
کمالوندی
Negosiasi Iran, Pakistan dan Afghanistan untuk Perangi Terorisme
Deputi Menteri Luar Negeri Iran urusan Asia-Pasifik mengatakan, Republik Islam Iran untuk menghadapi kelompok-kelompok teroris di perbatasannya, melakukan negosiasi dengan Pakistan dan Afghanistan.
Ebrahim Rahimpour, Deputi Menlu Iran, Ahad (30/8) kepada surat kabar Etemad, terbitan Tehran, menjelaskan lawatan terbaru Mohammad Javad Zarif, Menlu Iran ke Pakistan dan India.
Ia menambahkan, "Negara-negara kawasan termasuk tetangga, adalah prioritas pertama kebijakan luar negeri Iran. Hal tersebut terbukti ketika Menlu Iran langsung melakukan lawatan regional segera setelah kesepakatan nuklir dicapai."
Rahimpour menjelaskan bahwa Iran selalu berupaya melakukan langkah-langkah positif untuk menurunkan ketegangan antara India dan Pakistan.
"Perdamaian dan stabilitas di India serta Pakistan selalu menjadi perdamaian dan stabilitas Iran. Peran Iran adalah mencegah terjadinya perang di antara kedua negara," paparnya.
Ia melanjutkan, "Perbatasan Timur Iran yang sebelumnya dicemari oleh keberadaan Taliban, saat ini diisi oleh ISIS dan terkait masalah ini, Tehran akan melakukan negosiasi dengan Pakistan dan Afghanistan."
Rahimpour menegaskan, "Iran dan Pakistan, dengan membentuk beberapa komisi bersama perbatasan, membahas masalah kemiskinan dan pengangguran. Masalah ini membutuhkan investasi besar dari kedua negara."
Sejumlah Negara Bermimpi Membangkitkan Imperium di Timur Tengah
Seorang pejabat senior Iran menyatakan sejumlah negara di Timur Tengah menyimpan mimpi membangkitkan imperium lama yang sudah tidak berfungsi di kawasan.
"Sejumlah negara di kawasan bermimpi menghidupkan kembali imperium kerajaan yang mendominasi negara-negara Arab, dan beberapa negara mendukung terorisme di kawasan dengan motif yang berbeda," Ali Akbar Velayati, penasihat Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah Sayyid Ali Khamenei, mengatakan dalam pertemuan dengan delegasi Lebanon di Tehran, Ahad (30/8/2015).
Ditambahkannya bahwa sejumlah pejabat Barat dan regional mengakui keterlibatan mereka dalam melahirkan kelompok teroris di Suriah dan Irak.
Velayati menilai krisis yang sedang berlangsung di Suriah sebagai "perang dunia dalam skala kecil," dan menegaskan, "Langkah setan mencampuri urusan Suriah belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah kontemporer."
Dia juga menegaskan kembali dukungan Iran kepada pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad, dan mengatakan Republik Islam menentang segala bentuk "campur tangan asing" dalam urusan internal Suriah.
"Nasib rakyat Suriah harus ditentukan mereka sendiri, bukan oleh orang lain," tegasnya, seraya memuji Presiden Suriah dalam membela kepentingan rakyatnya.
Di bagian lain pernyataannya, Velayati memuji Lebanon atas perlawanan terhadap rezim Zionis Israel, dan mengatakan, "Lebanon memainkan peran penting dalam membentuk perlawanan anti-Zionis dan pendukung mereka di dunia Muslim dan Arab."
Dia menekankan bahwa Iran "akan tetap mendukung Lebanon."
Iran Melirik Sukhoi 30 Rusia
Menteri Pertahanan Iran, Brigadir Jenderal Hossein Dehqan, menyatakan bahwa Tehran sedang berunding dengan Moskow untuk pembelian jet tempur Sukhoi buatan Rusia.
"Kami sedang membahas pembelian pesawat tempur Sukhoi" dari Rusia, kata Dehqan dalam sebuah wawancara dengan kantor berita al-Mayadeen yang berbasis di Lebanon pada Ahad (30/8/2015).
Awal pekan ini, Tehran dan Moskow berunding soal jet tempur Sukhoi 30 buatan Rusia, sebuah pesawat tempur supermaneuverable dua-kursi dan bermesin ganda.
Perundingan digelar pada Selasa di sela-sela pameran udara MAKS 2015 di kota Zhukovsky dekat Moskow, dalam pembicaraan antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Wakil Presiden Iran untuk Urusan Sains dan Teknologi Sorena Sattari, demikian dilaporkan Fars News.
