
کمالوندی
Apa Arti Hikmah?
Pada suatu hari Socrates berjalan di tepi laut, tiba-tiba seorang pemuda mendatanginya dan berkata: “Guru! Bisakah Anda memberi tahu saya dalam satu kalimat, apakah maksud dari hikmah (kebijaksanaan)? “Socrates meminta pemuda tersebut untuk masuk ke dalam air. Pemuda itu pun dengan sigap melakukannya. Dan Socrates juga dengan cepat menenggelamkan kepala pemuda tersebut untuk beberapa saat hingga pemuda tersebut mulai meronta-ronta. Socrates terus menenggelamkan kepalanya di bawah air untuk beberapa saat dan kemudian melepaskannya. Pemuda itu ketakutan dan keluar dari air dan menarik napas dengan segenap kekuatannya. Dia marah dengan apa yang dilakukan Socrates, sembari berkata: “Guru! Saya bertanya kepada Anda tentang hikmah, namun Anda menenggelamkan saya? “Socrates mengusap kepalanya dan berkata: “Anakku! Hikmah layaknya nafas yang kamu ambil dalam- dalam sehingga kamu masih bisa hidup saat ini. Saat kamu mengerti arti dari nafas yang memberikan kehidupan, saat itulah kamu akan mengerti arti dari hikmah.
Kesombongan yang Menyeret Seorang Ahli Ibadah ke Pintu Neraka
Suatu hari Hari Nabi Isa (as) berjalan melewati padang pasir. Di tengah perjalanan beliau sampai ke sebuah tempat ibadah yang di dalamnya tinggal seorang ahli ibadah. Sang Nabi pun mulai berbincang dengannya.
Kemudian seorang pemuda yang dikenal sering melakukan perbuatan lewat di depan tempat ibadah tersebut. Ketika mata pemuda itu tertuju ke Nabi Isa (as) dan orang ahli ibadah, seketika kakinya gemetaran dan tidak bisa berjalan. Dia hanya bisa berdiri disana dan berkata, “Saya merasa malu dengan perbuatan buruk saya. Sekarang bagaimana jika Nabi melihat saya dan menyalahkan saya? Wahai Tuhan, terimalah tobatku dan jangan kau permalukan aku!
Orang ahli ibadah ketika melihat hal tersebut seketika itu dia menghadapkan wajahnya ke langit dan berkata, “Wahai Tuhanku, janganlah engkau bangkitkan aku bersama dengan pemuda pendosa ini. Seketika itu Tuhan mewahyukan kepada Nabi-Nya dan memerintahkannya untuk mengatakan kepada ahli ibadah dengan berkata:
“Tuhan telah mengabulkan doamu dan Dia tidak akan membangkitkanmu dengan pemuda buruk itu, karena dia adalah penghuni surga dikarenakan tobat dan penyesalannya dan kamu adalah penghuni neraka dikarenakan kesombongan dan kecongkaanmu.”
Hikmah dari Terpotongnya Jari Sang Raja
Seorang Raja tanpa sengaja memotong jarinya dengan pisau yang tajam ketika sedang mengupas Apel. Ketika raja berteriak memanggil tabib, salah satu Menteri berkata kepadanya: “Wahai baginda sesungguhnya Tuhan tidak melakukan sesuatu tanpa hikmah”.
Ketika mendengar perkataan tersebut Raja semakin menjadi marah dan berteriak: “Apa hikmah dari terpotongnya jariku?” Lalu Rajapun memerintahkan pengawalnya untuk memenjarakan mentri tersebut.
Hari berlalu hingga pada suatu waktu Raja pergi ke hutan untuk berburu dan di sana dia terpisah jauh dari para pengawalnya dan tiba-tiba dia sudah mendapatkan dirinya sendirian berada di tengah-tengah suku liar.
Mereka menangkap raja dan mengikatnya di pohon untuk dibunuh. Namun suku tersebut memiliki kebiasaan bahwa korban harus sehat dan tidak cacat. Karena melihat raja tidak memilki satu jari maka mereka melepasnya dan akhirnya dia kembali ke istananya. Setelah merenungkan kejadian tersebut dia memerintahkan untuk membebaskan sang Menteri.
