
کمالوندی
Iran akan Respon Tegas Jika Trump Putuskan Aksi Militer
Duta Besar Iran untuk Rusia, Kazem Jalali mengatakan pemenuhan kebutuhan pertahanan merupakan hak sah Republik Islam dan kami menerima tawaran dari beberapa negara terkait pemenuhan peralatan militer setelah embargo senjata dicabut.
Jalali dalam wawancara dengan kantor berita RIA Novosti Rusia, Rabu (13/5/2020), mengingatkan bahwa embargo senjata Dewan Keamanan PBB terhadap Iran akan berakhir pada Oktober 2020.
"AS ingin menggunakan mekanisme snapback dalam perjanjian nuklir JCPOA untuk memperpanjang embargo senjata Iran, namun para pejabat Washington lupa bahwa mereka telah keluar dari JCPOA dan mereka tidak bisa lagi memanfaatkan mekanisme ini," tegasnya.
Amerika, lanjutnya, baru menyadari kesalahannya setelah dua tahun meninggalkan JCPOA dan mereka hanya mengejar kepentingan unilateralnya.
Menurut Jalali, semua persoalan saat ini muncul karena pelanggaran JCPOA dan resolusi 2231 Dewan Keamanan oleh Washington.
Dia menandaskan Iran akan memberikan respon tegas jika agenda perpanjangan embargo senjata dibawa ke Dewan Keamanan. "Kami punya banyak opsi untuk menanggapi manuver ini," ujarnya.
Di bagian lain, Jalali menuturkan Iran akan memberikan respon tegas terhadap setiap petualangan militer yang mungkin dilakukan oleh Presiden Donald Trump, setelah ia memveto resolusi Kongres AS yang mencabut wewenangnya untuk mengambil aksi militer sepihak terhadap Iran.
"Republik Islam selalu mengejar solusi damai dan sah. Sejarah mencatat Iran tidak pernah memulai perang dalam satu dekade terakhir dan hanya membela dirinya," pungkasnya.
AS dan Beberapa Raja Arab Dinilai Ikut Menciptakan Hari Nakbah
Sekretariat Konferensi Internasional untuk Mendukung Intifada Palestina di Parlemen Iran, dalam sebuah statemen menyatakan Kesepakatan Abad adalah penegasan atas keterlibatan AS dan beberapa negara Arab dalam kejahatan Israel selama 72 tahun dan kelahiran Hari Nakbah.
Pernyataan itu dikeluarkan menjelang peringatan Hari Nakbah (Hari Bencana) yang dilakukan setiap tahun pada tanggal 15 Mei.
"Pada 15 Mei 1948, Inggris demi mempertahankan kepentingan imperialismenya dan memiliki pengaruh permanen di wilayah Asia Barat, mencapai sebuah kesepakatan dengan Zionisme internasional untuk migrasi Yahudi ke Palestina dan pembentukan negara Zionis," kata Sekretariat Konferensi Internasional untuk Mendukung Intifada Palestina pada hari Rabu (13/5/2020).
"Pada Hari Nakbah, fasisme Zionis dengan dukungan Inggris dan Amerika Serikat, secara brutal membunuh 15.000 wanita, anak-anak, dan pemuda Palestina serta mengusir ratusan ribu orang lainnya, untuk mendirikan sebuah rezim teroris, pembunuh anak-anak, rasis, anti-kemanusiaan, dan pelanggar hak asasi manusia," tegas pernyataan tersebut.
Sekretariat Konferensi Internasional untuk Mendukung Intifada Palestina menekankan bahwa tanda-tanda pelemahan kekuatan AS dan penarikan pasukan asing dari kawasan sudah terlihat, dan rezim Israel tidak punya tempat untuk masa depan wilayah ini.
"Keinginan beberapa negara Arab untuk menormalisasi hubungan dengan rezim Zionis, tidak akan merusak tekad bangsa Palestina untuk membebaskan tanah airnya dan kembali ke rumah-rumah mereka," tandasnya.
Sekretariat Konferensi Internasional untuk Mendukung Intifada Palestina mencatat bahwa prakarsa usulan AS, Kesepakatan Abad telah membuat gerakan perlawanan semakin yakin akan kemenangan.
"Palestina akan segera dibebaskan dan rakyat Palestina akan segera kembali ke tanah air dan rumah-rumah mereka," kata pernyataan tersebut.