Dalam menanggapi pertanyaan tentang pembelian Sukhoi 30 Rusia, Sattari mengatakan, "Kami membicarakan hal itu, tapi kami tidak membahas pembelian dan pembicaraan sebagian besar difokuskan pada isu-isu teknologi."
Pada bagian lain wawancaranya, Menhan Iran mengatakan Rusia sepakat untuk mulai mengirim sistem pertahanan peluru kendali darat ke udara S-300 ke Iran pada akhir tahun ini.
Sebelumnya, Moskow melarang pengiriman sistem pertahanan rudal itu ke Tehran pada tahun 2010 dengan dalih bahwa perjanjian yang ditandatangani dengan Iran pada tahun 2007 termasuk dalam sanksi putaran keempat Dewan Keamanan PBB atas Republik Islam terkait program nuklirnya.
Iran Vonis 10 Tahun Penjara untuk Mata-Mata AS dan Israel
Sebuah pengadilan di Iran memvonis dua orang dengan masing-masing 10 tahun penjara atas tuduhan spionase, demikian dikatakan juru bicara Lembaga Yudikatif Iran, Gholam Hossein Mohseni-Ejei.
Pengadilan Revolusioner menjatuhkan hukuman penjara 10 tahun untuk masing-masing terpidana karena menjadi mata-mata untuk Israel dan AS, kata Mohseni-Ejei dalam sebuah konferensi pers di Tehran, Ahad (30/8/2015).
Namun pejabat Iran ini tidak memberikan keterangan lebih terperinci atas kasus dan identitas narapidana tersebut.(
Presiden Iran Ungkap Bahaya Terorisme di Dunia Modern
Presiden Republik Islam Iran mengatakan, isu terorisme di dunia modern sudah menjadi instrumen baru untuk beragam ambisi dan dari masalah sekunder telah menjadi sebuah persoalan terorganisir.
Hassan Rouhani, menyampaikan hal itu pada acara pembukaan Konferensi Internasional 17 Ribu Syuhada Korban Terorisme di Tehran, Senin (31/8/2015).
Dia menuturkan bahwa teror termasuk dari perilaku buruk dan sayangnya ia sudah ada sejak masa kuno dalam kehidupan manusia. Namun, teror dan terorisme di dunia modern telah menemukan dimensi baru.
“Dalam sejarah masa lampau, teror umumnya didasarkan pada aksi balas dendam individu atau suku, tapi isu terorisme di dunia modern telah menjadi alat baru untuk beragam ambisi dan dari masalah sekunder telah menjadi sebuah persoalan terorganisir,” terang Rouhani.
Organisasi teror, ujarnya, kadang merupakan sebuah lembaga yang mengincar tujuan-tujuan terorisme untuk ambisi politik, mendominasi kekuasaan atau melaksanakan program-program yang didiktekan kepada mereka oleh kekuatan-kekuatan tertentu.
“Salah satu contoh nyata bentuk terorisme seperti ini adalah organisasi munafikin, yang menyebut dirinya Mujahidin Khalk (MKO) dan bangsa Iran menyaksikan kejahatan-kejahatan mereka,” tegasnya.
Rouhani lebih lanjut menjelaskan, terorisme kadang melangkah lebih jauh lagi dari sekedar sebuah organisasi dan beberapa rezim dibangun atas dasar teror. Mereka menemukan eksistensinya lewat aksi teror dan contoh nyatanya adalah rezim ilegal Israel.
“Rezim Zionis Israel memulai kekuasaannya di tanah Palestina dengan menebarkan rasa takut, aksi teror dan pendudukan. Zionis sampai sekarang masih melanjutkan metode anti-kemanusiaan ini,” paparnya.
Dalam pidatonya, Presiden Iran juga mengungkapkan bentuk lain teror yang bisa disebut sebagai teror akidah dan ideologi. Kemasan luarnya dan klaim mereka setidaknya dibangun atas landasan tersebut.
“Mereka adalah kubu fanatik dan dungu dan biasanya melakukan kekerasan atas nama agama dan mereka akan mengkafirkan orang-orang yang tidak sejalan dengan akidahnya. Orang lain akan dicap kafir dan kemudian dihalalkan darahnya dengan aksi teror,” ujar Rouhani.
Dia menambahkan, ada banyak contoh dari model terorisme seperti ini di era modern dan kawasan menyaksikan kehadiran kelompok-kelompok seperti, ISIS, Al Qaeda, Boko Haram, Taliban dan kubu-kubu lain.
“Semua bentuk teror tersebut baik yang muncul dalam sebuah organisasi maupun dalam sebuah rezim atau mereka yang membantai orang lain atas dasar akidah, mereka semua tidak mendapat sambutan dari masyarakat,” ucap Rouhani.
