کمالوندی

کمالوندی

Tentara rezim Zionis Israel kembali menembak dua warga Palestina dalam kejahatan terbarunya terhadap bangsa tertindas itu.

Seperti dilaporkan televisi al-Mayadeen, dua warga Palestina ditembak mati oleh tentara Israel pada Kamis (17/3/2016) di dekat pemukiman ilegal Ariel di Tepi Barat.

Mereka ditembak setelah menyerang seorang tentara Israel dengan pisau. Saksi mengatakan bahwa dua warga Palestina ditembak puluhan kali.

Dalam merespon kejahatan rezim Zionis, dua warga Palestina tersebut menyerang dan melukai seorang tentara Israel.

Sebanyak 204 warga Palestina gugur syahid sejak dimulainya Intifada Quds di wilayah pendudukan pada Oktober 2015.

Dilaporkan pula bahwa tentara Israel hari ini melancarkan serangan ke kota Ramallah, al-Khalil, Nablus, Baitul Maqdis dan Tulkarem di Tepi Barat. Mereka menangkap 19 warga Palestina dalam serangan itu.

Tentara Zionis telah menangkap puluhan warga Palestina di berbagai wilayah Tepi Barat sejak pecahnya Intifada Quds.

Kementerian luar negeri Singapura menangkap tiga warga negaranya yang sebelumnya mengangkat senjata di Yaman dan bergabung dengan kelompok teroris. Seorang warga Singapura lainnya juga ditangkap karena bergabung sebagai milisi kelompok teroris ISIS di Suriah.

Kementerian luar negeri Singapura dalam keterangannya mengungkapkan dua warganya bernama Muhammad Razif Yahya dan Amiruddin Sawir ditangkap Agustus 2015 lalu.

Jika dakwaan tersbeut terbukti, mereka harus mendekam dalam penjara sesuai dengan undang-undang keamanan nasional Singapura.

Dilaporkan, kedua orang ini belajar agama di Yaman dan menjadi penjaga sekolahnya secara sukarela dan terlibat bentrokan dengan pasukan Ansarullah.

"Penggunakan senjata untuk membela keyakinan agama yang dianutnya menunjukkan mereka menggunakan kekerasan dan masalah ini termasuk ancaman terhadap keamanan singapura," tulis AFP mengutip pernyataan kemenlu Singapura.

Warga Singapura bernama Muhammad bin Muhammad Jais pernah belajar di Yaman antara tahun 2009 hingga 2011. Ia menjadi penjaga dan tampaknya tidak termasuk milisi bersenjata.

Seorang lainnya berusia 23 tahun bernama Wang. Y. bergabung bersama kelompok teroris ISIS di Suriah. Ia memasuki Suriah melalui Turki.

Korea Utara menyatakan militernya akan meluncurkan serangan preemptive jika melihat tanda-tanda bahwa pasukan Korea Selatan dan Amerika Serikat sedang berusaha untuk menyerang negara itu.

Peringatan itu dikeluarkan Rabu (16/3/2016) dalam sebuah pernyataan bersama oleh pemerintah, partai dan organisasi politik Korut. Demikian dikutip kantor berita IRNA.

"Tentara Rakyat Korea akan segera meluncurkan pertempuran untuk serangan lebih dulu tanpa ragu-ragu," kata pernyataan tersebut.

Pemerintah Korut menyatakan bahwa mereka tidak bisa hanya berdiam diri menyaksikan manuver-manuver militer Korsel dan AS di kawasan.

Korsel dan AS sedang menggelar latihan militer tahunan sejak 7 Maret lalu di wilayah Korsel. Latihan itu melilbatkan 300.000 tentara Korsel bersama dengan 17.000 pasukan AS.

Seoul dan Washington mengumumkan bahwa sebagian dari latihan militer tahun ini fokus untuk menyikapi Pyongyang dan Kim Jong-un.

Korut juga telah memerintahkan militernya menyiagakan senjata nuklir yang siap digunakan setiap saat.

Ketua Duma Rusia Sergei Naryshkin mengatakan Rusia akan melanjutkan perang melawan terorisme di Suriah.

Seperti dikutip IRIB News Agency, Kamis (17/3/2016), Naryshkin menuturkan bahwa kelompok teroris seperti Front al-Nusra dan Daesh sudah dijelaskan dalam resolusi PBB dan mereka juga dikecualikan dalam kesepakatan gencatan senjata.

