
کمالوندی
Iran Bangun Pembangkit Listrik Geothermal Pertama di Timteng
Iran sedang membangun pembangkit listrik tenaga panas bumi pertama di Timur Tengah di kaki puncak gunung berapi aktif di saat negara yang berpacu memenuhi tuntuan listrik menyusul pertumbuhan populasi.
Stasiun percontohan di barat laut Meshguin Shahr di provinsi Ardabil diproyeksikan akan mulai beroperasi dalam dua tahun mendatang, menempatkan Iran dalam klub puluhan negara yang memmiliki pembangkit listrik geothermal.
Proyek 50 megawatt ini sejalan dengan upaya Iran untuk memperluas sumber energi bersih. Listrik panas bumi lebih murah dan lebih dapat diandalkan dibandingkan sumber energi terbarukan lainnya, seperti tenaga panas atau air.
Dalam pembangkit listrik panas bumi, panas dari inti bumi yang digunakan untuk menghasilkan uap dalam air bawah tanah dan uap diterapkan untuk generator yang menghasilkan listrik.
Untuk pembangkit listrik di Meshguin Shahr, 11 sumur dibor, tujuh di antaranya telah mencapai sumber bawah tanah.
Fasilitas ini sedang dibangun di ketinggian 3.000 meter dari permukaan laut di dekat pegunungan Sabalan yang terkenal dengan air mineralnya dan menjadi tujuan wisata.
Iran-Rusia Tandatangani Perjanjian Kerjasama Sains dan Teknologi
Republik Islam Iran dan Rusia telah menandatangani beberapa perjanjian kerjasama di sektor sains dan teknologi serta perluasan hubungan khusus di bidang ini.
Menurut IRNA, perjanjian-perjanjian itu ditandatangani usai pembicaraan antara delegasi Iran dan para pejabat Rusia di Moskow pada Kamis (27/8/2015) yang dihadiri oleh Sorena Sattari, Wakil Presiden Iran untuk Urusan Sains dan Teknologi.
Beberapa kesepakatan tersebut akan ditindaklanjuti dan dilaksanakan dalam kerangka strategi komprehensif untuk kerjasama sains dan teknologi antarkedua negara.
Berdasarkan peta jalan yang telah disusun, perjanjian-perjanjian antara Iran dan Rusia meliputi kerjasama luas di berbagai sektor teknologi canggih seperti nanoteknologi, bioteknologi, penerbangan, aerospace dan jasa engineering.
Selama pembicaraan tiga hari dengan delegasi Iran, para pejabat Rusia menekankan pentingnya perluasan kerjasama di sektor sains dan teknologi dan menyatakan kesiapan Moskow di bidang ini.
Dmitry Rogozin, Wakil Perdana Menteri Rusia yang bertanggung jawab atas Industri Pertahanan, menyinggung hasil pembicaraannya dengan Wakil Presiden Iran untuk Urusan Sains dan Teknologi di kota Zhukovsky, tenggara Moskow, ibukota Rusia.
Rogozin kepada wartawan mengatakan, kerjasama nuklir antara Rusia dan Iran mengalami kemajuan.
Sementara dalam pertemuan Sattari dengan Vladimir Putin, Presiden Rusia, dan Menteri Industri dan Perdagangan negara ini telah ditegaskan tentang perluasan kerjasama bilateral.
Delegasi tingkat tinggi Iran di bidang sains dan teknologi telah kembali dari Rusia pada Kamis sore.
Iran Mendukung Pemulangan Sukarela Pengungsi
Deputi Menlu Iran untuk Urusan Hukum dan Internasional mengatakan, tugas semua dunia adalah memfasilitasi pemulangan para pengungsi ke negara-negara mereka sehingga mereka dapat berperan dalam pembangunan tanah airnya.
Sayid Abbas Araqchi, menyampaikan hal itu pada Ahad (30/8/2015) dalam pertemuannya dengan Pedro Comissario Afonso, Kepala Komite Eksekutif UNHCR di Tehran. Demikian dikutip kantor berita IRNA.
Afonso mengunjungi Tehran untuk melihat dari dekat tentang cara pemerintah Iran menangani para pengungsi Afghanistan.
