
کمالوندی
Pesona Dan Aura Spiritual Masjid Jamkaran
Langit mendung musim semi di Iran, memacu semangat beraktivitas lebih dari biasanya. Berbeda dengan di Indonesia yang ketika mendung justru menambah malas. Mungkin karena di Iran, khususnya kota Qum tempat saya belajar, lebih sering panas terik kalau bukan dingin menusuk. Jarang sekali ketemu cuaca mendung.
Mumpung lagi semangat, bersama beberapa teman kami pergi ke Masjid Jamkaran. Mungkin, bagi mereka yang sudah pernah berkunjung dan berziarah ke Iran, khususnya kota Qum, telah familiar dengan masjid yang dinisbatkan kepada Imam Mahdi afs ini.
Dua minggu sekali, setiap Selasa, kampus kami mengadakan acara ziarah ke masjid ini. Merasa sudah lama tak datang dan berziarah ke sana, diajak kawan asal Pakistan saya pun bersiap berangkat.
Ke masjid Jamkaran dari kampus hanya butuh sepuluh menit perjalanan. Tapi dari Haram Sayidah Maksumah as dengan taksi, cukup 5 menit saja.
Sampai di sana, tak langsung masuk masjid, saya antar teman saya ke tempat wudhu. Sambil menunggunya, saya pandangi beberapa menara yang ada di sana. Sekejap, serasa sedang berada di masjid Nabawi. Mungkin karena menaranya dibuat mirip masjid Nabi, siapa pun yang datang kesini akan merasakan suasana kota suci Madinah.
Seperti biasa, banyak peziarah yang datang ke masjid Jamkaran. Terlintas di benak, kenapa kami datang dan berada di sini?
“Kalau sekadar untuk beribadah, bukankah kami bisa melakukannya di rumah saja, tak perlu datang ke sini?” bisik hati saya.
“Mungkin karena berbeda dengan tempat suci, rumah adalah tempat bercampurnya dosa dan pahala, kebaikan dan kejahatan. Sedangkan tempat seperti Jamkaran, di dalamnya selalu diagungkan nama-nama Tuhan. Tempat dilantunkannya ayat-ayat suci. Tempat orang menjerit dan menangisi dosa-dosanya, berharap belas kasih Tuhannya. Hal ini serupa ungkapan: membaca dan belajar bisa dimana saja, tapi perpustakaan dan sekolah adalah tempat terbaik untuk belajar dan membaca,” jawab benak saya.
Setelah menyampaikan salam, mengambil tasbih dan beranjak masuk, tampak lampu-lampu hijau besar menggelantung seperti buah anggur di dahan, menambah pesona ruang dalam masjid ini. Banyak jemaah tengah sibuk dengan ritual ibadah masing-masing. Ada yang salat, bermunajat, membaca Alquran, dan berzikir. Memancarkan aura spiritual yang saya rasa berbeda dari biasanya.
Di masjid ini ada amalan-amalan khusus yang bisa dikerjakan. Di antaranya, salat Tahiyyatul Masjid dua rakaat dengan membaca satu kali Fatihah, 7 kali surah Tauhid, 7 kali bacaan rukuk, dan 7 kali bacaan sujud dalam setiap rakaat. Setelah itu barulah mengerjakan salat Imam Zaman, yang ketika sampai pada bacaan “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in” dibaca 100 kali, lalu dilanjutkan sampai ayat terakhir. Kemudian membaca surah Tauhid 1 kali, 7 kali bacaan rukuk, dan 7 kali bacaan sujud dalam dua rakaat. Usai salat tinggal dilanjutkan tasbih az-Zahra dan 100 kali bacaan salawat.
Oh ya, sebenarnya masjid Jamkaran tak terlalu besar, tapi berandanya luas dan bisa menampung ribuan jemaah. Selain itu ada juga kubah biru mudanya yang menambah pesona.
Waktu salat Maghrib pun tiba. Ratusan orang ikut serta. Mengagumkan, sebab sangat jarang salat serupa dipenuhi jemaah seperti ini selain di haram Imam Ridha as.
Alhamdulillah, terimakasih Tuhan, Engkau telah memberikan taufik kepada kami dapat berziarah dan salat di Masjid Jamkaran yang indah dan penuh aura spiritual ini.
Teladan Sayidah Fathimah Mendahulukan Orang Lain Sebelum Diri Dan Keluarganya
Masyarakat sering bertanya tentang bagaimana kita hidup, bagaimana kita mati, dan bagaimana kita hidup untuk menyambut kematian?
