کمالوندی

کمالوندی

Selasa, 03 Desember 2019 19:03

Surat al-Zumar ayat 29-32

 

ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا رَجُلًا فِيهِ شُرَكَاءُ مُتَشَاكِسُونَ وَرَجُلًا سَلَمًا لِرَجُلٍ هَلْ يَسْتَوِيَانِ مَثَلًا الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (29)

Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki (saja); Adakah kedua budak itu sama halnya? Segala puji bagi Allah tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (39: 29)

Ayat ini menggambarkan kondisi orang-orang musyrik yang sedang bertikai melalui sebuah tamsil. Bayangkan jika ada seorang budak dimiliki oleh beberapa sekutu yang bertikai dan setiap orang memberikan perintah kepadanya, ia tentu akan bingung dan tidak tahu perintah siapa yang harus didahulukan. Jika si budak ini mengabaikan perintah salah satu dari tuannya, ia akan dihukum dan tidak diberi makan.

Di pihak lain, ada seorang budak yang hanya dimiliki oleh seorang pemilik saja dan tidak ada tugas lain kecuali mematuhi perintah tuannya. Jelas, si budak ini tidak akan kebingungan dan selalu mendapat dukungan dari tuannya itu.

Ketika di penjara, Nabi Yusuf as juga menggunakan perumpamaan seperti ini untuk mengajak para tahanan menyembah Allah Swt. Ia berkata, "Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?" (Surat Yusuf, ayat 39)

Beginilah kondisi orang-orang musyrik dan mukmin. Syirik akan membuat manusia terombang-ambing dan kebingungan, dan mereka kehilangan ketenangan batin. Namun, orang mukmin hanya mematuhi dan tunduk pada perintah Tuhan, dan berharap pada rahmat-Nya saja.

Sayangnya, banyak orang tidak memperhatikan perbedaan antara syirik dan tauhid. Mereka masih menambatkan hatinya pada sesuatu selain Allah Swt dan belum sampai pada derajat tauhid hakiki.

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Orang-orang yang bertauhid hanya mengejar keridhaan Allah dalam perbuatannya, tetapi orang musyrik ingin menarik keridhaan berbagai kalangan dan jelas ia tidak mampu membuat semua orang puas, karena setiap orang punya selera masing-masing.

2. Dampak tauhid dan syirik bisa dilihat di dunia ini dan tak perlu menunggu datangnya hari kiamat. Orang yang bertauhid menjalani kehidupan yang tenang dan optimis, sementara orang musyrik selalu gelisah dan tidak tenang.

إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ (30) ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عِنْدَ رَبِّكُمْ تَخْتَصِمُونَ (31)

Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula). (39: 30)

Kemudian sesungguhnya kamu pada hari kiamat akan berbantah-bantah di hadapan Tuhanmu. (39: 31)

Kematian sama-sama mendatangi orang mukmin dan musyrik, dan tidak ada manusia yang hidup abadi di dunia ini. Bahkan para Nabi sebagai manusia pilihan Tuhan, juga tidak luput dari aturan universal ini. Jika musuh-musuh Rasulullah Saw selalu menanti kematiannya, maka ketahuilah bahwa mereka juga akan mati.

"Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu (Muhammad); maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal?" (Surat al-Anbiya ayat 34)

Namun, kematian bukan akhir dari segalanya dan ia adalah gerbang menuju hari kiamat. Di sana, orang mukmin dan musyrik saling berhadap-hadapan dan mereka berdebat tentang kebenaran dan kebatilan akidah masing-masing.

Orang-orang musyrik tampaknya belum bersedia menerima kebatilan akidahnya dan mereka bangkit untuk membela perilakunya selama di dunia ini. Namun, Allah Swt akan menjadi hakim di antara dua golongan ini dan memutuskan perkara mereka.

Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Kematian adalah bagian dari sunnah Ilahi bagi semua manusia dan tidak ada pengecualian di dalamnnya.

2. Di pengadilan Tuhan, berbagai golongan saling melemparkan tudingan dan berusaha membebaskan dirinya dan menjerat orang lain, tetapi Allah akan menjadi hakim pada hari itu dan memutuskan perkara atas dasar kebenaran.

فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَبَ عَلَى اللَّهِ وَكَذَّبَ بِالصِّدْقِ إِذْ جَاءَهُ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْكَافِرِينَ (32)

Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir? (39: 32)

Ayat ini berbicara tentang orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah Swt dan tidak bersedia menerimanya.

Kaum kafir yang mengingkari Tuhan atau kaum musyrik yang menyekutukan Dia, sama-sama menolak perkataan yang benar dan mendustakannya. Jelas bahwa perbuatan buruk mereka di dunia akan menyeretnya ke neraka.

Di sisi lain, orang-orang mukmin membenarkan ayat-ayat Allah dan mengimaninya.

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Kezaliman yang paling besar adalah mendustakan Allah dan menolak perkataan yang benar yang datang dari sisi-Nya.

2. Kesombongan dan fanatik buta adalah faktor yang menyebabkan manusia menolak kebenaran. Mereka mengingkarinya tanpa memperhatikan benar- tidaknya ucapan itu.

Selasa, 03 Desember 2019 19:02

Surat al-Zumar ayat 24-28

 

أَفَمَنْ يَتَّقِي بِوَجْهِهِ سُوءَ الْعَذَابِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَقِيلَ لِلظَّالِمِينَ ذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْسِبُونَ (24)

Maka apakah orang-orang yang menoleh dengan mukanya menghindari azab yang buruk pada hari kiamat (sama dengan orang mukmin yang tidak kena azab)? Dan dikatakan kepada orang-orang yang zalim, “Rasakanlah olehmu balasan apa yang telah kamu kerjakan.” (39: 24)

Bagian akhir dari ayat sebelumnya berbicara tentang dua golongan manusia yaitu mereka yang mendapatkan hidayah dan mereka yang tersesat. Ayat 24 surat Az-Zumar membandingkan dua golongan tersebut dan balasan yang mereka terima di hari kiamat.

Pada hari kiamat, kondisi orang-orang yang zalim sangat mengenaskan dan mereka berusaha melindungi dirinya dari api neraka dengan wajahnya, karena tangan dan kakinya telah dibelenggu.

Meski seluruh anggota badan terbakar oleh api neraka, namun penyebutan kata wajah (biwajhihi) untuk menekankan pentingnya kedudukan wajah di antara semua anggota badan, termasuk dalam proses identifikasi. Selain itu, terbakarnya wajah akan lebih menyakitkan daripada bagian lain dari anggota tubuh.

Orang-orang kafir kemudian diejek oleh para malaikat sambil berkata, "Rasakanlah olehmu azab neraka yang membakar itu, karena perbuatan-perbuatan yang telah engkau kerjakan dahulu di dunia."

Dalam literatur Islam, menyaksikan amal perbuatan dan merasakan akibatnya pada hari kiamat disebut dengan Tajassum al-'Amal atau perwujudan amal. Amal perbuatan kita akan dihadirkan di depan kita dan kemudian diberikan balasan sesuai dengan perbuatan itu.

Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Siksa dan azab neraka adalah hasil dari perbuatan manusia di dunia, yang muncul dalam bentuk api yang membakar pada hari kiamat.

2. Pada hari kiamat, manusia akan menyaksikan amal perbuatan yang dilakukannya.

كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَأَتَاهُمُ الْعَذَابُ مِنْ حَيْثُ لَا يَشْعُرُونَ (25) فَأَذَاقَهُمُ اللَّهُ الْخِزْيَ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَعَذَابُ الْآَخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (26)

Orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasul), maka datanglah kepada mereka azab dari arah yang tidak mereka sangka. (39: 25)

Maka Allah merasakan kepada mereka kehinaan pada kehidupan dunia. Dan sesungguhnya azab pada hari akhirat lebih besar kalau mereka mengetahui. (39: 26)

Ayat ini menyinggung tentang kondisi orang-orang kafir di dunia. Di sepanjang sejarah, orang-orang yang mendustakan para nabi dan ajaran Ilahi, mereka juga merasakan azab di dunia ini, baik itu azab yang tampak nyata maupun yang tidak terlihat dengan mata.