Pada kesempatan itu, Araqchi menandaskan kebijakan prinsip Republik Islam Iran dalam masalah pengungsi adalah pemulangan sukarela mereka ke negara masing-masing.
“Kami percaya bahwa pengungsi Afghanistan dapat membuktikan keefektifan mereka dalam program rekonstruksi tanah airnya berdasarkan pengalaman dan keahlian yang mereka peroleh selama di Iran," tambahnya.
Menurut Araqchi, satu-satunya jalan kesuksesan Afghanistan adalah merekonstruksi negara itu. Pembangunan Afghanistan akan menghapus celah untuk kegiatan-kegiatan teroris seperti yang dilakukan oleh Taliban, Al Qaeda dan ISIS.
Dia menambahkan, Iran telah menampung pengungsi dari negara-negara regional khususnya Afghanistan selama tiga dekade terakhir.
“Meski Republik Islam menghadapi masalah akibat perang dan sanksi yang tidak adil, tapi negara ini tetap menerima kehadiran jutaan pengungsi dari berbagai negara,” tegasnya.
Sementara itu, kepala Komite Eksekutif UNHCR memuji sikap ramah Iran kepada pengungsi Afghanistan selama lebih dari tiga dekade. Menurutnya, langkah Iran dalam membantu dan melindungi pengungsi Afghanistan dapat menjadi sebuah contoh nyata bagi masyarakat internasional.
Afonso mengatakan, UNHCR akan menggelar pertemuan pada bulan Oktober di Jenewa untuk membahas kondisi pengungsi Afghanistan dan mencari solusi berkelanjutan bagi pemulangan mereka ke negaranya.
Dia juga meminta Iran untuk berpartisipasi aktif dalam pertemuan Jenewa.
Iran Siap Memperluas Hubungan Bisnis dengan Singapura
Presiden Republik Islam Iran, mengatakan sama sekali tidak ada penghalang untuk perluasan hubungan Iran dan Singapura.
Menurut laporan situs Presiden Iran, Hassan Rouhani pada Ahad (30/8/2015) pagi, menerima Duta baru Singapura di Tehran, Ong Keng Yong, dan menekankan pentingnya perluasan hubungan bilateral di semua bidang, termasuk kegiatan perbankan dan kerjasama pariwisata.
Dia menyatakan harapan bahwa kemudahan yang lebih besar di masa mendatang bisa tercipta untuk kunjungan rakyat Iran dan Singapura.
“Iran siap untuk meningkatkan hubungannya dengan Singapura di berbagai bidang, termasuk sektor energi, pertukaran sains dan teknologi serta kerjasama budaya,” tegas Rouhani.
Dia juga menyatakan pentingnya interaksi dan peningkatan kemitraan para pelaku usaha, perusahaan dan sektor swasta kedua negara sejalan dengan perluasan tingkat hubungan bisnis dan ekonomi Iran-Singapura.
Pada kesempatan itu, Ong Keng Yong menyerahkan Surat Kepercayaan Duta Besar kepada Presiden Iran.
Dia mengatakan, Iran sebagai sebuah peradaban besar sudah dikenal luas oleh rakyat Singapura dan pemerintah menyerukan perluasan hubungan serta peningkatan volumen perdagangan dan ekonomi dengan Iran.
Iran Minta ECO Optimalkan Kinerja
Deputi Menlu Iran untuk Urusan Hukum dan Internasional mengatakan, negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Ekonomi (ECO) harus merasakan dampak nyata kegiatan organisasi itu.
Menurut Biro Pers Kementerian Luar Negeri Iran, Sayid Abbas Araqchi mengungkapkan hal itu, Ahad (30/8/2015) dalam pertemuan dengan Sekjen baru ECO Halil Ibrahim Akca di Tehran.
Menyoroti berbagai dimensi kerjasama di organisasi itu, Araqchi menerangkan bahwa ada banyak peluang untuk memperluas kerjasama di ECO, di mana perlu dieksplorasi dan dimanfaatkan.
Pada kesempatan itu, Araqchi menyampaikan ucapan selamat atas terpilihnya Halil Ibrahim Akca sebagai sekjen baru ECO dan menyebut Akca sebagai pribadi yang akrab dengan isu-isu internasional serta punya pengalaman di sektor pembangunan dan perencanaan ekonomi.
