
کمالوندی
Militer Rusia Sebut Sistem Rudal Patriot AS tidak Efektif
Militer Rusia menyatakan bahwa sistem pertahanan udara Arab Saudi tidak efektif dan tidak berguna dalam perang.
Militer Rusia, seperti dilaporkan televisi RT, Jumat (20/9/2019) menambahkan sistem pertahanan udara Patriot dan radar buatan AS yang dipakai Saudi, tidak mampu mencegah serangan drone ke instalasi minyak perusahaan Aramco.
"Sistem pertahanan udara Patriot dan Aegis tidak seperti yang digembar-gemborkan, mereka tidak efisien terhadap target udara ukuran kecil dan rudal jelajah," kata pernyataan militer Rusia.
"Sistem tersebut sama sekali tidak dapat mencegat serangan musuh yang melibatkan penggunaan besar-besaran objek terbang dalam pertempuran nyata," jelasnya.
Saat ini, banyak pihak bertanya-tanya mengapa militer Saudi tidak dapat melakukan apapun untuk menghentikan serangan udara terhadap fasilitas pengolahan minyak di Abqaiq dan Khurais.
Perlawanan Islam Irak Siap Hadapi Serangan AS-Israel
Wakil Sekjen Gerakan Nujaba Irak mengatakan, pasukan perlawanan Islam Irak sudah dipersenjatai dengan senjata canggih untuk menghadapi kemungkinan serangan Amerika Serikat dan rezim Zionis Israel.
Nasr Al Shammari, Sabtu (21/9/2019) kepada Mehr News menyinggung serangan terbaru Amerika dan Israel ke markas Hashd Al Shaabi Irak dan menuturkan, Hashd Al Shaabi dan perlawanan Islam Irak memainkan peran kunci dalam kekalahan Daesh, dan ini membahayakan kepentingan Amerika dan Israel di kawasan.
Salah satu pimpinan Gerakan Badr Irak, Karim Alaiwi mengatakan, jika markas Hashd Al Shaabi diserang, maka pangkalan militer Amerika tidak akan luput dari serangan kelompok perlawanan Islam Irak.
Rusia: S-400 dengan Mudah Runtuhkan Sakralitas F-35
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, sistem antirudal S-400 yang dibeli Turki, dengan mudah bisa meruntuhkan sakralitas pesawat pemburu F-35 Lightning II generasi kelima buatan Amerika Serikat.
Fars News (21/9/2019) melaporkan, Kemenhan Rusia baru-baru ini kepada pemerintah Amerika mengumumkan, sistem antirudal S-400 yang ditempatkan di Turki dengan mudah bisa menembak jatuh jet tempur canggih Amerika, F-35.
Sementara itu, Kemenhan Turki mengatakan, paket kedua sistem antirudal S-400 Rusia sudah tiba di Ankara, dan akan mulai dioperasikan bulan April 2020.
Sebagaimana diberitakan situs berita Rusia, pravda.ru, Kemenhan Rusia kepada Amerika mengatakan, jet tempur F-35 Lightning II generasi kelima tidak bisa dilacak hanya oleh para pembayar pajak Amerika dan konsumen asing.
Ayatullah Emami Kahsani: Iran Capai Keagungan Melalui Resistensi
Khatib shalat Jumat Tehran seraya menekankan bahwa rakyat Iran tidak akan meninggalkan revolusi mereka meski mendapat represi ekonomi dari musuh mengatakan, kini musuh menyadari daya tahan bangsa Iran.
Ayatullah Emami Kashani seraya mengisyaratkan peresmian sistem anti udara Bavar 737 oleh angkatan bersenjata Republik Islam Iran mengungkapkan, bangsa besar Iran memiliki kekuatan teknologi dan militer di seluruh bidang.
Khatib shalat Jumat Tehran ini menjelaskan, selama 40 tahun Iran telah membuktikan kepada dunia bahwa negara ini menginginkan perdamaian, namun Amerika malah membuktikan kejahatannya kepada dunia.
Ayatullah Emami Kashani kepada presiden AS mengatakan, Trump, Anda sendiri bodoh dan menunjukkan kebodohanmu kepada dunia, namun Republik Islam Iran serta bangsa ini adalah pemberani. Imam dan Rahbar telah menjelaskan keberanian ini dalam diri pemuda dan bangsa Iran dengan mengikuti Ahlul Bait Nabi.
Industri Pertahanan Iran di Jalur Pertumbuhan dan Swasembada
Tanggal 31 Mordad yang bertepatan dengan 22 Agustus di Republik Islam Iran diperingati sebagai Hari Industri Pertahanan.
Apa yang telah menyebabkan pertumbuhan dan dinamika industri pertahanan negara saat ini tidak diragukan lagi adalah hasil dari upaya yang tidak terputus dalam industri pertahanan. Dalam gerakan ini, strategi pengalaman periode Pertahanan Sudi sebagai modal besar mampu memperkuat industri pertahanan, sehingga dapat memasok segala tujuan dan kepentingan negara serta semua kebutuhan pasukan angkatan bersenjata untuk merespons terhadap segala ancaman.
Sekarang pencapaian luar biasa dan mengesankan dari industri pertahanan negara dan langkah menuju penciptaan organisasi berbasis pengetahuan di semua industri dan unit manufaktur dengan menggunakan teknologi baru demi memenuhi persyaratan pertahanan dan keamanan nasional.
Dalam industri strategis ini, riset dan pengembangan, peningkatan kualitas dan pembaruan bersama industri pertahanan adalah salah satu dasar pertumbuhan dan pengembangan industri pertahanan. Untuk memajukan tujuan ini, industri pertahanan negara bergantung pada kapasitas ilmiah negara yang tinggi dan puluhan ribu lulusan teknik.
Proyek-proyek kementerian pertahanan yang beragam di bidang-bidang sensitif, termasuk rudal balistik dan rudal jelajah dari berbagai jenis, mencapai jet tempur generasi baru, kapal perang, kapal selam berat dan jarak jauh dengan kemampuan dipersenjatai dari produk-produk pertahanan Iran di industri ini.
Mayor Jenderal Mohammad Bagheri, Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Iran
Berbicara di sebuah konferensi tentang "Peran Kekuatan Udara dalam Otoritas Nasional", Mayor Jenderal Mohammad Bagheri, Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Iran mengatakan bahwa kekuatan udara adalah bagian dari kekuatan negara untuk mengekspresikan kemauan nasional. Mayjen Bagheri menjelaskan, "Pada abad kedua puluh dan setelah Perang Dunia I dan Perang Dunia II, jangkauan armada pesawat Soviet dan AS telah meningkat menjadi 2.000 dan 3.000 kilometer, sehingga berubah menjadi faktor kekuatan. Sementara teori dalam perang kekuatan telah memberikan peran baru di planet bumi ini, dimana terbang dari Kutub Utara dan Antartika akan mendekatkan target."
Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Iran menjelaskan bahwa pencegahan di sektor udara pada tahun-tahun berikutnya memainkan peran utama dalam angkatan bersenjata dunia. Menurutnya, "Dalam perang pada 1990-an, AS memaksa Irak untuk menyerah dengan menggunakan bom skala besar untuk membom negara ini, tetapi pada perang 2003, jumlah penerbangan berkurang, tapi mereka menggunakan bom pintar yang dikontrol dari jarak jauh. Tentu saja, memang benar bahwa kekuatan udara jenis ini memainkan peran yang menentukan dalam pertempuran klasik, tetapi angkatan udara ini terbukti tidak efektif dalam Perang 33 Hari rezim penjajah Quds melawan Hizbullah."
Mayjen Bagheri mengatakan, "Tidak ada keraguan tentang pengembangan kekuatan udara militer negara dan kemajuan ini harus sedemikian rupa sehingga kami tidak mengizinkan mereka untuk mengkompromikan kedaulatan udara kami jika konflik dengan musuh dilakukan dan angkatan udara dapat melakukan operasinya dan mendekatkan dukungan untuk angkatan laut dan darat."
Dalam hal ini, produksi sejumlah bom modern, pintar dan berpemandu Yasin, Balaban dan bom pintar optik generasi baru berpresisi Ghaem yang dibuat oleh para ahli Iran menjadi tiga keberhasilan baru Iran menjelang peringatan Hari Industri Pertahanan yang beberapa waktu lalu dipamerkan.
Kelebihan utama dari bom yang dipandu adalah kemampuannya untuk beroperasi di iklim yang berbeda dan sepanjang hari. Bom dilengkapi dengan sistem yang dipandu, karena informasi target sudah dimuat sebelumnya, tidak memerlukan kondisi cuaca yang baik dan penglihatan yang baik.
Pencapaian ini telah melewati tahapan-tahapan uji coba dalam manuver spesifik.
Menteri Pertahanan Republik Islam Iran Brigjen Amir Hatami dalam acara pameran tiga bom baru Iran mengatakan, hari ini penjagaan dan peningkatan kekuatan pertahanan sebagai salah satu konsep kekuatan dalam sistem global, menjadi hal yang sangat urgen, dan Iran tidak akan mengabaikan sedikitpun masalah penting ini.
Saat ini, dengan pengembangan sistem baru penerbangan dan elektronik, kemampuan Angkatan Bersenjata Iran di sektor udara telah berkembang sedemikian rupa sehingga siapapun akan mengenyahkan niat untuk memasuki zona udara Iran dari benaknya. Kekuatan defensif dan pencegahm bahkan jika perlu kemampuan agresif Iran untuk mengusir ancaman tidak berarti invasi dan ancaman bagi kawasan. Iran tidak berbasa-basi dengan keamanannya dan telah meningkatkan kekuatan pencegahannya sesuai dengan pelbagai ancaman.
Spesifikasi drone Global Hawk AS yang ditembak jatuh Iran
Keberhasilan ini menunjukkan bahwa apa yang dinyatakan tentang kekuatan pertahanan Republik Islam bukanlah klaim tetapi fakta yang tak terbantahkan.
Sebagai bukti kemampuan ini, pada 20 Juni, pesawat mata-mata Global Hawk AS menjadi target dan ditembak jatuh setelah melanggar zona udara Republik Islam Iran di daerah yang berhadap-hadapan dengan gunung Mubarak di provinsi Hormozgan.
Publikasi berita ini dengan cepat menjadi berita dunia dan mengejutkan pemerintahan Presiden AS Donald Trump karena mereka tidak percaya bahwa UAV mereka yang mahal bakal ditembak jatuh oleh Iran dan bahwa sebagian dari bangkainya berhasil diselamatkan oleh Iran.
Carl Bildt, mantan Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Swedia menanggapi kemampuan Iran lewat tweetnya, "Pekerjaan yang menarik dari Iran tentang Global Hawk, jika benar, itu berarti bahwa drone AS tersebut terbang dari UEA dan ditembak jatuh dalam perjalanan kembali lewat pantai Iran."
Ben Rhodes, penasihat mantan Presiden AS Barack Obama dan salah satu arsitek Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) yang memanfaatkan jaringan televisi Fox News untuk mendukung Donald Trump mengatakan, "Kita semua mengatakan itu terjadi." Dia secara eksplisit menyatakan, "Pemerintah ini telah kehilangan kredibilitasnya."
Frederik Pleitgen, koresponden senior CNN dalam analisa singkat di situs televisi ini menulis, "Iran mengirim pesan yang jelas kepada AS bahwa mereka dapat menghancurkan persenjataan Amerika yang bahkan canggih dan tidak akan menunda jika mereka merasa terancam."
Elijah J. Magnier, wartawan surat kabar Rai al-Youm dalam tweetnya menulis, "Bagaimana bisa rudal buatan dalam negeri Iran seharga 2.500 dolar mampu mengintersep dan menembak jatuh drone canggih Global Hawk RQ-4 Angkatan Udara Amerika Serikat yang harganya sekitar 123 juta dolar?"
Brigjen Amir Hatami kepada musuh-musuh Iran menegaskan, "Percayalah bahwa ketika sanksi, tekanan dan agitasi serta perang psikologis terhadap negara besar Iran semakin meningkat dan meluas, keinginan kita untuk meningkatkan kekuatan pertahanan di semua bidang juga akan meningkat."
Menhan Amir Hatami menunjukkan bahwa para musuh Republik Islam Iran menghabiskan banyak uang untuk membeli peralatan militer seraya mengingatkan, "Kami akan mempertahankan "ekonomi pertahanan", "kewaspadaan" serta "perdamaian dan keamanan". Kami akan terus meningkatkan kekuatan pencegahan kami."
Dengan menekankan pada poin ini, Menteri Pertahanan Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran menunjuk Hari Industri Pertahanan yang akan tiba dan rencana kementerian yang dipimpinnya untuk memamerkan pencapaian industri pertahanan negara yang baru. Amir Hatami mengatakan, "Kami punya berita yang sangat menggembirakan di sektor pertahanan udara pada tanggal 31 Mordad. Dengan memamerkan dan menyerahkan sistem pertahanan udara Bavar-373 yang akan dilakukan di Hari Industri Pertahanan, Insya Allah kemampuan dan kekuatan pertahanan negara akan meningkat secara signifikan."
Kehidupan Qur’ani Imam Musa al-Kazhim
Pada suatu hari, Imam Musa al-Kazhim as melintasi gang tempat kediaman Bishr bin Harits al-Hafi. Saat itu seorang pembantu wanita keluar dari rumah tersebut untuk membuang sampah dari sisa acara pesta.
Imam Kazhim kemudian bertanya kepada pembantu itu, "Apakah pemilik rumah ini orang bebas (merdeka) atau budak?" Dia menjawab, "Tentu saja dia orang bebas!" Imam lalu berkata, "Engkau benar, karena jika dia adalah seorang hamba, dia akan takut kepada Tuannya dan beramal sesuai tuntutan penghambaan."