Presiden Iran menandaskan bahwa di tengah semua bangsa dan masyarakat, opini publik tidak bersama teroris.
“Sebuah rezim seperti Zionis bahkan takut terhadap kotak suara dan mereka menyaksikan maut di sisi kotak suara. Di wilayah Palestina, Israel bahkan tidak siap memuka kotak suara sehingga semua lapisan masyarakat, baik itu Muslim, Kristen dan Yahudi menyalurkan suara mereka dan Tel Aviv harus menerima keputusan masyarakat,” tambahnya.
Menurut Rouhani, jalur terorisme adalah jalan kekerasan dan ekstrim, sementara perdamaian, kesepahaman, perundingan dan rasionalitas adalah sesuatu yang dihindari oleh teroris dan ekstrimis.
Konferensi Internasional 17 Ribu Syuhada Korban Terorisme, dihadiri oleh Presiden Rouhani, sejumlah pejabat tinggi negara, para tamu asing dari Suriah, Lebanon, Irak, Palestina, India, Pakistan dan beberapa duta besar yang bermukim di Tehran. Pertemuan ini diselenggarakan di Tehran's Summit Conference Hall.
Sarafraz: Wartawan, Pejuang di Medan Tempur Berat
Direktur Lembaga Penyiaran Nasional Iran, IRIB, mengatakan, reporter-reporter yang dikirim ke lokasi pertempuran adalah pejuang perang lunak yang mungkin terluka dalam medan tempur berat.
Mohammad Sarafraz, Direktur Lembaga Penyiaran Nasional Iran, Senin (31/8) dalam kunjungannya ke wartawan IRIB yang baru-baru ini terluka di Suriah, menuturkan, "Ia memiliki semangat tinggi dan ini layak mendapat apresiasi."
Sarafraz menambahkan, "Kelompok-kelompok teroris seperti ISIS yang afiliasinya ke beberapa negara adidaya dunia dan rezim Israel sudah terbukti, salah satu tujuannya adalah menciptakan perang internal dan regional. Kami berharap kelompok-kelompok teroris ini segera binasa."
Sayid Mohammad Hassan Hosseini, wartawan IRIB di Damaskus terluka akibat terkena pecahan mortir teroris, ketika tengah meliput berita operasi militer Suriah di dataran tinggi Latakia.
Manuver Militer Sarallah akan Digelar IRGC di Tehran
Manuver militer Sarallah akan digelar oleh Markas Besar Imam Ali as, Pasukan Muhammad Rasulullah Saw Tehran, Pasukan Garda Revolusi Islam Iran (IRGC).
Salah satu tujuan digelarnya manuver militer ini adalah menunjukkan kekuatan dan persatuan, meningkatkan level keamanan dan ketenangan masyarakat, serta menangkal ancaman-ancaman musuh.
Selain itu, manuver militer besar ini digelar sebagai bentuk ketaatan atas arahan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar terkait upaya mencegah infiltrasi kubu imperialis dunia.
Manuver militer bersandi "Keamanan yang Kokoh, Kekuatan Nasional, Manifestasi, Solidaritas dan Keselarasan", yang akan digelar Rabu-Kamis (2-3 September 2015) di Bustan Velayat, Tehran itu, juga dimaksudkan untuk menegaskan kelanjutan dukungan atas front perlawanan anti-rezim Israel.
Brigjen Dehqan: Iran Tolak Pembatasan Produksi Rudal
Menteri Pertahanan Iran mengatakan, Republik Islam Iran sama sekali tidak mengenal batasan tertentu terkait pembuatan rudal-rudal lintas benua.
Brigjen Hossein Dehqan, Menhan Iran (31/8) dalam wawancaranya dengan stasiun televisi Al Mayadeen menuturkan, "Pembuatan rudal-rudal lintas benua di Iran disesuaikan dengan ancaman, dan tidak ada satu bangsa pun yang bersedia mentransaksikan keamanannya."
Menhan Iran juga terkait kerja sama Iran dan Rusia di bidang militer mengatakan, "Tehran tidak punya batasan apapun dalam kerja sama dengan Rusia."
Sehubungan dengan masalah sistem rudal S-300, Dehqan menerangkan, "Akhir tahun 2015, Rusia akan mengirim rudal-rudal ini ke Iran."
Menhan Iran juga menjelaskan soal gerakan-gerakan perlawanan di kawasan. "Iran tidak akan pernah menarik dukungan materi ataupun maknawinya atas Hizbullah, Lebanon dan kelompok-kelompok perlawanan terhadap kebijakan Amerika Serikat dan rezim Zionis Israel," tegasnya.