Dia juga mengapresiasi kerja keras para mantan sekjen ECO dan menekankan pentingnya upaya lebih besar kepemimpinan baru untuk memperkuat struktur internal organisasi dan memanfaatkan kapasitas negara-negara anggota.
Sementara itu, Halil Ibrahim Akca juga mengapresiasi dukungan Republik Islam Iran untuk ECO dan menyerukan kelanjutan dukungan tersebut.
Berbicara soal perkembangan dan agenda-agenda ECO ke depan, Akca berharap sidang luar biasa para menlu negara-negara anggota akan mempermudah organisasi untuk mencapai target-target yang sudah ditetapkan.
ECO adalah sebuah organisasi ekonomi yang terdiri dari Iran, Turki, Azerbaijan, Afghanistan, Pakistan, Kirgistan, Turkmenistan, Kazakhstan, Uzbekistan dan Tajikistan.
ECO dengan sekitar 440 juta populasi, menyimpan banyak potensi ekonomi seperti, cadangan besar minyak dan gas alam.
Rahbar Minta Pemerintah Iran Waspadai Upaya Infiltrasi Musuh
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar menekankan urgensi kewaspadaan masyarakat dan pejabat pemerintah Iran dalam menghadapi konspirasi-konspirasi musuh.
Ayatullah Sayid Ali Khamenei, Rabu (26/8) yang bertepatan dengan Pekan Pemerintah, bertemu dengan Presiden Iran dan jajaran kabinetnya. Dalam pertemuan itu, Rahbar menilai penting perundingan nuklir Iran dan Kelompok 5+1, dan penyelesaian masalah-masalah nuklir.
Rahbar menekankan urgensi kewaspadaan dalam menghadapi rencana musuh untuk menginfiltrasi dan menancapkan pengaruhnya di Iran.
Rahbar menyebut kemungkinan tidak adanya perhatian atas tujuan musuh dalam masalah nuklir sebagai salah satu kegelisahan dan kekhawatirannya.
Ia menegaskan, “Sejak kemenangan Revolusi Islam Iran, hingga kini, permusuhan rezim Zionis Israel dan Amerika Serikat tidak surut sedikit pun. Realitas ini tidak boleh terhapus dari benak para pejabat pemerintah, dengan alasan apapun.”
Ayatullah Khamenei menilai kewaspadaan dalam menghadapi upaya musuh menginfiltrasi Iran dengan cara yang rumit dan bertahap sebagai hal darurat. “Dalam kondisi seperti apapun, harus tegas dalam mengambil sikap revolusioner dan dalam menghadapi musuh, sikap revolusioner dan berdasarkan ajaran Imam Khomeini, harus dijelaskan tanpa rasa takut,” ujarnya.
Rahbar juga menekankan upaya mempertahankan kemajuan ilmu pengetahuan Iran berdasarkan manajemen era kebudayaan di atas landasan prinsip dan slogan Imam Khomeini serta Revolusi Islam.
Menurutnya, kemajuan ekonomi merupakan prioritas utama negara dan menjelaskan, “Ilmu pengetahuan, adalah infrastruktur riil kemajuan Iran. Sebesar apapun biaya untuk ilmu pengetahuan, itu merupakan investasi masa depan Iran.”
Berlanjutnya ekonomi perlawanan, katanya, merupakan masalah urgen dan setiap perencanaan dalam masalah ini, harus menjadi perhatian serius pemerintah, dan staf komando ekonomi perlawanan harus dibentuk.
Rahbar menilai falsafah penamaan hari kesyahidan Mohammad Ali Rajaei, mantan Presiden dan Mohammad Javad Bahonar, mantan Perdana Menteri Iran, sebagai Pekan Pemerintah, adalah untuk mengenang manifestasi intelektualitas, tindakan dan ketokohan kedua syahid tersebut.
Pada saat yang sama, Rahbar juga memuji kerja keras pemerintah Iran dalam mengurangi inflasi dan menciptakan ketenangan serta stabilitas ekonomi relatif di negara ini.
Rahbar juga mengucapkan selamat atas hari kelahiran Imam Ridha as, Imam Kedelapan Muslim Syiah yang bertepatan dengan Pekan Pemerintah.
