
کمالوندی
Rahbar Ucapkan Selamat atas Kemenangan Timnas Gulat Iran
Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei mengucapkan selamat atas kemenangan Tim Gulat Nasional Republik Islam Iran dalam turmanamen gulat dunia yang digelar di Amerika Serikat.
 
Ayatullah Khamenei dalam pesannya pada Senin (17/3) mengucapkan terimakasih kepada para pegulat Iran dan pelatih Timnas Gulat negara itu. Demikian dilaporkan IRNA.
 
Berikut pesan lengkap Rahbar atas kemenangan Timnas Gulat Iran:
 
Bismillahirrahmanirrahim
 
Saya mengucapkan terimakasih kepada para pegulat, pelatih dan para pemangku kepentingan Timnas Gulat negara tercinta kita, Iran, yang jerih payah mereka telah membahagiaan rakyat.
 
Sayid Ali Khamenei
 
26 Isfand 1392
 
Sebelumnya, Timnas Gulat Iran pada Ahad sore waktu Los Angeles mengalahkan tim Rusia dengan skor 6-2 dan keluar sebagai juara.
 
Kemenangan Reza Yazdani di kelas 96 kg, telah mengantarkan Timnas Gulat Iran menjuarai turnamen dunia kali ini.
 
Reza Yazdani menundukkan lawannya dari Rusia dengan skor 14-2 dan mengantarkan Iran sebagai juara dunia.
 
Kemenangan ini sekaligus prestasi Yazdani dalam mempertahankan gelar juara dunianya.
 
Timnas Gulat Iran sebelumnya menundukkan tim Armenia, Turki, AS dan India dalam turnamen ini.
 
Dalam turnamen ini, AS sebagai tuan rumah menempati posisi ketiga setelah mengalahkan Ukraina.
Buku Putih Mazhab Syiah: PENGANTAR Prof. Dr. M. Quraish Shihab, M.A
Kesefahaman, Urat Nadi Persaudaraan Islam[1]
 
Buku putih ini, dan upaya-upaya merakit persatuan umat, adalah dua hal yang menyatu. Buku Putih Mazhab Syiah ini memuat uraian-uraian untuk kesefahaman demi kerukunan umat Islam. Tidak akan ada persatuan dan kerukunan, kalau tidak ada kesefahaman. Lalu, tidak bisa pula ada kesefahaman kalau tidak ada upaya yang sungguh-sungguh untuk memfahami diri masing-masing. Setiap diri atau kelompok harus memfahami dirinya sendiri dan kemudian memfahami pihak lain. Buku Putih Mazhab Syiah merupakan upaya memperkenalkan Syiah agar difahami dengan benar. Hal ini tidak cukup jika pihak di luar Syiah tidak memfahami dirinya. Kesefahaman, dengan demikian, sangat perlu sebab kesalahfahaman hanyalah akan menyimpan potensi konflik. Boleh jadi, berbagai konflik seperti yang terjadi dalam masyarakat Islam di dunia dan di Indonesia ini merupakan akibat dari kesalahfahaman. Ringkasnya, jika disederhanakan, mungkin ada kesalahfahaman orang Syiah terhadap Mazhab Syiah, dan kesalahfahaman orang Sunni terhadap Mazhab Sunni.
 
Perkenankan penulis memperjelas persoalan tersebut. Pertama, persoalan penting dan mendesaknya kesalingfahaman serta upaya mengatasi kesalahfahaman. Tidak dimungkiri oleh siapa pun bahwa Syiah, atau yang dinamai Syiah, banyak kelompoknya. Itu sebabnya, kalau ada pendapat dari satu kelompok Syiah yang dinisbatkan kepada kelompok lain, maka di sini bisa timbul kesalahfahaman. Suatu contoh, ada Syiah Ismailiyah, ada Syiah Zaidiyah, yang sekarang banyak dan berkembang di Yaman. Ada juga Syiah Ja'fariyah yang juga sekarang masih berkembang utamanya di Iran dan Irak. Hingga sekarang ini masih terdapat perbedaan di antara pemahaman Syiah tersebut. Dulu ada Syiah Al-Khathaniyah, Al-Qaramithah, dan puluhan lagi aliran Syiah lainnya. Jika pendapat salah satu aliran Syiah, misalnya Khathaniyah lalu dinisbatkan ke Ja'fariyah, maka akan terjadi kesalahfahaman, dan itu merupakan bentuk penzaliman atas salah satu kelompok itu.
 
Kita tidak bisa memungkiri bahwa ada Syiah yang sesat. Bahkan tidak dapat dimungkiri bahwa ada kelompok Syiah yang menyesatkan kelompok Syiah yang lain. Salah satu keluhan kita terhadap kecaman-kecaman atas Syiah adalah adanya kebiasaan mengutip pendapat suatu kelompok dan menganggapnya bahwa itu sama dengan pendapat kelompok lain dan atas dasar itulah kelompok lain disesatkan. Ini bentuk ketidakfahaman.
 
Penulis melihat di sisi Sunnah pun begitu. Semua sepakat bahwa perilaku gampang mengkafirkan adalah perilaku yang tidak terpuji. Dan "jangan mengkafirkan" adalah ajaran Sunnah. Imam Ghazali misalnya berkata: "kalau seandainya Anda mendengar kalimat mengkafirkan suatu kelompok yang diucapkan oleh seseorang, yang 99 persen di antaranya menunjukkan bahwa yang bersangkutan benar-benar kafir, ketahuilah masih ada 1 persen yang memungkinkannya dinilai beriman, maka jangan kafirkan dia." Membiarkan hidup seribu orang yang kafir, kesalahannya lebih ringan daripada membunuh karier seorang Muslim. Namun sayangnya, ini tidak diketahui oleh banyak orang.
 
Ketidaktahuan atau ketidakmengertian satu pihak atas dirinya dan pihak lain, mengakibatkan terjadinya cekcok.
 
Kedua, menuju kebersatuan umat Islam. Fakta sejarah manusia menunjukkan adanya berbagai perkembangan pemikiran. Pemikiran apa pun, termasuk keagamaan, dipengaruhi oleh banyak faktor. Bermacam-macam faktor itu bisa berupa perkembangan ilmu, kemaslahatan, kecenderungan seseorang, dan sebagainya. Pada semua mazhab pasti terjadi perubahan-perubahan menyangkut pendapat-pendapat mazhabnya, sedikit ataupun banyak. Pendapat Imam Syafi'i, jangankan oleh orang lain, oleh perkembangan dirinya sendiri pun tatkala di Irak dan di Mesir, mengalami perkembangan. Artinya, pendapat beliau ketika masih di Irak sudah berubah atau berkembang dibanding saat beliau sudah berada di Mesir. Begitu pun terjadi pada faham salaf. Banyak Salafiyah sekarang ini yang sudah berbeda pandangannya dengan pendapat Imam Ahmad ibn Hanbal. Sekali lagi, ada perkembangan.
 
Kemaslahatan umat telah menjadi topik penting saat ini. Topik yang menggugah banyak tokoh Muslim untuk berpikir tentang pentingnya upaya baru dalam mendekatkan umat Islam dari berbagai latar mazhab. Kemaslahatan umat Islam telah mengantar sebagian tokoh-tokohnya untuk melakukan pendekatan-pendekatan pemikiran dan pertimbangan-pertimbangan baru. Kalau tidak demikian, maka dapat disamakan dengan orang yang terlambat lahir. Buku saya yang berjudul Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan: Mungkinkah! telah dibantah oleh suatu pesantren. Jika saya bereaksi dengan membantahnya lagi, saya merasa terlambat lahir. Bantahan yang dikemukakan itu masih merujuk kepada pendapat-pendapat lama yang sudah tak relevan lagi. Topik-topiknya tidak lagi kontekstual dengan kebutuhan umat saat ini.
 
Mungkin akan lain halnya jika sumber-sumber rujukannya ialah ulama-ulama yang sudah akrab dengan proses kontekstualisasi pemikiran keislaman dalam konteks tantangan baru dan perkembangan zaman. Beberapa ulama Syiah memberi penjelasan bahwasanya juga telah terjadi perkembangan pendapat-pendapat para ulama tentang ajaran mazhab ini. Salah satu contohnya adalah tulisan Imam Khomeini menyangkut taqiyyah. Pendapatnya sudah sangat berbeda. Demikian juga pendapat tentang izin mengangkat senjata terhadap penguasa. Dahulu, tidak ada izin itu hingga hadirnya imam (Mahdi, yang dipercayai sedang gaib), tetapi sekarang sudah ada perkembangan. Hal-hal ini menunjukkan bahwa jika pendapat suatu mazhab hanya merujuk pada sumber-sumber lama tanpa mempertimbangkan perkembangannya yang lebih mutakhir, maka muncullah salah faham.
 
