpinan Thalut dan bahkan mereka mengaku lebih layak dari pada Thalut, padahal perang memerlukan lengan yang kuat dan strategi dan rencana yang baik, dimana hal itu lebih banyak terdapat pada diri Thalut dibanding lainnya dan karena alasan inilah Allah Swt melantik Thalut sebagai Panglima.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jihad untuk membela diri dan keluarga atau tanah air merupakan salah satu jenis dari jihad di jalan Allah.
2. Politik tidak terpisahkan dari agama. Disepanjang sejarah, para Nabi telah banyak berupaya untuk menyelamatkan ummat dari cengkeraman para penguasa dzalim dan mendirikan pemerintahan yang adil.
3. Kriteria benar untuk menerima tanggung jawab adalah kemampuan jasmani, keluasan pengetahuan untuk menunaikan tugas tadi, bukannya jumlah harta atau popularitas dan kedudukan.
Ayat ke 248
Artinya:
Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.
Manakala kaum Bani Israil yang bersifat keras kepala dan tidak bersedia menerima kepemimpinan Thalut, untuk merayu mereka supaya tunduk kepada perintah Allah, Nabi mereka mengatakan: "Wahai Bani Israil, ketahuilah bahwa Allah Swt akan mengembalikan kotak suci Bani Israil kepada kalian melalui Thalut. Kotak tersebut adalah kotak yang pernah digunakan oleh ibu Nabi Musa sebagi tempat bayinya (Nabi Musa) dan atas perintah Allah, ia melepaskannya di Sungai Nil.
Dengan cara inilah Allah Swt menyelamatkan Musa dari tentara Fir'aun, namun karena bayi itu sampai ke istana Fir'aun, maka lahirlah perasaan cinta di dalam jiwa Fir'aun dan isterinya kepada bayi tadi (Nabi Musa). Peti atau kotak itu disimpan di istana Fir'aun dan tatkala Musa dilantik sebagai utusan Allah (Nabi), Musa meletakkan kitab Taurat di dalamnya dan ketika hendak meninggal dunia, Musa menyimpan baju besi dan beberapa barang miliknya di kotak itu, dan mengamanatkannya kepada kaumnya.
Kotak ini disisi Bani Israil memiliki nilai sakral tersendiri dan dikultuskan. Mereka membawanya ke medan pertempuran untuk menjadi benda penenang dan penguatan spirit para tentara. Namun kotak itu jatuh ke tangan musuh dan hal ini membuat sedih Bani Israil. Sampai pada masa Thalut, dengan bantuan Tuhan, peti itu kembali ke pangkuan Bani Israil dan menjadi kebanggaan mereka.
Ayat ke 249
Artinya:
Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: "Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka dia adalah pengikutku". Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: "Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya". Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar".
Dalam ayat sebelum ini, telah dibicarakan bahwa ketika Allah Swt memilih Thalut sebagai komandan kaum Bani Israil, para pemuka atau tokoh masyarakat tidak bersedia menerimanya dan membuat alasan-alasan untuk lari dari perang. Dalam tahap berikutnya, kelompok yang menerima kepemimpinan Thalut bersama-sama Thalut keluar dari kota, namun guna menguji kadar kesetiaan dan ketaatan mereka, Thalut menjadikan sungai sebagai alat untuk menguji mereka dan berkata: "Para sahabat sejatiku adalah orang-orang yang bisa bertahan untuk tidak minum kendati mengalami kehausan melainkan hanya boleh mengambil air dengan telapak tangan terbuka dan membasahi mulutnya.
Ayat ini menyatakan bahwa banyak sekali orang yang tidak berhasil dalam ujian ini dan ketika mereka melihat air, serta-merta mereka tidak dapat bersabar untuk tidak meminumnya. Dalam tahapan ketiga, ketika berada berhadap-hadapan dengan musuh, mereka menyatakan takut dan merasakan tak berdaya menghadapi tentara Jalut dan hanya orang-orang Mukmin hakiki yang jiwa mereka sudah terpatri dengan keimanan kepada Allah saja yang istiqamah dan tetap tegah serta tidak takut menghadapi lautan tentara musuh.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Makanan dan minuman merupakan salah satu dari barang ujian Allah Swt, bukan hanya menjauhi yang haram saja, melainkan adakalanya harus menjauhi yang halal supaya para pengikut sejati dapat diketahui dari pengikut-pengikut palsu.