Pembantu itu kembali ke rumah ketika Bishr sedang di meja anggur. Bishr bertanya mengapa ia tidak segera balik ke rumah setelah membuang sampah. Pembantu itu kemudian bercerita kepada Bishr tentang apa yang dikatakan Imam Kazhim as, "Bagaimana Bishr bisa menjadi hamba, sementara ia tidak patuh kepada Tuannya yaitu Allah (Maha Perkasa dan Maha Tinggi)."
Bishr terguncang dengan kata-kata itu. Dia bergegas keluar rumah untuk mengejar Imam Musa al-Kazhim sampai lupa memakai sandal. Dia berkata, "Wahai tuanku! Ulangilah padaku apa yang kau katakan kepada perempuan ini."
Imam Kazhim as kemudian mengulangi ucapannya. Seketika secercah cahaya bersinar dalam hati Bishr dan ia menyesali perilakunya. Dia mencium tangan Imam dan mengusapkan tanah pada pipinya. Diiringi isak tangis ia berkata, “Iya, aku adalah hamba... iya aku adalah hamba.”
Sejak saat itu, Bishr tidak memakai sandal lagi selama sisa hidupnya karena dia ingin mengingat keadaan yang ia alami ketika memutuskan untuk bertaubat. Dia kemudian dikenal sebagai al-Hafi yang berarti Bertelanjang Kaki.
Bishr bin Harits al-Hafi adalah salah satu contoh dari sosok yang memperoleh cahaya hidayah di tangan Imam Musa as dan mengubah jalan hidupnya ke arah yang diridhai Allah Swt.
Imam Musa al-Kazhim lahir pada bulan Dzulhijjah 127 Hijriyah di sebuah desa bernama Abwa di pinggiran kota Madinah. Ia adalah putra Imam Jakfar as-Shadiq as dan ibunya bernama Hamidah. Ketika putranya itu lahir, Imam Shadiq berkata, "Allah telah menganugerahkan kepadaku manusia terbaik."
Mengamalkan al-Quran di seluruh hidupnya merupakan salah satu dari kriteria orang-orang shaleh, terutama para imam maksum. Imam Musa bin Jakfar as juga menularkan nilai-nilai al-Quran kepada kaum Muslim dan mengajak mereka untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan. Kehadiran al-Quran harus benar-benar terasa dalam kehidupan kita, karena ia adalah kitab pedoman kehidupan manusia.
Imam Kazhim as di masa kepemimpinannya selama 35 tahun, memainkan peran besar dalam menghidupkan makrifat al-Quran. Ia menaruh perhatian besar pada wahyu Ilahi ini dan tidak hanya mengajak masyarakat untuk membaca dan mengamalkan ayat-ayatnya, tetapi ia sendiri menjadi teladan dalam mempraktekkan ajaran al-Quran.
Sheikh Mufid dalam bukunya, al-Irshad menulis, "Imam Kazhim as adalah orang yang paling mengenal al-Quran di zamannya. Ia adalah pelindungnya dan penyebar ajarannya kepada orang-orang. Ia orang yang paling mengenal al-Quran dari segi nada bacaan dan suara. Setiap kali membaca al-Quran, para pendengarnya sangat tersentuh dan menangis."
Imam Kazhim tidak hanya memperhatikan kedudukan al-Quran dan dimensi personalnya, tetapi salah satu aktivitas utamanya adalah menafsirkan ayat-ayat al-Quran. Imam melalui berbagai metode berusaha menambah derajat makrifat dan pemahaman masyarakat Muslim.
Imam juga menafsirkan ayat-ayat yang berhubungan dengan kedudukan khusus Ahlul Bait Nabi as. Ia mendorong para pengikutnya dan masyarakat agar selalu berinteraksi dengan al-Quran dan meningkatkan kedekatan dengannya.
Ia menjelaskan tentang al-Quran, rahasia-rahasianya, dan makrifat yang dikandungnya. Ia juga mengutip riwayat dari para imam sebelumnya tentang keagungan al-Quran.
Hussein ibn Ahmad al-Minqari berkata, "Aku mendengar dari Imam Musa ibn Jakfar as yang berkata, 'barang siapa yang merasa cukup dengan satu ayat al-Quran dan menganggap itu cukup untuk menjaga dirinya, maka satu ayat itu sudah cukup baginya dari Timur sampai Barat dengan syarat ia beriman dan yakin kepadanya."
Imam Kazhim mengajarkan pelajaran penting tentang kandungan al-Quran kepada salah satu muridnya, Hisham ibn Hakam di mana sebagian dari pelajaran itu dimuat dalam kitab Tuhaf al-Uqul. Ia mengajarkan muridnya itu mengenai teologi dan kedudukan akal dengan menggunakan 20 ayat dari al-Quran.
Imam Kazhim berkata kepada Hisham, “Sesungguhnya Allah Swt memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang menggunakan akalnya dalam kitabnya dan berfirman, ‘… sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.’” (QS: Az-Zumar, ayat 17-18)
Jelas bahwa keteguhan dan sikap konsisten di jalan kebenaran memerlukan sebuah pijakan yang kuat. Berdasarkan ajaran al-Quran, sandaran terbaik para pencari kebenaran adalah Allah Swt. Dia meminta manusia untuk meminta pertolongan dengan sabar dan shalat.
Makam Imam Musa al-Kazhim as dan Makam Imam Muhammad al-Jawad as di kota Kazhimain, Irak.
Dengan pedoman al-Quran, Imam Kazhim as bangkit melawan pemikiran-pemikiran menyimpang dan batil di tengah masyarakat, dan ia tidak pernah merasa takut terhadap orang-orang yang zalim. Ia menghabiskan malamnya dengan bertaubat dan beristighfar serta bersimpuh untuk waktu yang lama di hadapan Tuhan.
Suatu hari Harun al-Rasyid bertanya kepada Imam Kazhim, “Wahai putra Rasulullah, kami telah menghabiskan banyak uang, mengeluarkan tenaga, dan melakukan propaganda, tetapi masyarakat tetap mencintai dirimu yang merupakan anak-cucu Rasulullah. Semakin kami meningkatkan propaganda, hasil yang kami peroleh justru sebaliknya dan masyarakat tidak menyukai kami Bani Abbas.”
Imam menjawab, “Apakah engkau tahu penyebabnya? Perbedaan engkau dan aku adalah bahwa aku memerintah atas hati masyarakat (merebut hati masyarakat), tetapi engkau dan orang-orang sepertimu merampas kekuasaan dengan zalim dan memerintah atas raga mereka, sementara kami para auliya Allah memerintah atas hati masyarakat. Allah membalikkan semua pikiran orang ke arah kami dan inilah perbedaan antara aku dan engkau.”
Imam Kazhim memiliki hubungan yang sangat erat dengan al-Quran di sepanjang hidupnya. Dia terus menyebarluaskan ajaran al-Quran seperti yang biasa dilakukan ayahnya, Imam Jakfar al-Shadiq, melalui sekolah-sekolah Islam yang dibuka di Madinah sejak masa Imam Muhammad al-Baqir as.
