
کمالوندی
Surah al-Qalam 34-41
Surah al-Qalam 34-41
إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ (34) أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ (35) مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ (36)
Sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa (disediakan) surga-surga yang penuh kenikmatan di sisi Tuhannya. (68: 34)
Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? (68: 35)
Atau adakah kamu (berbuat demikian): bagaimanakah kamu mengambil keputusan? (68: 36)
Dalam episode sebelumnya dibahas nasib buruk pemilik kebun yang merampas hak orang-orang miskin dari hasil kebun. Ayat ini membandingkan orang baik dan buruk, serta menyatakan, mereka yang bersih dalam kehidupan duniawinya, Tuhan di hari Kiamat akan memberi mereka kebun yan luas, dan memiliki hasil dan nikmat yang melimpah.
Orang yang mempunyai kebun di dunia, karena ia merampas hak orang-orang yang membutuhkan dari hasil kebunnya, maka kebunnya terbakar dan menjadi abu, tetapi orang yang tidak mempunyai kebun di dunia ini, karena amal saleh dan keutamaannya, akan mendapat kebun indah dan penuh keberkahan di akhirat yang tiada tandingannya. Menariknya, berbeda dengan kebun-kebun dunia yang panennya kadang tertimpa musibah, taman surga yang indah penuh dengan berkah yang tidak pernah dirugikan atau ditimpa musibah.
Lanjutan ayat tersebut menunjukkan khayalan palsu dari sebagian orang kaya, penjahat dan orang-orang yang berbuat jahat, dan mengatakan: Mereka mengira bahwa hari kiamat itu seperti dunia; Di sana, seperti di dunia, mereka akan menikmati segala macam nikmat, dan seperti orang-orang beriman yang masuk surga, mereka juga akan mendapat tempat di surga.
Menanggapi anggapan salah ini, Tuhan berfirman: Bagaimana mungkin hamba yang jujur bisa seperti orang yang memberontak dan jahat?! Bagaimana mereka bisa membuat penilaian yang salah dan memiliki ekspektasi yang salah tempat?
Dari tiga ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Baik seseorang mempunyai kebun dan hidup sejahtera, atau miskin dan melarat dan tidak berdaya, bagaimana pun yang penting adalah hendaknya ia bertaqwa, jujur, dan tekun agar ia bernasib baik di dunia dan di akhirat.
2. Hukuman dan pahala ilahi berdasarkan keadilan, dan orang baik dan buruk tidak sama di sisi Tuhan.
أَمْ لَكُمْ كِتَابٌ فِيهِ تَدْرُسُونَ (37) إِنَّ لَكُمْ فِيهِ لَمَا تَخَيَّرُونَ (38) أَمْ لَكُمْ أَيْمَانٌ عَلَيْنَا بَالِغَةٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ إِنَّ لَكُمْ لَمَا تَحْكُمُونَ (39) سَلْهُمْ أَيُّهُمْ بِذَلِكَ زَعِيمٌ (40) أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ فَلْيَأْتُوا بِشُرَكَائِهِمْ إِنْ كَانُوا صَادِقِينَ (41)
Atau adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah) yang kamu membacanya?, (68: 37)
bahwa di dalamnya kamu benar-benar boleh memilih apa yang kamu sukai untukmu. (68: 38)
Atau apakah kamu memperoleh janji yang diperkuat dengan sumpah dari Kami, yang tetap berlaku sampai hari kiamat; sesungguhnya kamu benar-benar dapat mengambil keputusan (sekehendakmu)? (68: 39)
Tanyakanlah kepada mereka: "Siapakah di antara mereka yang bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil itu?" (68: 40)
Atau apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu? Maka hendaklah mereka mendatangkan sekutu-sekutunya jika mereka adalah orang-orang yang benar. (68: 41)
Ayat-ayat sebelumnya menjelaskan penilaian keliru sekelompok manusia terkait diri mereka, dan ayat ini menyatakan, "Mereka yang menganggap dirinya ahli surga dan meyakini memiliki posisi di sisi Tuhan dan juga mendapat pahala, apakah mereka memiliki argumentasi dari keyakinannya tersebut? Ataukah mereka memiliki bukti dari kitab samawi atas anggapannya tersebut bahwa di hari Kiamat mereka akan satu level dengan orang-orang beriman dan bertakwa? Ataukah mereka memiliki perjanjanjian dengan Tuhan, di mana berdasarkan perjanjian tersebut apa yang mereka inginkan akan dikabulkan oleh Tuhan? Siapa yang memberi jaminan kepada mereka?
Poin terakhir adalah hal-hal yang mereka sembah sebagai sekutu Tuhan dan berlindung kepada mereka dalam kehidupan, akankah mereka menjadi perantara di hari kiamat dan membawa mereka kepada keinginan mereka?
Bahkan, ayat-ayat ini bernada bertanya-tanya, menegur orang-orang yang sombong dan angkuh karena harta dan status duniawi, serta mempertanyakannya dalam beberapa hal:
Atas dasar rasional apa kalian menilai bahwa pada hari kiamat nanti kalian akan ditempatkan di samping orang yang suci dan baik?
Atas dasar kitab samawi manakah, kalian menganggap berhak mendapat pahala ilahi?
Dengan mempercayai perjanjian manakah kalian menganggap diri kalian layak mendapatkan surga ilahi?
Siapa yang memberi jaminan kepada kalian bahwa di hari kiamat, dia akan memberi syafaat kepada kalian, sehingga kalian akan duduk bersama auliya Allah?
Dari lima ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Mari kita berhati-hati untuk tidak memiliki gagasan dan ilusi yang salah tentang diri kita dan tidak menganggap diri kita sebagai penghuni surga dan penerima nikmat Tuhan tanpa alasan yang rasional dan naratif.
2. Kehendak Allah Swt tidak mengikuti keinginan dan kecenderungan manusia, di mana kita menganggap apa yang kita inginkan akan terkabul.
3. Penilaian sejati atas akhir perbuatan manusia di dunia dan akhirat adalah tanggung jawab Allah, dan tidak seorang pun berhak menghakimi dirinya sendiri maupun orang lain.
Surah al-Qalam 17-33
Surah al-Qalam 17-33
إِنَّا بَلَوْنَاهُمْ كَمَا بَلَوْنَا أَصْحَابَ الْجَنَّةِ إِذْ أَقْسَمُوا لَيَصْرِمُنَّهَا مُصْبِحِينَ (17) وَلَا يَسْتَثْنُونَ (18) فَطَافَ عَلَيْهَا طَائِفٌ مِنْ رَبِّكَ وَهُمْ نَائِمُونَ (19) فَأَصْبَحَتْ كَالصَّرِيمِ (20)
Sesungguhnya Kami telah mencobai mereka (musyrikin Mekah) sebagaimana Kami telah mencobai pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akanmemetik (hasil)nya di pagi hari, (68: 17)
dan mereka tidak menyisihkan (hak fakir miskin), (68: 18)
lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur, (68: 19)
maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita. (68: 20)
Episode sebelumnya berbicara mengenai orang kaya dan berkuasa Mekah yang menolak beriman kepada Rasulullah Saw karena kesombongan meerka, dan mereka malah menghina Rasul dan para pengikutnya. Ayat kali ini memperingatkan mereka bahwa jangan membanggakan harta dan anak-anaknya karena jika Allah Swt menginginkan, maka kalian akan kehilangan mereka dalam sekejab seperti para pemilik kebun.
Ayat-ayat ini mengisahkan tentang pemilik sebuah kebun, yang kisahnya rupanya terkenal di kalangan masyarakat Mekkah, dan Allah Swt mengutibnya; Sebuah kebun yang pemiliknya adalah seorang dermawan dan setiap tahun pada saat panen, ia membagikan sebagian hasil kebunnya kepada fakir miskin dan yang membutuhkan.
Namun ketika beliau meninggal, anak-anaknya memutuskan untuk memotong bagian orang yang membutuhkan dan merampas hasil kebun dari mereka. Atas kehendak Tuhan, petir menyambar di malam hari dan seluruh pohon di taman itu terbakar dan berubah menjadi tumpukan abu.
Dari empat ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1.Harta dan kekayaan adalah salah satu ujian Tuhan, apakah bagian dari orang yang membutuhkan telah diberikan atau tidak?
2.Mencatut bagian orang yang membutuhkan akan memicu murka Tuhan, dan membuat pemilik harta tidak mendapat rahmat Ilahi.
3.Terkadang manusia memperhitungkan dirinya sendiri, tapi hasilnya malah berbeda dengan perkiraan dan keinginannya.