Sebagian azab bersifat hissi (fisik/tampak) seperti azab kaum Nabi Nuh as dan kaum Nabi Luth as serta orang-orang seperti Firaun dan Qarun. Namun, sebagian azab juga bersifat maknawi (abstrak) seperti dikunci pintu hatinya, ditolak doanya, dan ditimpakan kegelisahan.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Sebagian dari dampak perbuatan dosa akan tampak di dunia ini dan sebagiannya di akhirat. Demikian juga dengan azab, sebagian bersifat fisik/tampak dan sebagian lagi abstrak.

2. Meski sebagian azab ditimpakan di dunia ini, namun azab hari kiamat jauh lebih pedih dan lebih besar.

3. Allah Swt memiliki kuasa untuk menghukum para pendosa dan mampu mendatangkan azab kepada mereka dari arah yang tidak mereka sangka.

وَلَقَدْ ضَرَبْنَا لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْقُرْآَنِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ (27) قُرْآَنًا عَرَبِيًّا غَيْرَ ذِي عِوَجٍ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ (28)

Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran. (39: 27)

(Ialah) Al Quran dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka bertakwa. (39: 28)

Al-Quran bersifat komprehensif dan universal untuk memberikan hidayah dan pelajaran bagi manusia. Ia menyediakan semua sarana yang berperan dalam membimbing manusia. Pada dasarnya, al-Quran adalah cahaya hidayah yang selalu menyala dan menerangi jalan.

Al-Quran memberikan perumpamaan agar manusia dapat mengambil pelajaran dari sejarah orang-orang terdahulu, nasib orang-orang yang berbuat baik dan jahat, dan dari cara mereka menjalani kehidupan ini. Semua tamsil ini bertujuan untuk menyadarkan manusia dari kelalaian.

Kitab suci ini menggunakan bahasa Arab yang fasih, sempurna, dan universal agar mudah dimengerti. Ayat-ayatnya seirama dan kalimat-kalimatnya jelas, serta sama sekali tidak ada penyimpangan dan kontradiksi di dalamnya.

Dengan semua kriteria ini, dapat disimpulkan bahwa tujuan penurunan al-Quran adalah untuk mengajak manusia kepada takwa dan meninggalkan perbuatan buruk.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Al-Quran adalah sebuah kitab pedoman yang sempurna dan universal. Ia memuat apa yang dibutuhkan manusia dan tidak ada yang terlewatkan olehnya.

2. Bahasa tamsil biasanya lebih besar efeknya bagi masyarakat ketimbang argumen yang rumit.

3. Al-Quran menggunakan bahasa yang fasih dan jelas. Kitab ini tidak memuat kalimat yang menyimpang dan kontradiksi.

Selasa, 03 Desember 2019 19:01

Surat al-Zumar ayat 22-23

 

أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ أُولَئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (22)

Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (39: 22)

Wahyu Ilahi ibarat butiran hujan yang turun membasahi bumi. Hanya tanah-tanah yang siap ditanami yang akan memperoleh manfaatnya, begitu juga dengan manusia, hanya hati yang bersih yang akan mendapatkan petunjuk dari firman Tuhan.

Reaksi alamiah manusia tidak sama dalam menerima kebenaran. Sebagian orang memiliki kelapangan dada dan kebesaran jiwa, sementara sebagian lain memiliki hati yang sempit dan membatu.

Ayat tersebut berbicara tentang pengaruh cahaya iman bagi kehidupan manusia. Membatasi dunia pada alam materi akan mempersempit pandangan manusia tentang kehidupan dan aspek-aspeknya.

Para pengingkar Tuhan mencari kebahagiaan dan kesenangan pada kelezatan materi dan duniawi. Oleh sebab itu, jiwanya sempit dan gersang. Namun, kaum mukmin yang meyakini alam ghaib memandang dunia ini sebagai jembatan untuk menuju akhirat dan mereka memiliki jiwa yang lapang.

Beriman kepada Allah akan membuat kapasitas manusia berkembang dan membuka ufuk pandangannya. Sudut pandangnya tidak terbatas pada kematian, tetapi mereka juga menyaksikan kehidupan setelah kematian di dunia ini. Jiwa mereka terbuka dan lapang, mereka tersadar hanya dengan sedikit nasihat dan pengingat.

Dengan petunjuk ayat-ayat al-Quran, kaum mukmin tetap melangkah di jalan yang lurus di tengah kegelapan dan cobaan dunia dan meniti jalan hidup ini dengan selamat.

Sebaliknya, hati orang-orang kafir telah membatu dan tidak dapat mendengarkan nasihat atau argumen yang kuat sekali pun. Jiwa dan pikiran mereka sempit dan seakan tidak ada ruang dalam dirinya untuk menerima kebenaran. Mereka adalah orang-orang yang berhati batu dan tanpa cahaya, yang telah menutup pintu hatinya dari petunjuk Ilahi.

Jadi, orang yang mengingkari Tuhan atau melupakan-Nya, akan selalu berada dalam kegelisahan dan kekhawatiran. Sebab, kematian bagi mereka bermakna kehilangan segalanya.

Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Iman berperan dalam melapangkan hati manusia dan memperluas sudut pandangnya. Iman akan meningkatkan kapasitas seseorang dan membuatnya selalu tunduk pada kebenaran.

2. Orang mukmin mengarungi jalan berliku di dunia ini dengan cahaya Ilahi, jadi bahaya terperosok ke jurang kehancuran akan sangat kecil.

3. Syirik dan kufur (mengingkari kebenaran) membuat hati manusia mengeras. Hati yang bebal akan menghalangi pancaran cahaya Ilahi dan akhirnya menyebabkan ia tersesat.

اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ (23)

Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun. (39: 23)

Ayat ini berbicara tentang beberapa kriteria al-Quran serta perbedaan antara kondisi orang mukmin dan kafir. Salah satu kriteria wahyu adalah bahwa ayat-ayatnya tidak saling bertentangan, tetapi semuanya serasi dan seirama. Firman Tuhan tidak bisa dibandingkan dengan ucapan makhluk, al-Quran adalah wahyu Ilahi dan perkataan yang paling baik atau ahsanul hadits.

Wahyu Ilahi mengikuti sebuah gaya bahasa yang sama dan serasi dan ini menjadi pembeda antara al-Quran dengan perkataan orang lain bahkan Rasul Saw. Meskipun wahyu Ilahi disampaikan melalui lisan Rasul, tetapi ada perbedaan yang besar antara ayat al-Quran dan hadis Nabi.

Meskipun semua ayat al-Quran mengejar tujuan yang satu, namun ayat-ayatnya mengkaji sebuah tema dari sisi yang berbeda. Menurut kaidah "segala sesuatu akan tampak jelas dengan lawannya," metode al-Quran adalah membandingkan kebenaran yang dibangun atas argumen yang kuat dan rasional dengan kebatilan yang rapuh dan sesat.

Al-Quran mengingatkan manusia akan konsekuensi memilih jalan yang lurus atau sesat. Ia menjelaskan kedua jalan itu dan membuat perbandingan sehingga manusia bisa memilih dengan cara yang paling baik.

Sebagai contoh, bagian pertama ayat berbicara mengenai iman dan kaum mukmin dan bagian lain tentang kufur dan kaum kafir. Bagian pertama ayat berkisah tentang pahala dan bagian lain tentang siksaan. Bagian pertama ayat bercerita seputar perintah Ilahi dan bagian lain tentang larangan-larangan-Nya. Bagian pertama berbicara tentang hidayah dan faktor-faktornya dan bagian lain tentang kesesatan dan penyebabnya.

Dengan perbandingan ini, al-Quran mendorong manusia untuk menimbang sisi positif dan negatif segala sesuatu dan kemudian memilih jalan yang paling baik.