Menurutnya, perang melawan terorisme merupakan tugas bersama semua negara dunia dan Rusia memainkan peran penting dalam hal ini.

Presiden Vladimir Putin pada Senin lalu memerintahkan penarikan pasukan Rusia dari Suriah. Ia mengatakan tujuan militer Rusia di Suriah telah tercapai.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov juga menyatakan perintah penarikan tentara dari Suriah tidak untuk menyenangkan pihak tertentu, tapi untuk membantu kemajuan proses penyelesaian krisis Suriah.

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, mengatakan satu-satunya cara untuk mengakhiri krisis Suriah adalah jalur politik dan tidak ada solusi militer untuk krisis itu.

Seperti dikutip Klub Jurnalis Muda Iran (YJC), Kamis (17/3/2016), Federica Mogherini juga menegaskan Uni Eropa tidak punya niat untuk melakukan intervensi militer di Suriah.

"Uni Eropa bergerak di bidang kemanusiaan dalam krisis Suriah dan sejak awal telah memutuskan untuk tidak terlibat dalam aksi militer," tambahnya.

Menurut Mogherini, banyak kelompok Suriah mulai memahami bahwa perundingan intra-Suriah adalah jalan terbaik dan semua harus fokus membangun kembali masyarakat dan lembaga-lembaga.

Krisis Suriah dimulai sejak tahun 2011 setelah kelompok-kelompok teroris yang didukung Amerika Serikat dan sekutunya memasuki negara Arab itu. Sejauh ini puluhan ribu orang tewas dan jutaan lainnya mengungsi akibat serangan teroris.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, mengatakan masyarakat dunia harus mencegah berlanjutnya penumpasan etnis Kurdi Turki oleh militer negara itu.

Kantor berita IRNA, Kamis (17/3/2016) melaporkan, Lavrov kepada wartawan menuturkan bahwa tindakan seperti itu perlu mendapat perhatian sesuai dengan komitmen internasional, di mana negara dunia mengemban tanggung jawab untuk membela hak asasi manusia dan menjaga hukum humaniter internasional.

"Sayangnya, Turki melakukan pelanggaran HAM dengan aksi-aksinya dan sekarang kita menyaksikan intervensi militer Turki di wilayah Suriah dan juga serangan artileri di perbatasan Suriah oleh tentara Turki," tambahnya.

Berkenaan dengan serangan teroris di Ankara, Lavrov menandaskan pemerintah Turki dengan menuding keterlibatan Kurdi dalam ledakan itu, mulai menyerang wilayah perbatasan Suriah sebagai tempat tinggal etnis Kurdi.

Presiden Venezuela Nicolas Maduro, mengatakan Amerika Serikat ingin menghancurkan Revolusi Bolivarian Venezuela.

Seperti dilansir televisi Telesur, Maduro pada Senin (14/3/2015) mengkritik konspirasi AS untuk menyerang pemerintah Venezuela, dan menandaskan Presiden Barack Obama hanya ingin menghancurkan Revolusi Bolivarian Venezuela dan menggulingkan pemerintah-pemerintah progresif di Amerika Latin.

Menurutnya, AS mendukung pecahnya perang ekonomi di Venezuela yang akan memperkuat kubu sayap kanan.

Maduro menyebut pernyataan Obama tentang Venezula sebagai hal bodoh dan menegaskan bahwa rakyat Venezuela akan menghadapi orang-orang gila dengan senjata kebenaran.

Presiden AS kemarin, menyuarakan dukungannya kepada kubu sayap kanan Venezuela. Obama mengatakan, rakyat Venezuela harus segera bertindak untuk memilih sebuah pemerintahan yang sah dan konstitusional di negaranya.

Maduro menganggap konspirasi AS terhadap para pemimpin Amerika Latin sebagai pukulan besar terhadap individu-individu seperti, mantan Presiden Argentina Cristina Fernandez, Presiden Brazil Dilma Rousseff dan mantan Presiden negara itu, Luiz Inacio Lula da Silva.

Amerika Serikat menyatakan bahwa sanksi anti-Rusia tidak akan dicabut sampai negara itu mengembalikan Krimea ke pangkuan Ukraina.