فَتَنَادَوْا مُصْبِحِينَ (21) أَنِ اغْدُوا عَلَى حَرْثِكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَارِمِينَ (22) فَانْطَلَقُوا وَهُمْ يَتَخَافَتُونَ (23) أَنْ لَا يَدْخُلَنَّهَا الْيَوْمَ عَلَيْكُمْ مِسْكِينٌ (24) وَغَدَوْا عَلَى حَرْدٍ قَادِرِينَ (25) فَلَمَّا رَأَوْهَا قَالُوا إِنَّا لَضَالُّونَ (26) بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ (27) قَالَ أَوْسَطُهُمْ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ لَوْلَا تُسَبِّحُونَ (28) قَالُوا سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ (29)
lalu mereka panggil memanggil di pagi hari: (68: 21)
"Pergilah diwaktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya". (68: 22)
Maka pergilah mereka saling berbisik-bisik. (68: 23)
"Pada hari ini janganlah ada seorang miskinpun masuk ke dalam kebunmu". (68: 24)
Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka (menolongnya). (68: 25)
Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata: "Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat (jalan), (68: 26)
bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya)". (68: 27)
Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka: "Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)?" (68: 28)
Mereka mengucapkan: "Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim". (68: 29)
Melanjutkan ayat-ayat sebelumnya, ayat-ayat ini mengatakan: Para pemilik kebun, berharap dapat menuai hasil panennya yang berlimpah, memutuskan untuk pergi ke kebun pagi-pagi sekali, jauh dari pandangan orang-orang miskin dan yang membutuhkan, dan memanen buah-buahan sekaligus sebelum orang-orang miskin ini menyadarinya. Tanpa menyadari bahwa di malam hari, petir mematikan telah mengubah kebun mereka menjadi tumpukan abu, mereka bergerak menuju kebun di pagi hari. Ketika mereka sampai di kebun, mereka terkejut dan berkata bahwa mereka salah jalan dan kehilangan kebun kami, ini bukan kebun kami!
Namun tak lama kemudian, ketika mereka lebih memperhatikan, mereka menyadari bahwa mereka tidak salah jalan menuju kebun tersebut dan bahwa ini adalah kebun mereka sendiri. Sebaliknya, mereka salah dalam memilih jalan hidup yang benar. Mereka ingin merampas hak orang yang membutuhkan, tetapi dengan murka ilahi dan turunnya petir surgawi, mereka justru merampas diri mereka sendiri.
Sementara itu, salah seorang di antara mereka yang lebih bijaksana berkata kepada saudara-saudaranya: Sudah kubilang sejak awal, janganlah menjadi orang yang tidak bersyukur kepada Allah dan berikanlah hak-hak orang yang dirampas. Akhirnya, melihat kebun yang terbakar, saudara-saudara itu terbangun dan mengakui keputusan mereka yang salah. Mereka menyalahkan diri sendiri di hadapan Tuhan dan berkata: Ya Tuhan, kami telah menganiaya diri kami sendiri dan orang yang membutuhkan/kami telah merampas diri kami sendiri dan orang yang membutuhkan.
Dari sembilan ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Allah Swt meletakkan hak di harta bagi orang-orang yang membutuhkan. Jika hak ini tidak diberikan, maka murka Allah yang akan menanti.
2. Dalam budaya Islam, infak dan pengorbanan menjadi landasan untuk menerima berkah Ilahi, dan sebaliknya tamak dan pelit, akan mencegah kesuksesan manusia dan memanfaatkan harta benda tersebut.
3. Terkadang menyesal tidak ada artinya, dan tidak akan memulihkan kerugian sebelumnya. Tapi akan bermanfaat bagi masa depan supaya manusia tidak mengulangi kesalahannya.
4. Dalam menganalisa dan menyelidiki peristiwa-peristiwa yang pahit dan menyakitkan, kita tidak boleh menyalahkan Tuhan, mari kita lihat kesalahan dan kekeliruan apa yang kita sendiri lakukan sehingga kita terjebak dalam tragedi yang begitu pahit dan menyakitkan.
فَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَلَاوَمُونَ (30) قَالُوا يَا وَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا طَاغِينَ (31) عَسَى رَبُّنَا أَنْ يُبْدِلَنَا خَيْرًا مِنْهَا إِنَّا إِلَى رَبِّنَا رَاغِبُونَ (32) كَذَلِكَ الْعَذَابُ وَلَعَذَابُ الْآَخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (33)
Lalu sebahagian mereka menghadapi sebahagian yang lain seraya cela mencela. (68: 30)
Mereka berkata: "Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui batas". (68: 31)
Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita. (68: 32)
Seperti itulah azab (dunia). Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui. (68: 33)
Pemilik kebun, meskipun mengakui kesalahannya, masing-masing ingin menyalahkan satu sama lain karena Anda membuat proposal seperti itu dan menjadi penyebab masalah dan kerugian ini; Sedangkan saran orang lain bukanlah alasan untuk diamnya manusia atau menerima sudut pandangnya yang salah. Dengan cara ini, dapat dikatakan bahwa mereka semua terlibat dalam melakukan dosa ini.
Bagaimanapun, pemilik kebun menyadari kesalahan besar mereka dan mengakui kekejaman dan pemberontakan mereka. Mereka menghadap kepada Tuhan dan berkata: Kami berharap Tuhan mengampuni kami dan memberi kami kebun yang lebih baik daripada kebun ini.
Pada ayat terakhir yang berkaitan dengan kisah ini, dinyatakan dalam kesimpulan umum: Siksa Allah seperti ini dan siksa akhirat lebih besar dari itu. Maksudnya, jika kamu mabuk dan sombong karena fasilitas materi dan kekayaan serta merampas hak fakir miskin, maka kamu akan mendapat nasib buruk dunia dan akhirat, tentunya siksa akhirat semakin berat.
Dari empat ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Jangan menyalahkan orang lain saat kita ingin membenarkan kesalahan kita, serta melemparkan kesalahan kepada orang lain.
2. Pengakuan dosa, penyesalan dan taubat jika dilakuan dengan benar-benar dihadapan Tuhan, maka akan diterima; Tapi jika hanya diungkapkan dengan lisan, maka tidak akan efektif.
3. Tangan Tuhan terbuka untuk mengganti kerugian yang kita alami. Oleh karena itu, orang-orang berdosa tidak boleh kecewa dan tidak menganggap dirinya kalah selamanya.
4. Merampas hak-hak orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan akan mengakibatkan hukuman dunia dan akhirat.
Surat al-Qalam 8-16
Surat al-Qalam 8-16
فَلَا تُطِعِ الْمُكَذِّبِينَ (8) وَدُّوا لَوْ تُدْهِنُ فَيُدْهِنُونَ (9)
Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah). (68: 8)
Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu). (68: 9)
Pada tayangan sebelumnya, berkisah tentang akhlak mulia Rasulullah Saw yang menyikapi gangguan musuh, fitnah, dan makian lidah mereka dengan akhlak yang mulia, dan banyak dari mereka yang menyesal atas perbuatannya tersebut dan beriman kepada nabi karena akhlak mulia beliau.
Ayat-ayat ini memperingatkan Rasulullah agar tidak menunjukkan sikap lunak yang berlebihan untuk menarik lawan dan mengabaikan beberapa prinsip dan perintah agama.
Disebutkan dalam riwayat sejarah bahwa ketika para pemimpin Mekkah melihat bahwa Islam mengalami kemajuan pesat, maka mereka memutuskan untuk memberikan kelonggaran kepada Rasulullah agar beliau berhenti berdakwah dan mengajak masyarakat masuk Islam, namun Allah memperingatkan nabi untuk tidak menunjukkan sikap fleksibel menghadapi usulan menyesatkan musuh, sehingga musuh tidak menyuap Rasulullah dan supaya agama Tuhan tidak mengalami penyimpangan.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Berkarakter baik bukan berarti berkompromi dengan orang yang rusak dan menyimpang.
2. Para Nabi berada dalam pengawasan dan asuhan Ilahi, dan Tuhan memperingatkan mereka terkait setiap bahaya dan penyimpangan.
3. Salah satu metode lawan adalah menyuap dan memberi konsesi. Kita harus berhati-hati dan jangan sampai terjebak rencana mereka.
وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَهِينٍ (10) هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ (11) مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ (12) عُتُلٍّ بَعْدَ ذَلِكَ زَنِيمٍ (13)
Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, (68: 10)
yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, (68: 11)
yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, (68: 12)
yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya, (68: 13)
Ayat-ayat ini juga menunjukkan sifat-sifat buruk yang tidak sesuai dengan akhlak mulia dan berbunyi: Jauhi orang-orang yang jelek dan buruk akhlaknya, karena mengikuti mereka akan membawa pada penyimpangan agama.
Biasanya, orang-orang rendahan banyak bersumpah demi mencapai tujuannya dan berusaha bersumpah demi setiap tugas kecil dan besar untuk memuaskan pihak lain; Sedangkan mengatakan kebenaran dan melakukan hal yang benar tidak perlu bersumpah dan akan terlaksana dengan logika dan argumentasi.
Sifat buruk lainnya adalah suka mencari-cari kesalahan dan banyak bicara, yang biasanya digosipkan di belakang seseorang dan memperlihatkan keburukannya kepada orang lain. Terkadang mereka berusaha keras untuk memutuskan persahabatan antara dua orang dan menciptakan kebencian di antara mereka. Bukannya mengajak orang lain untuk beramal saleh, mereka malah menghalangi orang yang ingin beramal saleh dengan berbagai alasan.