Ketika Menteri datang menghadap Raja, Raja berkata: “Kamu benar, dibalik terpotongnya jari saya ada hikmah yang tersembunyi tapi itu bagi saya sedang bagi dirimu apa hikmah yang kau dapatkan selain berada di penjara dan menjalani kesusahan dan kepedihan?” Sembari tersenyum Menteri menjawab pertanyaan sang Raja: “Bagi saya juga banyak sekali manfaatnya karena saya selalu bersama anda dalam setiap saat dan jika hari itu saya tidak berada dalam penjara sudah pasti sekarang saya sudah terbunuh”.
Seandainya saja kami mengetahui akan segala hikmah Tuhan yang tersembunyi di balik setiap kejadian maka tentu kami akan selalu bersyukur atas setiap kejadian.
Mengapa Orang-Orang Soleh Selalu Susah?
Kenapa orang-orang soleh mengalami banyak kesulitan sementara para pendosa dan penjahat hidup dalam kesenangan?
Jawabannya adalah karena Tuhan mencintai kekasihnya. Karena itu jika mereka berbuat kesalahan segera menegurnya sehingga mereka sadar, sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an: dan sekiranya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas nama kami, pasti kami pegang dia pada tangan kanannya:
لو تقوَل علینا بعضَ الاقاویل لاًخذنا منه بالیمین
(QS: Al-Haqqah, ayat 44-45)
Begitu juga jika orang mukmin jika berbuat kesalahan maka tidak beberapa lama akan mendapatkan peringatan. Namun jika orang yang biasa berbuat dosa maka Tuhan berlaku sebaliknya, Dia akan memberikan waktu tenggang kepada mereka dan ketika saatnya tiba maka mereka akan dihancurkan:
و جعلنا لمهلکهم مَوعد
(QS: Al-Kahfi, ayat 59)
Dan jika bukan karena supaya mereka memperbaiki diri mereka maka Allah akan mengakhirkan hisab mereka sampai hari kiamat dan akan memberi mereka tenggang waktu sampai peluang mereka penuh.
انما نُملی لهم لیزدادوا اثم
(QS: Ali-Imran, ayat 178 )
Coba kita perhatikan permisalan ini: Jika kacamata kita terkena setetes air teh, maka anda akan segera membersihkannya. Namun jika air teh itu mengenai baju putih anda maka anda akan bersabar hingga tiba di rumah dan mengganti baju tersebut. Jika teh tersebut tumpah di karpet bawah kaki anda maka anda akan menunggu sampai mendekati hari raya dan membawanya ke laundry. Begitu juga dengan Allah, Allah akan berprilaku berbeda dengan setiap orang dan akan menunda azabnya sesuai dengan keadaan jiwa manusia apakah bersih atau kotor.
Sabar Dalam Mencari Rezeki Halal
Menurut para ulama salah satu kekhususan yang Tuhan sebutkan di dalam Alquran dan dimiliki oleh para nabi, para wali, orang-orang yang salih adalah kesabaran. Sifat sabar ini bagi orang mukmin, muwahid dan orang salih akan selalu ada dalam dirinya, dan jiwa mereka penuh dengan sifat ini.
Nabi besar Muhammad saww yang berkaitan dengan tema kesabaran pernah bersabda: “Kesabaran ada dalam tiga bagian, kesabaran dalam melawan kemaksiatan, dalam beribadah dan dalam menerima musibah”.
Mengacu pada salah satu pembahasan paling penting yang disabdakan oleh Nabi saww tentang hakikat ibadah. Para ulama menyatakan bahwa: Nabi saww pernah bersabda bahwa ibadah itu ada sepuluh bagian, 9 bagian mengenai masalah mencari rezeki yang halal, dan satu bagian untuk furu’uddin.
Mencari rezeki yang halal membutuhkan kesabaran, kesungguhan, dan daya tahan dalam menghadapi kesulitan. Kita harus menanggung segala tantangan dan tidak terpengaruh dengan segala hambatan yang dihadapi. Sangat berharga bagi seseorang untuk berjuang mencari rezeki halal, dan karena itu Allah Swt memuji orang-orang yang mengeluarkan keringat bersungguh-sungguh untuk mendapatkan rezeki yang halal.
