
کمالوندی
Milley di Kongres: Harus Menahan Diri Menghadapi Iran
Kepala staf gabungan militer Amerika Serikat mengatakan, di kondisi istimewa saat ini, menahan diri dalam menghadapi Iran merupakan balasan paling tepat dan harus dipertahankan.
Military Times menulis, Mark Milley Kamis (12/12) saat hadir di DPR seraya mengisyaratkan serangan roket beberapa pekan lalu ke pangkalan militer AS di Irak mengatakan, Washington berada dalam fase sangat berbahaya di hadapan Tehran. Dan harus sangat hati-hati menyikapi Iran.
Saat menjawab pertanyaan anggota Republik, Don Bacon terkait sampai kapan AS akan menunjukkan kelemahan dihadapan Iran, Mark Milley menyatakan, bola saat ini berada di wilayah Iran dan metode balasan AS tergantung pada langkah Iran.
Pangkalan udara Balad yang menjadi pusat penempatan pasukan AS dan sekutunya Kamis (5/12) menjadi target serangan roket. Mengutip pejabat militer Irak, dua roket Katyusya meledak di dalam pangkalan ini.
Petinggi Deplu Amerika mengklaim, Iran berpotensi terlibat dalam sernagan ke pangkalan udara Balad di Irak.
Serangan ini tidak menimbulkan korban jiwa atau kerugian lainnya, dan sampai saat ini tidaka da kelompok yang mengaku bertanggung jawab.
Dua hari sebelum serangan ke pangkalan udara Balad, pangkalan udara Ain al-Asad, lokasi pasukan AS di Provinsi al-Anbar pada Selasa (3/12) menjadi terget serangan. Lima roket menyerang pangkalan ini yang menurut petinggi Irak tidak menimbulkan korban dan kerusakan.
Surat al-Zumar ayat 71-75
وَسِيقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا فُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَتْلُونَ عَلَيْكُمْ آَيَاتِ رَبِّكُمْ وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا قَالُوا بَلَى وَلَكِنْ حَقَّتْ كَلِمَةُ الْعَذَابِ عَلَى الْكَافِرِينَ (71) قِيلَ ادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا فَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ (72)
Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam berombong-rombongan. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya, “Apakah belum pernah datang kepadamu rasul-rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan pertemuan dengan hari ini?” Mereka menjawab, “Benar (telah datang).” Tetapi telah pasti berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang yang kafir. (39: 71)
Dikatakan (kepada mereka), “Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam itu, sedang kamu kekal di dalamnya.” Maka neraka Jahannam itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri. (39: 72)
Sebelumnya telah disebutkan bagaimana di Hari Kiamat diselenggarakan pengadilan ilahi dengan menghadirkan para saksi dan laporan perbautan setiap manusia. Di pengadilan ini dilakukan dengan benar dan adil, sehingga nasib setiap orang jelas, apakah ia termasuk ahli surga atau neraka.
Dua ayat ini mengatakan, “Setelah keluar putusan bagi mereka yang masuk neraka, mereka diseret berkelompok menuju neraka. Karena mereka tidak mau berjalan menuju neraka dengan kakinya sendiri.” Sesuai dengan ungkapan al-Quran, para malaikat yang bertugas di neraka menyeret mereka ke depan pintu neraka dan ketika itu pintu-pintu neraka terbuka.
Para penjaga neraka menyalahkan mereka akibat pilihan yang tidak benar selama di dunia. Apakah para nabi tidak datang dan membacakan firman Allah kepada kalian? Bukankah mereka sudah memberikan peringatan berulang kali akan pertemuan hari ini? Mengapa kalian mendustakan ucapan para nabi dan melupakan peringatan mereka? Kalian beranggapan dengan mendustakan atau melupakan kiamat, kalian bebas melakukan apa saja? Mengapa kalian mengalami nasib yang demikian hari ini?
Jelas, pada saat ini ahli neraka hanya bisa mengakui kesalahannya dalam memilih jalan dan kini perintah Allah telah keluar untuk mengazab mereka. Perintah yang tidak dapat ditarik kembali.
Dialog ini berakhir menjelang penduduk neraka akan memasuki neraka Jahannam. Kepada mereka dikatakan bahwa masuklah dengan melewati pintu-pintu neraka dan kalian akan abadi di sana. Sungguh tempat yang buruk, tempat orang yang sombong.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mereka yang sombong selama di dunia dan mendustakan ucapan para nabi, maka di Hari Kiamat akan terhina. Sebagai contoh bagaimana para malaikat menyeret mereka menuju neraka.
2. Sebelum menyempurnakan hujjah, tidak seorangpun memasuki neraka. Di Hari Kiamat, pendosa akan mengakui kejahatannya dan menerima bahwa ia mendegar kebenaran, tapi ia tidak mau menerimanya.
3. Manusia akan diazab karena kekufurannya dan sumbernya adalah kesombongan dihadapan kebenaran.
وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا سَلَامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ (73) وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي صَدَقَنَا وَعْدَهُ وَأَوْرَثَنَا الْأَرْضَ نَتَبَوَّأُ مِنَ الْجَنَّةِ حَيْثُ نَشَاءُ فَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ (74)
Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya, “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu! maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya.” (39: 73)
Dan mereka mengucapkan, “Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami dan telah (memberi) kepada kami tempat ini sedang kami (diperkenankan) menempati tempat dalam surga di mana saja yang kami kehendaki; maka surga itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal.” (39: 74)
Sebaliknya dengan orang-orang kafir dan sombong yang akan abadi di neraka, orang-orang mukmin juga akan abadi di surga. Sekalipun manusia yang baik, seperti manusia lainnya, tidak hidup lama di dunia, namun dengan usia yang pendek itu menunjukkan bila mereka hidup ribuan tahun lagi, mereka tetap berserah diri dihadapan perintah Allah. Kekhususan ini telah berakar dalam dirinya dan telah menjadi sesuatu yang tidak akan berubah.
Dari tiga ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Iman saja tidak cukup. Untuk mencapai surga memerlukan takwa.
2. Ahli surga ketika hendak memasuki surga memuji dan mensyukuri Allah. Karena mencapai nikmat apa saja harus dibarengi syukur, apalagi nikmat besar surga yang diberikan Allah kepada mereka.
وَتَرَى الْمَلَائِكَةَ حَافِّينَ مِنْ حَوْلِ الْعَرْشِ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَقُضِيَ بَيْنَهُمْ بِالْحَقِّ وَقِيلَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (75)
Dan kamu (Muhammad) akan melihat malaikat-mmlaikat berlingkar di sekeliling ‘Arsy bertasbih sambil memuji Tuhannya; dan diberi putusan di antara hamba-hamba Allah dengan adil dan diucapkan, “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (39: 75)
Ayat ini merupakan ayat terakhir dari surat al-Zumar dan berbicara kepada Nabi Muhammad Saw. Ayat ini mengatakan, “Hari itu engkau akanmelihat para malaikat yang mengelilingi ‘Arsy untuk melaksanakan perintah Allah terkait para hamba-Nya. Pada hari itu, semua manusia diadili sesuai dengan kebenaran dan keadilan disertai pujian dan syukur kepada Allah yang diucapkan oleh para malaikat dan mereka yang masuk surga.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Malaikat penjaga surga dan neraka bertugas melaksanakan perintah Allah dan tidak melakukan pekerjaan yang lain.
2. Pujian dan tasbih ilahi selalu bersama-sama. Pujian dan syukur hanya layak Zat yang mencipta dan mengelola dunia, tidak ada kekurangan dalam pekerjaannya.