Ketiga, pendapat ulama, cendekiawan, berbeda dengan pendapat orang awam. Syaikh Abdul Halim Mahmud dalam bukunya At-Tafkir Al-Falsafi fi Al-Islam mengatakan: "Kita tidak bisa menilai orang-orang Prancis dan pemikiran-pemikirannya dengan memperhatikan orang-orang di desa-desa Prancis yang bodoh." Demikian juga beliau nyatakan bahwa orang Mesir tidak bisa digambarkan hanya dengan pemikiran orang-orang Mesir yang masih telanjang kaki, padahal ada cendekiawannya yang begitu hebat pemikiran-pemikirannya.
 
Sering suatu kelompok dinilai tidak dari ulamanya, baik Sunni menilai Syiah maupun Syiah menilai Sunni. Tidak mungkin ada kesefahaman jika demikian halnya. Rujukan terbaik adalah ulama yang muktabar dan diakui, bukan seseorang atau kelompok apa pun namanya, apalagi yang sebenarnya tidak diakui sebagai ulama. Bukan hanya di kalangan Syiah, di kalangan Sunni pun banyak. Sebagai contoh, yang saya pelajari di Sunni, tentang pendapat para ulama hadis menyangkut kualifikasi Imam Ghazali dalam bidang hadis. Menurut pendapat Imam Jalaluddin Suyuti, seperti dikutip Syaikh Muhammad Rasyid Ridha, "(Kualifikasi Al-Ghazali) itu laksana pengumpul kayu di malam hari." Artinya, Imam Ghazali dianggap mencampurbaurkan hadis-hadis sahih dan lemah. Hal seperti ini bisa terjadi, apalagi pada zaman seperti sekarang ini.
 
Seorang penulis besar di Mesir, almarhum Abdul Qadir Audah menyatakan tentang problem umat Islam dengan ungkapan "Al-Islam baina Jahli Abnaihi wa ÔÇÿAjzi Ulama'ihi", Islam berada di antara kebodohan umatnya dan ketidakmampuan ulamanya. Ketika ada sebagian anggapan orang bahwa Pak Quraish itu Syiah, saya tegas membantahnya. Penolakan saya disebut Syiah bukan karena ikut pendapat bahwa Syiah itu sesat, tetapi karena saya tahu siapa yang dimaksud Syiah, saya sangat memfahami siapa yang pantas disebut Syiah.
 
Syaikh Abdul Halim Mahmud, guru saya, dan saya akrab dengan beliau, berkata: "Jangan beranggapan bahwa seorang yang berpendapat bahwa Sayyidina Ali ibn Abu Thalib lebih utama daripada Sayyidina Abu Bakar atau Utsman itu Syiah." Karena, seperti ditulis Syaikh Abdul Halim Mahmud, sejarah menunjukkan ada kelompok Mu'tazilah Bashrah yang bahkan memusuhi Syiah, tetapi menganggap Sayyidina Ali lebih afdhal daripada Sayyidina Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Dan ini beda dengan Mu'tazilah di Baghdad.
 
Pernah terjadi dialog ulama dari berbagai mazhab. Imam Abu Hanifah berkata, "Yang tidak shalat, kafir."
 
Lalu Imam Syafi'i berkata, "Tidak, dia tidak kafir," lalu bertanya, "Bagaimana caranya orang yang tidak shalat yang Anda katakan sebagai kafir tersebut agar dapat masuk Islam kembali?" Jawab Imam Abu Hanifah, "Dia ucapkan dua kalimat syahadat." Lalu, Imam Syafi'i menyanggahnya dengan mengatakan bahwa dia tidak pernah meninggalkan dua kalimat syahadat. Sehingga menjadi aneh kalau mengucapkan dua kalimat syahadat harus menjadi syarat agar dirinya dapat kembali menjadi Islam. "Jadi, dia tidak kafir, dia adalah Muslim yang berdosa," lanjut Imam Syafi'i.
 
Semua yang mengaku Muslim merujuk ke Al-Quran, bahkan tidak jarang orang non-Muslim pun bersikap demikian tatkala menghadapi umat Islam. Semua Muslim merujuk kepada Al-Quran, namun justru salah satu penyebab perbedaan di antara umat Islam adalah Al-Quran. Artinya, yang menjadi perbedaan adalah Al-Quran. Imam Syafi'i merujuk kepada Al-Quran, demikian juga dengan Imam Abu Hanifah, Imam Ja'far, dan Imam Zaid. Perbedaan terjadi karena hanya sedikit kesimpulan-kesimpulan yang benar-benar diambil dari Al-Quran dan Sunnah.
 
Perbedaan terjadi tatkala sudah memasuki wilayah penafsiran. Tangan yang dimaksud dalam kalimat "Yadull├óhi fawqa aid├«him" itu hakiki atau majazi? Ada tangan Tuhan, tapi beda dengan makhluk. Ini metafora. Ini menyebabkan perbedaan. Kata "masaha" secara bahasa, apa artinya? Ini menimbulkan juga perbedaan dalam fiqih wudhu. Apakah berarti mengusap (masaha), atau bertinggi (saha), ini sudah beda juga. Ada juga persoalan i'rab. "Wamsah├╗ bi ruÔÇÿ├╗sikum wa arjulikum", atau arjul├ókum? Keduanya merujuk kepada Al-Quran. Yang satu berarti kaki diusap, yang satu lagi dibasuh.
 
Dapat tidaknya seorang musafir berpuasa juga menimbulkan perbedaan. Syiah menyatakan tidak boleh, Sunni membolehkan. Keduanya merujuk Al- Quran dan Sunnah. "Fa man k├óna minkum mar├«dhan aw ÔÇÿal├ó safarin fa'iddatun min ayy├ómin ukhar." Sunni, karena mengikuti hadis, memfahaminya sebagai "Man k├óna minkum mar├«dhan aw ÔÇÿal├ó safarin (walam yashum)." Semua merujuk pada kemungkinan-kemungkinan yang berbeda-beda, yang masing-masingnya tidak dapat dimutlakkan.
 
Hadis juga demikian. Ada perawi Bukhari yang dianggap tidak cukup kuat oleh Imam Muslim. Demikian pula di Syiah, Kitab Hadis Al-Kâfi tidak dianggap semua mutlak sahih. Sebagaimana di Sunni. Jangankan yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dalam Shahîh Muslim pun ada yang tidak sahih menurut sementara ulama Sunni.
 
Hal terpenting dalam upaya menuju kesefahaman ini adalah kebersatuan dalam akidah. Ini pun rumusannya tidak harus seragam atau sama persis. Yang terpenting adalah kesamaan kandungan dan substansinya. Syaikh Muhammad Abduh berkata bahwa Rukun Iman itu yang terpenting ada dua, yakni percaya kepada Allah dan Hari Kemudian. Perinciannya, menurut beliau, bahwa uraian tentang Hari Kemudian tak dapat diterima oleh akal kecuali melalui utusan Allah (Rasul), sehingga kita pun perlu beriman kepada Rasul. Rasul tak mungkin mengungkapkan itu melalui nalarnya sendiri, melainkan menerimanya dari malaikat. Maka iman kepada malaikat adalah hal yang sangat penting. Jadilah rumusan Rukun Iman berkembang dari situ.
 
Umat ini seyogianya tidak terikat dengan rumusan, tetapi kandungan yang dirumuskan itu. Ini baru dapat menciptakan pintu ke arah kesefahaman dengan baik. Lain halnya jika yang dipaksakan adalah sefaham atas redaksi rumusan secara persis, dan itu tidak mungkin. Andaikata kesefahaman itu sudah dan terjadi, maka segalanya akan menjadi mudah. Apalagi kalau yang dirujuk adalah pendapat ulama tepercaya yang ada sekarang, baik Syiah maupun Sunni. Hal ini tentu akan menambah kuat prospek terwujudnya kesefahaman umat Islam, dan selanjutnya kerukunan yang dikehendaki bersama, sesuai perintah Allah Swt.
 
Itu sebabnya semua konferensi atau pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh berbagai ulama, telah menghasilkan kesepakatan-kesepakatan.
 