Hal ini diungkapkan Ayatullah Khunsary dalam peringatan Haul Sayidah Fathimah as di Shabestan Imam Khomeini, Haram Sayidah Maksumah as, Qum, Sabtu (12/3).
Dijelaskannya juga bahwa semua pertanyaan ini akan mampu dijawab apabila kita melihat dan memahami kehidupan para Maksumin as.
“Kita tidak akan dapat hidup seperti mereka kalau kita tidak mempelajari dan memahami kehidupan para Maksumin as,” tegasnya.
Ayatullah Khunshary lalu memberikan contoh dasar menjalani hidup dari pertanyaan yang diajukan kepada Imam Shadiq as.
Suatu hari Imam Shadiq as ditanya salah seorang muridnya, “Wahai Imam, berdasarkan apa Anda melalui kehidupan ini?”
Imam Menjawab, “Aku menjalani kehidupan ini berdasarkan empat asas. Pertama, kalau ada pekerjaan yang ditugaskan kepadaku, aku sendiri yang akan mengerjakannya. Kedua, kalau kamu ingin mencari kebenaran maka datangilah Alquran dan yang mempunyai Alquran (Ahlulbait as). Ketiga, aku mengetahui bahwa orang lain tidak akan memakan rezekiku. Keempat, aku sampai pada hakikat keyakinan bahwa kematian sedang memburuku.”
“Seni dari Imam Shadiq as adalah beliau hidup sedemikian rupa sehingga tatkala kematian menjemput maka beliau berkata, selamat datang wahai kematian,” tutur Ayatullah Khunsary seraya mengajak para hadirin yang hadir agar juga mengambil suri teladan dari Sayidah Fathimah as dalam menjalani hidup.
“Ketika Sayidah Fathimah as sedang melaksanakan salat malam, Imam Hasan as mendengarkan doa-doa beliau. Pertama beliau berdoa untuk umat, tetangga, dan baru kemudian keluarga beliau,” kisahnya.
“Imam Hasan as pun bertanya kepada ibundanya, ‘Wahai Ibu, dari tadi aku mendengar engkau berdoa untuk orang lain, lalu kapan untuk keluarga dan dirimu sendiri?’”
“Sayidah Fathimah as menjawab, ‘Wahai anakku, orang lain terlebih dahulu, barulah kita.’”
“Inilah yang namanya hidup. Seperti yang Sayidah Fathimah as katakan, awalnya orang lain dulu dan setelah itu barulah kita,” tutup Ayatullah Khunsary.
Mengenalkan Wajah Islam Dengan Khidmat Dan Cinta
“Urdu Sozandeghi Imam Musa Shadr adalah salah satu agenda kami yang bertujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa khidmat kepada mustadafhin adalah sesuatu yang dinasihatkan oleh agama dan para Imam as. Selain itu kami juga berharap bahwa agenda Urdu ini nantinya bisa diaplikasikan di negara-negara mereka sesuai kebutuhan,” ujar Mahdi Kumail, Ketua Panitia Urdu Sozandeghi Imam Musa Shadr, Khuzestan, Selatan Iran, Senin (21/3).
Selain itu ia mengungkapkan bahwa agenda ini adalah sebuah acara dakwah dengan cara bekerja dan berkhidmat kepada masyarakat sehingga mereka mengenal wajah asli Islam.
“Orang-orang di luar sana berpikiran negatif kepada kita kaum Muslimin. Mereka menyangka bahwa agama Islam adalah agama yang tidak mempunyai kasih-sayang dan tak mempunyai peradaban. Maka dari itu, kita ingin menunjukkan wajah asli dari Islam yakni mencintai dan saling membantu satu sama lain.”
Urdu Sozandeghi ini telah empat kali diselenggarakan sejak enam tahun yang lalu. Anggota perkumpulan ini berasal dari sekitar 20 negara.
Adapun program dari acara ini adalah membantu membangun sarana ibadah, rumah yatim, mengajar, berolahraga dan bermain bersama.
“Di pagi hari kita datang untuk membantu membangun masjid atau rumah yatim dan di sore hari kami menjalankan program kebudayaan. Salah satunya adalah mengajarkan fikih, Alquran, berolahraga dan bermain bersama, mengunjungi rumah kaum dhuafa dengan membawa bingkisan seperti Alquran, Mafatih al-Jinan, dan buku bacaan lainnya,” terang Mahdi.
