
کمالوندی
Iran Kedepankan Solusi Damai Atasi Krisis Regional
Deputi menteri luar negeri Iran mengatakan Republik Islam memainkan peran berpengaruh dalam meretas solusi mengatasi krisis di negara-negara tetangganya.
"Iran, dalam beberapa tahun terakhir selalu menjadi bagian yang efektif dalam menyelesaikan krisis regional," kata Deputi Menteri Luar Negeri Urusan Arab dan Afrika Hossein Amir-Abdollahian, hari Rabu (15/11).
Tehran mengedepankan solusi diplomatik dan damai," tambahnya.
Iran memainkan peran konstruktif Republik Islam dalam isu-isu penting dan rumit di Afghanistan, Irak dan Lebanon," tegas Abdollahian.
Pernyataan tersebut datang sehari setelah Tehran mengumumkan keputusannya menjadi tuan rumah pertemuan antara perwakilan berbagai kelompok politik, minoritas, oposisi, dan pejabat negara Suriah.
Pertemuan satu hari itu diadakan dengan tema utama "Tidak untuk Kekerasan, Ya untuk Demokrasi."
"Tehran sangat percaya bahwa satu-satunya strategi yang logis untuk menyelesaikan krisis Suriah adalah pembicaraan serius dan inklusif di kalangan yang berseteru," katanya.
Iran mengecam dukungan asing terhadap pemberontak bersenjata melawan pemerintah Presiden Bashar al-Assad yang menelan korban warga sipil Suriah.
Amir-Abdollahian menggambarkan upaya untuk menghentikan kekerasan yang sedang berlangsung di Suriah sebagai kewajiban kemanusiaan, sekaligus mewujudkan stabilitas regional dan internasional sesuai dengan resolusi "damai dan tidak memihak".(IRIB Indonesia/PH)
Kebebasan Dalam Islam Menurut Ayatullah Khamenei
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei dalam pertemuan dengan para ulama, peneliti dan akademisi di Tehran, mengecam kebebasan gaya Barat yang telah menciptakan diskriminasi, intimidasi, dan kebijakan mengobar perang.
Seraya memaparkan beberapa kasus yang dihasilkan oleh kebebasan ala Barat, Ayatullah Khamenei menekankan bahwa kebebasan ekonomi Barat telah menciptakan sistem dengan keuntungan maksimal untuk kelompok tertentu, kebebasan politik telah mewujudkan monopoli di kancah politik, dan kebebasan dalam isu-isu moral juga telah memelahirkan sejumlah kerusakan, seperti homoseksual. Inilah hasil-hasil dari kebebasan di tengah masyarakat Barat.
Menurut Rahbar, isu-isu tersebut mencerminkan realita yang sangat buruk, menjijikkan, pahit, dan keji di tengah masyarakat Barat. Kebebasan di Barat telah menciptakan diskriminasi, intimidasi, perang, dan standar ganda dalam menyikapi isu-isu sakral seperti, hak asasi manusia dan demokrasi.
Ayatullah Khamenei menilai perbedaan utama antara pandangan Islam dan Barat tentang kebebasan terletak pada prinsip-prinsip kebebasan itu sendiri. Dalam pandangan liberal, kebebasan berakar dari pemikiran-pemikiran humanisme. Sementara dalam Islam, landasan kebebasan adalah tauhid, yaitu percaya kepada Allah Swt dan menolak segala bentuk tirani. Menurut beliau, martabat manusia juga sebagai salah satu dari prinsip utama kebebasan dalam Islam.
Rahbar lebih lanjut mengatakan bahwa kajian tentang kebebasan dalam beberapa abad terakhir di Barat mendapat perhatian besar dibanding isu-isu lain. Beliau menilai Renaissance, Revolusi Perancis, Revolusi Industri dan juga Revolusi Oktober 1917, sebagai peristiwa dan faktor utama yang telah menciptakan gelombang besar pemikiran dalam ranah kebebasan.
Kebebasan termasuk di antara konsep yang dibahas secara serius dan luas oleh para pemikir Barat pada abad-abad ke 18, 19, dan 20. Kajian itu telah membentuk landasan bagi revolusi-revolusi sosial di Barat.
Sistem politik Barat terbentuk atas dasar kajian-kajian tersebut dan Deklarasi HAM juga ditulis atas dasar itu. Buah pemikiran mereka sangat cepat mejadi model dan acuan bagi bangsa-bangsa lain di luar benua Eropa. Banyak cendekiawan dan pemikir di negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin terbius dan kagum dengan konsep kebebasan yang diproduksi oleh Barat. Namun, kebebasan yang mereka persembahkan untuk negaranya adalah kemerosotan dan penistaan terhadap nilai-nilai moral.