Amerika dan Israel, kata Dehqan, harus tahu bahwa gerakan-gerakan perlawanan seperti Hizbullah, Hamas dan Jihad Islam, mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya di lokasi mereka berada.
Kamalvandi: Akhir Oktober, Sanksi Iran Dicabut
Deputi Badan Energi Atom Iran urusan hukum dan internasional, mengatakan, akhir Oktober 2015 adalah waktu dimulainya proses realisasi komitmen Iran, pengesahan Badan Energi Atom Internasional, IAEA dan pencabutan sanksi dalam kerangka Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA).
Behrouz Kamalvandi, kepada IRIB News (31/8) mengatakan, "90 hari pasca berakhirnya perundingan dan diterbitkannya resolusi Dewan Keamanan PBB yaitu hingga akhir Oktober 2015, adalah batas akhir proses dimana tahap legal pengkajian kesepakatan di Iran dan negara-negara Kelompok 5+1 dilakukan."
Juru Bicara Badan Energi Atom Iran (AEOI) itu menambahkan, "Akan tetapi mungkin saja dengan beberapa pertimbangan, kerja ini akan terlaksana 10-12 hari lebih cepat."
Kamalvandi juga menilai kemungkinan penolakan JCPOA oleh Kongres Amerika Serikat tetap terbuka.
Ia menuturkan, "Wajar saja jika Presiden Amerika memveto keputusan Kongres, dan bisa saja ia tidak menggunakan waktu yang tersedia untuk veto. Namun ketika semua negara sudah mengumumkan bahwa tahap legal selesai, saat itu waktunya untuk merealisasikan komitmen semua pihak."
Jubir AEOI melanjutkan, "Dapat dipastikan, pihak Barat juga akan mengumumkan pencabutan sanksi Iran, namun tanggal pencabutan sanksi tergantung dari pelaksanaan komitmen Iran. Barat akan mengumumkan waktu pelaksanaan komitmen mereka dan tidak berhak mengubahnya."
Kamalvandi menjelaskan, "Setelah pelaksanaan komitmen dan pengesahan IAEA direalisasikan, persetujuan Kelompok 5+1 tidak dibutuhkan lagi."
Anggota Dewan Keamanan PBB, mengkaji dan mengesahkan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) yang meliputi kesepakatan nuklir Iran dan Kelompok 5+1 pada 14 Juli 2015.
Berdasarkan isi JCPOA, pengesahan resolusi DK PBB merupakan langkah awal dalam pelaksanaan isi JCPOA, termasuk penyelesaian krisis yang direkayasa selama 12 tahun terkait program nuklir Iran dan pencabutan sanksi menindas.
Larijani: Iran Telah Buktikan Senjata dan Intimidasi Tidak Lagi Efektif
Ketua Parlemen Iran (Majlis), Ali Larijani menyatakan Republik Islam telah membuktikan kepada dunia bahwa kekuatan senjata dan intimidasi tidak lagi efektif.
Hal itu dikemukakan Larijani dalam pidatonya pada Konferensi Ketua Parlemen Dunia Keempat, yang digelar oleh Uni Parlemen Sedunia (IPU) yang berbasis di Jenewa bekerjasama dengan PBB, di markas PBB di New York pada Senin (31/8/2015).
Sejumlah negara adidaya berusaha memaksa bangsa Iran bertekuk lutut, namun bangsa Iran yang besar berdiri melawan kekuatan dengan memilih jalan perlawanan dan ketabahan dan menang, katanya.
Dengan demikian, bangsa Iran menunjukkan bahwa kekuatan senjata dan intimidasi telah usang dan tidak efektif serta telah kehilangan fungsi dan pengaruhnya.
Hal itu dikemukakan Larijani menyinggung kesepakatan yang dicapai Iran dengan Kelompok 5+1 baru-baru ini, yang mengakhiri friksi Barat dengan Iran atas program nuklir negara itu selama 12 tahun.
Di dunia sekarang, sejumlah kekuatan masih percaya bahwa mereka dapat mencapai tujuan politik mereka dengan menggunakan kekuatan, tekanan, dan sanksi.
Di bagian lain pidatonya, dalam sesi "penempatan demokrasi pada layanan perdamaian dan pembangunan berkelanjutan", Larijani mengatakan, "Pertanyaan utama yang akan dibahas pada sesi ini seharusnya adalah apakah demokrasi benar-benar memihak perdamaian dan pembangunan berkelanjutan di dunia saat ini atau tidak?'"
Dikatakannya, sejumlah pemerintah, yang konon memperjuangkan demokrasi bagi rakyat mereka sendiri, [ternyata] mendukung diktator dan rezim despotik serta kekerasan di negara lain dan berusaha membangun demokrasi di tempat lain dengan bom dan senapan mesin.