
کمالوندی
Kritik Canberra Atas Langkah Beijing di Laut Cina Selatan
Pemerintah Australia melayangkan kritik tegas terhadap Cina menyusul langkah Beijing membentuk sistem pertahanan udara di atas Laut Cina.
Ditujukan kepada pemerintah Cina, Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop mengatakan, alih-alih menempuh jalur detente, Beijing justru memilih langkah-langkah anti-perdamaian.
Menurut pemerintah Australia, pembentukan zona pertahanan udara di Laut Cina Selatan, berarti monopoli ruang untuk Cina sejumlah sejumlah negara juga memiliki porsi di Laut Cina Selatan dan mereka harus dapat memanfaatkan sumber-sumber maritim itu sesuai dengan porsi mereka. Oleh karena itu, langkah Cina didefinisikan sebagai totaliterisme yang bertentangan dengan esensi stabilitas dan perdamaian di kawasan.
Dalam menjelaskan kritikan Canberra, Bishop menegaskan bahwa jalur perdangan penting semua negara di kawasan termasuk Australia, melintasi Samudera Hindia dan dari arah utara samudera itu. Sebab itu, negara-negara regional mengupayakan solusi krisis yang ada secara damai.
Sekilas, kritikan Australia atas langkah Cina ini memberikan kesan bahwa Australia juga memiliki porsi di Laut Cina Selatan, akan tetapi ketika yang dipertaruhkan adalah kepentingan nasional dan trans-nasional di antara semua negara di satu titik geografi, maka langkah Canberra tersebut sebenarnya adalah pengumpulan negara-negara terkait pada satu front dalam melawan Cina.
Dalam beberapa tahun terakhir, krisis maritim dan status kepemilikan wilayah di Laut Cina Selatan, semakin meningkat di antara negara-negara bersengketa. Cina tidak pernah mengubah sikapnya dan mengklaim sebagai pemilik tak terbantahkan Laut Cina Selatan beserta pulau-pulaunya.
Dengan asas sikap tersebut, Cina segera melakukan konstruksi di kawasan itu dan juga menciptakan pulau-pulau buatan. Langkah yang menurut negara-negara di kawasan telah menimbulkan kerugian 100 juta dolar kepada negara-negara tetangga Cina.
Menurut negara-negara yang juga mengklaim kawasan tersebut seperti Filipina dan Vietnam, langkah konstruksi Cina di kepulauan yang disengketakan bukan hanya tidak membantu meredam ketegangan, bahkan dalam jangka panjang akan berujung pada pembentukan pangkalan militer Cina.
Banyak pihak berpendapat bahwa Cina saat ini sedang mengulur-ulur waktu sampai masalah hukum dalam sengketa kepulauan di Laut Cina itu luntur dan pada akhirnya negara-negara yang bersangkutan juga tidak dapat memperjuangkan klaim mereka lagi.
Di lain pihak, Filipina, Vietnam dan Jepang yang masing-masing mengklaim porsi di Laut Cina Selatan, dan juga karena kedekatan mereka dengan Amerika Serikat, dapat menyeret kasus ini ke meja hijau internasional. Dan jika hal itu terjadi, maka kita akan menyaksikan konfrontasi Cina dengan Filipina, Vietnam dan Jepang.(
Wina; Babak Baru Negosiasi Nuklir
Tim juru runding nuklir Republik Islam Iran Selasa (12/5) pagi dilaporkan tiba di Wina, Austria untuk melanjutkan penyusunan teks kesepakatan nuklir komprehensif antara Iran dan Kelompok 5+1.
Babak baru negosiasi nuklir di bawah koridor program aksi bersama, dihadiri oleh Sayid Abbas Araqchi dan Majid Takht-e Ravanchi, keduanya deputi menlu Iran dan Helga Schmid, deputi ketua kebijakan luar negeri Uni Eropa dan digelar di Wina.
Ini merupakan babak ketiga penyusunan draf kesepakatan final nuklir. Selama dua babak sebelumnya tim pakar nuklir Iran dan Kelompok 5+1 di New York, mengkaji teks kesepakatan final nuklir. Mereka berunding hampir 200 jam. Kesimpulan dari babak perundingan ini harus dikatakan bahwa berdasarkan statemen tim juru runding Iran, kini kedua pihak memiliki teks yang sebagian besar isinya disepakati bersama, namun masih ada bagian yang diperselisihkan.
Rencananya para deputi dan kepala diplomasi negara-negara Kelompok 5+1 akan bergabung di negosiasi ini pada hari Jumat. Iran di perundingan ini telah menunjukkan itikad baiknya dan berkerja serius. Harapan Tehran adalah pihak seberang juga harus komitmen melaksanakan janji-janjinya.
Harapan ini mengisyaratkan pada pencabutan seluruh sanksi harus tertulis, namun mengingat bahwa sejumlah sanksi anti Iran berkaitan dengan Dewan Keamanan PBB dan sebagian lain dari AS serta Eropa, maka proses pencabutan sanksi akan menjadi sangat rumit.
Sementara itu, sikap Iran dalam masalah ini sangat transparan dan Araqchi sebelumnya telah menekankan bahwa seluruh sanksi ekonomi dan finansial harus dicabut ketika kesepakatan dijalankan. Amerika Serikat di negosiasi nuklir berusaha mencitrakan proses kesepakatan ini dibarengi dengan friksi antara Kongres dan Gedung Putih. Selain itu, ditingkat regional dan internasional, Amerika menyebut hal ini sebagai proses untuk mengakhiri kekhawatiran di tingkat internasional terkait program nuklir Iran.
Oleh karena itu, Presiden Amerika Serikat, Barack Obama mengundang pemimpin enam negara Dewan Kerjasama Teluk Persia (P-GCC) ke Camp David untuk memberikan jaminan kepada mereka terkait kekhawatiran hipotesis kesepakatan nuklir. Pertemuan Camp David ini rencananya digelar Rabu dan Kamis pekan ini.
Meski sejumlah pemimpin Arab negara anggota P-GCC termasuk Raja Salman bin Abdulaziz, pemimpin Arab Saudi dan Sultan Qaboos, pemimpin Oman menyatakan tidak akan menghadiri pertemuan ini, dan hanya mengirim utusan. Terlepas dari isu yang bakal dibicarakan di Camp David, berbagai indikasi menunjukkan, jika pihak seberang memiliki tekad serius, hingga bulan Juni maka kesepakatan kemungkinan besar akan dicapai.
Tapi hingga kini belum juga ada kejelasan bahwa peluang ini seberapa besar dimanfaatkan untuk mencapai kesepakatan final. Karena mengingat pergerakan dan aksi sabotase di Kongres Amerika Serikat terkait kesepakatan nuklir yang mungkin diraih, maka seluruhnya tergantung tekad dan itikad baik Barat.
Velayati: KTT Camp David, Sebuah Pertunjukan Iranphobia
Penasihat Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran untuk Urusan Internasional mengatakan, Kongferensi Tingkat Tinggi Camp David mendatang merupakan pertunjukan Iranphobia.
Ali Akbar Velayati mengemukakan hal itu dalam wawancara dengan surat kabar Inggris, Financial Times, Selasa (12/5), ketika menyinggung pertemuan yang akan digelar pada Rabu antara Barack Obama, Presiden Amerika Serikat dan para pejabat tinggi negara-negara anggota Dewan Kerjasama Teluk Persia (P-CC) di Camp David tentang transformasi Yaman dan hubungan dengan Iran.
Velayati menegaskan, pertemuan ini tidak akan membawa manfaat apapun bagi perundingan nuklir, dan tidak akan mampu memperkuat posisi negara-negara Arab untuk melemahkan Iran.
Menurutnya, pertemuan di Camp David sebagai kelanjutan dukungan lama AS kepada Arab Saudi dan negara-negara sekutunya di Teluk Persia.
"Arab Saudi sekarang ini menginginkan dukungan lebih dari Amerika," ujarnya.
Ketua Pusat Riset Strategis Dewan Penentu Kebijakan Negara Iran lebih lanjut menyinggung dukungan Arab Saudi kepada kelompok-kelompok ekstrem di Timur Tengah termasuk ISIS.
Negara ini, kata Velayati, mengambil posisi berlawanan dalam kerangka rasa superioritasnya.
Penasihat Rahbar untuk Urusan Internasional lebih lanjut menggambarkan kebijakan Riyadh sebagai kebijakan gagal, dan menegaskan bahwa Arab Saudi tidak bisa menganggap Yaman sebagai halaman belakangnya yang kosong, sebab Yaman adalah negara independen dan memiliki peradaban yang lebih kuno daripada Arab Saudi.
Rahbar Kunjungi Pameran Buku Internasional Tehran ke-28
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar mengunjungi Pameran Buku Internasional Tehran (Tehran International Book Fair/TIBF) ke-28.
Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei mengunjungi Pameran Buku Internasional Tehran pada Rabu (13/5) pagi seperti dilaporkan IRNA.
Sekitar 3.000 penerbit dalam negeri dan 2.800 penerbit asing dari 65 negara berpartisipasi dalam pameran tersebut.
465.000 judul buku dipamerkan di TIBF ke-28, di mana 300.000 judul adalah buku-buku Iran dan sekitar 165.000 lainnya merupakan buku-buku dari negara-negara asing.
437 wartawan lokal dan 76 wartawan asing meliput berita dan peristiwa di Pameran Buku Internasional Tehran.
Pameran Buku Internasional Tehran ke-28 digelar di Mushalla Imam Khomeini ra dari 6 Mei dengan mengusung slogan "Membaca, Dialog dengan Dunia" dan akan berakhir pada 26 Mei.
Berlanjutnya Bantuan Iran ke Irak untuk Perangi ISIS
Deputi Menteri Luar Negeri Irak untuk urusan ekonomi mendesak berlanjutnya bantuan Iran dalam perang melawan terorisme di negara itu.
IRNA (12/5) melaporkan, Deputi Menlu Irak, Selasa (12/5) petang dalam pertemuannya dengan Ali Rabiei, Menteri Kooperasi, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Sosial Iran di Baghdad, mengapresiasi bantuan Iran atas negaranya dalam perang melawan terorisme dan menekankan berlanjutnya bantuan tersebut.
Roz Nouri Shawis mengatakan, ÔÇ£Hari ini masalah utama Irak adalah terorisme dan upaya menghadapinya. Irak juga meminta agar bantuan-bantuan Iran untuk Baghdad dalam memerangi terorisme terus berlanjut.ÔÇØ
Pada saat yang sama ia menilai perang melawan ISIS di Irak sebagai peluang untuk memperjelas perbedaan-perbedaan. Rakyat Irak harus tahu siapa kawan negara ini yang sebenarnya dan selalu menyertainya dalam situasi-situasi sensitif.
Shawis juga menganggap hubungan Iran dan Irak adalah hubungan yang stabil dan kokoh. ÔÇ£Hubungan ini harus dilanjutkan,ÔÇØ katanya.
Deputi Menlu Irak menyinggung pengalaman-pengalaman Iran di bidang kesejahteraan sosial, lapangan kerja, kebijakan dukungan dan perhatian terhadap kelas menengah ke bawah. Ia menuturkan, ÔÇ£Kementerian Tenaga Kerja dua negara harus bekerjasama serius dalam masalah pertukaran pengalaman.ÔÇØ
Ali Rabiei, Menteri Tenaga Kerja Iran mengumumkan kesiapan Tehran untuk berbagi pengalaman dan memperluas kerjasama khususnya di bidang teknik dan industri, termasuk industri obat-obatan dan semen, dengan Irak.
Rouhani: Implementasi Perjanjian akan Perluas Hubungan Iran-Turkmenistan
Presiden Republik Islam Iran menyatakan kesiapan Tehran untuk mempercepat pelaksanaan berbagai perjanjian dan perluasan hubungan dengan Ashgabat.
Hassan Rouhani mengungkapkan hal itu dalam pertemuan dengan Baymyrat Hojamuhammedow, Wakil Ketua Kabinet Turkmenistan untuk Urusan Minyak dan Gas di Tehran, ibukota Iran, Senin (11/5) seperti dilansir situs informasi kepresidenan Iran.
Ia menegaskan, pelaksanaan kesepakatan-kesepakatan antara Iran dan Turkmenistan akan mendorong pengembangan dan kemakmuran ekonomi kedua negara.
Rouhani lebih lanjut menyinggung empat babak pembicaraan konstruktif antara Presiden Iran dan Turkmenistan.
Ia menuturkan, implementasi berbagai perjanjian kedua negara termasuk pelaksanaan proyek pembangunan jalan, ekspor barang dan jasa serta pertukaran di sektor energi, merupakan dasar pembangunan regional dan peningkatan kerjasama.
Menurutnya, hubungan baik selalu terjalin antara Iran dan Turkmenistan, dan ia berharap hubungan kedua negara yang bertetangga ini akan diperluas di semua bidang.
Sementara itu, Hojamuhammedow menyampaikan pesan Gurbanguli Berdymukhamedov, Presiden Turkmenistan kepada mitranya di Iran, dan menyinggung hubungan baik keuda negara, serta penandatanganan 19 dokumen kerjasama bilateral.
Ia mengatakan, Turkmenistan mengejar peningkatan kerjasama ekonomi dengan Iran berdasarkan hubungan bertetangga yang baik.
Araqchi: Tim Perunding Nuklir Iran Tidak Terima Bahasa Ancaman
Wakil Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran untuk Urusan Hukum dan Internasional mengatakan, tim perunding nuklir Tehran tidak akan pernah mengizinkan penggunaan bahasa ancaman dalam perundingan.
Sayid Abbas Araqchi, yang juga anggota senior tim perunding nuklir Iran mengemukan hal itu pada Senin (11/5) seperti dilansir IRNA.
Ia menyatakan kepuasan atas penentangan Majlis (parlemen) Iran terhadap perencanaan tiga keadaan darurat perundingan nuklir Iran dengan Kelompok 5+1.
Araqchi menuturkan, pihak seberang sejauh ini tidak mengizinkan diri mereka menggunakan literatur ancaman dalam negosiasi.
Wakil Menlu Iran untuk Urusan Hukum dan Internasional lebih lanjut mengkritik perang yang dilancarkan media negara-negara Barat tentang perundingan nuklir antara Tehran dan Kelompok 5+1.
Di luar perundingan, kata Araqchi, ada kelompok-kelompok yang menumbuhkan keraguan ancaman dengan menggunakan media-media mereka, namun tindakan ini tidak akan berpengaruh pada tekad tim perunding nuklir Iran.
Anggota-anggota parlemen Iran pada Ahad mengeluarkan sebuah pernyataan bahwa pelibatan persetujuan Kogres Amerika Serikat sebagai komponen baru dalam mengukuhkan hasil perundingan tidak akan menjadi faktor tawar menawar lain, namun sebaliknya, para perunding nuklir Iran harus merespon tepat tentang pengaruh masuknya faktor ini, dan mempertimbangkannya dengan serius di hasil perundingan.
Pernyataan itu menambahkan, syarat-syarat inspeksi Badan Energi Atom Internasional (IAEA) terhadap instalasi nuklir Iran hanya diperbolehkan sesuai dengan norma-norma dan aturan internasional.
AD Iran Produksi Senjata-senjata Berbasis Ilmu Pengetahuan
Wakil Koordinator Komandan Angkatan Darat Iran mengabarkan produksi senjata-senjata berbasis ilmu pengetahuan di institusinya.