Perlu diingat bahwa Barat mendefinisikan kebebasan menurut prinsip humanisme, yaitu kebebasan yang telah mendorong masyarakat Barat ke arah dekadensi moral dan penistaan terhadap nilai-nilai luhur.
Ada banyak referensi dalam Islam yang berbicara mengenai kebebasan, namun komunitas Muslim menemukan kevakuman besar dalam masalah tersebut. Para pemikir Islam harus membentuk sebuah sistem untuk mengkaji dan menjawab semua isu-isu seputar kebebasan. Akan tetapi, misi ini tentu saja menuntut penguasaan penuh pada referensi-referensi Islam dan Barat. (IRIB Indonesia/RM)
Bocah 11 Bulan Ini Tak Luput dari Kebengisan Israel
Gugurnya bayi 11 bulan, sikap pasif Inggris dan data terbaru jumlah syuhada merupakan sederet berita terhangat seputar serangan Rezim Zionis Israel ke Jalur Gaza.
"Rezim Zionis Israel melakukan penjagaan ketat di dalam wilayah mereka karena khawatir dengan serangan roket para pejuang Palestina ke Tel Aviv dan sekitarnya," demikian dilaporkan Mehrnews mengutip al-Manar.
Berita lainnya dari Gaza, para pejuang Palestina kembali menembakkan sejumlah roket ke distrik Zionis Israel.
Di sisi lain, Departemen Luar Negeri Inggris meminta Rezim Zionis Israel yang tetap melanjutkan serangannya ke Jalur Gaza untuk tetap membatasi diri.
Al-Manar melaporkan bahwa sekolah-sekolah di Palestina pendudukan dalam radius 40 km dari Jalur Gaza diliburkan.
Adapun kabinet keamanan Israel menggelar pertemuan di malam hari dan menyepakati ditingkatkannya serangan ke Jalur Gaza.
Televisi al-Manar mengutip Departemen Kesehatan Hamas menyebutkan korban gugur syahid akibat serangan Israel ke Gaza sekitar tujuh orang, dua di antaranya adalah anak-anak serta menciderai lebih dari 30 orang.
Sementara itu, Liga Arab mengutuk kejahatan Israel yang mengugurkan Ahmed al-Jabari, wakil komandan brigade Ezuddin Qassam. Abu Mazen, pemimpin Otorita Ramallah juga meminta Liga Arab menggelar sidang darurat membahas serangan Israel ke Gaza.
Televisi al-Manar juga melaporkan gugurnya Ahmad al-Mashharawi, bayi 11 bulan akibat serangan Israel ke rumahnya di Gaza timur.
Televisi Aljazeera juga melaporkan serangan terbaru Israel ke Gaza utara. Di sisi lain, Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ban Ki moon meminta Rezim Zionis Israel dan kelompok muqawama Palestina untuk melakukan gencatan senjata. (IRIB Indonesia/MF/PH)
Karbala dan Imam Husein as Bukan Hanya Milik Syiah
Dia adalah Antoine Bara, seorang cendikiawan, pemikir, dan tokoh terkemuka Kristen. Bukunya berjudul ‘Imam Hussein in Christian Ideology' telah menuai kontroversi luas. Pasalnya, sang penulis berpendapat bahwa Jesus (Nabi Isa as) telah memberitahukan munculnya Imam Husein as.
Bara menyatakan bahwa Imam Hussein as tidak khusus untuk Syiah atau Muslim saja, tetapi milik seluruh dunia karena menurutnya beliau adalah "hati nurani agama". Bara juga tidak pernah menyebut nama Imam Husein tanpa alaihissalam (peace be upon him).
Bara mengklaim dirinya sebagai Syiah dan menilai menjadi Syiah adalah "tingkat cinta tertinggi kepada Allah Swt." Menurutnya semua orang dapat menjadi Syiah meskipun agamanya berbeda, tergantung pada interpretasinya.
Tahun 2008 dia diwawancarai oleh situs Tebyan berkenaan dengan buku kontroversialnya itu.
Menjelaskan kisah di balik penulisan buku Imam Hussein in Christian Ideology Bara mengatakan: "Pada awalnya, saya tidak tahu tentang insiden brutal di Karbala, kecuali garis-garis besarnya saja bahwa Imam Husein as bangkit melawan Yazid dan terbunuhnya beliau di Karbala. Ini karena selama pendidikan kami, insiden ini hanya disinggug tanpa menyebutkan detail. Ketika saya bertemu dengan Imam al-Shirazi di Kuwait, lebih dari 40 tahun lalu, dia memberi saja beberapa buku tentang Imam Husein as. Saya membaca buku-buku tersebut dan saya mengungkap bahwa buku-buku itu menyimpan kisah unik heroik."