Surat al-Zumar ayat 64-70
قُلْ أَفَغَيْرَ اللَّهِ تَأْمُرُونِّي أَعْبُدُ أَيُّهَا الْجَاهِلُونَ (64) وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ (65) بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ (66)
Katakanlah, “Maka apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, hai orang-orang yang tidak berpengetahuan?” (39: 64)
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (39: 65)
Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur. (39: 66)
Sebelumnya telah dijelaskan tentang Tauhid dan Syirik. Tiga ayat ini melanjutkan pembahasan ini, “Musyrikin dan penyembah berhala berusaha mencari berbagai alasan agar Nabi Muhammad Saw menerima dan menghormati sesembahan mereka bahkan juga menyembahnya. Mereka mengatakan, ‘Kami siap melaksanakan shalat kepada Tuhanmu dan sujud kepada-Nya dengan syarat engkau juga bersujud dihadapan sesembahan kami.”
Allah dalam ayat-ayat ini dengan keras berfirman, “Ucapan seperti ini dan permintaan yang tidak pada tempatnya berasal dari kebodohan mereka. Karena bagaimana bisa nabi yang diutus untuk mengajak mereka untuk menyembah Allah yang Esa dan menjauhi kesyirikan justru harus mengikuti keinginan mereka dihadapan sesembahannya.”
Kelanjutannya Allah berfirman, “Wahai Nabi! Katakan kepada mereka bahwa saya hanya menyembah Allah yang Esa dan tidak akan mengagungkan sesembahan kalian. Karena Tauhid dan Syirik bukan masalah yang dapat dinegosiasikan. Barangsiapa yang condong pada kesyirikan, maka perbuatan baiknya menjadi batal. Karena bila orang tersebut adalah Nabi Allah, maka sudah pasti siksaannya akan lebih sulit dan berat. Karena menyebabkan orang lain tersesat.”
Tidak diragukan lagi bahwa diterimanya amal perbuatatn adalah meyakini prinsip Tauhid dan tanpa Tauhid tidak ada perbuatan yang akan diterima. Akibat syirik semua perbuatan baik manusia akan musnah. Karena syirik seperti api yang membakar dan ia membakar semua perbuatan manusia.
Dari tiga ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menyembah selain Allah tanda kebodohan manusia, sekalipun secara lahiriah ia berilmu.
2. Tauhid adalah garis merah orang beriman dan tidak menegosiasikannya dalam kondisi bagaimanapun.
3. Musuh berusaha menyesatkan nabi, apalagi orang biasa.
4. Ibadah kepada Allah termasuk mensyukuri nikmat Allah Maha Pengasih.
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ (67)
Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan. (39: 67)
Melanjutkan ayat-ayat sebelumnya, ayat ini mengatakan, “Musyrikin memberikan usulan tidak tepat kepada Nabi Allah dan memintanya untuk menghormati sesembahan mereka itu artinya mereka tidak mengetahui posisi Allah dan menurunkan posisi Allah, sehingga setara arca dan sesembahan.”
Intinya, sumber kesyirikan adalah tidak memiliki pengetahuan yang benar akan Allah yang menciptakan semua alam dan mengelola semuanya, bahkan untuk tetap ada, semua makhluk membutuhkan-Nya.
Di Hari Kiamat, semuanya berada di tangan Allah adalah ungkapan untuk menunjukkan kekuatan, keagungan dan kekuasaan mutlak Allah atas seluruh alam agar semua mengetahui bahwa di Hari Kiamat hanya Allah yang memiliki kekuasaan dan wewenang, sementara keselamatan berada di telapak kekuasaan-Nya.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Syirik tanda tidak mengenal Allah dan tidak memperhatikan ilmu dan kekuasaan-Nya.
2. Langit dengan segala keagungannya adalah kecil dan tidak ada apa-apanya dibandingkan kekuasaan Allah dan penciptanya, seakan-akan berada di tangan Allah.
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ (68) وَأَشْرَقَتِ الْأَرْضُ بِنُورِ رَبِّهَا وَوُضِعَ الْكِتَابُ وَجِيءَ بِالنَّبِيِّينَ وَالشُّهَدَاءِ وَقُضِيَ بَيْنَهُمْ بِالْحَقِّ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ (69) وَوُفِّيَتْ كُلُّ نَفْسٍ مَا عَمِلَتْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِمَا يَفْعَلُونَ (70)
Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing). (39: 68)
Dan terang benderanglah bumi (padang mahsyar) dengan cahaya (keadilan) Tuhannya; dan diberikanlah buku (perhitungan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dirugikan. (39: 69)
Dan disempurnakan bagi tiap-tiap jiwa (balasan) apa yang telah dikerjakannya dan Dia lebih mengetahui apa yang mereka kerjakan. (39: 70)
Setelah menyebutkan kekuasaan Allah di Hari Kiamat di ayat-ayat sebelumnya, tiga ayat ini menyinggung akhir dunia dan dimulainya Hari Kiamat. Ayat-ayat ini mengatakan, “Dengan tiupan sangkakala, semua yang hidup akan mati dan setelah beberapa waktu dengan tiupan yang lain semua kembali hidup dan bangkit sembari menanti perhitungan amal.”
Dengan kata lain, dengan satu perintah dan kehendak Allah, tidak ada sesuatu di bumi dan langit yang hidup dan semua mati. Sebagaimana dengan satu kehendak yang lain, semua yang mati kembali hidup dan hadir dalam pengadilan Hari Kiamat. Tentu saja terserah Allah ketika berkehendak untuk mengecualikan sesuatu dari kematian, sebagaimana sebagian malaikat seperti Jibril, Israfil dan Mikail tetap hidup.
Pada waktu itu, semua manusia kembali dihidupkan, dunia terang kembali dengan cahaya Allah dan cahaya hakikat sedemikian kuat, sehingga tidak ada yang bisa mengingkari. Tabir kebenaran disisihkan dan hakikat perbuatan manusia semua terungkap; baik maupun buruk, sehingga tidak ada yang menutupi mata manusia. Lewat cahaya ilahi ini semua menjadi transparan dan terang benderang.
Pada hari itu, buku amal diletakkan dan diperiksa. Semua laporan tentang perbuatan manusia baik yang kecil dan besar tertulis semua di sana. Para nabi dan saksi semua hadir di hari itu dan menjadi juri bagi manusia. Tidak ada yang terzalimi, karena semuanya transparan.
Jelas, dalam pengadilan ini yang menjadi hakim adalah Allah swt, bumi terang benderang dengan cahaya keadilan Allah dan para nabi dan saksi hadir dengan keadilan dan pengadilan ini hanya berlangsung dengan keadilan. Pengadilan yang seperti ini tidak mungkin ada kezaliman, karena semua menyaksikan apa yang dilakukannya selama ini tanpa ada yang dilebihkan atau dikurangi.
Dari tiga ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hidup dan matinya makhluk termasuk manusia sesuai kehendak Allah.
2. Akhir dunia dan tibanya Hari Kiamat terjadi secara tiba-tiba, bukan bertahap.
3. Pengadilan Hari Kiamat dengan menghadirkan catatan amal dan saksi. Di sana, amal perbuatan manusia akan diadili berdasarkan keadilan.
4. Di dunia ini, sebagian saksi akan mengawasi perbuatan kita. Perbuatan kita juga dicatat oleh para malaikat, begitu juga para nabi dan saksi khusus juga mengetahui perbuatan kita.