Sejak tahun 1961 di Mesir sudah terbit Mausu'ah Jam├ól Abdul Nashir Al-Faqqiya (yakni judul ketika pertama kali terbit) yang di dalamnya tercakup 8 mazhab. Yakni, empat Mazhab Sunni yang terkenal: Hanafi, Hanbali, Syafi'i, dan Maliki, kemudian Syiah Ja'fariyah, Al-ÔÇÿIbadiyah, dan Az-Zhahiriyah. Ada juga kesepakatan di Turki, Arab Saudi, Qathar. Jadi, ada fakta bahwa sudah lama umat Islam mudah menemukan kesepakatan-kesepakatan. Maka kita semua sepantasnya merujuk ke sana, kemudian kesemuanya itu harus bisa dijelaskan kepada masyarakat, terutama orang awam. Jika ulamanya menjalankan fungsinya dengan benar. Namun, jika ulamanya yang gagal, di antaranya karena ikut serta mengembus-embuskan permusuhan, maka kesefahaman dan persatuan akan gagal pula.
 
Sejatinya kita adalah saudara dan tidak perlu saling menimbulkan ketegangan. Surga terlalu luas sehingga tidak perlu memonopolinya hanya untuk diri sendiri. Wallahu a'lam bishshawab.
 
[1] . Disunting dari pengantar penulis dalam acara peluncuran Buku Putih Mazhab Syiah, cetakan I, Agustus 2012.
Pentingnya Acara Ratapan Imam Husein as
Ayat dan Riwayat
 
Allah Swt berfirman, "Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati."[1]
 
1. Dari Imam Shadiq as, "Imam Husein as mendatangi Rasulullah Saw dan beliau segera menjemputnya dengan membentangkan kedua tangannya lalu mendekapnya. Setelah itu beliau mendudukkan Husein as di atas pangkuannya dan bersabda, ÔÇÿSesungguhnya pembunuhan Husein memunculkan bara dalam hati orang-orang Mukmin yang tidak akan pernah menjadi dingin."
 
Setelah itu Imam Shadiq as menambahkan, "Ayahku sebagai tebusannya orang yang terbunuh setiap air mata yang bercucuran."
 
Ada yang bertanya, "Wahai Ibnu Rasulillah! Apa maksudnya terbunuh setiap air mata yang bercucuran?"
 
Beliau menjawab, "Setiap kali seorang mukmin mengingatnya, niscaya ia meneteskan air mata."[2]
 
2. Imam Shadiq berkata, "... Tidak ada mata dan air mata yang lebih dicintai oleh Allah dari mata yang menangis untuk Husein as. Setiap orang yang menangis untuk Husein as berarti telah mendekatkan diri dengan Fathimah Zahra as dan membuatnya gembira. Perbuatan itu membuatnya juga dekat dengan Rasulullah Saw dan telah melaksanakan hak kami yang menjadi tanggungannya. Setiap hamba yang dibangkitkan di Hari Kiamat akan menangis, kecuali mereka yang telah menangisi kakekku, Husein as. Ketika dibangkitkan, mata mereka berbinar-binar dan datang kabar gembira yang membuat wajah mereka terlihat gembira. Sementara selain mereka tampak sedih menghadapi perhitungan amal. Orang-orang yang menangis untuk Husein as di dunia dalam keadaan aman di bawah naungan dan berbicara dengan Imam Husein as. Mereka tidak tampak khawatir menghadapi perhitungan amal perbuatannya.
 
Dikatakan kepada mereka agar segera memasuki surga, tapi mereka masih enggan dan memilih untuk tetap bersama Husein as. Setelah itu dikirim bidadari surga kepada mereka yang menyatakan telah rindu untuk bertemu mereka, tapi mereka tidak bergeming, bahkan tidak mengangkat kepalanya untuk melihat para bidadari itu. Hal itu dikarenakan kegembiraan yang mereka rasakan berdekatan dengan Husein as.[3]
 
3. Imam Shadiq as berkata, "Wahai Abdullah bin Shinan! Amal paling utama yang dilakukan di hari ini (Asyura) adalah engkau memakai pakaian bersih, membuka kancingnya, tangan baju dinaikkan, kepala tidak tertutup dan kaki tidak memakai alas sama seperti orang yang terkena musibah."[4]
 
4. Orang mukmin paling sempurna dari sisi iman adalah orang yang akhlaknya paling baik, hatinya paling lembut, tangisannya atas kami Ahlul Bait lebih banyak, kecintaannya kepada kami Ahlul Bait lebih kokoh dan hatinya lebih tersentuh dengan musibah kami,"[5]
 
5. Diriwayatkan ketika Nabi Muhammad Saw menceritakan kepada putrinya, Fathimah as tentang syahadah putranya, Husein as dan musibah yang menimpanya, Fathimah as menangis dan berkata, "Wahai ayah! Kapan terjadinya?" Nabi Saw berkata, "Itu terjadi ketika aku, engkau dan Ali sudah tiada." Mendengar itu, tangisan Fathimah as semakin keras lalu berkata, "Wahai ayah! Lalu siapa yang menangisinya? Siapa yang menyelenggarakan acara ratapan duka untuknya?"
 
Nabi Saw berkata, "Wahai Fathimah! Sesungguhnya para perempuan umatku akan menangisi perempuan dari Ahlul Baitku dan prianya menangisi para pria dari Ahlul Baitku. Setiap tahun dari generasi ke generasi akan memperbarui ratapan dukanya dan terus menghidupkannya. Nanti di Hari Kiamat, engkau memberi syafaat yang perempuan dan aku yang pria. Saya akan memegang tangan orang yang menangisi musibah yang menimpa Husein as dan membawanya ke dalam surga. Wahai Fathimah! Setiap mata akan menangis di Hari Kiamat, kecuali mata yang menangisi musibah Husein as. Pemilik mata ini akan gembira di Hari Kiamat dan diberi kabar gembira akan nikmat-nikmat surga."[6]
 
6. Dalam hadis munajat, Nabi Musa as berkata, "Ya Allah! Apa yang menyebabkan umat Muhammad lebih mulia dari umat yang lain?" Allah Swt berfirman, "Mereka lebih mulia dengan 10 hal." Musa as berkata, "Dari 10 hal itu, mana yang diamalkan oleh mereka? Ajari aku agar dapat kusampaikan kepada Bani Israil dan mereka mengamalkannya." Allah Swt berfirman, "Shalat, zakat, puasa, haji, jihad, shalat Jumat, shalat jamaah, al-Quran, ilmu dan Asyura." Musa berkata, "Ya Allah! Apa itu Asyura?" Allah berfirman, "menangisi cucu dari anak perempuan Muhammad Saw dan ratapan duka atas musibah yang menimpa anak-anak Musthafa Saw. Wahai Musa! Setiap hamba-Ku yang waktu itu menangisi anak-anak Musthafa Saw atau membuat orang lain menangis dan memperingati acara ratapan duka, niscaya surga menjadi tempatnya dan tinggal selama-lamanya di sana. Barangsiapa memberi makan orang lain atau berinfak dengan satu dirham dikarenakan cinta kepada anak putri Nabi Saw, maka selama di dunia Aku akan memberi berkah 70 dirham untuk setiap dirham yang dikeluarkannya. Ia akan dimasukkan ke surga dan diampuni dosa-dosanya."[7]
 
Pendapat Imam Khomeini dan Khamenei
 
Imam Khomeini:Kita menyelenggarakan acara ratapan duka sejak Imam Shadiq as memerintahkan kita melakukannya."[8]
 
Imam Khomeini: Bangsa Iran harus memahami nilai penyelenggaraan acara ratapan duka ini. Acara yang dapat melindungi bangsa ini, baik di hari Asyura yang lebih semarak diselenggarakan dan selain hari penuh berkah ini. Gerakan harus seperti ini. Bila mereka memahami dimensi politik dari acara ratapan duka Imam Husein as, maka mereka yang terbaratkan itu juga akan menyelenggarakannya dan meratapi duka Imam Husein as, sebagaimana bangsa ini melakukannya dan mereka juga melakukannya. Saya berharap majlis ratapan duka ini diselenggarakan lebih baik lagi. Karena mulai dari pidato hingga pembacaan kidung duka semua memiliki pengaruh besar. Baik itu berupa seseorang berdiri di atas mimbar dan membacakan syair puisinya, hingga seorang khatib. Keduanya punya pengaruh besar. Pengaruhnya sangat alami. Pengaruhnya tetap ada sekalipun sebagian orang tidak tahu apa yang tengan dilakukan. Pengaruhnya tetap ada tanpa mereka sadari.[9]
 
Imam Khomeini: Kidung duka Imam Husein as demi melindungi pemikiran Imam Husein as. Mereka yang mengatakan jangan membaca kidung duka Imam Husein as pada dasarnya ia tidak tahu apa itu pemikiran Imam Husein as. Ia tidak tahu apa yang terjadi. Tangisan dan pembacaan kidung duka Imam Husein as yang telah melindungi pemikiran Imam Husein as. Sekarang 1400 tahun berlalu, pidato di atas mimbar, pembacaan kidung duka, pembacaan musibah dan dengan memukul dada ini yang berhasil menyelamatkan kita. Dengan ini Islam dibawa. Ini peran yang mampu menghidupkan Islam. Sama seperti bunga yang senantiasa diberi air agar tetap hidup, segala tangisan ini untuk mempertahankan pemikiran Imam Husein as. Pembacaan musibah ini juga yang berhasil menghidupkan pemikiran Imam Husein as.[10]
 
Imam Khomeini: Imam Husein as dengan jumlah yang sedikit telah mengorbankan segala yang dimilikinya. Beliau tegar menghadapi sebuah imperium besar dan tetap mengatakan "tidak". Setiap hari dan di segala tempat sikap "tidak" ini harus terjaga. Dan acara-acara ratapan duka ini ini yang tetap mempertahankan kelanjutan sikap ini, sehingga "tidak" tetap terjaga.[11]
 
Imam Khamenei: Acara pembacaan musibah Imam Husein as adalah sumber mata air yang meluap-luap dan bermula dari Zuhur hari Asyura. Sejak Sayidah Zainab as, sebagaimana dinukil, berdiri di atas "Tel Zainabiyah" dan kepada Nabi Muhammad Saw, beliau berteriak, "Wahai Muhammad! Semoga salawat para malaikat senantiasa bersamamu. Ini adalah jasad Huseinmu yang terbungkus darah dan anggota badannya telah terpisah-pisah, sementara jubah dan sorbannya dijarah.[12] Setelah itu Sayidah Zainab as mulai membaca kidung duka Husein as dan menceritakan peristiwa Karbala dengan suara lantang. Padahal mereka ingin peristiwa ini tetap tersembunyi dan tidak diketahui oleh orang lain. Saudari Imam Husein as menjelaskan peristiwa yang sebenarnya terjadi dengan suara lantang baik di Karbala, Kufah, Syam dan Madinah. Sumbernya telah mendidih sejak awal terjadinya peristiwa ini dan itu berlanjut hingga kini. Itulah peristiwa Asyura.[13]
 
Imam Khamenei: Kini hendaknya menyelenggarakan acara peringatan ratapan duka dengan cara yang konvensional, sama seperti berabad-abad lalu, dimana umat Islam dan ulama ikut dalam acara ini. Yakni, dibentuknya majlis ratapan duka, iringan ratapan duka dan tempat-tempat ratapan duka yang memiliki kondisi sedih dan cinta kepada Ahlul Bait. Hendaknya diusahakan agar pembacaan musibah, syair, ratapan duka lebih berisi, memiliki kandungan yang benar dan berasal dari para Imam Maksum as atau ulama besar.[14]
 
Imam Khamenei: Saya benar-benar khawatir, semoga tidak demikian, di periode kemunculan Islam dan manisfestasi pemikiran Ahlul Bait dan kita belum mampu melaksanakan kewajiban. Sebagian pekerjaan yang bila dilakukan dapat mendekatkan masyarakat kepada Allah dan agama. Satu dari pekerjaan itu adalah acara ratapan duka klasik yang dapat menyebabkan masyarakat lebih dekat kepada agama. Imam Khomeini ra mengatakan, "Lakukan acara ratapan duka secara klasik!", dikarenakan fungsinya dapat mendekat masyarakat kepada agama. Dalam majlis ratapan duka ada yang duduk, membaca kidung duka, menangis, memukul kepala dan dada dan kelompok iringan ratapan duka. Semua ini meluapkan cinta masyarakat kepada Ahlul Bait dan ini sangat bagus.[15]
 
Sumber: Dast-e Penhan; Negahi Beh Tarikhcheh, Mabani Feqhi va Baztabha-ye Qameh Zani dar Afkar-e Umumi va Resaneh-haye Bainul Melali, Qom, Sazman Owghaf va Umur-e Kheiriyeh Ostan-e Qom, 1387 HS.
[1]. QS. al-Hajj: 32.
[2]. Mustadrak al-Wasail, jilid 10, hal 318.
[3]. Ibid, hal 314.
[4]. Bihar al-Anwar, jilid 98, hal 304.
[5]. Ayatullah Mir Jahani Thabathabai, al-Buka Lil Husein as, hal 68.
[6]. Bihar al-Anwar, jilid 44, hal 37.
[7]. Mustadrak al-Wasail, jilid 10, hal 319.
[8]. Sahifah Nour, jilid 10, 30/7/1358 HS.
[9]. Ibid, jilid 16, 30/3/1361 HS.
[10]. Ibid, jilid 15, 4/8/1360 HS.
[11]. Ibid, jilid 10, 30/7/1358 HS.
[12]. Al-Luhuf Ala Qatla at-Thufuf, hal 133.
[13]. Pidato di depan ulama provinsi Kahkiluyeh Bouyer Ahmad menjelang bulan Muharram. 17/3/1373 HS.
[14]. Jawaban surat Imam Jumat Ardebil, Hujjatul Islam Agha Moravvij, 23/3/1373 HS.
[15]. Pidato di depan ulama provinsi Kahkiluyeh Bouyer Ahmad menjelang bulan Muharram. 17/3/1373 HS.
BUKU PUTIH MAZHAB SYIAH: Pengantar Tim Penulis
Seperti segera dapat dibaca dari sampul buku yang ada di tangan pembaca ini, Buku Putih Mazhab Syiah: Menurut Para Ulamanya yang Muktabar diterbitkan sebagai penjelasan demi mencapai kerukunan umat. Memang, tak sedikit pun ada niatan untuk memperpanjang kontroversi dan polemik Sunnah-Syiah yang, sesungguhnya, sudah berlangsung sejak awal sejarah Islam ini. Pada saat ini, kami yakin bahwa yang diperlukan adalah sikap saling mengerti -meski tidak harus saling sepakat- dan toleransi. Bukan pembelaan atas, apalagi justru menyudutkan, posisi masing-masing.
 
Adalah tepat apa yang ditulis oleh Ust. Bachtiar Nasir (Republika, 5 Januari 2010), sebagai berikut: " bekerjasamalah pada hal-hal yang kita sepakati saja dalam hal keduniaan tanpa harus mencederai dasar- dasar akidah yang kita yakini. Juga menghormati wilayah dan etika sosial masing-masing, misalnya tidak saling berhadapan dalam memengaruhi keyakinan, mencela, dan menyesatkan. Apalagi, melakukan tindak kekerasan fisik atau teror mental karena akan berujung pada perkelahian yang merugikan kedua belah pihak." Sayangnya, setelah nasihat yang bijak ini, hujatan terhadap Syiah tidak justru berhenti, melainkan malah semakin menjadi-jadi. Lebih sayang lagi, hujatan-hujatan tersebut umumnya didukung oleh berbagai argumentasi dan materi yang, kalaupun tidak keliru, tak mewakili pandangan mayoritas dan jumhur ulama kelompok ini. Maka, sebuah penjelasan yang "dingin" dan bebas dari motif "dakwah Syiah" terpaksa harus diberikan. Karena, jika keadaan ini dibiarkan begitu saja tanpa ada penjelasan, yang akan terjadi justru permusuhan terus-menerus yang jauh dari menghasilkan perdamaian, apalagi persatuan, di antara kedua kelompok. Tak mungkin ada perdamaian dan kerukunan jika satu kelompok terus menganggap kelompok lainnya sebagai sesat.
 
Atas alasan inilah buku ini diterbitkan. Memang, penulisan buku ini didasari atas kenyataan adanya kelemahan mendasar dalam cara sebagian orang mengecam Mazhab Syiah. Mengutip Haidar Bagir dalam tulisannya di Harian Republika yang berjudul "Syi'ah dan Kerukunan Umat" (Republika, 20 Januari 2012): "Sebagian besar argumentasi para pengecam Syiah menggunakan metode memilih bahan-bahan tertentu atau pandangan-pandangan khas anasir penulis dan ulama dari kalangan Syiah dan kemudian menggeneralisasikannya atas pendapat kaum Syiah seluruhnya. Contoh yang jelas adalah tuduhan yang diulang-ulang bahwa Syiah memiliki Al-Quran yang berbeda dengan kaum Sunni. Tak dapat dimungkiri bahwa ada anasir ulama Syiah di berbagai zaman yang mempercayai dan berargumentasi tentang hal ini. Tetapi, dengan mudah dapat dibuktikan bahwa ini adalah pandangan yang tidak diterima secara luas di kalangan Syiah. Jumhur ulama Syiah -dengan mengecualikan pandangan yang ganjil (syadz) di antara mereka- sepakat bulat bahwa Al-Quran mushaf 'Utsmani yang ada sekarang ini lengkap dan sempurna. Pun, semua orang yang mengenal para pemeluk Syiah dan pernah bepergian ke berbagai negeri Syiah tahu bahwa Al-Quran yang mereka baca 100 persen sama kandungannya dengan yang kita baca." Tentu masih banyak contoh lain tentang kelemahan-kelemahan seperti ini dalam wacana penyesatan Syiah. Kami hanya ingin menyilakan para pembaca menyimak buku ini, dan setelah itu menyerahkan kepada kebijaksanaan mereka untuk melihat apakah pandangan kami ini bisa diterima atau tidak.
 
Sebenarnya ada manfaat lain yang diharapkan tercipta dari penerbitan buku ini. Yakni, meluruskan pemahaman sebagian orang yang mengaku sebagai bermazhab Syiah, tapi tak cukup memfahami ajaran-ajaran dalam mazhab yang diyakininya itu. Akibatnya, orang-orang seperti ini justru dapat terpengaruh oleh pandangan-pandangan keliru dan sikap-sikap fanatisme yang tidak perlu. Padahal, sikap-sikap fanatik juga sama berbahayanya dalam hal kemungkinannya melahirkan konflik yang mengganggu kerukunan umat. Pengungkapan secara ringkas, runtut, namun lengkap, sebagaimana yang diupayakan dalam buku ini, kiranya dapat memberikan gambaran menyeluruh dan akurat mengenai Mazhab Syiah, yang diharapkan dapat menghindarkan siapa pun -dari kelompok mana pun- dari kekeliruan-kekeliruan dan sikap-sikap fanatik seperti itu.
 
Mudah-mudahan terbitnya buku ini benar-benar dapat menampilkan Mazhab Syiah secara apa adanya, demi membantu terciptanya kerukunan umat, dan tidak justru dijadikan amunisi baru untuk memperpanjang konflik yang hanya merugikan umat Islam sendiri. Apalagi jika melihat kenyataan betapa di mana-mana, di Dunia Islam, umat Islam sedang mendapatkan serangan gencar di segala front dari musuh-musuh yang membencinya. Bi ÔÇÿawnil-Lahi Ta'ala.
Pilihan Fatwa Ayatullah Khamenei Tentang Ratapan untuk Imam Husein as
Menjelang peringatan hari Asyura, laman khamenei.ir mencantumkan kumpulan fatwa pilihan Ayatullah Khamenei tentang ratapan untuk Imam Husein as, sebagai berikut:
 
1. Pertanyaan:  Apa hukumnya menyakiti tubuh hingga membenturkan kepala ke tembok, mencakar wajah, memukul wajah, memukul dada sampai menimbulkan luka walaupun ringan dan atau mengalirkan darah dari tubuh?
 
Jawaban: Ratapan dengan cara-cara umum dan tradisional termasuk dalam pendekatan diri yang besar kepada Allah Swt dan memiliki pahala, akan tetapi segala aksi yang akan melemahkan mazhab harus dihindari dan juga aksi yang merugikan bagi seseorang, haram hukumnya.
 
2. Apa hukumnya menggelar arak-arakan ratapan di larut malam di jalan-jalan dan di kampung-kampung?
 
Jawaban: Menggelar arak-arakan untuk Sayidus Syuhada Imam Husein as dan para sahabat beliau, serta berpartisipasi dalam acara-acara seperti ini sangat terpuji dan baik serta termasuk di antara amalan paling berharga manusia di sisi Allah Swt, akan tetapi amalan yang menimbulkan ganguan orang lain dan atau yang pada dasarnya haram secara syariat, harus dihindari.
 
3. Apa hukumnya memutar rekaman suara acara ratapan melalui pengeras suara masjid dan huseiniyah di kota dan di kampung-kampung?
 
Jawaban: Wajib para pelaksana acara ratapan dan duka agar sebisa mungkin tidak mengganggu tetangga meski harus dengan mengecilkan volume pengeras suara dan mengalihkan arah pengeras suara ke dalam masjid.
 
4. Apakah boleh para orator dan pembaca syair-syair ratapan meminta masyarakat untuk meninggikan suara pada acara tersebut sehingga masyarakat menangis dengan suara keras, atau ketika mengangkat tangan berdoa. Apakah rendah dan tingginya suara berpengaruh pada pahala ratapan tersebut?
 
Jawaban: Pada dasarnya tidak.
 
5. Apa hukumnya menggunakan alat-alat musik (tradisional atau selainnya) seperti drum, cymbal dan ... pada acara ratapan untuk Imam Husein as?
 
Jawaban: Penggunaan alat-alat musik tidak sesuai dengan ratapan untuk Imam Husein as, dan sebaiknya acara ratapan itu dilakukan dengan cara-cara umum tradisional. Akan tetapi penggunan drum dan cymbal secara konvensional tidak bermasalah.
 
6. Apakah boleh menggunakan uang yang pemiliknya tidak diketahui atau yang pasti bercampur dengan uang haram pada acara ratapan untuk Imam Husein as?
 
Jawaban: Tidak boleh.
 
7. Apakah uang yang tersisa dari pelaksanaan acara tahun lalu yang dikumpulkan dari masyarakat, dapat digunakan untuk acara tahun ini?
 
Jawaban: Tidak masalah.
 
8. Apa fungsi membawa panji dan bendera-bendera besar? Sebagian panji sedemikian besar sehingga harus dipikul oleh beberapa orang. Selain itu di sebagian tempat, ada keyakinan tentang benda-benda ini yang akan melemahkan Islam khususnya mazhab Syiah. Apakah boleh melakukannya?
 
Jawaban: Membawa panji-panji pada acara ratapan Imam Husein as, itu sendiri tidak bermasalah, akan tetapi tidak boleh dimasukkan dalam agama. Namun membawa bendera tidak bermasalah.
 
9. Bagaimana hukumnya menggelar acara ratapan baik itu dengan menepuk dada, acara pembacaan syair-syair Asyura atau menggelar arak-arakan ratapan bukan untuk Imam Husein as?
 
Jawaban: Tidak bermasalah.
 
10. Bagaimana hukumnya perekaman video dan pencahayaan pada acara ratapan yang mengingatkan konser musik ala Barat?
 
Jawaban: Seluruh aksi yang tidak sesuai dengan acara ratapan duka Ahlul Bait as, harus dihindari.
 
11. Apa hukumnya melaksanakan akad nikah atau pernikahan pada hari-hari Muharam, Safar dan acara-acara ratapan para imam maksum as?
 
Jawaban: Pelaksanaan akad nikah pada hari-hari duka itu sendiri tidak bermasalah, akatan tetapi pelaksanaan pesta dan aksi-aksi yang menimbulkan penistaan, khususnya pada hari-hari duka, tidak boleh dan haram.
Jihad Nikah, Jebakan Sesat Wahabisme
Kelompok bersenjata Takfiri yang umumnya adalah warga negara asing, membantai warga sipil dan pasukan pemerintah Suriah. Pembunuhan dan pembantaian tersebut, jika pada awalnya sangat mengejutkan, namun sekarang telah menjadi hal yang biasa kita dengar melalui media massa setiap hari. Namun terkadang, kita juga mendengar berita-berita tentang fatwa-fatwa aneh oleh para pemimpin kelompok sesat itu termasuk di antaranya "jihad nikah" yang mengundang reaksi dari berbagai pihak.
 
Sejak dimulainya instabilitas Suriah, kelompok Takfiri dari berbagai negara berbondong-bondong ke Suriah untuk "berjihad" demi menegakkan "demokrasi". Namun, kelompok-kelompok ini tidak lebih dari sekedar gerombolan perusuh yang tidak memahami makna dan prinsip jihad atau demokrasi. Setelah menguasai sebuah wilayah, pada tahap awal mereka akan memburu para gadis dan perempuan di kawasan itu untuk dijadikan mangsa kebuasan hawa nafsu mereka.
 
Menyusul perluasan aksi pemerkosaan oleh para teroris Takfiri itu, seorang mufti Wahabi bernama Muhammad Al-Arifi, tampil memberikan legalitas pada aksi-aksi bejat para teroris Takfiri di Suriah. Al-Arifi  merilis fatwa aneh yang menyeru para gadis dan perempuan Arab untuk berjihad nikah di Suriah, atau menawarkan tubuh mereka kepada para "pejuang" Takfiri yang sedang berperang melawan rezim Bashar Al-Assad. Mufti sesat ini bahkan membolehkan para ibu yang sudah memiliki suami untuk "berjihad nikah" di Suriah, dan berhubungan intim dengan para "pejuang".  Dengan demikian, fatwa tersebut membolehkan perempuan dalam sehari berhubungan intim dengan para anasir Takfiri.
 
Jihad nikah atau yang oleh sebagian pihak disebut-sebut dengan jihad seks ini, oleh Al-Arifi sendiri disebut dengan pernikahan sementara, yang meliputi kaum perempuan, gadis berusia di atas 14 tahun serta perempuan yang telah diceraikan atau janda. Berdasarkan fatwa Al-Arifi, kaum perempuan yang melakukan jihad ini mendapat jaminan sorga.
 
Pasca fatwa tidak islami dan tidak manusiawi itu Al-Arifi  , muncul gelombang besar kecaman dan kemarahan dari dunia Islam. Para ulama besar Islam baik dari Sunni atau Syiah dengan tegas mengecam fatwa tersebut yang dinilai sebagai upaya menghalalkan zina yang jelas-jelas telah dilarang Allah Swt. Anak yang dilahirkan dari "jihad nikah" itu tetap menjadi anak zina, dan tidak ada jaminan sorga melainkan neraka  bagi para pelakunya.
 
Menghadapi kecaman dan tekanan hebat dari dunia Islam dan Arab, Al-Arifi terpaksa menarik fatwanya dan mengingkari pernah mengeluarkan fatwa tersebut. Akan tetapi masalahnya,  pengingkaran Al-Arifi ini tidak mencegah para teroris Takfiri di Suriah mengharamkan jihad nikah, bahkan semakin banyak yang melakukannya, karena hal itu menguntungkan mereka. Para teroris Takfiri memaksa para bapak di Suriah untuk menyerahkan anak perempuan mereka kepada "pejuang" Takfiri. Ini merupakan kezaliman terbesar bagi kaum perempuan dan gadis dengan menggunakan bid'ah yang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Islam.
 
Menyusul fatwa jihad nikah oleh mufti Wahabi itu, sebanyak 90 perempuan keturunan Chechnya dari Inggris dan banyak negara Eropa berangkat menuju Istanbul, Turki dan dari sana mereka masuk ke Suriah bergabung dengan kelompok-kelompok Salafi-Takfiri. Beberapa waktu lalu, tersebar berita tentang upaya anasir Takfiri membujuk dan menjebak para gadis dan perempuan dari Tunisia, Mesir dan Libya untuk berjihad nikah di Suriah. Banyak keluarga Tunisia yang mengeluh bahwa anak gadis mereka berangkat ke Suriah untuk "memenuhi tuntutan seks" para "pejuang" yang memerangi pemerintahan Bashar Al-Assad. Namun banyak pula di antara mereka yang pulang dengan kondisi mengenaskan dan menyesali keputusan mereka. Mereka bahkan berbalik membenci dan mengecam para anasir Takfiri di Suriah.
 
Sebuah televisi satelit Tunisia bernama Tunis Al-Wataniya, dalam salah satu programnya membahas fenomena ini. Seorang remaja putri bernama Aisyah, menceritakan pengalamannya dalam jihad nikah. Dikatakannya, "Seorang perempuan menghubungi saya. Dia berbicara tentang Islam, burka dan pergi ke Suriah untuk membantu para ÔÇÿpejuang' anti-Assad. Dia juga menjelaskan bahwa salah satu cara untuk membantu para ÔÇÿpejuang' itu adalah dengan jihad nikah."
 
Aisyah merasa termotivasi oleh penjelasan perempuan itu dan mengharapkan jaminan sorga, oleh karena itu dia bergegas ke Suriah. Dia bercerita bahwa di Suriah dia dilarang menelaah tentang masalah lain kecuali tentang Wahabisme dan jihad serta membunuh orang-orang kafir  yang pada hakikatnya adalah orang-orang Muslim yang mendukung pemerintahan Presiden Bashar Al-Assad.
 
Dikatakannya, "Otak saya dicuci sedemikian rupa sehingga saya berpendapat bahwa perempuan-perempuan yang pergi ke Suriah demi jihad nikah dan mati di sana, maka kematian mereka adalah di jalan Allah dan syahid serta masuk sorga." Dia bahkan beranggapan bahwa semua perempuan akan masuk ke neraka kecuali mereka yang melakukan jihad nikah.  Namun setelah beberapa waktu di Suriah, dia merasakan keputusasaan dan kekecewaan mendalam karena sikap para anasir Salafi-Takfiri. Ketika itu dia merasa tertipu dan hanya dimanfaatkan untuk memuaskan hawa nafsu para teroris itu. Dikatakannya, "Mereka menjadikan agama sebagai sarana untuk menggapai tujuan bejat dan hawa nafsu mereka."
 
Kembalinya perempuan dan remaja Muslimah dari Suriah, semakin mengungkap fenomena jihad nikah di Suriah. Hamdihi Said, seorang Mufti Tunisia mengharamkan jihad nikah dan menyebutnya bid'ah. Ditegaskannya, "Jihad nikah tidak ada dalam agama kita, bahkan kita tidak pernah mendengarnya pada masa Rasulullah. Orang yang menyerukan hal ini sebenarnya sedang mengajak melakukan perbuatan haram."
 
Penentangan tidak hanya datang dari para ulama saja. Fadhel Ashur, seorang pejabat di Kementerian Agama Tunisia menyatakan, "Menurut rencana para imam masjid akan melakukan aksi mogok pada hari raya Idul Adha dalam rangka menentang fatwa tersebut." Pemerintah Tunisia sendiri juga telah mengambil langkah-langkah guna mencegah keluarnya perempuan dan gadis  dari negara ini menuju Suriah. Aparat Tunisia juga menangkap sejumlah kelompok yang memprovokasi dan memotivasi perempuan Tunisia untuk pergi ke Suriah.
 
Abdurrahman Al-Rashed, salah satu anasir media rezim Al-Saud dalam sebuah artikelnya mengkritik jihad nikah. Dia menilai jihad nikah dan aksi-aksi pemerkosaan meluas di Suriah sebagai kezaliman mufti-mufti Wahabi. "Ini kisah nyata, dan menunjukkan kekuatan para syeikh teroris-Takfiri dalam mencuci otak para pemuda. Ini adalah fenomena yang sangat aneh. Para pemuda dicuci otak mereka untuk berjuang sementara para perempuan dicuci otak mereka untuk melayani seks para pemuda dan pejuang . Para syeikh Takfiri itu seperti pedagang yang hanya memikirkan keuntungan. Demi mencapai tujuan, mereka menipu para pemuda atas nama kesyahidan, sorga, bidadari dan lain-lain. Tidak boleh dilupakan bahwa ÔÇÿpemerkosaan terhadap otak' lebih buruk dari pemerkosaan fisik, kerena setelah otak dikuasai, seseorang dapat melakukan apapun dan kejahatan terorisme apapun."
 
Menurut pendapat seorang tokoh Mesir, pengetahuan dan ilmu para ulama Wahabi bahkan tidak selevel dengan para pelajar  Al-Azhar. Para ulama Wahabi itu mengklaim sebagai ulama Islam sementara apa yang mereka lakukan tidak lain adalah menghancurkan budaya Islam dan menyebarkan perpecahan antara Syiah dan Sunni. Di mana pun mereka menginjakkan kaki, instabilitas dan fitnah selalu mengikuti.
 
Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Al-Udzma Sayid Ali Khamenei ra dalam menjelaskan Wahabisme mengatakan, "Terorisme brutal dan buta, adalah produk politik bejat Amerika Serikat, Inggris, dan antek-antek pemerintah dan non-pemerintah mereka. Wajib bagi semua umat Muslim untuk melawan Wahabisme, produk bejat dan naas yang menjadi bukti nyata perusakan di muka bumi dan perang melawan Allah Swt ini."
Kejahatan Takfiri dan Standar Ganda Barat
Kebijakan standar ganda Barat semakin tampak jelas di dunia seiring berlanjutnya krisis berdarah di Suriah. Barat menuding pemerintah Suriah menggunakan senjata kimia dan menciptakan kegaduhan politik dan propaganda media untuk mengotorisasi serangan militer ke negara Arab itu. Namun, Barat ÔÇô yang mengaku mencintai nilai-nilai kemanusiaan dan HAM ÔÇô menutup mata dari kejahatan yang dilakukan oleh kelompok Salafi yang berafiliasi dengan Al Qaeda di Suriah. Jika kejahatan teroris Takfiri itu menimpa salah seorang dari masyarakat Barat, maka pemberitaan besar-besaran tentang kejahatan itu akan menghiasi media-media dunia.
 
Masyarakat dunia mungkin masih ingat peristiwa yang menimpa beberapa masyarakat Barat selama pendudukan Irak. Pada waktu itu, kelompok Salafi menyandera beberapa warga Barat dan membunuh mereka secara keji. Menyusul peristiwa itu, Amerika Serikat melakukan propaganda luas untuk membenarkan berlanjutnya pendudukan Irak. Sekarang, Takfiri di Suriah terlibat kejahatan yang puluhan kali lipat lebih besar dari Irak, tapi kejahatan itu hanya mendapat sorotan minim dari media-media Barat.
 
Ada dua alasan utama terkait kebijakan standar ganda Barat dalam membela hak asasi manusia dan demokrasi di dunia. Alasan pertama, pemerintah-pemerintah Barat terutama AS selama dua dekade lalu melakukan intervensi di sejumlah negara dunia di bawah kedok bantuan kemanusiaan. Dan alasan kedua, negara-negara Barat seperti Inggris dan Perancis berusaha menjustifikasi kebijakan gila perang mereka melalui program tersebut. Mereka dengan alasan perang kontra-terorisme, menyerang Afghanistan dari udara dan darat, sementara Irak diduduki dengan dalih kepemilikan senjata pemusnah massal.
 
Warga sipil di Afghanistan, Pakistan dan Yaman dibantai dengan alasan menghancurkan basis-basis kelompok teroris dengan pesawat tanpa awak. Akan tetapi rakyat Suriah telah menjadi korban dari dua arah, mereka menjadi korban kejahatan kelompok Takfiri dan juga korban pemerintah-pemerintah Barat. Barat dari satu sisi mengaku ingin menegakkan demokrasi dan melindungi rakyat Suriah dari pemerintahan Bashar al-Assad, tapi dari sisi lain menutup mata mereka dari kejahatan-kejahatan kelompok Takfiri.
 
Barat selain tidak mereaksi kekejaman yang dilakukan oleh kelompok Takfiri di Suriah, tapi sebaliknya, mereka memberikan dukungan politik, finansial dan militer kepada anasir teroris tersebut. Takfiri tidak memiliki kekuatan untuk menghadapi tentara Suriah dalam dua tahun terakhir jika tanpa dukungan Barat dan sekutu regionalnya seperti Turki, Arab Saudi dan Qatar. Sebagian besar militan di Suriah didatangkan dari negara-negara lain dan mereka mendapat pelatihan di kamp-kamp militer di Turki dan Yordania. Dan kemudian mereka dikirim ke Suriah dalam kelompok-kelompok yang terorganisir.
 
Pada dasarnya, pemerintah-pemerintah Barat terlibat langsung dalam pelatihan kelompok Takfiri untuk membantai warga sipil Suriah. Barat mengesankan dirinya sebagai pembela rakyat Suriah dan ingin mendapatkan mandat untuk menyerang negara itu dengan mengangkat isu-isu seperti penggunaan senjata kimia oleh pemerintah Damaskus. Padahal, mereka sendiri berperan dalam membunuh rakyat Suriah melalui anasir-anasir Takfiri.
 
Tentu saja, perilaku keji dan pemikiran kaku para ekstrimis dan militan Takfiri tidak ada hubungannya dengan Islam. Islam adalah agama kasih sayang, perdamaian dan kemanusiaan. Nabi Muhammad Saw senantiasa mengajak umat Islam untuk berakhlak mulia dan bersikap penuh kasih sayang bahkan kepada non-Muslim. Beliau Saw dalam berbagai kesempatan, mewasiatkan umat Islam untuk berlaku adil dan baik dengan para tawanan. Imam Ali as di penghujung hayatnya, juga mewasiatkan putra-putranya untuk bertindak adil terhadap orang yang telah menghunuskan pedang atasnya.
 
Para pemimpin agama Islam adalah simbol rahmat, kasih sayang, dan pemaaf. Oleh karena itu, mustahil Islam memerintahkan umatnya untuk menebarkan kekerasan dan memenggal kepala manusia lain atau membakar mereka karena perbedaan keyakinan. Islam juga mustahil mengizinkan umatnya untuk menyeret anak-anak dan remaja ke tiang gantung dengan alasan balas dendam.
 
Salah satu faktor tersiarnya Islam pada tahun-tahun pertama dakwah adalah akhlak mulia dan kasih sayang Rasul Saw dalam berinteraksi dengan masyarakat dan bahkan dengan musuh-musuh Islam. Rasul Saw pada tahun-tahun pertama pengutusan di Mekkah, mendapat pelecehan dan siksaan dari warga setempat. Dikisahkan bahwa seorang Yahudi Mekkah kerap meludahi wajah Nabi Saw setiap kali berpas-pasan di lorong kota. Pada suatu hari, Nabi Saw tidak mendapati lagi orang Yahudi tersebut. Setelah bertanya kesana-sini, akhirnya Nabi Saw tahu bahwa orang itu sedang jatuh sakit. Beliau pun memutuskan untuk menjeguk Yahudi itu. Keagungan akhlak Nabi Saw telah meluluhkan hatinya. Ia pun memeluk Nabi Saw dan menyatakan masuk Islam.
 
Islam yang diagung-agungkan oleh kelompok Takfiri dan sebagian Salafi adalah sebuah ajaran Islam yang telah diselewengkan. Islam hakiki sama sekali tidak mengizinkan umatnya untuk mengkafirkan kelompok lain dan menyakiti mereka apalagi sampai membunuh antar-sesama. Jihad dalam Islam hanya dibolehkan ketika ada kasus agresi terhadap agama, tanah air dan kehormatan kaum Muslimin.
 
Dakwah merupakan poros dasar dalam menyebarluaskan agama Islam. Rasul Saw memilih hijrah ke Madinah setelah mendapat tantangan yang hebat di Mekkah dan ancaman terhadap keselamatannya. Semua tantangan itu menghalangi dakwah beliau di kota tersebut. Namun delapan tahun kemudian, Rasul Saw dengan bala tentaranya kembali ke kota Mekkah, tapi berbeda dengan penantian semua orang, beliau malah menjamin keamanan warga Mekkah. Salah satu tempat yang dijamin keamanannya adalah rumah Abu Sufyan, pemimpin Musyrik Mekkah.
 
Perlu diketahui bahwa Abu Sufyan tak pernah berhenti menentang misi dakwah Nabi Saw dan ia juga telah memimpin beberapa perang terhadap umat Islam. Pada peristiwa perang Uhud, istri Abu Sufyan memakan jantung Hamzah, paman Nabi Saw. Akan tetapi, Rasul Saw menjadikan rumah orang tersebut sebagai tempat yang aman dalam penaklukan kota Mekkah.
 
Nabi Saw adalah sosok yang penuh kasih sayang, kelembutan, cinta kepada kemanusiaan dan pemaaf. Lalu, bagaimana kelompok Takfiri bisa melakukan kejahatan mengerikan dan membantai orang-orang tak berdosa di Suriah? Tak ada riwayat dan ayat al-Quran yang mengizinkan kejahatan seperti itu. Pada dasarnya, pemerintah-pemerintah Barat memanfaatkan kejahatan Takfiri untuk beberapa kepentingan. Mereka menggunakan beberapa kasus kejahatan Takfiri untuk mengesankan Islam sebagai agama kekerasan.
 
Barat juga berupaya menyeret rakyat Suriah dalam krisis berkepanjangan dengan memberi dukungan politik, finansial dan militer kepada kelompok Takfiri untuk melakukan kejahatan di Suriah. Namun setelah pemberontak Suriah tidak mampu menghadapi kekuatan militer Assad,  akhirnya Barat dengan berbagai alasan mengangkat wacana serangan militer ke Suriah. Dari sisi lain, AS memperkeruh suasana dengan memperuncing konflik Sunni-Syiah yang ditandai dengan meningkatnya serangan-serangan terhadap komunitas Syiah di Suriah.
Troy Bagnall: Saya Merasa Nyaman Saat Mengamalkan Islam
Nama saya Troy Bagnall. Saya berusia 22 tahun, seorang mahasiswa di Universitas Arizona State(ASU) dari Phoenix, Arizona Amerika. Saya juga belajar di bidang film dan media di ASU. Saya menerima Islam dikarenakan banyak sebab. Saya cenderung kepada Islam agak lama, karena ia merupakan topik hangat ketika berita dan even-even membicarakannya.
 
Saya memang meminati sejarah lama dan sejarah dunia termasuk peperangan dan politik. Ketika saya mendengar konflik dalam berita yang terjadidi Sudan, Somalia, Palestina, Irak, Afghanistan, Pakistan, Chechnya, Lebanon, dan lain-lain, saya melakukan penelitan terhadap konflik-konflik yang terjadi karena ingin memahami apa sebenarnya yang terjadi. Karenamedia di sini agak condong atau berat sebelah dalam memberikan penjelasan tentang apa yang berlaku.
 
Saatmelakukan penelitian terhadap konflik-konflik yang terjadi, saya juga menjadi berminat untuk mempelajari tentang sejarah dunia Islam. Saya menghabiskan masa untuk belajar lebih tentang sejarah dan budaya Islam. Saya juga mengambil kelas Peradaban Islam di ASU. Semakin saya mempelajari sejarah dan budaya dunia Islam, saya menjadi minat dengan agama Islam. Saya dibesarkan dalam agama Kristen dan tidak lagi mengamalkan ajarannya ketika berusia 15 tahun.
 
Secara pribadi saya mendapati Kristen amat membingungkan dan tidak masuk akal. Trinitas dan doktrin penebusan dosa benar-benar tidak dapat diterima mengingatkan adanya naskah dari Injil yang bertentangan dengan doktrin-doktrin tersebut.
 
Saat saya mengambil kelas Sejarah Islam, saya bertemu dengan seorang Muslim bernama Mohammad Totah yang begitu berpengetahuan tentang Injil, Quran, dan kesemua tiga keyakinan Abrahamic. Kami banyak melakukan perbincangan berkaitan perbandingan agama. Saya turut melakukan penelitian sendiri. Saya mulaimengetahui lebih banyak betapa Kristen kontradiksidengan kitabnya sendiri.
 
Saya juga mendapat banyak pengetahuan tentang naskah dalam Injil yang sebenarnya mendukung Islam. Malah saya juga bertemu dengan Gospel of Barnabas yang menyebut nama dan kedatangan Muhammad Saw. Gospel ini juga dikeluarkan dari Injil.
 
Manakala Quran melampaui ketakjubanku. Saya mendapati Quran agak simpel dan mudah untuk difahami. Islam sendiri merupakan ajaran yang amat mudah dan sederhana tanpa kerumitan.
 
Islam tidak menunjukkan keimanan buta seperti Kristen. Ia juga mempunyai rasa pengisian yang tidak dimiliki oleh Judaisme karena Judaisme menolak nabi-nabi kemudian seperti Nabi Isa as dan Nabi Yahya.
 
Semakin saya mempelajari Islam, saya menyadari bahwa ia menjelaskan ketidakpastian yang saya miliki terhadap Kristen. Saya semakin mengetahui tentang Injil dan Kristen sekarang setelah memeluk agama Islam dari sebelumnya semasa saya masih Kristen. Saya merasa lebih dekat dengan Tuhan sebagai Muslim. Saya tidak bermaksud untuk memberi tamparan kepada Kristen, tetapi saya mendapati saya lebih senang dengan ajaran Nabi Paul dan nabi-nabi lain dari ajaran Nabi Isa as.
 
Saya juga menghabiskan masa mempelajari sejarah agama-agama lain setelah menemukan Islamdan bagaimana ia berkembang di seluruh dunia. Saya tahu Islam digambarkan sebagai agama eksotik Timur di Barat, tetapi sebenarnya ia seperti apa yang ingin disampaikan oleh nabi-nabi lain, yaitu menyerah pada Tuhan. Amat mengecewakan bagaimana media sering saja mengambarkan Islam dalam bentuk negatif.
 
Memang terdapat konflik dan kekerasan di bagian dunia Islam, tetapi konflik tersebut sebenarnya lebih kepada politik. Saya mengaku bahwa memang agak sulit untuk mengamalkan Islam dengan melihatsaya tinggal di Amerika dan media di sini memberikan gambaran negatif tentang Islam setiap waktu. Ia juga bukan satu hal yang mudah bagisaya, karena tidak banyakmahasiswa Amerika yang meninggalkan kehidupan carefree dan memeluk agama Islam.
 
Sekalipundemikian hal itutidak menjadi masalah berat bagi saya, karena saya adalah seorang yang rajin belajar. Saya sering ditanya oleh non Muslim berkaitan dengan politik dan budaya Timur Tengah, dan saya terpaksa menunjukkan perbedaan antara apa sebenarnya Islam dan apa itu ideologi politik dan perilakubudaya.
 
Timur tengah merupakan pusat dunia Islam, sayangnya kita melihat media memberikan gambaran stereotip terhadap Muslim yang datang dari Timur Tengah, sedangkan Muslim datang dari seluruh penjuru dunia. Saya kira rasisme turut memainkan peran di sini, karena Barat tampaknya tidak melihat bahwa Judaisme dan Kristen juga berasal dari Timur Tengah sama seperti Islam.
 
Sebagai kesimpulannya, saya menerima Islam karena saya mengakuinya sebagai agama yang benar. Islammudah, sederhana, dan tidak membingungkan. Saya juga mencintai bagaimana Islam mempunyai keterikatan persatuan universal dikalangan penganutnya. Islam telah membantu saya menjadi orang yang lebih baik. Saya merasa nyaman ketika mengamalkan Islam. Ia membantu saya merasai lebih baik tentang kehidupan dan membantu saya menangani stres dan problem kehidupan.
 
Saya sungguh berharap orang di sini di Barat menjadi lebih mengetahuitentang dunia Islam dan apakah Islam itu sebagai agama dari sekadar mendengar kepada apa yang digambarkan oleh media tentang Islam. Saya berharap kisah saya ini memberikan inspirasi kepada mereka yang berminat kepada Islam dan membuat mereka ingin belajar tentangnya.
15 Jumadil Awal, Imam Ali Zainal Abidin as Lahir (Sebuah Riwayat)
Imam Ali Zainal Abidin as Lahir (Sebuah Riwayat)
Tanggal 15 Jumadil Awal tahun 38 Hijriah, berdasarkan sebagian riwayat Islam, pada hari ini Imam Ali bin Husein as putra Imam Husein as, cucu Rasulullah Saw, terlahir ke dunia di kota Madinah. Ketakwaan, ketinggian ilmu, dan kedermawanan Imam Ali bin Husain membuat beliau digelari Zainal Abidin atau "Hiasan Para Abid".
Imam Ali Zainal Abidin merupakan salah satu dari 72 anggota kafilah Imam Husein di Karbala. Beliau menyaksikan sendiri ayah, paman, sepupu, dan sahabat-sahabat Imam Husein satu-persatu dibunuh oleh tentara Yazid, penguasa kaum muslimin saat itu. Namun karena sakit, Imam Ali Zainal Abidin tidak bisa ikut bertempur.
Setelah peristiwa tersebut, Imam Zainal Abidin mengabdikan hidup beliau untuk menyampaikan pesan perjuangan Imam Husein dan kebenaran Islam kepada kaum muslimin. Beliau akhirnya dibunuh oleh penguasa kaum muslimin saat itu, yaitu Dinasti Muawiyah.
Imam Ali Zainal Abidin dikenal sangat tekun beribadah dan sangat banyak bersujud menghadap Allah Swt, sehingga beliau juga digelari Imam as-Sajjad. Doa-doa dan munajat yang diucapkan Imam as-Sajjad dicatat oleh para pengikutnya dan dibukukan dalam sebuah kitab berjudul Sahifah Sajadiyah.
13 Jumadil Awal, Fatimah Az-Zahra Syahid (Sebuah Riwayat)
Fatimah Az-Zahra Syahid (Sebuah Riwayat)
Tanggal 13 Jumadil Awal tahun 11  Hijriah, berdasarkan sebagian riwayat Islam, pada hari ini, Fatimah az-Zahra as, putrid Rasulullah Saw gugur syahid. Fatimah az-Zahra dalam usianya yang pendek, telah melalui kehidupan yang penuh penderitaan, namun penuh dengan teladan dan pelajaran berharga bagi umat manusia. Pada usia kanak-kanak, ibu beliau, Khadijah meninggal dunia. Sejak itu pula, Fatimah az-Zahra mendampingi ayahnya dalam mendakwahkan Islam.
Fatimah az-Zahra merasakan dan menyaksikan berbagai gangguan dan permusuhan yang dilancarkan kaum kafir terhadap umat muslimin. Di bawah asuhan ayah beliau, Fatimah az-Zahra mencapai keilmuan dan ketakwaan yang sangat tinggi.
Di antara kalimat teladan yang pernah diucapkan Fatimah az-Zahra as adalah sebagai berikut, "Ada tiga hal yang ku cintai di dunia, iaitu membaca Al Quran, memandang wajah Rasulullah, dan bersedekah di jalan Allah."