"Saya juga terkejut bahwa kisah ini tidak mengundang perhatian para cendikiawan Muslim. Seorang Muslim non-Syiah berbicara tentang kejadian tersebut seoalah hanya sebuah peristiwa sejarah biasa. Ini disebabkan karena pandangan yang berlaku dalam masyarakat tempat dia hidup tidak mengijinkannya untuk melawan lingkungan dan budaya yang ada. Di sisi lain, peristiwa ini (Karbala) memiliki sisi afeksi yang sangat penting bagi Muslim Syiah."
"Adapun para orientalis, tulisan-tulisan mereka hanya mempersembahkan pandangan-pandangan materialistik saja dan mengenyampingkan dimensi spiritual dan sosial dari revolusi tersebut. Ini semua memotivasi saya untuk mencatat pendapat tentang revolusi ini dan tentang sosok Imam Husein as."
"Pandangan saya mungkin yang paling netral dan obyektif dibanding berbagai pertimbangan agama dan emosional. Saya seorang penulis Kristen dan peneliti yang tinggal di negara Muslim serta mengenal budaya Muslim dari sumber yang sama yang membuat identitas sosial dan kultural saya menjadi seperti Muslim meski saya adalah Kristen. Ini yang menyempurnakan kesadaran dan pemahaman saya tentang Imam Husein as. Yang jelas, saya tidak punya kepentingan apapun untuk menulis topik ini."
"Meski demikian, saya sering mengunjungi Imam al-Shirazi di Kuwait bersama teman saya Azhar al-Khafagi. Dalam sebuah percakapan, saya mengatakan bahwa menyusul kebiasaan jurnalistik saya, sudah banyak catatan saya tentang Imam Husein as. Imam al-Shirazi berkata kepada saya, "mengapa kau tidak mengumpulkan catatan-catatan tersebut dalam sebuah buku?" "saya akan mempertimbangkannya," jawab saya."
"Ide itu mengendap di otak saya, lalu saya pergi ke kantor saya dan mengumpulkan catatan yang telah saya tulis, yang sekarang tampak sangat banyak dan saya memulai melakukan penelitian lebih mendalam. Seperti yang Anda ketahui, ketika seorang peneliti memulai meneliti, maka dia tidak akan merasa selesai. Ketika saya semakin dalam, penelitian semakin sulit dan saya menemukan diri saya terjebak di medan ranjau sensitivitas. Anda mengadopsi sebuah opini yang akan menyenangkan sebagian kelompok akan tetapi tidak untuk sebagian lain, fakta ini saja bahwa sebagai seorang Kristen seharusnya saya melepaskan penelitian seperti ini yang sepenuhnya adalah milik Muslim."
"Meski demikian, saya tetap melanjutkan penelitian saya seperti yang saya pikir bahwa kami, sebagai Kristen, harus memiliki pandangan yang imbang ketimbang Muslim, berkaitan dengan Imam Husein as. Saya tidak menyimpan rahasia bahwa selama proses penulisan, saya merasa adalah inspirasi moral spesial yang mendorong saya untuk terus meneliti, mengedit, dan menulis, sesulit apapun itu berdasarkan berbagai macam pertimbangan. Saya berusaha meliput semua aspek melalui banyak penjelasan dan analisa dari berbagai sisi dan dimensi."
Saya juga mencoba menjawab berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan revolusi dan sosok Imam Husein as: mengapa pertempuran ini terjadi dan apakah untuk tujuan duniawi? Mengapa Imam Husein as mencari kesyahidan? Apa rahasia di balik ucapan dan seruan beliau? Mengapa dia membawa serta perempuan adan anak-anak bersamanya? Ini memperpajang masa penulisan sampai lebih dari lima tahun, dua tahun di antaranya sepenuhnya untuk proses penulisan. Meski kala itu saya belum menikah, penulisan buku tersebut memakan waktu sedemikian lama. Buat saya ini sangat lama karena tidak ada karya lain saya yang memakan waktu lebih dari dua tahun untuk merampungkannya.
"Segera setelah saya merampungkan buku itu, yang sudah saya ubah dan revisi kembali, saya mengirimnya kepada Imam al-Shirazi. Dia membacanya dan menyukainya dan dia mengatakan ini, "Cetak langsung!" Saya katakan kepadanya bahwa saya akan segera melakukanya jika dia bersedia menulis kata pengantar dan dia pun setuju. Saya menghubungi Baqir Khureibit, editor majalah Sawt al-Khaleej, tempat saya bekerja, dan dia setuju untuk mencetak buku itu; dengan demikian buku tersebut dicetak."
Berbicara reaksi dan tanggapan setelah pencetakan bukunya itu, Bara mengatakan, "Tentu ini menuai berbagai reaksi; lebih dari yang Anda dapat bayangkan. Benar bahwa Syiah khususnya dan umat Muslim secara umum menerima buku itu dan saya tahu banyak orang yang mempertimbangkannya sebagai buku terbaik yang pernah ditulis tentang Imam Husein as, akan tetapi sebagian Muslim dan Kristen menolaknya."