Surat al-Zumar ayat 59-63
بَلَى قَدْ جَاءَتْكَ آَيَاتِي فَكَذَّبْتَ بِهَا وَاسْتَكْبَرْتَ وَكُنْتَ مِنَ الْكَافِرِينَ (59) وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ تَرَى الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى اللَّهِ وُجُوهُهُمْ مُسْوَدَّةٌ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْمُتَكَبِّرِينَ (60)
(Bukan demikian) sebenarya telah datang keterangan-keterangan-Ku kepadamu lalu kamu mendustakannya dan kamu menyombongkan diri dan adalah kamu termasuk orang-orang yang kafir. (39: 59)
Dan pada hari kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah, mukanya menjadi hitam. Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri? (39: 60)
Sebelumnya telah disampaikan tentang mereka yang ketika menyaksikan api neraka, baru menyadari umurnya selama ini telah dilewati dengan sia-sia. Mereka berharap dapat kembali lagi ke dunia untuk memperbaiki jalannya dan menutupi dosa-dosanya dengan perbuatan baik.
Dua ayat ini mengatakan, “Tidak demikian bahwa Allah telah melanggar hak kalian dan tidak mengirimkan semua sebab untuk kalian mendapat hidayah. Selama di dunia, para habi dan kitab-kitab samawi ada untuk menghidayahi kalian. Bila kalian menggunakan akal, maka dengan mudah kalian dapat memahami kebenarannya dan memanfaatkan tuntunannya. Tapi sikap sombong menyebabkan kalian mengingkari kebenaran dan tidak mau menerima ajakan para nabi. Akhirnya, kalian mendapat azab api neraka. Balasan yang membuat wajah kalian buruk dan hitam serta membuat penduduk neraka lainnya tersiksa.”
Tidak diragukan lagi bahwa wajah orang kafir dan pengingkar kebenaran di Hari Kiamat berwarna hitam gambaran akan keterhinaan dan terbongkar wajah aslinya. Hari Kiamat sejatinya tempat personifikasi perbuatan dan pikiran manusia serta ditampakkan semua rahasia mereka. Orang-orang yang selama di dunia memiliki hati yang kelam dan hitam dan perbuatan mereka juga sama dengan pikirannya kelam, maka di Hari Kiamat wajah batin mereka akan ditampakkan, sehingga wajah mereka akan terlihat hitam.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Allah tidak akan mengazab hamba-Nya tanpa menyempurnakan hujjah-Nya lewat akal dan wahyu.
2. Sumber hakiki akan kekufuran dan pengingkaran akan kebenaran adalah kesombongan.
3. Di Hari Kiamat, bentuk lahiriah dan batin manusia akan menjadi satu dan wajah akan sama dengan warna hati. Mereka yang memiliki hati kelam dan hitam, maka wajahnya juga berwarna hitam.
وَيُنَجِّي اللَّهُ الَّذِينَ اتَّقَوْا بِمَفَازَتِهِمْ لَا يَمَسُّهُمُ السُّوءُ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (61)
Dan Allah menyelamatkan orang-orang yang bertakwa karena kemenangan mereka, mereka tiada disentuh oleh azab (neraka dan tidak pula) mereka berduka cita. (39: 61)
Tentang kelompok sebelumnya yang wajahnya menjadi hitam dan dibawa ke neraka karena kesombongannya, ayat ini menyebut jalan untuk menyelamatkan manusia dari azab Allah di Hari Kiamat adalah takwa. Ayat ini mengatakan, “Allah menyelamatkan orang bertakwa dan mengantarkan mereka kepada kebahagiaan dan keberuntungan.”
Kebahagiaan adalah kelezatan berkelanjutan dan abadi. Sekalipun memakan makanan yang enak dan minuman yang segar memberikan kelezatan bagi manusia, tapi bukan tanda kebahagiaan manusia. Karena kelezatan yang seperti ini tidak berkelanjutan dan setelah beberapa waktu akan musnah. Tapi kelezatan seperti mencari ilmu dan pengetahuan dapat menjadi modal bagi kebahagiaan manusia. Karena kenikmatan mengungkap hakikat dan memahami pengetahuan merupakan kelezatan yang berkelanjutan dan abadi.
Sekalipun kebaikan duniawi juga berlanjut selama beberapa waktu, tapi karena umur yang pendek bagi penduduk dunia membuatnya tidak berarti bila dibandingkan dengan kelezatan dan kenikmatan ukhrawi. Dengan demikian, kebahagiaan hakiki bergatung pada hal-hal yang dapat mengantarkan manusia pada kebaikan berkelanjutan dan abadi di akhirat. Itu dapat membebaskan manusia dari segala kesedihan dan tidak ada bahaya yang dapat mengancamnya.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam kehidupan dunia, takwa faktor kebahagiaan dan keberuntungan manusia di akhirat.
2. Takwa adalah perisai yang melindungi manusia dari keburukan. Di akhirat, orang bertakwa dijauhkan dari keburukan dan tidak akan sedih, apalagi menyesal.
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ (62) لَهُ مَقَالِيدُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا بِآَيَاتِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (63)
Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. (39: 62)
Kepunyaan-Nya-lah kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi. Dan orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi. (39: 63)
Surat al-Zumar fokus membahas tentang Tauhid dan Syirik. Karenanya, dua ayat ini kembali membahas masalah Tauhid dan menyinggung hakikat ini bahwa pengelolaan urusan dunia dan menjaganya ada di tangan Zat yang menciptakannya. Tidak seperti yang kalian anggap bahwa Allah menciptakan dunia dan kemudian membiarkannya begitu saja atau menyerahkan pengelolaannya kepada yang lain.
Ayat-ayat ini sesungguhnya merupakan sentilan akan pandangan orang-orang Musyrik dan penyembah berhal bahwa kebanyakan dari mereka menerima Allah sebagai pencipta manusia dan dunia, tapi menganggap apa yang mereka sembah itu mempengaruhi kehidupan mereka. Seakan-akan mereka ingin mengatakan bahwa pengolaan urusan dunia ada di tangan sesembahan mereka dan itu menjadi pelindung dan pengelola pekerjaan mereka.
Dari sudut pandang al-Quran, mereka yang menyekutukan Allah dan menganggap sekutu itu dapat mempengaruhi kehidupannya sejatinya sangat merugi. Karena mereka berpaling dari Allah pemilik segala sesuatu dan kunci langit dan bumi berada di tangan-Nya, lalu mencari sesuatu yang lemah dan tidak bisa menguntungkan atau merugikan mereka. Sesembahan itu tidak dapat melakukan apa-apa, karenanya tidak dapat merugikan manusia sedikitpun.
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Semua di alam ini membutuhkan Allah baik dalam penciptaan atau untuk tetap ada. Dengan kata lain, Allah pencipta dunia sekaligus penjaga dan pengelolanya. Karenanya, jangan membedakan antara Allah sebagai pencipta dan pengelola. Itu termasuk syirik.
2. Tauhid merupakan pandangan yang menjadi dasar dan dimensi kehidupan manusia. Jangan membatasinya dalam satu dimensi atau beberapa saja.
Surat al-Zumar ayat 54-58
وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ (54) وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ (55)
Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). (39: 54)
Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya. (39: 55)
Sebelumnya telah dibicarakanmengenai pengampunan dan rahmat ilahi yang meliputi semua hamba Allah. Ayat-ayat ini menyebut ada dua cara untuk mendapatkan rahmat Allah yang luas. Pertama adalah taubat dan kembali kepada Allah Swt, dan kedua, mengikuti ajaran-ajaran ilahi.