Imam Kazhim dikenal sebagai ‘Abdu al-Saleh’ karena kezuhudan yang besar dan ibadah yang banyak, ia disebut Kazhim karena mampu meredam amarah dan memiliki kesabaran yang luar biasa dalam menghadapi cobaan. Di malam hari, ia mendatangi gang-gang di Madinah untuk membagikan makanan kepada fakir-miskin. Di ruang shalat Imam Kazhim hanya terdapat sepotong baju dari kain yang kasar, al-Quran, dan pedang.
Karakteristik utama Imam Musa al-Kazhim as adalah menyebarkan kebenaran dan memerangi kebatilan. Menuntut kebenaran dan memerangi kezaliman telah menjadi sebuah tujuan luhur dalam kehidupan pribadi dan sosialnya. Ia membela kebenaran dan nilai-nilai kemanusiaan dengan menanggung banyak kesulitan, termasuk dipenjara dalam waktu yang lama.
Idul Ghadir, Hari Ujian Ketaatan Hamba
Pada Hari Raya Ghadir, Allah Swt menyerahkan tanggung jawab kepemimpinan umat ini – setelah wafatnya Rasulullah Saw – kepada Imam Ali as. Rasul kemudian memperkenalkan Ali as sebagai pengganti dan khalifahnya kepada kaum Muslim.
Ketika keutamaan, nilai-nilai, dan kebenaran telah hilang, Rasulullah Saw diutus untuk memerangi kesyirikan, kebodohan, kezaliman, dan kerusakan di muka bumi. Beliau dengan penuh kasih sayang dan jiwa kemanusiaan telah menyebarkan Islam dan mengajarkan ajaran-ajaran luhur yang datang dari langit kepada para pengikutnya.
Nabi Muhammad Saw menyeru manusia pada kebahagiaan dan kesempurnaan serta membangun tali persaudaraan, kesetaraan, dan ketaatan kepada Allah Swt di tengah mereka. Manusia agung ini memberantas kebodohan dan menghembuskan cahaya kemanusiaan dan spiritualitas di hati anak Adam.
Idul Ghadir
Rasul Saw mengajarkan seperangkat hukum dan sunnah yang akan menjadi penyelamat manusia dan menjadikan al-Quran sebagai teladan kehidupan mereka. Beliau memperkenalkan warisan agung ini sebagai penjamin kebahagiaan material dan spiritual manusia. Mereka akan selamat di dunia dan akhirat selama berpegang teguh pada ajaran agama.
Lalu, setelah wafatnya Nabi Saw, siapa sosok yang akan menahkodai bahtera keselamatan ini dan memegang obor untuk menerangi jalan umat ini? Rasulullah Saw sedang melewati tahun terakhir dari kehidupannya dan selalu berpikir tentang pemilihan sosok pengganti terbaik.
Allah Swt akhirnya menjawab kegelisahan Rasulullah dan pada peristiwa haji wada' (haji perpisahan) yang dihadiri oleh sekitar 100.000 orang Muslim, Allah menurunkan ayat 67 surat al-Maidah kepada beliau yang berbunyi, "Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhan-mu. Dan jika kamu tidak mengerjakan (apa yang diperintahkan itu) berarti kamu tidak menyampaikan risalah-Nya."
Dalam perjalanan pulang dari haji wada', Rasulullah Saw menghentikan rombongan jemaah haji di sebuah tempat antara Mekkah dan Madinah yang disebut Ghadir Khum. Dengan menyaksikan mimik serius dan raut bercahaya Rasulullah, para sahabat sudah mengerti bahwa sebuah peristiwa penting akan segera terjadi di lembah ini.
Kala itu mentari Tanah Hijaz begitu terik. Rasulullah Saw memerintahkan kafilah yang sudah mendahului rombongannya untuk kembali dan juga menunggu kafilah yang tertinggal di belakang. Setelah menunaikan shalat dhuhur, Rasulullah naik ke atas mimbar dari pelana unta untuk menyampaikan khutbah yang kemudian dikenal dengan Khutbah al-Ghadir. Dalam khutbahnya, Rasulullah berkata, "… Allah Swt adalah waliku dan Aku adalah wali kaum Mukminin dan Aku lebih memiliki wilayah (otoritas) atas diri kalian sendiri. Oleh karena itu, siapa saja yang menjadikan aku sebagai pempimpinnya, maka Ali adalah pemimpin baginya."
Beliau mengulangi kalimat itu sebanyak 3 kali sehingga semua orang mendengarnya dan kemudian bersabda, "Ya Allah cintailah orang-orang yang mencintai Ali dan menjadikannya sebagai pemimpinnya dan musuhilah orang-orang yang memusuhinya, tolonglah orang-orang yang menolongnya, tinggalkanlah orang yang meninggalkannya." Lalu Nabi berkata kepada para hadirin, "Wahai kalian yang hadir, sampaikan pesan ini kepada orang-orang yang gaib (tidak hadir)."
Mengenai keutamaan Imam Ali as dan anak-anaknya, Rasulullah Saw berkata kepada semua hadirin, "Wahai manusia! Ketahuilah bahwa dia (Ali as) adalah penolong agama Allah Swt dan pembela Rasulullah, paling bertakwa, suci, dan penunjuk orang-orang yang mendapat hidayah. Sesungguhnya nabi kalian adalah paling baiknya nabi, washi (pengganti) kalian adalah paling baiknya washi dan putra-putranya adalah paling baiknya washi."
Idul Ghadir
"Wahai manusia! Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah telah mengangkat untuk kalian seorang pemimpin dan imam yang wajib ditaati baik oleh kalian yang dari kaum Muhajirin maupun dari Anshar, juga oleh para pengikut jejak baik mereka, penduduk desa atau kota, masyarakat 'Ajam (non-Arab) atau Arab, yang merdeka atau budak, besar atau kecil, kulit putih atau hitam, dan juga oleh semua orang yang mengesakan Tuhan. Hukum dan ketetapannya (Ali as) berlaku untuk semua orang, ucapan dan kata-katanya wajib diamalkan. Terkutuklah siapa saja yang menentangnya, dan dipastikan bahwa siapa saja yang mengikuti dan membenarkannya akan mendapatkan limpahan rahmat Ilahi dan ampunan-Nya."
Setelah Rasul Saw menyampaikan khutbahnya, para hadirin secara bergilir menghampiri Ali as dan mengucapkan selamat kepadanya. Mereka berlomba-lomba untuk menyatakan baiat kepada sang khalifah. Sebelum kafilah haji melanjutkan perjalanan, Malaikat Jibril kembali turun untuk menyampaikan ayat 3 surat al-Maidah kepada Rasulullah Saw, "Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu."
Dengan demikian, sebuah babak baru telah dimulai dalam sejarah Islam yang disebut dengan wilayah (otoritas) dan imamah. Ghadir Khum adalah penerus misi risalah Nabi Muhammad Saw dan kaum Muslim tetap memiliki pemimpin untuk melanjutkan jalan mereka. Kaum Muslim mengenal karakter istimewa Ali as dan semua menganggapnya sebagai orang yang paling layak untuk memikul tanggung jawab berat ini setelah wafatnya Rasulullah Saw.
Ghadir adalah hasil dari keutamaan, keistimewaan, dan kesempurnaan Imam Ali as. Amirul Mukminin adalah manifestasi takwa, ketaatan mutlak pada agama, tulus dalam mengikuti kebenaran, memiliki ilmu dan kebijaksanaan, serta memiliki tekad baja.
Imam Ali as berjuang untuk menyelamatkan Islam pada saat-saat genting dan perang yang menentukan. Ia berkumpul bersama orang-orang miskin dan hidup seperti mereka. Imam Ali as hampir setiap malam memanggul goni gandum di pundaknya dan membagikannya kepada orang-orang miskin. Ia selalu menjadi pelipur lara bagi anak-anak yatim dan dijuluki sebagai ayah para anak yatim.
George Jordac, pemikir Kristen berkebangsaan Lebanon menulis, “Sejarah membuktikan bahwa keutamaan Ali tidak kenal habisnya, penghulu para syuhada, penyeru keadilan dan tokoh yang abadi di Timur. Di antara putra Adam dan Hawa sepanjang sejarah, tidak ada yang meneriakkan kebenaran seperti Ali. Imam Ali adalah jantung Islam seperti aliran air yang keluar dari mata air. Sebelum memeluk agama Islam, kaum Muslim masa itu menyembah berhala. Namun Ali adalah orang yang pertama kali beriman kepada Muhammad dan menyembah Allah. Ali seperti gunung yang tegar berdiri menegakkan kebenaran."
Idul Ghadir
Idul Ghadir sebagai salah satu hari besar dalam kalender Islam selalu menjadi perhatian para ulama. Dalam riwayat disebutkan, "Kaum mukmin akan memperoleh pengampunan dan rahmat Allah Swt pada hari raya Ghadir." Imam Jakfar Shadiq as berkata, "Idul Ghadir adalah hari raya terbesar kaum Muslimin. Alangkah baiknya jika pada hari itu manusia senantiasa memanjatkan rasa syukur kepada Allah dan orang-orang melakukan puasa atas rasa syukur itu di mana puasa pada hari itu setara dengan 60 tahun ibadah."
Di antara amalan Hari Raya Ghadir adalah puasa, mandi, membaca doa ziarah Amirul Mukminin, mengucapkan tahniyah ketika bertemu dengan kaum mukminin lainnya dengan berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kami dari orang-orang yang berpegang teguh kepada wilayah Amirul mukminin dan para imam maksum."
Tidak diragukan lagi, Idul Ghadir tidak hanya dikhususkan untuk satu hari, tetapi ia sebuah gerakan yang membutuhkan pemahaman yang dalam dan memiliki filosofi. Peristiwa Ghadir Khum terjadi pada tanggal 18 Dzulhijjah tahun kesepuluh Hijriyah sehingga pencapaian Nabi Muhammad Saw bisa terus dipertahankan.
Rasulullah Saw bersabda, "Hari Ghadir adalah hari terbaik umatku dan ia adalah hari ketika Allah Swt menyempurnakan agama-Nya dan melengkapi nikmat-Nya kepada umatku."
Perlu dicatat bahwa sejarah Ghadir Khum bukan hanya sebuah peristiwa sejarah semata, tapi mengandung pesan-pesan penting yaitu, pendidikan dan tugas memberi petunjuk kepada umat manusia harus diteruskan oleh orang-orang suci. Keberadaan para pemimpin shaleh di tengah masyarakat merupakan jaminan terbaik untuk memelihara keselamatan dan kemajuan mereka.
Ghadir Khum mengajarkan kita untuk memilih manusia-manusia suci dan layak sebagai pemimpin sehingga keadilan dapat ditegakkan di muka bumi. Mungkin karena masalah ini pula, Rasulullah Saw menyebut Ghadir Khum sebagai hari raya paling utama dalam Islam.
Memperingati Hari Ghadir, Hari Pengangkatan Ali Memimpin Umat Islam
"Sesungguhnya aku tinggalkan di tengah-tengah kalian dua pusaka yang jika kalian mengambil (mengikuti) keduanya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, (yaitu) Kitab Allah Swt dan Ahlulbaitku dari keturunanku (itrahku), dan sesungguhnya keduanya tidak akan berpisah, sampai keduanya menemuiku di tepi telaga (al-Haudh)."
Hari berganti hari. Sebelumnya adalah hari Arafah, hari dimana pintu mengenal diri terbuka bagi pencari untuk mengetahuinya lalu dengan cepat menjauh dari pandangan. Kemudian datang Idul Adha dan semua yang telah menjadi "Ismail" telah meneguk makrifat Arafah dan kini menuju tempat sembelihan cinta dan pengorbanan, sehingga dapat mengorbankan egonya. Hari ini, mereka yang telah berkorban sedang mengarah pada Ghadir dengan ikhlas. Ghadir merupakan telaga yang memiliki hubungan sangat erat dengan mata air Kautsar.
Suara "Labbaik, Allahumma Labbaik" Ya Allah, aku siap, siap menerima perintah, telah memenuhi seluruh ruang di antara bumi dan langit Mekah. Ribuan orang mengulangi panggilan malakuti Nabi Muhammad Saw. "Ya Allah! Aku menghadap-Mu dan mengikuti ajakan dan panggilan-Mu. Terkabulkan setelah mengabulkan, Engkau tidak memiliki sekutu. Aku menghadap-Mu dan tinggal di tempat penghambaan-Mu. Semua pujianku khusus untuk-Mu. Semua nikmat dan kerajaan alam adalah milik-Mu. Engkau tidak memiliki sekutu dan aku memenuhi panggilan-Mu."
Nabi Muhammad Saw di akhir bulan Zulkaidah bersama para sahabat dan Ahlulbaitnya disertai banyak masyarakat meninggalkan Madinah menuju Mekah untuk menunaikan manasik haji. Perjalanan besar ini menampilkan hasil-hasil besar dan upaya Nabi Saw dalam beberapa tahun, dimana beliau berusaha dengan ikhlas mengorbankan jiwa, harta dan kehidupannya di jalan mewujudkan cita-cita Islam dan perintah ilahi serta menyampaikan pesan-pesan ilahi kepada seluruh umat manusia.
Rasulullah Saw dalam perjalanan ini juga menyinggung dirinya telah mendekati ajalnya. Nabi Muhammad Saw gembira mengetahui dirinya akan segera menemui Zat Yang Dicintainya, tapi pada saat yang sama mengkhawatirkan umatnya. Jangan sampai mereka bernasib sama dengan Bani Israil, ketika dirinya sudah tidak berada bersama mereka, kaumnya kembali mengikuti cara Jahiliah. Karenanya, beliau memanfaatkan segala kesempatan dan menasihati mereka. Sebelum sampai di Arafah, di sebuah daerah bernama Namirah, beliau melaksanakan shalat Zuhur dan Ashr secara berjamaah.
