
کمالوندی
Saudi tak Izinkan Warga Yaman Berhaji Tahun Ini
Al Saud melarang warga Yaman untuk melaksanakan ibadah haji wajib di tanah suci.
Situs berita Akhbar Al Saa, Uni Emirat Arab (8/9) melaporkan, Kementerian Wakaf dan Bimbingan Islam, Arab Saudi, Selasa (8/9) mengumumkan, Riyadh melarang masuknya jamaah haji Yaman, untuk melaksanakan ibadah haji wajib tahun ini.
Kementerian Wakaf Saudi menegaskan, "Pemerintah Riyadh menolak permohonan dan surat-surat kelengkapan untuk jamaah haji Yaman dan masalah ini menyebabkan mereka tidak bisa melaksanakan ibadah haji tahun ini."
Pelarangan bagi warga Yaman untuk melaksanakan ibadah haji wajib, merupakan kelanjutan kebijakan permusuhan Saudi atas Yaman.
Sejak 26 Maret lalu, Saudi dan sekutunya menyerang Yaman dengan dalih mengembalikan kekuasaan Abd Rabbuh Mansour Hadi dan mencegah berkuasanya Ansarullah.
Manuver Militer "Kekuatan Sarallah", Tehran Dimulai
Manuver militer 50 ribu anggota brigade Basij (pasukan sukarelawan rakyat Iran) bersandi "Kekuatan Sarallah Tehran" dimulai hari ini, Kamis (3/9).
IRIB News (3/9) melaporkan, latihan militer keamanan ini dihadiri oleh Brigjen Hossein Salami, Wakil Komandan Pasukan Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) dan sejumlah pejabat tinggi IRGC lainnya.
Unit-unit tempur Pangkalan Sarallah terdiri dari 230 brigade yang berada di bawah Brigade Imam Ali as, Imam Hussein as, Asyura, Al Zahra dan Baitul Muqaddas.
Tahap persiapan manuver militer "Kekuatan Sarallah" digelar kemarin, Rabu (2/9) ditandai dengan penempatan unit-unit tempur Basij di Bustan Velayat, Tehran dan dibuka dengan pidato Komandan IRGC.
Baeidi Nejad: Sanksi atas Iran Bermotif Politik dan Psikologis
Direktur Politik dan Internasional, Kementerian Luar Negeri Iran menilai alasan dijatuhkannya sanksi atas Tehran adalah masalah politik dan psikologis.
IRNA (3/9) melaporkan, Hamid Baeidi Nejad, Rabu (2/9) malam mengatakan, "Pada kenyataannya, penjatuhan sebagian sanksi dan pembatasan atas Iran tanpa bersandar pada aturan dan konvensi yang jelas dan lebih karena iklim politik dan psikologis yang dipaksakan atas beberapa lembaga terutama di Eropa."
Ia menambahkan, "Sejumlah banyak perusahaan menghindar untuk melakukan transaksi dan memberikan pelayanan industri kepada pihak Iran, atau mereka tidak mengizinkan perusahaan-perusahaan Iran ikut dalam tender-tender internasional."
Baeidi Nejad menjelaskan, "Pencabutan sanksi bahkan dapat dimulai sebelum realisasi isi Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), pasalnya sumber asli sanksi bukan paket sanksi legal dan tertulis yang bisa dicabut jika JCPOA dilaksanakan."
Afkham: Diplomasi Iran yang Memaksa AS Berunding
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Marzieh Afkham, mereaksi pernyataan Menlu AS, John Kerry, dan menyatakan, “Diplomasi Iran yang memaksa Amerika Serikat hadir di meja perundingan.”
Tasnim News melaporkan, Afkham menyinggung pernyataan Kerry di Universitas Philadelphia dan mengatakan bahwa para pejabat Amerika Serikat telah terbiasa dengan tekanan lobi Zionis dan sesekali mereka mengemukakan pernyataan tidak berdasar dan berlebih-lebihan terkait program nuklir Iran.
"Dikatakan bahwa Iran di ambang pencapaian senjata nuklir, itu adalah kebohongan besar. Berdasarkan fatwa Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran dan doktrin pertahanannya, Republik Islam Iran tidak akan mengupayakan bom atom," tegas Afkham.
Lebih lanjut dijelaskannya, “Diplomasi Republik Islam Iran-lah yang membuktikan ketidakefektifan sanksi dan memaksa Amerika Serikat untuk hadir di meja perundingan.”
Dia juga menilai pengakuan para pejabat Amerika Serikat bahwa sanksi paling berat pun tidak mampu menekuk lutut Republik Islam, sebagai salah satu keberhasilan diplomasi Republik Islam Iran.
Aboutorabi: Ke Depan Iran akan Jadi Kekuatan Ekonomi Dunia
Wakil Ketua Parlemen Iran mengatakan, hari ini Republik Islam Iran sudah berubah menjadi kekuatan nasional dan regional yang diakui oleh musuh.
