کمالوندی

کمالوندی

 

Direktur Utama Mapna Group menyatakan bahwa negaranya bisa membangun pembangkit listrik yang dilakukan oleh para ahli dalam negeri, meskipun negara ini menghadapi tekanan sanksi internasional.

MAPNA Group adalah produsen berbagai produk industri maju, termasuk turbin gas dan uap, aksesori turbin, bilah turbin, turbin angin, boiler konvensional dan pemulihan panas, generator termal dan air, sistem perlindungan dan kontrol, lokomotif penumpang dan barang dan turbocompressors dan beragam layanan perawatan kelas dunia.

Abbas Aliabadi, Ketua Dewan Direksi dan CEO Mapna Group dalam program wawancara dengan IRIB  hari Kamis (18/8/2022) mengatakan, "Dalam kondisi sanksi yang kejam, kami memiliki kemampuan untuk membangun dan memasang peralatan sendiri,".

"Lebih dari 370 unit pembangkit listrik telah dibangun dengan cara ini yang menjadi kebanggaan tersendiri," ujar Aliabadi.

"Di bidang strategis ketenagalistrikan, yang dianggap sebagai infrastruktur utama pembangunan apa pun, hari ini kita sepenuhnya mandiri," tegasnya.

CEO Mapna Group menjelaskan, "Kami telah mengekspor peralatan pembangkit listrik, layanan teknis dan rekayasa ke Oman, Indonesia, Pakistan, Irak, Suriah, Rusia dan banyak negara lain, dan kami memiliki rencana yang komprehensif dan besar untuk ekspor ini di tingkat dunia,"

 

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran memandang pemerintah AS sebagai pemegang rekor intervensi militer dan kudeta terhadap negara dan pemerintah independen.

Hari ini (Jumat), 19 Agustus 2022 bertepatan dengan peringatan kudeta Amerika terhadap pemerintah Iran pada tahun 1953.

Ketika itu, sejumlah pasukan tentara rezim tirani yang bekerja sama dengan Amerika Serikat dan Inggris, menggulingkan pemerintahan Mohammed Mossadegh dan mengangkat Mohammed Reza Pahlavi memegang tampuk kekuasaan.

Nasser Kanani Chafi, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Republik Islam Iran dalam cuitannya di Twitter hari ini (Jumat,19/8/2022) menyinggung peringatan kudeta 19 Agustus 1953 dengan mengatakan, "Pemerintah AS memiliki rekam jejak intervensi militer dan kudeta terhadap negara dan pemerintah independen,"

"Kudeta 19 Agustus 1953 terhadap pemerintah nasional Iran adalah contoh nyata dari sejarah kelam ini," tulis Jubir Kemenlu Iran.

"Akankah pemerintah AS memperbaiki kebijakannya yang salah dan gagal terhadap Iran, dan menghormati hak-hak sah rakyat Iran?" tegasnya.

Jumat, 19 Agustus 2022 17:58

Mengapa Krisis Ekonomi Mendera Eropa ?

 

Kondisi ekonomi di negara-negara Eropa saat ini semakin memburuk, sehingga inflasi di Inggris telah mencapai 10 persen untuk pertama kalinya sejak 1982. Bahkan Perdana Menteri Swedia telah berbicara tentang kondisi ekonomi perang.

Langkah negara-negara Eropa mengikuti kebijakan Washington yang memberlakukan sanksi ekonomi masif terhadap Rusia dengan tujuan membantu Ukraina dan memberikan tekanan pada Moskow, justru berdampak menjadi bumerang bagi Eropa sendiri.

Negara-negara ini juga telah mengalokasikan sebagian besar anggaran mereka untuk penyediaan senjata dan dukungan perang di Ukraina. Penerapan kebijakan tersebut menyebabkan perekonomian di sebagian besar negara Eropa dalam situasi sulit.

Kondisi perekonomian global yang mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi serta peningkatan pengangguran dan inflasi setelah dua tahun menghadapi pandemi Covid-19, semakin terperosok dalam krisis selama enam bulan terakhir dengan dimulainya perang antara Rusia dan Ukraina. Pada awalnya, AS bersama negara-negara Eropa yang memperkirakan akan mengalahkan Rusia dalam perang Ukraina dengan kebijakan sanksinya, kini mereka menghadapi masalah baru yang tidak kecil.

Menanggapi kondisi Eropa yang menghadapi dampak bumerang sanksi terhadap Rusia, Maria Zakharova,  Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, mengatakan, "Uni Eropa menuju jalan buntu dengan aksinya ini. Konsekuensi yang tidak menguntungkan dari sanksi Uni Eropa ini akan mempengaruhi banyak sektor ekonomi dan keamanan global. Ini masalah yang sudah jelas."

Ketergantungan Eropa pada gas Rusia dan minimnya ekspor gas Rusia ke Eropa telah menyebabkan kenaikan harga bahan bakar yang signifikan di negara-negara tersebut. Isu pasokan gas dan penyimpanannya untuk musim dingin saat ini menjadi perhatian serius otoritas Eropa. Sebagaimana yang dikatakan Perdana Menteri Swedia, Magdalena Andersson, "Negara ini telah mencapai situasi seperti ekonomi perang di sektor energi, karena harga listrik dan gas di Swedia telah naik ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya."

Kenaikan tarif dasar energi juga telah menyebabkan ketegangan di negara-negara Eropa lainnya, dan otoritas Eropa telah memperingatkan terhadap dimulainya protes sosial.

Tentu saja, otoritas Eropa berusaha mendapatkan gas yang mereka butuhkan dari negara lain. Selain itu, pembukaan kembali pembangkit listrik lama yang bekerja dengan produk minyak dan batu bara menjadi agenda. Tetapi langkah-langkah ini belum menunjukkan hasil untuk memenuhinya. Situasi ini telah menempatkan perekonomian Eropa di ambang krisis, bahkan menimpa perekonomian Jerman sebagai negara terkuat di Eropa.

Kepala penelitian Bank Belanda, ING menilai perekonomian Jerman dengan cepat mendekati badai yang disebabkan oleh inflasi tinggi dan gangguan pasokan energi, serta ketakutan tiba-tiba dalam masalah pemotongan gas.

Tingkat inflasi di negara-negara Eropa lainnya seperti Prancis dan Spanyol juga mencapai level tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Terkait hal ini, Bank Sentral Inggris telah memperkirakan bahwa ekonomi negara tersebut akan memasuki resesi pada kuartal terakhir tahun ini dan resesi ini akan berlanjut sepanjang tahun 2023.

Sejak kenaikan biaya energi dan harga pangan di Inggris, jutaan warga negara ini telah mengurangi makanan mereka. Mereka mengkhawatirkan lapangan kerjanya, dan juga lonjakan biaya bahan bakar dan sewa rumah. Sejumlah data menunjukkan jutaan rumah tangga di Inggris tidak memiliki cukup uang untuk bertahan hidup dalam kondisi saat ini.

Sementara itu, perusahaan Rusia Gazprom telah mengumumkan kemungkinan kenaikan 60 persen harga gas dalam beberapa bulan mendatang. Masalah ini akan menempatkan negara-negara Eropa dalam lebih banyak kesulitan. Padahal, negara-negara Eropa memiliki hari-hari yang lebih kritis ke depan. Seperti yang diperingatkan oleh Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban, "Sanksi tidak dapat mengacaukan Moskow, dan jika langkah-langkah perdamaian tidak diambil, Uni Eropa justru akan menghadapi ekonomi perang,".

 

Komandan pasukan militer AS di Asia Barat, Asia Tengah dan Afrika Timur (CENTCOM) mengunjungi Pakistan dan bertemu dengan komandan tentara negara itu untuk membahas hubungan militer antara kedua negara.

Kunjungan mendadak komandan CENTCOM ke Pakistan dilakukan di tengah rumor rencana kunjungan mendatang kepala staf angkatan bersenjata Pakistan ke AS.

Humas Angkatan Bersenjata Pakistan dalam sebuah pernyataan hari Jumat (19/8/2022) mengumumkan bahwa Jenderal Michael Eric Kurilla, Komandan CENTCOM, sebagai kepala delegasi militer AS, bertemu dengan Jenderal Qamar Javed Bajwa, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Pakistan, pada hari Kamis di kota Rawalpindi.

