
کمالوندی
Mengejar Berkah Ramadhan (18)
Bulan Ramadhan sudah melewati batas pertengahannya dan mendekati malam-malam Lailatul Qadar. Ibadah, doa dan munajat perlu ditingkatkan demi memperoleh rahmat dan pengampunan Allah Swt.
Malam pertama dari Lailatul Qadar adalah malam ke-19 Ramadhan dan ia adalah sebuah malam yang penuh kemuliaan dan malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Menurut banyak riwayat, malam Lailatul Qadar terjadi pada bulan Ramadhan dan kemungkinan besar jatuh pada salah satu malam dari malam-malam yang ganjil yaitu 19, 21 atau 23. Kaum Syiah meyakini Lailatul Qadar kemungkinan besar jatuh pada malam 23 Ramadhan, sementara Ahlu Sunah percaya malam mulia itu lebih mungkin jatuh pada malam 27 Ramadhan.
Para pemuka agama senantiasa menjalankan tradisi mulia ini dan mereka berebut berkah malam Lailatul Qadar. Rasulullah Saw tidak hanya pada malam Lailatul Qadar, tapi pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan beliau menyibukkan diri dengan ibadah dan melipat tempat tidurnya.
Di malam 19 Ramadhan, sebuah peristiwa getir terjadi dalam sejarah Islam yaitu penikaman Imam Ali as saat sedang sujud di Masjid Kufah pada waktu sahur. Kepala Imam Ali ditebas dengan pedang beracun oleh Ibnu Muljam Muradi, dan beliau gugur syahid pada 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah.
Pada malam itu, Imam Ali as menjadi tamu di rumah putrinya, Ummu Kultsum al-Kubra di kota Kufah. Amirul Mukminin hanya menyantap tiga suap makanan dan kemudian menyibukkan dirinya dengan ibadah. Imam Ali tampak tidak tenang pada malam itu dan sesekali menatap ke langit. Ia mengelus jenggotnya sambil berkata, “Ya Allah! Janji kekasih-Mu Rasulullah sudah dekat. Ya Allah! Jadikan kematian sebagai keberkahan bagi Ali."
Di tengah kegelapan malam setelah sahur, Imam Ali as keluar dari rumah untuk memimpin shalat subuh di Masjid Kufah. Angsa-angsa di halaman rumah mengerumuninya dan berteriak-teriak. Orang-orang ingin mengusir kerumunan angsa itu, namun Imam berkata, "Biarkan saja, karena angsa-angsa itu tengah meratapi kematianku.”
Mendengar ucapan itu, Ummu Kultsum mulai khawatir dan berkata, "Biarkan Ja'dah yang pergi ke masjid untuk mengimami shalat." Imam menjawab, "Tidak ada yang bisa lari dari takdir Tuhan." Imam Ali kemudian mengencangkan ikat pinggangnya dan melangkah menuju masjid.
Mihrab tempat Imam Ali as ditikam oleh Ibnu Muljam di Masjid Kufah.
Saat sedang mendirikan shalat di mihrab Masjid Kufah, Ibnu Muljam datang mendekat dan mengayunkan pukulan pedangnya ke kepala Imam Ali, tepat ketika ia hendak bangun dari sujudnya. Darah mengucur deras dari kepala suci itu dan dengan suara lengking, Imam Ali berteriak, “Fuztu wa Rabbil Ka’bah…Demi Tuhan Ka’bah, sungguh aku telah beruntung."
Setelah salam, dia mengusapkan tanah sujud ke dahinya sembari mengucapkan firman Allah Swt dalam surat Thaha ayat 55; "Dari tanah itulah Kami jadikan kalian dan kepadanya Kami akan mengembalikan kalian dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kalian pada kali yang lain."
Shalat merupakan ikatan terindah antara Ali as dengan Tuhan dan dalam kondisi itu, ia tidak memikirkan apapun selain Allah Swt. Dalam kondisi kritis, Imam as masih mewasiatkan anak-anaknya dengan shalat sambil berkata, "Allah, Allah, dirikanlah shalat, karena ia adalah tiang agama."
Syeikh Abu Bakr Shirazi dalam Risalah Etikad menulis, "Ayat 17 dan 18 surat Adh-Dhariyat yang berbunyi 'Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar,' adalah berkenaan dengan Imam Ali as. Karena ia tidur di sepertiga malam dan melakukan ibadah di dua pertiga malam yang tersisa. Dalam sebuah riwayat yang dinukil oleh ratusan ulama, Ali as berkata, 'Sebelum satu orang pun menjadi muslim atau mendirikan shalat, aku sudah mendirikan shalat bersama Rasulullah di usia tujuh tahun.'"
Imam Ali as dalam shalat terakhirnya di Masjid Kufah mengucapkan kalimat “Fuztu wa Rabbil Ka’bah." Dengan ucapan ini, ia ingin mengekspresikan kerinduannya akan mati syahid dan pertemuan dengan Sang Kekasih.
Ketika masyarakat Kufah mengkhawatirkan kondisinya, Ali as dalam sebuah kalimat yang indah berkata, "Demi Allah, tidak ada sesuatu yang terjadi atasku di luar penantian, seperti orang yang mencari air di padang pasir saat gelap gulita dan kemudian tiba-tiba menemukan sumur atau mata air. Perumpamaanku adalah ibarat pencari air yang akhirnya menemukan apa yang dicari."
Manusia membutuhkan rahmat dan kasih sayang dari Allah Swt. Orang-orang mukmin selain bersyukur atas karunia Allah, mereka juga menyampaikan keinginan-keinginannya dalam doa dan munajat.
Kegiatan membaca al-Quran di Masjid Kufah selama Ramadhan. (dok)
Allah Swt juga berjanji akan mengabulkan doa-doa mereka dan berfirman, "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS: Al-Baqarah ayat 186)
Doa adalah cara yang paling intim untuk berkomunikasi dengan Tuhan, setiap orang dengan leluasa bisa bercengkrama dengan-Nya, memohon sesuatu dari-Nya atau meminta ampunan atas dosa-dosanya.
Secara umum doa berarti menyampaikan kebutuhan. Artinya, manusia secara fitrah percaya pada kekuatan luar biasa yang bisa melindunginya, memenuhi kebutuhannya, dan membantunya mencapai tujuan-tujuannya.
Tetapi, doa juga memiliki makna lain dan ia adalah sebuah dialog yang bersumber dari makrifat dan pengenalan batin kepada Allah Swt seperti, doa Kumail dari Imam Ali as atau doa-doa Nabi Ibrahim as yang diabadikan dalam al-Quran. Semua doa ini bersumber dari sebuah makrifat dan pengenalan batin. Demikian juga dengan doa-doa yang terdapat dalam buku Shahifah Sajjadiyah dari Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad as.
Doa sama seperti kunci untuk membuka pintu bagi manusia dan tidak ada perantara dalam hal ini. Dengan kata lain, doa adalah sebuah saluran khusus yang disediakan Allah untuk hamba-Nya sehingga dalam kondisi apapun dan dimana pun, mereka dapat menghubunginya dan menyelamatkan dirinya dari himpitan masalah.
Ketika kita mengucapkan kalimat "Ya Rabbi" atau "Ya Allah" dalam kesendirian, suara kita langsung didengar oleh Tuhan tanpa jarak sama sekali.