“Kita berkeyakinan bahwa Islam adalah agama insani dan cinta. Nasihat dari para nabi, para Imam, dan para pembesar kita adalah mencintai dan membantu satu sama lain. Membantu dan mencintai bukan hanya antara kita sesama Muslim saja namun terhadap non-Muslim juga. Apabila hal ini dapat terealisasi, maka kampanye negatif yang sekarang dinisbatkan kepada Muslim, insya Allah perlahan akan musnah,” tambahnya.
Mahdi berasumsi bahwa mungkin saja saat ini wajah Islam yang ada di benak masyarakat adalah DAESH atau ISIS karena mereka mampu dengan cermat menyampaikan propaganda mereka. Padahal kita yakin bahwa mereka bukanlah wajah asli Islam. Wajah asli Islam adalah saling mencintai satu sama lain dan saling berkhidmat di antara sesama manusia.
Di akhir pembicaraan Mahdi pun mengajak kaum Muslimin di seluruh dunia untuk menyebarkan Islam dengan cinta dan khidmat.
“Mari kita beramal dan bukan hanya bicara. Karena dengan hanya bicara kadang masyarakat tidak puas. Saat kalian membantu orang lain maka hati mereka akan bersama kalian. Kalau kalian hanya berbicara maka mereka akan melihat kalian tak lebih sebagai penceramah saja dan setelah itu pergi. Namun ketika kalian membantu dan berkhidmat kepada mereka maka nama kalian akan bersemayam di hati mereka dan mereka akan menyiapkan diri mereka untuk mendengarkan apa-apa yang akan kalian sampaikan.”
Mengenal Ali Bin Abi Thalib
“Di sepanjang sejarah, tidak pernah kita saksikan seseorang–kecuali Ali bin Abi Thalib, yang lahir di dalam Kakbah dan syahid di mihrab ibadah,” jelas Ayatullah Sayid Ridha Akrami saat merayakan hari lahir Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib as di Sabeshtan Imam Khomeini, Haram Sayidah Maksumah, Qum (20/4).
Ia menjelaskan bahwa Kakbah terbelah ketika Fathimah binti Asad akan melahirkan Imam Ali as.
Waktu itu Fathimah binti Asad sedang beribadah di sekitar Kakbah dan merasakan bahwa dirinya akan melahirkan. Ia pun berdoa kepada Allah untuk memudahkan proses kelahirannya. Seketika Kakbah pun terbelah, Fathimah masuk ke dalam dan tinggal di sana selama 3 hari lalu keluar dari Kakbah dengan menggendong seorang bayi bernama Ali bin Abi Thalib.
“Kita juga harus belajar kesabaran dari Ali bin Abi Thalib as yang bersabar selama 25 tahun untuk menjaga persatuan Islam dan kaum Muslimin yang baru masuk Islam supaya tidak kembali menjadi musyrik lagi,” tuturnya.
Sayid Akrami dalam khotbahnya juga menyebutkan hadis tentang Imam Ali as.
“Mengingat Ali adalah ibadah dan apabila kita ingin mengenal Ali maka perhatikanlah hadis ini, yaitu Ali maal Quran wa Quran maa Ali (Ali bersama Alquran dan Alquran bersama Ali),” pungkasnya.
Penculikan Warga Palestina Oleh Tentara Israel Terus Berlanjut
Sedikitnya 9 warga Palestina diculik oleh tentara Isarel hari ini, di sejumlah wilayah di Palestina, seperti diberitakan oleh laman www.imemc.org.
Media tersebut mengabarkan bahwa di Jenin, bagian utara wilayah pendudukan di Tepi Barat, sejumlah kendaraan tentara Israel memasuki kota, mencari dan menggeledah rumah-rumah dan menculik dua pemuda bernama Emad Jamil Sabaghna (19), dan Yazzed Hosni Arqani (17).
Dikabarkan tentara Israel mendobrak rumah Monjed Arqani, membawa keluarganya ke kamar mandi kemudian menginterogasinya. Sementara di ruangan lain, mereka pukuli anak Monjed sampai luka memar sehingga perlu penanganan dokter.
Di Bethlehem, tentara Israel juga menangkap seorang pemuda Palestina bernama Mohamad Mousa Awwad (20).
