
کمالوندی
Bagaimana Israel Benamkan Pengaruhnya di Republik Azerbaijan ?
Sejak kemerdekaan Republik Azerbaijan pada tahun 1991, rezim rasis Israel selalu berusaha menyusup untuk membenamkan pengaruhnya ke negara itu.
Di sisi lain, pemerintah Baku mengambil langkah-langkah yang memuluskan jalan rezim Zionis di Republik Azerbaijan, meskipun ditentang oleh rakyat Muslim negaranya. Semua upaya ini dilakukan untuk menyelesaikan konflik Nagorno-Karabakh dan mengakhiri perang dengan Armenia dan pemekaran kembali wilayah Republik Azerbaijan dari Armenia. Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, para pejabat tinggi Azerbaijan selalu berargumen bahwa hubungan dengan rezim Zionis akan meningkatkan bantuan militer dan lobi Israel di Kongres AS, dan mengakhiri konflik Nagorno-Karabakh.
Faktanya, politisi yang berkuasa di Baku selalu membuat komentar untuk membenarkan langkahnya tersebut, namun di sisi lain mereka sangat khawatir dengan reaksi negatif umat Islam Republik Azerbaijan. Tetapi Perang Nagorno-Karabakh Kedua- yang dihentikan dengan bantuan negara-negara di kawasan itu, termasuk Republik Islam Iran dan Rusia - telah memberikan kesempatan bagi politisi Zionis internasional dan Freemason anti-Islam yang memimpin Azerbaijan untuk menjadikan Perang Nagorno-Karabakh sebagai alat politiknya. Misalnya, pejabat Baku, terutama Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, yang selama Perang Nagorno-Karabakh Kedua selalu menghargai bantuan Iran dalam menyelesaikan konflik Nagorno-Karabakh, tapi setelah perang berakhir justru mengambil sikap terbalik.
Setelah kemenangan dalam perang ini dan merebut kembali sebagian wilayah Republik Azerbaijan, pemerintah Baku menekankan peran penting rezim Zionis dan Turki dengan mengabaikan kontribusi Muslim di Aras Utara serta pemerintah dan rakyat Iran dalam Perang Karabakh Kedua.
Sikap para pejabat pemerintah Ilham Aliyev, termasuk Presiden Azerbaijan, pertama-tama mengungkapkan fakta bahwa para pejabat Baku memiliki kecenderungan yang tidak mengharga peran masyarakat Muslim di kawasan, terutama negara tetangganya sendiri. Bahkan, dalam situasi ketika Muslim Republik Azerbaijan berperang melawan musuh di garis depan Perang Karabakh Kedua di Nagorno-Karabakh, pemerintah Baku menolak untuk menghargai kontribusi mereka.
Berlawanan dengan persepsi banyak kalangan xenofobia, seperti yang berafiliasi dengan Zionisme internasional dan gerakan Pan-Turkisme di Baku dan di kawasan itu, pemerintah Ilham Aliyev terus menjauhkan diri dari orang-orang Muslim di Republik Azerbaijan dan semakin kehilangan basisnya di negara ini.
Banyak politisi Baku dan pakar politik Azeri percaya bahwa menguatnya kehadiran rezim Zionis, Turki dan beberapa pemerintah Barat dalam struktur kekuatan militer dan administrasi di Republik Azerbaijan, akan menyebabkan pemerintah Baku tidak akan membutuhkan basis populis di dalam negeri.
Meskipun tidak ada keraguan mengenai kehadiran pihak asing dalam struktur kekuasaan di Republik Azerbaijan bersifat sementara dan akan terus berlanjut sampai kepentingan orang asing terpenuhi. Tapi tampaknya, pengaruh asing dalam struktur kekuasaan politik satu-satunya negara Muslim di Aras utara akan selalu ada.
Metode propaganda pihak asing, terutama kaum Zionis dan Pan-Turkisme begitu masif di Republik Azerbaijan. Mereka terus-menerus melancarkan agitasi media untuk mengambil sikap melawan beberapa negara merdeka yang dilakukan bersamaan dengan dukungannya terhadap beberapa negara asing.