Para ulama mengatakan bahwa kesabaran bisa membuat orang lebih memiliki daya tahan, dan bahkan ketika dihadapkan dengan perilaku masyarakat yang sudah keluar dari jalur yang benar dia akan bertahan dan bersabar sampai di mana dia mampu mengajak masyarakat pada jalan Tuhan Yang Mahakuasa.
Kesabaran dalam menerima bencana terutama terkait dengan peristiwa – peristiwa duniawi seperti rasa takut, kelaparan, ancaman terhadap jiwa, kekurangan dalam kehidupan adalah sebuah ujian bagi mereka yang bersabar, dan ketika sudah melewati ujian ini, Allah Swt akan membukakan pintu rahmat-Nya dan meninggikan derajatnya.
Sesungguhnya Doa Bisa Menangkal Bala
Bencana dan kesulitan tidak sama untuk semua orang, Nabi saw pernah bersabda yang ditulis di dalam kitab riwayat, Beliau saw bersabda: “Sesungguhnya bala untuk orang-orang zalim adalah peringatan dan untuk orang mukmin adalah ujian, dan untuk para nabi adalah kenaikan derajat, serta untuk para wali Allah adalah suatu kemuliaan.”
Siapa pun yang menindas orang lain adalah zalim. Sang suami yang menindas istri dan anak-anaknya juga adalah zalim. Seorang wanita yang berakhlak buruk kepada suaminya adalah zalim, dan seorang anak yang tidak menghormati orang tuanya pun zalim, seorang pengusaha yang tidak memiliki belas kasihan pada kliennya dan seorang pekerja kantor yang tidak menghormati klien itu adalah zalim.
Adapun mengenai kalimat “bagi orang-orang mukmin adalah ujian” maksudnya adalah bagi orang-orang yang tidak berdosa yang sedang mengalami ujian ilahi {Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar} (Al- Baqarah:155).
Ada beberapa bagian dalam ayat ini yang Tuhan akan coba berikan kepada kita, berupa ujian yang berbeda-beda, beberapa diuji dengan rasa takut dan yang lain dengan kelaparan, harta benda, atau kehilangan anak. Rasulullah saww juga telah mengalami ujian tersebut di sepanjang hidupnya.
Adapun dalam menghadapi kesulitan dan musibah wabah baru-baru ini, pertama-tama yang harus dilakukan adalah memperhatikan arahan para ahli dalam menangani wabah ini, sepeti halnya yang dianjurkan oleh pemimpin revolusi Islam yang menekankan kepada kita untuk mendengarkan nasihat dokter dan staf ahli medis.
Kedua, orang mukmin tidak boleh mengabaikan untuk merujuk pada dokter yang hakiki dan asli yakni Allah Swt, seperti yang disabdakan Nabi Saw ((Allah adalah Tabib(hakiki))) atau dalam doa Jaushan Kabir disebut “Ya Tibib” atau dalam riwayat Nabi saww dikatakan “Tabib yang mencari orang yang sakit.” Dan ini pun memiliki prosedur juga yang harus diperhatikan orang-orang mukmin.
Tentang efek doa dalam menghadapi kesulitan dan musibah ini, ahlulbait nabi ra pernah mengatakan: ((Sesungguhnya doa bisa menangkal bala)). Doa dapat bertahan melawan kesulitan dan bala. Dengan riwayat lain dari para Imam Ahlulbait ra dikatakan ((Cegahlah bala dengan doa)).
Para Imam ahlulbait ra berkata, salah satu untuk menangkal dan mencegah bala adalah dengan banyak beristigfar seperti yang tercantum di dalam ayat Alquran yang mengatakan: { Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, Sungguh, Dia Maha Pengampun}, begitu pun amal saleh juga dapat mencegah musibah, seperti yang dikatakan dalam sebuah riwayat ((Sesungguhnya Sedekah bisa mencegah bala)).