IRNA (4/9) melaporkan, Mohammad Hassan Aboutorabi Fard, Wakil Ketua Parlemen Iran, Kamis (3/9) menuturkan, "Jika tidak ada perjuangan rakyat Iran untuk melewati tekanan akibat sanksi, mungkin hari ini musuh tidak akan mengakui kebesaran bangsa ini."
Wakil Ketua Parlemen Iran menjelaskan, "Iran, dengan menempuh jalan yang telah digariskan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar terkait perekonomian negara dan dengan ilmu pengetahuan, kerja keras serta iman, di masa depan akan berubah menjadi kekuatan ekonomi dunia."
Iran Perluas Hubungan dengan Hungaria
Menteri Ekonomi Hungaria, Mihály Varga dan Deputi Menlu Iran bidang Eropa dan Amerika, Majid Takht-e Ravanchi mengkaji mekanisme perluasan hubungan kedua negara di berbagai sektor, khususnya ekonomi.
Seperti dilaporkan IRNA, Mihály Varga Kamis (3/9) malam dalam pertemuannya dengan Majid Takht-e Ravanchi di Budapest menilai prospek hubungan kedua negara cukup cerah. Ia menambahkan, “Perluasan kerjasama politik dan ekonomi antara Iran dan Hungaria menjadi agenda kerja pemerintah negara ini.”
Menteri ekonomi Hungaria seraya mengisyaratkan kemampuan negaranya di sektor industri, perdagangan dan pariwisata mengatakan, “Dijadwalkan di lawatan mendatang perdana menteri Hungaria ke Tehran, akan ditandatangani sejumlah kesepakatan kerjasama bilateral.”
Seraya mengisyaratkan posisi penting Iran di kawasan Timur Tengah, Mihály Varga mengungkapkan, “Penerapan perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah bagi Hungaria sangat penting dan Iran sebagai salah satu negara paling stabil di kawasan mamainkan peran penting di perdamaian dan keamanan regional.”
Sementara itu, Majid Takht-e Ravanchi di pertemuan tersebut menandaskan, “Tekad politik petinggi Iran dan Hungaria adalah untuk memperluas kerjasama politik, ekonomi dan budaya.”
Takht-e Ravanchi juga menyambut kunjungan mendatang perdana menteri Hungaria ke Tehran dan menambahkan, “Sanksi zalim anti Iran selama beberapa tahun terakhir membuat hubungan Tehran dan negara-negara Eropa mengalami penurunan. Dengan dicabutnya sanksi ini maka kerjasama akan semakin luas.”
Deputi menlu Iran bidang Eropa dan Amerika di lawatan dua harinya ke Hongaria bertemu dengan sejumla petinggi negara ini dan aktif melobi peningkatan hubungan Tehran-Budapest di berbagai sektor seperti politik, ekonomi, parlemen dan budaya.
Ali Larijani: Jason Rezaian Bisa Bebas
Ketua Parlemen Iran mengatakan, terdapat sejumlah solusi riil untuk membebaskan Jason Rezaian, wartawan surat kabar Amerika Serikat, Washinton Post yang ditangkap karena dituduh memata-matai Iran.
Reuters (4/9) melaporkan, Ali Larijani, Ketua Parlemen Iran dalam wawancaranya dengan radio NPR, Amerika, Jumat (4/9) menjawab pertanyaan seputar kemungkinan pembebasan Jason Rezaian.
Larijani mengatakan, "Tentu ada sejumlah langkah riil untuk membebaskan Rezaian. Sebagai contoh, ada beberapa warga Iran yang ditahan di Amerika karena kasus serupa. Ini dapat membantu ditemukannya solusi dan menurut saya, pejabat pemerintah Amerika memahaminya."
Ditanya apakah dirinya mengisyaratkan tentang pertukaran tahanan, Larijani menuturkan, "Ini juga dapat menjadi salah satu solusi. Tapi masih ada jalan lain yang dapat dilakukan lembaga kehakiman dua negara dan pada akhirnya lembaga-lembaga inilah yang memutuskan."
Media-media Iran, 10 Agustus lalu mengutip pengacara Rezaian mengabarkan, vonis atas wartawan Washington Post ini mungkin saja akan dikeluarkan pekan depan, namun hingga kini belum ada berita terkait masalah tersebut.
Rezaian memiliki dua kewarganegaraan, Iran dan Amerika, sementara Iran tidak mengakui sistem semacam itu.
Leila Ahsan, Pengacara Jason menyebut tuduhan yang dilemparkan kepada kliennya adalah mengumpulkan informasi rahasia dan memberikannya kepada musuh.