Sebuah contoh yang sangat jelas dapat diberikan dalam hal ini. Tidak ada keraguan bahwa Iran selalu mendukung kepentingan Republik Azerbaijan dan pemerintah pusat Baku di Republik Otonomi Nakhchivan selama tiga dekade terakhir.
Iran telah memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah ini dengan memasok listrik, gas alam, air minum, bahkan makanan, sambil memfasilitasi hubungan antara pemerintah pusat Baku dan Nakhchivan, yang dianggap sebagai bagian negara yang terisolasi. Tapi sekarang di media Baku muncul komentar dari pejabat Azeri bahwa masalah ini dianggap sangat tidak penting, bahkan tidak diangkat sama sekali.
Sebaliknya, para ahli yang berafiliasi dengan arus asing terus-menerus mengangkat klaim fiktif sebagai isu utama untuk memancing opini publik umat Islam Republik Azerbaijan terhadap Iran. Misalnya, Samir Hemmatov, yang disebut-sebut sebagai pakar politik, baru-baru ini muncul di televisi Republik Azerbaijan yang melancarkan propaganda anti-Iran. Ia mengklaim, “Jika Republik Islam Iran menusuk Republik Azerbaijan dari belakang dalam keadaan yang paling sulit, suatu hari akhirnya akan melihat pemerintah Republik Azerbaijan di depannya, yang akan mengambil tindakan balasan. Pemerintah Ilham Aliyev hanya memiliki hubungan persahabatan dan kerja sama dengan Israel, dan hubungan ini akan berlanjut setelah ini. Kedua belah pihak puas dengan hubungan ini. Baku adalah sekutu utamanya dan akan tetap demikian mulai sekarang hingga nanti,".
Pernyataan tendensius pakar politik Azerbaijan terhadap Iran, disampaikan ketika Menteri Perekonomian Republik Azerbaijan berkunjung ke Tehran untuk menjelaskan beberapa masalah dalam hubungan bilateral dan mencoba untuk memperluas kerja sama ekonomi kedua negara.
Tidak diragukan lagi kondisi ini terjadi ketika pejabat pemerintah Bakutelah kehilangan kemampuan untuk menghadapi atau mengendalikan beberapa media di negaranya. Pada saat yang sama sikap mayoritas Muslim Azerbaijan berbeda dengan arus tersebut dan selalu memiliki pandangan positif terhadap peran rakyat dan pemerintah Iran. Mereka juga berterima kasih atas dukungan dan bantuan Iran selama ini.
Selain mendukung Nakhchivan sebagai bagian dari Republik Azerbaijan selama hampir tiga dekade, Republik Islam Iran senantiasa membuka perbatasannya bagi warga Azari, dan memberikan banyak bantuan medis, makanan, dan keuangan kepada warga Muslim di Republik Azerbaijan. Bahkan, beberapa penduduk perbatasan Republik Azerbaijan telah memperoleh pendapatan yang sah dengan membeli barang-barang Iran dan menjualnya di Republik Azerbaijan.
Penting untuk dicatat bahwa, terlepas dari sanksi AS dan Uni Eropa terhadap Iran dan bantuan dari pemerintah Barat, rezim Zionis dan Turki dengan Republik Azerbaijan, barang-barang berkualitas Iran di Aras utara memiliki banyak pembeli dan penduduk perbatasan Azeri lebih memilih barang-barang berkualitas dari Iran. Hal ini tampaknya menjadi perhatian bagi pemerintah asing dan bahkan beberapa pejabat Azeri.
Sementara itu, pemerintah Presiden Ilham Aliyev telah menunjukkan keinginan yang besar untuk memperluas hubungan dengan rezim rasis di Israel, meskipun mendapatkan penentangan dari mayoritas rakyat negaranya. Dalam hal ini, wakil rezim Israel baru-baru ini mengucapkan terima kasih kepada para pemuda Talesh yang tinggal di Republik Azerbaijan yang berperang di Nagorno-Karabakh.