Tiga Ciri Orang Sabar
Sabar memiliki banyak jenis dan penerapannya, pentingnya kesabaran telah disebutkan di dalam Alquran sebanyak 103 kali dan 93 ayat, dan sebagian dari yang disebutkan Alquran berhubungan dengan sabar dalam dalam musibah kemasyarakatan.
Allah Swt di dalam ayat ke-155 pada surat Al-Baqarah berfirman:
{وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْن}
{Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar}.
Adapun ciri-ciri orang yang bersabar adalah seperti yang disebutkan oleh Rasulullah saw di dalam sebagian riwayat:
((عَلَامَهُ الصَّابِرِ فِی ثَلَاثٍ أَوَّلُهَا أَنْ لَایَکْسَلَ وَالثَّانِیَهُ أَنْ لَایَضْجَرَ وَالثَّالِثَهُ أَنْ لَایَشْکُوَ مِنْ رَبِّهِ تَعَالَى لِأَنَّهُ إِذَا کَسِلَ فَقَدْ ضَیَّعَ الْحَقَّ وَ إِذَا ضَجِرَ لَمْ یُؤَدِّ الشُّکْرَ وَ إِذَا شَکَا مِنْ رَبِّهِ عَزَّ وَ جَلَّ فَقَدْ عَصَاهُ))
((alamat orang sabar ada tiga: yang pertama adalah tidak malas, kedua adalah tidak gelisah, cemas dan berkeluh kesah , dan yang ketiga tidak mengeluh tentang Tuhannya, karena jikalau dia malas maka dia telah melalaikan hak, jikalau gelisah, cemas dan berkeluh kesah maka dia tidak bersyukur, dan jikalau dia mengeluh mengenai Tuhannya maka dia bermaksiat kepada-Nya)).
Cerita Seorang Sufi yang Ingin Berhenti Bekerja & Reaksi Tak Terduga dari Gurunya
Kisah di bawah ini adalah kisah hikmah yang menggambarkan peristiwa sekarang ini. Yakni ada sebagian orang yang tidak ingin berikhtiar namun menyerahkan hidup serta matinya pada Allah swt. Namun pada akhirnya sang guru menasihati dia. Baca seluruh kisanya ya!
Suatu ketika, Syaqiq al-Balkhi meminta izin kepada guru sufi besar bernama Ibrahim bin Adam untuk bekerja dan berdagang selama beberapa minggu.
Baru tiga hari berlalu, Ibrahim bin Adam dikejutkan dengan kedatangan Syaqiq al-Balkhi. Keheranan menyergap hati Ibrahim bin Adam. Ada apa gerangan sang murid kembali lagi kepadanya bukankah ia memberikan izin kepadanya untuk bekerja beberapa minggu ke depan.
Ibrahim bin Adam pun bertanya, “Ada apa gerangan engkau datang ke sini?”
“Wahai guruku, di tengah perjalanan dagangku ketika aku menyusuri sebuah oase di tengah gurun pasir aku pun melihat seekor burung kecil yang patah sayapnya. Burung kecil ini tak dapat lagi terbang dan mencari makan. Akan tetapi, tiba-tiba dari arah langit datanglah seekor burung besar yang membawa makanan di paruhnya. Burung besar tersebut datang untuk menyuapi burung kecil yang patah sayapnya.”
Ibrahim bin Adam pun memberikan petuah kepada Syaqiq al-Balkhi, “Seperti itulah seharusnya manusia berbuat saling menyayangi di antara mereka seperti halnya burung besar yang engkau lihat dalam perjalanan dagangmu, tetapi mengapa engkau kembali ke sini dan meninggalkan perdaganganmu?”
“Guruku, aku datang ke sini karena aku berpikir bukankah Allah yang memerintahkan burung besar untuk menyuapi burung kecil yang patah sayapnya juga mampu memberikanku rezeki di mana pun dan kapan pun aku berada. Aku akan meninggalkan seluruh usaha perdaganganku dan berdiam diri di masjid untuk beribadah kepada Allah pasti Allah memberikan rezeki kepada seluruh hamba-Nya,” jawab Syaqiq al-Balkhi.