Dalam hubungan sosial, mereka melampaui batas, melanggar hak orang lain, dan tidak malu melakukan perbuatan buruk dan tidak senonoh. Mereka adalah orang-orang mudah marah dan kasar serta menginginkan segalanya untuk diri mereka sendiri dan menghalangi orang lain memilikinya.
Dari empat ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Jangan tertipu oleh sumpah-sumpah lawan dan jangan percaya kepada mereka karena sumpah mereka tidak absah.
2. Beriman kepada Tuhan tidak selaras dengan akhlak dan perilaku buruk dalam hubungan sosial dan keluarga.
أَنْ كَانَ ذَا مَالٍ وَبَنِينَ (14) إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آَيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ (15) سَنَسِمُهُ عَلَى الْخُرْطُومِ (16)
karena dia mempunyai (banyak) harta dan anak. (68: 14)
Apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: "(Ini adalah) dongeng-dongengan orang-orang dahulu kala". (68: 15)
Kelak akan Kami beri tanda dia di belalai(nya). (68: 16)
Ayat tersebut menunjuk pada salah satu akar sifat keras kepala dan penentangan terhadap agama serta terjerumus dalam akhlak yang buruk dan menyatakan, memiliki harta yang banyak dan mempunyai bangsa dan suku yang kuat menyebabkan sebagian dari orang-orang ini menentang agama Allah dan berharap orang-orang yang beriman mengikuti mereka.
Kesombongan dan kecongkakan yang disebabkan oleh kekayaan dan kekuasaan membuat sebagian orang menganggap ayat-ayat al-Qur'an sebagai legenda lama dan memperkenalkannya sebagai ciptaan pikiran Nabi untuk menghalangi orang lain beriman kepada Tuhan dan Nabi.
Namun Allah telah berjanji bahwa mereka akan gagal dalam tugas ini dan dengan fitnah serta perbuatan buruk mereka, agama Allah tidak akan melemah.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Kesombongan akibat kekayaan dan kekuasaan akan membuka peluang penyimpangan dari agama dan mendustakan kebenaran. Oleh karena itu, orang berkuasa dan kaya berada di barisan pertama yang menentang Rasul.
2. Meski ada berbagai konspirasi dan rencana musuh untuk melemahkan kitab samawi, Tuhan akan mematahkan rencana mereka dan memperkuat agama-Nya.
Surat al-Qalam 1-7
Surat al-Qalam 1-7
سورة القلم
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
ن وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ (1) مَا أَنْتَ بِنِعْمَةِ رَبِّكَ بِمَجْنُونٍ (2)
Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis, (68: 1)
berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila. (68: 2)
Surat Al-Qalam diturunkan di Mekah dan terdiri dari 52 ayat. Ayat-ayat surat ini mengisyaratkan karakteristik Rasulullah Saw dan akhlak mulia beliau, serta sifat buruk dan akhlak tercela musuh-musuh beliau. Sejumlah ayat dari surat ini juga berupa peringatan dan ancaman terhadap orang-orang kafir.
Surat ini seperti 28 surat al-Quran lainnya, diawali dengan huruf muqatha'ah. Seperti yang telah kami sampaikan pada penjelasan surah-surah sebelumnya, mungkin yang dimaksud dengan surat-surat tersebut adalah Allah menyusun kitabnya dari huruf-huruf abjad yang tersedia bagi manusia, namun kitab ini merupakan mukjizat yang sampai saat ini belum ada yang mampu dan tidak akan bisa membuat padanannya.
Surat ini diawali dengan sumpah terhadap pena dan tulisan, yang mengungkapkan perhatian khusus Islam terhadap literasi, ilmu pengetahuan, pengetahuan, dan budaya, serta menunjukkan bahwa pena, pemiliknya, dan ulama dihormati dalam Islam. Seperti pada ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi, setelah perintah membaca, ditegaskan tentang pena dan peranannya dalam memajukan ilmu dan kesadaran manusia serta membebaskannya dari kebodohan. Tentu saja Rasulullah tidak bersekolah dan tidak mengambil pena atau menulis apa pun, agar beliau tidak dituduh telah mempelajari dari orang lain apa yang beliau sampaikan sebagai wahyu atau telah membacanya dari kitab-kitab para pendahulunya.
Setelah bersumpah dengan pena dan apa yang tertulis dengan pena, Allah menunjuk salah satu fitnah yang biasa dilakukan orang-orang kafir terhadap para nabi – dan menuduh mereka gila – dan berfirman: Dengan karunia Tuhanmu, kamu mempunyai kesempurnaan dan pikiran yang sehat, tapi lawan menuduh kamu gila dan menyebut kamu orang gila.
Di antara orang-orang Arab di masa lalu, ada anggapan bahwa para penyair dan orang-orang yang mengucapkan kata-kata yang berbeda dan tidak lazim, pikirannya berada di bawah pengaruh jin, dan apa yang mereka katakan adalah akibat dari pengaruh jin, dan atas dasar ini, mungkin yang dimaksud orang gila adalah kerasukan jin, bukan gila dan akalnya kurang.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Sumpah al-Qur'an dengan pena mengungkapkan pentingnya dan kedudukan istimewa ilmu pengetahuan dan pemikir dalam agama Islam.
2. Sumpah atas nama pena merupakan tanda bahwa Islam menganjurkan umatnya untuk melek huruf, membaca, menulis, dan belajar, bahkan di zaman dan masa di mana mayoritas masyarakat masih buta huruf.
3. Allah telah menjamin bahwa Nabi maksum dan terjaga dari segala kesalahpahaman dalam menerima wahyu, kerasukan setan, dan kegilaan, sehingga wahyu Ilahi sampai ke tangan manusia tanpa ada perubahan atau distorsi.
وَإِنَّ لَكَ لَأَجْرًا غَيْرَ مَمْنُونٍ (3) وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ (4)
Dan sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak putus-putusnya. (68: 3)
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (68: 4)
Jelaslah bahwa Rasulullah Saw unggul dalam segala kesempurnaan, tidak hanya dibandingkan dengan manusia lain, tetapi juga dibandingkan dengan nabi-nabi lainnya. Meskipun beliau adalah nabi terakhir di antara para nabi, Allah, dalam uraian tentang nabi-Nya, terutama menekankan pada akhlak beliau yang mulia dan murah hati serta mengidentifikasikannya dengan sifat ini.
Penekanan ini menunjukkan pentingnya akhlak yang baik dalam menyeru manusia kepada Allah dan peran efektifnya dalam menerima firman kebenaran dari manusia, sebagaimana ditujukan kepada Nabi dalam ayat ke 159 Surat Aal-i Imran yang artinya "Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu".
Tentu saja, menghadapi dengan baik orang-orang yang salah memilih jalan dan menyakitinya bukanlah tugas yang mudah dan membutuhkan banyak ketekunan dan kesabaran. Oleh karena itu, Allah menyatakan bahwa atas kesulitan dan usaha ini, pahala yang tidak terputus dan permanen menanti Rasul-Nya.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Memperhatikan rahmat dan pahala Allah menjadikan seseorang mantap dan tabah menghadapi kesulitan dan masalah.
2. Tidak cukup hanya membuktikan dan berbicara kebenaran di lisan saja untuk menyeru manusia ke jalan kebenaran, tapi juga dibutuhkan akhlak mulia, kesabaran dan ketekuanan (isitiqamah) di jalan ini.
3. Orang beriman harus meneladani Rasulullah dan berperilaku terhadap orang lain berdasarkan akhlak yang baik dan menyenangkan dalam hubungan keluarga dan sosial.
فَسَتُبْصِرُ وَيُبْصِرُونَ (5) بِأَيِّيكُمُ الْمَفْتُونُ (6) إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (7)
Maka kelak kamu akan melihat dan mereka (orang-orang kafir)pun akan melihat, (68: 5)
siapa di antara kamu yang gila. (68: 6)
Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah Yang Paling Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya; dan Dialah Yang Paling Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (68: 7)
Melanjutkan ayat-ayat sebelumnya yang menolak fitnah kaum musyrik yang menyebut Nabi Muhammad Saw sebagai orang gila, ayat-ayat ini berbunyi: Akan segera terlihat jelas siapakah yang gila? Rasulullah atau kamu yang memfitnahnya?
Wahai Nabi, sampaikanlah kepada orang-orang musyrik di Makkah yang menyebut kamu gila dan sesat: Masa depan akan memperjelas apakah aku yang sesat atau kamu justru yang sesat? Apakah aku yang mendapat petunjuk ataukah kamu yang mendapat petunjuk?
Saat ini, ketika 1400 tahun telah berlalu sejak turunnya ayat-ayat ini, bukti sejarah menunjukkan bahwa meskipun tuduhan dan konspirasi musuh terus menerus terhadap agama Islam, agama ini mengalami kemajuan di dunia dan kemusyrikan serta penyembahan berhala mengalami stagnasi dan kemunduran. Dengan kata lain, hari demi hari kebenaran al-Quran dan Islam menjadi lebih jelas bagi umat manusia dan sebagai hasilnya, landasan bagi kecenderungan orang-orang dari berbagai negara terhadap agama murni ini menjadi jelas.