Imam Ali as dalam kitab Nahjul Balaghah berkata, "Ketika engkau menyeru-Nya, Dia mendengar seruanmu, ketika engkau bermunajat kepada-Nya, Dia mengetahui ucapanmu, engkau menyampaikan hajatmu kepada-Nya, menunjukkan dirimu apa adanya di hadapan Tuhan, dan setiap kali engkau ingin, engkau berkeluh kesah dengan-Nya dan menyampaikan seluruh masalah dan keluh kesahmu."
Allah Swt adalah Dzat yang memiliki kekuatan mutlak serta pencipta dan pengatur semua urusan di alam semesta. Dia menciptakan apapun yang dikehendaki dalam sekejap, meskipun harus menciptakan jutaan matahari seperti matahari yang menerangi bumi kita.
Ketika seseorang membangun hubungan dengan Dzat seperti itu dan berkeluh-kesah di hadapan-Nya, bersujud di hadapan-Nya, dan mencucurkan air mata atas masalah yang dihadapinya, tentu saja cahaya harapan akan menerangi lubuk hatinya.
Mengejar Berkah Ramadhan (17)
Salah satu peristiwa besar yang terjadi pada permulaan Islam adalah Isra' Mikraj Rasulullah Saw. Mikraj merupakan salah satu mukjizat terbesar Rasulullah dan akal manusia tidak mampu menalar hakikat perjalanan ini. Berdasarkan sebagian riwayat, Isra' dan Mikraj Rasulullah Saw terjadi pada tanggal 17 Ramadhan.
Pada dasarnya, Mikraj adalah perjalanan yang keluar dari alam materi dan melangkah ke alam yang lebih tinggi. Mukjizat Ilahi ini diberikan karena penghambaan tulus yang dilakukan Rasulullah Saw, dan ada banyak ayat dan riwayat yang menyingkap keagungan peristiwa ini. Sebenarnya Mikraj adalah perjalanan Rasulullah dari bumi menuju ke Arsy.
Diriwayatkan bahwa Malaikat Jibril mendatangi Rasulullah pada malam Mikraj dan memberinya sebuah tunggangan yang disebut Buraq. Rasul Saw menaiki Buraq tersebut dan berangkat ke Baitul Maqdis.
Di Masjid al-Aqsa, Rasulullah menjadi imam shalat untuk para nabi seperti Ibrahim, Musa, Isa dan nabi-nabi lain. Setelah itu, beliau memulai perjalanan ke langit dan diterbangkan sampai langit ketujuh. Nabi Muhammad Saw menyaksikan berbagai peristiwa menakjubkan dan tanda-tanda kebesaran Allah Swt di setiap lapisan langit yang dilewatinya.
Rasulullah Saw menyaksikan makhluk-makhluk ciptaan Allah, para malaikat, dan keajaiban penciptaan, serta bertemu dengan para nabi. Di sana diperlihatkan surga dan neraka, kondisi para penghuni surga beserta nikmat yang mereka peroleh, serta kondisi ahli neraka dan siksaan yang mereka terima. Malaikat Jibril menemani beliau di sepanjang perjalanan spiritual ini.
Rasul dan Jibril naik hingga langit keenam dan menyaksikan keagungan penciptaan yang tidak terhitung jumlahnya. Mereka akhirnya sampai di langit ketujuh dan di sini Malaikat Jibril harus berpamit sambil berkata kepada Nabi Muhammad, “Aku tidak diizinkan untuk memasuki tempat ini (Sidratul Muntaha) dan jika aku mendekat selangkah lagi ke sana, niscaya sayapku akan terbakar.”
Rasul Saw melihat Sidratul Muntaha (sebuah tempat atau pohon di langit yang disinggung dalam al-Quran) di langit ketujuh. Beliau mencapai puncak kedekatan tertinggi dengan Tuhan di Sidratul Muntaha. “Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi).” (QS: An-Najm ayat 9).
Kegiatan tadarus perempuan di kota Tehran.
Allah Swt kemudian memberikan perintah dan pesan-pesan yang sangat penting kepada Rasulullah, dan terjadi sebuah dialog yang indah antara Tuhan dan Muhammad yang diabadikan dalam Hadis Mikraj. Ia adalah sebuah hadis Qudsi yang menerangkan tentang percakapan Allah Swt dengan Nabi Muhammad Saw dalam perjalanan Isra dan Mikraj.
Setelah dialog tersebut, Nabi Muhammad Saw kembali ke bumi dan tiba di rumah Ummu Hani (putri paman Nabi) di Mekkah sebelum terbit fajar.
Mikraj Rasulullah Saw adalah sebuah peristiwa yang benar-benar terjadi dan ini dibuktikan dengan ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis mutawatir. Isra' Mikraj adalah bagian dari sejarah dan keyakinan umat Islam dan semua mazhab menyepakati masalah ini. Sejumlah riwayat mutawatir dan sebagian doa juga menyinggung peristiwa Isra' Mikraj dan orang yang mengingkarinya dianggap kafir.
"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS: Al-Isra ayat 1)
Seorang mufasir besar al-Quran, Allamah Muhammad Husain Thabathaba'i ketika menafsirkan ayat pertama surat al-Isra berkata, "Segala puji bagi Allah Swt yang dengan keagungan-Nya telah memberangkatkan Muhammad Saw pada malam hari untuk memperlihatkan kekuasaan dan keagungan-Nya. Di kegelapan malam, Muhammad diperjalankan dari Masjidil Haram ke Masjid al-Aqsa di Baitul Maqdis yang diberkahi. Perjalanan malam hari ini untuk memperlihatkan keagungan dan ayat-ayat-Nya kepada dia. Allah Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Mengetahui kondisi Rasul-Nya dan Dia tahu bahwa Muhammad layak untuk mendapatkan perhatian dan tempat seperti ini."
Hadis Mikraj telah merekam percakapan antara Allah Swt dan Nabi Muhammad Saw di Sidratul Muntaha. Hadis ini dimulai dengan ucapan Rasulullah yang berbunyi, "Ya Tuhan! Perbuatan apa yang terbaik?" Tuhan menjawab, "Tidak ada yang lebih baik selain bertawakkal kepada-Ku dan menerima apa yang telah Aku tetapkan."
Jawaban singkat ini dengan sendirinya dapat menjadi kunci untuk mengatasi berbagai rintangan dalam menempuh jalan kesempurnaan. Tawakkal berarti yakin dan percaya kepada Allah Swt, sebuah sandaran yang membuat jiwa manusia tenteram.
Di bagian lain hadis Mikraj, Allah berfirman kepada Rasul-Nya, "Wahai Ahmad! Ibadah itu ada sepuluh bagian, sembilan di antaranya mencari apa yang halal. Jadi, jika engkau memperoleh makanan dan minumanmu dari jalan yang halal, maka engkau akan berada dalam perlindungan-Ku."
Rasulullah kemudian bertanya, "Ya Tuhan! Ibadah apa yang paling utama?" Allah berfirman, "Wahai Ahmad! Tidak ada ibadah yang lebih utama di sisi-Ku selain diam dan puasa. Jadi, siapa yang berpuasa tetapi tidak menjaga lisannya, ia seperti orang yang shalat tetapi tidak melafalkan apapun."
Dari perkataan ini dapat dipahami bahwa langkah pertama dalam penghambaan Tuhan adalah diam (menjaga lisan) dan berpuasa. Kedua perkara ini merupakan tahap pertama dalam ibadah dan kesempurnaan manusia.