“Keberadaan makam suci Imam Ridha as di Iran menjadi kebanggaan negara ini, dan sejauh kemampuan yang kita miliki, kita harus berusaha mengenang kedudukan agung beliau,” pungkasnya.
Kabinet Interim Turki dan Persiapan Pemilu
Recep Tayyip Erdogan, Presiden Turki telah mengkonfirmasi terbentuknya kabinet interim yang diusulkan oleh Perdana Menteri Ahmet Davutoglu. Mayoritas anggota kabinet ini berasal dari Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP). Dua wakil Partai Rakyat Demokratik juga turut serta dalam kabinet sementara.
Dua partai; Partai Republik Rakyat (CHP) dan Partai Gerakan Nasional tidak bersedia terlibat dalam kabinet tersebut. Meski dikatakan bahwa wakil dari Partai Gerakan Nasional menerima usulan kerjasama dalam kerangka Wakil PM, namun ia terancam dikeluarkan dari partai.
Kehadiran dua menteri dari Partai Rakyat Demokratik sebagai sebuah partai pendukung Kurdi di kabinet interim belum pernah terjadi sebelumnya. Hal ini terjadi ketika pemerintah Ankara menganggap Partai Rakyat Demokratik sebagai salah satu partai spekulasi PKK (Partai Buruh Kurdistan) yang menyebabkan meningkatnya konflik antara militer Turki dan PKK.
Pembentukan kabinet interim bertujuan untuk menjalankan pemerintahan Turki hingga pelaksanaan pemilu pada bulan September. Pembentukan kabinet sementara terjadi setelah Davutoglu gagal membentuk koalisi yang akan memberinya mayoritas di parlemen, di mana perkembangan ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah politik kontemporer Turki.
Oleh karena itu, penyelenggaraan pemilu yang adil dan tanpa kecurangan menjadi hal yang sangat penting bagi publik dan partai-partai oposisi. Hasil pemilu mendatang merupakan isu terpenting yang menjadi pembahasan di Turki, dan tampaknya persaingan di antara partai akan semakin meningkat.
Menyusul berkurangnya suara Partai Keadilan dan Pembangunan dalam pemilu 7 Juni, Partai Republik Rakyat berusaha untuk tetap berada di posisinya sebagai partai oposisi terbesar. Partai ini menganggap protesnya terhadap AKP sebagai alasan untuk tidak turut serta dalam pemerintah koalisi yang diketuai oleh partai ini.
Baru-baru ini, pengadilan Ankara menolak tuntutan pembayaran kompensasi kepada Presiden Turki yang sebelumnya mengadukan Kemal Kilicdaroglu, Ketua CHP. Penolakan itu dengan alasan partai-partai politik berhak mengungkapkan pandangan-pandangan atas penentangan kepada pemerintah.
Tampaknya Kilicdaroglu menilai Erdogan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas tewasnya 51 orang dalam serangan teroris dan ledakan bom di Reyhanli. Atas dalih tersebut, Erdogan meminta kompensasi 1 juta lira Turki. Namun pengadilan Ankara menolak pengaduan Erdogan dengan alasan Kilicdaroglu sebagai pemimpin partai oposisi memiliki hak untuk menyampaikan penentangannya. Dan akhirnya, pengadilan meminta Erdogan untuk lebih toleransi dengan oposisi.
Situasi tersebut tampaknya telah menguntungkan oposisi dan celaan bagi Erdogan yang dianggap egois. Tak diragukan lagi, keputusan pengadilan Ankara juga telah menegaskan hal ini bahwa Erdogan adalah faktor terpenting yang menyebabkan menurunnya suara Partai Keadilan dan Pembangunan, AKP.
Sementara itu, Partai Gerakan Nasional juga berada di posisi sebagai oposisi pemerintah. Partai ini di kancah persaingan politik, berusaha untuk tetap mempertahankan suaranya. Di sisi lain, Partai Rakyat Demokratik yang berpartisipasi dalam kabinet sementara, berusaha menunjukkan itikad baik dalam pembentukan pemerintahan dan kelanjutan perundingan damai.
Kini pertanyaannya adalah jika pemilu berjalan dengan bebas dan tanpa terjadi kecurangan, kira-kira bagaimana hasilnya?