Selain itu, Jason juga dituding menulis surat untuk Barack Obama, Presiden Amerika. Menurut Ahsan, Rezaian dianggap memata-matai dan melakukan langkah yang membahayakan keamanan nasional Iran.
Iran Luncurkan Dua Radar Canggih
Republik Islam Iran meluncurkan dua sistem radar canggih buatan dalam negari di Hari Pertahanan Udara Nasional negara ini.
Brigadir Jenderal Farzad Esmaili, Komandan Pangkalan Pertahanan Udara Khatamul Anbiya Militer Iran meresmikan radar Nazir dan Bina melalui video conference pada Selasa (1/9). Demikian dilansir FNA.
Radar Nazir memiliki jangkauan jauh dan akurasi yang sangat tinggi serta mampu mendeteksi dan mengidentifikasi target di posisi level radar rendah.
Radar buatan dalam negeri ini mampu mendeteksi target di jarak lebih dari 800 km dan ketinginggan 100.000 kaki.
Radar yang dirancang dan diproduksi oleh para pakar Iran ini juga mampu menangkap gerakan rudal anti-radar.
Radar Nazir dan Bina telah diinstal di wilayah-wilayah pegunungan dan gurun di tenggara Iran.
Khatib Jumat Tehran: Soal Nuklir, Pemerintah Harus Tegas Bela Hak Rakyat
Khatib Jumat Tehran mendesak diambilnya sikap tegas dan waspada para pejabat pemerintah Iran dalam menjaga hak-hak bangsa, di proses pelaksanaan kesepakatan nuklir Wina.
Ayatullah Ahmad Khatami, dalam khutbah Jumatnya pekan ini di Tehran menyoroti statemen sejumlah petinggi Amerika Serikat terkait upaya menjaga kerangka sanksi selama proses pelaksanaan kesepakatan nuklir Wina.
Ia mengatakan, "Langkah ini adalah pelanggaran terhadap komitmen."
Imam Jumat Tehran itu menjelaskan, "Salah satu tujuan penting Iran dalam perundingan nuklir adalah pencabutan sanksi. Oleh karena itu, jika sanksi tidak dicabut, maka Iran pun akan melanggar komitmen, pasalnya tidak ada alasan lagi untuk membatasi sentrifugal dan pengayaan uranium."
Ayatullah Ahmad Khatami menilai realisasi Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) sebagai langkah dua pihak. Kepada pejabat Iran yang terkait dengan masalah tersebut, Khatami mengatakan, "Pelaksanaan akurat JCPOA harus dengan kewaspadaan penuh dan jangan biarkan musuh menipu kalian."
Khatib Jumat Tehran menegaskan bahwa Amerika ingin menginfiltrasi dan menguasai rakyat Iran lewat kesepakatan nuklir.
"Pemerintah Amerika harus tahu bahwa rakyat Iran sampai kapanpun tidak akan membiarkan negaranya dirampok oleh pihak asing dan tunduk pada kemauan kubu imperialis dunia," ujarnya.
Ayatullah Khatami juga menyinggung urgensi pengkajian kesepakatan nuklir di Parlemen Iran dan menjelaskan, "Berdasarkan konstitusi Iran, seluruh kesepakatan internasional harus mendapat pengesahan parlemen."
Terkait tekanan negara-negara imperialis atas rakyat Iran agar melepaskan nilai-nilai keislaman dan berhenti mendukung Republik Islam, Khatami menuturkan, "Iran akan tetap melanjutkan dukungan atas rakyat tertindas di Irak, Suriah dan Lebanon dalam menghadapi teroris."
Sanksi Dicabut, Iran akan Genjot Produksi Minyak
Menteri Perminyakan Iran Bijan Namdar Zanganeh, mengatakan produksi minyak Iran akan kembali ke angka sebelum penerapan sanksi sepihak Barat.
Dalam wawancara eksklusif dengan CNN, Selasa (1/9/2015), Zanganeh menambahkan Republik Islam Iran akan mencoba memproduksi minyaknya mendekati angka sebelum sanksi hingga akhir 2016.
Produksi minyak Iran sebelum sanksi mencapai lebih dari 4 juta barel per hari, di mana 2,3 juta diekspor ke luar negeri. Namun, saat ini hanya memompa sekitar 2,8 juta barel per hari dan Iran ingin meningkatkan produksinya.
“Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) telah melakukan kerjasama meski ada banyak masalah di sepanjang sejarah,” kata Zanganeh.
Arab Saudi telah memompa minyak dengan kapasitas penuh meskipun kelebihan pasokan di pasar, yang mendorong penurunan harga secara drastis.
Zanganeh menegaskan bahwa strategi Saudi tidak efektif dan Iran menyerukan peninjauan kembali strategi tersebut.
Menurutnya, OPEC harus mematok harga minyak dunia sekitar 70 sampai 80 dolar per barel.