Selama manusia membiarkan lisannya bebas liar serta membicarakan perkara batil dan sia-sia, maka ia masih belum berada di jalan penghambaan dan pada akhirnya tidak akan sampai ke tempat tujuan. Jika manusia bisa mengontrol lisannya, mereka akan terbebas dari banyak dosa seperti berdusta, menggunjing, menyebarkan fitnah, dan jenis-jenis lain dosa lisan.
Mengenai sikap diam, Imam Ali Ridha as berkata, “Diam adalah salah satu pintu hikmah; ia akan mendatangkan kecintaan dan membimbing manusia kepada setiap kebaikan.”
Demikian juga dengan perut, jika manusia membiarkannya bebas terisi makanan, ini akan seperti binatang di mana hanya fokus pada makan dan tidak melangkah lebih dari itu.
Para guru irfan berpendapat bahwa salah satu jalan mensucikan jiwa dan membersihkan diri adalah menahan lapar. Menahan lapar pada batas yang wajar akan membuka pintu pemahaman bagi manusia.
Allah Swt kembali berfirman, “Wahai Ahmad! Apakah engkau tahu kenikmatan dari rasa lapar, keheningan, dan kesendirian, serta manfaatnya?” Rasulullah berkata, “Ya Rabb! Apa manfaatnya rasa lapar?” Tuhan menjawab, “Ia akan mendatangkan hikmah (kebijaksanaan), hikmah akan mendatangkan pengetahuan dan pengetahuan akan mendatangkan yakin. Begitu seseorang mencapai derajat yakin, dia tidak peduli tentang bagaimana dia memulai harinya, apakah dalam kesulitan atau dalam kemudahan."
Dari peristiwa Isra' Mikraj dapat disimpulkan bahwa manusia memiliki kapasitas yang sangat besar dan ia dapat menaiki puncak kesempurnaan. Para nabi seperti Ibrahim as juga telah menyaksikan kebesaran Allah Swt di bumi dan langit, tetapi Rasulullah Saw sudah berada pada posisi yang sangat dekat dengan Allah, “Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi).”
Mengejar Berkah Ramadhan (16)
Bulan Ramadhan telah tiba dan ini tahun kelima saya menjalani puasa secara penuh. Ibu sedang sibuk menyiapkan menu berbuka puasa di dapur. Aroma makanan dan kue-kue telah memenuhi ruangan, dan ayah pun datang ke rumah dengan membawa roti baru.
Doa-doa menjelang buka puasa yang disiarkan televisi telah menambah nuansa spiritual Ramadhan. Hidangan berbuka telah siap dan semua tersusun rapi di atas taplak mulai dari kurma, teh, kue-kue, roti, keju, dan sayur lalapan. Bulan Ramadhan selalu memberikan kesempatan kepada keluarga untuk mempererat silaturahmi. Begitu suara adzan terdengar, ayahku mengangkat kedua tangannya memimpin pembacaan doa berbuka puasa, dan kemudian perlahan berkata, "Taqabalallah."
Ini adalah kisah bulan Ramadhan yang selalu menghadirkan kesempatan kepada kami untuk berkumpul bersama. Bulan ini memberikan kita peluang untuk memperbaiki diri dan mempererat silaturahmi dengan sanak keluarga.
Kehadiran bulan Ramadhan mengubah pola hidup banyak orang, jenis makanan, waktu istirahat dan tidur, durasi jam kerja, dan bahkan pola konsumsi dan belanja di bulan penuh berkah ini. Pada dasarnya, perubahan pola hidup merupakan salah satu hadiah bulan Ramadhan yang bisa dimanfaatkan untuk mengubah hal-hal lain ke arah positif.
Di antara keistimewaan bulan Ramadhan adalah memperkuat pondasi keluarga dan ikatan silaturahmi dengan cara menyantap sahur dan berbuka bersama-sama. Jika sebelum ini, anggota keluarga sibuk dengan rutinitas masing-masing dan jarang bisa menyantap makanan dalam satu meja, maka selama Ramadhan, setiap anggota keluarga akan berusaha untuk bisa berbuka puasa di rumah dan pemandangan seperti ini akan terulang di waktu sahur.
Kegiatan buka puasa bersama di Kompleks Makam Sayidah Maksumah di kota Qum,Iran.
Sejak kami masih kanak-kanak, ibu sudah menanamkan nilai-nilai agama kepada kami dan ketika dia membawa kami ke taman atau tempat liburan, ibu memperkenalkan nikmat-nikmat Tuhan kepada kami sambil bertamasya dan kami takjub dengan nikmat-nikmat itu.
Ibu memperlihatkan kepada kami perbedaan daun pepohonan dan menjelaskan tentang bunga mawar dan keindahannya, sehingga muncul pertanyaan dalam benak kami, siapakah gerangan yang menciptakan bunga yang indah ini dengan beragam bentuknya, urat-uratnya yang hijau dan penuh warna? Dia adalah Dzat Yang Maha Kuasa.
Uniknya, puasa akan membentuk kesabaran dan ketahanan di antara orang-orang yang menjalaninya dan menumbuhkan rasa kasih sayang antar-sesama. Oleh sebab itu, salah satu kesan manis puasa bagi kami adalah kami menjadi lebih ramah dan lebih penyayang di bulan Ramadhan, terutama sang ayah.
Rasulullah Saw dalam khutbah Sya'baniyah berkata, "… Hormatilah orang-orang yang lebih tua dari kalian, sayangilah anak-anak kecil kalian, sambunglah silaturahmi kalian, jagalah lidah kalian, jagalah pandangan kalian dari apa yang terlarang, jagalah pendengaran kalian dari yang tidak diperbolehkan…"
Aku sangat mengagumi nuansa spiritual Ramadhan terutama di waktu sahur. Bulan ini sangat mengesankan bagiku dengan kegiatan-kegiatannya seperti, acara buka puasa bersama di rumah atau masjid-masjid, tadarus al-Quran, dan jalinan silaturahmi dengan teman-teman. Jika perjamuan Ilahi ini kita sambut dengan suka cita, maka kebahagiaan akan memenuhi setiap relung kita.
Ayahku berkata, "Kita harus meningkatkan ibadah di bulan puasa dan memanfaatkan momen Ramadhan serta menerangi hati kita dengan infak, membaca al-Quran, dan berdoa. Jika kita meneranginya dengan ibadah, pengaruhnya akan besar dalam kehidupan kita."
Maulawi dalam bukunya Matsnawi, mengangkat sebuah kisah tentang bagaimana cara seseorang dapat mengubah perilakunya. Kisah ini mengajarkan kita bahwa kita dapat meninggalkan perilaku buruk dengan memperkuat tekad.
Bulan Ramadhan memberikan sebuah kesempatan kepada kita untuk memperbaiki perilaku buruk, meninggalkan sifat-sifat tercela, dan menggantikannya dengan sifat terpuji.
Maulawi berkata, "Ada seorang anak muda yang berperangai buruk dan selalu menyakiti orang-orang di sekitarnya. Meskipun telah berusaha, tetapi ia tidak mampu melawan perilaku buruknya itu. Suatu hari, ayahnya memberikan sebuah palu dan beberapa biji paku kepadanya sambil berkata, 'Setiap kali engkau marah, tancapkanlah sebuah paku ke dinding ini. Pada hari pertama, pemuda itu terpaksa menancapkan banyak paku di dinding. Di sore hari, ia mulai melihat tingkat kemarahannya di sepanjang hari tadi.