Seperti dikutip Sputniknews, juru bicara Departemen Luar Negeri AS John Kirby pada Rabu (16/3/2016) mengatakan bahwa Washington tidak akan mencabut sanksi selama Moskow masih menduduki Krimea.

"Kami kembali meminta Rusia untuk mengakhiri pendudukan itu dan Krimea dikembalikan ke Ukraina," tegasnya.

Krimea yang didominasi oleh etnis-Rusia, memisahkan diri dari Ukraina dan bergabung kembali dengan Rusia menyusul referendum pada Maret 2014. Ukraina dan sekutunya menolak hasil referendum tersebut.

AS, Uni Eropa dan beberapa sekutunya kemudian memberlakukan serangkaian sanksi ekonomi terhadap Rusia.

Majalah Defense One menyebut strategi Amerika Serikat dalam kebijakan luar negerinya tidak tepat dan gagal.

Kebijakan luar negeri Presiden Barack Obama telah gagal, sementara Rusia memainkan peran yang lebih dominan di wilayah Timur Tengah, tulisDefense One pada hari Selasa (15/3/2016).

Kampanye militer berkepanjangan di Irak dan Afghanistan telah menelan biaya besar bagi AS dan terbunuhnya banyak manusia tak berdosa. Oleh karena itu, Obama memilih strategi campur tangan militer minimum dalam konflik Suriah.

Rusia memanfaatkan kesalahan dan kebijakan keliru AS di Timur Tengah dan negara itu sekarang tambil sebagai kekuatan utama di kawasan.

Kamis, 17 Maret 2016 16:18

Rahbar: Asia, Prioritas Politik Iran

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran menyatakan kebijakan pasti Republik Islam Iran adalah menjalin kerja sama dengan Asia.

Ayatullah Udzma Sayid Ali Khamenei dalam pertemuan dengan presiden Vietnam, Trương Tấn Sang hari Selasa (15/3) di Tehran menjelaskan kebijakan pasti Iran adalah menjalin kerja sama dengan negara-negara Asia, termasuk Vietnam.

"Kami tahu telah menjalin kerja sama dengan Anda di tingkat internasional, dan kami yakin selama potensi memungkinkan kerja sama tersebut harus terus ditingkatkan, " ujar Rahbar hari Selasa (15/3).

"Keberanian dan perlawanan bangsa Vietnam bersama tokoh-tokoh utamanya seperti Ho Chi Minh dan Jenderal Giap yang berjuang menghadapi agresi musuh menjadikan bangsa Vietnam terhormat dan berwibawa di hadapan bangsa Iran. Penghormatan dan solidaritas ini menjadi sarana yang tepat untuk meningkatkan kerja sama, " tegas Ayatullah Khamenei.

Di bagian lain statemennya, Rahbar menyinggung upaya adidaya global untuk mengintervensi urusan internal negara-negara dunia.

"Intervensi ini dilakukan dengan menyulut perang sebagaimana perang Vietnam, dan terkadang ditempuh dengan cara lain. Adapun jalan untuk menghadapi berbagai intervensi tersebut adalah kerja sama dan mendekatkan sesama negara independen dan merdeka," tutur Rahbar.

Sementara itu, presiden Vietnam dalah statemennya menyampaikan apresiasi atas dukungan Iran terhadap Vietnam di arena internasional.

"Vietnam pun mendukung Iran di arena internasional. Penggunaan energi nuklir damai merupakan hak pasti Iran dan di masa mendatang pun akan tetap mendukung Iran, " papar Trương Tấn Sang.

Presiden Vietnam menyampaikan terima kasih atas pidato Rahbar yang memuji perlawanan rakyat dan pemimpin Vietnam terhadap agresi musuh.

"Rakyat Vietnam selama puluhan tahun berjuang menghadapi agresi musuh asing sehingga akhirnya bisa mencapai kemerdekaan dan kebebasan, " terang Trương Tấn Sang.

Presiden Vietnam menegaskan urgensi peningkatan kerja sama antara Iran dan Vietnam di berbagai bidang.

"Republik Islam dalam kebijakan 'Memandang ke Timur' sebagaimana sebelumnya menilai Vietnam sebagai mitra kunci," tegasnya.