Trump Berusaha Copot Mike Pompeo
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mendorong Menlu Mike Pompeo untuk mengundurkan diri dari jabatannya dan mencalonkan diri di pemilu Senat.
Seperti dilaporkan Koran Washington Post, Donald Trump selama dua pekan lalu ingin mempertahankan kursi kubu Republik di Senat dengan mendorong Mike Pompeo mengundurkan diri dari posisinya.
Desakan Trump untuk memindahkan Pompeo ke Senat terjadi di saat sejumlah prediksi menunjukkan bahwa kubu Republik di pemilu akan kehilangan suara mayoritas dan keunggulannya di Senat.
Di kondisi ini sangat penting bagi kubu Republik untuk meraih satu kursi di Senat dari negara bagian Kansas.
Seiring dengan kian dekatnya pemilu Senat AS pada musim gugur 2020, Trump secara teratur menerima laporan dari Mitch McConnell, pemimpin mayoritas Senat dan seluruh penasihat politik terkait semakin buruknya prospek politik kubu Republik di Senat.
Partai Republik saat ini memiliki 53 kursi di Senat, sementara Demokrat memiliki 47 kursi.
Kubu Republik meyakini jika Mike Pompeo berpartisipasi di pemilu Senat Kansas mewakili mereka, maka dipastikan akan meraih kemenangan.
Sementara itu, Pompeo menolak permintaan Trump untuk berpartisipasi di pemilu Senat dan mengatakan tidak akan berpartisipasi di pemilu tersebut.
Kabinet Trump senantiasa menghadapi pencopotan atau pengunduran diri anggotanya. Sebelumnya John Bolton, penasihat keamanan Trump juga dicopot dari jabatannya.
Trump Berusaha Copot Mike Pompeo
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mendorong Menlu Mike Pompeo untuk mengundurkan diri dari jabatannya dan mencalonkan diri di pemilu Senat.
Seperti dilaporkan Koran Washington Post, Donald Trump selama dua pekan lalu ingin mempertahankan kursi kubu Republik di Senat dengan mendorong Mike Pompeo mengundurkan diri dari posisinya.
Desakan Trump untuk memindahkan Pompeo ke Senat terjadi di saat sejumlah prediksi menunjukkan bahwa kubu Republik di pemilu akan kehilangan suara mayoritas dan keunggulannya di Senat.
Di kondisi ini sangat penting bagi kubu Republik untuk meraih satu kursi di Senat dari negara bagian Kansas.
Seiring dengan kian dekatnya pemilu Senat AS pada musim gugur 2020, Trump secara teratur menerima laporan dari Mitch McConnell, pemimpin mayoritas Senat dan seluruh penasihat politik terkait semakin buruknya prospek politik kubu Republik di Senat.
Partai Republik saat ini memiliki 53 kursi di Senat, sementara Demokrat memiliki 47 kursi.
Kubu Republik meyakini jika Mike Pompeo berpartisipasi di pemilu Senat Kansas mewakili mereka, maka dipastikan akan meraih kemenangan.
Sementara itu, Pompeo menolak permintaan Trump untuk berpartisipasi di pemilu Senat dan mengatakan tidak akan berpartisipasi di pemilu tersebut.
Kabinet Trump senantiasa menghadapi pencopotan atau pengunduran diri anggotanya. Sebelumnya John Bolton, penasihat keamanan Trump juga dicopot dari jabatannya.
Cina: AS tidak dapat Memperpanjang Embargo Senjata terhadap Iran
Perwakilan tetap Cina di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kamis (14/05/2020) menekankan, Amerika tidak dapat memperpanjang sanksi senjata Dewan Keamanan PBB terhadap Iran.
Menurut laporan FNA, kantor perwakilan tetap Cina di PBB di cuitan Twiternya seraya menekankan bahwa AS dengan keluar dari JCPOA telah menginjak-injak komitmennya di resolusi 2231 Dewan Keamanan, menyatakan, Washington tidak memiliki hak untuk memperpanjang sanksi senjata terhadap Iran, apalagi ingin mengaktifkan mekanisme perpanjangan otomatis sanksi.
Kantor perwakilan tetap Cina di PBB menjelaskan, mempertahankan JCPOA solusi tunggal yang dapat dilakukan untuk bergerak maju.