Brigjen Ali Arasteh, Wakil Koordinator Komandan AD Iran dalam wawancaranya dengan Klub Jurnalis Muda Iran (YJC), (9/5) menyinggung tentang kedudukan aktivitas-aktivitas berbasis ilmu pengetahuan dalam produksi senjata-senjata Angkatan Darat Iran.
Ia mengatakan, ÔÇ£Aktivitas berbasis ilmu pengetahuan dalam produksi senjata di Angkatan Darat Iran memiliki kedudukan spesial dan para pakar berusaha memproduksi senjata berbasis ilmu pengetahuan.ÔÇØ
Arasteh menjelaskan, ÔÇ£Pengelolaan ilmu pengetahuan dengan strategi internasional, merupakan langkah yang mendapat perhatian dari Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran dan arahan dari staf komando militer.ÔÇØ
Menurutnya, jika sebuah negara atau institusi tidak bergerak berlandaskan pada peristiwa-peristiwa dunia dan memilih diam, maka ia akan binasa.
Kemampuan Teknologi Iran akan Digunakan di Filipina
Duta Besar Filipina di Iran mengabarkan kesiapan dan sambutan Manila untuk memanfaatkan kemampuan ilmu pengetahuan Iran.
Eduardo Martin R. Menez, Dubes Filipina di Tehran dalam wawancaranya dengan surat kabar Shargh, Senin (11/5) mengatakan, ÔÇ£Kami membutuhkan bantuan-bantuan Iran di bidang nanoteknologi dan bioteknologi. Pasalnya Iran termasuk negara yang mengalami kemajuan di bidang teknologi.ÔÇØ
Ia menambahkan, ÔÇ£Di bidang-bidang ilmu pengetahuan penting seperti nano, dimana Iran cukup diperhitungkan di level internasional, bantuan-bantuannya sangat dibutuhkan oleh ilmuwan Filipina.ÔÇØ
Menurut Dubes Filipina, selama setahun ini akan dilakukan perencanaan terkait tujuh perjalanan wisata dari Filipina ke Iran.
ÔÇ£Dengan memperhatikan kemampuan Iran dalam industri otomotif, maka peluang kerja sama dua negara di bidang ini terbuka,ÔÇØ pungkasnya.
Iran Kirim Bantuan Kemanusiaan 2.500 Ton ke Yaman
Pemuatan barang bantuan kemanusiaan dari Masyarakat Bulan Sabit Merah Iran (IRCS) untuk warga Yaman ke "Kapal Penyelamatan" di Bandar Abbas, Iran selatan, telah selesai.
Kapal penyelamatan tersebut mengangkut 2.500 ton bantuan kemanusiaan yang meliputi 1.200 ton beras, 700 ton gandum, 400 ton tuna kaleng, 50 ton obat-obatan dan peralatan medis, 50 ton air mineral, 2.000 selimut, 1.000 tenda pleton, dan 1.000 peralatan dapur.
Kapal yang membawa 60 orang penumpang yang terdiri dari 15 staf medis IRCS, 20 wartawan dan tokoh-tokoh cinta damai internasional, lima pengawal dan 20 kru itu, akan bertolak ke Yaman dari Bandar Abbas, Ahad (10/5), pukul 19:00 waktu lokal.  
Tokoh-tokoh cinta damai internasional dan para aktivis anti-perang yang ikut dalam misi kemanusiaan tersebut terdiri dari seorang warga Perancis, seorang warga Jerman dan lima warga Amerika.
Rute perjalanan Kapal Penyelematan itu adalah pelabuhan Shahid Rajaee Bandar Abbas Iran, Laut Oman, Samudra Hindia, Teluk Aden, Selat Bab El Mandeb kemudian masuk ke Laut Merah, dan akan merapat di pelabuhan al-Hadida Yaman.
Menurut para staf IRCS, koordinasi yang diperlukan telah dilakukan dengan Federasi Palang Merah Internasional, Bulan Sabit Merah di Oman, Djibouti dan Arab Saudi.