Setelah selesai shalat, beliau memandang para sahabat. Gurun pasir yang dipakai shalat penuh dengan manusia. Nabi Saw kemudian membacakan pujian kepada Allah lalu melanjutkan pidatonya demikian:
"Wahai manusia! Dengarkan ucapanku. Karena aku tidak tahu, mungkin setelah tahun ini, kalian tidak akan melihatku dalam kondisi ini. Wahai manusia! Setelah aku, jangan kalian kembali pada kekafiran sebelumnya, jahiliah yang membuatmu sesat dan menyesatkan. Sesungguhnya aku benar-benar di antara kalian telah meninggal dua pusaka yang berharga sebagai khalifah, dimana selama kalian berpegangan kepada keduanya, kalian tidak akan tersesat; Kitab Allah Swt dan Itrahku, Ahlulbaitku."
Kemudian Rasulullah Saw bertanya kepada mereka, "Apakah saya telah menyampaikan pesanku kepada kalian dan telah mendakwahkan agama Allah?"
Mereka semua menjawab, "Iya."
Rasulullah berkata, "Ya Allah! Engkau menjadi saksi!" Setelah itu beliau berkata, "Sesungguhnya kalian bertanggung jawab. Karenanya wajib bagi kalian yang hadir untuk menyampaikannya kepada yang tidak hadir."
Setelah itu, beliau berjalan menuju Arafah dan berhenti di sana, sehingga matahari terbenam dan mengisi waktunya dengan doa dan zikir.
Masjid Namirah
Nabi Muhammad Saw memanfaatkan Haji Wada' atau haji perpisahan sebagai kesempatan yang tidak terulang dan tidak tergantikan untuk menyampaikan suara kebenaran. Beliau di hari-hari terakhir dari Ayyam al-Tasyriq, 13 Dzulhijjah, mengumpulkan umat di masjid Khaif dan setelah menunaikan shalat, beliau kembali berpidato. Salah satu tema pembicaraan beliau berhubungan dengan kabilah. Warga Arab hidup berdasarkan hubungan kesukuan dan di antara mereka ada aturan yang berlandaskan kefanatikan dan kejahiliahan, sehingga hanya dikarenakan ada seorang terbunuh, selama puluhan tahun dua kabilah berperang dan bermusuhan. Nabi Saw berusaha mencerabut kebiasaan ini dan dalam pidatonya mengatakan, "Ketahuilah bahwa setiap harta, kebanggaan dan darah yang ada di masa Jahiliah telah aku injak di bawah dua kakiku dan membatalkannya."
Dengan cara itu, Nabi Saw ingin mengakhiri kedengkian dan permusuhan yang ada sejak lama. Setelah itu, beliau menyinggung soal upaya menjaga persaudaraan islami dan berkata, "Setiap muslim bersaudara dengan muslim lainnya dan umat Islam bersatu dalam menghadapi pihak lain."
Setelah berhijrah dari Mekah ke Madinah, Nabi Saw melakukan akad ukhuwah di antara Muhajirin dan Anshar, tapi hari ini, penekanan Nabi akan ukhuwah Islam berbeda dengan kondisi sebelumnya dan memiliki tujuan lebih dari sekadar solidaritas di antara umat Islam; ada dimensi luar dan dalam menghadapi musuh dan juga dimensi dalam! Di akhir pidatonya beliau kembali menyinggung akan hadis Tsaqalain dan menunjukkan dua jari yang bersisian lalu mengingatkan bahwa sebagaimana dua jari saya tidak dapat dipisahkan, Kitab Allah dan Itrahku juga tidak dapat dipisahkan, sehingga keduanya menemuiku di telaga.(al-Haudh).
Ibadah haji telah berakhir dan Nabi Muhammad Saw kembali menuju Madinah, sementara umat berkumpul untuk mengantarkan beliau. Selain mereka yang tinggal di Mekah, semua bergabung dengan beliau. Ketika karavan tiba di daerah Kura' al-Ghamim, daerah dimana Ghadir Khum berada, malaikat Jibril datang dan meminta Nabi menghentikan perjalanannya. Nabi Saw kemudia berkata, "Wahai manusia! Jawablah penyeru kepada Allah dan sesungguhnya aku adalah Rasulullah."
Rombongan terkejut karena tiba-tiba mereka harus berhenti di daerah yang tidak ada air. Pada waktu itu terdengar suara azan di seluruh gurun dan suara takbir muazzin meninggi, sehingga umat Islam mulai menyiapkan dirinya untuk melaksanakan shalat Zuhur. Nabi Saw melaksanakan shalat Zuhur berjamaah dengan jumlah jamaah yang sangat banyak dan belum pernah terjadi sebelumnya di daerah ini. Selesai shalat, Nabi Saw berjalan di tengah umat dan membuat mimbar tinggi yang terdiri dari empat onta. Dengan suara tinggi beliau berkata:
"Segala pujian milik Allah. Saya memohon bantuan kepada-Nya, percaya kepada-Nya dan bertawakal kepada-Nya. Saya berlindung dari kejahatan hawa nafsu buruknya perbuatan kita dan selain-Nya mengajak pada kesesatan. Allah yang ketika memberi hidayah seseorang, tidak ada yang dapat menyesatkannya. Kita bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad Rasulullah. Wahai manusia! Waktunya sudah dekat bagiku untuk menyambut undangan Hak dan saya akan pergi dari kalian. Aku bertanggung jawab, begitu juga kalian. Apa yang kalian pikirkan tentang aku?"
Semua menjawab, "Kami bersaksi bahwa engkau telah mendakwahkan agama Allah dan engkau selalu menginginkan kebaikan kami. Engkau telah menyampaikan nasihat dan telah berusaha keras di jalan ini. Semoga Allah memberikan pahala kebaikan untukmu."
Ketika keadaan mulai tenang lagi, Nabi Muhammad Saw berkata, "Apakah kalian tidak mau bersaksi bahwa tidak ada tuhan Selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan nabi Allah? Surga, neraka dan kematian adalah kebenaran serta hari kebangkitan tidak diragukan akan terjadi dan Allah akan membangkitkan manusia yang telah mati dan tersembunyi di dalam tanah?"
Umat Islam berkata, "Iya. Benar. Kami bersaksi."
Nabi Muhammad Saw kemudian melanjutkan, "Sesungguhnya aku tinggalkan di tengah-tengah kalian dua pusaka. Bagaimana kalian akan memperlakukannya?"
Seseorang berdiri dan bertanya, "Apa yang dimaksud dengandua pusaka ini?"
Nabi Muhammad Saw berkata, "Pertama, Kitab Allah Swt yang satunya ada di sisi Allah dan satunya lagi di tangan kalian. Cengkeram dengan kuat Kitab Allah agar kalian tidak tersesat. Dan yang kedua adalah Itrah atau Ahlulbatiku. Tuhanku mengabarkanku bahwa dua pusaka ini tidak akan terpisah hingga hari kiamat. Wahai Manusia! Jangan melampaui Kitab Allah dan Itrahku dan jangan pula membelakanginya karena kalian akan binasa."