"Para pihak membahas isu-isu yang berkaitan dengan kepentingan bersama, situasi keamanan di kawasan, dan kerja sama AS-Pakistan di bidang militer dan keamanan, khususnya hubungan militer," kata humas angkatan bersenjata Pakistan.

"Selain itu, meninjau upaya Angkatan Bersenjata Pakistan dalam memerangi terorisme," tegasnya.

Dalam pernyataan Humas Angkatan Bersenjata Pakistan, tidak disebutkan masalah sengketa lain antara Islamabad dan Washington, seperti situasi di Afghanistan.

Pakistan telah berulang kali menyatakan penentangannya terhadap pembekuan aset Afghanistan di Amerika Serikat, dan meminta negara ini untuk membantu memperbaiki situasi kritis rakyat Afghanistan daripada menjatuhkan sanksi dan hukuman.

Tentara pendudukan Amerika meninggalkan negara ini pada akhir Agustus 2021 setelah melakukan kejahatan yang tak terhitung jumlahnya dan menghancurkan infrastruktur ekonomi Afghanistan.

Kelompok Taliban mengambil alih kekuasaan di Afghanistan pada 15 Agustus 2021.

 

Deputi sekjen Gerakan Perlawanan Islam Lebanon (Hizbullah) menyatakan, muqawama melapangkan jalan kemenangan dan akan mengakhiri era kekalahan.

Selama 22 tahun lalu, dunia menyaksikan bahwa Hizbullah Lebanon dengan memanfaatkan beragam peralatan militer dan perlawanan gagah berani berhasil memberi kekalahan telak kepada militer rezim Zionis dan di dua perang, 2000 dan 2006 juga memberi kekalahan tak terlupakan kepada rezim ilegal ini.

Baru-baru ini, Hizbullah Lebanon mengirim tiga drone ke ladang gas Karish di perbatasan laut yang disengketakan antara Lebanon dan Israel. Pengiriman drone tersebut telah memicu ketakutan dan kekhawatiran Israel.

Seperti dilaporkan IRNA, Sheikh Naim Qassem Minggu (14/8/2022) di pesan Twitternya menulis, 40 tahun sudah Hizbullah menunjukkan perlawanannya yang telah bekerja sama dengan banyak kelompok perlawanan dan partai politik lainnya untuk proyek kebebasan dan kemerdekaan (Lebanon).

Muqawama Lebanon Juni lalu merayakan HUT ke-40 Hizbullah dan menggelar perayaan ini dengan tema "40 Musim Semi".

 

Peran dan pentingnya Letnan Jenderal Syahid Hajj Qassem Soleimani, Komandan Pasukan al-Quds Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) dalam Poros Perlawanan tidak tersembunyi dari siapa pun, baik itu teman atau musuh, dan kehadiran puluhan juta rakyat Iran dalam tasyi' jenazahnya menunjukkan peran dan posisinya yang sangat penting di mata masyarakat negara ini.

Kemenangan berulang Poros Perlawanan, baik dalam melawan rezim Zionis Israel maupun melawan gerakan dan kelompok-kelompok teroris takfiri yang tidak mungkin diraih oleh banyak negara dan pejabat politik dan militer, menunjukkan peran dan posisinya dalam persamaan militer dan politik di kawasan dan bahkan di dunia. Namun, seiring berjalannya waktu, aspek lain dari peran, karakter dan kemampuan pertahanan yang diprogramkan oleh Syahid Soleimani terungkap.

Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon Sayid Hassan Nasrullah adalah kawan seperjuangan Syahid Soleimani. Dalam film dokumenter berjudul "Dia bersama kami" menjelaskan aspek lain dari peran Syahid Soleimani dalam kemenangan bersejarah Hizbullah pada perang 33 hari melawan  rezim Zionis pada tahun 2006.

Dalam film dokumenter yang ditayangkan pada Sabtu (13/8/2022) malam di saluran 1 televisi Iran, Sayid Nasrullah menjelaskan faktor-faktor yang membuka jalan bagi kemenangan bersejarah Hizbullah Lebanon melawan militer Israel, yang gagal dicapai oleh militer negara-negara Arab baik sendiri atau dengan kerja sama di antara mereka.