2. Keimanan pada hari akhir dan janji-janji Ilahi meningkatkan kemampuan manusia dalam menghadapi kesulitan.
3. Dalam perjuangan, poin yang penting adalah berlanjutnya perlawanan dan ketabahan. Dalam perlawanan Thalut dan Jalut, banyak sekali orang yang berslogan besar untuk berjuang melawan thagut (tiran), namun sedikit saja dari mereka yang bersedia berhadapan dengan musuh.
Ayat ke 250
Artinya:
Tatkala Jalut dan tentaranya telah nampak oleh mereka, merekapun (Thalut dan tentaranya) berdoa: "Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir".
Sebagaimana yang telah kami sebutkan bahwa Bani Israil manakala menyaksikan Jalut dan tentaranya, mereka jadi takut dan hanya para pengikutnya yang beriman secara seutuhnya bersedia berperang. Namun mereka juga tahu bahwa tanpa bantuan-bantuan ilahi, maka kemenangan ke atas tentara kuat Jalut merupakan hal yang mustahil. Maka dengan itu, mereka meminta pertolongan dari Allah dan memohon dari-Nya agar memberikan kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi musuh-musuhnya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Doa akan berfungsi bila diiringi dengan upaya atau usaha. Bukannya doa menggantikan tempat upaya. Para sahabat sejati Thalut bergerak menujuk ke medan laga, dan selanjutnya mengangkat tangan berdoa untuk meraih kemenangan.
2. Tujuan orang-orang yang beriman adalah kemenangan kebanaran terhadap kebatilan, bukannya untuk mendapat keunggulan kaum atau etnis atas kaum lainnya. Oleh karenanya para sahabat Thalut meminta dari Allah agar memberikan kemenangan terhadap orang-orang Kafir.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 238-245
Ayat ke 238-239
Artinya:
Peliharalah segala shalatmu dan peliharalah shalat wusthaa. Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.
Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau bekendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
Manusia yang sehat adalah manusia yang jasmani dan ruhnya mendapat santapan yang sehat dan berkesinambungan. Jika beberapa hari, makanan yang bergizi tidak masuh ke tubuh kita, maka kita akan menderita sakit. Demikian pula jiwa kita, untuk tumbuh dan berkembang serta mendekat kepada sumber alam semesta, memerlukan hubungan yang berkelanjutan dengan Tuhan yang Maha Esa.
Oleh yang demikian, mendirikan shalat tak ubahnya seperti porsi makanan seharian. Setiap hari dalam beberapa giliran telah diwajibkan untuk kita agar jasmani dan jiwa kita dapat mencapai kesempurnaan dan pertumbuhan. Selain itu, jiwa dapat terjauhkan dari kekotoran dan tumbuh segar. Atas dasar tadi, ayat al-Quran menekankan pemeliharaan faridhah (kewajiban) ilahi ini dalam semua keadaan, baik dalam perang, takut terhadap musuh, dan dikarenakan dalam kondisi mencekam itu, penunaian shalat tidak mungkin terlaksana secara sepenuhnya, sebagaimana dalam keadaan normal, maka Allah Swt menerima penunaian shalat dalam bentuk yang memungkinkan.
Dari ayat tadi, kita dapat memetik pelajaran bahwa perlunya manusia kepada shalat bersifat abadi dan senantiasa, bahkan sekalipun dalam situasi perang, shalat bukan hanya tidak mengganggu proses perang, malah menjadi faktor pengokoh jiwa prajurit.
Ayat ke 240-242
Artinya:
Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut'ah menurut yang ma'ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.
Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya (hukum-hukum-Nya) supaya kamu memahaminya.
Ayat-ayat ini sekali lagi menyinggung soal keluarga dan memberikan pesan mengenai wanita-wanita yang ditinggal mati oleh suami mereka ataupun mereka itu berpisah dari suami mereka karena perceraian. Jika wanita bersabar hingga satu tahun untuk tidak kawin setelah ditinggal mati oleh suaminya sebagai rasa hormat kepada mantan suaminya, maka biaya hidupnya harus dijamin dan dipenuhi dengan cara yang baik dan tak seorangpun yang berhak mengeluarkannya dari rumah suaminya.