Dari tiga ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Dalam menghadapi para penentang, kita tidak boleh menyebut diri kita orang yang tercerahkan dan mereka sesat, namun hendaknya kita katakan: ke depan akan jelas siapa yang benar dan siapa yang sesat.
2. Jangan kita menghukumi orang lain dan masa depan mereka di dunia dan akhirat, dan serahkanlah pada ilmu Allah Swt.
Surat al-Mulk 25-30
Surat al-Mulk 25-30
وَيَقُولُونَ مَتَى هَذَا الْوَعْدُ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (25) قُلْ إِنَّمَا الْعِلْمُ عِنْدَ اللَّهِ وَإِنَّمَا أَنَا نَذِيرٌ مُبِينٌ (26) فَلَمَّا رَأَوْهُ زُلْفَةً سِيئَتْ وُجُوهُ الَّذِينَ كَفَرُوا وَقِيلَ هَذَا الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تَدَّعُونَ (27)
Dan mereka berkata: "Kapankah datangnya ancaman itu jika kamu adalah orang-orang yang benar?" (67: 25)
Katakanlah: "Sesungguhnya ilmu (tentang hari kiamat itu) hanya pada sisi Allah. Dan sesungguhnya aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan". (67: 26)
Ketika mereka melihat azab (pada hari kiamat) sudah dekat, muka orang-orang kafir itu menjadi muram. Dan dikatakan (kepada mereka) inilah (azab) yang dahulunya kamu selalu meminta-mintanya. (67: 27)
Salah satu alasan orang-orang yang mengingkari kebangkitan (Maad) terhadap nabi-nabi Allah adalah jika Anda mengatakan kebenaran dan akan ada kebangkitan, sebutkan waktu terjadinya. Jika Anda yakin akan hal ini, mengapa Anda tidak menyebutkan tanggal pastinya?
Kelanjutan ayat tersebut menegaskan bahwa hanya Allah yang mengetahui waktu kebangkitan dan bahkan para nabi pun tidak mengetahuinya. Berdasarkan wahyu Ilahi, mereka diberitahu tentang kebangkitan di dunia setelah kematian, dan mereka memperingatkan manusia untuk berhati-hati terhadap tindakan dan perilaku mereka agar mereka tidak mengalami kesusahan dan siksa pada hari itu.
Pada hari itu, orang-orang yang mengingkari Hari Kebangkitan dan kafir kepada Allah, akan mempunyai muka yang jelek dan bingung, dan bekas-bekas kesedihan serta penyesalan yang mendalam akan terlihat di wajah mereka. Karena mereka melihat dengan mata kepala sendiri apa yang selama ini mereka ingkari di dunia dan tidak ada jalan keluar darinya.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Tidak mengetahui waktu hari kiamat bukanlah alasan tidak terjadinya hari kiamat, seperti halnya jika seorang teman menjanjikan kepada anda bahwa ia akan datang ke rumah anda suatu hari nanti, namun tidak menyebutkan waktunya, maka hal tersebut bukanlah alasan bahwa ia akan tidak datang.
2. Misi para nabi adalah menyampaikan risalah Allah dan memperingatkan manusia. Namun mereka tidak mengatakan apa pun tentang apa yang belum diwahyukan Tuhan kepada mereka dan tidak membuat klaim yang tidak masuk akal.
3. Tidak perlu seseorang mengetahui segala sesuatu, termasuk mengetahui waktu kiamat/ jika waktu terjadinya jauh maka menyebabkan orang lupa dan lalai, dan jika dekat menimbulkan rasa takut dan cemas bagi mereka yang dekat dengannya.
قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَهْلَكَنِيَ اللَّهُ وَمَنْ مَعِيَ أَوْ رَحِمَنَا فَمَنْ يُجِيرُ الْكَافِرِينَ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (28) قُلْ هُوَ الرَّحْمَنُ آَمَنَّا بِهِ وَعَلَيْهِ تَوَكَّلْنَا فَسَتَعْلَمُونَ مَنْ هُوَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (29)
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika Allah mematikan aku dan orang-orang yang bersama dengan aku atau memberi rahmat kepada kami, (maka kami akan masuk surga), tetapi siapakah yang dapat melindungi orang-orang yang kafir dari siksa yang pedih?" (67: 28)
Katakanlah: "Dialah Allah Yang Maha Penyayang kami beriman kepada-Nya dan kepada-Nya-lah kami bertawakkal. Kelak kamu akan mengetahui siapakah yang berada dalam kesesatan yang nyata". (67: 29)
Kaum musyrik di Mekkah berharap dengan wafatnya Rasulullah, para pengikutnya juga akan hilang, tidak meninggalkan jejak Islam. Ayat-ayat tersebut berbunyi: Apapun nasib yang menanti Rasulullah dan para sahabatnya (hidup atau mati), tidak ada pengaruhnya terhadap nasibmu, dan kamu tidak akan terbebas dari azab Tuhan di dunia dan akhirat.
Jangan berpikir jika Nabi dan para sahabatnya binasa maka kalian akan selamat dari murka Allah. Karena Tuhan selalu ada dan tidak ada sedikitpun kuasaNya yang tak terbatas akan berkurang. Kami beriman kepada Tuhan yang demikian dan kami telah menyerahkan diri kami kepada-Nya sehingga Dia dapat melakukan apa pun yang terbaik bagi kami. Kami telah menaruh kepercayaan kami pada-Nya dan tunduk pada kehendak-Nya. Tetapi kamu yang kafir kepada Allah, siapakah yang akan menyelamatkan kamu dari murka-Nya?
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Musuh-musuh Islam ingin kebinasaan orang-orang yang beriman, namun kehendak Tuhan lebih utama dari keinginan dan hawa nafsu mereka, dan mereka harus berpikir untuk menyelamatkan diri dari murka Tuhan.
2. Syarat beriman kepada Tuhan adalah bertawakal kepada-Nya dan tunduk pada kehendak-Nya, karena kita tahu bahwa Dia adalah Tuhan yang Maha Pengasih dan tidak menginginkan apa pun selain kebaikan bagi hamba-hamba-Nya.
3. Orang-orang kafir menyadari kesalahannya ketika mereka tidak mempunyai jalan lain dan mereka tidak akan luput dari azab Allah.
قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَصْبَحَ مَاؤُكُمْ غَوْرًا فَمَنْ يَأْتِيكُمْ بِمَاءٍ مَعِينٍ (30)
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?". (67: 30)
Ayat yang merupakan akhir dari Surat al-Mulk ini mengacu pada salah satu tanda rahmat Allah kepada hamba-hamba-Nya dan menyatakan: Mata air, sumur dan saluran air, dengan pengaturan Allah, menyediakan air yang Anda butuhkan sepanjang tahun, karena bumi di bawah kakimu terbuat dari dua lapisan yang berbeda; Lapisan permeabel yang menyerap air dan lapisan kedap yang menyimpan dan mempertahankan air.
Jika seluruh permukaan bumi bersifat permeabel maka air hujan akan meresap jauh ke dalam bumi dan tidak dapat dijangkau oleh manusia, dan jika seluruh permukaan bumi kedap air maka air akan menutupi permukaan bumi dan berubah menjadi rawa-rawa. Akibatnya, tidak ada lagi kawasan pemukiman dan pertanian di bumi dan kehidupan manusia pun terganggu total. Namun atas izin Tuhan, air permukaan dimurnikan dengan melewati lapisan tanah dan pasir yang permeabel dan kemudian disimpan di akuifer dan sumber bawah tanah yang besar untuk memenuhi kebutuhan manusia akan air.
Dari satu ayat tadi terdapat dua poin pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Manusia yang beriman hidup antara rasa takut dan harapan, dan tidak menaruh hatinya pada nikmat materi, namun selalu beranggapan bahwa ia mungkin akan kehilangan nikmat tersebut suatu hari nanti. Pada saat yang sama, harapannya tidak pernah terputus dari Tuhan Semesta Alam. Sebab ia meyakini jika Allah menutup satu pintu karena hikmah, maka Dia akan membukakan pintu lain karena belas kasihan.
2. Orang-orang yang mengingkari Tuhan, jika suatu saat tidak turun hujan dan bumi menjadi kering dan tidak ada air, kepada siapa mereka akan meminta hujan?
Surat al-Mulk 20-24
Surat al-Mulk 20-24
أَمَّنْ هَذَا الَّذِي هُوَ جُنْدٌ لَكُمْ يَنْصُرُكُمْ مِنْ دُونِ الرَّحْمَنِ إِنِ الْكَافِرُونَ إِلَّا فِي غُرُورٍ (20)
Atau siapakah dia yang menjadi tentara bagimu yang akan menolongmu selain daripada Allah Yang Maha Pemurah? Orang-orang kafir itu tidak lain hanyalah dalam (keadaan) tertipu. (67: 20)
Ayat-ayat sebelumnya berbicara mengenai kekuatan tak berakhir Tuhan di langit dan bumi. Sementara itu, ayat kali ini berbicara mengenai kelemahan dan ketidakmampuan manusia. Sekaitan dengan ini, juga disinggung salah satu faktor kekufuran dan pemberontakan manusia terhadap Tuhan. Ayat ini menyatakan, mereka (manusia) sombong dan menganggap dirinya unggul, mereka merasa memiliki kekuatan yang tidak ada bandingannya. Oleh karena itu, mereka menolak untuk taat kepada Tuhan dan tunduk terhadap perintah-Nya.