Ayat-ayat di samping memberikan harapan akan rahmat ilahi juga memberikan peringatan akan kemurkaan dan balasan ilahi, sehingga menekankan bila kalian tidak juga meninggalkan pekerjaan melanggar yang pernah dilakukan dan bersikeras untuk tetap melakukan dosa, maka kalian akan mendapat azab ilahi. Apakah itu azab duniawi yang mendatangi kalian atau azab ukhrawi yang harus diterima manusia pendosa setelah kematian dan tidak ada yang dapat melarikan diri darinya.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tanda taubat hakiki adalah kepasrahan hati dihadapan perintah Allah.
2. Jangan mengundurkan taubat karena umur tidak panjang dan tidak jelas kapan akhirnya.
3. Di samping taubat dan kepasrahan hati, penting juga perbuatan baik.
4. Perbuatan baik banyak sekali, tapi umur dan kapasitas manusia terbatas. Karenanya harus memperhatikan prioritas di setiap waktu dan memilih pekerjaan paling baik.
أَنْ تَقُولَ نَفْسٌ يَا حَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللَّهِ وَإِنْ كُنْتُ لَمِنَ السَّاخِرِينَ (56)
Supaya jangan ada orang yang mengatakan, “Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah). (39: 56)
Salah satu ciri khas paling penting dari akhirat yang disebutkan dalam sebagian ayat-ayat al-Quran adalah hasrat manusia akan umur yang pendek di dunia. Makanya salah satu nama kiamat adalah Yaum al-Hasrah atau hari hasrat.
Ketika manusia memasuki padang Mahsyar dan saat kesalahan dirinya, tidak mau melakukan pekerjaan dan bahkan melakukan hal-hal yang dilarang, semua ditampilkan padanya, ia kemudian berteriak penuh hasrat dan kesedihan yang sangat dibarengi penyesalan mendalam di hatinya. Di Hari Kiamat, para pendosa yang mengolok-olok ayat-ayat dan utusan Allah menyatakan penyesalannya. Karena faktor asli kesesatan dan penyimpangan mereka adalah sikap mereka mengolok-olok kebenaran dan utusan Allah.
Secara umum, semua manusia di Hari Kiamat menyesali apa yang telah dilakukan selama di dunia dan berharap dapat kembali lagi ke dunia untuk menyiapkan bekal yang lebih banyak untuk akhiratnya, tapi apa gunanya karena tidak ada jalan untuk kembali. Tentu saja sebagian ulama lebih menyesal ketimbang masyarakat umum lainnya. Karena mereka berilmu tapi tidak mengamalkannya.
Di Hari Kiamat, manusia memahami bahwa pekerjaan yang bernilai di akhirat adalah pekerjaan yang dilakukan secara ikhlas untuk Allah. Mereka memahami hakikat ini bahwa betapa banyak usaha mereka selama di dunia, sekalipun secara lahiriah merupakan pekerjaan baik, tapi karena ada riya, maka perbuatan itu tidak sampai di Hari Kiamat.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Seberapa besar kita tidak melakukan pekerjaan baik untuk Allah, maka sebesar itu pula kita menyesal di akhirat.
2. Kiamat adalah hari pengakuan atas diri sendiri dan pernyataan penyesalan akan masa lalu.
3. Mereka yang selama di dunia mengolok-olok ayat-ayat dan hukum ilahi, maka di Hari Kiamat akan menyesali perbuatannya, tapi semua sudah berlalu.
أَوْ تَقُولَ لَوْ أَنَّ اللَّهَ هَدَانِي لَكُنْتُ مِنَ الْمُتَّقِينَ (57) أَوْ تَقُولَ حِينَ تَرَى الْعَذَابَ لَوْ أَنَّ لِي كَرَّةً فَأَكُونَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ (58)
Atau supaya jangan ada yang berkata, “Kalau sekiranya Allah memberi petunjuk kepadaku tentulah aku termasuk orang-orang yang bertakwa.” (39: 57)
Atau supaya jangan ada yang berkata ketika ia melihat azab “Kalau sekiranya aku dapat kemnbali (ke dunia), niscaya aku akan termasuk orang-orang berbuat baik”. (39: 58)
Sebagai kelanjutan ayat sebelumnya yang menyinggung penyesalan dan kesedihan manusia di Hari Kiamat, ayat-ayat ini menjelaskan bahasa badan mereka yang berada di neraka dan mengatakan, “Ketika ia melihat mereka yang memiliki banyak bekal perbuatan baik sedang menuju surga, ia berharap dapat bersama mereka menuju surga dan mendapat nikmat Allah yang tidak berakhir. Ia mengatakan, ‘Bila Allah memberi hidayah aku, maka aku seperti orang-orang yang di surga selama di dunia menjauhi perbuatan dosa dan termasuk orang-orang bertakwa.” Pelaku dosa berbicara seperti itu untuk membenarkan dirinya.
Ketika ia menyaksikan azab yang akan menimpanya, matanya memperhatikan api panas neraka dan berharap ia diberi izin untuk kembali ke dunia untuk mengganti pekerjaan buruknya dahulu dengan pekerjaan baik dan berada di barisan orang-orang baik.
Tentu saja jelas bahwa apa yang diucapkannya tidak benar dan permintaannya itu tidak pada tempatnya. Karena Allah Swt telah mengutus para nabi untuk memberi hidayah manusia, maka barangsiapa yang tidak mendapat hidayah, itu berarti ia sendiri tidak mau dan tidak diragukan lagi ketika ia meminta untuk kembali lagi ke dunia, permintaan itu tidak akan dikabulkan.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Di Hari Kiamat, nilai dan pentingnya takwa akan semakin tampak. Pada hakikatnya, apa yang dapat membantu manusia adalah takwa, bukan harta, popularitas dan kekuasaan.
2. Bila manusia tidak mengikuti hidayah ilahi, setiap jalan lain yang dipilihnya tidak akan menyelamatkan dirinya di akhirat.
3. Di Hari Kiamat, para pendosa sangat berhasrat menyaksikan kondisi orang bertakwa dan berharap bisa bersama mereka.
4. Takwa dan perbuatan baik dua faktor penyelamat manusia di Hari Kiamat.
Surat al-Zumar 51-53
فَأَصَابَهُمْ سَيِّئَاتُ مَا كَسَبُوا وَالَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْ هَؤُلَاءِ سَيُصِيبُهُمْ سَيِّئَاتُ مَا كَسَبُوا وَمَا هُمْ بِمُعْجِزِينَ (51)
Maka mereka ditimpa oleh akibat buruk dari apa yang mereka usahakan. Dan orang-orang yang zalim di antara mereka akan ditimpa akibat buruk dari usahanya dan mereka tidak dapat melepaskan diri. (39: 51)
Ayat sebelumnya menjelaskan tentang orang-orang yang mengingat Allah Swt ketika ditimpa kesulitan, namun melupakan-Nya saat mereka dalam kesenangan dan kenikmatan. Mereka bahkan menyebut nikmat itu berasa dari dirinya, bukan dari sisi Tuhan.
Ayat 51 surat Az-Zumar menerangkan bahwa kesulitan yang dirasakan manusia adalah hasil dari perbuatan mereka sendiri. Mereka akan merasakan buah dari kezaliman yang mereka lalukan baik sekarang maupun di masa mendatang. Tentu saja balasan utama atas kezaliman ini akan mereka rasakan di akhirat kelak dan jangan pernah berpikir untuk lari darinya.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Di alam materi ini berlaku hukum sebab-akibat, dan dalam masalah perbuatan manusia, juga berlaku sunnah Ilahi. Oleh sebab itu, setiap aksi tentu akan ada reaksi yang proporsional, di mana manusia merasakannya cepat atau lambat.