Di hari-hari berikutnya, pemuda itu berusaha untuk meredam amarahnya sehingga tidak perlu menancapkan banyak paku di dinding. Setiap malam, ia mulai menjaga perilakunya dan dengan berkurangnya jumlah paku yang ditancapkan, ia semakin optimis bisa mengubah perilakunya. Seiring berjalannya waktu, jumlah paku yang ditancapkan ke dinding semakin berkurang dan terus berkurang.
Dengan demikian, pemuda tersebut merasa bahwa akhlak buruk dan amarah telah hilang darinya. Ia kemudian menceritakan perkembangan itu kepada ayahnya. Sang ayah yang cerdik mengusulkan kepadanya untuk mencabut satu paku setiap kali ia bisa mengontrol emosinya.
Setelah beberapa hari berlalu, pemuda itu telah mencabut semua paku yang tertancap di dinding. Sang ayah kemudian memegang tangan anaknya dan membawanya mendekat ke dinding tersebut.
Sang ayah berkata, "Beruntunglah, engkau memiliki tekad yang baik, tapi tataplah lubang-lubang di dinding ini. Anakku, ketika engkau mengatai orang lain dalam keadaan marah, engkau seperti sedang menancapkan paku ke dinding hati mereka. Luka yang menggores hati seseorang akan membekas dan tidak mudah untuk menghapusnya."
Nasihat ayahnya membuat pemuda tersebut sadar dan ia bertekad untuk meninggalkan perilaku buruk dan bersikap baik dengan orang lain.
Bulan Ramadhan merupakan momentum terbaik untuk melatih memperbaiki perilaku individual dan sosial. Jika manusia selalu mengawasi perilakunya di bulan puasa dan menanamkan nilai-nilai moral dalam dirinya, maka setelah Ramadhan usai, mereka tetap akan mampu mempertahankan nilai-nilai baik tersebut.
Mengejar Berkah Ramadhan (15)
Bulan suci Ramadhan sebagai jamuan penting yang dihidangkan Allah swt untuk hamba-Nya. ِDi bulan agung ini, Allah swt menyuguhkan sajian yang paling istimewa yaitu puasa.
Puasa sebagai hidangan penting bulan agung ini, tidak hanya melatih individu untuk menahan diri dari sesuatu yang membatalkan puasa, seperti makan dan minum maupun hal-hal yang membatalkan lainnya. Lebih dari itu, puasa sebagai bentuk latihan untuk meningkatkan spiritualitas dan moralitas tidak hanya individu tapi juga masyarakat dengan nilai-nilai mulia seperti sikap berbagi, solidaritas, kebersamaan dan persaudaraan. Oleh karena itu, ibadah lain selain puasa yang ditekankan di bulan suci Ramadhan adalah berinfak, yang didefinisikan dalam al-Quran sebagai membelanjakan harta demi meraih keridhan Allah.
Dalam surat al-Baqarah ayat 265 Al-Baqarah, Allah swt berfirman,"Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.".
Bulan suci Ramadhan memperkuat ikatan persahabatan dan persaudaraan antarsesama Muslim. Di bulan ini, dianjurkan untuk lebih dekat dengan orang-orang miskin dan yang membutuhkan. Di bulan Ramadhan, orang yang berpuasa diajak untuk merasakan kelaparan dan penderitaan orang-orang yang kekurangan harta.
Selain memperkuat spiritualitas, Ramadhan juga meningkatkan kebaikan kolektif. Nabi Muhammad Saw bersabda, "Antarsesama Muslim laksana anggota badan, ketika salah satunya sakit, maka anggota lain juga merasakan sakit." (Kanzul Umal, hadis 759) ). Imam Sadiq berkata, "Sesama Mukmin bersaudara, seperti satu tubuh jika salah satu anggota badan terluka, maka yang lain juga merasakan sakit." (Ushul Kafi, hlm. 2, p. 166).
Di berbagai negara Muslim, bulan suci Ramadhan sebagai momentum untuk saling berbagi dan meringankan penderitaan orang lain, terutama anak-anak yatim dan piatu.
Program amal untuk panti asuhan dan anak-anak yatim dan piatu menjadi program rutin yang telah diterapkan di Iran selama bertahun-tahun. Program swadaya masyarakat ini dilakukan dalam berbagai bentuk dengan tujuan untuk menyenangkan hari anak yatim dan piatu, dan meringankan penderitaan orang-orang miskin dan yang membutuhkan.
Kegiatan membantu anak-anak yatim di bulan Ramadhan dilakukan secara teroganisir melalui institusi atau yayasan yang dikelola oleh masyarakat. Setiap donatur menerima tanggung jawab sebagai orang tua asuh satu atau lebih anak yatim dan menyetorkan sejumlah dana bulanan secara rutin ke setiap rekening bank.
Hari kesyahidan Imam Ali juga disebut sebagai hari kecintaan terhadap anak yatim piatu. Sebab, Imam Ali bin Abi Thalib merupakan figur yang memiliki perhatian tinggi terhadap anak-anak yatim dan membantu orang-orang yang membutuhkan. Sejarah mencatat kesyahidan Imam Ali meninggalkan kesedihan yang mendalam bagi anak-anak yatim dan orang-orang miskin di masa itu.
Di penghujung bulan suci Ramadhan yaitu hari raya Idul Fitri, ada acara khusus untuk membantu para tahanan yang membutuhkan, supaya kembali ke keluarganya dengan membantu membayarkan uang tebusan mereka. Selama sebulan penuh di bulan suci Ramadhan, berbagai kegiatan amal dilakukan untuk membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan dari sesama umat manusia.
Spirit memenuhi kebutuhan orang-orang yang membutuhkan tidak datang kepada siapa saja. Barangkali banyak orang memiliki kelebihan uang, tetapi mereka tidak tergerak untuk membantu orang lain. Memang tidak semua masalah memerlukan penyelesaian keuangan, Terkadang dengan berapa nasehat atau masukan juga bisa membantu orang lain. Imam Musa Kazim memandang pertumbuhan dan kesempurnaan manusia terletak dalam kasih sayangnya dan upayanya membantu orang lain.
Beliau berkata, "Selama orang-orang di bumi saling mencintai, menunaikan amanat dan menempuh jalan yang benar, maka Allah akan memuliakan mereka. Allah swt menjadikan hamba-Nya di bumi yang berusaha memenuhi kebutuhan manusia sebagai orang-orang yang beriman kepada Kebenaran dan Hari Kebangkitan. Barangsiapa yang menyenangkan hati orang mukmin, maka Alalh swt di hari kiamat kelak akan menyenangkan hatinya".
Al-Qur'an menyerukan pentingnya infak, dan Allah swt memuji hambanya yang menginfakan hartanya, baik di saat mendapat kelebihan harta, maupun di kala sulit dan terhimpit masalah keuangan.
Infak memainkan peran penting dalam pendidikan akhlak. Oleh karena itu, para tokoh agama Islam telah menempatkannya sebagai amalan penting dan tinggi dalam kehidupan manusia.
Tidak hanya memberikan nasihat mengenai pentingnya infak, para pemuka agama Islam memberikan contoh terbaik dalamm infak yang dilakukan secara rahasia maupun terbuka yang diketahui oleh orang-orang terdekat mereka. Imam Ali bin Abi Thalib dan Sayidah Fatimah bersama dua putranya, telah memberikan contoh terbaik dalam infak yang dicatat dalam sejarah.
Mengenai hal ini Ibnu Abbas menceritakan, "Suatu hari Ali bin Abi Thalib hanya memiliki luang empat dirham. Beliau menginfakkan satu dirham secara diam-diam di waktu malam, dan satu dirham lainnya disedekahkan secara terbuka." Kemudian Allah swt menurunkan wahyu al-Quran surat al-Baqarah ayat 274 yang berbunyi,"Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati,".
Contoh lain dari amalan penting di bulan suci Ramadhan adalah memberikan iftar atau buka puasa kepada orang-orang yang berpuasa. Iftar adalah salah satu amalan sunnah yang sangat tinggi pahalanya, bahkan setara dengan membebaskan seorang budak untuk satu orang yang diberi iftar dan Allah juga mengampuni dosanya. Masalah Ini sangat ditekankan dalam ajaran Islam. Berbagi makanan kepada orang lain sangat ditegaskan dalam Islam. Itulah sebabnya selama bulan suci Ramadhan digelar buka puasa di rumah dan masjid. Memberikan iftar membuka hati orang-orang beriman yang akan meningkatkan kecintaannya kepada Allah swt.
Menjelang buka puasa, munajat dan doa mengalir dari hati orang-orang mukmin. Lantunan ayat al-Quran dan kebahagiaan anak-anak yatim dan orang-orang yang membutuhkan menambah keberkahan di bulan agung ini.
Mengejar Berkah Ramadhan (14)
Bulan Ramadhan memiliki banyak manfaat untuk kehidupan pribadi dan sosial seseorang. Manfaat terpenting puasa adalah untuk membangun ketakwaan seperti disinggung pada ayat 183 surat al-Baqarah.
Takwa Ilahi akan tampak ketika seseorang mencapai keyakinan agama pada tingkat yang bisa diterima. Keyakinan agama ini dapat tumbuh lebih baik dengan mengerjakan puasa dan amal ibadah lainnya di bulan Ramadhan.
Kepercayaan diri adalah keyakinan akan kemampuan dan potensi yang dimiliki seseorang dan keahlian dalam mengaktualisasikannya. Kepercayaan diri sangat penting dalam mengembangkan kepribadian setiap individu dan memacunya mencapai kemajuan, kesempurnaan, dan kemuliaan. Individu yang tidak punya rasa percaya diri akan menghadapi banyak masalah dalam hidupnya.
Lalu apa yang dimaksud dengan keyakinan agama? Kepercayaan diri yang tumbuh atas dasar nilai-nilai luhur agama disebut rasa percaya diri religius. Individu yang memiliki keyakinan agama, percaya bahwa Allah Swt mengawasi seluruh makhluk-Nya dan menyerahkan berbagai sarana untuk dimanfaatkan oleh manusia secara optimal.
Orang yang telah mencapai derajat yakin, tidak akan pernah tunduk kepada siapa pun kecuali di hadapan Sang Pencipta.
Ramadhan adalah bulan spiritual serta bulan untuk memperkuat iman dan keyakinan agama. Bulan ini menyediakan kesempatan yang sebesar-besarnya untuk memperkuat keyakinan agama.
Salah satu cara memperkuat keyakinan agama adalah memiliki kekuatan dalam memikul kesulitan dan menjalani ujian demi mencapai derajat tertentu. Puasa Ramadhan merupakan sebuah latihan ketahanan dalam meninggalkan hal-hal yang dilarang di sepanjang hari.
Dengan berpuasa, seseorang bisa belajar bahwa untuk mencapai kebahagiaan dan keberuntungan, ia harus menutup mata dari kenikmatan duniawi yang bersifat temporal. Puasa akan memperbesar tekad manusia dalam menghadapi persoalan hidup dan memperkuat rasa percaya dirinya.
Puasa akan memperkuat keyakinan agama dan iman. Dengan meninggalkan makan dan minum serta beberapa pekerjaan lain demi mencari keridhaan Allah, seseorang telah membuktikan bahwa keyakinan agama telah tumbuh kuat dalam dirinya. Iman dan keyakinan kepada Allah merupakan batu sandaran yang kokoh, di mana memberikan ketenangan kepada seseorang. "Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS: Ar-Ra'ad ayat 28)
Salah satu kegiatan umat Islam di bulan Ramadhan adalah mempererat interaksi dengan al-Quran. Rasulullah Saw menganjurkan umatnya untuk memperbanyak membaca al-Quran di bulan ini. Imam Muhammad al-Baqir as juga berkata, "Segala sesuatu ada musim seminya dan musim semi al-Quran adalah bulan Ramadhan."
Membaca al-Quran akan memberikan ketenangan dan menumbuhkan keyakinan agama. Ayat-ayat Ilahi ini menjelaskan bahwa nasib seseorang ditentukan oleh dirinya dan ia pribadi adalah penentu kebahagiaan dan kesengsaraan dirinya. "Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya." (QS: Al-Muddathir ayat 38)
Untuk itu, seorang Muslim harus berusaha secara sadar untuk melangkah di jalan hidayah dan kesuksesan. Dari sisi lain, Allah berjanji akan melipatgandakan pahala atas perbuatan baik seseorang. Kabar gembira ini disampaikan dalam surat al-An'am ayat 160.
"Barang siapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barang siapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan)."
Seorang Muslim – berdasarkan ayat-ayat al-Quran – meyakini bahwa kebahagiaan dan kesengsaraannya ditentukan oleh dirinya sendiri. Jika memilih jalan yang lurus, ia akan memperoleh banyak pahala dan keberuntungan. Jelas, orang yang berakal akan memilih jalan hidayah demi mencapai kebahagiaan dan keberuntungan.
Al-Quran memperingatkan bahwa kesalahan seseorang tidak bisa dilimpahkan ke tangan orang lain, tetapi tanggung jawab akan dipikul oleh masing-masing individu.
"Barang siapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barang siapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain…" (QS: Al-Isra ayat 15)
Dalam Islam, manusia memiliki potensi untuk menjadi khalifah Allah di muka bumi dengan catatan ia yakin akan kemampuannya itu dan memanfaatkannya di jalan yang lurus.
Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.
Mengenai pentingnya mengenal potensi diri, Imam Ali as berkata, "Manusia pintar adalah orang yang mengetahui kadar dirinya, sementara manusia bodoh adalah orang yang tidak mengetahui nilai dirinya."
Jadi untuk mencapai derajat yakin dalam Islam, manusia perlu mengetahui kedudukan tingginya di alam penciptaan ini. Dengan demikian, ia akan berusaha maksimal untuk mencapai posisi sebagai khalifah Allah di muka bumi. Dia mengetahui bahwa sejak awal penciptaan, Tuhan telah memperkenalkan manusia sebagai khalifah di muka bumi kepada para malaikat, dan sekarang saatnya manusia membuktikan kepercayaan yang diberikan Allah ini kepada semua makhluk lain.
Di sisi lain, Islam memperingatkan manusia bahwa dosa akan menurunkan nilai kemanusiaannya dan orang yang ingin mencapai derajat yakin, ia harus menjauhi pekerjaan yang mengundang murka Tuhan. Imam Ali as berkata, "Orang yang memiliki jiwa mulia dan suci, tidak akan mengotorinya dengan dosa."
Bulan Ramadhan merupakan kesempatan terbaik untuk memperbaiki diri, meninggalkan dosa, dan memohon ampunan. Rasulullah Saw bersabda, "Syaitan-syaitan dibelenggu di bulan ini."
Orang yang ingin mencapai derajat yakin, tidak akan menyia-nyiakan kesempatan terbaik ini untuk melatih diri meninggalkan dosa, yang bisa meruntuhkan nilai-nilai kemanusiaannya. Ia akan berusaha mencapai derajat yakin dengan berpuasa, memperbanyak ibadah, dan memohon ampunan.
Manusia harus percaya dan bertawakkal kepada Allah Swt jika ingin mencapai derajat yakin. "Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya." (QS: At-Talaq ayat 3)
Orang yang memandang Allah Yang Maha Kuasa sebagai pelindung dan pembelanya, ia yakin akan mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan besar dengan mengandalkan kemampuan yang diberikan Tuhan dan mampu mengantarkan dirinya pada kebahagiaan dan kesempurnaan duniawi dan ukhrawi.
Mengejar Berkah Ramadhan (13)
Implikasi dari puasa selama bulan Ramadhan adalah peningkatan semangat persahabatan di antara orang-orang yang berpuasa.
Bulan Ramadhan, bulan kesalehan dan ketakwaan, bulan persahabatan dengan Tuhan dan bulan mensucikan diri manusia. Di bulan ini, pintu rahmat Tuhan terbuka untuk orang-orang percaya dan hamba-hamba Allah lebih dari sebelumnya, dan Allah memandang para hamba dengan rahmat. Semua orang mukmin berusaha untuk mendapatkan belas kasihan Tuhan sebanyak mungkin di bulan Ramadhan dengan bertindak atas perintah ilahi dan melangkah ke arah perintah ilahi. Ajaran Islam menekankan bahwa puasa bukan hanya bukan untuk makan atau minum, tetapi semua badan lahirian dan batim manusia harus berpuasa di bulan ini dan menjauhkan diri dari dosa di semua tahap dan tingkat kehidupan dan mengambil langkah di jalan ilahi dan melakukan perbuatan baik.
Pada bulan suci Ramadhan, semua orang yang berpuasa menjadi tamu Allah. Karena itu, mereka harus hadir dalam perjamuan ini dengan motif yang jelas dan ilahi. Umat Islam, di hari-hari penuh kebajikan Ramadhan, menghabiskan waktu di saat-saat spiritual bersama dengan puasa, menunjukkan kesabaran dan ketekunan dalam tubuh mereka, untuk meraih kebahagiaan abadi di sisi Allah yang Maha Esa.
Para sosiolog dan psikolog percaya bahwa Ramadhan menyediakan platform untuk indikator kebenaran, kejujuran, persahabatan dan kesejahteraan sosial, yang menghasilkan dinamika masyarakat, memperkuat kepercayaan sosial di antara anggota keluarga dan lembaga sosial lainnya dan mengurangi bahaya dan penyimpangan.
Dr. Majid Abhari, pakar perilaku manusia percaya bahwa suasana spiritual Ramadhan adalah platform yang cocok untuk melepaskan diri dari kejahatan. Karena ketika seseorang berjam-jam menahan lapar dan haus demi keridaan Tuhan, ia tidak lagi cenderung untuk menghancurkan nilai-nilai moral. Oleh karena itu, kejahatan telah berkurang secara signifikan dan, dalam konteks suasana ulama Ramadhan, orang menemukan lebih banyak keinginan untuk mendukung yang membutuhkan, berempati dengan orang miskin dan membantu sesama manusia, dan mencoba memenuhi standar moral bulan ini karena manifestasi dari filosofi puasa.
Bulan ini, tidak hanya mereka yang berpuasa terikat untuk melakukan beberapa tindakan dan perilaku, tetapi perubahan tertentu terjadi pada semua orang. Kebaikan hati, moral yang baik, saling membantu dan menghormati moralitas dalam pertemuan dan ini mengkonfirmasikan hal penting.
Karena hubungan yang lebih kuat antara manusia dan Allah selama bulan Ramadhan, ada efek positif pada perilaku manusia yang menyebabkan orang menjauh dari perilaku membosankan setiap hari, dan bahkan perilaku non-sosial mereka, dalam waktu satu bulan dengan berlatih dan memperkuat spiritualitas Menurut penelitian, jumlah kenakalan di negara-negara Islam selama bulan Ramadhan telah menurun secara signifikan, dan karena perkembangan pemikiran, perilaku juga telah berubah, dan perilaku non-sosial di bulan ini dapat dikendalikan lebih baik daripada bulan-bulan yang lain.
Kondisi khusus bulan Ramadhan membuat spiritualitas lebih kuat di tengah masyarakat, dan iklim lingkungan yang mengatur bulan ini mengurangi kejahatan dan pelanggaran. Di sisi lain, menghindari hal-hal tertentu seperti konsumsi berlebihan dalam mengkonsumi makanan duniawi menyebabkan kekuatan manusia melemah, dan sebagai hasilnya, kecenderungan untuk berbuat buruk menjadi berkurang dan manifestasi penting dari kondisi ini adalah berkurangnya kemarahan di masyarakat dan kejahatan juga menurun.
Tanpa basa-basi dan keikhlasan seseorang termasuk hasil dari seseorang yang berpuasa dan para ahli percaya bahwa ini adalah salah satu penyebab utama menurunnya kerusakan sosial selama bulan Ramadhan. Banyak kejahatan mikro terjadi sebagai akibat dari kelalaian dan ketidaktahuan, sehingga pelaku tidak berencana untuk melakukan sesuatu yang salah, tetapi sesaat kemarahan dan kehilangan kontrol pribadi menyebabkan kelainan seperti perselisihan, pencurian dan bahkan pelanggaran mengemudi. Akibatnya, tingkat pengurangan kejahatan semacam itu lebih jelas selama bulan Ramadhan, tetapi bulan ini kami juga melihat pengurangan dalam kejahatan kekerasan, yang menunjukkan bahwa bahkan mereka yang melakukan kejahatan kekerasan ini sebagian mematuhi ritual keagamaan, dan bulan ini mereka menghentikan kejahatan tertentu dan dosa. Karena perilaku mementingkan diri mereka berkurang.
Meskipun sejauh ini, penelitian telah dilakukan tentang efek puasa pada tubuh, evaluasi ilmiah tentang pengaruh kewajiban ini terhadap peningkatan mental adalah masalah yang tidak boleh dilupakan. Penelitian tentang hubungan antara kesehatan mental dan puasa di Iran menunjukkan penurunan kecemasan, depresi, bunuh diri dan ... di bulan ini.
Abbas Islami, profesor sosiologi dan akademisi menganggap puasa sebagai faktor kohesi sosial dan solidaritas, karena hal itu menciptakan empati dan partisipasi di antara orang-orang di satu sisi dan, di sisi lain, meningkatkan kohesi sosial. Karena setiap orang memperlakukan nilai tunggal, mereka melakukan tindakan yang sama, yang pada akhirnya mengarah pada semacam empati dan konvergensi sosial.
Partisipasi dan konvergensi dari berbagai kelas masyarakat dan tingginya kehadiran di masjid dan pembacaan al-Quran secara kolektif pada masa-masa ini adalah semacam konsensus sosial, dan perilaku semacam ini tidak banyak disaksikan di dunia.
Abbas Islami menunjukkan bahwa selama bulan Ramadhan, peningkatan kegiatan kolektif seperti menghadiri upacara buka puasa dan upacara keagamaan lainnya, akan memperkuat lingkaran sosial, dikatakan bahwa ini akan mengarah pada peningkatan kohesi sosial, yang merupakan puncak dari hari raya Idul Fitri.