Demikian pula, bila setelah berakhirnya masa empat bulan dan sepuluh hari, ia berkenan kawin dengan lelaki lain, maka tak seorangpun yang berhak melarangnya dan bebas memilih calon suaminya. Manakala itu al-Quran menyatakan laki-laki Mukmin di saat bercerai, selain memberikan mas kawin, juga memberikan hadiah yang baik dan pantas supaya sebagian dari kepedihan dan kepahitannya dapat terobati.
Dari tiga ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Islam memberikan perhatian besar tentang hak wanita di dalam keluarga dan melihat pemenuhan biaya hidupnya secara baik bahkan selepas kematian suami atau telah bercerai dengannya, sebagai perkara yang penting dan diperlukan.
2. Wanita bebas memilih suami yang pantas buatnya dan kehormatan dan kepribadiannya harus dipelihara di dalam keluarga.
Ayat ke 243-244
Artinya:
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang ke luar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka: "Matilah kamu", kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.
Dan berperanglah kamu sekalian di jalan Allah, dan ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Ayat ini mula-mula mengisahkan riwayat suatu kaum yang tidak bersedia membela agama dan keyakinan mereka di hadapan musuh dan mereka meninggalkan kampung halaman karena perasaan takut mati. Namun Allah Swt untuk memahamkan dan menyadarkan mereka bahwa kematian tidak hanya terjadi di medan jihad atau front pertempuran, melainkan kematian dapat datang dimanapun juga, Allah Swt yang mematikan dan menghidupkannya kembali untuk peringatan bagi ummat yang akan datang.
Selanjutnya ditujukan kepada Muslimin, Allah Swt berfirman yang artinya, "Ambillah pelajaran dari peristiwa ini dan ketahuilah bahwa lari dari perang bukan berarti lari dari kematian, malah seringkalinya, lari itu sendiri menyebabkan turunnya kemarahan dan siksa Allah. Maka perangilah musuh-musuh Allah dan ketahuilah bahwa Allah mengetahui semua kepahitan disebabkan jihad, dan memberikan imbalan kepada mereka yang berjihad."
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menghidupkan orang-orang mati di hari kiamat bukanlah perkara yang mustahil. Allah Swt di dunia, sekian kali telah menghidupkan orang-orang yang telah mati.
2. Mungkin saja seseorang dapat lari dari kancah peperangan, namun lari dari kehendak Ilahi tidak ada artinya.
3. Jihad di jalan pembelaan agama, bukan berarti ekspansi wilayah atau menunjukkan kekuatan serta penjajahan.
Ayat ke 245
Artinya:
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
Ayat yang sebelum ini kita bahas, mengajak orang-orang Mukmin untuk berjihad di jalan Allah. Dikarenakan perang selain memerlukan pengorbanan nyawa juga memerlukan bantuan-bantuan finansial rakyat, maka dari itu, ayat ini merangsang orang-orang Mukmin untuk memberikan harta di jalan Allah dengan ungkapan indah pemberian hutang kepada Allah.
Akan tetapi, memberikan hutang kepada Allah tidak hanya khusus untuk jihad, melainkan segala infaq dan bantuan untuk masyarakat lemah setara dengan manusia yang memberikan hutang atau pinjaman kepada Allah dan Allah Swt akan memulangkannya di dunia dan akhirat dengan berlipat ganda. Mengapa demikian? Rezeki kita berada ditangan-Nya dan apa yang kita belanjakan di jalan-Nya, maka akan tercatat disisi-Nya dan pada saatnya yang tepat, akan diganti dengan lipat ganda.
Dari ayat ini, kita dapat memetik pelajaran bahwa jika kita yakini keluasan dan kesempitan rezeki berada di tangan Allah, maka kita akan mudah membelanjakannya di jalan-Nya atau paling tidak kita utangkannya kepada orang lain dan dalam hal ini, kita tidak merasa menebar budi dan minta balasan karena balasannya akan kita terima dari Allah Swt.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 233-237
Ayat ke 233
Artinya:
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan.
Keluarga adalah tonggak setiap masyarakat dan segala bentuk kegoncangan di dalamnya akan melahirkan problema dalam masyarakat itu. Anda ingat bahwa dalam ayat-ayat sebelum ini, pembalasan kita berkisar pada perceraian wanita dan laki-laki, dalam ayat ini nasib anak-anak khususnya para bayi setelah perceraian, akan dijelaskan. Ayat ini dengan memperhatikan emosional para ibu dan pentingnya pemberian air susu ibu (asi) untuk anak, menganjurkan penyusuan anak selama dua tahun penuh, sekalipun ibunya sudah bercerai dengan suaminya ataupun si ayah sudah meninggal dunia, ibu harus memperhatikan hak anak dan perselisihan antara dirinya dengan suaminya jangan menyebabkan terganggunya jasmani maupun jiwa anak.