2. Semua nikmat datangnya dari sisi Allah, namun kesulitan dan masalah merupakan hasil dari keputusan dan tindakan keliru manusia.
أَوَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (52)
Dan tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang dikehendaki-Nya? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman. (39: 52)
Sebagian orang menganggap nikmat itu datang karena kepintarannya. Namun, ayat tersebut menolak pandangan keliru ini dan mengatakan rezeki itu berasal dari sisi Allah Swt dan tidak serta-merta bahwa ilmu akan mendatangkan rezeki.
Manusia tentu saja berkewajiban untuk menimba ilmu dan bekerja keras dalam hidupnya. Allah tidak menyukai orang-orang yang bodoh dan pemalas. Namun, manusia juga tidak boleh beranggapan bahwa semua hal mengikuti kehendak dan kemauan dia.
Rezeki adalah sesuatu yang sampai ke tangan manusia dan berhubungan dengan berbagai faktor individu dan sosial, dan Allah membagikannya di antara manusia berdasarkan hikmahnya.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tugas manusia adalah berusaha dan bekerja keras untuk mencari rezeki. Namun, perolehan rezeki setiap individu bergantung pada hikmah Ilahi.
2. Keadilan Tuhan dalam hal rezeki bukan berarti penyamarataan, tetapi Dia memberikan rezeki yang berbeda berdasarkan berbagai faktor yang ada dalam sistem penciptaan. Setiap individu tentu saja memiliki tanggung jawab di hadapan rezeki yang diterimanya.
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (53)
Katakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (39: 53)
Ini adalah salah satu ayat al-Quran yang memberikan optimisme. Di sini, Allah Swt berbicara dengan penuh kelembutan dan membuka pintu rahmat-Nya untuk semua orang serta memberikan pengampunan kepada mereka. Ayat ini ditujukan kepada semua orang yang telah berbuat dosa, menzalimi dirinya, dan menyia-nyiakan umurnya.
Ingat bahwa jalan untuk kembali selalu terbuka dan manusia tidak boleh berputus asa dari rahmat Tuhan yang maha luas, dan jangan pernah berpikir bahwa Tuhan tidak akan memaafkannya.
Pintu ampunan dan rahmat terbuka untuk semua orang. Namun, individu perlu menyadari bahwa ia telah berbuat dosa dan memilih untuk kembali. Ketika penyesalan muncul dalam dirinya dan memutuskan untuk kembali, maka pintu ampunan dan rahmat Tuhan akan terbuka dan Dia akan mengampuni hamba-Nya.
Ini adalah bentuk kasih sayang Allah yang memanggil para pendosa dengan sebutan hamba-Ku. Seperti seorang ayah ketika kecewa dengan perbuatan buruk anaknya, lalu berkata, "Apapun itu, engkau tetap anakku dan aku memaafkanmu. Usahakan untuk tidak mengulangi lagi kesalahan seperti ini."
Sebenarnya, kalimat "yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri" pada ayat tersebut mengingatkan manusia bahwa perbuatan buruk akan merugikan diri mereka sendiri, oleh karena itu janganlah menzalimi diri sendiri dan berbuatlah untuk kebaikan diri kalian.
Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Rahmat Ilahi tidak terbatas, rahmat ini meliputi seluruh makhluk dan tidak dikhususkan untuk orang-orang mukmin.
2. Rahmat Ilahi menuntut adanya pengampunan dosa. Jadi, tidak dibenarkan berputus asa dari rahmat Tuhan dan para pendosa juga tidak boleh berputus asa dari rahmat-Nya dalam kondisi apapun.
3. Melakukan dosa berarti berbuat zalim kepada diri sendiri dan keluar dari jalan lurus.
4. Orang yang melanggar perintah Tuhan dengan dosanya, sebenarnya ia telah mendatangkan kerugian bagi dirinya sendiri, bukan bagi Tuhan.
Surat al-Zumar ayat 46-50
قُلِ اللَّهُمَّ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِي مَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ (46)
Katakanlah, "Wahai Allah, Pencipta langit dan bumi, Yang mengetahui barang ghaib dan yang nyata, Engkaulah Yang memutuskan antara hamba-hamba-Mu tentang apa yang selalu mereka memperselisihkannya." (39: 46)
Ayat sebelumnya berbicara tentang kekesalan kaum musyrik ketika disebut nama Allah Swt dan ketergantungan mereka pada berhala. Ayat 46 ini berpesan kepada Rasulullah Saw, "Berpalinglah dari mereka ke sisi Allah Yang Maha Esa, yang menciptakan langit dan bumi, dan yang mengetahui barang ghaib dan yang tampak. Di hari kiamat, Dia akan memutuskan perkara yang diperselisihkan di antara hamba-hamba-Nya."
Di hari kiamat, hakim mutlak adalah Tuhan dan Dia mengetahui semua rahasia. Semua perselisihan berakhir dengan putusannya. Di pengadilan akhirat, orang-orang sesat tidak punya jalan untuk mengingkari hakikat dan mereka mengakui kesesatannya. Namun, pengakuan ini tidak lagi berguna bagi mereka.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Fokuslah kepada Allah Yang Maha Kuasa dan berpalinglah dari selain Dia.
2. Dzat yang telah menciptakan langit dan bumi, juga mengetahui seluruh urusan makhluknya baik yang tampak maupun yang ghaib.
3. Putusan Tuhan atas urusan manusia didasari oleh pengetahuan, pengetahuan-Nya atas perkara yang tampak dan tersembunyi.
وَلَوْ أَنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لَافْتَدَوْا بِهِ مِنْ سُوءِ الْعَذَابِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَبَدَا لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مَا لَمْ يَكُونُوا يَحْتَسِبُونَ (47) وَبَدَا لَهُمْ سَيِّئَاتُ مَا كَسَبُوا وَحَاقَ بِهِمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ (48)
Dan sekiranya orang-orang yang zalim mempunyai apa yang ada di bumi semuanya dan (ada pula) sebanyak itu besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan itu dari siksa yang buruk pada hari kiamat. Dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan. (39: 47)
Dan (jelaslah) bagi mereka akibat buruk dari apa yang telah mereka perbuat dan mereka diliputi oleh pembalasan yang mereka dahulu selalu memperolok-olokkannya. (39: 49)
Orang-orang yang berbuat zalim di dunia, menerima azab yang amat pedih di akhirat dan jenis azab ini belum pernah terlintas di benak mereka.
Kata Zhulm menurut al-Quran mencakup kezaliman pikiran dan akidah seperti syirik dan kufur, juga mencakup penindasan terhadap orang lain. Namun, jelas bahwa kezaliman pikiran dan akidah jauh lebih berbahaya daripada kezaliman sosial. Karena dalam banyak kasus, kezaliman sosial bisa ditebus, tetapi kezaliman akidah akan menyeret generasi manusia pada kesesatan dan menciptakan bencana. Untuk itu, kezaliman jenis ini sangat sulit diperbaiki dan dipulihkan.
Orang-orang zalim menerima balasan berlandaskan keadilan Tuhan, dan Dia bahkan tidak akan menzalimi mereka sedikit pun. Siksaan ini merupakan manifestasi dari keburukan mereka di dunia, di mana kini muncul dalam bentuk api neraka.
