کمالوندی

کمالوندی

 

Umat Islam dan masyarakat penuntut kebebasan dunia akan menyuarakan penentangan terhadap Kesepakatan Abad dengan berpartisipasi dalam aksi dan Pawai al-Quds yang diselenggarakan setiap akhir Jumat pada bulan suci Ramadhan.

Bapak Pendiri Republik Islam Iran, Imam Khomeini ra menetapkan hari Jumat terakhir setiap bulan Ramadhan sebagai Hari Quds Sedunia. Peringatan Hari Quds tahun ini akan jatuh pada 22 Mei 2020 bertepatan dengan 28 Ramadhan 1441 H.

Namun karena penyebaran virus Corona, COVID-19, Pawai Akbar Hari Quds Sedunia kemungkinan tidak akan digelar dan aksi itu akan digantikan dengan aksi-aksi lain yang menyuarakan kemerdekaan Palestina dan al-Quds.

Aksi memperingati Hari Quds Sedunia akan terfokus pada penentangan dan penolakan Kesepakatan Abad yang diprakarsai oleh Amerika Serikat.

Presiden AS Donald Trump mengumumkan prakarsa Kesepakatan Abad pada 28 Januari 2020. Prakarsa ini mendapat reaksi keras dari dalam negeri Amerika dan dunia internasional. Prakarsa ini diklaim untuk memajukan proses perdamaian antara Palestina dan Israel.

Kesepakatan Abad dianggap tidak sejalan dengan perdamaian. Butir-butir dan waktu pengumuman prakarsa tersebut juga telah memicu kekhawatiran. Kesepakatan Abad bukanlah upaya serius dan itikad baik untuk membawa perdamaian dan rencana ini justru akan membuka jalan permanen bagi Israel untuk menduduki Tepi Barat.

Sejak berkuasa, Trump mengambil langkah-langkah kontroversial untuk kepentingan rezim Zionis, di mana tidak satu pun dari pendahulunya berani membuat keputusan seperti itu.

Trump dalam sebuah keputusan kontroversial mengakui Quds sebagai ibukota rezim Zionis, mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan Suriah, menghentikan bantuan keuangan untuk UNRWA, mengusir dubes Palestina dari Washington, keluar dari UNESCO dan Dewan HAM PBB, dan pada akhirnya merestui rencana Netanyahu mencaplok Tepi Barat.

Puncak dukungan penuh Trump kepada Israel ditandai dengan pengumuman prakarsa Kesepakatan Abad. Prakarsa ini bertujuan untuk menjamin kepentingan Israel, memberikan pelayanan istimewa kepada rezim Zionis, dan memaksa Palestina menerima sebuah negara kecil dengan imbalan mendapatkan bantuan dana 50 miliar dolar.

Dengan langkah ini, Trump ingin meraih dukungan warga Yahudi Amerika dalam pilpres mendatang dan membuka jalan bagi normalisasi hubungan Israel dan negara-negara Arab sekutu Amerika, seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Oman. Dia juga berniat menghancurkan kelompok perlawanan di Asia Barat dengan cara menghapus isu Palestina.

Berdasarkan Kesepakatan Abad, al-Quds akan diserahkan kepada rezim Zionis, pengungsi Palestina di luar negeri tidak berhak kembali ke tanah airnya, dan Palestina hanya terdiri dari wilayah yang tersisa di Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Kesepakatan Abad merupakan prakarsa pemerintah AS untuk menghapus hak-hak rakyat Palestina. Prakarsa ini dibuat melalui kerja sama dengan sejumlah negara Arab seperti Arab Saudi, Bahrain dan Uni Emirat Arab.

Dalam kerangka Kesepakatan Abad, Trump pada 6 Desember 2017 mengumumkan al-Quds pendudukan sebagai ibu kota rezim Zionis. AS kemudian memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke al-Quds pada Senin, 14 Mei 2018. Al-Quds diduduki rezim Zionis sejak tahun 1967.

Kesepakatan Abad ini ditentang keras oleh seluruh faksi Palestina termasuk pemerintah Otorita Ramallah, kelompok-kelompok pejuang, dan rakyat Palestina, serta banyak negara-negara Arab dan Muslim, dan juga anggota Kelompok Kuartet Perdamaian Timur Tengah.

Paul Larudee, tokoh utama Gerakan Solidaritas Internasional Anti Zionis, menilai Kesepakatan Abad sebagai ancaman berbahaya bagi eksistensi Palestina dan mengatakan AS di masa depan akan merampas wilayah Muslim lainnya untuk diserahkan kepada rezim Zionis. 