Menurut Sayid Nasrullah, kemenangan Hizbullah merupakan hasil dari peran dan kecerdasan para pemimpin Poros Pelawanan dan pandangan ke depan dari perkembangan yang akan datang, yaitu pandangan yang dimulai enam tahun sebelum perang 33 hari dan setelah mundurnya militer rezim Zionis dari Lebanon selatan, yang sebelumnya menduduki daerah tersebut selama hampir dua dekade.

Pada saat itu, para pemimpin Poros Perlawanan, termasuk Syahid Soleimani, telah sampai pada kesimpulan bahwa rezim Zionis tidak akan mentolerir kekalahannya pada tahun 2000 dan akan menyerang dan menduduki Lebanon dalam skala besar pada waktu yang tepat.

 Letnan Jenderal Syahid Hajj Qassem Soleimani
Berdasarkan kesimpluan tersebut, Hizbullah membuat agenda untuk memperkuat dan melengkapi dirinya dengan segala jenis senjata pertahanan baru. Syahid Soleimani bertanggung jawab untuk itu.

Pada saat yang sama, Hizbullah sedang mempersiapkan rencana untuk membebaskan tahanan Lebanon dan Palestina yang mendekam di penjara rezim Zionis setelah penarikan sepihak pasukan rezim ini. Tidak  ada seorang pun atau pihak manapun kecuali Hizbullah yang memikirkan nasib para tahanan itu. Perang -33 hari memberikan kesempatan yang diperlukan bagi Hizbullah untuk membebaskan mereka.

Pembebasan para tahanan itu dan juga kemenangan pasukan Hizbullah dalam melawan militer rezim Zionis sama halnya dengan mencapai kemenangan politik baru. Selain itu, juga menjadi jembatan baru untuk persatuan dan solidaritas antara Hizbullah Lebanon dan rakyat Palestina dan gerakan-gerakan perlawanan Palestina.

Dengan persiapan sebelumnya yang dilakukan oleh para pemimpin Hizbullah Lebanon dan dengan bantuan Syahid Soleimani, mereka memiliki persiapan yang diperlukan dalam segala hal sebelum perang 33 hari, sehingga sebenarnya, rezim Zionis telah jatuh ke dalam perangkap Hizbullah dengan memasuki perang ini.

Selain mengalami kekalahan militer yang berat, rezim Zionis dan bahkan Amerika Serikat (AS) juga mengalami kegagalan besar di sektor intelijen. Sebab, pada masa itu, pemerintahan Bush tidak menyia-nyiakan bantuan apa pun kepada rezim Zionis, namun AS tidak mencapai hasil yang diinginkan, bahkan sebaliknya.

Kegagalan historis rezim Zionis tersebut tidak hanya menyebabkan terciptanya pencegahan baru dan menciptakan persamaan baru di kawasan, tetapi juga menyebabkan rezim ilegal ini bertindak lebih hati-hati terhadap Hizbullah. Contoh kehati-hatian itu adalah perilaku Israel di wilayah gas gabungan Karish sekarang ini. Rezim Zionis tidak berani untuk mengebor gas tersebut karena khawatir akan memicu perang baru seperti perang 33 hari.   

Israel memahami bahwa kemampuan Hizbullah lebih dari pada masa perang 33 hari lalu. Selain memiliki kemampuan yang meningkat di bidang rudal, Hizbullah juga mencapai kemampuan baru di sektor udara dan drone yang bisa dengan cepat melumpuhkan militer Israel.

Senin, 15 Agustus 2022 18:44

Jet Tempur Rezim Zionis Serang Suriah

 

Jet tempur rezim Zionis menyerang daerah Tartus yang terletak di wilayah barat daya Suriah.

Jet tempur rezim zionis melancarkan serangan rudal terhadap sejumlah sasaran di timur dan barat laut Suriah dengan melanggar wilayah udara Lebanon atau melalui Dataran Tinggi Golan yang didudukinya.

Pasukan penjaga perdamaian PBB yang ditempatkan di Lebanon telah berulang kali melaporkan bahwa rezim Zionis melanggar resolusi PBB dan kedaulatan wilayah udara Lebanon setiap hari.

Kantor berita resmi Suriah (SANA) melaporkan bahwa pertahanan udara Suriah menyerang target musuh di langit Tartus.