Tindakan ini diambil ketika upaya Republik Azerbaijan, yang berpartisipasi dalam Perang Karabakh Kedua, selalu bersatu untuk melawan berbagai asing yang berusaha menghancurkan identitas mereka. Namun tampakny,a rezim Zionis, dengan segala kapasitas dan kekuatannya, telah melipatgandakan upayanya untuk mengendalikan upaya Republik Azerbaijan.
Pernyataan baru-baru ini oleh para diplomat Israel telah mengungkap fakta bahwa rezim Israel yang rasis, yang mengeksploitasi pemerintah Ilham Aliyev terhadap Iran, mencoba menggunakan upaya Republik Azerbaijan untuk menekan kedaulatannya di masa depan.
Dalam hal ini, Hamid Turki", seorang pakar Azerbaijan mengatakan,"Tujuan rezim Zionis yang mencoba lebih dekat dengan Republik Azerbaijan untuk memprovokasi Baku melakukan sebanyak mungkin untuk pelanggaran politik dan keamanan."
Pakar Azeri ini menulis dalam sebuah artikel, "Dengan mencampuri urusan dalam negeri Republik Azerbaijan dan melalui seseorang bernama Elmira Mohi-ud-Din Lee yang telah diperkenalkan sebagai duta besar Israel, rezim Zionis tmenggunakan penangkaran kerbau dan pembangunan desa pintar di daerah yang berbatasan dengan Iran sebagai kedok untuk operasi spionase dan psikologis terhadap Iran, dan sekarang menargetkan upaya yang memiliki ikatan sejarah, nasional, budaya, agama dan spiritual dengan orang-orang Iran,".
Poin penting dalam hal ini adalah fakta bahwa pemerintah Ilham Aliyev, alih-alih menghargai pemuda Azeri yang berpartisipasi dalam Perang Karabakh Kedua, ia tidak menghormati mereka dalam praktik. Dalam menghadapi ketidakhormatan ini, rezim Zionis mencoba mengeksploitasi kelemahan kedaulatan Baku untuk keuntungannya.
Pada saat yang sama, upaya rezim Israel yang rasis untuk memprovokasi pemuda Azerbaijan dengan kegiatan melawan Iran tidak ditanggapi oleh masyarakat Muslim negara ini yang tidak mau didominasi oleh rezim Israel, karena mereka ingin mempertahankan independensinya sendiri.
Sayidah Zainab, Teladan Keberanian dan Ketegaran
Sayidah Zainab, anak ketiga dan putri tertua dari Imam Ali dan Sayidah Fatimah, merupakan salah seorang perempuan berpengaruh di dunia Islam.
Tanggal 5 Jumadil Awal tahun 5 HQ, Sayidah Zainab, cucu Rasulullah Saw, putri Imam Ali as dan Sayidah Fathimah az-Zahra as, terlahir ke dunia. Di Iran, hari kelahiran Sayidah Zainab diperingati sebagai "Hari Perawat" untuk mengenang jasa beliau yang menjadi perawat dan pelindung para korban tragedi Karbala.
Sayidah Zainab diasuh dan dibesarkan oleh manusia agung sepanjang sejarah yaitu, Nabi Muhammad Saw, Imam Ali dan Sayidah Fatimah. Selain itu, beliau adalah saudari dari dua pemuda penghulu surga, Imam Hasan dan Imam Husein.
Sayidah Zainab merupakan salah satu wanita yang menjadi contoh bagi seluruh perempuan di berbagai bidang. Zainab tidak hanya berkaitan dengan masa lalu, tapi juga hari ini dan esok. Sebab, kemuliaan manusia, pengabdian, penghambaan, perjuangan untuk menegakkan keadilan, kemerdekaan dan kebenaran adalah nilai-nilai yang tidak terkait hanya untuk periode khusus atau masyarakat tertentu saja.
Manusia besar melampaui sejarah hidupnya. Zainab Kubra, termasuk wanita yang berada dalam naungan pancaran cahaya imamah. Sejak kecil, Zainab tumbuh dalam pangkuan risalah dan imamah. Sayidah Zainab telah menghiasi diri dengan ketinggian akhlak, kesempurnaan spiritualitas dan keagungan perilaku.