Namun di balik itu, si ayah juga memiliki tanggungjawab terhadap anaknya yaitu menyediakan keperluan makanan dan sarana kesejahteraan untuk isteri dan juga anaknya dan janganlah merugikan mereka.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pemeliharaan anak adalah wajib hukumnya bagi kedua orang tua dan sekiranya terjadi perceraian, maka anak tidak boleh menjadi korban perceraian tadi.
2. Dalam pemerintahan Islam, lali-laki bertanggungjawab memenuhi keperluan-keperluan mendasar keluarga dan wanita tidak memiliki tanggungjawab mengenai pemenuhan biaya hidup.
Ayat ke234
Artinya:
Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya, beriddah empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka, menurut apa yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.
Selain perceraian, salah satu perkara yang menyebabkan perpisahan determinatif wanita dari suaminya adalah kematian suaminya yang terjadi karena proses alamiah. Di kalangan berbagai kaum dan bangsa, dalam kasus di mana isteri ditinggal mati oleh suami mereka, terdapat sikap yang berbeda antara satu dengan lainnya. Sebagian berkeyakinan bahwa apabila suami meninggal, isteri harus ikut meninggal dengan dikuburkan hidup-hidup bersama suaminya dan sebagaian kaum lainnya melarang isteri yang ditinggal mati suaminya untuk kawin lagi, sementara sebaliknya, ada yang membolehkan isteri yang ditinggal mati oleh suaminya langsung kawin lagi dengan laki-laki lain.
Di tengah-tengah ifrat dan tafrit (ekstrim berlebihan dan berkurangan), agama Islam guna memelihara kehormatan mantan suami yang meninggal dan menentukan kehamilan si isteri, memandang pentingnya menunggu untuk beberapa masa. Namun Islam mengizinkan kepada wanita itu setelah selesai masa penantian (iddah) untuk menikahi laki-laki yang ia sukai dan ia tidak perlu memperhatikan pandangan dan pendapat orang lain.
Ayat ke235
Artinya:
Dan tidak ada dosa bagimu meminang wanit-wanita itu dengan sendirian atau kamu mnyembunyikan keinginan mengawini mereka dalam hatimu, Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadkaan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan kepada mereka perkataan yang ma'ruf. Dan janganlah kamu ber'azam bertetap hati untuk beraqad nikah sebelum habis iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepadaNya dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
Sebagai lanjutan ayat sebelumnya yang mengizinkan para isteri yang ditinggal mati suami mereka untuk menikah lagi sesuai dengan yang diinginkan, ayat ini menyatakan, sekalipun akad pernikahan tidak diperbolehkan dalam masa terbatas yang dijelaskan tadi, namun tindakan kaum lelaki untuk meminang dan berunding sebagaimana wajarnya sebelum perkawinan, bukanlah perkara yang dilarang. Akan tetapi dengan syarat pertemuan-pertemuan tadi dilakukan dalam bingkai yang sesuai dan baik serta cocok dengan kondisi isteri yang sedang berkabung dan berduka karena ditinggal mati suaminya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Islam adalah agama fitrah. Setiap manusia secara fitrah cenderung untuk menikah. Oleh karena itu, Islam bukan hanya tidak menentang keinginan ini, melainkan juga menyediakan peluang yang seirama dengan syariat sebelum perkawinan.
2. Hendaknya, janji dan pertemuan-pertemuan rahasia untuk perkawinan dan juga perkataan dan perilaku yang tidak senonoh dihindari sebelum perkawinan.
Ayat ke 236-237
Artinya:
Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.
Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan.
Dua ayat ini menekankan soal pemeliharaan hak isteri saat perceraian dan menyatakan, seandainya dalam catatan perkawinan, kalian tidak menentukan mas kawin, maka dengan kalian memberikan hadiah yang sesuai sekadar kemampuan keuangan kalian, maka hadiah itu dapat mengobati kepahitan perceraian, dan ini adalah cara orang-orang yang baik dan saleh. Dan jika kalian telah menentukan jumlah mas kawin dan kalian telah menggauli mereka, maka kalian harus memberikannya secara penuh, kendati satu hari, dan jika kalian belum mencampuri mereka, maka lebih baik juga kalian berikan mas kawinnya secara penuh dan ini menandakan kedermawanan dan kemuliaan diri, dan paling tidak, anda berikan separuh atau sebagian darinya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Keluarga Qurani adalah keluarga yang sekalipun telah bercerai, mereka tidak melupakan akhlak dan kemuliaan insani.
2. Dalam perceraian atau talak, kedua pihak selain harus menunaikan hak yang wajib, mereka dianjurkan supaya berpisah dengan kebesaran diri dan pengorbanan, bukannya dengan kebencian dan dendam serta pemberontakan.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 224-232
Ayat ke 224-225
Artinya:
Janganlah kamu jadikan nama Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan mengadakan islah di antara manusia dan Allah maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud untuk bersumpah, tetapi Allah menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang disengaja untuk bersumpah oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha penyantun.
Sebagaimana dalam kitab-kitab tafsir disebutkan antara menantu dan anak perempuan salah seorang sahabat NabiMuhammad Saw terjadi perselisihan. Sahabat Nabi itu bersumpah, bahwa tidak akan ikut campur untuk menengahi dan mendamaikan mereka. Ayat ini kemudian turun dan menyatakan, janganlah kalian jadikan sumpah sebagai jalan untuk lari dari tanggung jawab. Yaitu mendamaikan masyarakat dan janganlah kalian berlepas tangan dari perbuatan-perbuatan baik lantaran sumpah-sumpah yang tidak pada tempatnya. Malah sumpah-sumpah semacam tadi secara dasarnya tidaklah memiliki nilai dan Allah memaafkan orang yang melanggarnya. Allah Swt mengampuni kekhilafan-kekhilafan yang muncul dari ketidaksadaran dan kosongnya pikiran.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Janganlah kita jadikan sumpah sebagai penghalang perbuatan baik, hendaknya nama Allah dimuliakan dan dihormati dan janganlah kita manfaatkan nama-nama Allah itu untuk urusan hina dan sepele.
2. Kalian hendaknya mencontohi Tuhan, yaitu memaafkan omongan atau ucapan yang dikeluarkan atas dasar kemarahan dan khilaf dan janganlah kalian membalas dendam kepadanya.
Ayat ke 226-227
Artinya:
Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan lamanya. Kemudian jika mereka kembali kepada isterinya, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Salah satu dari kebiasaan buruk yang ada di kalangan orang Arab sebelum Islam, adalah sebagian laki-laki guna meletakkan istrinya dalam posisi sulit dan tertekan, mereka bersumpah untuk tidak mendatangi mereka dan membiarkan mereka tanpa kejelasan, bukannya diceraikan sehingga wanita itu bebas, dan tidak menjadi istri yang bermanfaat. Islam dalam rangka memerangi tingkah laku buruk ini, mengumumkan bahwa barang siapa bersumpah semacam ini, hanya berkesempatan empat bulan untuk memastikan nasib istrinya, atau mereka boleh melanggar janji dan kembali hidup seatap dengan istri-istri mereka kalau sudah tidak memungkinkan lagi hidup seatap, maka secara resmi, ia harus menceraikannya.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Salah satu dari tugas para Nabi adalah memutuskan tradisi-tradisi jahiliyah dan khurafat dalam rangka memperbaiki kondisi masyarakat.
2. Islam menerima penceraian dengan segala kepahitan dan penderitaannya, akan tetapi Islam menolak prilaku membiarkan wanita tanpa kejelasan nasibnya. Namun dengan syarat, perceraian yang ada maslahatnya untuk keluarga, bukannya perceraian yang berpijak pada perbudakan hawa nafsu laki-laki atau wanita yang nanti di Hari Qiyamat harus dipertanggung jawabkan.
3. Kendati pengaturan rumah tangga berada di pundak laki-laki, namun laki-laki tidak berhak bersikap arogan atau mengganggu istrinya.
Ayat ke 228
Artinya:
Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri(menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya , jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada isterinya. Dan Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana.