 

Kata Nakba mengingatkan dua kenangan yang sangat getir dalam memori publik Palestina. Pertama, pembentukan rezim Zionis Israel pada tahun 1948 dan kedua, pengusiran lebih dari 800.000 orang Palestina dari tanah airnya, dan saat ini jumlah pengungsi Palestina telah mencapai sekitar enam juta orang.

Hari Nakba tidak hanya merupakan simbol malapetaka yang terjadi tahun 1948 di Palestina, tetapi juga mencerminkan penderitaan yang dipikul oleh bangsa ini selama beberapa dekade terakhir.

Pada dasarnya, Hari Nakba adalah narasi dari sebuah tragedi kemanusiaan yang telah menghancurkan sebagian besar pondasi politik, ekonomi, budaya, dan hak-hak rakyat Palestina demi membuka jalan bagi munculnya sebuah rezim ilegal.

Di antara tindakan Israel sejak 1948 adalah penghancuran lebih dari 675 kota dan desa, perampasan tanah Palestina, pembangunan distrik-distrik Zionis, pengusiran penduduk Palestina, penghancuran warisan dan identitas nasional Palestina, dan penggantian nama-nama Arab dengan Ibrani.

Hari Nakba juga menyimpan kisah tentang puluhan kasus pembantaian massal dan kejahatan brutal rezim Zionis terhadap ribuan wanita, pria, dan anak-anak Palestina, seperti pembantaian yang dilakukan Israel di Kafr Qasim dan Deir Yassin.

Pada 29 April 1956, sebanyak 48 warga Palestina, termasuk enam wanita dan 23 anak-anak di desa Kafr Qasim, Tepi Barat, gugur syahid karena tanpa sebab diberondong oleh tentara Zionis.

Sebelum ini pada 9 April 1948, dua organisasi teroris Zionis (Irgun dan Lehi) menyerang desa Deir Yassin di barat Quds dan membunuh 360 warga sipil Palestina.

Tentu saja, kejahatan Israel dan perampasan tanah Palestina tidak pernah berhenti sejak pembentukan rezim ilegal ini sampai sekarang, dan contoh terbaru dari kejahatan dan penjajahan ini adalah pembantaian warga Palestina di Gaza dengan lampu hijau AS.

Surat kabar al-Quds al-Arabi cetakan London menyebut pembukaan Kedutaan AS di Quds sebagai malapetaka baru bagi bangsa Palestina, keadilan, dan legitimasi internasional. Israel – sebagai kekuatan pendudukan dan dengan dukungan AS – terus menindas orang-orang Palestina.

Di sini, kebijakan provokatif Amerika, terutama keputusan Donald Trump memindahkan Kedutaan AS ke Quds, memuat pesan bahwa rakyat Palestina akan terus merasakan petaka akibat dari kebijakan imperialis AS dan Israel. Dampak dari kebijakan dan konspirasi seperti ini adalah pembantaian lebih lanjut orang-orang Palestina.

Transformasi Palestina pada peringatan Hari Malapetaka menunjukkan bahwa penindasan rakyat Palestina oleh Israel dan pendukung Baratnya, bukannya tidak berakhir, tapi malah semakin mengganas dari waktu ke waktu. Kesepakatan Abad yang diumumkan Presiden AS Donald Trump juga telah membuka peluang bagi Israel untuk meningkatkan kejahatannya di Palestina.

Trump mengumumkan prakarsa Kesepakatan Abad pada 28 Januari 2020. Prakarsa ini mendapat reaksi keras dari dalam negeri Amerika dan dunia internasional. Prakarsa ini diklaim untuk memajukan proses perdamaian antara Palestina dan Israel.

Kesepakatan Abad dianggap tidak sejalan dengan perdamaian. Butir-butir dan waktu pengumuman prakarsa tersebut juga telah memicu kekhawatiran. Kesepakatan Abad bukanlah upaya serius dan itikad baik untuk membawa perdamaian dan rencana ini justru akan membuka jalan permanen bagi Israel untuk menduduki Tepi Barat.

Sejak berkuasa, Trump mengambil langkah-langkah kontroversial untuk kepentingan rezim Zionis, di mana tidak satu pun dari pendahulunya berani membuat keputusan seperti itu.

Trump dalam sebuah keputusan kontroversial mengakui Quds sebagai ibukota rezim Zionis, mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan Suriah, menghentikan bantuan keuangan untuk UNRWA, mengusir dubes Palestina dari Washington, keluar dari UNESCO dan Dewan HAM PBB, dan pada akhirnya merestui rencana Netanyahu mencaplok Tepi Barat.

Puncak dukungan penuh Trump kepada Israel ditandai dengan pengumuman prakarsa Kesepakatan Abad. Prakarsa ini bertujuan untuk menjamin kepentingan Israel, memberikan pelayanan istimewa kepada rezim Zionis, dan memaksa Palestina menerima sebuah negara kecil dengan imbalan mendapatkan bantuan dana 50 miliar dolar.

Dengan langkah ini, Trump ingin meraih dukungan warga Yahudi Amerika dalam pilpres mendatang dan membuka jalan bagi normalisasi hubungan Israel dan negara-negara Arab sekutu Amerika, seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Oman. Dia juga berniat menghancurkan kelompok perlawanan di Asia Barat dengan cara menghapus isu Palestina.

Berdasarkan Kesepakatan Abad, al-Quds akan diserahkan kepada rezim Zionis, pengungsi Palestina di luar negeri tidak berhak kembali ke tanah airnya, dan Palestina hanya terdiri dari wilayah yang tersisa di Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Kesepakatan Abad merupakan prakarsa pemerintah AS untuk menghapus hak-hak rakyat Palestina. Prakarsa ini dibuat melalui kerja sama dengan sejumlah negara Arab seperti Arab Saudi, Bahrain dan Uni Emirat Arab.

Dalam kerangka Kesepakatan Abad, Trump pada 6 Desember 2017 mengumumkan al-Quds pendudukan sebagai ibu kota rezim Zionis. AS kemudian memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke al-Quds pada Senin, 14 Mei 2018. Al-Quds diduduki rezim Zionis sejak tahun 1967.

Kesepakatan Abad ini ditentang keras oleh seluruh faksi Palestina termasuk pemerintah Otorita Ramallah, kelompok-kelompok pejuang, dan rakyat Palestina, serta banyak negara-negara Arab dan Muslim, dan juga anggota Kelompok Kuartet Perdamaian Timur Tengah.

Paul Larudee, tokoh utama Gerakan Solidaritas Internasional Anti Zionis, menilai Kesepakatan Abad sebagai ancaman berbahaya bagi eksistensi Palestina dan mengatakan AS di masa depan akan merampas wilayah Muslim lainnya untuk diserahkan kepada rezim Zionis.

 

Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh mengatakan kelompok perlawanan harus dibiarkan beroperasi untuk melawan rencana rezim Zionis menganeksasi sebagian besar wilayah Tepi Barat, Palestina.

Haniyeh dalam sebuah pernyataan Rabu (13/5/2020) malam, menekankan pentingnya persatuan untuk melawan rencana aneksasi daerah-daerah di Palestina dan imperialisme rezim Zionis.

"Bangsa Palestina tidak dapat menyerahkan tanah dan cita-cita mereka," tegasnya.

Hamas, lanjutnya, mendukung setiap langkah serius dan nyata oleh rakyat Palestina untuk melawan prakarsa rezim Zionis.

Pada kesempatan itu, Haniyeh menjelaskan alasan Hamas membatalkan kehadirannya dalam seminar para pemimpin Palestina yang akan digelar Sabtu depan di kota Ramallah.

"Pertemuan-pertemuan yang dipimpin oleh Otorita Ramallah tidak akan berguna, karena tidak memiliki rencana nyata untuk mendukung isu Palestina," ujarnya.

Haniyeh mengingatkan bahwa pertemuan apapun tidak akan bermanfaat di bawah bayang-bayang penjajahan. "Kami mendesak Otorita Ramallah mengakhiri kerja sama keamanan dengan rezim Zionis dan membiarkan kelompok perlawanan beroperasi di Tepi Barat," tandasnya.

Para pejabat Israel sepakat bahwa rencana aneksasi daerah-daerah di Tepi Barat ke dalam wilayah pendudukan akan dilaksanakan pada Juli mendatang. 

 

Sekjen Hizbullah Lebanon, Sayid Hassan Nasrallah mengatakan rezim Zionis Israel telah mengobarkan perang ilusi untuk melawan Iran di Suriah.

Hal itu disampaikan dalam pidato untuk memperingati empat tahun gugurnya komandan senior Hizbullah, Mustafa Bedreddine di Suriah. Demikian dikutip IRNA, Rabu (13/5/2020).

"Suriah telah muncul sebagai pemenang dalam perang global ini dan sebagai hasilnya, kekuatan hegemonik terus melakukan tekanan politik, perang psikologis, dan menjatuhkan sanksi pada Suriah setelah kemenangan militer," ujar Nasrallah.

Dia menolak klaim yang menyebut Rusia dan Iran mulai terlibat konflik di Suriah, dan menandaskan ini adalah bagian dari perang psikologis melawan Suriah dan sekutunya. "Apa yang diinginkan Iran adalah mendukung dan mempertahankan Suriah, tidak ingin berbenturan dengan pihak mana pun," tambahnya.


Iran, lanjutnya, ingin mempertahankan identitas Suriah dan menjaga kemerdekaan negara itu agar tidak jatuh ke tangan Amerika dan Israel. Oleh karena itu, Iran sama sekali tidak mencampuri urusan Suriah.

Menurut sekjen Hizbullah, Israel mengkhawatirkan perkembangan di Suriah, karena para pejabat Tel Aviv percaya bahwa Suriah merupakan ancaman bagi rezim Zionis. Oleh sebab itu, Israel memulai petualangan yang gegabah di Suriah.

"Suriah telah menjadi hambatan besar untuk melaksanakan prakarsa Amerika-Israel-Saudi, yang bertujuan menguasai kawasan," tandasnya.

Nasrallah menjelaskan bahwa Suriah telah terbebas dari pemecahan dan konspirasi yang menelan biaya besar serta melibatkan peralatan militer dan puluhan ribu petempur.

"Suriah mencapai kemenangan berkat perlawanan dan keteguhan pemimpin, militer, dan rakyat serta dukungan sekutunya," pungkasnya. 

 

Sumber media rezim Zionis Israel mengatakan, penggabungan sebagian Tepi Barat ke wilayah pendudukan, bukan prioritas kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika ke Tel Aviv, tapi ancaman Iran terhadap rezim Zionis Israel yang menjadi tema utama lawatan tersebut.

Fars News (14/5/2020) melaporkan, pertanyaan seputar maksud kunjungan sehari Menlu Amerika Mike Pompeo ke wilayah pendudukan sampai sekarang masih hangat dibicarakan, dan berbagai pihak menyampaikan pandangan yang berbeda-beda.

Barak Ravid salah seorang jurnalis Kanal 13 televisi Israel di akun Twitternya mengutip statemen sejumlah pejabat Amerika menulis, kita harus menghapus bayangan bahwa kita harus mengelilingi dunia terlebih dahulu sebelum berbicara soal penggabungan Tepi Barat. Zionis punya pemerintahan yang punya segudang masalah. Sepertinya akan memakan waktu lama sampai pada kesimpulan dalam hal ini.

Pejabat-pejabat Amerika yang tidak disebutkan identitasnya itu menjelaskan bahwa penggabungan sebagian Tepi Barat bukan prioritas negosiasi Pompeo dengan Tel Aviv.

Menurut Barak Ravid, Amerika memiliki prioritas-prioritas yang lebih besar. Permulaannya adalah ancaman Iran. Ancaman ini benar-benar mengalami peningkatan, dan beberapa front sedang meningkat, Iran terus melanjukan kemajuannya di bidang nuklir.

 

Mantan duta besar Irak untuk Qatar meyakini bahwa sejarah penjajahan dan peperangan rezim Zionis Israel, dan Amerika Serikat menyebabkan banyak kesamaan di antara keduanya, namun Iran dan Cina dengan rekam jejak gemilang akan segera mengakhiri hegemoni kedua rezim itu.

Fars News (14/5/2020) melaporkan, Dr. Jawad Al Hindawi dalam artikelnya di surat kabar online Rai Al Youm menulis, perbedaan tradisi, warisan sejarah, budaya, dan sosial setiap bangsa menyebabkan perbedaan dalam perilaku politik pribadi, sosial, dan pemerintahan.

Ia menambahkan, Cina sebagai sebuah masyarakat, berbeda dengan Amerika, sebagai sebuah masyarakat, dan perbedaan ini sangat substansial dalam perilaku sosial, politik, bahkan dalam penerapan hukum.

Menurut Jawad Al Hindawi, Amerika dan Israel dari sisi warisan penjajahan dan pendudukan, memiliki kesamaan, dan koalisi Amerika-Israel berlandaskan pada prinsip pengusiran bangsa-bangsa, dan hal ini membuat perilaku politik keduanya mirip.

"Cina berhasil menyaingi Amerika, dan di bidang ekonomi mendahului Washington. Beijing berhasil mengungguli Washington dalam pertumbuhan ekonomi, berbeda dengan Amerika, pengaruh internasional Cina masuk lewat sektor ekonomi, pembangunan dan kerja sama bangsa-bangsa, tapi Amerika menancapkan pengaruhnya dengan menyingkirkan diplomasi, menerapkan embargo dan kebijakan ancaman," paparnya.

Al Hindawi menegaskan, Iran mengikuti jejak Cina untuk mempertahankan pengaruhnya di Timur Tengah, dan untuk meraih tujuannya, Iran menerapkan kebijakan "kesabaran strategis dan perlawanan", perlawanan menghadapi sanksi, intervensi dan terorisme di kawasan. 

 

Surat kabar Suriah, Al Watan mengabarkan pengiriman peralatan militer pasukan pemerintah Suriah ke utara Aleppo, menyebabkan satu divisi militer Prancis yang tergabung dalam koalisi internasional, keluar dari wilayah itu.

Fars News (14/5/2020) melaporkan, militer Suriah mengirim peralatan perang baru ke markas mereka di timur laut Provinsi Aleppo, dan jalur internasional Aleppo-Hasakah.

Koran Al Watan menulis, pengiriman peralatan militer Suriah ke utara Aleppo ini menyebabkan sebuah divisi militer Prancis yang tergabung dalam koalisi internasional pimpinan Amerika Serikat meninggalkan wilayah tersebut.

Salah seorang pengamat politik Arab, Juma Al Issa sehubungan dengan hal ini mengatakan, markas-markas terpenting yang diperkuat dengan pengiriman peralatan militer ini, berada di sebuah wilayah yang menghubungkan kota Manbij dengan Sungai Eufrat.

Menurut Al Issa, pengiriman peralatan militer Suriah ini tampaknya dilakukan untuk mengokohkan markas pasukan, dan kecil kemungkinan pada tahap ini pasukan Suriah akan melancarkan operasi militer.

"Sebuah divisi militer Prancis di dekat Rif Ayn Al Arab, namun setelah pasukan Suriah mendekati wilayah ini, mereka mengubah posisi mereka ke utara jalur internasional Aleppo-Hasakah," pungkasnya.

 

Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon, Sayid Hassan Nasrullah mengkritik posisi AS bersama Israel, dan membela sikap Republik Islam Iran dalam masalah krisis Suriah.

Krisis Suriah meletus pada Maret 2011 dan saat ini memasuki 10 tahun. Hingga kini sebagian kecil wilayah Suriah masih diduduki oleh kelompok-kelompok teroris yang didukung oleh pasukan asing. Selama ini, Amerika Serikat dan rezim Zionis menjadi dua aktor utama yang berupaya menjatuhkan pemerintahan yang sah di Suriah. Washington dan Tel Aviv mengerahkan segala cara untuk menggulingkan pemerintahan Bashar Assad selama sembilan tahun terakhir, tetapi upayanya kandas, terutama karena dukungan Republik Islam Iran dan Hizbullah Lebanon, selain dukungan Rusia terhadap Damaskus.

Selama dua tahun terakhir, Amerika Serikat dan rezim Zionis berupaya melemahkan pemerintah Suriah dengan memprovokasi terbentuknya pemerintahan sektarian di wilayah utara negara itu, menjarah sumber daya minyaknya dan mempertahankan pengaruh ilegalnya di sana. Washington dan Tel Aviv berusaha melancarkan serangan terhadap Suriah dengan dalih melemahkan pengaruh kehadiran Iran dengan tujuan memancing opini publik di Suriah terhadap Tehran.

Republik Islam Iran sejak awal menyatakan kehadirannya di Suriah atas permintaan pemerintah Damaskus dalam memerangi terorisme. Presiden Suriah Bashar al-Assad menekankan. "Sejak awal, kami meminta Iran dan Rusia untuk datang ke Suriah, karena kami membutuhkan bantuan negara-negara ini, dan Iran menanggapi permintaan kami dengan positif." 

Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon Sayid Hassan Nasrullah mengkritik sikap AS dan Israel di Suriah dan membela pendekatan Republik Islam Iran. Menurut Nasrullah, Amerika Serikat dan Israel di satu sisi sedang berusaha untuk mendominasi Suriah, dan di sisi lain, rezim Zionis menyerang negara ini dengan dalih menghalau kehadiran Iran di Suriah, dengan memasuki "perang khayalan" terhadap Tehran, yang akan menjadi petualangan tak terukur bagi Tel Aviv.