"Sebagai contoh mereka mengatakan, ‘dia adalah seorang Kristen, bagaimana dia bisa menjadi seorang pendukung keluarga Nabi Muhammad Saw?' Saya ingat ada seorang di Beirut yang mencetak buku untuk menjawab buku saya. Namun sandaran buku tersebut sangat lemah dan dangkal. Sang penulis berusaha membuktikan bahwa masalah Imam Husein as hanya sebuah insiden sejarah yang berkaitan dengan perebutan kekuasaan. Di sisi lain, adalah sebuah thesis doktoral yang ditulis tentang buku saya dan diajukan ke salah satu universitas di Lebanon. Ada juga seseorang dari Universitas Lahore Pakistan bernama Mushtaq Assad, meminta ijin dari saya untuk menerjemahkan buku itu ke bahasa Urdu. Saya langsung menyetujuinya. Dia terkejut karena saya tidak meminta bagian keuntungan. Saya berkata "saya tidak menulis buku itu demi profit, melainkan karena keyakinan saya kepada Imam Husein as."
"Juga seorang doktor keturunan Irak bernama Ridha Rasheed, yang datag dari Austria meminta ijin menerjemahkan buku itu ke bahasa Austria dan Rusia. Saya juga menyetujuinya. Syukur kepada Tuhan, buku itu telah diterjemahkan ke 17 bahasa dunia. Ini semua berkat kebesaran Imam Husein as."
Sepuluh tahun setelah publikasi buku tersebut, saya terkejut dipanggil ke Kuwait, tempat saya dulu bekerja, untuk diinvestigasi. Saya dituding telah menentang Khalifah Muslim! Ketika hadir di pengadilan, saya mengetahui bahwa gugatan itu diajukan oleh pemerintah Kuwait. Mereka keberatan pada bagian dalam buku itu yang menilai pemerintahan Khalifah Utsman bin Afan korup dan bahwa politik tersebut yang memberi kesempatan kepada Bani Umayyah berkuasa. Saya membela diri dengan menjelaskan bahwa saya mengutipnya dari buku-buku Muslim. Saya juga menyebutkan nama buku-buku tersebut yang banyak beredar dan dapat dijangkau di perpustakaan publik."
"Kepada hakim saya berkata, 'anda melupakan 499 halaman yang memuji tokoh Islam mulai dari Nabi Muhammad Saw, Ali as, Fatimah sa, Hasan dan Husein as, serta hanya mengandalkan satu halaman yang Anda mengklaimnya menentang Utsman!' Singkat kata, hakim mendenda saya 50 dinar Kuwait serta menyita dan melarang buku yang telah dicetak lebih dari tiga kali dalam katalog elektronik pada pameran buku, dan seperti yang Anda tahu, buku tersebut telah dibaca luas sebelum pelarangannya."
Ketika Antoine Bara ditanya apakah penulisan buku tersebut merupakan sebuah interpretasi keinginan khusus yang dimilikinya atau murni riset, dia mengatakan, "Kedua-duanya. Pada awalnya, menulis buku bertujuan ilmiah akan tetapi ketika saya semakin menyelam lebih dalam dan lebih luas tentang topik sejarah ini, tumbuh sebuah perasaan kebesaran Imam Husein as pada diri saya. Manusia ini telah mengorbankan dirinya untuk agama, prinsip-prinsip, dan menyelamatkan Muslim dari penyimpangan dari jalan Islam guna memastikan berlanjutnya pesan dan penyampaiannya dari satu generasi ke generasi lain."
"Jika dia [Imam Husein as] tidak mengorbankan dirinya pada dimensi emosional tingkat tinggi itu, maka pengaruh dari pemeliharaan agama Islam, tidak sebesar yang dirasakan masyarakat saat ini. Buktinya adalah apa yang terjadi ketika para tahanan perang kembali ke Damaskus; orang-orang Sunni, Syiah, dan Kristen melempari serdadu [Yazid] dengan batu karena mereka semua merasa terpengaruh [atas peristiwa Karbala]. Peristiwa yang sama juga terjadi di Homs ketika masyarakat memukuli para serdadu dan tidak memberi mereka air, karena mereka telah mengharamkan air untuk keluarga Nabi Muhammad Saw."
"Pada hakikatnya, prinsip-prinsip kemanusiaan dibangkitkan dalam revolusi Asyura. Ini yang mendorong saya terus untuk menulis buku yang telah melelahkan dan menimbulkan masalah buat saya, tanpa ada keuntungan pribadi lain bagi saya kecuali berkah dari Imam Husein as. Berkah yang saya maksud di sini adalah fakta bahwa buku tersebut telah diceak lebih dari 20 kali, tiga di antaranya oleh saya. Banyak pihak yang telah mencetak buku tersebut tanpa ijin akan tetapi saya tidak mempermasalahkannya, karena saya tidak menilai buku itu sebagai milik pribadi, sebaliknya buku itu adalah milik seluruh umat manusia sama seperti Imam Husein as adalah milik seluruh umat manusia."
Apa Gunanya Kalung ini?
Rasulullah Saw setiap hari menjenguk putrinya Sayidah Fathimah as dan menanyakan kondisi beliau, suami dan anak-anaknya.
Suatu hari ketika Rasulullah Saw pergi berperang di jalan Allah, Sayidah Fathimah membeli kalung dan gelang perak untuk dirinya dan korden baru untuk rumahnya dari uang yang ditabungnya.
Saat Rasulullah Saw kembali dari perang, beliau langsung menuju rumah putrinya. Di sana beliau melihat kalung dan gelang putrinya serta korden rumah.
Kali ini Rasulullah Saw hanya sebentar tinggal di rumah putrinya dan segera pergi tidak seperti biasanya berlama-lama tinggal di sana.
Sayidah Fathimah tahu dan memahami apa sebabnya ayahnya tidak senang. Akhirnya beliau segera melepas korden rumahnya dan memberikannya kepada seseorang sekaligus kalung dan gelangnya seraya berkata, "Serahkan dan katakan kepada ayahku hendaknya menjual semua ini dan gunakan uangnya di jalan Allah!"
Rasulullah benar-benar gembira, karena beliau berharap putrinya melakukan hal ini seraya berkata, "Putriku melakukan sesuatu yang membuat aku dan Allah senang. Dia tahu bahwa kemewahan dan kilauan dunia hanya sementara. Muhammad dan keluarganya tidak memerlukannya." (IRIB Indonesia / Emi Nur Hayati)
Sumber: "Sad Pand va Hekayat" Nabi Muhammad Saw.
Ikhwanul Muslimin Mesir Seru Kairo Putus Hubungan dengan Tel Aviv
Gerakan Ikhwanul Muslimin Mesir Rabu (14/11) mengutuk serangan udara Rezim Zionis Israel ke Jalur Gaza dan pembantaian warga tak berdosa Palestina serta meminta Kairo memutus hubungannya dengan Tel Aviv.
Menurut laporan IRNA mengutip Russia today, Ikhwanul Muslimin kemarin merilis statemen yang meminta Otorita Ramallah mengakhiri kerjasamanya dengan Rezim Zionis Israel.
Di statemen ini disebutkan bahwa Israel melakukan serangan ke Gaza dengan dukungan Amerika Serikat serta akibat dari kebungkaman negara-negara Arab dan Barat.
Ikhwanul Muslimin menyebut serangan Israel ke Gaza sebagai agresi yang brutal dan ancaman nyata bagi keamanan regional. Di statemen ini juga ditandaskan bahwa AS memilih bersikap keras menghadapi usaha Palestina mencari pengakuan di tingkat internasional dan kebungkaman negara Barat telah mendorong Tel Aviv semakin brutal menyerang warga Palestina.
Ikhwanul Muslimin menyebut negara-negara Arab pantas untuk dikecam karena mereka menyaksikan pembantaian warga Palestina namun tidak melakukan tindakan apapu serta memilih bungkam.
Ikhwanul Muslimin meminta Liga Arab dan Dewan Kerjasama Negara-negara Teluk Persia (P-GCC) mengambil sikap yang pantas menyikapi serangan Israel ke Jalur Gaza.
Kelompok ini juga meminta pemerintah Palestina menghentikan kerjasama militernya dengan Israel dan membebaskan tahanan Palestina termasuk anggota Hamas dan Jihad Islam serta memberi kebebasan penuh kepada warga Palestina untuk menyuarakan perasaan mereka. Tak hanya itu, Ikhwanul Muslimin meminta Otorita Ramallah berusaha mensukseskan rekonsiliasi nasional.
Ikhwanul Muslimin menyeru pendukungan di Mesir dan seluruh eleman masyarakat neagra ini menggelar aksi demo hari Kamis (15/11) selepas shalat Ashar di depan Masjid Agung Kairo serta kota-kota lain dan di usai shalat Jumat di al-Azhar mengutuk brutalitas Israel ke Jalur Gaza.
Sementara itu, Presiden Muhammad Mursi hari Rabu telah memanggil dubesnya dari Tel Aviv dan menuntut sidang darurat Dewan Keamanan PBB mengkaji serangan terbaru Israel ke Gaza.
Di sisi lain, reaksi rakyat Mesir terhadap serangan Israel ke Gaza telah memaksa dubes rezim ini Rabu malam meninggalkan Kairo. (IRIB Indonesia/MF/PH
Hubungan Mubahalah dan Imam Husein as dalam Ucapan Rahbar
Hari Mubahalah adalah hari dimana Nabi Muhammad Saw mengajak unsur manusia terbaiknya. Poin penting dalam masalah Mubahalah adalah kata "Wa Anufusana Wa Anfusakum", begitu juga "Wa Nisaana Wa Nisaakum". Nabi Muhammad Saw memilih manusia yang paling mulia di matanya. Beliau membawa mereka untuk menjadi bukti dan pembeda antara kebenaran dan kebatilan serta parameter yang jelas bagi semua.
Ini satu peristiwa yang tidak pernah terjadi sebelumnya, dimana dalam urusan tabligh dan menjelaskan hakikat, Nabi Muhammad Saw membawa orang-orang yang paling dicintainya; anak perempuannya, dua cucunya dan Imam Ali as sebagai saudara dan penggantinya. Ciri khas Mubahalah ada pada masalah ini.
Hal ini menunjukkan betapa dalam menjelaskan dan menyampaikan hakikat begitu pentingnya sampai beliau membawa orang-orang yang paling dikasihinya. Karena beliau menghadapi tantangan dari Kristen Najran untuk bermubahalah. Siapa yang benar akan tetap hidup dan siapa yang salah akan musnah atau terkena azab ilahi.
Peristiwa ini juga terjadi di Karbala dan benar-benar terlaksana. Imam Husein as dalam menyampaikan hakikat dan melakukan pencerahan sepanjang sejarah membawa keluarganya yang dicintai. Imam Husein as jelas mengetahui apa yang akan terjadi. Beliau mengajak Sayidah Zainab as, begitu juga istrinya, anaknya, dan saudaranya.
Apa yang terjadi di Karbala juga merupakan masalah tabligh agama. Tabligh dengan makanya yang hakiki. Menyampaikan pesan dan memberikan pencerahan. Dengan cara ini dapat dipahami tentang dimensi masalah tabligh. Betapa pentingnya tabligh itu.
Dalam khutbahnya Imam Husein as berkata:
من رأى سلطانا جائرا مستحلّا لحرم اللَّه ناكثا لعهداللَّه... و لميغيّر عليه بفعل و لا قول كان حقّا على اللَّه ان يدخله مدخله
"Barangsiapa yang melihat penguasa zalim menghalalkan apa yang diharamkan Allah Swt dan melanggar janji Allah ... Dan ia tidak melakukan perubahan dengan perbuatan atau ucapan, maka Allah berhak untuk memasukkannya ke tempat layak baginya."
Yakni, ketika seorang penguasa sedang berusaha untuk merusak agama, maka harus melakukan pencerahan baik dengan ucapan atau perbuatan. Imam Husein as melakukan upaya pencerahan itu. Biaya yang ditanggung juga sangat besar. Beliau membawa keluarga, istri, orang-orang yang dicintainya, keturunan Imam Ali as dan Sayidah Zainab as. Beliau membawa mereka di tengah-tengah upaya menjelaskan hakikat agama. (Pidato dalam pertemuan dengan santri dan ulama, 22/9/1388) (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Santernya Isu Intervensi Militer ke Suriah
Rusia menentang intervensi asing di Suriah dan bersama Cina hingga kini telah tiga kali memveto resolusi anti-Suriah di Dewan Keamanan PBB. Dalam perkembangan terbaru, Moskow mengecam ultimatum yang ditentukan oleh teroris Suriah kepada para dubes asing untuk segera meninggalkan Damaskus.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Alexander Lukashevich Senin (12/11) menyatakan, "Ultimatum kelompok bersenjata terhadap para diplomat asing dan pegawai lembaga-lembaga internasional untuk meninggalkan Damaskus itu, tidak dapat ditolerir."
Pasukan Bebas Suriah (FSA) yang selalu mendapat bantuan logistik dan finansial dari negara-negara asing regional dan trans-regional, pada hari yang sama memberi waktu tiga hari kepada para diplomat asing untuk meninggalkan Damaskus.
Lukashevich menegaskan bahwa masa depan Suriah tidak boleh ditentukan oleh kelompok-kelompok teroris yang mengandalkan senjata dan kekerasan. Tidak ada solusi yang lebih tepat dalam hal ini kecuali perundingan damai tanpa campur tangan asing.
Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad menyatakan bahwa masalah Suriah tidak dapat diselesaikan dengan perang dan bentrokan, melainkan dengan kesepahaman dan pemilu yang bebas.
Ahmadinejad menegaskan bahwa Barat sedang mengupayakan solusi Suriah dengan perang, karena kontinyuitas hegemoninya sangat bergantung pada berlanjutnya permusuhan dan bentrokan di Suriah. Disayangkan sekali sebagian pihak mengiringi langkah tersebut.
Sejumlah negara sekitar Teluk Persia termasuk Arab Saudi, Qatar dan Turki, mengiringi langkah Barat untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad dengan perang dan instabilitas.
Arab Saudi, Turki, rezim Zionis Israel, Amerika Serikat, Inggris dan Perancis yang telah menyalurkan berbagai bantuan logistik, finansial dan diplomatik, mendukung serangan militer ke Suriah.
Jenderal Sir David Richards, Kepala Staf Gabungan Militer Inggris, menyatakan kesiapan negaranya untuk terjun ke Suriah. Philip David Hammond Menteri Pertahanan Inggris, tidak menolak kemungkinan serangan militer ke Suriah akan tetapi dia berpendapat bahwa Rusia dan Cina harus dibujuk untuk menyetujui resolusi terkait intervensi militer di Suriah.
Pengumuman kesiapan Inggris untuk melancarkan serangan ke Suriah itu terjadi setelah untuk pertama kalinya sejak tahun 1973, rezim Zionis Israel menembakkan mortir ke wilayah pendudukan Dataran Tinggi Golan dan militer Suriah membalas serangan tersebut.
Juru bicara Sekjen PBB, Martin Nesirky Ahad (11/11) mengatakan, Ban Ki moon menyampaikan kekhawatirannya atas kemungkinan eskalasi friksi dan ketegangan antara Israel dan Suriah.
Nesirky menambahkan, ia meminta kedua belah pihak mengedepankan persahabatan dan komitmen dengan perjanjian tahun 1984 terkait pembukaan jalur gencatan senjata dan wilayah sipil yang berada di jangkauan patroli pasukan PBB.
Di lain pihak, Presiden Suriah, Bashar al-Assad menegaskan, "Dampak dan imbas jika serangan ke Suriah terjadi, sangat lebih besar dari yang dapat ditahan oleh dunia karena masalah yang muncul di Suriah akan berefek domino ke kawasan hingga Atlantik dan Pasifik."(IRIB Indonesia/MZ)
Harapan Afghanistan Kepada Jerman
Thomas de Maiziere, menteri pertahanan Jerman secara mendadak berkunjung ke Afghanistan. Menurut laporan Kantor Berita AFP, Senin (12/11) setelah tiba di kota Mazar-i-Sharif dan bertemu dengan serdadu Jerman, Thomas de Maiziere langsung bertolak ke Kabul guna berdialog dengan petinggi keamanan Afghanistan.
Saat bertemu dengan sejawatnya dari Afghanistan, Bismillah Mohammadi, Maiziere menandaskan, pemerintah Jerman selama beberapa hari mendatang akan mengambil keputusan terkait langkah-langkah penarikan pasukannya dari Afghanistan. Ini merupakan lawatan kedua de Maiziere ke Afghanistan selama menjabat menteri pertahanan Jerman.
Jerman saat ini menempatkan sekitar 4800 pasukannya di Afghanistan dan menempati urutan ketiga setelah Amerika Serikat dan Inggris yang paling banyak mengirim pasukan ke Kabul. Meski Jerman terhitung sekutu ketiga AS di Afghanistan, namun di operasi militer anti Taliban di Kabul, Berlin tidak memainkan peran mencolok. Tentara Jerman ditempatkan di wilayah yang relatif aman di kawasan utara Afghanistan. Sementara bentrokan selama ini yang terjadi antara pasukan asing dan Taliban terjadi di wilayah selatan.
Proses transisi tanggung jawab keamanan dari pasukan asing ke militer Afghanistan menjadi isu utama perundingan antara para petinggi Barat dan Afghanistan. Berdasarkan kesepakatan pemimpin NATO di sidang Lisbon, bertepatan dengan penarikan bertahap pasukan asing dari Afghanistan di akhir tahun 2014, seluruh pasukan AS dan NATO akan meninggalkan Kabul. Proses transisi tanggung jawab keamanan dimulai sejak tahun 2011 dan diharapkan proses ini berakhir di pertengahan tahun 2013 mendatang.
Menurut keterangan Sekjen NATO, Anders Fogh Rasmussen mulai tahun 2014 dan seiring dengan berakhirnya misi militer organisasi ini di Afghanistan, maka kami memiliki misi baru di Kabul yaitu melatih serta menjadi penasehat tentara Afghanistan. Sejak satu tahun lalu ketika tiga tahap penyerahan tanggung jawab keamanan dari pasukan asing kepada militer Afghanistan, indek keamanan di negara ini mengalami peningkatan signifikan.
Pengamat meyakini bahwa penarikan pasukan asing dari Afghanistan akan membuka peluang kerjasama antara rakyat dan pemerintah guna menjamin keamanan nasional. Rakyat Afghanistan dalam beberapa tahun terakhir tidak bersedia bekerjasama dengan pemerintah di bidang keamanan mengingat kinerja buruk pasukan asing di negara mereka. Namun setelah proses transisi tanggung jawab keamanan dimulai, mereka menyambut upaya pemerintah untuk memulihkan kemanan dan stabilitas nasional.
Oleh karena itu, Presiden Afghanistan beberapa waktu lalu menilai penarikan pasukan asing dari negaranya menjadi faktor stabilitas di Afghanistan. Pemerintah Kabul optimis bahwa setelah tahun 2014, negara-negara Barat khususnya Jerman yang telah menandatangani kerjasama strategis dengan Afghanistan tetap komitmen terkait pelatihan dan perlengkapan kemampuan pertahanan pasukan Afghanistan serta bantuan di bidang pembangunan negara ini. (IRIB Indonesia/MF)
Mengukur Komitmen Israel Pada Gencatan Senjata
Perdana Menteri Hamas di Jalur Gaza, Ismail Haniyeh mengatakan jika rezim Zionis Israel berkomitmen pada kesepakatan gencatan senjata, maka faksi-faksi Palestina juga akan mematuhinya.
Israel dan Palestina siap melakukan gencatan senjata yang dapat mencegah perang baru di Gaza setelah terjadi bentrok senjata selama lima hari. Kesepakatan yang diprakarsai Mesir itu, berisi peringatan yang disampaikan kedua belah pihak bahwa mereka siap melakukan perang lagi jika mereka diserang.
Haniyeh saat melakukan kunjungan rahasia ke sebuah rumah sakit untuk melihat warga Palestina yang luka-luka, mengatakan pejuang Palestina menunjukkan rasa tanggung jawab yang besar dan akan menghormati kesepakatan gencatan senjata jika Israel juga mematuhinya. Dia juga menegaskan hak kelompok pejuang Palestina untuk membalas serangan brutal Israel ke Gaza.
Pada kesempatan itu, Haniyeh menginformasikan beberapa upaya regional untuk mengakhiri serangan Israel, namun ia tidak merinci upaya itu. Seraya mengutuk serangan Zionis ke Gaza, Haniyeh menandaskan serangan pasukan penjajah tidak akan memadamkan tekad bangsa Palestina dan juga tidak akan mematahkan perjuangan dan perlawanan untuk mencegah serangan brutal Zionis.
Kelompok-kelompok pejuang di Jalur Gaza dalam sebuah pertemuan juga menilai resistensi sebagai hak legal bangsa Palestina dan mereka menuntut setiap kesepakatan gencatan senjata dengan Israel harus menghentikan secara penuh serangan Zionis ke wilayah blokade itu.
Dalam sebuah pernyataan yang dibacakan oleh Sami Abu Zuhir, juru bicara Hamas, kelompok pejuang menegaskan bahwa Tel Aviv harus bertanggung jawab atas seluruh kejahatan rutin mereka terhadap warga Palestina dan dampak-dampak akibat serangan itu. Pejuang Palestina akan terus membalas sampai Israel menghentikan agresinya. Mereka juga menyerukan kepada masyarakat internasional agar mengambil langkah-langkah serius dan segera guna menghentikan manuver-manuver Zionis.
Kelompok pejuang Palestina beberapa hari lalu telah memberi respon mematikan terhadap aksi brutal Israel. Selama ini, Israel dikenal tidak pernah komitmen terhadap kesepakatan gencatan senjata dan senantiasa menilai langkah itu sebagai strategi untuk menyusun kekuatan baru guna menyerang kembali bangsa Palestina. Oleh karena itu, Tel Aviv tidak pernah mematuhi setiap kesepakatan yang telah mereka tandatangani sendiri.
Saat ini, Israel melihat posisinya dalam bahaya setelah menerima tembakan ratusan roket dari pejuang Palestina. Beberapa pejabat Zionis bahkan bersedia membahas masalah gencatan senjata sekaligus tidak mengesampingkan serangan menyeluruh ke Gaza.
Sikap kontrakdiktif para pejabat Israel semakin memperjelas inkonsistensi mereka terhadap mekanisme untuk menciptakan perdamaian dan keamanan di kawasan. Mereka hanya memanfaatkan isu perdamaian untuk tampil sebagai rezim cinta damai.
Meski demikian, para analis menilai kesediaan kelompok pejuang Palestina untuk gencatan senjata dan itupun di tengah kesiapan mereka untuk bertempur sebagai indikasi dari itikad baik Palestina terkait upaya-upaya regional dan internasional untuk mewujudkan perdamaian. (IRIB Indonesia/RM/NA)