Ayat ini dalam rangka memelihara kehormatan keluarga dan anak anak, menjelaskan bahwa sekiranya terjadi perceraian, maka wanita mesti bersabar untuk tidak kawin dengan orang lain sehingga sekiranya mengandung anak dalam perutnya, maka dalam jangka waktu tiga bulan tersebut menjadi jelas dan hak anak terpelihara dan mungkin saja, bayi itu membuka peluang bagi menyelesaikan sengketa. Kedua, alangkah besar kemungkinannya, wanita dan laki-laki menyesali keputusan untuk berpisah dan menginginkan untuk memulai kembali kehidupan keluarga dan sudah barang tentu, suami pertama lebih utama dari laki-laki lain.
Bagian akhir ayat mengingatkan satu poin penting kepada suami istri yang hendak berpisah sebagai jalan buat mencabut akar kebencian dan dendam serta mewujudkan ishlah antara mereka berdua. Pertama, al-Quran menyatakan kepada pihak lelaki, sekalipun istri-istri kalian memiliki tanggung jawab soal rumah tangga dan keluarga, namun sebesar itu pula, kalian para suami memiliki tanggung jawab kemanusiaan, yang harus kalian tunaikan dengan baik. Kemudian al-Quran mengatakan kepada pihak wanita, manajemen rumah tangga dan urusannya adalah tanggung jawab lelaki dan dalam hal ini, lelaki lebih utama dari wanita.
Ayat ke 229
Artinya:
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma;ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya, itulah hukum hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya, barang siapa yang melanggar hukum hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zalim.
Menyusul ayat sebelumnya yang mengatakan, wanita harus bersabar selama tiga bulan setelah bercerai, sehingga kalau ada anak di perut dapat menjadi jelas dan jika pihak lelaki menyesali keputusannya untuk berpisah, maka memungkinkan baginya untuk kembali ke istrinya. Ayat ini menyatakan, kendati laki-laki hanya berhak menceraikan istrinya dua kali dan rujuk (kembali) kepadanya dan jika pada kali ketiga, maka tidak memungkinkan lagi baginya untuk kembali.
Kemudian al-Quran mengingatkan satu dasar umum ditujukan untuk laki laki yang diperlukan bagi mengatur keluarga bahwa hendaknya kalian serius menjalani kehidupan dan bermuamalah dengan istri secara terpuji dan baik, atau kalau karena berbagai alasan, kalian tidak mungkin melanjutkan hidup dengannya, maka bebaskanlah ia dengan baik, akan tetapi, kalian harus membayar mas kawinnya, namun sekiranya pihak istri yang menuntut cerai, maka ia dapat membebaskan pembayaran mas kawin tadi dan bercerai dengannya. Namun bagaimanapun juga, laki-laki tidak berhak menyempitkan kehidupan istrinya sehingga istrinya terpaksa merelakan mas kawinnya dan menuntut cerai darinya.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Selain dari hak kemanusian istri, hak miliknya juga harus diperhatikan, dan laki-laki tidak boleh merampas harta dan mas kawin istrinya.
2. Bila mana perceraian sudah tidak dapat dihindari lagi, maka perceraian itu hendaknya disertai ihsan dan kebaikan bukan dengan kebencian dan dendam.
3. Keluarga bahagia, adalah keluarga yang hubungan antar anggotanya berlandaskan undang undang ilahi, akan tetapi jika hubungan itu berlanjut dengan dasar dosa, maka perceraian lebih baik dari berlanjutnya keluarga itu.
Ayat ke 230-232
Artinya:
Kemudian jika sisuami mentalaknya (sesudah talak yang kedua). maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain itu menceraikan, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum hukum Allah. Itulah hukum hukum Allah, diterangkan -Nya kepada kaum yang mau mengetahui.
Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). Janganlah kamu merujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka, barang siapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri, janganlah kamu jadikan hukum hukum Allah sebagai permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang diturunkan Allah kepadamu yaitu al-kitab dan al hikmah, Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah maha mengetahui segala sesuatu.
Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis iddahnya, maka janganlah kamu(para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila terdapat kerelaaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.
Dikarenakan Islam menghormati keinginan-keinginan yang tidak melanggar syariat dan fitrah, maka agama sempurna ini menyambut baik segala bentuk ishlah (perdamaian) guna kembalinya wanita dan laki-laki serta pertumbuhan anak anak di pelukan orang tua, dengan itulah, islam mengijinkan, jika wanita kawin dengan lelaki lain, kemudian berpisah dengannya, dan bersepaham dengan suami pertamanya, ia boleh kembali membina rumah tangga dengan suami pertamanya itu dan tidak jauh kemungkinan, kehidupan itu menjadi manis dan harmonis. Jelas sekali, para wali wanita atau lain lainnya tidak berhak menghalangi atau melarangnya dan kesepakatan wanita dan lelaki itu sudah cukup untuk perkawinan kembali bagi syahnya akad nikah.