Ibrahim bin Adam pun memberikan nasehat yang sangat bijaksana, “Apakah engkau mengira dengan engkau beribadah dan meninggalkan usaha perdaganganmu niscaya engkau meraih rida Allah? Mengapa engkau tidak meniru burung besar yang memberikan makan kepada burung kecil yang patah sayapnya? Burung besar itu berusaha mencari makan dan memberikan kepada burung kecil yang kesusahan. Apakah engkau belum mendengar sabda Rasulullah Saw ‘Tangan di atas (orang yang memberi) lebih baik dari tangan di bawah (orang yang meminta)’?”
Syaqiq al-Balkhi pun terdiam seribu kata. Ia pun meminta permohonan maaf kepada gurunya, Ibrahim bin Adam.
“Ketahuilah muridku, seorang sufi harus mencari derajat yang lebih baik di hadapan Allah dengan usaha terbaik yang dapat ia kerjakan.”
Syaqiq al-Balkhi pun menyanjung gurunya, “Sungguh engkau adalah seorang yang sangat luas ilmunya.”
Kisah ini memberikan kita gambaran bahwa ulama sufi bukanlah ulama yang sekedar berpasrah diri kepada Allah. Melainkan, mereka semua adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam usaha mereka seraya memasrahkan hasilnya kepada Allah.
Kisah Abu Nawas; Abu Nawas Benci Haq & Menyukai Fitnah
Kisah Abu Nawas adalah kisah yang penuh hikmah namun dibalut dengan kisah jenaka antara dia dan khalifah atau tokoh yang lainnya. Kali ini ada sebuah kisa yang tidak kalah jenaka dan penuh hikmah dari kisah yang lain. Yuk kita saksikan bersama-sama.
Alkisah, keramaian dan geliat ekonomi pasar Baghdad tiba-tiba dihebohkan dengan celotehan Abu Nawas. “Wahai umat manusia, ketahuilah! Saya, Abu Nawas, adalah orang yang sangat membenci pada yang Haq (kebenaran) dan suka kepada fitnah, dan saya adalah orang yang lebih kaya dibandingkan Allah”, Teriaknya. Tak ayal, teriakan Abu Nawas membuat geger seisi pasar, yang memang penduduk muslim taat.
Omongan Abu Nawas ini sangat aneh karena selama ini dia dikenal sebagai orang yang alim dan bertakwa, meskipun memang suka bersikap jenaka. Walhasil, Abu Nawas pun ditangkap oleh polisi kerajaan dan dihadapkan kepada khalifah Harun al-Rasyid.
“Hai Abu Nawas, benarkah engkau berkata begitu?” tanya sang khalifah.
“Benar Tuan,” jawab Abu Nawas kalem.
“Mengapa engkau berkata begitu, sudah kafirkah engkau?” saut khalifah.
“Ah, saya kira khalifah juga seperti saya. Khalifah juga pasti membenci perkara yang haq,” ujar Abu Nawas dengan serius.
“Gila benar engkau!” bentak khalifah mulai marah.
“Jangan marah dulu wahai khalifah, dengarkan dulu keterangan saya,” kata Abu Nawas meredakan kemarahan khalifah.
“Keterangan apa yang ingin engkau dakwahkan. Sebagai seorang muslim, aku membela dan bukan membenci perkara yang haq, kamu harus tahu itu!” ujar khalifah.
“Tuan, setiap ada orang yang membacakan talqin saya selalu mendengar bahwa mati itu haq dan neraka itu haq. Nah siapakah orangnya yang tak membenci mati dan neraka yang haq itu? Tidakkah khalifah juga membencinya seperti aku?” ujar Abu Nawas menjelaskan.
“Cerdik pula kau ini,” ujar khalifah setelah mendengarkan penjelasan Abu Nawas.
“Tapi, bagaimana dengan pernyataanmu yang menyukai fitnah?” tanya sang khalifah menyelidik.
“Sebentar, khalifah barangkali lupa bahwa di dalam Alquran disebutkan, bahwa harta benda dan anak-anak kita adalah fitnah. Padahal khalifah juga menyenangi harta dan anak-anak seperti halnya saya. Benar begitu khalifah?”
“Ya, memang begitu, tetapi, mengapa kau mengatakan lebih kaya dibanding Allah yang Mahakaya?” tanya khalifah Harun al-Rasyid.
“Saya lebih kaya dari Allah, karena saya mempunyai anak, sedang Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan.”
“Itu memang benar, tetapi apa maksudmu berkata begitu di tengah pasar sehingga membuat keonaran,” tanya sang khalifah.
“Dengan cara begitu, saya akan ditangkap dan kemudian sihadapkan kepada khalifah seperti sekarang ini,” Jawabnya kalem.
“Apa perlunya kau menghadapku?”
“Agar bisa mendapat hadiah dari khalifah,” jawab Abu Nawas tegas.
Sidang yang mulanya tegang, menjadi penuh gelak tawa. Tak lupa khalifah pun menyerahkan hadiah kepada Abu Nawas.
Baca juga: Kisah Abu Nawas; Cara Cepat Dapatkan Hadiah Dari Khalifah
Kisah Hikmah; Penyair Dermawan Kristen Masyhur di Arab Pra Islam
Belajar hikmah adalah sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan. Karena kita mempunyai jasad dan ruh.
Setiap hari kita memberikan nafkah jasad kita dengan makanan dan minuman namun sudahkah kita memberikan nafkah pada ruh kita? Jika tidak sesungguhnya kita sudah mendzalimi diri kita sendiri.
Salah satu cara untuk memberikan nafkah pada ruh kita adalah dengan membaca hikmah. Nah kali ini kita akan membaca kisah nyata hikmah dari seorang dermawan di masanya, Hatim al-Tha’i.
Hatim al-Tha’i (حاتم الطائي) seorang penyair Kristen pra-Islam keturunan Yaman yang berwajah tampan dan terkenal dengan kedermawanan-nya. Ia adalah ayah dari Adi bin Hatim, salah seorang sahabat Nabi yang disegani dan meriwayatkan cukup banyak hadis.
Hatim memiliki seorang istri bernama Mawiyah, istrinya itu selalu menahan agar ia tidak berlebihan dalam memberi. Kendati demikian Hatim tidak terpengaruh oleh istrinya dan selalu berusaha sebisa mungkin untuk memberi jika ada yang meminta kepadanya.
Suatu hari sepupu Mawiyah datang kepadanya dan bertanya “Bagaimana kehidupanmu dengan Hatim? Karena aku melihat jika Hatim mempunyai uang maka ia akan memberikannya, dan jika ia tidak punya uang maka ia akan mencarinya untuk bisa diberikan kembali, dan menurutku jika ia meninggal, ia akan meninggalkan keluarganya dalam keadaan miskin.”
Mawiyah pun mengangguk-angguk, membenarkan semuanya pernyataan sepupunya tersebut.
Salah satu kisahnya yang cukup masyhur ialah, pada saat itu negeri Arab sedang dilanda paceklik yang berkepanjangan, seluruh orang kelaparan karena sulitnya mendapatkan makanan, hal ini juga dirasakan Hatim dan keluarganya. Anak-anak Hatim sampai sulit untuk bisa tidur pada malam harinya karena kelaparan. Hatim hanya bisa meninabobokan mereka dengan membacakan dongeng hingga mereka terlelap.
Kemudian, pada saat tengah malam terdengar derap kaki seseorang di luar rumah dan memanggil namanya, kemudian Hatim bergegas menemuinya dan ternyata orang itu ialah seorang ibu yang meminta pertolongan karena ia memiliki beberapa anak di rumahnya yang menangis seperti serigala yang kelaparan.
Tanpa pikir panjang, Hatim langsung mengambil pedangnya dan menyembelih kuda perang kebanggaannya itu dan memasaknya untuk wanita tersebut.
Tak berhenti di situ, ia juga membangunkan seluruh tetangga dan tentunya anak dan istrinya untuk menyantap kuda yang telah ia masak. Di saat yang lainnya sedang lahap menyantap makanan, ia hanya meringkuk di ujung batu sambil tersenyum senang melihat mereka makan. Ketika ditawari ia hanya menjawab, “Senyum kalian lebih mengenyangkan bagiku daripada daging kuda ini.”