Lembaran sejarah mencatat Sayidah Zainab menikah dengan Abdullah bin Ja'far bin Abi Thalib, yang merupakan keponakan Ali bin Abi Thalib. Ja'far adalah orang pertama yang memimpin sekelompok Muslim ke Habsyi Tapi, setelah kembali ia kehilangan kedua tangannya dalam pertempuran dengan Romawi. Kemudian, Rasulullah Saw menjulukinya Ja'far Tayyar. Semua sejarawan yang membicarakan tentang Abdullah memujinya seperti ayahnya karena martabat dan berbagai kualitas keperibadiannya. Abdullah Ibn Ja'far termasuk orang yang dipercaya oleh Amirul Mukminin dan berpartisipasi dalam perang. Ia juga dikenal dengan keimananan, ketakwaan dan kecintaannya kepada Nabi Muhammad Saw.
Sayidah Zainab dikenal dengan kedermawanan, kesabaran, martabat, keilmuannya dan kefasihan bicaranya, serta dan kesabarannya. Diriwayatkan suatu hari tamu datang ke rumah Ali, tapi tidak ada makanan di rumahnya. Ali berkata kepada Fatimah, "Apakah tidak ada makanan di rumah?" Sayidah Fatimah menjawab, "Hanya ada sepotong roti yang saya simpan untuk putriku Zainab. Zeinab terbangun dan mendengar jawaban ibunya. Meskipun dia hanya seorang anak kecil saat itu, tapi dia berkata kepada ibunya, "Ambil roti saya untuk tamu, buat saya nanti saja,".
Sayidah Zainab menyampaikan syarat kepada Abdullah, jika saudaranya, Imam Husein pindah ke suatu perjalanan atau perjalanan atau tempat manapun, maka Zainab dan keluarga akan menemaninya. Abdullah menerima persyaratan tersebut dengan sepenuh hati, dan dipatuhi selama perjalanan Imam Husein ke Mekah dan kemudian ke Irak.
Dari pernikahan bersama Abdullah, Sayidah Zainab memiliki empat putra dan seorang putri bernama Umm Kulthum. Abdullah tidak bisa menemani Imam selama kebangkitan Imam Hussein melawan Yazid dan perjalanannya ke Mekah dan kemudian ke Irak, tetapi mengizinkan istrinya untuk menemaninya dengan anak-anaknya. Tidak hanya itu, Abdullah memerintahkan anak-anaknya untuk membela Imam Husein. Bahkan jika perlu, mereka harus mengorbankan hidupnya. Anak-anak Sayidah Zainab memiliki semangat jihad dan kesyahidan yang begitu tinggi sehingga mereka dengan antusias menemani Imam Husein dalam kafilah Asyura.
Dalam peristiwa Asyura, peran pendidikan Sayidah Zainab dan pembelaannya terhadap Imam Husein terlihat lebih menonjol. Beliau kehilangan orang-orang terbaik dan tersayangnya di Karbala. Kedua anaknya juga syahid bersama Imam Husein.
Sementara itu, meskipun berada di puncak kesedihannya, Sayidah Zanaib tetap memegang kendali keluarga korban Karbala, ketika musuh menyerang tenda-tenda wanita dan anak-anak. Ia mencari kemana-mana agar tidak ada anak yang hilang atau ada yang diserang.
Di Madinah, Sayidah Zainab dengan senjata ilmu pengetahuannya, mengadakan pertemuan tentang tafsir al-Quran hadits, fiqh dan lainnya, dan membimbing masyarakat lebih dekat dengan iman, takwa dan kemanusiaan. Ia menjadi utusan perlawanan saudaranya. Dalam keadaan yang paling sulit, ia membela keponakannya Imam Sajjad dan keluarga Imam Husein yang telah mengambil langkah-langkah untuk melindungi agama dan umat Islam. Keberanian dan ketegarannya menjadi model dalam sejarah Islam.