Fondasi keagamaan yang berasal dari inti fondasi budaya, karena mereka berakar pada prinsip-prinsip sejati dan keyakinan mendalam masyarakat, memunculkan kondisi tertentu di mana masyarakat berubah menjadi perilaku yang lebih etis, disertai dengan hati nurani yang lebih luas. Pada dasarnya agama memiliki semua aspek etika, hati nurani dan rasionalitas, dan bulan suci Ramadhan adalah manifestasi dari ritual keagamaan, sehingga wajar bagi masyarakat untuk lebih sensitif terhadap perilakunya di bulan ini.
Manusia membutuhkan motivasi internal dan eksternal untuk melakukan semua hal baik atau buruk. Berbeda dengan motif spiritual, seperti melakukan kewajiban dan meninggalkan yang haram, ada motif negatif, seperti naluri manusia, murka, hobi, keegoisan, dan cinta dunia, yang mengarahkan manusia pada kejahatan dan tindakan anti-spiritualitas. Memperkuat iman membuat orang menjauh dari kelainan. Jika iman diperkuat pada saat yang sama dan hasrat emosional berkurang, seseorang tidak melakukan kesalahan.
Sosiolog dan ahli patologi sosial percaya bahwa penekanan orang pada kepatuhan terhadap moralitas dan kaitannya dengan efek spiritualitas selama Ramadhan secara signifikan mengurangi jenis-jenis anomali sosial.
Mengurangi kejahatan dan kenakalan sosial selama bulan suci Ramadhan adalah janji ilahi bahwa Allah telah berjanji kepada manusia dalam ayat 183 dari surat al-Baqarah.
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Takwa dalamarti menahan diri dari dosa. Sebagian besar dosa berasal dari dua akar kemarahan dan nafsu. Dan puasa akan mencegah intensitas dari kedua naluri ini, dan dengan demikian mengurangi perbuatan buruk dan menambah takwa.
Namun, komunitas religius dan qurani siap bangkit dan bergerak selama bulan suci Ramadhan. Karena, berkat aliran spiritualitas, banyak polusi dan kejahatan di masyarakat berkurang, dan motif kriminal dihilangkan dan disediakan sarana bagi perbaikan masyarakat.
Mengejar Berkah Ramadhan (12)
Bulan Ramadhan adalah kesempatan bagi seluruh Muslim untuk merenungkan jalan dan pencapaian kesempurnaan diri dan masyarakat di sekitarnya. Puasa merupakan bentuk latihan untuk perbaikan diri dan penyucian, sekaligus cara yang tepat untuk meraih kemampuan pengendalian diri dan perang melawan hawa nafsu.
Puasa merupakan peluang untuk lebih berkonsentrasi pada tujuan terpenting dan falsafah hidup manusia yaitu kesempurnaan dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Dengan mewajibkan puasa, Allah Swt memberikan kesempatan yang baik kepada manusia terutama di bulan Ramadhan untuk merealisasikan potensi diri mendekatkan diri kepada Allah Swt. Tujuan puasa adalah mendidik jiwa manusia dan menempatkannya di jalur yang berujung dengan kesalehan.
Puasa terlepas dari keindahan-keindahan lainnya, merupakan perjuangan dan pengenalan diri. Orang-orang yang berpuasa, saat melihat dirinya mampu menahan diri dari kebutuhan fisik dan menahan haus serta lapar dalam waktu tertentu, mereka menyadari bisa menjauhkan diri dari hal-hal yang haram.
Dengan cara ini, orang bisa meraih ketakwaan dan melawan hawa nafsunya, juga bisa melaksanakan kewajiban dan hal-hal yang dianjurkan. Dampak dan manfaat fisik, akhlak serta sosial puasa adalah ketakwaan, sebagaimana Allah Swt berfirman dalam Surat Al Baqarah ayat 183,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa"
Puasa di bulan Ramadhan adalah salah satu ajaran luhur Islam yang dengan tata cara khususnya selain memberikan manfaat spiritual dan fisik, juga merupakan pengalaman nyata bagi setiap yang melaksanakan untuk merasakan lapar dan menderita. Sehingga dengan cara ini solidaritas dan empati terhadap orang yang membutuhkan akan terbangun di dalam dirinya.
iftar di Mashhad, Iran
Imam Hassan Askari as pernah ditanya, mengapa puasa diwajibkan, beliau menjawab, agar orang-orang kaya bisa memahami bagaimana rasanya menderita kelaparan dan memperhatikan fakir miskin.
Salah seorang murid Imam Jafar Shadiq as bertanya kepada beliau tentang alasan berpuasa, Imam Shadiq menjawab, Allah Swt mewajibkan puasa supaya tidak ada kaya dan miskin semua setara, dan agar si kaya juga turut merasakan lapar dan penderitaan sehingga ia berbelas kasih terhadap si miskin dan Allah Swt ingin orang kaya merasakan kelaparan dan agar kaya dan miskin saling berempati.
Salah satu manfaat sosial puasa di bulan Ramadhan adalah melawan kebiasaan Israf, atau berlebihan. Puasa adalah dinding kokoh yang membentengi diri dari Israf dan mubazir, serta menyebabkan terkikisnya diskriminasi dan kesenjangan ekonomi, pasalnya tidak ada seorangpun yang jatuh miskin karena hanya berderma, bersedekah dan berinfak.
Imam Ali bin Abi Thalib as berkata, kemiskinan adalah kematian yang sangat besar dan keji. Karena sulitnya kematian hanya sekali, sementara sulitnya kemiskinan tak terhitung. Puasa menyelamatkan Muslim dari bahaya tenggelam dalam materialisme, kerakusan dan kenikmatan materi serta perlombaan konsumsi, dan membuatnya terlatih untuk makan secukupnya dan terhindar dari Israf dan mubazir.
Puasa mengajarkan kepada Muslim tentang sifat Qanaah atau merasa cukup dan cinta, dan nilai sifat ini serta pengaruhnya sangat besar dalam membangun sifat-sifat baik lainnya seperti zuhud dan dermawan.
Merasa cukup membuat seseorang tidak perlu mengulurkan tangan kepada orang lain sehingga ia terhindar dari kehinaan, sebuah masyarakat yang membangun sifat Qanaah akan mandiri dan dengan menjauhi konsumsi yang tidak perlu, ia dapat berdiri di atas kaki sendiri dan tidak membutuhkan pihak asing.
Salah satu karakteristik puasa di bulan Ramadhan adalah pengalaman keagamaan bersama. Puasa adalah jembatan menuju pengalaman keagamaan bersama bagi setiap anggota masyarakat. Pengalaman keagamaan adalah pilar keberagamaan dan bukan saja membuka peluang perubahan pandangan pada seseorang, bahkan memperbaiki hubungan sosialnya.
Salah satu dimensi sosial puasa adalah memperkuat keadilan sosial, karena di bulan Ramadhan anggota masyarakat dari berbagai lapisan, di sebuah rentang waktu merasakan penderitaan lapar yang memaksa orang-orang kaya memikirkan anggota masyarakat miskin yang kelaparan sepanjang tahun, sehingga memperkuat rasa solidaritas dan empati di tengah masyarakat.
shalat berjamaah di Masjid Istiqlal
Keindahan bulan Ramadhan tampak juga dalam jamuan berbuka di masjid-masjid dan tempat umum. Miskin dan kaya duduk bersama untuk berbuka, dan setelah itu melaksanakan shalat berjamaah. Ramadhan mendekatkan masyarakat dari berbagai lapisan dan mengantarkannya kepada persatuan sosial, di sisi lain meningkatkan solidaritas sosial di pusat-pusat keagamaan seperti masjid.