Petualangan Israel dan intervensi Amerika Serikat datang pada saat Republik Islam Iran dan poros perlawanan menekankan keutuhan teritorial, kemerdekaan, dan identitas Suriah. Sayid Nasrullah juga menyatakan bahwa tujuan Iran demi menjaga identitas Suriah dan melindungi kemerdekaannya supaya tidak jatuh ke tangan Amerika Serikat dan rezim Israel.

Poin lain yang disinggung Nasrullah mengenai tidak adanya perbedaan serius antara posisi Rusia dan Iran di Suriah, karena kedua negara tidak bersaing untuk menginfiltrasi Suriah. Dia juga membantah keras bahwa Iran bersaing dengan negara lain untuk mendapatkan pengaruhnya di Suriah.

Sekjen Hizbullah Lebanon memandang Amerika Serikat dan Israel marah menyikapi peran front perlawanan yang dipimpin Republik Islam Iran di Suriah yang berhasil menangkal konspirasi arogan mereka. Oleh karena itu, dengan dalih kehadiran Iran, mereka melancarkan serangan terhadap Suriah demi menekan Damaskus dan Tehran supaya mengurangi kerja sama militer dan keamanannya. Tapi target tersebut tidak akan tercapai, sebagaimana kegagalan kudeta terhadap pemerintahan yang sah di Suriah.

 

Ratusan warga Palestina di kota al-Quds pendudukan menggelar aksi demo menentang kebijakan eksekusi lapangan rezim Zionis Israel.

Mustafa Younis, pemuda Palestina hari Rabu (13/05) dilaporkan gugur syahid di pintu masuk Rumah Sakit Tel HaShomer dekat Tel Aviv oleh satpam rumah sakit tersebut.

Menurut laporan televisi al-Mayadeen Jumat (15/05/2020), para demonstran Palestina di aksinya mengutuk berlanjutnya kejahatan Israel di bumi pendudukan.

Di sisi lain, para pemukim Zionis sampai saat ini berulang kali menyerang warga Palestina di berbagai wilayah pendudukan. Pemukim Zionis ini memukuli warga Palestina atau menembak mati warga tertindas ini.

Sementara itu, militer Zionis selama beberapa hari lalu juga dilaporkan menembak mati dua pemuda Palestina di barat daya kota al-Khalil, di Tepi Barat Sungai Jordan. 

 

Warga Palestina menggelar konsentrasi di kota Nablus, utara Tepi Barat Sungai Jordan memprotes kunjungan Menlu AS Mike Pomepo ke bumi pendudukan Palestina.

Pompeo Rabu (13/05/2020) di kunjungannya ke Israel bertemu dan berunding dengan PM Benjamin Netnayahu.

Menurut laporan IRIB, warga Palestina hari Kamis (15/05/2020) berdemo di Nablus memprotes kunjungan Pompeo dan menekankan penentangan mereka terhadap rencana AS-Zionis kesepakatan abad dan pendekatan pemerintah Washington terhadap bangsa Palestina.

Para demonstran menilai kunjungan Pompeo sebagai bentuk dukungan atas rencana Israel menganeksasi sebagian wilayah Tepi Barat dan mereka meneriakkan yel-yel anti kebijakan AS yang pro Israel.

Rezim Zionis Israel berencana menganeksasi sebagian wilayah Tepi Barat dan menggabungkannya ke wilayah bumi pendudukan. 

Alquran

Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an dan Pemerintahan yang Berorientasi Keadilan
Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an dan Pemerintahan yang Berorientasi Keadilan
Terwujudnya cita-cita keadilan telah menjadi salah satu keinginan terpenting semua manusia reformis dan orang-orang merdeka dalam sejarah (termasuk para nabi). Revolusi Islam Iran juga dilakukan…

Nahjolbalaghe

Imam Ali dan Hak Asasi Manusia dalam Nahjul Balâghah, Tinjauan Tafsir Al-Qurân
Imam Ali dan Hak Asasi Manusia dalam Nahjul Balâghah, Tinjauan Tafsir Al-Qurân
Naskah pengantar pada seminar Internasional “imam ali dan hak asasi manusia Dalam Nahjul Balagah”, Citywalk 5th floor. Jakarta 30 Juni 2009, IMAM ALI DAN HAK…