Memperkenalkan sosok wanita agung ini, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran mengatakan, "Zainab Kubra adalah wanita agung. Apa kehebatan wanita agung ini di mata bangsa Muslim? Apakah karena beliau adalah putri Ali bin Abi Thalib, atau saudara perempuan Hussein bin Ali dan Hassan bin Ali. Hubungan darah tidak akan pernah bisa menciptakan kehebatan seperti itu. Semua imam kami memiliki anak perempuan, ibu dan saudara perempuan; Tapi siapa yang seperti Zainab Kubra? Nilai dan kebesaran Zainab Kubra adalah karena kedudukan dan gerakan kemanusiaan dan Islamnya yang agung berdasarkan tugas ketuhanan. Aksinya, keputusannya, caranya bergerak, membuatnya begitu hebat."
Selamat atas kelahiran Sayidah Zainab dan hari perawat.
Diplomasi Mentok, Israel-AS Bicarakan Manuver Militer Anti-Iran
Rezim Zionis Israel dalam kelanjutan upayanya menggagalkan Perundingan Wina, baru-baru membicarakan kemungkinan digelarnya latihan militer anti-Iran di Laut Mediterania, dengan Amerika Serikat.
Sejumlah laporan media menunjukkan bahwa Israel sedang berusaha menggelar manuver militer bersama dengan AS sebagai skenario anti-Iran, dan untuk menyebarkan ketakutan.
Dikutip Reuters, Kamis (9/12/2021), seorang pejabat AS mengabarkan, Menteri Perang Israel Benny Gantz hari Kamis akan bertemu dengan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin untuk membicarakan penyelenggaraan sebuah latihan militer bersama menyerang fasilitas nuklir Iran.
Sehari sebelumnya stasiun televisi Israel, KAN 11 melaporkan, manuver militer bersama Israel-AS akan melibatkan puluhan pesawat tempur F-35, F-16, dan F-15, pesawat pelacak, dan mata-mata, serta tanker-tanker bahan bakar.
Menurut KAN 11, Israel bermaksud menggelar latihan militer bersama AS di atas Laut Mediterania dengan tujuan untuk melatih daya tempuh jet-jet tempur menuju fasilitas nuklir Iran, yang berjarak sekitar 1.000 kilometer.
Militer Israel menolak menjawab pertanyaan KAN 11 seputar manuver militer anti-Iran ini. Hal serupa juga disampaikan Juru bicara Departemen Pertahanan AS Jessica McNulty. Ia tidak mau berkomentar soal manuver militer ini.
Israel Akui Pejuang Gaza Bisa Tembus Tembok Cerdas Miliknya
Rezim Zionis Israel selama ini mengklaim tembok cerdas di perbatasan Jalur Gaza miliknya tidak dapat ditembus, tapi para pejuang Palestina berhasil menemukan jalan untuk menerobosnya, dan mengakhiri kegembiraan Zionis.
Surat kabar Lebanon, Al Akhbar, Kamis (9/12/2021) melaporkan, kelompok perlawanan Palestina berhasil menemukan jalan untuk menembus tembok cerdas Israel di perbatasan Gaza. Tembok tersebut dibangun Israel untuk melawan ancaman tunel-tunel perlawanan Palestina.
Sumber yang dikutip Al Akhbar mengatakan, kelompok Palestina sampai sekarang belum mengumumkan keberhasilannya menerobos tembok pembatas cerdas Israel tersebut, tapi mereka secara praktis sudah membuktikan mampu membuat tembok itu tak berguna pada situasi perang.
Pada perang Saif Al Quds, kelompok perlawanan Palestina tidak menggunakan tunel untuk menembus tembok pembatas Israel, karena Zionis tidak melancarkan serangan darat, selain itu Israel juga sudah mengosongkan area seluas lima kilometer dari perbatasan Gaza.
Menurut sumber tersebut, meski tembok pembatas Israel berkedalaman 30-40 meter di bawah tanah, tapi penggalian tunel di bawah tembok ini bukan perkara sulit bagi pejuang Palestina, artinya upaya Israel untuk melawan tunel Palestina kembali gagal.
Rezim Zionis Khawatirkan Serangan Baru Hamas
Rezim Zionis mengkhawatirkan kemungkinan serangan Gerakan Perlawanan Islam Palestina, Hamas.