Poin lain adalah bahwa manusia berada di antara dua kondisi al-khauf (rasa takut) dan ar-raja' (rasa penuh harap). Mereka diliputi rasa takut dengan melihat kelemahan dan dosa-dosanya, namun mereka merasa optimis akan rahmat dan ampunan Tuhan dengan melihat kasih sayang-Nya yang maha luas.

Jelas bahwa al-Quran diturunkan untuk semua manusia, tetapi petunjuknya hanya akan diperoleh oleh para pencari kebenaran, sementara para pengingkar kebenaran, mereka tidak mendapatkan petunjuk Ilahi dan terperangkap dalam kesesatan.

Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Al-Quran adalah perkataan yang paling baik atau ahsanul hadits.

2. Ayat-ayat al-Quran tidak saling bertentangan. Ada kemiripan di antaranya, tetapi sama sekali tidak ada pertentangan dan kontradiksi di antara ayat-ayatnya.

3. Orang mukmin diliputi rasa takut ketika membaca ayat-ayat tentang azab Ilahi, dan mereka optimis saat berjumpa dengan ayat-ayat rahmat.

4. Allah menyediakan sarana hidayah untuk semua manusia dan al-Quran tidak diturunkan untuk komunitas tertentu. Ia adalah kitab petunjuk dan bisa diakses oleh semua orang, tetapi cahaya hidayahnya hanya akan diperoleh oleh para pencari kebenaran.

Selasa, 03 Desember 2019 19:01

Surat al-Zumar ayat 17-21

 

وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَنْ يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِ (17) الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ (18)

Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, (39: 17)

Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. (39: 18)

Al-Quran di ayat ini juga menggunakan analogi. Karena di bagian sebelumnya pembahasan seputar kaum musyrik yang menolak kebenaran karena keras kepala dan fanatisme serta menolak beriman kepada Tuhan. Sedangkan ayat kali ini berbicara mengenai hamba-hamba yang mencari hakikat. Mereka adalah orang-orang yang ketika mendengar kebenaran bersedia menerimanya dan kembali kepada Tuhan serta mereka mendapat rahmat Ilahi.

Keimanan sejati adalah penolakan penyembahan selain Tuhan, baik itu berhala batu atau kayu, hawa nafsu atau ketaatan kepada penguasa zalim dan buruk. Taghut memiliki arti melanggar batas dan dalam budaya al-Quran, menjahui taghut berarti menjahui segala bentuk syirik, menyembah berhala, hawa nafsu dan tunduk terhadap pengusa lalim dan kekuatan hegemoni serta arogan.

Ayat ini kemudian mengisyaratkan hamba-hamba khusus dan istimewa yang bersedia menyingkirkan sikap keras kepala dan fanatisme serta siap mendengarkan berbagai perkataan. Dengan bantuan akal, hamba-hamba ini menyaring setiap ucapan dan memilih yang terbaik. Hamba-hamba ini haus akan hakikat kebenaran. Di manapun mereka menemukan kebenaran, maka meraka akan menyambutnya. Mereka bukan jasa mengejar kebenaran, tapi mereka akan memilih ucapan dan arahan terbaik serta mengikutinya.

Sejatinya ayat ini mengisyaratkan kebebasan berpikir umat Islam dan pilihan mereka di berbagai masalah. Orang-orang yang bijaksana siap mendengarkan ucapan kebenaran ketimbang menentangnya. Setelah mereka menemukan kebenaran, mereka akan tunduk dihadapan kebenaran ini. Dengan sendirinya sikap seperti ini sebuah indikasi rasionalitas dan kebijaksanaan.

Menurut ungkapan al-Quran, orang seperti ini adalah mereka yang telah mendapat hidayah dari Tuhan dan mereka adalah orang yang bijaksana.

Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Syarat keimanan sejati kepada Tuhan adalah menolak menerima hegemoni taghut dan menjahui mereka.

2. Ketika menghadapi berbagai ucapan, yang harus diperhatikan adalah konten bukan siapa yang mengucapkannya serta apa kedudukan orang tersebut. Selain itu harus dipilih yang terbaik dari setiap ucapan.

3. Akal dari satu sisi dan  wahyu serta ajaran agama dari sisi lain tidak saling kontradiksi. Keduanya adalah hujjah Tuhan dan pembimbing manusia ke arah kebahagiaan.

4. Islam mendukung kebebasan berpikir dan pilihan jalan kehidupan berdasarkan akal dan rasio.

أَفَمَنْ حَقَّ عَلَيْهِ كَلِمَةُ الْعَذَابِ أَفَأَنْتَ تُنْقِذُ مَنْ فِي النَّارِ (19) لَكِنِ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ لَهُمْ غُرَفٌ مِنْ فَوْقِهَا غُرَفٌ مَبْنِيَّةٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَعْدَ اللَّهِ لَا يُخْلِفُ اللَّهُ الْمِيعَادَ (20)

Apakah (kamu hendak merubah nasib) orang-orang yang telah pasti ketentuan azab atasnya? Apakah kamu akan menyelamatkan orang yang berada dalam api neraka? (39: 19)

Tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya mereka mendapat tempat-tempat yang tinggi, di atasnya dibangun pula tempat-tempat yang tinggi yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Allah telah berjanji dengan sebenar-benarnya. Allah tidak akan memungkiri janji-Nya. (39: 20)

Rasulullah Saw sangat bersemangat untuk membimbing dan menyelamatkan seluruh masyarakat termasuk mereka yang tersesat dan musyrikin. Rasulullah sangat sedih dengan penyimpangan umatnya. Ayat ini kepada Nabi mengatakan, Apakah kamu menganggap dirimu mampu menyelamatkan mereka yang memilih jalan neraka karena pilihan kelirunya ? Sama sekali bukan demikian. Mereka yang telah memutus seluruh jalannya untuk berhubungan dengan Tuhan, tidak memiliki jalan selamat. Bahkan Rasulullah pun tidak mampu berbuat banyak bagi mereka.

Selain kelompok ini ada kelompok beriman. Di hari Kiamat mereka akan memiliki kedudukan tinggi dan hidup bahagia di kebun serta istana surga. Kehidupan mereka di surga sangat menyenangkan, tidak ada penderitaan dan kesengsaraan. Mereka benar-benar hidup bahagia.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Misi utama para nabi adalah membimbing masyarakat dan mengarahkan mereka ke arah kebenaran serta jalan hidup yang benar. Namun demikian kebahagiaan dan keselamatan manusia bukan berada di tangan para nabi, tapi bergantung pada perilaku dan amalan manusia sendiri.

2. Mereka yang menutup jalan untuk memahami kebenaran dengan fanatisme dan sikap keras kepalanya, sejatinya telah menutup jalan kebahagiaan dan keselamatan dirinya sendiri.

3. Jika kita memiliki iman kepada Tuhan, maka kita harus meyakini bahwa janji-Nya mengenai surga dan neraka sebuah kepastian dan kita harus menjaga perilaku diri kita masing-masing.

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَلَكَهُ يَنَابِيعَ فِي الْأَرْضِ ثُمَّ يُخْرِجُ بِهِ زَرْعًا مُخْتَلِفًا أَلْوَانُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَجْعَلُهُ حُطَامًا إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِأُولِي الْأَلْبَابِ (21)

Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. (39: 21)

Setelah secara singkat membandingkan nasib orang kafir dan mukmin, ayat ini kembali membahas masalah tauhid dan maad. Turunnya hujan dari langit menjadi salah satu argumentasi tauhid, karena kehidupan di muka bumi bergantung pada turunnya hujan. Jika tidak ada sistem dan proses penguapan air laut, kemudian terbentuknya awan dan pergerakannya ke berbagai wilayah di muka bumi serta turunnya hujan dan salju, maka mayoritas permukaan bumi akan kering dan keberlangsungan hidup akan sangat sulit serta mustahil.