Dari ayat ini kita dapat memetik pelajaran bahwa, pendapat wanita dalam memilih suami harus dihormati dan diperlukan dan pada dasarnya, tonggak perkawinan adalah kesepakatan dan kerelaan dua pihak dengan cara terpuji dan baik.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 219-223
Ayat ke 219-220
Artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu; dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Kaum Muslimin menanyakan kepada Rasul Saw tentang tiga persoalan yang mereka alami dan Rasul Saw memberikan jawaban pertanyaan-pertanyaan itu berdasarkan wahyu, bukan dari diri sendiri. Salah satu kebiasaan buruk bangsa Arab sebelum Islam ialah meminum minuman keras dan main judi. Oleh yang demikian, sebagian Muslimin menanyakan hukum Islam mengenai minumam keras dan judi. Rasul berkata, meskipun, menjual minuman keras dan berjudi memberikan keuntungan yang besar bagi sebagian dari kalian, namun keburukan dan kekejian dua perkara itu lebih besar dari keuntungan lahiriyahnya, maka tinggalkan pekerjaan itu.
Pertanyaan lain Muslimin adalah mengenai kadar infak dan bantuan terhadap orang lain, yaitu apakah yang harus diinfakkan dan sebesar mana. Dalam jawaban pertanyaan ini, Rasul Saw menjawab pertanyaan ini berdasarkan wahyu ilahi, "Apa saja yang terlebih dari keperluan kalian, infakkanlah! Bukannya semua harta kalian sehingga kalian jatuh miskin dan bukan juga kalian acuh tak acuh terhadap orang-orang yang tertindas, sehingga orang lain menjadi memerlukan. Akan tetapi, peliharalah sikap pertengahan dan keseimbangan.
Pertanyaan-pertanyaan lain yang diajukan kepada Rasul Saw mengenai metode pemeliharaan anak-anak yatim, karena sebagian Muslimin dikarenakan takut hartanya bercampur dengan harta anak-anak yatim, sampai-sampai mereka memisahkan piring makanan mereka dan hal ini melahirkan kesulitan-kesulitan bagi mereka. Rasul Saw dalam menjawab pertanyaan ini dengan merujuk kepada wahyu ilahi. Apa yang penting adalah memperbaiki urusan anak-anak yatim agar tidak terlantar dan dirugikan, bukannya karena takut harta mereka tercampur dengan harta anak yatim, mereka berlepas tangan dari mengayomi mereka ataupun meninggalkan anak-anak yatim itu sendirian.
Tercampurnya kehidupan mereka dengan kehidupan kalian, jika tidak merugikan harta anak-anak yatim itu, dan niat kalian bukanlah untuk menyalahgunakan harta mereka, maka hal itu tidak dilarang. Ketahuilah bahwa Allah Swt memantaui kerja-kerja kalian dan orang yang berniat kebaikan dapat dibedakan dengan orang yang bertujuan buruk dan jahat dan Allah Swt tidak ingin membuat kalian tersiksa dan menderita dan memerintahkan agar kalian membedakan harta anak-anak yatim dari harta kalian sendiri, maka peliharalah diri kalian.
Dari dua ayat tadi terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam memilih pekerjaan, janganlah memilih pekerjaan yang merugikan jiwa dan spiritualitas kita walaupun penghasilannnya besar seperti membuat minuman keras dan menjualnya atau bermain judi, sedangkan Allah Swt melarang perbuatan itu.
2. Marilah kita memelihara dan menjaga keamanan serta kebebasan sosial. Allah Swt melarang minuman keras yang menyebabkan lemah dan hilangnya akal dan judi yang melahirkan ketidakamanan ekonomi dan kebencian serta kejahatan-kejahatan lainnya.
3. Harta kalian yang lebih, infakkanlah kepada orang-orang yang lemah dalam batasan yang sederhana, karena dalam batasan ini, selain anda dapat menyelamatkan kehidupan orang lain, juga kalian tidak terjatuh ke lembah israf dan mubazir.