Selama di dunia, mereka disibukkan untuk mengumpulkan harta dan mengira akan meraih kebahagiaan dengan harta yang dimilikinya. Oleh sebab itu, mereka menertawakan dan mengolok-olok setiap kabar tentang hari kiamat. Mereka menganggap peringatan yang diberikan nabi dan orang saleh sebagai halusinasi orang-orang bodoh dan tidak berperadaban.
Namun ketika sudah dikumpulkan di Mahsyar, mereka mulai menyadari bahwa harta tidak berguna di akhirat dan pembangkangannya telah mendatangkan azab yang pedih.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Harta dan takhta tidak berguna di akhirat, meskipun ia memiliki seluruh kekayaan di bumi ini.
2. Azab neraka adalah manifestasi dari perbuatan buruk yang dilakukan manusia di dunia.
3. Hari kiamat adalah hari tersingkapnya semua tabir dan rahasia. Di sana, hakikat surga dan neraka tampak bagi manusia.
4. Jangan pernah menertawakan hukum syariat, akidah, dan nilai-nilai agama, sehingga membuat manusia menyesal di hari kiamat.
فَإِذَا مَسَّ الْإِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَانَا ثُمَّ إِذَا خَوَّلْنَاهُ نِعْمَةً مِنَّا قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ بَلْ هِيَ فِتْنَةٌ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (49) قَدْ قَالَهَا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَمَا أَغْنَى عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (50)
Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata, “Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku.” Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui. (39: 49)
Sungguh orang-orang yang sebelum mereka (juga) telah mengatakan itu pula, maka tiadalah berguna bagi mereka apa yang dahulu mereka usahakan. (39: 50)
Ayat ini menyinggung salah satu watak manusia yang tidak tahu terima kasih. Banyak dari mereka mengingat dan menyeru Allah saat dalam kesulitan dan musibah. Namun ketika kelapangan datang, mereka kembali melupakan Tuhan dan berkata, "Ilmu dan kepintaranku telah membuat masalah teratasi dan aku diberi nikmat karena kepintaran ini."
Al-Quran mengingatkan orang-orang yang sombong ini dan berkata, "Apa yang diberikan kepada kalian adalah sebuah ujian sehingga tampak jelas apakah kalian mensyukuri nikmat Tuhan atau mengingkarinya."
Kesombongan seperti ini sudah banyak contohnya dalam sejarah dan orang-orang yang memperoleh harta dan takhta, telah melupakan Tuhan. Mereka berpikir bahwa apa yang dimilikinya akan menyelamatkannya di dunia dan akhirat. Padahal, harta dan takhta tidak dapat mencegah kehendak Tuhan atas mereka dan juga tidak membebaskan mereka dari azab akhirat.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Manusia menyadari kelemahannya dalam menghadapi kesulitan dan musibah. Tekanan ini membuat fitrah mereka bangkit untuk mencari Tuhan. Akhirnya mereka menyeru Tuhan dan meminta pertolongan-Nya.
2. Kekayaan dan kedudukan berpotensi membuat manusia melupakan Tuhan dan menjadi sombong.
3. Kesulitan dan nikmat adalah sama-sama ujian untuk manusia sehingga watak aslinya terlihat. Ujian ini akan menunjukkan siapa yang bersyukur dan siapa yang ingkar nikmat.
Surat al-Zumar ayat 42-45
اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (42)
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir. (39: 42)
Berdasarkan ayat ini, Allah swt mengambil ruh orang yang mati, dan menahannya sementara terhadap orang-orang yang tidur. Hanya Allah swt yang menetapkan kematian akan menjemput siapa saja yang telah dikehendaki-Nya.
Masalah ini berkaitan dengan ketauhidan. Ayat al-Quran ini menegaskan bahwa kehidupan dan kematian seseorang ditentukan oleh Allah swt. Sebab, tidak ada sekutu bagi Allah dalam masalah tersebut.
Ayat ini menyinggung sebuah masalah penting tentang dua dimensi manusia yaitu jasmani dan ruhaninya atau badan dan ruhnya. Ketika ajal tiba, maka hubungan antara badan dan ruh terputus. Jasmani manusia dikubur dan akan hancur, tapi ruh tetap ada, hingga hari kiamat kelak untuk dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah swt.
Masalah penting lain yang disinggung di ayat ini mengenai kematian temporal yang terjadi menimpa manusia di saat tidur. Ketika tidur hubungan antara ruh dan jasmani berada pada tingkat terkecil, sehingga seolah-olah mati dan hidup kembali ketika bangun.
Terkadang ketika tidur manusia bermimpi dengan berbagai perasaan sedih maupun bahagia. Semua itu berhubungan dengan ruh manusia, dan tidak akan terjadi ketika ajal menjemput.
Jika direngungkan dengan baik, tidur merupakan salah satu bukti kekuasaan Allah swt. Sebab tidak sedikit yang tertidur, tapi tidak bangun kembali dan ajal menjemputnya. Selain itu, tidur juga menunjukkan dimensi non-material manusia, terutama ketika bermimpi.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jasmani dan ruhani pada hakikatnya mandiri, tetapi keduanya saling berhubungan ketika manusia hidup. Namun di saat ajal menjemput, ruh terpisah dari badan manusia. Ruh akan kembali abadi, tapi jasmani akan hancur.
2. Tidur adalah saudara kematian. Ketika tidur, manusia merasakan kematian sementara.
3. Tidur dan bangun setiap hari dirasakan oleh setiap manusia. Tapi hanya orang-orang berakal saja yang mengambil pelajaran dari peristiwa sederhana dan berlangsung secara rutin dialami setiap orang ini.
أَمِ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ شُفَعَاءَ قُلْ أَوَلَوْ كَانُوا لَا يَمْلِكُونَ شَيْئًا وَلَا يَعْقِلُونَ (43) قُلْ لِلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعًا لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (44)
Bahkan mereka mengambil pemberi syafa’at selain Allah. Katakanlah, “Dan apakah (kamu mengambilnya juga) meskipun mereka tidak memiliki sesuatupun dan tidak berakal?” (39: 43)
Katakanlah, “Hanya kepunyaan Allah syafa’at itu semuanya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (39: 44)
Sejarah menunjukkan bahwa orang-orang musyrik menjadikan berhala sebagai perantara antara dirinya dengan Tuhan. Mereka mengatakan, “Kami menyembah berhala untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menjadikan mereka sebagai perantaranya.”
Orang-orang musyrik membuat berhala dari batu dan kayu yang dianggap suci sebagai manifestasi Tuhan.
Ayat ini menjawab pemikiran keliru tersebut dengan menegaskan bahwa berhala tidak bisa menjadi perantara antara manusia dengan Tuhan. Sebab hanya Allah yang bisa menentukan siapa yang bisa diberi izin untuk menjadi wasilah atau perantara.
Al-Quran menjelaskan bahwa para Nabi Allah swt bisa menjadi wasilah antara manusia dengan Tuhan, dan pemberi syafaat dengan izin-Nya. Sebagaimana kisah saudara-saudara Nabi Yusuf yang bertaubat dan menjadikan ayah mereka, Nabi Ya’qub, sebagai wasilah untuk memohon ampunan dari Allah swt.
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Al-Quran tidak menolak prinsip syafaat, tetapi yang ditolak adalah menjadikan berhala sebagai pemberi syafaat, sebagaimana yang dilakukan orang-orang musyrik terdahulu.
2. Perantara antara kita dan Allah swt harus lebih mulia dan suci dari kita. Lalu mengapa menyembah berhala yang dibuat dari bahan seperti batu dan kayu yang tidak memiliki akal maupun kekuatan apapun untuk membantu manusia?
وَإِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَحْدَهُ اشْمَأَزَّتْ قُلُوبُ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآَخِرَةِ وَإِذَا ذُكِرَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ (45)
Dan apabila hanya nama Allah saja disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat; dan apabila nama sembahan-sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati. (39: 45)
Ayat ini mengungkapkan sikap orang-orang musyrik yang tidak senang dan menentang masalah hari akhirat. Ketika nama Tuhan Yang Maha Esa disebut, orang-orang musyrik yang tidak meyakini hari akhirat merasa kesal dan tidak senang. Tapi ketika nama-nama berhala disebut, hati mereka gembira.
Orang-orang musyrik hanya memikirkan dunia ini saja dan tidak meyakini hari akhirat. Oleh karena itu, ketika berbicara tentang Allah swt dan kekuasaan-Nya yang tidak terbatas, mereka menunjukkan perasaan kesal dan benci.
Mereka tidak mau tunduk dan beribadah kepada Allah swt. Tetapi mereka pasrah di hadapan sesama manusia yang dianggap memiliki kekuatan dan kekuasaan. Ketika mereka dekat dekat dengan orang-orang kaya dan berkuasa, hati mereka senang dan menjadikannya sebagai sumber kebahagiaan.
Sebaliknya, orang-orang mukmin menjadikan Allah swt sebagai sandaran dirinya. Ketika mereka dekat dengan Allah swt, hati mereka tenteram. Mereka menjadikan Allah swt sebagai sumber kebahagiaan hidupnya.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Salah satu tanda orang yang beriman adalah hatinya tenang ketika nama Allah swt disebut, dan menjadikan Allah sebagai satu-satunya sandaran dan tempat bergantung.
2. Jika perintah Allah swt diabaikan dan menjadikan manusia sebagai tempat bergantung, maka berhati-hatilah akan jebakan syirik.
Surat al-Zumar ayat 38-41
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ (38)
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka menjawab, “Allah.” Katakanlah, “Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?” Katakanlah, “Cukuplah Allah bagiku.” Kepada-Nya-lah bertawakkal orang-orang yang berserah diri. (39: 38)
Melanjutkan ayat-ayat sebelumnya tentang mereka yang mendapat hidayah dan yang tersesat, ayat ini mengisyaratkan masalah penting. Ayat ini mengatakan, “Orang-orang musyrik menerima Allah sebagai pencipta dan percaya bahwa Allah menciptakan dunia, termasuk manusia, tapi mereka beranggapan bahwa sesuatu atau manusia berperan penuh dalam menentukan nasibnya. Seakan-akan Allah setelah mencipta dunia dan seisinya menyerahkan urusan manusia kepada mereka sendiri dan Allah menepi dari mengelola dunia.”
Di akhirat ayat ini disebutkan, “Tapi orang-orang mukmin yang tetap mempercayai bahwa semua, termasuk dirinya adalah ciptaan Allah dan tetap dalam pengaturan ilahi. Mereka hanya bertawakal kepada Allah. Setelah melaksanakan kewajibannya dengan benar, mereka menyerahkan hasil kerjanya kepada Allah dan memohon kepada-Nya agar menetapkan yang baik untuk mereka.”
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para penyembah berhala menerima Allah sebagai pencipta, tapi menilai berhala berperan memelihara dan memberi syafaat dan menjadikannya sebagai perantara antara mereka dan Tuhan.
2. Keberuntungan dan kerugian manusia ada di tangan Allah, bukan apa yang kita gambarkan dan yang kita lihat secara lahiriah. Karenanya, alih-alih bersandar pada sesuatu yang sama seperti kita diciptakan Allah, sudah seharusnya kita bertawakal kepada Allah.
قُلْ يَا قَوْمِ اعْمَلُوا عَلَى مَكَانَتِكُمْ إِنِّي عَامِلٌ فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ (39) مَنْ يَأْتِيهِ عَذَابٌ يُخْزِيهِ وَيَحِلُّ عَلَيْهِ عَذَابٌ مُقِيمٌ (40)
Katakanlah, “Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui. (39: 39)
Siapa yang akan mendapat siksa yang menghinakannya dan lagi ditimpa oleh azab yang kekal.” (39: 40)
Dua ayat ini mengisyaratkan bahwa harus melawan keyakinan dan perilaku tidak benar di tengah masyarakat yang kita hidup di sana. Ketika Nabi Muhammad diutus oleh Allah, beliau dengan tegas mengumumkan kepada kaum dan keluarganya bahwa saya tidak menerima penyembah berhala dan hanya menyembah Allah yang Maha Esa.
Ayat ini sama dengan ayat “Lakum Dinakum Waliya Din”, bagimu agamamu dan bagiku agamaku, dimana Nabi Muhammad Saw secara transparan dan tegas mengumumkan tidak akan menerima hubungan dengan orng-orang musyrik dan menyerah dihadapan keyakinan tidak benar mereka.
Selanjutnya, Nabi Saw memberikan peringatakan kepada orang-orang musyrik agar memperhatikan dampak perbuatan mereka. Karena di dunia mereka akan terkena kemurkaan ilahi dan begitu juga di akhirat. Tentu saja bila kalian mendapat siksa ilahi, maka harus diketahui itu hasil perbuatan dan pilihan kalian, bukannya Allah mengazab seseorang karena kezaliman.
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang mukmin adalah kuat dengan kehendaknya dan tidak larut dalam lingkungan yang kotor dan menyimpang. Orang yang seperti ini tidak terpolusi dengan pikiran dan keyakinan tidak benar masyarakat.
2. Para pemimpin ilahi menyatakan sikapnya dengan transparan dan tegas. Mereka tidak menegosiasikan keyakinan agamanya dan tidak akan mundur sedikitpun.
إِنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ لِلنَّاسِ بِالْحَقِّ فَمَنِ اهْتَدَى فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِوَكِيلٍ (41)
Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk manusia dengan membawa kebenaran; siapa yang mendapat petunjuk maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri, dan siapa yang sesat maka sesungguhnya dia semata-mata sesat buat (kerugian) dirinya sendiri, dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka. (39: 41)
Ayat ini menyebutkan kewajiban Nabi dalam menerima wahyu dan menyampaikannya. Ayat ini mengatakan, “Allah telah mewahyukan apa saja yang dibutuhkan untuk menuntun manusia berdasarkan kebenaran kepada nabi-Nya dan ia menyampaikan apa yang didapatkannya kepada manusia tanpa ada yang dikurangi atau dilebihkan dalam bentuk kitab dan tertulis.”
Di sini, ada sebagian yang menerima ucapannya dan memanfaatkan hidayah ilahi dalam kehidupannya dan ada yang lain karena fanatik, taklid buta, permusuhan dan keras kepala tidak mau menerima dan tetap dalam kesesatannya.
Jelas, Nabi sebagai pengajar dan penuntun manusia, berharap semua manusia mengimani apa yang dibawanya, tapi ketika sebagian orang tidak mau beriman, beliau tidak dapat memaksa mereka.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Prinsip al-Quran adalah menjelaskan kebenaran dan hakikat. Seluruh yang ada adalah benar dan kebatilan tidak ada di dalamnya. Al-Quran diturunkan dengan tujuan manusia dapat memilih jalan yang benar dengan memperhatikan tuntunannya dan menemukan hidayah.
2. Manusia bebas dalam memilih jalannya dan pada saat yang sama harus bertanggung jawab atas yang dipilih dan menerima dampaknya.
3. Kewajiban para nabi adalah menyampaikan wahyu, bukan memaksa manusia menerimanya.
Surat al-Zumar ayat 33-37
وَالَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِ أُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ (33) لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ عِنْدَ رَبِّهِمْ ذَلِكَ جَزَاءُ الْمُحْسِنِينَ (34)
Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (39: 33)
Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Tuhan mereka. Demikianlah balasan orang-orang yang berbuat baik. (39: 34)
Di hari kiamat, manusia akan dibagi dalam dua kelompok; mereka yang bertauhid dan musyrik. Di akhir ayat sebelumnya telah disinggung akan nasib orang-orang musyrik, dimana permusuhan, sikap keras kepala dan melawan kebenaran menyeret mereka ke dalam neraka. Sementara ayat ini berbicara tentang orang-orang mukmin.
Ayat ini mengatakan, “Mereka mendengarkan ucapan yang benar dan mengimaninya serta sampai pada ketakwaan. Mereka adalah orang-orang yang mengimani firman Allah baik di dalam hati, ucapan dan perbuatan. Mereka adalah pendakwah agama dan pengamal sejati akan ajaran-ajaran agama. Orang-orang seperti ini jauh dari segala bentuk yang mementingkan hal-hal lahiriah, riya dan kemunafikan.
Berbeda dengan orang-orang musyrik yang akhirnya dimasukkan dalam neraka jahannam, nasib orang-orang mukmin sejati adalah surga. Mereka mendapatkan apa saja yang diinginkan di surga, baik kenikmatan materi maupun maknawi.
Jelas, orang-orang mukmin sejati adalah orang yang melakukan amal saleh dan berbuat baik kepada orang lain. Ini adalah pahala yang diberikan kepada mereka dikarenakan iman yang sejalan dengan amal perbuatan.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Benar dalam berkata dan berbuat merupakan syarat pertama iman kepada Alah dan kebohongan tidak sesuai dengan semangat keimanan.
2. Dakwah agama akan efektif dan berpengaruh ketika pendakwah melaksanakan apa yang diucapkannya, jika tidak mungkin hasil dakwahnya justru negatif.
3. Rahmat dan nikmat ilahi di surga tidak ada batasan dan mengikuti kehendak mereka yang ada di sana.
4. Takwa dan berbuat baik adalah dua kata yang banyak digunakan dalam al-Quran dan menjadi kelaziman satu dengan lainnya.
لِيُكَفِّرَ اللَّهُ عَنْهُمْ أَسْوَأَ الَّذِي عَمِلُوا وَيَجْزِيَهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ الَّذِي كَانُوا يَعْمَلُونَ (35)
Agar Allah akan menutupi (mengampuni) bagi mereka perbuatan yang paling buruk yang mereka kerjakan dan membalas mereka dengan upah yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (39: 35)
Salah satu permintaan orang bertakwa dan berbuat baik dari Allah adalah pengampunan perbuatan buruk mereka dan perbuatan terbaik mereka yang menjadi parameter pahala. Allah menerima permintaan mereka dan dengan mengampuni perbuatan dosa mereka, Allah menganugerahkan pahala terbaik kepada mereka.
Penting untuk diingatkan bahwa takwa tidak berarti terjaga dari dosa, sehingga seorang bertakwa dijaga dari segala bentuk kesalahan dan dosa, tapi takwa adalah sebuah sifat yang menyebabkan manusia tidak melakukan perbuatan dosa dan pembangkangan kepada Allah serta manusia akan menahan diri dari perbuatan yang menjadi sarana bagi perilaku berdosa. Pada saat yang sama, ada kemungkinan orang ini tergelincir dan tanpa sadar melakukan perbuatan dosa.
Pada dasarnya, takwa seperti perisai yang berada di tangan seorang pejuang untuk menjaganya dari serangan panah musuh, tapi bisa saja ada anak panah yang tidak dapat ditangkis oleh perisai ini dan mengenai tubuhnya. Tapi yang penting adalah pejuang itu memiliki perisai di tangannya, sehingga ia dapat menjaga dirinya dari serangan musuh. Dengan gambar ini, mungkin saja ada orang yang meletakkan perisai takwa di atas tanah dan mengikuti dorongan hawa nafsu dan godaan setan.
Namun rahmat Allah yang luas mencakup orang yang bertakwa dan karena usaha mereka untuk menjaga diri dari dosa, ketika dalam kasus-kasus yang mereka tidak sadar telah melakukan dosa, Allah mengampuni mereka dan akan memberikan pahala kepada mereka lebih baik dari apa yang mereka kerjakan. Karena niat dan motifasi mereka dalam berbuat lebih unggul dan baik dari perbuatan baik itu sendiri.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Yang penting adalah niat, motifasi dan tujuan manusia. Ketika manusia berusaha keras untuk menjauhi perbuatan dosa, Allah tidak menghitung perbuatan buruknya dan memberi perbuatan baiknya dengan pahal yang lebih baik.
2. Membersihkan diri dari dosa dan dampak buruknya adalah pengantar untuk mendapat rahmat dan pertolongan ilahi.
أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ وَيُخَوِّفُونَكَ بِالَّذِينَ مِنْ دُونِهِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ (36) وَمَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُضِلٍّ أَلَيْسَ اللَّهُ بِعَزِيزٍ ذِي انْتِقَامٍ (37)
Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya. Dan mereka mempertakuti kamu dengan (sembahan-sembahan) yang selain Allah? Dan siapa yang disesatkan Allah maka tidak seorangpun pemberi petunjuk baginya. (39: 36)
Dan barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorangpun yang dapat menyesatkannya. Bukankah Allah Maha Perkasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) mengazab? (39: 37)
Sebagai kelanjutan ayat sebelumnya, terkait perbandingan orang beriman dan kafir, ayat ini berkata kepada Nabi Muhammad Saw, “Alih-alih menerima ucapan yang benar, mereka justru bangkit melawanmu dan mengancammu. Padahal Allah bagimu sudah cukup. Tanpa-Nya tidak ada yang dapat menyakitimu, sebagaimana sebelumnya Nabi Ibrahim tidak terbakar api, Musa selamat dari kezaliman Firaun dan Isa yang dijaga dari penyaliban.”
Kelanjutan ayat ini tentang hidayah dan kesesatan, “Barangsiapa yang menerima hidayah ilahi dan mengikutinya akan aman dari kesesatan dan barangsiapa yang tidak menerima hidayah ilahi tidak akan sampai ke rumah kebahagiaan, sekalipun ia menyangka dirinya telah mendapat hidayah.”
Akhir ayat ini menekankan poin ini bahwa bagaimana orang-orang musyrik dan kafir tidak tahu bahwa mereka tidak akan pernah menang dihadapan kehendak Allah? Apakah mereka tidak tahu bahwa Allah akan membalas orang-orang yang melawan para nabi ilahi dan ajaran mereka? Balasan Allah adalah kesesatan mereka.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ketika manusia taat dan menjadi hamba Allah, maka Allah akan mengelola urusannya.
2. Manusia mukmin bersandar pada Allah saat menghadapi ancaman musuh dan tegar di jalan kebenaran, tidak takut akan kekuatan dan fasilitas yang dimiliki musuh dengan selalu berharap kepada Allah dan tawakal kepada-Nya.
3. Manusia menjadi sesat bukan tanpa sebab. Manusia tidak mendapat cahaya hidayah karena perbuatannya yang tidak benar, sehingga terseret pada penyimpangan.