Bahkan para penghuni pantai dan samudera tidak dapat memenuhi kebutuhan air minum dan pengairan sawah mereka, karena air laut asin rasanya dan memiliki kandungan garam yang tinggi. Dibutuhkan dana yang besar untuk mendapatkan air tawar dari air laut melalui penyulingan. Mengingat mayoritas air dimanfaatkan untuk pengairan sawah maka proses penyulingan air laut akan tidak efektif mengingat biayanya yang tinggi.

Namun demikian kendala di alam ini diselesaikan melalui proses yang mencengangkan. Ketika air laut menguap dan naik ke atas, garam dan zat-zat lainnya tidak berubah menjadi uap. Dengan demikian air yang tak murni disuling dan berubah menjadi salju dan air hujan. Air laut menjadi air hujan yang murni dan siap dikonsumsi. Tak diragukan lagi proses ini merupakan pengaturan Tuhan dalam bentuk bahwa air secara alami menjadi tawar dan kandungan garam serta zat lainnya terpisah sehingga air tawar ini dapat dikonsumsi manusia serta makhluk lainnya.

Air hujan tersimpan di perut bumi dan salju di gunung-gunung. Seiring berlalunya waktu air dan salju tersebt mengalir melalui mata air, sumur dan sungai sehingga dapat dimanfaatkan.

Dengan memikirkan nikmat besar Ilahi ini yang menjadi sumber kehidupan manusia dan seluruh hewan serta tumbuhan di atas permukaan bumi, mausia akan menyadari keagungan Tuhan.

Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Memikirkan dan memahami fenomena alam merupakan metode untuk mengenal Tuhan. Oleh karena itu tidak boleh lalai dan mengabaikan fenomena ini.

2. Mulai dari air dan tanah, tumbuhan, bunga dan beragam buah-buahan yang dipanen, seluruhnya menunjukkan kekuatan dan keagungan Tuhan.

3. Di antara tanda-tanda kebijaksanaan adalah selain mengenal fenomena alam, kita juga berusaha untuk mengenal sumber penciptaan.

Selasa, 03 Desember 2019 19:00

Surat al-Zumar ayat 11-1

 

قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ (11) وَأُمِرْتُ لِأَنْ أَكُونَ أَوَّلَ الْمُسْلِمِينَ (12) قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ (13)

Katakanlah, “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. (39: 11)

Dan aku diperintahkan supaya menjadi orang yang pertama-tama berserah diri.” (39: 12)

Katakanlah, “Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar jika aku durhaka kepada Tuhanku.” (39: 13)

Sebelumnya, telah disinggung tentang pentingnya takwa, berbuat baik, sabar dan berkelanjutan yang merupakan tanda-tanda orang beriman. Ayat-ayat ini berbicara kepada Nabi Muhammad Saw, “Wahai Nabi! Sampaikan secara transparan kepada orang-orang Musyrik bahwa saya diperintahkan dari sisi Allah untuk memurnikan agama dan keyakinan kalian dari segala bentuk kesyirikan dan hanya kepada Allah aku beribadah. Saya juga diperintahkan untuk menjadi yang terdepan dalam menyembah Allah di antara orang-orang beriman dan menjauhi segala bentuk perbuatan dan perkataan yang bernada kesyirikan.”

Kelanjutan ayat-ayat ini menyebutkan, “Barangsiapa yang menentang perintah ilahi, akan mendapat balasan dan tidak ada bedanya orang itu adalah Nabi atau manusia lainnya. Berserah diri dihadapan perintah-perintah ilahi adalah jalan keselamatan manusia dari kemurkaan Allah di dunia dan akhirat. Sekaitan dengan ini, tanggung jawab nabi lebih ketimbang manusia lainnya.

Para nabi tidak pernah berbicara tentang kelebihannya dibanding manusia lainnya. Karena mereka melihat dirinya sama dengan manusia lainnya sebagai hamba Allah dan berserah diri dihadapan perintah-Nya. Masalah ini dengan sendirinya menjadi bukti kebenaran mereka. Berbeda dengan mereka yang berbohong dan mengklaim dirinya sebagai nabi, tidak menyeru manusia kepada Allah, tapi kepada dirinya sendiri atau menyebut dirinya memiliki kelebihan khusus.

Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Para nabi ditugaskan untuk menyampaikan pesan Allah kepada manusia. Mereka tidak berbicara dari diri mereka sendiri atau melakukan perbuatan sendiri.

2. Memurnikan penyembahan kepada Allah dari segala perilaku dan pemikiran syirik merupakan kewajiban penting para nabi.

3. Di pengadilan ilahi di hari kiamat, tidak ada perbedaan antara nabi dan manusia biasa lainnya dan mereka tidak memiliki kelebihan tertentu.

قُلِ اللَّهَ أَعْبُدُ مُخْلِصًا لَهُ دِينِي (14) فَاعْبُدُوا مَا شِئْتُمْ مِنْ دُونِهِ قُلْ إِنَّ الْخَاسِرِينَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَلَا ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ (15)

Katakanlah, “Hanya Allah saja Yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku.” (39: 14)

Maka sembahlah olehmu (hai orang-orang musyrik) apa yang kamu kehendaki selain Dia. Katakanlah, “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat.” Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. (39: 15)

Kelanjutan dari ayat-ayat sebelumnya, dimana Nabi Muhammad Saw berkata, “Saya diperintah dari sisi Allah untuk memperkenalkan agama Allah secara murni dan saya menyembah Allah dengan ikhlas.” Dalam ayat ini disebutkan, “Saya juga akan mengamalkan seperti itu. Karena, pertama, saya hanya menyembah Allah, bukan selain-Nya. Kedua, dalam penyembahan ini saya tidak mensyirikkan Allah dengan sesuatu atau siapapun.”

Setelah itu berkata kepada orang-orang Musyrik, “Saya mengajak kalian untuk memeluk agama yang suci dan murni. Karena sekarang kalian tidak mau menerimanya, silahkan menyembah apa saja, tapi kalian harus tahu akan menemui kerugian yang besar. Karena menyembah selain Allah pada dasarnya kalian telah membuat diri kalian dan keluarga dalam kerugian besar di hari kiamat.”

Jangan pernah membayangkan bahwa kerugian harta adalah kerugian terbesar. Tapi kerugian yang nyata adalah di akhirat. Suatu hari ketika manusia memahami dirinya memiliki utang besar ketika semua potensi dan fasilitas yang diberikan Allah dan semua modal hidupnya lepas dari tangannya dan sebagai ganti dari upaya meriah kesempurnaan dan mencapai pada kebahagiaan abadi, yang didapatnya hanya kerugian. Selain itu, tidak ada jalan baginya untuk menutupi kesalahan sebelumnya. Inilah kerugian yang besar dan nyata.

Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Para nabi menjadi yang terdepan dalam menjalankan perintah ilahi. Mereka melaksanakan perintah ilahi dengan segala wujudnya. Tidak demikian bahwa mereka mengajak manusia kepada kebenaran dan mereka tidak mengamalkannya.

2. Tanggung jawab penting dari para nabi adalah memurnikan Allah dari segala bentuk syirik, bidah dan khurafat. Karena semua ini hama bagi agama.

3. Mereka tidak pernah menyesal menyampaikan pesan agama ilahi kepada semua manusia, tapi mereka tahu sebagian manusia tidak akan menerima ucapan kebenaran mereka. Sekalipun demikian mereka tidak menyesal dan tidak berhenti melakukan tugasnya.

4. Manusia bukan saja bertanggung jawab atas dirinya, tapi juga atas keluarganya. Pendidikan anak berdasarkan ajaran dan nilai agama merupakan salah satu tanggung jawab orang tua.

لَهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ ظُلَلٌ مِنَ النَّارِ وَمِنْ تَحْتِهِمْ ظُلَلٌ ذَلِكَ يُخَوِّفُ اللَّهُ بِهِ عِبَادَهُ يَا عِبَادِ فَاتَّقُونِ (16)

Bagi mereka lapisan-lapisan dari api di atas mereka dan di bawah merekapun lapisan-lapisan (dari api). Demikianlah Allah mempertakuti hamba-hamba-Nya dengan azab itu. Maka bertakwalah kepada-Ku hai hamba-hamba-Ku. (39: 16)

Ayat ini menjelaskan mereka yang merugi di hari kiamat dan mengatakan, “Lidah api neraka akan mengelilingi mereka dan tidak ada jalan untuk melarikan diri. Pada hakikatnya ini merupakan peringatan kepada semua manusia agar tidak bertakwa di dunia, mungkin saja di akhirat mereka akan menderita nasib yang sangat malang ini.”

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Kufur, syirik dan melupakan Allah menyebabkan manusia celaka. Orang yang mengikuti jalan kesyirikan di dunia, di akhirat akan mendapat murka ilahi dan akan dibakar di api neraka.

2. Satu-satunya jalan untuk selamat dari api neraka adalah bertakwa dan menjauhi dari perbuatan dosa. Karena dosa seperti materi yang mudah terbakar dan hanya dengan tidak melakukannya dapat mencegah semakin menyalanya api neraka.

Selasa, 03 Desember 2019 19:00

Surat al-Zumar ayat 9-10

 

أَمْ مَنْ هُوَ قَانِتٌ آَنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآَخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ (9)

(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (39: 9)

Dalam penjelasan sebelumnya, al-Quran berbicara tentang manusia yang hanya mengingat Allah ketika menghadapi kesulitan dan di bawah tekanan. Dalam kondisi biasa mereka segera melupakan Allah atau bahkan mengingkarinya. Ayat ini ingin membandingkan dengan menyebutkan, "Apakah orang yang seperti ini sama dengan orang yang di segala situasi, baik sulit atau senang, selalu mengingat Allah? Itulah orang yang di waktu malam bangun dari tidurnya dan sibuk dengan ibadah, sehingga dapat menarik rahmat Allah kepadanya dan aman dari azab neraka."

Satu satu ciri khas wali Allah adalah bangun di malam hari untuk melaksanakan shalat, berdoa dan membaca al-Quran. Sebagian manusia biasa, melaksanakan shalat wajib dengan berat hati dan berpuasa dengan sulit. Berbeda dengan mereka, ada orang mukmin hakiki yang memiliki iman yang kuat kepada Allah dan hari kiamat, bukan saja shalat dan seluruh ibadah wajib lainnya dengan gembira, tapi juga bangun malam hari untuk melaksanakan shalat sunnah dan menyibukkan dirinya dengan ibadah dan munajat kepada Allah Swt.

Jelas, kelompok orang seperti ini selain berharap akan rahmat Allah, juga takut akan azab-Nya. Mereka hidup di antara rasa takut dan harap. Kondisi membuat mereka tidak putus asa akan rahmat ilahi, juga tidak sombong akan rahmat ilahi yang tak terhingga.

Lanjutan ayat ini mengajak bicara Nabi Muhammad Saw, "Sampaikan kepada masyarakat bahwa manusia yang berilmu tidak sama dengan yang tidak berilmu. Hanya manusia yang memiliki akal sehat yang dapat membedakan dua kelompok manusia ini. Orang yang seperti ini dapat menerima nasihat dan memilih jalur kebahagiaan."

Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Dalam budaya al-Quran, malam tidak diperuntukkan hanya untuk tidur, tapi kesempatan tepat untuk menyendiri dan bermunajat dengan Allah.

2. Ulama yang hakiki adalah ahli ibadah dan bermunajat kepada Allah.

3. Tentang takut akan azab ilahi dan berharap rahmat Allah, harus menjaga batasan pertengahan. Sebagaimana para wali Allah yang takut akan akhirat dan berharap keutamaan dan rahmat Allah.

قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ (10)

Katakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu.” Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (39: 10)

Ayat-ayat sebelumnya membandingkan antara manusia yang sombong dan tidak tahu bersyukur dengan orang yang bertaubat dan taat, begitu juga tentang orang yang berilmu dan bodoh. Tapi ayat ini melanjutkan sebagian ciri khas hamba Allah yang hakiki. Di atas semua ciri khas ini adalah takwa.

Al-Quran menyebutkan, "Tanda orang beriman adalah bertakwa kepada Allah. Suatu kondisi dimana manusia merasa malu kepada Allah atas perbuatan dosa yang dilakukan dan menahan diri dari melakukan pelbagai perbuatan yang tidak layak."

Tapi takwa saja tidak cukup, manusia perlu juga kepada perbautan baik. Takwa seperti rem bagi kendaraan yang melindungi manusia dari bahaya, ketergelinciran dan lobang. Sementara perbuatan baik seperti motor yang mampu menggerakkan manusia ke depan.

Kebaikan dalam perbuatan maupun ucapan merupakan kelaziman iman kepada Allah. Oleh karenanya, seseorang yang mengakui beriman, tapi perilaku dan ucapannya tidak baik, maka pengakuannya tidak hakiki. Klaim orang seperti ini tidak diterima oleh Allah dan untuk segala perbuatannya tidak akan mendapatkan pahala di akhirat.

Kelanjutan ayat ini menyinggung kesiapan orang beriman untuk berhijrah ke jalan Allah. Ayat ini mengatakan, "Setiap kali kalian menghadapi kesulitan besar untuk melindungi agama kalian di kota atau tempat tinggalmu, maka pergilah berhijrah ke tempat lain, bukannya bergantung pada kota dan tempat tinggal yang justru merusak agamamu. Sebagaimana para sahabat Nabi Muhammad Saw yang berhijrah dari Mekah ke Madinah karena Allah setelah menghadapi segala kesulitan dan akhirnya keluar dari dominasi Musyrikin dan kemudian menolong agama Allah."

Tidak diragukan lagi bahwa berpindah dan berhijrah dari tempat kelahiran dan tempat tinggal ke daerah lain selalu dibarengi dengan kesulitan. Oleh karenanya, kelanjutan ayat ini menyebutkan, "Mereka yang menanggung kesulitan karena Allah dan bersabar, Allah dengan kedermawanannya akan memberikan seluruh pahala mereka, bukan berdasarkan perhitungan perbuatan mereka.

Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Iman, takwa dan perbuatan baik melazimkan yang lain dan tanpa satu dari ketiganya manusia tidak akan sampai pada kebahagiaan.

2. Bila kelaziman untuk menjaga keimanan, hijrah dari rumah dan tempat tinggal harus dilakukan karena Allah dan menanggung segala kesulitan dan masalahnya agar perhatian Allah meliputi mereka.

3. Pahala ilahi sama dengan upaya kita. Dengan kata lain, surga diberikan dengan biaya bukan dengan alasan. Upaya berkelanjutan menyebabkan manusia tumbuh dan mengantarkannya ke derajat yang tinggi.

Selasa, 03 Desember 2019 18:59

Surat al-Zumar ayat 7-8

 

نْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ مَرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (7)

Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada)mu. (39: 7)

Pada pembahasan sebelumnya, al-Quran telah mengupas tentang karunia Allah swt dalam penciptaan manusia dan hewan. Di ayat ini, al-Quran menjelaskan mengenai syukur dengan menegaskan bahwa sebagian orang bersyukur atas segala karunia yang dianugerahkan Allah kepadanya. Tapi sebagian lain lalai dan tidak mensyukurinya. Mereka mengira karunia tersebut hasil dari jerih payahnya sendiri, bukan dari Allah, sehingga tidak mau bersyukur kepada pemberi karunia itu.

Tentu saja Allah swt tidak membutuhkan syukur manusia kepada-Nya. Bahkan jika seluruh umat manusia di dunia kafir dan dan mengingkari karunia Allah swt, maka bagi-Nya tidak ada perbedaan sedikitpun.

Allah swt memerintahkan manusia bersyukur atas segala karunia-Nya, demi manusia sendiri. Sebab rasa syukur akan menyebabkan potensi moralitas manusia tumbuh berkembang dan spiritualitasnya juga meningkat. Oleh karena itu, al-Quran selain memerintahkan bersyukur kepada Allah swt, juga menyuruh manusia berterima kasih kepada orang tua.