Menurut Televisi Al-Mayadeen, media rezim Zionis hari Kamis (9/12/2021) melaporkan badan keamanan Israel membahas ancaman Hamas untuk meningkatkan ketegangan militer, karena Tel Aviv membuang-buang waktu dan tidak serius untuk merekonstruksi Jalur Gaza.
Jurnalis Zionis di laman Twitter menyinggung ancaman ini, dengan mengatakan, "Ancaman Hamas bukanlah kata-kata kosong dan penipuan. Langkah pertama adalah ancaman yang diikuti dengan mengiriman balon pembakar, penembakan rudal dan roket sesekali dari waktu ke waktu, dan akhirnya, babak baru perang dan aksi militer,".
Sebelumnya, tentara Israel menutup sejumlah pangkalan dan jalan di dekat Gaza, karena mengkhawatirkan kemungkinan serangan Hamas.
Surat kabar Zionis Haaretz mengutip sumber keamanan di Jalur Gaza yang mengatakan bahwa tentara Israel telah menutup sejumlah jalan dan pangkalan di Jalur Gaza karena takut akan rudal anti-tank dan tembakan penembak jitu Hamas.
Gerakan Hamas baru-baru ini dalam sebuah pernyataan menegaskan mereka akan melanjutkan serangannya jika rezim Israel tidak mematuhi perjanjian yang ditandatangani setelah melancarkan serangan operasi baru-baru ini di Jalur Gaza.
Irak Umumkan Berakhirnya Misi Militer Koalisi Internasional
Pemerintah Irak secara resmi mengumumkan berakhirnya misi militer Koalisi Internasional pimpinan AS di negaranya.
Qasim al-Araji, Penasihat Keamanan Nasional Irak hari Kamis (9/12/2021) mengumumkan secara resmi akhir dari kehadiran misi pasukan tempur koalisi internasional di negaranya.
Al-Araji dalam cuitan di Twitternya menegaskan, "Berdasarkan putaran terakhir pembicaraan dengan pejabat koalisi internasional yang dimulai tahun lalu, kami secara resmi mengumumkan akhir misi militer koalisi dan penarikan mereka dari Irak,".
"Kerja sama dan komunikasi dengan Koalisi Internasional di bidang pelatihan, pemberdayaan dan bantuan akan terus berlanjut," tegasnya.
Sabtu lalu, Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi dan Duta Besar AS untuk Baghdad Matthew Toller membahas penarikan pasukan AS dari negara itu.
Menurut sebuah pernyataan dari Kantor Perdana Menteri Irak, al-Kadhimi dan Tuller membuat kemajuan dalam mengakhiri peran tempur pasukan koalisi internasional di Irak di bawah ketentuan "dialog strategis" antara Baghdad dan Washington dan mengubah misi mereka menjadi peran penasihat.
Para pejabat Washington sebelumnya telah menyatakan bahwa pasukan AS akan meninggalkan Irak pada akhir tahun ini, 31 Desember 2021.)
Abdollahian: Sekarang Waktunya Bertindak, Barat sudah Banyak Bicara
Menteri Luar Negeri Iran mengatakan sekarang waktunya untuk bertindak, dan Tehran berusaha mencapai kesepakatan yang serius dan baik.
Hossein Amir Abdollahian, Kamis (9/12/2021) di akun media sosialnya menulis, "Jika Barat berunding dengan niat baik, inisiatif dan ide-ide konstrukif, maka dipastikan kemajuan cepat akan diraih."
Ia menambahkan, "Kita semua berada di Wina untuk berunding guna mencapai sebuah kesepakatan yang baik."
Menurutnya, pihak Barat harus tahu selama delapan tahun terakhir mereka sudah cukup banyak berbicara, dan berjanji tanpa ditepati, tapi hari ini waktunya bertindak, dan semua harus berusaha mencapai kesepakatan serius dan baik.
Abdollahian menegaskan, "Program nuklir Iran sepenuhnya damai, tapi upaya menyingkirkan kekhawatiran nuklir Barat, memiliki kaitan langsung dengan pencabutan total sanksi JCPOA."