Awalnya Mousa dipanggil untuk diinterogasi di sebuah pangkalan militer Israel yang terletak antara Jerusalem dan Bethlehem, namun setibanya disana dia justru ditangkap.
Di wilayah Hindaza, sebelah timur Bethlehem dan Hausan sebelah barat kota, tentara Israel juga menyerang dan menggeledah sejumlah rumah dan menginterogasi para keluarga yang tinggal di sana.
Di tempat lain, tentara Israel juga menyerang dan menggeledah rumah-rumah di kota Iraq-buriq, wilayah selatan kota Nablus di Tepi Barat, setelah memblokade jalan dengan pasir dan menculik 5 warga Palestina.
Tentara Israel juga menutup jalan Huwwara dan Awarta dengan memblokade jalan utama yang menghubungkan antara Nablus dan distrik Qalailia dan Tulkarem.
Di tempat lain lagi, kendaraan-kendaraan tentara Israel memasuki kota, di Timur Laut Jerusalem dan menghancurkan sebuah pom bensin milik penduduk setempat bernama Haitham al-Hilo, yang dituduh telah membangun tanpa izin.
Di kota Hebron, Selatan Tepi Barat, tentara Israel menyerang dan menggeledah rumah-rumah dan menculik Fadi Abdul-Hafith Tamimi (23).
Sementara itu, puluhan tentara Israel juga berada di semua jalan menuju kota Beit Ummar, di utara Hebron. Mereka pasang blokade jalan di sejumlah wilayah, menghentikan dan menggeledah semua kendaraan yang lewat sehingga membuat macet jalanan di seluruh Palestina, terutama jalan ke arah Jerusalem-Hebron.
Di desa Al-’Oja, Jericho, tentara Israel juga menangkap seorang wanita Palestina yang dilaporkan telah berusaha menusuk polisi Israel yang sedang mengatur lalu lintas setelah sebuah pohon tumbang ke jalanan, di jalan #90, mengakibatkan polisi tersebut mengalami cidera bahu ringan.
Polisi Israel juga melaporkan bahwa salah satu kendaraannya diserang di dekat wilayah Ariel, di sebelah utara Tepi Barat.
Pada Rabu malam, tentara Israel juga melakukan pencarian di sejumlah bukit dan pegunungan di Jenin, terutama di kota Jaba’. Operasi pencarian itu disertai tembakan suar dari atas helikopter.
Waspadai Gerakan Radikal Berkedok Kemanusiaan
Dalam acara Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) bagi kader PKK Kecamatan se-Kabupaten Wonosobo, Senin (18/04), Didik Wibawanto, M.Si. selaku pemateri di antaranya menyampaikan bahwa saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi ancaman radikalisme. Biasanya, gerakan-gerakan radikal tersebut mendekati dan mengajak masyarakat yang merasa kecewa dengan kondisi bangsa ini, sehingga mereka lebih mudah terpengaruh.
Menurut Didik, gerakan-gerakan radikal yang kadang berkedok sosial-kemanusiaan itu jika ditelusuri kerap menggiring pengikutnya untuk merongrong negara dan ingin mengganti Dasar Negara, Pancasila. Karena itu sudah seharusnya masyarakat mewaspadai gerakan-gerakan radikal semacam ini.
Acara yang diadakan oleh Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpol dan Linmas) Kabupaten Wonosobo di aula Kantor Kesbangpol dan Linmas, Jl. Pemuda No. 6 Wonosobo, merupakan upaya Pemda mengkampanyekan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) kepada kader PKK Kecamatan dan Kabupaten, dengan harapan para kader ini dapat menularkan hasil pendidikannya kepada masyarakat sekitar sehingga akan tertana jiwa patriotisme serta cinta Tanah Air dan bangsa terutama di kalangan generasi muda.
“Sehingga diharapkan, ke depan akan tercipta generasi penerus yang memiliki jati diri dan tangguh untuk mempertahankan NKRI,” pungkas Didik.
Milad Imam Ali Di ICC
Ustaz Muhammad bin Alwi BSA dalam peringatan hari lahirnya Imam Ali bin Abi-Thalib as di Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta Selatan (22/4), menyampaikan dalam tausyiahnya bahwa kita tidak akan mampu untuk melukiskan keagunngannya. Yang kenal Imam Ali as adalah Allah SWT penciptanya, Rasulullah SAW dan keluarga dekat beliau. Sedangkan kita hanya mampu membicarakan hal-hal yang sangat sedikit tentang Imam Ali as.