Sementara itu, Juru bicara Departemen Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova kemabli menekankan, Amerika tidak dapat menggunakan resolusi 2231 Dewan Keamanan untuk memperpanjang sanksi senjata terhadap Iran.
Seiring dengan kian dekatnya janji pencabutan sanksi senjata PBB terhadap Iran yang menjadi bagian dari resolusi 2231 Dewan Keamanan, Amerika meningkatkan upayanya untuk mencegah berakhirnya sanksi tersebut.
Pemerintah AS baru-baru ini membagikan resolusi di antara anggota Dewan Keamanan yang menuntut perpanjangan sanksi persenjataan PBB kepada Iran. Meski demikian, peratifikasian resolusi tersebut tergantung pada kesepakatan 9 anggota Dewan dan tidak adanya veto dari pihak Rusia serta Cina.
Amerika meski secara resmi keluar dari JCPOA dua tahun lalu dan tidak mengindahkan resolusi 2231 Dewan Keamanan, di interpretasi hukum terbaru mengklaim bahwa berdasarkan isi resolusi ini, mereka tetap menjadi bagian dari JCPOA dan di koridor ini berhak memanfaatkan mekanisme yang diajukan di kesepakatan ini termasuk mekanisme "penyelesaian sengketa".
Larangan penjualan senjata ke Iran berdasarkan resolusi 2231 Dewan Keamanan akan dicabut pada 18 Oktober 2020.
Presiden AS Donald Trump Selasa 8 Mei 2018 secara sepihak dan melanggar komitmen Washington di JCPOA secara resmi mengumumkan negaranya keluar dari kesepakatan nuklir dan memulihkan kembali sanksi ilegalnya terhadap Tehran.
Langkah Trump ini menuai kecaman luas di dalam negeri dan di tingkat internasional.
AS Desak DK PBB Lucuti Senjata Hizbullah
Wakil tetap Amerika Serikat di PBB menekankan urgensi penguatan pasukan UNIFIL di perbatasan Lebanon dan Palestina pendudukan, dan mendesak PBB melucuti senjata Hizbullah.
Fars News (14/5/2020) melaporkan, Kelly Craft, Kamis (14/5) mendesak Dewan Keamanan PBB untuk melucuti senjata Hizbullah Lebanon.
Seperti ditulis surat kabar Jerusalem Post, Kelly Craft dalam sidang terbuka DK PBB untuk membahas resolusi 1559, menuntut penguatan partisipasi pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon atau UNIFIL sehingga bisa menyelidiki dan memata-matai aktivitas Hizbullah.
Ia menambahkan, Amerika sangat mengkhawatirkan berlanjutnya operasi milisi bersenjata di luar zona kontrol pemerintah, pengiriman senjata dari Iran dan Suriah ke Hizbullah, juga pemain non-pemerintah lain di Lebanon.
Wakil tetap Amerika di PBB menjelaskan, kami meminta semua anggota DK PBB untuk merealisasikan embargo senjata secara serius.
"Sekali lagi sejumlah laporan menunjukkan tidak ada kemajuan signifikan dalam perlucutan senjata milisi bersenjata Lebanon atau non-Lebanon. Sejak resolusi 1559 dirilis pada 2004, tidak diambil langkah-langkah jelas untuk menyelesaikan masalah krusial ini," imbuhnya.
Seperti ditulis Jerusalem Post, Kelly Craft mempertanyakan legitimasi Hizbullah dalam konstitusi Lebanon, dan meminta DK PBB untuk memastikan berlanjutnya aktivitas UNIFIL di negara itu.
Deplu AS Masukkan Iran ke Daftar Hitam
Dalam kelanjutan upaya untuk memperpanjang embargo senjata Iran, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat memasukkan Republik Islam Iran dan empat negara lain ke dalam daftar hitam karena dianggap tidak mau bekerjasama dengan Amerika dalam memerangi terorisme.
Fars News (14/5/2020) melaporkan, Deplu Amerika, Rabu (13/5) bersamaan dengan lawatan Menteri Luar Negeri Amerika Mike Pompeo ke wilayah Palestina pendudukan mengumumkan, Iran beserta empat negara lainnya yaitu Kuba, Venezuela, Suriah dan Korea Utara, karena tidak bekerjasama penuh dengan Amerika dalam memerangi terorisme, dimasukkan ke dalam daftar hitam.
Seperti dikutip kantor berita Cina, Xinhua, Deplu Amerika menuduh lima negara itu pada tahun 2019 tidak bekerjasama dengan Amerika dalam memerangi terorisme.