Hal ini dijelaskan dalam surat Luqman ayat 14 yang artinya, "Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu." 

Kelanjutan surat az-Zumar ayat tujuh mengenai sebuah prinsip universal tentang perilaku manusia bahwa setiap orang harus mempertanggungjawabkan setiap perbuatan yang dilakukannya sendiri. Siapapun tidak berhak untuk melemparkan tanggung jawabnya kepada orang lain dan berlepas tangan atas tindakan yang dilakukannya. Sebab, Allah swt pada hari Kiamat kelak akan mengadili manusia sesuai perbuatannya masing-masing.

Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Ajaran agama Islam seperti shalat, puasa dan lainnya bukan menunjukkan kebutuhan Tuhan terhadap ibadah manusia. Tapi untuk kepentingan manusia sendiri. Sebagaimana seorang guru yang memberikan tugas kepada muridnya supaya berlatih, ajaran agama bertujuan untuk menumbuhkembangkan aspek spiritualitas dan moralitas manusia.

2. Allah swt memperlakukan manusia secara adil dan siapapun akan mendapatkan ganjaran sesuai perbuatan yang dilakukannya sendiri. Oleh karena itu, hubungan darah, kekerabatan, etnis dan lainnya tidak akan bermanfaat sama sekali di hari kiamat kelak.

3. Allah swt mengetahui niat dan motif manusia dalam melakukan sesuatu. Segala bentuk perilaku manusia, sekecil apapun akan diperhitungkan dan dibalas secara setimpal pada hari pembalasan nanti.

وَإِذَا مَسَّ الْإِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَا رَبَّهُ مُنِيبًا إِلَيْهِ ثُمَّ إِذَا خَوَّلَهُ نِعْمَةً مِنْهُ نَسِيَ مَا كَانَ يَدْعُو إِلَيْهِ مِنْ قَبْلُ وَجَعَلَ لِلَّهِ أَنْدَادًا لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِهِ قُلْ تَمَتَّعْ بِكُفْرِكَ قَلِيلًا إِنَّكَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ (8)

Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah, “Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka.” (39: 8)

Ayat ini masih melanjutkan pembahasan ayat sebelumnya mengenai syukur kepada Allah swt dengan memberikan contoh perilaku manusia. Ketika manusia berada dalam kesulitan hidup, seperti penyakit ataupun kesulitan ekonomi, mereka berdoa dan memohon kepada Allah swt supaya diberikan jalan keluar. Tetapi ketika masalah yang menimpanya bisa diatasi, mereka kembali melalaikan Tuhan. Ketika karunianya ditambah, mereka justru semakin melupakan Allah swt dan sibuk dengan urusan dunia.

Saking tingginya ketergantungan mereka terhadap dunia, akhirnya Tuhan dilupakan sama sekali dan sebagai gantinya orang lain yang disebut dan dianggap berperan dalam urusan dunianya. Oleh karena itu, sebagian orang bukannya bersyukur kepada Allah swt, malah mengajak manusia lain untuk melalaikan Tuhan.

Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Keimanan manusia bertingkat-tingkat dan tidak sama derajatnya. Sebab sebagian orang beriman ketika ditimpa musibah, tapi kembali melalaikan-Nya ketika berada dalam kondisi lapang. Keimanan seperti ini tidak bermanfaat bagi manusia.

2. Kesulitan hidup meskipun menyebabkan manusia harus bersusah payah, tapi memberikan manfaat bagi manusia sendiri. Salah satunya supaya manusia tidak lalai dan selalu mengingat Allah swt.

3. Sebagian manusia ketika mendapatkan kesejahteraan dan kemakmuran hidup, melupakan kondisinya ketika sulit dan sering memohon pertolongan Allah swt.

4. Kemakmuran hidup di dunia bukan tanda dari kebahagiaan sejati, sebab orang-orang kafir juga dikarunia anugerah harta yang melimpah. Kemakmuran di dunia tidak seberapa dibandingkan di akhirat kelak.

Selasa, 03 Desember 2019 18:58

Surat al-Zumar ayat 5-6

 

خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِالْحَقِّ يُكَوِّرُ اللَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُسَمًّى أَلَا هُوَ الْعَزِيزُ الْغَفَّارُ (5)

Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Ingatlah Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (39: 5)

Pada pembahasan sebelumnya telah dikaji mengenai keesaan Tuhan yang tidak bisa dipersekutukan dengan apapun, dan ibadah manusia harus terbebas dari segala bentuk syirik dan penyekutuan kepada Allah swt. Salah satu syarat diterimanya ibadah adalah ikhlas yang berarti hanya untuk Allah dan tidak ada unsur lain seperti syarik dan riya di dalamnya.

Melanjutkan penjelasan sebelumnya, ayat ini mengenai Allah swt sebagai pencipta alam semesta, yang menciptakan langit dan bumi, bulan dan bintang, beserta sunatullah atau ketentuan ilahi di alam ini. Siklus perputaran siang dan malam bergerak sesuai aturan yang ditetapkan-Nya. Sebagai contoh, rotasi bumi terhadap matahari sebagai penyebab terjadinya siang dan malam, maupun perubahan musim dan tahun. Semua itu mengikuti Sunatullah.

Tidak diragukan lagi, Allah swt menciptakan alam semesta ini dengan ilmu dan hikmah-Nya. Dengan demikian ada tujuan yang telah ditetapkan-Nya dalam penciptaan tersebut. Oleh karena itu, tidak ada yang diciptakan secara kebetulan dan sia-sia.

Kelanjutan ayat ini menjelaskan tentang sistem tata surya yang teratur dan terukur di alam semesta hingga berhenti dalam waktu yang telah ditetapkan suatu hari nanti sesuai ketetapan Allah swt.

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Penciptaan alam semesta ini berdasarkan aturan dan ketetapan ilahi serta tujuan dengan ilmu dan hikmah-Nya.

2. Sistem tata surya bergerak mengikuti Sanatullah yang teratur dan terukur di alam semesta hingga berhenti dalam waktu yang telah ditetapkan suatu hari nanti sesuai ketetapan Allah swt.

خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَأَنْزَلَ لَكُمْ مِنَ الْأَنْعَامِ ثَمَانِيَةَ أَزْوَاجٍ يَخْلُقُكُمْ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ خَلْقًا مِنْ بَعْدِ خَلْقٍ فِي ظُلُمَاتٍ ثَلَاثٍ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ (6)

Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan Yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan? (39: 6)

Jika ayat sebelumnya mengenai kehidupan di angkasa, ayat ini menjelaskan mengenai kehidupan di bumi. Ayat enam surat Az-Zumar mengungkapkan kehidupan berpasangan di bumi dari manusia, hingga hewan, dan proses penciptaan manusia dari perut ibunya. Semua manusia berasal dari Nabi Adam dan Siti Hawa sebagai manusia pertama di alam semesta ini.

Kemudian, ayat ini menjelaskan tentang hewan piaraan yang dipergunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan dirinya. Allah swt menciptakan hewan berkaki empat seperti kambing dan sapi, atau hewan lain seperti ayam yang diciptakan oleh Allah swt untuk kesejahteraan manusia. Dari sapi, manusia tidak hanya mendapatkan manfaat dagingnya saja, tapi juga susu yang diperah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Selanjutnya, ayat ini juga menyinggung proses umum penciptaan manusia di dalam perut yang melalui berbagai tahapan. Janin yang masih berada di perut bumi dan jauh dari pandangan ayah dan ibunya tetap aman terjaga karena berada dalam lindungan Allah swt. Allah swt menciptakan manusia melalui proses yang panjang dari nutfah hingga janin yang berada di perut ibu selama sekitar sembilan bulan dan akhirnya lahir sebagai bayi.