Ustaz Muh menjelaskan beberapa kemuliaan dari Imam Ali as, diantaranya yaitu, Imam Ali as lahir di dalam Kakbah, tempat yang paling suci dan menjadi kiblat bagi seluruh kaum Muslimin saat menjalankan shalat. Keistimewaan yang kedua adalah Imam Ali sejak kecil mendapatkan didikan langsung dari Nabi Muhammad SAW dan ini kemuliaan yang sangat Agung.(
Gema Shalawat Bersama Haddad
Rabu (27/4) warga Banjarnegara bershalawat bersama Haddad Alwi dalam acara Israk Mikraj dan pelantikan pengurus NU dan Anshor Cabang Kaliwinasuh di lapangan desa Kaliwinasuh, Kecamatan Purewarja Klampok, Kabupaten Banjarnegara. Warga Kaliwinasuh dan daerah sekitar hadir membeludak, hampir memenuhi lapangan desa itu.
Haddad Alwi yang dijadwalkan tampil pukul 20.00 WIB baru bisa naik ke atas panggung pada pukul 23.00 WIB. Tapi hal itu tak menurunkan antusiasme hadirin, melainkan justru membuat mereka sangat bersemangat, menciptakan suasana lapangan riuh dengan lantunan shalawat kepada Nabi Muhammad saw.
Haddad Alwi mengawali penampilannya dengan mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad saw disusul lagu Shalatullah sebagai lagu pembuka.
Suasana makin meriah namun tetap khidmat saat Haddad membawakan lagu Shalli wa Sallim Daiman al-Ahmada.
Selain bershalawat, di tengah penampilannya Haddad juga mengajak para hadirin selalu mencintai dan meneladani Rasulullah saw dan tak lupa untuk selalu bersyukur kepada Allah karena telah dihidupkan dan dijadikan-Nya sebagai umat beliau saw.
“Kaum Muslimin zaman ini mendapatkan nikmat sangat besar. Nikmat yang tidak dimiliki oleh umat nabi sebelumnya. Nikmat tersebut adalah Allah telah menjadikan kita sebagai umat Rasulullah yang sangat mencintai dan selalu mendoakan kebaikan untuk umatnya. Nikmat tersebut wajib kita syukuri. Dengan bershalawat kepada beliau itulah wujud ekspresi cinta kita kepada Rasulullah dan Allah SWT,” terang Haddad.
Di pertengahan acara, Haddad makin membius para hadirin dengan berinteraksi langsung ke tengah-tengah mereka sambil menyanyikan lagu Rindu Muhammadku.
Sebelum mengakhiri penampilannya, Haddad menyampaikan pesan kepada para hadirin, hendaknya sebagai pencinta Rasulullah kaum Muslimin tidak menyakiti sesamanya, apalagi menjadi sombong dengan saling mengkafirkan satu sama lain.
“Mencintai Rasulullah artinya adalah mencintai persatuan kaum Muslimin dengan membantu mereka yang sedang kesulitan. Bagi para suami, tugas merekalah bekerja keras mencari rezeki yang banyak dan halal karena dengan rezeki yang banyak, selain untuk menghidupi keluarga juga untuk membantu kaum Muslimin lain yang sedang kesulitan. Bagi para istri, hargailah kerja keras para suami dan selalu bahagiakan mereka. Bagi para pemuda, belajarlah dengan tekun dan penuh semangat,” pesan Haddad sebelum menutup acara dengan lagu Rindu Muhammadku dan memimpin doa bersama.
Ada enam lagu yang dibawakan Haddad malam itu; Shalatullah, Shalli wa Sallim Daiman al-Ahmada, Ahmad ya Habibi, Allah Allahu, Muhammad Nabiku, dan Rindu Muhammadku.
Untuk Apa Membungkam Suara Rakyat?
‘Vox Populi Vox Dei’, suara rakyat adalah suara Tuhan. Itulah salah satu ungkapan yang populer di Abad Pencerahan ketika rakyat Eropa bergerak menggugat rezim penguasa yang otoriter dan tak mau mendengar suara rakyat.
Di masa demokrasi sekarang ini, ironisnya upaya-upaya pembungkaman aspirasi rakyat kerap terulang kembali. Hal ini diungkapkan Hasyim, Ketua Federasi Mahasiswa Kerakyatan yang menjadi salah satu korban kriminalisasi aparat saat melakukan demo damai bersama buruh di depan Istana Merdeka bulan Maret lalu, dalam Diskusi Publik ‘Demo Bukan Kriminal’ di Universitas Nasional Jakarta (UNJ) Rawamangun, Jakarta Timur Rabu (27/4).
“Saat kita suarakan aspirasi buruh, saya ditangkap dan disiksa aparat. Dan hanya dalam waktu 30 menit saya dijadikan tersangka,” ujar Hasyim yang kini masih menjalani proses peradilan bersama dua orang advokat dari LBH Jakarta.
Maruli Rajagukguk dari LBH Jakarta menyebutkan, saat ini kriminalisasi serupa bisa menimpa siapa saja.
“Abraham Samad dikriminilasasi, aktivis dikriminilasasi, buruh dan mahasiswa juga kena kriminalisasi,” ujar Maruli.
“Padahal kriminalisasi itu merupakan penyalahgunaan kewenangan,” tambahnya.
Membungkam Suara Rakyat
Dian Septi dari Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) menyatakan bahwa kriminalisasi terhadap buruh, mahasiswa, dan juga pengacara yang menyuarakan aspirasi buruh ini adalah taktik untuk membungkam suara buruh.
“Kriminalisasi ini adalah taktik untuk menakut-nakuti buruh beraspirasi. Untuk membungkam dan memberangus suara buruh,” ujar Dian.
“Buruh dibungkam agar kebijakan politik korporasi untuk melancarkan pasar bebas menjadi lebih mudah,” tambah Dian.
Dian menyayangkan bagaimana pemerintah dan korporasi berhasil menumbuhkan opini negatif di tengah masyarakat terhadap perjuangan buruh dan rakyat miskin menuntut hak-haknya ini.
“Celakanya, melalui media pemerintah dan korporasi berhasil menumbuhkan opini terutama pada kelas menengah untuk anti pada rakyat miskin, nyinyir pada aksi buruh, nyinyir pada korban penggusuran, pada korban 65, dan seterusnya,” keluh Dian.
“Termasuk membiarkan kekerasan paramiliter yang membubarkan kelompok masyarakat yang berkumpul, berpendapat dan berdikusi,” tambahnya.
Jika pembungkaman suara rakyat ini terus dilakukan, Indonesia bisa kembali mundur seperti di zaman Orde Baru. Padahal seharusnya suara rakyat perlu didengarkan dan diberi ruang untuk beraspirasi sesuai semangat demokrasi kita.
Perjuangan Panjang Aksi Kamisan Ke 441
Sudah 9 tahun lamanya dan 3 masa jabatan Presiden Republik Indonesia telah dilalui, tapi keadilan itu belum juga kunjung tiba. Ya, tepat 100 meter di seberang gerbang Istana Negara, Jalan Merdeka Barat, dalam diam, di bawah payung hitam dan pakaian serba hitam, Korban pelanggaran HAM Berat masa lalu yang tergabung dalam Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menggelar Aksi Kamisan mereka yang ke 441, Kamis(28/4).
“Mereka banyak janji dan menggunakan kita sebagai alat, tapi tetap saja korban pelanggaran HAM tidak pernah terselesaikan kasusnya,” teriak Suciwati, istri mendiang aktivis HAM Munir Said Thalib menyoal ketidakjelasan sikap pemerintah sore itu.
Suciwati juga mengkritik sepak terjang pejabat yang terus menjadikan korban pelanggaran HAM Berat masa lalu sebagai bulan-bulanan. Para pejabat kata Suciwati, hanya berani bicara di depan media dan mempertontonkan perseteruan dengan pejabat lain. Hal tersebut membuat Suciwati berkesimpulan bahwa perjuangan mereka untuk mendapatkan keadilan masih panjang.
“Jadi masih panjang perjuangan kita dan tentunya hanya satu kata, kita harus melawan dan terus bersemangat,” teriaknya lagi.
Dalam kesempatan tersebut, seperti biasa dalam setiap Aksi Kamisan, mereka akan menyerahkan Surat Terbuka kepada Presiden yang di antara isinya berupa tuntutan agar Kepala Negara memegang teguh komitmennya untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM Berat masa lalu dan menghapuskan impunitas sebagaimana tercantum dalam Nawa Cita Jokowi.
Mungkinkah dalam waktu dekat Jokowi akan menemui massa aksi Kamisan, seperti ketika dia santai bercengkerama dengan para petani di desa-desa dalam sorotan kamera media?