Menurut laporan, jet-jet tempur rezim Zionis menembakkan beberapa rudal ke arah Suriah dari wilayah udara Lebanon.

Belum ada rincian lebih lanjut yang dilaporkan mengenai serangan ini dan dampak yang ditimbulkannya.

Pada tanggal 2 Juli, rezim Zionis menargetkan beberapa peternakan unggas di sekitar kota Hamidiyah di selatan Tartus dengan beberapa roket dari atas Laut Mediterania di barat Tripoli.

Menurut laporan ini, dua warga sipil Suriah tewas dan seorang wanita terluka dalam serangan ini.

Rezim Zionis selalu menargetkan posisi dan infrastruktur tentara Suriah untuk mendukung teroris. Sejauh ini, tentara Suriah telah berulang kali menemukan pengiriman senjata dan amunisi yang dilakukan oleh tentara rezim Zionis untuk dari kelompok teroris yang berbasis di Suriah.

 

Gerakan Jihad Islam Palestina menilai gugurnya Mohammad al-Shaham di depan keluarganya sebagai contoh nyata dari sifat teroris rezim Zionis.

Militer rezim Zionis menembak seorang pemuda Palestina bernama Mohammed al-Shaham di Kafr al-Aqab, yang terletak di utara Al Quds yang tepat di bagian kepalanya hingga gugur.

Menurut laporan al-Ahed Senin (15/8/2022), Jihad Islam Palestina menyatakan, gugurnya Mohammad Ibrahim al-Shaham di tangan militer rezim Zionis telah membuktikan tingkat kejahatan rezim ilegal ini terhadap rakyat Palestina dan sifat teroris Tel Aviv.

Jihad Islam Palestina menyatakan, pembantaian dan penangkapan besar-besaran di berbagai kota dan desa Palestina pendudukan menunjukkan ketakutan mereka atas eskalasi operasi muqawama, khususnya setelah aksi heroik Quds.

Jihad Islam menegaskan, kejahatan mengerikan ini tidak akan berpengaruh pada tekad rakyat Pelestina untuk meraih kebebasan dari penjajahan dan keinginan mereka untuk melanjutkan jalan muqawama hingga pembebasan tanah air serta tempat suci mereka.

Lebih lanjut kubu muqawama ini optimis, darah warga tak berdosa adalah motivasi kuat untuk melawan tentara rezim Israel dan pemukim Zionis di Tepi Barat dan Quds pendudukan.

Militer Israel Senin pagi melancarkan operasi penangkapan luas di Tepi Barat dan Quds pendudukan, di mana sejumlah tahanan Palestina yang telah bebas dan aktivis Hamas termasuk di antara mereka yang ditangkap.

 

Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir-Abdollahian mengatakan, beberapa hari mendatang adalah hari-hari penting terkait kesepakatan nuklir, dan kami menunggu keputusan pihak Amerika terkait isu ketiga.

Perundingan pencabutan sanksi zalim dan ilegal terhadap Iran mengalami kemajuan berkat inisiatif tim juru runding Iran, tapi kelambanan pemerintah Joe Biden untuk mengompensasi langkah ilegal pemerintah Amerika sebelumnya dan berlanjutnya kampanye represi maksimum memunculkan keraguan terkait keseriusan negara ini untuk kembali ke JCPOA dan semakin berlarut-larutnya proses perundingan.

Republik Islam Iran sebagai negara yang bertanggung jawab berulang kali menyatakan, mengingat Amerika sebagai pihak yang melanggar kesepakatan JCPOA, maka Washington yang harus kembali ke kesepakatan ini dengan mencabut sanksi dan komitmen AS akan diverifikasi oleh Tehran.

Putaran terbaru negosiasi pencabutan sanksi zalim terhadap Iran kembali digelar di Wina Kamis (4/8/2022) dan dengan berakhirnya putaran perundingan ini, delegasi Iran kembali ke Tehran.

Sekaitan dengan ini, Menlu Iran, Hossein Amir-Abdollahian Senin (15/8/2022) di pertemuan hangat dengan para wartawan bidang kebijakan luar negeri, seraya mendengarkan masalah dan kekhawatiran para wartawan, juga memaparkan berita terkait perundingan pencabutan sanksi.