Ayat ini sebagai bentuk jawaban bagi orang-orang musyrik yang meyakini Tuhan memiliki sekutu. Jika dikaji lebih dalam akan terbukti bahwa Allah Yang Maha Kuasa dengan berbagai ciptaan dan ketetapannya tidak akan pernah membutuhkan yang lain. Oleh karena itu, mengapa masih saja ada yang mempersekutukan Tuhan Yang Maha Esa ?

Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Seluruh manusia dari etnis maupun bangsa manapun, dengan warna kulit dan bahasa apapun, lahir dari satu sumber, seorang ayah yaitu Nabi Adam, dan ibu, Siti Hawa. Oleh karena itu semua manusia setara.

2. Penciptaan manusia dilakukan secara bertahap dan melalui proses tertentu dari janin hingga bayi yang menjadi rahasia ilahi. Semua ini menunjukkan keagungan Allah swt.

3. Allah swt pencipta, pengurus dan pemilik alam semesta ini. Semua karunia berasal dari-Nya. Oleh karena itu manusia hanya bergantung kepada-Nya. Sebab, semua selain Allah adalah makhluk-Nya.

Selasa, 03 Desember 2019 18:53

Surat al-Zumar ayat 1-4

 

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

تَنْزِيلُ الْكِتَابِ مِنَ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ (1) إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ (2)

Kitab (Al Quran ini) diturunkan oleh Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (39: 1)

Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (al-Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. (39: 2)

Ayat pembuka surat Az-Zumar menjelaskan tentang kedudukan al-Quran dalam ajaran agama Islam. Allah swt berfirman bahwa al-Quran bukan perkataan Nabi Muhammad Saw, sebagaimana kitab suci yang diturunkan sebelumnya kepada para Nabi seperti Nabi Musa dan Nabi Isa bukan perkataan mereka, tapi kalam ilahi.

Tujuan diturunkannya Al-Quran sebagaimana kitab suci sebelumnya sebagai petunjuk bagi manusia untuk mengenali kebenaran jalan ilahi serta membimbingnya menuju tauhid dan menjauhi kesesatan.

Manusia secara fitrawi mengetahui bahwa dunia ini ada penciptanya, bukan hadir dengan sendirinya.Tapi sebagian dari manusia keliru dalam mengenali pencipta alam semesta ini. Sebagian kalangan, meyakini keterlibatan manusia atau makhluk lain dalam pekerjaan Tuhan menciptakan alam ini. Ada juga yang meyakini keterlibatan manusia dalam perbuatan Tuhan mengurusi alam. Oleh karena itu, al-Quran diturunkan untuk menjelaskan tentang ketauhidan, mengenai Tuhan Yang Maha Esa yang tidak membutuhkan sekutu.

Jelas kiranya, kitab suci yang diturunkan langsung dari Allah swt tentu saja dijamin kebenarannya dan jauh dari segala bentuk penyimpangan dan penyelewengan. Sebab, Allah Maha Agung, dan tidak ada yang diturunkan maupun diciptakan oleh Tuhan kecuali ada ilmu dan hikmah di dalamnya.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Meskipun Allah swt tidak bisa dilihat dengan mata kepala sendiri, tapi dengan menelaah al-Quran, kita mendengarkan firman-Nya dan merenungkan apa yang disampaikan dalam kitab suci tersebut dan meyakini kebenaran-Nya.

2. Kehormatan sejati terletak pada ilmu dan hikmah, yang keduanya saling berhubungan.

3. Ibadah harus dilakukan dengan ikhlas dan benar, yang tidak boleh dicampuri oleh syirik dan kekufuran.

أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ (3)

Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata), “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (39: 3)

Melanjutkan ayat sebelumnya mengenai ketauhidan, ayat ini menekankan bahwa agama yang benar hanya datang dari Allah swt. Ayat ini menegaskan masalah ikhlas, dengan menjadikan Allah sebagai tujuan dalam ibadah. Berdasarkan ayat ini, hanya Allah semata yang bisa mengenalkan jalan kebenaran sejati kepada manusia dan menunjukkan ibadah yang benar kepada-Nya.

Ibadah yang diterima oleh Allah swt adalah ibadah yang ikhlas dan tidak bercampur dengan syirik maupun riya. Masalah ini ditegaskan oleh Rasulullah saw yang menjawab pernyataan seseorang yang mengatakan bagaimana kalau kami bersedekah dan berbuat baik kepada orang lain supaya mereka menyebut kami sebagai orang-orang baik. Rasulullah menjawab, "Allah swt hanya menerima amal ibadah yang dilakukan dengan ikhlas,".

Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Pemikiran manusia setinggi apapun, jika tidak bersumber dari Allah swt, maka tetap saja masuk dalam kategori pemikiran yang bercampur dengan penyimpangan.

2. Orang-orang yang menyimpang acapkali menjustifikasi pandangannya supaya orang lain mengikuti mereka, sebagaimana yang dilakukan para penyembah berhala dengan menyebut berhala sebagai perantara antara manusia dengan Tuhan.

3. Penyembahan kepada Tuhan tumbuh dalam diri manusia, tapi tanpa bimbingan agama yang benar, tidak akan sampai kepada ketauhidan.

لَوْ أَرَادَ اللَّهُ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا لَاصْطَفَى مِمَّا يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ سُبْحَانَهُ هُوَ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ (4)

Kalau sekiranya Allah hendak mengambil anak, tentu Dia akan memilih apa yang dikehendaki-Nya di antara ciptaan-ciptaan yang telah diciptakan-Nya. Maha Suci Allah. Dialah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (39: 4)

Ayat ini melanjutkan ayat sebelumnya mengenai ketauhidan dengan menunjukkan salah satu contoh syirik. Ayat keempat surat Az-Zumar menjelaskan bahwa sebagian orang musyrik menjadikan malaikat sebagai puteri Tuhan dan mereka juga disembah sebagai sekutu Tuhan. Keyakinan ini seperti Kristian yang mengira Nabi Isa sebagai putera Tuhan.

Padahal Allah tidak memiliki anak maupun sekutu seorangpun. Jika Tuhan menghendaki salah seorang makhluknya sebagai anak, maka pasti akan mengumumkannya sehingga semua beribadah kepadanya. Tapi Tuhan tidak dilakukannya.

Selain itu, Allah Maha Esa dan suci dari segala bentuk penyekutuan. Tuhan tidak bisa disamakan dengan makhluk yang memiliki anak atau sekutu. Sebab Allah Maha Kuasa dan tidak membutuhkan yang lain.

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Tuhan tidak memiliki anak dan tidak mengangkat anak. Sebab kehadiran anak sebagai salah satu bentuk kebutuhan. Padahal Tuhan tidak membutuhkan apapun, karena maha segalanya.

2. Tuhan Yang Maha Esa tidak bisa disandingkan dengan yang lain. Sebab segala pemikiran maupun keyakinan yang menyetarakan Tuhan dengan makhluk bertentangan dengan keesaan-Nya.

Selasa, 03 Desember 2019 18:51

Jejak AS dalam Kerusuhan di Iran

 

Pelaksanaan program reformasi harga bensin di Iran pada 15 November 2019 memicu protes damai di Tehran dan beberapa kota lain, tapi sekelompok perusuh menunggangi aksi ini dengan target merusak fasilitas publik dan pribadi, termasuk bank-bank, pusat layanan darurat, mobil ambulans, dan transportasi umum.

Sayangnya peristiwa pahit ini yang disertai dengan perilaku kekerasan, telah menyebabkan kematian sejumlah orang.

Persoalan ekonomi selalu menjadi salah satu isu paling krusial bagi negara mana pun. Pengalaman banyak negara mencatat bahwa terobosan apapun di sektor ekonomi sering mendapat perlawanan. Sikap ini didasari dari kajian ilmiah atau juga karena kekhawatiran pihak-pihak yang merasa dirugikan atas pelaksanaan sebuah kebijakan.

Tentu saja, pelaksanaan program reformasi harga bensin di Iran bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, karena pendapatan dari kenaikan harga bensin ini dialokasikan untuk membantu masyarakat kelas bawah.