"Meski kami ragu apakah Barat secara prinsip siap mencabut sanksi atau tidak, dan apakah hanya berusaha menyingkirkan kekhawatiran secara sepihak saja, tapi jika Barat berunding dengan niat baik, dengan inisiatif dan ide-ide konstruktif dalam kelanjutan perundingan, maka dapat dipastikan kita akan menyaksikan kemajuan cepat dalam perundingan," pungkasnya.
Khatib Jumat Tehran: Iran Hari Ini Negara Terkuat Kawasan
Khatib Salat Jumat Tehran mengatakan, Iran hari ini adalah negara terkuat di kawasan, dan di arena global ia berhasil meraih banyak prestasi sehingga tak ada satu pun negara dunia yang berani menyerangnya.
Hujatulislam Kazem Sedighi, Jumat (10/12/2021) di bagian kedua khutbah Jumatnya pekan ini di Tehran menuturkan, "Pemerintahan revolusioner dan merakyat akan menjalin hubungan dengan seluruh negara dunia, dan melakukan interaksi bijaksana yang disertai dengan kemuliaan."
Ia menambahkan, "Pada atmosfir baru ini pemerintahan Republik Islam Iran, dan pohon kebaikan berakar kuat serta memiliki ketegaran perlawanan dalam menghadapi seluruh tantangan, dan badai internasional ini, telah membuat situasi di dunia berbalik menguntungkan dirinya."
Menurut Sedighi, Amerika Serikat di berbagai era terutama di masa Presiden Donald Trump melancarkan konspirasi atas Iran dalam tiga front, pertama, Departemen Keuangan AS, kedua, Departemen Luar Negeri, dengan lawatan kontinu ke negara-negara serta kunjungan ke tokoh-tokoh penindas, ketiga, Dinas Intelijen AS, CIA yang sejak awal kemenangan Revolusi Islam Iran berusaha membuat rakyat tidak puas dengan tekanan ekonomi dan sanksi internasional sehingga atas dalih kelangkaan dan krisis, memprovokasi rakyat untuk melawan negara dan revolusi.
"Akan tetapi berkat kebijaksaan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, dan kesadaran serta perlawanan rakyat, juga ikatan erat rakyat dan pemerintah, musuh mengakui sendiri bahwa mereka gagal dan tidak pernah mencapai tujuannya," pungkas Sedighi.
Mencermati KTT Demokrasi di Amerika Serikat
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Demokrasi dibuka oleh Presiden Amerika Serikat Joe Biden di Washington pada Kamis (9/12/2021). Pertemuan virtual ini mempertemukan para pejabat pemerintah, masyarakat sipil, dan perwakilan sektor swasta dari lebih dari 110 negara.
Cina, Rusia, Hungaria, Arab Saudi atau bahkan Turki dan puluhan negara lain, tidak ada dalam daftar peserta.
Biden mengatakan dalam pidatonya bahwa tahun depan, AS berencana mengalokasikan sekitar setengah miliar dolar untuk apa yang disebut "Inisiatif Pembaruan Demokratis."
Dia mengklaim inisiatif ini berfokus pada lima bidang penting untuk tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel, termasuk mendukung kebebasan media, memerangi korupsi, menguatkan para reformator demokrasi, memajukan teknologi untuk demokrasi, serta membela pemilu dan proses politik yang bebas dan adil.
AS menampilkan dirinya sebagai pendukung utama demokrasi di dunia, dan menurut anggapannya, mereka mengajukan sebuah inisiatif untuk mempromosikan demokrasi di dunia, tetapi tidak jelas lembaga internasional mana yang telah mendelegasikan wewenang dan tugas ini kepada Washington?
Selain itu, klaim AS tentang pembelaan hak asasi manusia dan juga sesumbarnya sebagai pemimpin dan negara dengan demokrasi yang paling maju di dunia, patut dipertanyakan.
Ini adalah masalah yang bahkan diakui oleh salah satu profesor ilmu politik paling terkemuka di Amerika.
Stephen Walt, seorang profesor Universitas Harvard dan analis Amerika, menuturkan bahwa sayangnya, Amerika Serikat tidak dalam posisi terbaik untuk memimpin upaya ini sekarang. The Economist Intelligence Unit menurunkan status AS ke kategori "demokrasi yang cacat" sebelum mantan Presiden Donald Trump terpilih, dan tidak ada yang terjadi untuk memperbaiki status itu.
"Sebaliknya, salah satu dari dua partai politik utama AS masih menolak untuk menerima bahwa pemilu presiden 2020 adalah sah dan mereka bekerja ekstra untuk mengikis norma-norma demokrasi serta mencurangi pemilu di masa depan yang menguntungkannya," ujarnya.
Dia mencatat bahwa beberapa Republikan bahkan menutupi serangan kekerasan di Gedung Capitol. Itu bukan tampilan yang tepat jika Anda mencoba memimpin kebangkitan demokrasi.
Terlepas dari klaim Washington tentang kepemimpinan demokrasi di dunia, tetapi faktanya, demokrasi dalam arti yang sebenarnya sudah lama tidak memiliki tempat di tengah masyarakat dan kebijakan AS.
Contohnya dapat dilihat dari pertikaian politik dan sosial yang terjadi setelah pemilu presiden November 2020, dan serangan ke Gedung Capitol pada pada 6 Januari 2021 yang dilakukan oleh para pendukung Trump.
Trump berulang kali menyebut demokrasi di AS sebagai kebohongan. Dia menganggap sistem pemilu AS korup dan terjadi kecurangan besar-besaran. Ia telah memicu krisis politik yang belum pernah terjadi sebelumnya dan mempertanyakan demokrasi di negaranya.
Serangan 6 Januari pada dasarnya telah mempertanyakan legitimasi dan pengaruh global AS di kancah politik.
International Institute for Democracy and Electoral Assistance (International IDEA) dalam sebuah laporannya menyatakan kemunduran demokrasi di AS dimulai setidaknya pada 2019 dan titik balik bersejarahnya terjadi pada 2020, ketika mantan Presiden Donald Trump mempertanyakan keabsahan hasil pemilu.
Faktor lain kemunduran demokrasi di AS adalah pengekangan kebebasan berkumpul selama protes musim panas 2020 setelah polisi membunuh George Floyd.
Oleh karena itu, mengadakan KTT Demokrasi tidak akan membantu meningkatkan citra global Amerika atau membuat para rival Washington atau negara-negara anti-demokrasi tersudut.
Trump: Terkutuklah Netanyahu, Jika Saya Bukan Presiden, Israel Hancur
Mantan Presiden Amerika Serikat mengatakan, meskipun sudah sangat banyak membantu rezim Zionis Israel, tapi karena mantan Perdana Menteri Israel kerap melawan dirinya, maka ia tidak akan pernah memaafkannya.
Surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth, Jumat (10/12/2021) mengunggah sebagian wawancara khusus mantan Presiden AS Donald Trump dengan wartawan situs berita Israel, Walla, Barak Ravid.
Wawancara ini dilakukan Barak Ravid, dalam rangka mengulas buku terbarunya terkait langkah-langkah yang dilakukan mantan Presiden AS semasa menjabat, berjudul "Perdamaian Trump".
Dalam wawancara itu Trump mengatakan, "Tidak ada seorang pun yang seperti saya karena telah berbuat sangat banyak untuk mantan PM Israel Benjamin Netanyahu. Tidak ada seorang pun yang berbuat untuk Israel sebanyak yang saya lakukan. Golan adalah transaksi besar. Saya melakukannya sebelum pemilu, dan saya sangat banyak membantu Netanyahu."
Trump menambahkan, "Sebagian orang mengatakan kepada saya bahwa hadiah ini (Golan) bernilai puluhan milair dolar. Saya melakukannya sebelum pemilu. Pekerjaan ini sangat membantu Netanyahu. Tanpa saya, ia pasti kalah, tapi berkat saya, ia meraih hasil imbang."
Ia melanjutkan, "Saya menyukai Netanyahu, tapi saya juga menyukai kesetiaan. Ia orang pertama yang mengucapkan selamat kepada Joe Biden. Itu kesalahan besar. Sejak saat itu saya tidak pernah berbicara dengannya. Terkutuklah Netanyahu. Saya tidak akan pernah memaafkannya."