Pada waktu itu, Nabi Muhammad Saw mengangkat tangan Imam Ali as ke atas dan semua menyaksikan Imam Ali as berada di sisi Rasulullah. Beliau kemudian berkata, "Wahai manusia! Siapa pribadi yang paling layak dari orang-orang mukmin? Para sahabat Nabi Saw menjawab, "Allah dan Nabi-Nya yang lebih tahu." Nabi Saw melanjutkan, "Allah adalah maulaku dan aku adalah maula orang-orang beriman. Aku lebih utama dan layak dari diri mereka sendiri. Wahai manusia! Barangsiapa yang aku adalah maula dan pemimpinnya, maka Ali juga menjadi maula dan pemimpinnya."
Nabi mengulangi ucapan tersebut sebanyak tiga kali lalu melanjutkan, "Ya, Allah! Cintailah orang yang mencintainya dan musuhilah orang-orang yang memusuhinya. Ya Allah! Bantulah orang-orang yang membantunya dan hinakan para mausuhnya. Ya Allah! Jadikan Ali sebagai pusat kebenaran." Nabi kemudian menambahkan, "Penting bagi mereka yang hadir untuk menyampaikan kepada yang tidak ada dan memberikan informasi kepada orang lain."
Waktu itu umat masih berkumpul, ketika malaikat wahyu turun dan memberikan kabar gembira kepada Nabi Muhammad Saw, "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Ali Imran: 3) Pada waktu itu juga Nabi mengucapkan takbir dengan suara tinggi dan berkata, "Aku bersyukur bahwa Allah telah menyempurnakan agama-Nya mencukupkan nikmat-Nya serta gembira atas risalahku dan kepemimpinan Ali sepeninggalku."
Setelah itu umat Islam satu persatu mendatangi kemah Nabi Saw dan melakukan baiat kepadanya serta menyampaikan selamat. Kemudian mereka bergerak ke kemah Imam Ali as dan menyatakan baiat kepadanya sebagai pengganti dan pemimpin sepeninggal Nabi Saw. Rasulullah tersenyum menyaksikan kejadian tersebut dan berkali-kali berkata, "Ucapkan selamat kepadaku. Karena Allah telah mengkhususkan kenabian padaku dan imamah kepada Ahlulbaitku. Ini petanda kemenangan agung dan kekelahan penuh kubu kekafiran dan kemunafikan."
Ghadir Khum dan Ayat Wilayah Menurut Al-Quran
Salah satu peristiwa besar dalam sejarah Islam pada masa sebelum wafat Rasulullah Saw adalah peristiwa Ghadir Khum. Peristiwa Ghadir Khum termasuk riwayat mutawatir. Dalam hadits Ghadir Khum, setelah haji wada (haji terakhir), Rasulullah menghentikan perjalanan para sahabatnya yang sudah hampir pulang ke rumahnya masing-masing di suatu tempat yang bernama Khum (antara Makah dan Madinah).
Sebelumnya, dalam perjalanan dari Makah ke Madinah, Jibril turun dan mangatakan ”Hai Rasul, sampaikanlah!”. Rasulullah tidak langsung menyampaikan, melainkan mencari situasi dan waktu yang tepat untuk menyampaikan perintah Allah tersebut. Tidak lama kemudian Jibril turun kembali dan mengatakan,”Hai Rasul, sampaikanlah!” dan Rasulullah tetap belum menyampaikannya. Kemudian Jibril turun untuk ketiga kalinya dengan membawa ayat ke 67 surat al-Maidah.
Ayat yang berbicara mengenai imamah dan wilayah Imam Ali banyak ditemukan di al-Quran. Salah satu ayat mengenai imamah Imam Ali adalah ayat 67 surat al-Maidah. Banyak ulama baik itu dari Ahlu Sunnah maupun Syiah berpendapat bahwa ayat ini turun terkait peristiwa Ghadir Khum.
Rasulullah Saw telah mengerahkan segenap upaya dan kemampuannya untuk menyebarkan agama Islam dan tidak pernah melewatkan satu peluang pun yang ada. Pengorbanan besar Rasulullah bahkan beliau hampir mengorbankan nyawanya sendiri bagi keimanan umatnya. Seperti dijelaskan oleh ayat ketiga surat al-Syuara ketika Allah berfirman yang artinya, “Boleh jadi kamu (Muhammad) akan membinasakan dirimu, karena mereka tidak beriman.”
Sementara di ayat 128 surat al-Taubah dijelaskan, “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” Adapun di akhir usia beliau, Allah Swt memberi peringatan keras kepada rasul-Nya agar menyampaikan seluruh ajarannya secara sempurna kepada masyarakat, jika tidak ia akan dicabut sebagai utusan Tuhan. Hal ini karena seorang nabi jika tidak menaati perintah Allah, maka ia bukan lagi seorang Rasul.
Ayat 67 Surat al-Maidah yang dikenal dengan sebutan ayat Iblagh, menjelaskan isu-isu penting dunia setelah masalah kenabian. Di ayat yang diturunkan ketika Rasul menjelang akhir usianya tersebut, beliau diperintahkan untuk menjelaskan secara gamblang masalah penggantinya dan memperjelas kewajibat umat Islam atas masalah tersebut.
Ayat ini menyatakan, “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”
Ayat 67 surat al-Maidah turun dengan nada khusus yang disertai peringatan keras kepada Nabi Muhammad dan hal ini menunjukkan sebuah masalah penting terkait risalah nabi akhir zaman ini. Dengan kata lain sesuatu yang sama pentingnya dengan kenabian tidak disampaikan, maka risalah Muhammad tidak lengkap. Di seluruh ayat al-Quran, ini adalah ayat satu-satunya yang memperingatkan Nabi dengan keras jika menyembunyikan pesan. Jika Muhammad tidak menyampaikannya maka apa yang ia sebarkan selama 23 tahun menjadi sia-sia.
Tak diragukan lagi sesuatu tersebut bukan shalat, puasa, haji, jihad, zakat dan ajaran Islam lainnya. Hal ini karena surat al-Maidah diturunkan di akhir usia Rasulullah dan merupakan surat terakhir.
Berikut peristiwa Ghadir Khum terjadi. Tanggal 18 Dzulhijjah, karavan haji tiba di sahara Juhfah. Di sahara inilah karavan yang berasal dari berbagai daerah dan kabilah akan berpisah satu dengan yang lain. Di tempat itu, wahyu ilahi turun menyapa kalbu suci Rasul:
"Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang telah diturunkan Tuhanmu kepada-Mu, dan jika hal ini tidak engkau lakukan, maka engkau (sama saja dengan) tidak menunaikan (sama sekali) risalah-Nya, dan Allah akan menjagamu dari (gangguan) manusia."
Wahyu ini turun dengan nada tegas dan tidak memberi peluang bagi Rasul untuk tidak melaksanakannya. Sedemikian vital tugas ini sehingga jika beliau tidak melaksanakannya, maka beliau akan dianggap tidak melaksanakan risalah Allah sama sekali. Dengan begitu akan runtuh semua fondasi risalah yang telah beliau bangun selama ini. Demi terlaksananya tugas ini, Allah berjanji akan melindungi Rasul dari gangguan musuh, dan karena itu tidak ada pula peluang bagi Rasul untuk merisaukan resiko pelaksanaan tugas tersebut.
Rasulpun bertekad untuk menyampaikan wahyu ilahi tersebut kepada umat. Dalam rangka ini, beliau memerintahkan supaya rombongan yang ada didepan kembali ke belakang, sedangkan rombongan yang di belakang beliau perintahkan agar segera menyusul ke tempat beliau berada. Sesuai instruksi Rasul, semua karavan terkumpul di suatu padang gersang yang hanya ditumbuhi rumput-rumput kering berduri dan segelintir pohon. Di tempat itu, karavan terkonsentrasi di tepi sebuah telaga tua di daerah Khum. Terik panas matahari yang tepat berada di atas kepala menjilat tubuh semua orang. Tanah dan bebatuan seakan membara sehingga banyak orang yang terpaksa menggunakan pakaiannya sebagai alas untuk menahan sengatan panas.
Dalam kondisi sedemikian sulit itu, semua orang bertanya-tanya dalam hati, gerangan apakah yang hendak dilakukan Rasul? Karena itu, perhatian semua orang terkonsentrasi kepada beliau. Benar, di saat benak para sahabat Rasul sedang diterpa badai penasaran itulah beliau hendak menentukan garis perjalanan sejarah umat dan ajaran Islam, ajaran yang telah beliau perjuangkan dengan darah, keringat, dan air mata. Di tepi telaga itulah beliau hendak mencetuskan penggalan sejarah yang determinan bagi kehidupan spiritual dan materi umat manusia.
Peristiwa bersejarahpun berlangsung selama hampir lima jam di lokasi sekitar telaga Khoum tersebut dalam cuaca alam yang sedemikian panas. Menjelang pernyataan wasiat Rasul itu, suasana yang tadinya riuh tiba-tiba tercekam kebisuan. Gemerincing kalung-kalung onta dan kuda bahkan ikut tertelan kesunyian.
Entah karena panasnya hawa yang menyengat atau mungkin karena sedemikian besarnya risalah yang hendak beliau sampaikan, wajah nurani beliau saat itu nampak bersimbah peluh. Beliau tampil ke atas mimbar yang terbuat dari beberapa bongkah batu dan pelana onta. Semua mata tertatap kepada wajah beliau yang penuh wibawa meski sudah tergurat usia 63 tahun itu. Sedemikian anggunnya wajah beliau saat itu sehingga tatapan yang tersorotnya kepadanya dapat melunturkan panasnya sengatan surya dan letihnya perjalanan panjang yang tadinya dirasakan semua orang.
Meskipun terjadi lebih dari 1400 tahun silam, tepatnya pada tahun 10 Hijriah, namun kenangan peristiwa besar itu tetap abadi hingga sekarang. Pesan yang terungkap dalam peristiwa itu tetap terngiang dalam benak umat. Sebab, pesan yang disampaikan Rasul saat itu bukanlah pesan yang relefansinya tersekat oleh faktor ruang dan waktu dimana beliau berada, melainkan pesan universal tentang pembangunan sebuah negeri makmur yang diidam-idamkan umat. Yaitu negeri yang jika pemimpinnya tidak terpenjara di dalam rumahnya, niscaya ajaran Islam yang murni akan terus mengalir menyusuri lorong-lorong sejarah, dan tidak akan ada lagi kebangkitan kaum celaka dan jahil yang sudah tergilas oleh Islam.
Dalam rangka memperingati peristiwa yang dikenal dengan peristiwa Ghadir Khum (Telaga Khum) itu, yang harus disayangkan ialah kenyataan punahnya kesegaran alam spiritual umat akibat terabaikannya pesan agung Rasul tersebut. Duduk persoalannya bukan terletak pada masalah ternistakannya hak Imam Ali as, melainkan pada penyimpangan yang begitu fatal sehingga mengeringkan mata air yang sangat diperlukan bagi kehidupan materi dan spiritual umat manusia.
Allamah Amini menyebutkan bahwa hadis yang menceritakan peristiwa Ghadir Khum disebutkan di 16 kitab Ahlu Sunnah. Sebagian mufasir berusaha menutupi peristiwa ini dengan menafsirkan peristiwa Ghadir sebagai ungkapan kecintaan kepada Ali. Mereka berpendapat bahwa ayat sebelum dan sesudah ayat ke 67 Surat al-Maidah berbicara mengenai Ahlul Kitab dan tidak ada kaitannya dengan masalah wilayah, khilafah atau imamah.
Argumentasi ini tidak dapat diterima, khususnya bila datang dari mereka yang berkecimpung di bidang penafsiran kitab Samawi ini. Alasannya adalah kelompok ini dengan baik memahami bahwa ayat-ayat al-Quran diturunkan secara bertahap dan berdasarkan moment dan kebutuhan tertentu. Al-Quran bukan kitab klasik yang mengejar satu masalah tertentu. Oleh karena itu, dalam sebuah surat al-Quran kita akan menemukan tengah membicarakan beragam masalah di mana masing-masing fokus pada masalah tertentu, meski demikian di antara ayat-ayat dalam surat tersebut memiliki link universal.
Surat al-Maidah sendiri sebagian ayatnya membicarakan masalah Ahlul Kitab dan sebagian lain terkait peristiwa Ghadir Khum. Namun begitu dua hal ini memiliki hubungan, yakni penentuan pengganti Rasulullah juga akan memperjelas masalah Ahlul Kitab. Mereka yang berharap Islam redup dan akhirnya musnah dengan meninggalnya Rasulullah, tetap saja kehilangan harapannya dengan penentukan imamah dan wilayah Imam Ali sebagai pengganti Nabi.
Rakyat Iran Rayakan Hari Raya Ghadir Khum
Rakyat Iran di seluruh penjuru negeri, hari ini merayakan Hari Raya Ghadir Khum dan tenggelam dalam kegembiraan.
Hari ini, Selasa (20/8/2019) bertepatan dengan tanggal 18 Dzulhijah 1440 H, diperingati sebagai Hari Raya Ghadir Khum.
Di hari yang juga dikenal dengan Aidullah Al Akbar, Muslim Syiah di seluruh dunia menggelar perayaan di masjid-masjid, dan pusat-pusat keagamaan.
Kompleks Makam Suci Imam Ridha as di kota Mashhad, timur laut Iran, hari ini dipenuhi para pecinta Ahlul Bait as yang merayakan Idul Ghadir.
Di Hari Raya Ghadir Khum selain membaca doa dan beribadah kepada Allah Swt, biasanya masyarakat membagikan makanan dan minuman, serta saling mengucapkan selamat.