Sebagian orang yang sombong dengan ilmu, kekuasaan, dan kekayaannya, mengingkari Tuhan dan berkata: Tuhan itu tidak ada, kalaupun ada, Dia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap kita karena segala kemungkinan dan kemampuan kita. Sedangkan orang-orang yang bangga dengan kekuasaannya, jika mereka mempelajari sejarah sedikit, mereka akan melihat bahwa terkadang kekuatan dan bala tentara yang sama bangkit melawan penguasa yang kuat dan menjatuhkan mereka, dan terkadang Tuhan membawa mereka ke kehancuran dengan turunnya azab.
Dengan mengandalkan kekuatan palsunya, apakah orang-orang kafir mengira mereka mampu melawan kehendak Tuhan dan menghadapi faktor alam seperti air, angin, dan api, yang semuanya merupakan tentara Tuhan?
Dari satu ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Mereka yang tertipu dengan kekuatan dan fasilitas materi yang dimilikinya, maka mereka mengingkari Tuhan, dan menganggap dirinya tidak terkalahkan.
2. Manusia adalah makhluk lemah, maka dengan mengandalkan kekuatan dan tentara manakah ia ingin melawan kekuatan Tuhan, dan menganggap dirinya menang di medan perang?
أَمَّنْ هَذَا الَّذِي يَرْزُقُكُمْ إِنْ أَمْسَكَ رِزْقَهُ بَلْ لَجُّوا فِي عُتُوٍّ وَنُفُورٍ (21)
Atau siapakah dia yang memberi kamu rezeki jika Allah menahan rezeki-Nya? Sebenarnya mereka terus menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri? (67: 21)
Melanjutkan ayat sebelumnya, ayat ini mengisyaratkan lemahnya manusia dalam memenuhi rejekinya, dan menyatakan, jika dalam satu tahun tidak turun hujan, dan tidak ada tumbuhan yang tumbuh, apa yang akan kalian lakukan? Dan jika kekeringan melanda seluruh bumi, atau wabah dan bencana alam menghancurkan tanaman kalian, saat itu bagaimana kalian memenuhi kebutuhan hidup kalian?
Faktanya adalah keberadaan manusia sepenuhnya lemah dan membutuhkan. Ia juga lemah dalam memenuhi kebutuhan primernya seperti air dan makanan, tapi ia tetap memberontak dan keras kepala terhadap penciptanya, di mana ia merasa tidak ada kekuatan yang unggul darinya dan ia merasa tidak butuh untuk beribadah dan taat kepada Tuhan.
Dengan kata lain, pengamatan terhadap kekuatan materi dan kekuatan semu telah membutakan mata banyak orang untuk melihat kekuatan Tuhan yang tidak terbatas. Oleh karena itu, mereka membiarkan diri mereka menyangkalnya dan memaksakan penolakannya. Bagaikan seseorang yang berdiri di pekarangan rumahnya pada malam hari dan karena terangnya cahaya, ia tidak dapat melihat bintang-bintang di langit dan matanya pun tidak mampu melihat segala keagungan di langit.
Dari satu ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Sarana rezeki dan kehidupan manusia berada di tangan Tuhan semata. Oleh karena itu, segala bentuk ketidaktaatan kepada Tuhan dan keras kepala terhadap perintah-Nya akan berakhir dengan kerugian bagi manusia itu sendiri, dan kerugian sekecil apa pun tidak akan menimpa Tuhan karena ketidaktaatan manusia.
2. Jika kita beranggapan bahwa nikmat yang kita miliki saat ini akan hilang di kemudian hari dan kita tidak bisa berbuat apa-apa, maka kita akan rendah hati dan tawadhu' dihadapan Tuhan, tidak sombong dan congkak.
أَفَمَنْ يَمْشِي مُكِبًّا عَلَى وَجْهِهِ أَهْدَى أَمَّنْ يَمْشِي سَوِيًّا عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (22)
Maka apakah orang yang berjalan terjungkal di atas mukanya itu lebih banyak mendapatkan petunjuk ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus? (67: 22)
Ayat ini membandingkan orang-orang yang beriman dan orang-orang kafir, dan dengan perumpamaan yang menarik, ayat ini menggambarkan keadaan mereka sebagai berikut: yang satu berdiri tegak, kokoh dan lurus, menempuh jalan hidup yang benar, dan yang lain tergeletak di tanah, jatuh dan merangkak. Jelas bahwa orang pertama sudah mengidentifikasi hambatan di jalan, berjalan di jalan dengan benar dan bergerak menuju tujuan, tetapi yang kedua, karena tidak mengetahui hambatan dengan baik, bergerak dengan susah payah, terkadang menyimpang ke kiri dan kadang ke kanan, dan karena tidak mengenali jalannya dengan benar, ia tidak mencapai tujuannya.
Kajian sejarah juga menunjukkan bahwa orang-orang beriman sejati tetap teguh meski menghadapi banyak rintangan dan permasalahan serta tidak putus asa pada jalan lurus yang harus mereka tempuh. Namun orang-orang yang menganggap kematian sebagai akhir pekerjaannya dan tidak melihat tujuan hidup di dunia ini, berbuat apa saja demi memuaskan hawa nafsu dan kesenangan duniawi serta tidak mempunyai dasar dan kriteria yang jelas atas tindakan dan perilakunya.
Orang yang mengingkari Tuhan adalah dirinya sendiri yang menjadi pusat segala perbuatannya. Keegoisan dan bebas dari segala kekangan untuk mencapai nafsu inderawi menjadi kriteria semua karyanya. Ia menganggap dirinya sebagai Tuhannya sendiri dan tidak menerapkan perintah dan larangan Tuhan dalam hidupnya. Bagi orang seperti itu, jelek dan cantik bergantung pada pemahaman dan keinginan hatinya.
Dari satu ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Keras kepala terhadap kebenaran membuat seseorang melawan yang benar dan menghindari yang benar serta memandang dirinya sendiri. Orang seperti itu tertahan untuk mengetahui jalan hidup yang benar dan bergerak di dalamnya.
2. Jalan agama adalah lurus dan memiliki tujuan yang jelas, dan orang yang beragama akan mencapai tujuan dengan tetap berkomitmen di jalan ini.
قُلْ هُوَ الَّذِي أَنْشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ (23) قُلْ هُوَ الَّذِي ذَرَأَكُمْ فِي الْأَرْضِ وَإِلَيْهِ تُحْشَرُونَ (24)
Katakanlah: "Dialah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati". (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur. (67: 23)
Katakanlah: "Dialah Yang menjadikan kamu berkembang biak di muka bumi, dan hanya kepada-Nya-lah kamu kelak dikumpulkan". (67: 24)
Melanjutkan ayat-ayat sebelumnya yang mengkritik keras kepala orang-orang kafir terhadap kebenaran, ayat-ayat ini mengatakan: Allah telah memberikan sarana untuk memahami kebenaran kepada seluruh umat manusia. Mata, telinga, akal dan hati adalah alat pengetahuan dan pemikiran manusia, dan pada kenyataannya, semua pencapaian ilmu pengetahuan manusia adalah hasil dari berkah besar ini.
Sebagian orang mempergunakan alat-alat tersebut hanya demi memenuhi kebutuhan hidup materiil dan mensejahterakan dunianya, namun mereka telah menutup mata dan telinga terhadap kebahagiaan akhirat dan kehidupan kekal di akhirat, dan seolah-olah tidak mendengar tentang hal itu dan belum melihat jejaknya.
Akal, mata, dan telinga adalah nikmat yang besar dan berharga, dan mensyukurinya ada dua bentuk: yang pertama adalah menggunakannya ke arah yang benar dan sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan keunggulan manusia/ dan yang lainnya adalah dengan menaati dan menjalankan perintah Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan nikmat ini kepada kita.
Kelanjutan ayat tersebut mengacu pada kehidupan setelah kematian dan kehadiran di hari kiamat dan mengatakan: Meskipun kamu telah bangkit dari bumi dan akan kembali ke bumi dengan kematian, ini bukanlah akhir dari pekerjaanmu; Sebaliknya kalian akan dibangkitkan dan kalian semua akan hadir di padang mahsyar.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Allah Swt telah memberi sarana yang diperlukan kepada manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga hujjah (bukti) terpenuhi, dan tidak ada alasan lagi bagi manusia.
2. Rasa syukur setiap nikmat berbeda dengan nikmat lainnya dan mengucapkan syukur dengan lisan merupakan rasa syukur yang paling minim. Seseorang harus menunjukkan rasa syukurnya dengan perbuatan dan menggunakan setiap nikmat pada tempatnya.
3. Jangan kita ragu akan kekuatan Tuhan untuk menghidupkan orang yang telah meninggal. Ia (Tuhan) yang menciptakan manusia dari tanah yang tak bernyawa dan memberi kekuatan penglihatan, pendengaran dan pemahaman kepada manusia.
Surat Al-Mulk 15-19
Surat Al-Mulk 15-19
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ (15)
Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (67: 15)
Meskipun bumi mempunyai beberapa jenis gerak, namun tetap tenang dan stabil. Jika bumi terus-menerus berguncang dan tidak tenang serta stabil, maka bumi tidak akan pernah menjadi tempat yang cocok untuk kehidupan. Padahal, salah satu nikmat besar Tuhan adalah dijinakkannya bumi bagi penghuninya, termasuk manusia, sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi segala kebutuhan manusia. Sebagian bumi kering dan layak huni serta menyediakan kebutuhan manusia akan tempat tinggal dan berbisnis. Dataran datar merupakan tempat yang cocok untuk pertanian dan peternakan serta segala jenis kegiatan industri dan ekonomi. Selain itu, tambang besar dan cadangan yang tersembunyi di bawah tanah menyediakan bahan mentah yang diperlukan bagi kehidupan manusia.
Tentu saja, syarat bagi manusia untuk mendapatkan manfaat dari semua berkah ini adalah dengan bekerja dan berusaha serta berjuang menghadapi kesulitan; Rezeki tidak bisa didapat dengan berdiam diri di rumah.
Pada saat yang sama, seseorang tidak boleh terlalu terikat pada dunia ini dan nikmatnya, karena dunia ini fana dan cepat berlalu, dan seseorang harus memikirkan tentang Hari Pembalasan, yang merupakan akhir dari dunia ini.
Dari satu ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Tuhan menjadikan bumi tenang dan stabil bagi manusia, sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya.
2. Rezeki dari Tuhan, tapi jika kita tidak berusaha maka kita tidak akan dapat memanfaatkan rezeki di bumi.
3. Usaha manusia di dunia dan keberhasilannya dalam hidup tidak boleh menyebabkan dia mengabaikan hari kiamat, jika tidak, dia tidak akan mencapai hasil yang diinginkan.
أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ (16) أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ (17)
Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?, (67: 16)
atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku? (67: 17)
Ayat-ayat ini menunjuk pada kelemahan dan ketidakberdayaan manusia terhadap kehendak Allah dan mengatakan, “Jika bumi menjadi gelisah dan terbelah serta menelan kamu, apa yang bisa kamu lakukan? Atau apa yang akan kalian lakukan jika hembusan angin kencang dan merusak melanda kotamu?
Lantas, bagaimana mungkin seseorang yang tidak memiliki kekuatan untuk melawan kekuatan alam yang dahsyat seperti gempa bumi atau angin topan, bisa selamat dari azab Tuhan di dunia ini dan melewati batas-batas perintah Tuhan?
Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Kemurkaan dan azab ilahi tidak terbatas pada hari kiamat. Tuhan juga akan menurunkan azab-Nya di dunia, sehingga menjadi peringatan dan pelajaran bagi manusia.
2. Langit pusat komando dan pengaturan urusan bumi dan penghuninya.
3. Alam dan seluruh kekuatannya berada di bawah pengaturan dan perintah Tuhan, dan tanpa ijin-Nya sesuatu tidak akan terjadi.
4. Kekuatan Tuhan dalam membuat tenang bumi adalah manifestasi dari kekuasaan-Nya.
وَلَقَدْ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَكَيْفَ كَانَ نَكِيرِ (18) أَوَلَمْ يَرَوْا إِلَى الطَّيْرِ فَوْقَهُمْ صَافَّاتٍ وَيَقْبِضْنَ مَا يُمْسِكُهُنَّ إِلَّا الرَّحْمَنُ إِنَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ بَصِيرٌ (19)
Dan sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasul-Nya). Maka alangkah hebatnya kemurkaan-Ku. (67: 18)
Dan apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu. (67: 19)
Ayat pertama ditujukan kepada orang-orang kafir dan ingkar kepada Tuhan dan berbunyi: Pelajarilah sejarah bangsa-bangsa yang lampau untuk mengetahui nasib bangsa-bangsa yang memberontak dan durhaka, yaitu mereka yang binasa di dunia karena kekuasaan Allah dan tidak ada yang tersisa dari mereka kecuali tumpukan bangunan yang hancur.
Ayat berikut mengatakan: Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung di udara, bagaimana mereka terbang di langit dengan membuka dan menutup sayapnya dan mungkin menempuh jarak yang jauh ribuan kilometer? Siapa yang memberi mereka kemampuan untuk bangkit dari tanah melawan hukum gravitasi dan terbang dengan mudah di langit?!
Adakah yang lain selain Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana yang mempunyai ilmu dan kuasa untuk memberikan bulu dan sayap kepada hewan-hewan tersebut serta menciptakan tubuhnya sedemikian rupa sehingga dapat terbang di angkasa? Selain itu, siapa yang mengajari mereka pengetahuan tentang penerbangan dan tujuan untuk menempuh jarak ribuan kilometer (terkadang dengan penerbangan berkelompok) tanpa memiliki alat navigasi yang canggih dan mencapai tujuan?
Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Mengingkari ajaran para nabi ilahi hanya menimbulkan kemurkaan dan hukuman Tuhan di dunia dan akhirat.
2. Sejarah umat terdahulu yang membangkang dan memberontak adalah pelajaran bagi generasi mendatang.
3. Burung yang terbang di angkasa dan melakukan perjalanan panjang untuk tujuan yang jauh, tanpa terjatuh atau saling bertabrakan, merupakan tanda kekuasaan dan kebesaran Tuhan.
4. Asal mula penciptaan dan pengaturan urusan dunia adalah rahmat Tuhan yang tak terbatas yang meliputi seluruh makhluk di alam semesta.
Surat al-Mulk 6-14
Surat al-Mulk 6-14
وَلِلَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (6) إِذَا أُلْقُوا فِيهَا سَمِعُوا لَهَا شَهِيقًا وَهِيَ تَفُورُ (7) تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِ كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ (8)
Dan orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, memperoleh azab Jahannam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. (67: 6)
Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang neraka itu menggelegak, (67: 7)
hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: "Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?" (67: 8)
Dalam budaya Islam, mereka yang dengan keras kepala mengingkari keberadaan Tuhan dan mengikuti jalan kekafiran dan kemusyrikan akan dihukum oleh Tuhan di Hari Kebangkitan dan akan dimasukkan ke dalam neraka. Tempat dimana api meletus dan terdengar suara yang sangat mengerikan.
Panasnya neraka seolah-olah meledak dan terkoyak akibat besarnya amarah dan kemurkaan terhadap penghuni neraka, mendidih dan mengaum seperti orang yang sedang marah ingin meledak.
Namun yang lebih berat dari hukuman fisik ini adalah teguran dan tuduhan dari para penjaga neraka, yang bertanya kepada mereka, “Tidakkah ada yang memperingatkan kamu dan memberitahukan kepadamu tentang amalan-amalan yang akan membawa kamu ke neraka, sehingga pada hari ini kamu terjebak dalam hukuman seperti ini?"
Dari tiga ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Setelah Tuhan menyempurnakan hujjah (bukti) terhadap manusia, mereka yang membangkang dengan pengetahuan dan sengaja, akan mendapat siksa.
2. Azab neraka selain membakar fisik manusia, juga menyiksa jiwa mereka dengan celaan dan penghinaan terhadap ahli neraka.
قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ كَبِيرٍ (9) وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ (10) فَاعْتَرَفُوا بِذَنْبِهِمْ فَسُحْقًا لِأَصْحَابِ السَّعِيرِ (11)
Mereka menjawab: "Benar ada", sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan(nya) dan kami katakan: "Allah tidak menurunkan sesuatupun; kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar". (67: 9)
Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala". (67: 10)
Mereka mengakui dosa mereka. Maka kebinasaanlah bagi penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala. (67: 11)
Menanggapi para malaikat yang bertanggung jawab atas neraka, penghuni neraka mengakui bahwa Tuhan telah mengutus orang untuk membimbing mereka dan bahwa mereka telah mendengar peringatan dari para utusan ilahi, namun mereka tidak menerima kebenaran dan menolak tunduk terhadapnya; Yang lebih buruk lagi, mereka menyebut nabi-nabi Allah tersesat dan menyesatkan manusia.
Orang-orang yang menganggap dirinya tercerahkan dan paham di dunia serta menganggap orang-orang beriman sebagai orang-orang yang naif dan mudah tertipu, akan mengakui di Hari Kebangkitan bahwa seandainya kita mempunyai telinga untuk mau mendengar dan mendengarkan perkataan para nabi, atau setidak-tidaknya kita akan menggunakan akal kami dan tidak mengikuti hawa nafsu, hari ini tempat kami bukanlah neraka.
Dalam budaya Islam, akal dianggap berharga dalam dua hal, yang pertama adalah bahwa akal membantu manusia dalam memahami wahyu Ilahi dan sabda Rasulullah/ yang lainnya adalah manusia dengan bantuan akal (tidak bergantung pada wahyu Ilahi) dengan ketelitian dalam sistem penciptaan yang menakjubkan akan menyadari adanya sang Pencipta yang pandai, berkuasa dan bijaksana, sehingga ia berhenti melakukan hal-hal buruk dan salah.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Tuhan menjelaskan hak dan kebenaran kepada manusia melalui akal dan wahyu, dan tidak menyisakan alasan bagi siapa pun.
2. Ajaran para nabi sesuai dengan akal dan selaras dengannya. Oleh karena itu, dengan memikirkan dan merenungkan ajarannya, seseorang menyadari kebenaran misinya.
3. Karena keras kepala dan penentangan terhadap kebenaran, maka perbuatan manusia sampai pada titik di mana ia menganggap para nabi berada dalam kesalahan besar dan menganggap dirinya sebagai orang yang tercerahkan.
إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ (12) وَأَسِرُّوا قَوْلَكُمْ أَوِ اجْهَرُوا بِهِ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (13) أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ (14)
Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya Yang tidak nampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar. (67: 12)
Dan rahasiakanlah perkataanmu atau lahirkanlah; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati. (67: 13)
Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui? (67: 14)
Menyusul penjelasan kondisi orang-orang kafir dan musyrik di hari kiamat, ayat-ayat ini pertama-tama membahas tentang nasib orang-orang mukmin di hari kiamat dan mengatakan, “Barangsiapa yang senantiasa menghindari berbuat maksiat, apalagi secara rahasia, maka dialah yang akan mendapat rahmat Allah dan ampunan serta akan mendapat pahala Ilahi yang besar di hari kiamat.
Golongan ini mengetahui bahwa Allah mengetahui setiap perkataan yang mereka ucapkan, baik yang terbuka maupun yang tersembunyi, dan lebih dari itu, apa yang ada dalam pikiran dan hati mereka dan belum terucap, Allah mengetahuinya.
Bagaimana bisa diasumsikan bahwa Tuhan tidak mengetahui keadaan makhluk-Nya, padahal Dialah penciptanya dan mengetahui segala detail dan rahasia alam semesta.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Iman kepada Tuhan akan efektif ketika manusia bukan saja menunjukkan dalam kondisi zahir, tapi juga dalam kondisi rahasia dan tersembunyi, ia tidak akan melanggar petintah-Nya.
2. Tuhan mengetahui niat dan motivasi kita, oleh karena itu, kita jangan berbuat riya' dan mengejar tindakan lahiriah.
3. Iman kepada ilmu Allah yang mendalam dan menyeluruh merupakan faktor terbaik yang menghindarkan manusia dari berbuat dosa dan melakukan hal-hal buruk dan dosa.
Surat al-Mulk 1-5
Surat al-Mulk 1-5
سورة الملك
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (1) الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ (2)
Maha Suci Allah Yang di tangan-Nya-lah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, (67: 1)
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun, (67: 2)
Surat al-Mulk diturunkan di Mekah dan terdiri dari 30 ayat. Ayat-ayat surat ini fokus pada asal usul keberadaan, topik tauhid, sistem dunia yang menakjubkan, penciptaan manusia, dan juga tentang kebangkitan dan hukuman berat bagi pelaku kejahatan.
Jelaslah bahwa manusia tidak mampu mengetahui hakikat (Dzat) Tuhan; Oleh karena itu, dalam berbagai surat, al-Qur'an memperkenalkan sifat-sifat Tuhan dan hubungannya dengan dunia dan manusia, sehingga tidak ada seorang pun yang mengira bahwa Tuhan menciptakan dunia dan membiarkannya begitu saja.
Kedaulatan dan kepemilikan mutlak atas dunia ada di tangan Tuhan dan kehendak-Nya berkuasa atas seluruh makhluk di dunia. Tidak ada sesuatu pun dan tidak seorang pun yang berada di luar kekuatan dan kekuasaannya. Keabadian dan kelanggengan adalah miliknya sendiri, dan segala sesuatu yang lain bersifat fana dan dapat binasa.
Di antara semua makhluk ciptaan Tuhan, manusia selalu diuji oleh Tuhan tentang bagaimana ia mengambil keputusan dan jalan apa yang dipilihnya. Hal ini karena manusia memiliki karakteristik khusus seperti perasaan dan hak memilih. Hak untuk memilih ini berlangsung sejak awal kehidupannya hingga kematiannya.
Nilai seseorang tergantung pada pilihannya. Semakin berharga pilihannya, semakin berharga pula dia. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa kuantitas dan banyaknya amal perbuatan tidak penting di mata Tuhan, namun yang penting adalah niat dan motivasi tindakan manusia serta kualitasnya, yang memberikan nilai dan kredibilitas.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Semua kekuatan dan pemerintahan manusia akan mengalami kemunduran dan kehancuran. Pemerintahan-pemerintahan ini dihancurkan oleh munculnya kekuatan yang lebih unggul atau pesaing yang lebih kuat. Satu-satunya kedaulatan yang tidak membusuk dan tidak terkalahkan adalah kedaulatan Tuhan.
2. Kematian bukan berarti kemusnahan dan kehancuran, tetapi merupakan suatu perkara eksistensial yang diciptakan Tuhan dalam kelanjutan kehidupan duniawi manusia dan merupakan jalan perpindahan dari dunia ini ke dunia lain.
3. Kehidupan dan kematian adalah sebuah wadah untuk menguji manusia agar kemampuan setiap orang dalam menghadapi suka dan duka hidup, termasuk kepahitan dan kebahagiaan, keberhasilan dan kegagalan menjadi jelas.
الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا مَا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِنْ تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِنْ فُطُورٍ (3) ثُمَّ ارْجِعِ الْبَصَرَ كَرَّتَيْنِ يَنْقَلِبْ إِلَيْكَ الْبَصَرُ خَاسِئًا وَهُوَ حَسِيرٌ (4)
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? (67: 3)
Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah. (67: 4)
Tuhan mengajak manusia untuk mempelajari secara cermat sistem penciptaan dan luasnya dunia yang tidak terbatas. Dengan segala kehebatan bumi, gunung, hutan, lautan dan berbagai makhluk yang ada di muka bumi, ayat ini mengajak manusia untuk memandang ke langit di atas kepalanya dan mengkajinya lagi dan lagi untuk melihat siapakah yang mampu di dunia ini kecuali kekuasaan Tuhan yang tak terbatas.
Dari makhluk yang sangat kecil dan mikroskopis seperti atom dan partikelnya hingga benda langit yang sangat besar seperti bintang besar, semuanya diciptakan berdasarkan tatanan yang kokoh dan stabil. Menariknya, seiring dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan manusia, setiap hari terungkap sistem baru dari sistem dunia.
Perlu dicatat bahwa kaum materialis menganggap agama sebagai produk ketidaktahuan manusia dan percaya bahwa dengan tumbuh dan berkembangnya ilmu pengetahuan, agama akan tersingkir dari masyarakat manusia. Namun bertentangan dengan pandangan mereka, ayat-ayat tersebut mengajak umat manusia untuk mempelajari keajaiban dunia dan memperluas cakupan ilmunya agar keimanannya terhadap ilmu dan kekuasaan Allah semakin kuat. Bahkan ayat-ayat tersebut mengajak orang-orang yang berakal untuk berdebat dengan orang-orang yang kafir dan ingkar mengenai kehebatan dunia ciptaan, apakah sistem yang menakjubkan ini bisa merupakan produk dari suatu kebetulan buta tanpa rencana dan program serta pencipta yang berpengetahuan dan cakap?!
Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Penciptaan dunia didasarkan pada rahmat dan kemurahan Tuhan; Makhluk tidak mempunyai hak di hadapan Tuhan untuk memaksa-Nya menciptakan mereka, dan Tuhan juga tidak perlu menciptakan mereka untuk memenuhi kebutuhan-Nya.
2. Argumentasi keteraturan merupakan salah satu argumen teologi yang banyak disebutkan dalam ayat-ayat Al-Qur'an.
3. Sistem yang ada di dunia adalah sistem terbaik dan tidak ada kekurangan atau cacat dalam sistem penciptaan.
4. Beberapa peristiwa alam seperti gempa bumi, banjir, badai, dan kekeringan, jika kita cermati beberapa kali, kita akan menemukan bahwa fenomena tersebut bukan disebabkan oleh adanya kejahatan dan kekacauan di dunia, melainkan mengindikasikan suatu sistem, di mana manusia harus mengetahui dengan cermat faktor-faktor yang efektif di dalamnya, dan beradaptasi dengan mekanismenya.
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ (5)
Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala. (67: 5)
Pada ayat-ayat sebelumnya, kita berbicara tentang tujuh langit, yang mengungkapkan keagungan keberadaan dan berlapis-lapisnya langit. Ayat ini mengatakan: Bintang-bintang yang kamu lihat adalah semua bintang di lapisan langit yang paling bawah, yang bersinar untukmu di malam hari, bagaikan pelita yang indah dan menerangi kepalamu. Misalnya saja galaksi Bima Sakti yang merupakan salah satu fenomena paling menarik dan spektakuler di langit saat malam.
Bahkan meteor yang datang menuju bumi pun tidak lepas dari kendali dan kuasa Tuhan. Melalui mereka, Tuhan membinasakan makhluk-makhluk jahat yang berniat menyerbu langit, dan api meteorit yang membara membinasakan mereka, makhluk-makhluk yang kami sebutkan dalam ayat 7 dan 8 Surat As-Saffat.
Dari satu ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Sistem dunia, selain tepat dan kokoh, juga memiliki keindahan yang istimewa, dan Tuhan memberikan perhatian khusus pada hiasan dan keindahan dalam penciptaan langit dan bumi.
2. Di dunia ini, ada makhluk jahat yang berniat menembus sistem keberadaan dan menyebabkan gangguan di dalamnya, namun mereka tidak berdaya melawan kehendak ilahi dan dihancurkan oleh panah api meteorit.
Surat At-Tahrim 9-12
Surat At-Tahrim 9-12
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (9)
Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah jahannam dan itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali. (66: 9)
Pada program sebelumnya telah disebutkan kehinaan dan aib orang-orang kafir serta kehormatan dan kebanggaan orang-orang beriman di hari kiamat. Ayat ini ditujukan kepada Rasulullah: Perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bila perlu tegaslah terhadap mereka karena akhir kekafiran dan kemunafikan adalah neraka.
Sebagaimana dikatakan oleh sebagian ahli tafsir besar: Yang dimaksud dengan Jihad pada ayat ini bukanlah perang militer dengan orang-orang kafir dan munafik, karena Rasulullah tidak pernah berperang dengan orang-orang munafik semasa hidupnya, melainkan yang dimaksud dengan Jihad adalah jihad intelektual, sebagaimana yang difirmankan dalam surat Furqan ayat 52: Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan jihad yang besar.
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk melakukan jihad intelektual dengan orang-orang kafir dan munafik dan mengajak mereka kepada Allah dengan logika dan argumentasi yang jelas, dan jika mereka bangkit melawannya, tunjukkanlah tindakan yang keras dan tegas.
Dari satu ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Hakikat agama adalah keyakinan di hati. Orang munafik adalah orang yang di luarnya muslim, tapi di batinnya kafir, karena tidak memiliki keyakinan dan keimanan di hatinya.
2. Kelembutan dan kekerasan diperlukan pada tempatnya dan sesuai dengan keadaan. Tentu saja, kebaikan selalu mendahului kekerasan.
3. Jihad melawan musuh ada banyak bentuknya, dan jihad intelektual dan penjelasan didahulukan dari jihad militer dan bersenjata melawan orang kafir atau munafik.
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ (10)
Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): "Masuklah ke dalam jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)". (66: 10)
Ayat di awal surat ini menceritakan tentang beberapa istri Nabi yang mengungkapkan rahasia Nabi kepada orang lain dan menyebabkan kesusahan dan kesilitan baginya. Ayat-ayat ini mengatakan: Pada zaman nabi-nabi terdahulu, terdapat istri-istri yang demikian; Wanita-wanita yang tinggal di rumah para Nabi seperti Nuh dan Luth, namun bekerja sama dengan musuh-musuh mereka dan menghalangi orang untuk menerima perkataan kedua nabi Ilahi tersebut.
Jelas bahwa dalam sistem keadilan Ilahi, ketergantungan atau kedekatan dengan para nabi tidak bisa menjadi suatu keistimewaan yang bisa terbebas dari hukuman, dan setiap orang ditanyai dan dihukum berdasarkan perilaku dan ucapannya. Oleh karena itu, meskipun kedua wanita ini (istri Nuh dan istri Lut) adalah istri para nabi ilahi, tapi mereka akan masuk neraka pada hari kiamat.
Dari satu ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Menjadi istri atau anak Nabi tidak menyelamatkan seseorang. Sesungguhnya baik atau buruknya setiap orang di dunia dan akhirat tergantung pada pilihannya masing-masing dan tergantung pada jalan apa yang dipilihnya dan bagaimana kinerjanya.
2. Manusia, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai kehendak bebas dan tidak dipaksa. Oleh karena itu, istri Nabi sekalipun, meskipun memiliki hubungan keluarga dengannya, dapat memilih jalan yang bertentangan dengan jalan nabi.
3. Orang saleh harus menjaga keluarganya, karena kekafiran juga merasuk ke rumah pada nabi.
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ آَمَنُوا اِمْرَأَةَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (11)
Dan Allah membuat isteri Fir'aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: "Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim. (66: 11)
Berbeda dengan istri Nuh dan Luth, yang diperkenalkan sebagai dua contoh utama wanita kafir, ayat ini dan ayat berikutnya memperkenalkan dua wanita sebagai contoh sempurna keimanan: yang satu adalah istri Fir'aun dan yang lainnya adalah Maryam. Istri Firaun, bernama Asiyah, tinggal di istana Firaun dan segala macam kemewahan dan kenyamanan tersedia untuknya. Namun ketika dia menyadari kebenaran Nabi Musa, dia percaya padanya dan menentang ancaman Firaun hingga akhirnya dia syahid di bawah siksaan berat oleh agen Firaun.
Sayidah Maryam, yang menghabiskan seluruh hidupnya melayani Yerusalem dan beribadah kepada Tuhan. Ia disayangi Tuhan dan diberi anak, Nabi Isa as.
Walaupun kedua wanita ini mempunyai keadaan yang sangat berbeda, namun karena sama-sama hamba Tuhan dan tunduk pada perintah-Nya, maka mereka diperkenalkan sebagai teladan bagi laki-laki dan perempuan beriman sepanjang sejarah agar orang-orang beriman mengetahui bahwa mereka harus mengikuti kebenaran dan hakikat dalam situasi apa pun dan menaati perintah Tuhan.
Dari satu ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Selain nabi, masyarakat awam juga bisa menjadi teladan hamba Tuhan. Bahkan perempuan pun bisa menjadi teladan bagi laki-laki, sebagaimana istri Fira'un telah diperkenalkan sebagai teladan bagi semua orang beriman.
2. Lingkungan rumah dan keluarga, atau tersebarnya keyakinan dan tradisi palsu di masyarakat tidak bisa menjadi alasan untuk kafir dan tidak beragama, seperti halnya istri Fir'aun yang tinggal di istana Fir'aun, namun ia beriman kepada Nabi Musa. Oleh karena itu, kata-kata pertama dan terakhir yang berbicara adalah kemauan dan kebijaksanaan manusia, bukan hal lain.
3. Orang yang beriman kepada Tuhan, mencari keridhaan-Nya, lebih mengutamakan rumah surgawi dari pada istana Fira'un dan wujud materinya, serta kemegahan dunia tidak membutakan matanya.
4. Seorang wanita tidak bergantung pada laki-laki dalam urusan agama dan tidak boleh menaati perintah suaminya dalam hal-hal yang melanggar agama.
وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهِ مِنْ رُوحِنَا وَصَدَّقَتْ بِكَلِمَاتِ رَبِّهَا وَكُتُبِهِ وَكَانَتْ مِنَ الْقَانِتِينَ (12)
dan (ingatlah) Maryam binti Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat Rabbnya dan Kitab-Kitab-Nya, dan dia adalah termasuk orang-orang yang taat. (66: 12)
Ayat ini mengacu pada sifat-sifat Sayidah Maryam yang masing-masing dapat menjadi teladan bagi seluruh umat beriman. Ciri yang pertama adalah kesucian yang mempunyai nilai dan kedudukan yang tinggi bagi seluruh umat manusia, khususnya perempuan. Ciri lain Maryam adalah keimanannya kepada Tuhan dan pengakuan terhadap kitab suci, yang diikuti dengan ketaatan terhadap perintah Tuhan serta ibadah dan pengabdian kepada-Nya.
Karena sifat tersebut, ketika Allah hendak mengutus Nabi Isa untuk dakwah dan menjadi utusan-Nya, maka Tuhan memilih Maryam sebagai ibunya. Karena pada saat itu, Sayidah Maryam adalah wanita Bani Israel yang paling suci dan beriman. Di kalangan wanita, satu-satunya wanita yang namanya disebutkan dalam Al-Quran adalah Maryam. Maryam disebutkan lebih dari 30 kali dalam buku ini.
Dari satu ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Kesucian dan menjaga kesucian dari segala pencemaran seksual adalah nilai-nilai yang ditegaskan dalam semua agama ilahi.
2. Kemurnian dan kesucian memberikan dasar untuk menerima rahmat ilahi sesuai dengan kapasitas manusia.
3. Kesucian ibu mempunyai pengaruh yang besar terhadap jiwa dan semangat anak, dan anak yang suci dan jujur tumbuh dari pangkuan ibu yang suci.