Langkah Deplu Amerika ini bersamaan dengan tuduhan Mike Pompeo sehari sebelumnya terhadap Iran, di wilayah pendudukan.
Pompeo mengatakan, Iran pada kondisi sulit saat rakyatnya berada di bawah tekanan keras, dan berjuang melawan Corona, tetap menggunakan asetnya untuk membiayai teror di seluruh dunia, dan masalah ini mengungkap sifat asli para pemimpin negara ini.
Menkes Lebanon Ejek Klaim Bantuan AS
Menteri Kesehatan Lebanon mengejek, dan mengaku terkejut dengan klaim bantuan Amerika Serikat untuk negaranya dalam memerangi penyebaran wabah Virus Corona.
Fars News (10/5/2020) melaporkan, Hamad Hasan di akun Twitternya mengejek klaim bantuan Amerika atas Lebanon untuk memerangi penyebaran Covid-19.
Hamad Hasan menulis, tiga peristiwa yang terjadi dalam sehari, dan membuat saya berpikir, pertama, deputi menlu Amerika yang mengaku bersahabat dengan Lebanon, dan menyampaikan kepedulian atas kesehatan masyarakat melalui universitas Amerika di Beirut, dan organisasi non-pemerintah. Peristiwa kedua, seorang imigran menjamu tamu-tamu di rumahnya, padahal ia harus berada dalam karantina. Ketiga, di salah satu wilayah Lebanon, sejumlah pengungsi Suriah yang dinyatakan sehat dilarang masuk, dan ditempatkan di sebuah hotel di dekat rumah saya.
Sebelumnya Deputi Menlu Amerika David Schenker dalam wawancara dengan televisi Lebanon, LBC mengatakan, Kemenkes Lebanon berada di tangan Hizbullah, maka dari itu Amerika tidak akan membantu kementerian ini.
Dubes Israel: New York Times Hina Militer Zionis
Duta Besar rezim Zionis Israel untuk Amerika Serikat menuduh surat kabar New York Times telah menghina militer Israel.
Fars News (9/5/2020) melaporkan, Ron Dermer, Jumat (8/5) malam di akun Twitternya menulis, surat kabar Amerika, New York Times telah menghina militer Israel.
Surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth menulis, dubes Israel untuk Amerika mengatakan, koran Amerika, New York Times sebelumnya dikenal karena mengubur Holocaust, dan menghina pemerintah Yahudi. Sekarang kembali melakukan hal yang sama.
Kepala kantor cabang New York Times di Al Quds, David M. Halbfinger bulan Maret 2020 lalu mengangkat laporan soal perang melawan Virus Corona di wilayah pendudukan, dan di awal laporannya ia menggunakan istilah yang memicu kemarahan Israel dan dubesnya.
Halbfinger di awal laporannya menulis, badan riset dan pengembangan kementerian pertahanan Israel awalnya dikenal karena membunuh warga sipil, meledakan berbagai jenis tank, dan drone, tapi sekarang tugasnya menyelamatkan nyawa manusia.
Israel Geram atas Keberhasilan Iran Luncurkan Satelit Noor
Wakil tetap rezim Zionis Israel di PBB, Danny Danon seraya menunjukkan ketidakpuasannya atas keberhasilan Iran meluncurkan satelit Noor ke orbit, menuntut dilanjutkannya represi dan sanksi khususnya perpanjangan sanksi senjata terhadap Tehran.
Danny Danon Jumat (08/05/2020) mengirim surat ke Dewan Keamanan PBB dan seraya mengulang tudingan Tel Aviv dan Washington, menuntut perpanjangan sanksi senjata terhadap Iran. Demikian dilaporkan Koran Jerusalem Post.
Berdasarkan resolusi 2231 Dewan Keamanan PBB, sanksi senjata terhadap Iran akan berakhir Oktober mendatang.
Di suratnya, Danon juga mengklaim pengiriman peralatan militer dari Republik Islam Iran ke Lebanon.
Satelit militer pertama Republik Islam Iran diluncurkan pada 22 April dan sukses ditempatkan di orbit 425 km dari bumi.
Amerika Serikat dan sekutunya berusaha mengecilkan prestasi ilmiah Iran ini dengan menebar agitasi dan kebisingan serta mencitrakan peluncuran satelit ini melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB.