کمالوندی

کمالوندی

Sabtu, 18 Desember 2021 13:00

Tujuan Mulia Traveling dalam Agama Islam

 

Kebanyakan orang suka dengan yang namanya traveling atau melakukan perjalanan jauh. Namun apakah kalian tahu bahwa Islam mengajarkan pada kita tujuan dari traveling.

Berikut ini adalah tujuan traveling dalam agama Islam.

1. Mengenal Tuhan

Salah satu tujuan dari traveling adalah mengenal Allah swt. Dengan traveling seharusnya kita bisa berfikir dan bertafakur tentang fenomena alam, bagaimana alam dan isinya ini diciptakan, dan juga sejauh mana Kuasa Allah swt dalam menciptakan dan mengurus semuanya ini. Allah swt memberikan wahyu pada baginda Nabi Muhammad saw untuk mendorong manusia sehingga ia melakukan traveling yang artinya;

Katakanlah, “Berjalanlah di bumi, maka perhatikanlah bagaimana (Allah) memulai penciptaan (makhluk), kemudian Allah menjadikan kejadian yang akhir. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Surah Al-Ankabut, ayat 20)

2. Mengenal Hari Kebangkitan

Tujuan yang lain melakukan traveling dalam agama Islam adalah untuk mengenal hari kebangkitan atau bisa juga dikatakan hari kiamat. Yakni ketika traveling diiringi dengan berpikir mendalam dan bertafakur pada makhluk-makhluk Allah swt maka traveling tersebut dapat memberikan ilmu tentang alam akhirat kelak. Bagaimana bisa? Lebih lanjutnya adalah ketika Allah swt menciptakan makhluk-makhluk-Nya dari ketiadaan menjadi ‘ada’ maka bukan suatu yang mustahil bahwa Allah swt juga akan menciptakan alam akhirat dengan mudah.

Seperti halnya daun-daun pepohonan yang berguguran di musim gugur dan menghilang di musim dingin kemudian daun-daun tersebut kembali tumbuh di musim semi, dengan kekuatan yang sama, Allah swt mampu membangkitkan kembali setiap wujud yang mati di alam akhirat.

Katakanlah, “Berjalanlah di bumi, maka perhatikanlah bagaimana (Allah) memulai penciptaan (makhluk), kemudian Allah menjadikan kejadian yang akhir. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Surah Al-Ankabut, ayat 20)

Sabtu, 18 Desember 2021 12:59

Cara Menghadirkan Hati Saat Ibadah

 

Harus diketahui bahwa ibadah secara menyeluruh merupakan pujian maqam suci Rububiyah dan secara berjenjang semuanya merujuk pada pujian Zat. Atau pujian Asma dan Sifat atau Tajalli baik itu Tanzih, Taqdis atau Tamjid, dan tidak ada ibadah hakiki yang kosong dari satu dari derajat pujian kepada Allah ini. Dengan demikian, tahapan pertama kehadiran hati dalam ibadah adalah kehadiran ibadah dalam ibadah secara global. Upaya menghadirkan hati dalam tahapan ini hanya akan mudah bagi orang yang berusaha memahamkan hatinya bahwa ibadah adalah pujian kepada yang disembah. Sejak ia memulai ibadahnya hingga akhir secara global hatinya harus memikirkan makna ini dan memuji Allah yang disembah. Ia harus memahamkan hal itu dan menghadirkannya, sekalipun ia tidak mengetahui bagaimana dan dengan apa memuji Zat Allah. Apakah ibadah ini adalah pujian Zat, Asma atau selainnya, Taqdisi atau Tahmidi. Sama seperti penyair yang memuji seseorang kemudian memahamkannya kepada anak kecil bahwa ini merupakan pujian untuk seseorang, tapi ia tidak mengetahui bagaimana dan dengan apa memuji orang itu. Secara global ia mengetahui pujian, sekalipun tidak mengetahui detilnya.

Sama dengan anak SD yang mendengar pujian yang diucapkan tentang makrifat Muhammadi, tentang penyingkapan sempurna beliau dan tentang wahyu yang diturunkan kepada hati beliau. Sekalipun anak itu tidak mengetahui isi pujian yang disampaikan, bagaimana dan dengan apa mereka melakukan pujian, tapi pada tahapan pertama kesempurnaan ibadah adalah hadirnya hati mereka saat melakukan ibadah, dimana kita melakukan pujian kepada Haq. Melakukan pujian seperti yang difirmankan-Nya dan orang-orang khusus senantiasa menyenandungkannya.

Pujian yang disampaikan bila dilakukan dengan lisan para wali Allah akan lebih baik. Karena segala kotoran bohong dan nifaq menjadi hilang. Karena dalam ibadah, khususnya dalam shalat, ada pujian-pujian yang termasuk doa yang tidak dapat diucapkan selain para wali Allah yang sempurna dan orang-orang terpilih. Seperti “Wajjahtu Wajhiya Lilladzi Fathara as-Samawati wa al-Ardh…Aku mengarahkan wajahku kepada Allah yang menciptakan langit dan bumi”, “Alhamdulillah…Segala puji bagi Allah” dan “Iyyaka Na’budu…Hanya kepada-Mu kami menyembah.”

Tidak mudah bagi setiap orang dalam kondisi mengangkat tangan saat takbiratul ihram, sujud dan selainnya, dimana penjelasannya akan datang Insya Allah. Tidak mudah bagi setiap orang mengucapkan doa yang berasal dari para Imam Maksum as. Berdoa dengan doa-doa itu seperti sebagian penggalan dari doa mulia Kumail.

Sekaitan dengan hal ini, Sheikh Kamil dan Arif, Shahabadi, jiwaku menjadi tebusannya berkata, “Pada maqamat ini, bagus bila seseorang berdoa dengan lisannya doa-doa yang berasal dari para Imam Maksum as.” Terlebih lagi dalam membaca atau mengamalkan shalat dengan tujuan memuji Allah dengan doa yang diwariskan para Imam Maksum as tentang Allah dan Rasul Allah. Sebagai contoh, sangat bagus bagi kita yang intinya belum tertapis dan belum memisahkan diri dari kecenderungan selain Allah untuk membaca sebagian ungkapan yang akan datang Insya Allah.

Pada tahapan kedua dari kehadiran hati adalah kehadiran hati secara terperinci. Seorang yang beribadah harus menghadirkan hatinya dalam seluruh ibadah dan ia harus mengetahui bagaimana menyifati Allah dan bagaimana bermunajat. Setiap dari keduanya ini memiliki tahapan lagi dan sangat berbeda tergantung maqam hati dan makrifat orang yang beribadah.

Perlu diketahui bahwa penguasaan secara detil akan seluruh rahasia ibadah dan kualitas pujian hanya mungkin dimiliki oleh orang-orang terpilih yang telah sempurna lewat wahyu ilahi. Di sini, kami hanya menjelaskan secara global tahapan-tahapannya.

Ada sebagian manusia yang hanya mengetahui bentuk luar dari shalat dan ibadah yang lain, tapi memahami pengertian umum dari zikir, doa dan bacaan al-Quran. Kehadiran hati mereka hanya terjadi pada waktu mengucapkan al-Quran dan memahami artinya. Pada waktu itulah hati mereka hadir untuk bermunajat dengan Allah.

Hal penting bagi kelompok ini adalah tidak membatasi hakikat dengan makna umum yang dipahami itu. Jangan beranggapan bahwa tidak ada hakikat lain dari bentuk ibadah yang dilakukannya. Selain anggapan ini bertentangan dengan akal dan teks, keyakinan yang semacam ini sangat merugikan manusia. Karena itu akan membuat manusia merasa puas dan berhenti. Hal itu akan mencegahnya meraih kesempurnaan ilmu dan amal.

Satu kelebihan besar setan adalah mampu membuat manusia merasa senang dengan apa yang dimilikinya lalu mulai memandang negatif akan seluruh hakikat, ilmu dan makrifat. Hasilnya mereka menjadi terasing.

Kelompok lain adalah mereka yang memahami hakikat ibadah, zikir dan bacaan menjadikan akal sebagai tempat rujukan semua pujian kepada Allah Swt atau argumentasi rasional, hakikat Shirat Mustaqim dan hakikat makna surat Tauhid sebagai prinsip pengetahun dengan perbedaan lewat pemikiran dan akal.

Kelompok ini saat menghadirkan hatinya dalam ibadah, mereka memahami secara terperinci dan hatinya hadir saat mengingat hakikat dan pujian ini. Mereka memahami apa yang dikatakan dan bagaimana memuji Haq.

Sementara kelompok yang lain lagi mereka memahami hakikat dengan pemikiran dan akal menyampaikan hakikat itu ke pena akal dan lembaran hati, sehingga hati mereka mengenal hakikat itu dan mengimaninya. Karena derajat iman dari hati sangat berbeda dengan pemahaman akal. Banyak hal yang dimengerti akal manusia, bahkan mengajukan argumentasinya, tapi tidak sampai pada derajat iman dari hati dimana kesempurnaannya adalah percaya. Pada waktu itu hatinya tidak bersama dengan akalnya.

Sama seperti kita semua meyakini orang yang mati tidak dapat bergerak dan tidak bisa merugikan kita. Bahkan bila semua orang mati dikumpulkan, mereka tetap tidak dapat mengganggu kita sekalipun sekecil lalat. Hal itu dikarenakan kita meyakininya secara rasional tapi tidak sampai ke lembaran hati. Di sini hati dan akal dalam masalah ini tidak berbarengan. Biasanya akal yang paling menguasai badan manusia dan biasanya manusia takut akan orang mati, khususnya di kegelapan malam dan saat sendiri. Padahal akalnya mengatakan gelapnya malam tidak berpengaruh apa-apa, begitu juga kesendirian, sementara telah diketahui orang mati tidak bisa mengganggu apa-apa. Di sini, manusia meninggalkan akalnya dan berjalan dengan ilusi, tapi bila ia dikumpulkan dengan orang mati untuk beberapa waktu, ketakutan di malam hari ternyata dapat dilaluinya hingga siang. Apa yang dilakukannya ini pada dasarnya membawa apa yang diyakini pada akalnya sampai ke hatinya. Hukum akal yang ada telah menggabungkan hati dan akal, sehingga perlahan-lahan sampai ke derajat percaya. Hatinya sudah tidak pernah takut lagi dan melakukan hal itu dengan penuh keberanian.

Demikianlah kondisi semua hakikat agama dan masalah keyakinan argumentatif dimana derajat pengetahuan rasionalnya berbeda dengan derajat iman dan percaya. Selama seorang pencari kebenaran dan hakikat tidak melakukan latihan secara teoritis dan praktis dan menyempurnakan takwanya baik dalam bentuk perilaku atau hati, maka ia tidak akan sampai pada derajat ini. Ia tidak dapat menjadi pemilik hati. Derajat pertama hati yang merupakan anugerah ilahi tidak akan dapat diraihnya. Ia tidak akan pernah menggunakan pakaian iman. Bahkan sesuai dengan hadis “As-Shalatu Mi’raj al-Mukmin… Shalat mikraj seorang mukmin” dan hadis “As-Shalatu Qurbanu Kulli Taqiyin… Shalat wasilah mendekati Allah bagi setiap orang bertakwa.”, kemungkinan maknanya selama manusia belum sampai  ke derajat iman dan takwa, maka shalatnya bukan mikraj dan wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Itu berarti ia belum memulai untuk melakukan sair dan suluk kepada Allah dan belum penghuni rumah jiwa.

 

Jika kita berkaca pada diri Rasulullah Saw., maka pantulan cahaya yang tersorot ke diri kita ialah kesempurnaan akhlaknya. Saking sempurnanya, Allah mencatatkan pujian untuknya di dalam Al-Quran, yang termaktub di dalam surah al-Qalam ayat empat. Hampir setiap manusia sudah mafhum akan keagungan budi pekerti ayah dari Sayyidah Fathimah az-Zahra itu.

Maka, di sini penulis hendak mengumpulkan beberapa ayat al-Quran yang membicarakan keagungannya, yang bisa kita jadikan sebagai motivasi untuk selalu berada di jalan kebaikan ala Rasulullah Saw. Di antara keistimewaannya yang tercatat di dalam al-Quran ialah sebagai berikut.

1. Panutan yang Baik

Di dalam surah Al-Ahzab ayat 21, Allah Swt berfirman,

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

 “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”

Dari ayat di atas dapat kita pahami, bahwa Nabi Muhammad adalah panutan bagi setiap manusia. Lebih-lebih kepada mereka yang yang bertakwa di hadapan Allah Swt. Dan hendakanya, bagi mereka yang mendambakan kebahagiaan dunia-akhirat sudah selayaknya mengikuti jejak langkahnya.

* Rahmat (kasih-sayang) bagi Alam Semesta

Sebagaimana rahmat Allah tak terbatas bagi setiap makhluk-Nya, pun dengan kasih-sayangnya Nabi Saw. Bahwa, salah satu tujuan diutusnya, ialah menyebarkan pesan cinta-kasih kepada semua manusia tanpa terkecuali, sehingga misi dakwah yang ia ampu dari Allah Swt dapat diterima dengan mudah oleh orang-orang kala itu, yang telah menjadikan berhala sebagai obyek sesembahannya.

Karenanya, Allah Swt., mengabadikan kasih sayangnya nabi Muhammad tersebut di dalam salah satu ayat di dalam al-Quran.

 وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

 “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya’: 107).

* Merakyat

Sebagai seorang pemimpin di tengah umat, maka salah satu hal yang harus memiliki ialah jiwa merakyat dan membaur dengan siapa saja di tengah masyarakat. Di sisi lain, hal itu juga menafikan sifat keakuan (egois) yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Karena, penting bagi bagi seorang pemimpin menghapus sekat-sekat yang dapat membentengi dirinya dengan rakyatnya. Hal itu pulalah yang dilakukan oleh Nabi Saw. Meski ia dinobatkan sebagai paling mulianya manusia, ia tak memanfaatkan itu untuk menjaga jarak atau bahkan berbuat semena-mena terhadap orang lain. Ia tetap memosisikan diri, sebagaimana manusia biasa.

Menyoroti hal itu, Allah berfirman  di dalam kitab-Nya sebagai berikut.

لَقَدْ جَآءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِٱلْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ

“Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. At-Taubah: 128).

Di atas adalah pemaparan tentang beberapa keistimewaan pada diri Rasulullah Saw. Dengan melihat keistimewaannya di atas, maka rasa-rasanya mustahil apabila sosok Nabi—yang  merupakan perwakilan Allah di muka bumi ini—melakukan  hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam dan akal sehat. Wallahu a’lam bi as-shawab.

Sabtu, 18 Desember 2021 12:56

Keberkahan Kalung Fatimah Zahra

 

Suatu hari, Nabi Saw sedang duduk di masjid. Seorang Arab Badui masuk dan berkata, "Wahai Rasulullah! Saya lapar. saya tidak punya pakaian yang sesuai. Saya tidak punya uang dan saya berhutang. Tolong saya!" Nabi Saw berkata kepada Bilal, "Bawa pria ini ke rumah Fathimah dan beri tahu putriku bahwa ayahmu telah mengirimnya."

Bilal datang dan menceritakan kisah itu kepada Sayidah Fathimah as. Ia membuka kalungnya yang merupakan hadiah, dan memberikannya kepada Bilal lalu berkata, "Berikan kalung ini kepada ayah saya untuk menyelesaikan masalah." Bilal kembali dan menyerahkan amanat tersebut Nabi. Rasulullah Saw berkata, "Siapa pun yang membeli kalung ini saya akan menjamin surga baginya."

Ammar Yasir membelinya dan membawa orang miskin tersebut ke rumahnya. Ia memberikan pakaian dan makanan kepadanya dan menggandakan jumlah pinjaman. Lalu Ammar memanggil budaknya dan berkata, "Kau bawa kalung ini ke rumah Fathimah Zahra as dan katakan itu sebagai hadiah. Saya juga menghadiahkanmu kepada Fathimah." Budak itu membawa dan memberikan kalung itu kepada Fathimah as dan berkata, "Ammar juga telah menghadiahkan aku kepadamu." Mendengar itu, Sayidah Fathimah as membebaskan budak itu di jalan Allah.

Budak itu kemudian berkata, "Aku terkejut!" Kalung yang indah dan penuh berkah! Ia mengenyangkan orang yang lapar. Memakaikan baju bagi yang tidak punya. Membayar pinjaman orang yang berutang. Membebaskan budak dan pada akhirnya kembali kepada pemiliknya."

 

Ribuan warga Palestina melaksanakan Shalat Jumat di Masjid al-Aqsa meski rezim Zionis Israel menerapkan langkah-langkah keamanan ketat di sekitar kompleks Kiblat Pertama Umat Islam ini.

Menurut Palestine al-Yawm, ribuan jemaah Palestina mendatangi Masjid al-Aqsa pada hari ini, Jumat (17/12/2021) untuk menunaikan Shalat Jumat di tempat suci ini.

Hal itu terjadi saat rezim Zionis telah menerapkan pengamanan ketat di sekitar Masjid al-Aqsa sejak Jumat pagi.

Organisasi Wakaf Islam al-Quds juga mengumumkan dalam sebuah pernyataan bahwa 40.000 orang menghadiri Shalat Jumat hari ini di Masjid al-Aqa.

 

Juru bicara Gerakan Muqawama Islam Palestina (Hamas) Abdul Latif al-Qanou mengatakan, manuver "Perisai al-Quds" bertujuan untuk meningkatkan kesiapan perlawanan dan menunjukkan kemampuan kelompok-kelompok perlawanan Palestina dalam melawan rezim penjajah, Zionis Israel.

Dikutip al-Mayadeen, Jumat (17/12/2021), al-Qanou pada kesempatan peringatan 34 tahun Hamas, mengatakan, latihan "Perisai alQuds" adalah pesan kepada rezim pendudukan bahwa jika mereka menyerang Jalur Gaza, maka mereka akan menerima pelajaran yang tak akan pernah terlupakan.

Dia menekankan bahwa pasukan perlawanan telah memperbaiki "kerusakan" setelah perang "Pedang al-Quds" baru-baru ini melawan rezim Zionis.

Menurut al-Qanou, koordinasi dan persatuan telah dicapai di antara semua kelompok perlawanan Palestina di Gaza.

Serangan militer Israel terhadap kelompok-kelompok perlawanan Palestina di Tepi Barat dan Gaza dimulai pada 10 Mei dan berakhir pada 21 Mei setelah adanya seruan untuk gencatan senjata oleh kabinet rezim Zionis karena ketidakmampuan militer Israel untuk menghadapi serangan balik kelompok-kelompok perlawanan Palestina. Gencatan senjata itu dimediasi oleh beberapa aktor asing.

Dalam perang 12 hari yang disebut sebagai perang "Pedang al-Quds" itu, kelompok-kelompok perlawanan Palestina membuat banyak kejutan di medan tempur untuk Zionis Israel.

 

Majelis Umum PBB pada hari Kamis (16/12/2021) mengadopsi resolusi yang mengutuk semua bentuk rasisme.

Resolusi tersebut, yang diusulkan oleh Rusia dan lebih dari 30 negara lainnya, disahkan dengan 130 suara mendukung, 2 menentang dan 49 abstain. Amerika Serikat dan Ukraina memberikan suara menentang resolusi tersebut, sementara kebanyakan sekutu AS abstain.

Resolusi usulan Rusia untuk memerangi penghormatan Nazisme, neo-Nazisme, dan praktik lain yang akan mengarah pada bentuk baru rasisme, diskriminasi rasial, xenofobia, dan intoleransi. Resolusi tersebut menyerukan kepada negara-negara anggota untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi rasial melalui semua cara yang tepat, termasuk legislasi.

Rusia telah lama berselisih dengan Ukraina dan tiga negara Baltik, Estonia, Lituania dan Latvia, atas dukungannya bagi individu dan organisasi yang terkait dengan Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.

Alasan Washington untuk menentang resolusi tersebut adalah inkonsistensinya dengan Amandemen Pertama Konstitusi AS. Meskipun diskriminasi rasial selalu ada di dunia Barat, Amerika Serikat, sebagai pemimpin blok Barat, berada di urutan teratas dari semua negara di dunia dalam hal segala bentuk rasisme.

Baca juga: Kekerasan dan Diskriminasi Rasial Berlanjut di Amerika
Sejatinya, isu diskriminasi rasial dan rasisme di Amerika Serikat merupakan salah satu masalah sosial dan ekonomi terbesar di negara ini. Isu diskriminasi rasial di Amerika Serikat, sebuah negara yang menganggap dirinya sebagai pelopor hak asasi manusia dan kebebasan, lebih melembaga dan bermasalah daripada negara-negara Barat lainnya.

Menariknya, sejalan dengan slogan umum partai, Presiden Joe Biden dari Demokrat mengklaim menentang rasisme dan diskriminasi rasial. Sementara suara AS yang menentang resolusi Majelis Umum mengutuk rasisme mengungkapkan pendekatan nyata pemerintah AS dalam mendukung rasisme.

Isu diskriminasi rasial dan kekerasan polisi terhadap orang kulit hitam, yang secara resmi disebut sebagai Amerika keturunan Afrika, yang merupakan sekitar 14 persen dari populasi Amerika, telah menjadi masalah institusional dalam masyarakat Amerika.

Majelis Umum PBB pada hari Kamis (16/12/2021) mengadopsi resolusi yang mengutuk semua bentuk rasisme.
"Rasisme adalah masalah sejarah yang mengakar dan bahkan bagian dari identitas budaya Amerika," kata Alireza Rezakhah, seorang pakar politik.

Pada dasarnya, diskriminasi rasial, pendidikan, pekerjaan, dan sosial, serta kekerasan terhadap orang kulit hitam, sudah menjadi hal yang lumrah. Orang kulit hitam selalu menjadi sasaran perbudakan, pelecehan yang meluas, pembunuhan, dan kekerasan selama tiga abad sejarah Amerika.

Meskipun gerakan hak-hak sipil kulit hitam pada 1950-an memicu gelombang hak dan diskriminasi, realitas masyarakat Amerika saat ini adalah bahwa diskriminasi rasial terus berlanjut dalam berbagai dimensi dan aspek terhadap mereka. Salah satu manifestasi dari masalah ini, yang menjadi sangat menonjol dalam beberapa tahun terakhir, adalah kekerasan tak terkendali dari polisi Amerika terhadap orang kulit hitam.

Baca juga: Aksi Protes Kematian Floyd di Prancis Berubah jadi Protes Anti Zionis
Melihat statistik menunjukkan bahwa korban utama kekerasan polisi Amerika adalah orang kulit berwarna, terutama kulit hitam, dan ini adalah salah satu alasan utama protes dan kerusuhan yang terjadi dari waktu ke waktu di salah satu kota di Amerika.

Asal usul kekerasan ini kembali ke lapisan terdalam rasisme dalam masyarakat Amerika. Menurut mantan Presiden AS Barack Obama, "Rasisme ada dalam DNA orang Amerika."

Barack Obama, mantan Presiden AS
Pemikiran Amerika pada dasarnya adalah promotor rasisme terbuka dan terselubung serta penghinaan terhadap orang kulit berwarna dan kewarganegaraan kelas dua mereka.

Faktanya, saat ini dengan semakin menyebarnya gerakan dan kelompok supremasi kulit putih di negara-negara Barat, terutama di Amerika Serikat, orang kulit hitam dan Latin semakin rentan terhadap kekerasan dan diskriminasi rasial.

Dilema ini menyebar luas selama masa kepresidenan mantan Presiden AS Donald Trump dan mengarah pada pembentukan gerakan "Black Lives Matter".

 

Khatib Shalat Jumat Tehran Hujjatul Islam Mohammad Javad Haj Ali Akbari mengatakan, fokus negosiasi di Wina adalah pencabutan sanksi secara terpadu.

"Fokus perundingan adalah pencabutan sanksi secara terpadu dan komitmen pihak Eropa dan Amerika. Sekarang pihak-pihak yang terlibat dalam JCPOA harus menyambut kehadiran Iran dalam negosiasi meskipun mereka melanggar perjanjian dalam perundingan," kata Haj Ali Akbari dalam khutbah kedua di Mushalla Besar Imam Khomeini ra di Tehran, Jumat (17/12/2021).

Dia menambahkan, delegasi Iran telah memasuki medan perundingan dengan kekuatan dan inisiatif, meskipun pihak-pihak lawan berunding mengejar "garis distorsi" untuk menciptakan ketegangan di dalam Iran dan mengganggu fokus tim perunding Iran serta untuk mendapatkan poin dan konsesi, tetapi mereka tidak akan berhasil.

"Mereka telah melanggar perjanjian dan sekarang mereka harus menyambut negosiasi. Fokus negosiasi juga harus tentang pencabutan sanksi secara terintegrasi dan komitmen pihak Eropa dan Amerika, dan mereka tidak boleh sibuk berdalih," tegasnya.

Khatib Shalat Jumat Tehran menyinggung ancaman beberapa pejabat Barat tentang petualangan anti- Iran, dan mengatakan, sikap sejumlah negara Barat dalam hal ini lebih seperti humor dan mereka sendiri tahu bahwa mereka tidak dapat berbuat apapun (terkait ancamannya).

"Kita berharap untuk melihat kemenangan yang layak bagi para diplomat Iran di bidang diplomasi. Namun, tentu saja, pencabutan sanksi adalah satu sisi dari masalah dan masalah utamanya adalah menetralkan sanksi dan hal ini hanya mungkin dilakukan dengan mengandalkan kekuatan dalam negeri," pungkasnya.

Haj Ali Akbari di akhir khutbahnya, juga menyinggung peringatan kesyahidan Sayidah Fatimah Az-Zahra as, Putri Rasulullah Saw yang jatuh pada 13 Jumadil Ula 1443 HS, 18 Desember 2021.

 

Jumat (10/12/2021) malam, Majelis Umum PBB meratifikasi enam resolusi lagi terhadap rezim Zionis.

Majelis Umum PBB telah mengeluarkan beberapa resolusi terhadap rezim Israel dalam beberapa tahun terakhir.

Pada November 2018, Majelis Umum PBB meratifikasi total 15 resolusi anti-Israel, 9 di antaranya diadopsi pada 16 November dan 6 resolusi lagi pada 30 November. Pada November 2019, pilar PBB ini mengadopsi 8 resolusi menentang rezim Zionis.

Pada tahun 2020, Majelis Umum PBB mengutuk total 23 negara di seluruh dunia, 17 di antaranya terkait dengan rezim Zionis. Kini, pada November 2021, Majelis Umum PBB kembali mengadopsi enam resolusi terhadap Israel.

Sikap Majelis Umum PBB terhadap Israel ini menimbulkan dua pertanyaan penting.

Pertanyaan pertama adalah tentang isi resolusi.

Sebagian besar resolusi mengutuk kejahatan rezim Zionis Israel terhadap Palestina, dan beberapa resolusi didedikasikan untuk kejahatan rezim terhadap Suriah. Enam resolusi yang disahkan tadi malam mengutuk pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Palestina, serta pembangunan permukiman di al-Quds Timur dan Golan Suriah.

Baca juga: Majelis Umum PBB Perpanjang Resolusi Anti-Israel
Resolusi tersebut juga mengutuk blokade darat, udara dan laut Gaza, tindakan provokatif para pemukim Zionis terhadap warga Palestina di Wilayah Pendudukan, serta penghancuran rumah dan penahanan sewenang-wenang dan pemenjaraan warga Palestina serta penekanan pada pemulangan pengungsi Palestina ke rumah mereka.

Resolusi tersebut menyerukan kepada rezim Zionis untuk mematuhi resolusi PBB tentang Golan Suriah dan mengakhiri pendudukannya di wilayah tersebut.

Mengingat semua ketentuan hukum ini, pertanyaan lain (kedua) adalah mengapa resolusi PBB tidak hanya tidak memperbaiki situasi Palestina, tetapi situasi mereka justru memburuk setiap tahun?

Ada tiga alasan penting dan mendasar untuk ini.

Alasan pertama adalah pola perilaku Israel yang pada dasarnya tidak mematuhi hukum internasional dan tidak memperhatikan resolusi PBB.

Ketidakpatuhan Israel ini terjadi ketika resolusi-resolusi ini telah disahkan di badan-badan PBB lainnya sebelum diadopsi. Sebagaimana enam resolusi terakhir telah disahkan dalam Komite Politik dan Dekolonisasi Khusus Majelis Umum PBB (Komite Keempat).

Alasan kedua adalah pola perilaku negara-negara besar, terutama Amerika Serikat dan negara-negara Barat yang tergabung dalam Dewan Keamanan.

Kekuatan di Dewan Keamanan ini mendukung Zionis Israel dan, pada kenyataannya, merupakan faktor penting dalam membuat resolusi Majelis Umum PBB tidak efektif. Oleh karena itu, berdasarkan dukungan kekuatan Barat ini, Israel meningkatkan keparahan kejahatannya terhadap Palestina.

Alasan ketiga resolusi Majelis Umum PBB pada dasarnya tanpa jaminan implementasi.

Faktanya, hanya resolusi Dewan Keamanan yang memiliki jaminan implementasi, apalagi ketika pemegang hak veto bersikeras pada implementasi resolusi tersebut.

Misalnya, ketika Dewan Keamanan mengeluarkan Resolusi 2334 melawan Israel pada bulan Desember 2016, penentangan pemerintahan Donald Trump terhadap resolusi tersebut membuat Zionis Israel praktis mengabaikannya. Resolusi itu disahkan dengan suara abstain dari pemerintahan Barack Obama, tetapi sebulan kemudian Trump berkuasa di Amerika Serikat dan mengabaikannya.

Poin terakhir adalah bahwa pendekatan Majelis Umum PBB membuktikan dua hal.

Pertama, Majelis Umum memiliki pandangan yang lebih non-politik dari Dewan Keamanan, dan aspek hukum lebih dominan ketimbang poliltik di pilar badan PBB ini. Kedua, Sebagian besar negara di dunia mengakui kejahatan rezim Zionis Israel dan menentang kebijakan proteksionis kekuatan Barat terhadap rezim ini.

 

Anggota komisi keamanan nasional dan kebijakan luar negeri parlemen Iran menilai kerja sama antara Republik Islam Iran dan Pakistan efektif dalam membangun stabilitas di Afghanistan.

Fadah Hossein Maliki dalam pertemuan dengan Duta Besar Pakistan untuk Iran, Rahim Hayat Qureshi di Tehran hari Minggu (12/12/2021) menyerukan pembentukan pemerintahan inklusif yang melibatkan semua kelompok etnis.

Ia juga menyebut kehadiran 20 tahun Amerika di Afghanistan tidak menghasilkan apa-apa, selain kesengsaraan rakyat tertindas di negara ini.

Menyinggung kesamaan sejarah, budaya dan agama antara Iran dan Pakistan, Maliki mengatakan,"Akar kesamaan antara kedua negara di berbagai bidang telah menciptakan platform yang baik untuk perluasan hubungan antara kedua negara,".

"Pertemuan dan pembicaraan di tingkat parlemen kedua negara menjadi kesempatan penting untuk memperkuat kerja sama bilateral," paparnya.

Sementara itu, Dubes Pakistan, Rahim Hayat Qureshi dalam pertemuan ini menyinggung kerja sama tingkat tinggi antara Republik Islam Iran dan Pakistan, dan menyerukan penggunaan kemampuan yang ada di kedua negara untuk pengembangan hubungan bilateral.

Duta Besar Pakistan untuk Iran juga menganggap masalah Afghanistan sebagai peluang yang baik untuk membangun solidaritas dan persatuan negara-negara Muslim demi memecahkan masalah rakyat Afghanistan.

Ia juga menekankan bahwa masalah negara-negara di kawasan harus diselesaikan oleh mereka sendiri.