4. Jika kita memikirkan hukum-hukum dan peraturan-peraturan ilahi, maka kita akan memahami bahwa kesemuanya berpijak pada hikmah dan kemaslahatan masyarakat. Maka janganlah kita bermalas-malasan dalam melaksanakan hukum-hukum itu.
5. Anak-anak yang tak memiliki orang tua, tidak boleh ditelantarkan dalam masyarakat melainkan masyarakat Islam itu sendiri harus mengayomi dan menjaga harta mereka.
Ayat ke 221
Artinya:
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.
Agama Islam sangat mengambil penting soal perkawinan dan pembentukan keluarga, dan menentukan syarat-syarat bagi memilih calon istri begitu juga suami. Syarat terpenting untuk memilih istri adalah keimanan dan ideologinya yang benar. Karena pengalaman telah membuktikan bahwa lingkungan keluarga dan cara bersikap dan perkataan kedua orang tua sangat memainkan peran penting dalam pendidikan anak. Sialnya, dewasa ini status sosial dan kekayaan individu telah menduduki peran menentukan dalam memilih suami ataupun istri. Sementara nilai-nilai spiritual sudah tidak lagi memiliki peran besar dalam perkara sakral ini.
Namun dari sudut pandang agama, seorang budak yang beriman yang dari kaca mata sosial, tergolong dalam barisan terendah, adalah lebih utama dari seorang merdeka yang tidak beriman. Karena, kriteria kemuliaan dan keutamaan dalam perspektif Islam adalah kesucian dan keimanan, bukannya harta dan pangkat.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pertalian suci perkawinan harus dilaksanakan atas dasar iman, supaya dapat menelorkan generasi yang bersih dan sehat kepada masyarakat.
2. Dalam memilih istri ataupun suami, hendaknya kita memperhatikan nilai-nilai spiritual, bukan kejelitaan jasmaniah atau sisi-sisi kebendaan yang cepat sirna. Kita harus memikirkan akibat perbuatan bahwa perkawinan suci adalah tangga menuju surga atau sebaliknya ke Neraka.
Ayat ke 222-223
Artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.
Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.
Di antara tujuan perkawinan, adalah untuk memiliki anak demi kelanggengan generasi manusia yang mana dalam merealisasikannya, laki-laki dan wanita, keduanya sama-sama berperan. Namun, alam penciptaan, telah menyerahkan tanggungjawab penting pembimbingan anak bahkan sebelum kelahiran ke pundak wanita. Al-Quran dalam ungkapan yang indah dan gamblang, mengumpamakan wanita dengan ladang pertanian yang mana benih anak diambil dari eksistensi laki-laki dan selama sembilan bulan, benih tadi dikandung di dalam perut wanita dan dilahirkan ke dunia bagaikan bibit yang keluar dari tanah dan dihaturkan ke masyarakat. Namun, ladang ini untuk menerima benih, memerlukan persiapan dan masa datang bulan (haid) adalah untuk persiapan ini.
Maka dari itu, Allah Swt memerintahkan agar kaum lelaki tidak mendatangi istri-istrinya pada hari-hari tertentu dalam setiap bulan yang mana akan mengakibatkan kerugian pada jasmani dan jiwa mereka dan tidak memiliki kesiapan untuk menghasilkan keturunan. Hendaklah kalian memikirkan untuk membina anak-anak yang saleh dan bersih dang menghaturkan mereka ke tengah-tengah masyarakat, dan ketahuilah bahwa di sisi Allah di pengadilan Hari Kiamat, kalian harus bertanggung jawab sebagai ayah dan ibu di hadapan anak.
Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Islam adalah agama yang sempurna dan lengkap dan memberikan jawaban untuk semua keperluan dan pertanyaan-pertanyaan manusia di berbagai bidang termasuk pembentukan keluarga dan memiliki anak.
2. Perintah-perintah agama bersesuaian dengan sistem penciptaan, setiap perbuatan yang menyebabkan kerugian diri dan orang lain, adalah dilarang agar keselamatan individu-individu masyarakat, baik laki-laki maupun wanita terjamin.
3. Nafsu seksual manusia harus terkendalikan dan pelampiasan nafsu haruslah dalam bingkai perkawinan, tidak selainnya.
4. Wanita dalam perspektif Islam, dalam taman yang selain sumber kedamaian, juga merupakan sarana bagi pembinaan anak-anak saleh.