Pelaksanaan program ini juga bertujuan untuk memanajemen konsumsi energi di Iran. Menurut para ahli, pelaksanaan program penting ini seharusnya dilakukan sejak beberapa tahun lalu dan secara bertahap, karena pelaksanaan serempak akan memicu shock dan reaksi keras di masyarakat. Terlebih tingginya inflasi dalam beberapa tahun terakhir telah menambah kekhawatiran.

Tidak dapat dipungkiri bahwa persoalan ekonomi memiliki dampak pada masyarakat kelas bawah. Contohnya dapat dilihat dalam aksi protes yang meluas dan berbulan-bulan di Prancis. Namun, ketika aksi itu terjadi di Iran, negara-negara Barat menjadikannya sebagai peluang untuk melakukan intervensi politik.

Para pemimpin Eropa rama-ramai mengeluarkan pernyataan interventif dalam menanggapi kerusuhan di Iran. Dalam hal ini, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Sayid Abbas Mousavi menganggap sikap bias mereka sebagai campur tangan dalam urusan internal Iran.

"Mereka lebih baik mengatasi masalah dan kekacauan di dalam negerinya serta mencari cara untuk memulihkan ketidakpuasan yang besar, di mana setiap minggu muncul dalam berbagai bentuk di Eropa," ujarnya.

Perusakan fasilitas publik oleh sekelompok perusuh di Tehran.
Abbas Mousavi mengatakan bahwa Eropa pertama-tama harus menjawab alasannya mengikuti arogansi AS dalam menyanksi dan menjalankan terorisme ekonomi terhadap rakyat Iran, kemudian menjelaskan alasan mencampuri dan meneteskan air mata buaya dalam membela para perusuh dan perusak fasilitas publik dan bahkan properti pribadi di Iran.

Pengalaman dalam beberapa tahun terakhir – seperti kerusuhan pasca pemilu presiden 2008 dan protes lain terkait masalah ekonomi – menunjukkan bahwa AS dan musuh-musuh Iran demi mencapai tujuannya, akan memanfaatkan setiap peluang termasuk aksi damai rakyat, sebagai sarana untuk merusak ketenangan masyarakat dan menciptakan krisis.

Tentu saja dibutuhkan waktu untuk mencapai hasil yang diharapkan lewat program perbaikan pola konsumsi energi di Iran. Pemerintah juga perlu mewaspadai gerakan-gerakan yang ingin merusak ketenangan dan keamanan masyarakat.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei dalam sebuah pernyataan menyinggung aksi protes yang terjadi setelah pemerintah menaikkan harga bensin. "Pemimpin tiga lembaga tinggi negara mengambil sebuah keputusan dengan dukungan para pakar, dan wajar jika keputusan ini harus dijalankan," ujarnya.

"Dalam situasi seperti ini, para penjahat, kubu anti-revolusi, dan musuh Iran beraksi dan mendukung tindakan perusakan dan instabilitas seperti ini. Perusakan seperti ini tidak akan menyelesaikan masalah dan justru menambahnya dengan munculnya ketidakamanan. Jangan sampai ada yang membantu para penjahat ini. Tidak ada manusia yang berakal dan cinta negaranya akan melakukan pekerjaan seperti itu. Pekerjaan ini adalah tindakan para penjahat, bukan ulah masyarakat biasa," ungkap Ayatullah Khamenei.

Selama dua tahun terakhir, pemerintah AS mencoba menghancurkan ekonomi Iran dengan menarik diri dari kesepakatan nuklir JCPOA dan menerapkan sanksi yang melumpuhkan, tetapi gagal mencapai tujuannya. Setelah sanksinya gagal, Washington berusahan menciptakan kekacauan dengan tujuan merongrong Republik Islam.

Gedung Putih dalam sebuah pernyataan interventif, mengulangi tuduhan tak berdasar terhadap Iran, dan mendukung segelintir perusuh yang merusak fasilitas publik di beberapa kota Iran dengan dalih kenaikan harga bensin.

Ketua Kelompok Aksi Iran di Departemen Luar Negeri AS, Brian Hook dalam wawancaranya dengan televisi BBC, secara terbuka menyatakan kepuasan atas kerusuhan di Iran.

"Kami mencoba belajar dari protes tahun-tahun sebelumnya, di mana pemerintah Iran tidak mengizinkan para pengunjuk rasa untuk berkomunikasi satu sama lain melalui internet. Ketika saya berada di posisi ini, kami memberikan teknologi kepada orang-orang Iran untuk dapat berkomunikasi satu sama lain selama protes. Kami juga menyediakan jalan pintas ke orang-orang Iran di internet, yang memungkinkan para pemrotes untuk saling terhubung," ujarnya.

Aksi pawai mendukung keamanan negara.
Seorang peneliti senior di The Heritage Foundation, Theodore R. Bromund percaya bahwa pemerintahan Trump mengharapkan kebijakannya bekerja di Iran dalam jangka panjang dan pendekatan terbaik dalam hal ini adalah mengadopsi strategi "pengenaan biaya."

"Pendekatan ini berupaya membuat lawan Anda yang kurang kaya mengeluarkan biaya secara tidak proporsional untuk tindakan-tindakan yang tidak Anda sukai, dengan maksud mencegah atau bahkan melelahkan mereka. Seperti yang dilakukan AS di bawah Mikhail Gorbachev - itu baik dan bagus," jelasnya.

Di bidang propaganda media, dua saluran satelit, "Manoto" dan "Iran International" telah memainkan peran kunci dalam memicu kerusuhan, di samping program-program khusus televisi BBC yang disiarkan dari London.

Jelas bahwa ada banyak pandangan yang berbeda, dan kadang ada biaya politik dan sosial dalam melaksanakan reformasi infrastruktur ekonomi. Namun, pelaksanaan sekaligus akan memicu kekhawatiran di masyarakat.

Saat ini tuntutan serius masyarakat Iran kepada pemerintah adalah mengurangi beban hidup mereka dan mengatasi masalah ekonomi. Pemerintah dituntut untuk meningkatkan upayanya demi mengatasi masalah tersebut.

Perlu dicatat bahwa rakyat Iran tidak akan pernah mentolerir ketidakamanan dan kerusuhan, serta tidak akan membiarkan para perusuh memancing di air keruh. Untuk itu, rakyat Iran di berbagai kota turun ke jalan-jalan untuk mengutuk para perusuh dan menyatakan mendukung keamanan negara.

Ratusan ribu warga di kota Zanjan, Tabriz, Lorestan, Gorgan, Shahrekord, Ardabil, Hamedan, Shiraz, Arak, dan berbagai kota lainnya turun ke jalan untuk mengecam para perusuh dan pendukung asing mereka.

Pada Senin kemarin, ratusan ribu penduduk Tehran juga menggelar pawai untuk menegaskan dukungan mereka kepada keamanan negara. Para peserta pawai meneriakkan yel-yel "Mampus Amerika" dan "Mampus Israel" serta mengecam keras para perusuh yang merusak dan membakar fasilitas publik.

Alquran

Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an dan Pemerintahan yang Berorientasi Keadilan
Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an dan Pemerintahan yang Berorientasi Keadilan
Terwujudnya cita-cita keadilan telah menjadi salah satu keinginan terpenting semua manusia reformis dan orang-orang merdeka dalam sejarah (termasuk para nabi). Revolusi Islam Iran juga dilakukan…

Nahjolbalaghe

Imam Ali dan Hak Asasi Manusia dalam Nahjul Balâghah, Tinjauan Tafsir Al-Qurân
Imam Ali dan Hak Asasi Manusia dalam Nahjul Balâghah, Tinjauan Tafsir Al-Qurân
Naskah pengantar pada seminar Internasional “imam ali dan hak asasi manusia Dalam Nahjul Balagah”, Citywalk 5th floor. Jakarta 30 Juni 2009, IMAM ALI DAN HAK…