Surat kabar Today`s Zaman dalam sebuah analisa dengan judul "mengulang pemilu atau mengulang hasil, "menyebutkan, kebanyakan jajak pendapat menunjukkan bahwa perubahan signifikan dalam pandangan pemilih akan sangat sulit terjadi, dan bahaya nyata adalah frustasi pemilu berturut-turut kedua bagi Erdogan dan AKP.
Sementara Financial Times menulis, Turki tersandera oleh ambisi satu orang yaitu Erdogan, dan sebagian pemilih dalam pemilu 7 Juni tidak akan membiarkan AKP meraih mayoritas suara. Oleh karena itu, Erdogan menyandera Turki untuk menyelenggarakan sebuah pemilu umum baru.
Iran, Tuan Rumah Konferensi Internasional 17.000 Syuhada
Hassan Rouhani, Presiden Republik Islam Iran mengkritik kebijakan Barat dalam memerangi kelompok-kelompok teroris. "Mengapa dalam memerangi terorisme tidak diambil langkah serius?" kata Rouhani dalam acara pembukaan Konferensi Internasional Kedua 17.000 Syuhada Korban Terorisme di Tehran, ibukota Iran, Senin (31/8/2015).
Ia menambahkan, bagaimana menjustifikasi paradoks ini bahwa negara-negara seperti Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa mengklaim memerangi terorisme, namun pada saat yang sama, mereka membiarkan para teroris yang selama bertahun-tahun di Iran membantai ribuan orang tak berdosa di negara ini, bebas beraktivitas di negara-negara itu?
Negara-negara itu, kata Rouhani, membiarkan para teroris tersebut bebas mempropagandakan aktifitas politik, dan bahkan hingga hari ini, mereka melakukan kegiatan terorisme. Mujahidin Khalk (MKO) telah menggugurkan lebih dari 12.000 warga dan pejabat Iran. Jika kejahatan itu bukan bentuk terorisme, lalu sebutan apa yang pantas untuk kejahatan tersebut?
Pertanyaan-pertanyaan lainnya adalah dari mana kelompok-kelompok teroris yang ada sekarang ini muncul? Bagaimana bisa terbentuk dan bagaimana mereka bisa dengan mudah mendapat sumber-sumber finansialnya? Yang pasti, perang memberantas terorisme tidak cukup dengan membentuk koalisi, bahkan aliansi palsu, namun memerlukan tekad dan transparansi dari semua pihak.
AS tampaknya menegaskan perang memberantas terorisme dan menganggap kerjasama dengan negara-negara dunia untuk mencapai tujuan ini sebagai penting. Namun ada kontradiksi serius dalam hal ini. Negara adidaya itu dari satu sisi mengklaim memerangi terorisme namun dari sisi lain, menjadi pendukung utama teroris.
Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan untuk memberantas terorisme dan ekstremisme. Pertama, setiap langkah untuk memberantas terorisme dan ekstremisme dan penggunaan tindakan militer terhadap fenomena buruk ini, harus sejalan dan sesuai dengan hukum internasional dan Piagam PBB.
Kedua, memerangi kelompok teroris seperti ISIS harus dilakukan melalui penguatan persatuan nasional, intergritas wilayah dan proses politik luas di negara-negara tujuan seperti Suriah dan Irak. Dan ketiga, kemampuan dan upaya semua negara regional untuk memerangi terorisme dan ekstremisme harus didukung.
Perang untuk memberantas terorisme yang diklaim Amerika, alih-alih memperhatikan dari tiga hal penting itu, bahkan AS yang membawa bendera anti-terorisme bersama dengan sejumlah sekutunya di kawasan, justru menjadi pendukung utama kelompok-kelompok teroris.
Pendukung-pendukung palsu perang melawan terorisme berpikir bahwa keberadaan teroris di kawasan sebagai sebuah peluang yang menguntungkan mereka. Namun mereka mungkin tidak berpikir bahwa suatu saat nanti, para teroris dan wujud yang menjijikkan ini akan mengancam mereka.
Iran sebagai sebuah negara korban terorisme, telah berulang kali memperingatkan tentang konsekuensi dari kebijakan standar ganda dalam memerangi terorisme. Tehran menegaskan bahwa salah satu cara efektif untuk memerangi terorisme adalah mengidentifikasi akar terorisme dan menegaskan pentingnya perang terhadap fenomena buruk ini.
Presiden Iran dalam pidatonya juga menegaskan pentingnya untuk memperhatikan akar terorisme itu. Menurutnya, kebodohan, fanatik, kemiskinan, keterbelakangan, tirani dan kolonialisme termasuk dari akar terorisme.
Rouhani mengatakan, keinginan kami dari semua negara regional adalah mari kita bersatu, bersama-sama dan saling membantu dengan sebuah agenda komprehensif dari sisi informasi, politik dan hukum. Kita harus memahami bahwa teror dan terorisme tidak menguntungkan bagi siapapun.
Tak diragukan lagi, teror dan terorisme akan musnah ketika semua dalam satu barisan untuk memberantasnya, dan mereka membuktikan tekad kuat untuk melenyapkan fenomena buruk ini dengan tindakan nyata.
Konferensi Internasional 17.000 Syuhada Korban Terorisme, dihadiri oleh Presiden Iran, sejumlah pejabat tinggi negara, para tamu asing dari Suriah, Lebanon, Irak, Palestina, India, Pakistan dan beberapa duta besar yang bermukim di Tehran. Event ini diselenggarakan di Tehran's Summit Conference Hall.
Jenderal Afghanistan Sebut Pakistan Sebagai Musuh
Wakil Pertama Presiden Afghanistan Jenderal Abdul Rashid Dostum, pada Senin (31/8/2015) kembali ke Kabul setelah berpartisipasi dalam operasi militer di wilayah utara Afghanistan, khususnya di Provinsi Faryab.
Dalam jumpa pers di Kablu, Jenderal Dostum menuduh Pakistan, khususnya militer negara itu dan Dinas Intelijen Pakistan (ISI), terlibat dalam pembunuhan warga sipil tak berdosa dan para pemimpin Afghanistan. Demikian dilaporkan IRNA mengututip Khaama Press.
Dia menyebut Pakistan sebagai musuh Afghanistan dan meminta masyarakat internasional untuk menekan negara itu.
“Pakistan mengirim empat pembom bunuh diri untuk membunuh saya. Negara itu juga membantu anasir-anasir teroris untuk membunuh para pemimpin dan rakyat tak berdosa Afghanistan,” ujarnya.
Jenderal Dostum juga mengatakan bahwa ISI terlibat langsung dalam perkembangan kepemimpinan Taliban, merujuk pada penunjukan Mullah Akhtar Mansoor.
Dalam hal upaya perdamaian untuk mengakhiri kekerasan di Afghanistan, ia bersikeras bahwa Kabul harus siap tempur dan juga bergerak menuju perundingan damai.
Jenderal Dostum bergabung dengan pasukan keamanan Afghanistan di garis depan di Provinsi Faryab awal bulan ini.
Iran Desak Negara Muslim Bersatu Melawan Ekstremisme
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, mendesak negara-negara Muslim untuk bersatu dalam memerangi ekstremisme.
"Hari ini pertempuran utama antara ekstremisme dan moderasi. Semua negara Muslim harus bersatu melawan ekstremisme di satu front," kata Zarif dalam pertemuan dengan mitranya dari Tunisia, Taieb Baccouche di Tunis, Senin (31/8/2015), seperti dikutip IRNA.
Dia menegaskan bahwa ekstremisme dan terorisme sebagai ancaman besar terhadap negara-negara Muslim.
Zarif juga menyerukan diakhirinya intervensi asing dalam krisis regional dan menambahkan, dialog harus menjadi strategi dasar untuk mengakhiri krisis di kawasan dan setiap kontribusi dalam hal ini harus ditujukan untuk memfasilitasi dialog.
Dia juga menolak penetapan syarat untuk pembicaraan dan proses politik di Suriah, Yaman dan wilayah lain yang dilanda krisis.
Zarif juga melakukan diskusi dengan Perdana Menteri Tunisia Habib Essid dan menekankan bahwa pencegahan ekstremisme dan kekerasan harus menjadi isu utama kerjasama antara negara-negara Muslim.