Menurut laporan Iran Press, Amir-Abdollahian mengatakan, keputusan pemerintah adalah tidak mengikat negosiasi Wina dengan kehidupan rakyat, jadi kami tidak ingin memberikan negara hitungan mundur tentang negosiasi.

"Di isu nasional, semua pandangan selaras dan baik sayap kanan maupun kiri mengejar kepentingan nasional, di mana hal ini telah memberi kami kekuatan di negosiasi," papar Abdollahian.

Menlu Iran terkait komposisi tim juru runding menjelaskan, "JCPOA adalah hasil dari upaya berbulan-bulan rekan-rekan kami di Departemen Luar Negeri, di mana hal ini dapat dijadikan dokumen pengaduan mendasar, tapi yang berkaitan dengan kami adalah verifikasi dan ini harus dilakukan."

Kepala diplomasi Iran ini menambahkan, mungkin ada masalah dalam negosiasi, jadi kesepakatan yang dicapai adalah hasil kesepakatan tujuh negara, dan dalam teks kami, mungkin ada beberapa kekurangan di dalamnya.

"Jika garis merah kami ditentukan, kami tidak memiliki masalah mencapai kesepakatan; Salah satu alasan berlarut-larutnya negosiasi adalah karena kami tidak ingin melewati batas garis merah," ujar Amir-Abdollahian.

Menlu Iran menjelaskan, pihak Amerika secara lisan menyetujui dua isu Iran, kami menunggu isu ketiga dan hingga pukul 24:00 malam ini, kami akan mengirim usulan kami secara tertulis.

 

Salman Rushdie, penulis buku anti-Islam yang menghujat, telah diserang di atas panggung dalam sebuah acara di New York, menurut media AS.
Kondisi Rushdie tidak segera diketahui, tetapi rekaman video dari insiden itu menunjukkan orang-orang bergegas membantunya setelah dia diserang di acara di Kabupaten Chautauqua.

Seorang pria bergegas ke panggung di Chautauqua Institution dan menyerang Rushdie saat dia diperkenalkan, seorang saksi mengatakan kepada Reuters, menambahkan penyerang kemudian ditahan.

Polisi mengatakan Rushdie menderita luka tusukan di lehernya dan diangkut dengan helikopter ke rumah sakit.

Orang yang mewawancarai Rushdie juga mengalami cedera kepala ringan, kata polisi negara bagian itu.

Rita Landman, seorang ahli endokrin yang hadir di antara penonton, mengatakan bahwa Rushdie memiliki beberapa luka tusukan, termasuk satu di sisi kanan lehernya, dan ada genangan darah di bawah tubuhnya, New York Times melaporkan.

"Orang-orang berkata, 'Dia memiliki denyut nadi, dia memiliki denyut nadi, dia memiliki denyut nadi,'" kata Landman.

Bill Vasu, 72, yang menghadiri acara tersebut, mengatakan dia melihat pria itu bergegas ke Rushdie dan mulai menyerangnya. "Saya hanya bisa melihat tinjunya seperti memukul Salman," katanya.

“Hanya ada satu penyerang,” kata Elisabeth Healey, 75, yang berada di antara penonton. “Dia berpakaian serba hitam. Dia mengenakan pakaian hitam longgar. Dia berlari dengan kecepatan kilat ke arahnya.”

Beberapa saksi mengatakan penyerang dapat mencapai Rushdie dengan mudah, berlari di atas panggung dan mendekatinya dari belakang.

Roger Warner, yang sedang duduk di barisan depan di amfiteater, mengatakan dia melihat seorang pria jangkung dan ramping melompat ke atas panggung dari sisi kiri dan mulai menyerang Salman Rushdie.

Dia mengira pria itu telah meninju wajah Rushdie tiga atau empat kali. Kemudian dia melihat darah. "Dia berlumuran darah dan ada darah mengalir ke lantai," kata Warner. "Saya baru saja melihat darah di sekitar matanya dan mengalir di pipinya."

Rushdie adalah penulis "The Satanic Verses", sebuah novel penghujatan tentang Islam yang diterbitkan pada tahun 1988 yang memicu kemarahan umat Islam di seluruh dunia.

Menyusul penerbitan buku tersebut, Imam Khomeini, pendiri Republik Islam, mengeluarkan fatwa yang menyerukan kematian