Di antara manfaat sosial puasa adalah memperkuat nilai-nilai akhlak dan sosial di tengah masyarakat. Bulan Ramadhan membuka peluang kepada setiap pribadi jujur untuk meningkatkan nilai kejujuran dan kesehatan moral masyarakat. Masalah ini akan mengokohkan fondasi masyarakat dan memperkuat kepercayaan sosial di antara anggota keluarga dan institusi sosial lainnya.
Di bulan Ramadhan kebanyakan nilai-nilai agama terpuji yang sebelumnya terlupakan, perlahan bangkit kembali dan mekar. Pengaruh Ramadhan paling penting dan indah adalah terbukanya ruang komunal yang berujung dengan diperkuatnya kesadaran sosial, karena di bulan Ramadhan terbentuk kondisi baru di tengah masyarakat yang di dalamnya hubungan setiap anggota masyarakat menjadi lebih baik.
Sebagai contoh, ketika seseorang menghindari keburukan akhlak semacam berbohong dan ghibah, maka keburukan-keburukan lainnyapun akan tertutup baginya dan kondisi masyarakat secara umum akan semakin baik, dan karena pengaruh kondisi bulan Ramadhan ini, kondisi sosial sebuah masyarakat akan lebih sehat dan setiap orang akan lebih terdorong ke arah perbuatan baik.
Di hari raya Idul Fitri kita akan menyaksikan perwujudan semangat kebersamaan, karena setiap anggota masyarakat setelah melaksanakan ibadah bersama dalam kurun waktu tertentu, berkumpul dan merayakan kemenangan mereka. Pada kenyataannya Idul Fitri adalah perayaan keberhasilan masyarakat dalam menunaikan kewajiban ibadah.
Peran agama sebagai faktor pemersatu tampak jelas dalam kewajiban ibadah puasa, di bulan Ramadhan solidaritas sosial mencapai puncak tertingginya. Masyarakat industri di tengah kemajuan materi yang dicapainya, dalam beberapa kasus merasakan kekosongan dan kekurangan batin, bahkan kaum cendikia mereka mengakui peran konstruktif agama, contohnya filosof Perancis, Auguste Comte meyakini bahwa fondasi keteraturan dan persatuan sosial terkandung dalam agama.
Dalam pandangan patologi sosial, jika beberapa teori tentang Ramadhan kita sandingkan, maka kita akan mendapatkan kesimpulan yang sangat penting. Pencetus sosiologi modern, Emile Durkheim dalam teorinya tentang bunuh diri, mengkaji keterkaitan antara solidaritas sosial dengan angka bunuh diri, ia percaya semakin tinggi solidaritas sosial dan persatuan di tengah masyarakat, maka angka bunuh diri pun akan menurun. Oleh karena itu, ketika solidaritas dan kepedulian sosial mencapai puncaknya di bulan Ramadhan, dapat dipastikan angka bunuh diri juga akan menurun.
Hasil sejumlah penelitian menunjukkan, seiring dengan masuknya bulan Ramadhan, angka kejahatan di tengah masyarakat mengalami penurunan tajam. Alasan utama membaiknya kondisi sosial ini dapat bersumber dari kecenderungan anggota masyarakat kepada spiritualitas dan dominasi maknawiah di tengah masyarakat.
Solusi besar spiritual ini dapat menjadi jalan keluar masalah-masalah sosial lainnya, misalnya dengan penjelasan dan penyebarluasan ajaran agama, degradasi moral dapat diperbaiki.
Di negara-negara Muslim, saat tibanya bulan Ramadhan sebagian besar anggota masyarakat memutuskan untuk tidak melakukan perbuatan melanggar hukum agama, dengan demikian angka kejahatan dan kriminalitas di bulan lain juga dapat ditekan.
Di bulan suci ini, tingkat kontrol diri bahkan di antara orang-orang yang berisiko besar melakukan perbuatan menyimpang, mengalami peningkatan, maka dari itu para sosiolog percaya bentuk kontrol ini dibandingkan faktor-faktor lainnya, lebih berpengaruh pada perilaku seseorang.
Orang yang berpuasa di bulan Ramadhan berlatih melaksanakan ibadah sosial. Oleh karena itu puasa layaknya ibadah lainnya bukan saja berdimensi individu, tapi dapat membawa sebuah masyarakat kepada kesempurnaan dan pertumbuhan spiritualitas serta dimensi-dimensi sosial manusia.
Solidaritas sosial dan meningkatnya semangat saling membantu dan gotong royong, menurunnya angka kejahatan, meningkatnya keamanan individu dan sosial, menurunnya jarak miskin dan kaya, tertolongnya fakir miskin, dihormatinya hak setiap orang dan penghormatan pada kemuliaan setiap orang yang berdampak pada keamanan ekonomi, budaya, sosial dan bahkan moral, termasuk di antara manfaat berpuasa di bulan suci Ramadhan.
Mengejar Berkah Ramadhan (11)
Setiap tahun di bulan Ramadhan, manusia memiliki peluang yang paling ideal untuk lebih membersihkan jiwa dan raganya. Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei terkait hal ini mengatakan, "Bulan Ramadhan peluang yang tepat untuk membentuk diri. Kita semua adalah bahan mentah, jika kita mampu membentuk bahan mentah ini menjadi bentuk yang unggul, maka kita telah melakukan hal yang semestinya dalam kehidupan ini. Ini adalah tujuan hidup."
Bulan Ramadhan, bulan membersihkan diri, bulan mensucikan jiwa, bulan melepaskan diri dari belenggu setan dan ketergantungan hewani, bulan yang siang dan malamnya paling mulia, bulan yang terbaik setiap jamnya. Di bulan Ramadhan, atmosfer spiritual terbuka lebar, sehingga manusia sibuk membenahi diri. Dengan mensucikan diri dan intropeksi terhadap diri, ia akan mampu melawan sifat-sifat buruk. Selama bulan Ramadhan menyepi dan munajat kepada Tuhan mencapai puncaknya dan ibadah individu serta massal untuk mencapai kesempurnaan semakin meningkat.
Tazkiyah an-Nafs merupakan pembahasan penting yang sangat ditekankan oleh al-Quran. Menurut perspektif al-Quran, jiwa manusia pada mulanya seputih kertas dan kosong, memiliki potensi untuk tetap suci dan bersih serta meraih kesempurnaan dan juga berpotensi tercemar. Keduanya terjadi dengan pilihan manusia.
Al-Quran di Surat al-Syams setelah 11 kali bersumpah, menyebut tazkiyah an-nafs sebagai satu-satunya faktor untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagian seseorang serta dekadensi moral sumber kesengsaraan dan kerugian. Surat al-Shams ayat 9-10 menyebutkan, "Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya."
Membangun dan menyucikan jiwa merupakan sebuah perkara yang diterima dan terpuji dalam pandangan syariat. Akan tetapi harus dikatakan bahwa titik mula pembangunan jiwa dan penyucian jiwa berbeda bagi setiap orang. Untuk nonmuslim tingkatan pertama adalah memeluk Islam. Para ulama Tasawuf dalam mengklasifikasi tingkatan ini, mengatakan bahwa titik-mula adalah Islam, kemudian iman dan pada tingkatan berikutnya adalah hijrah, dan setelah itu berjihad di jalan Allah.
Akan tetapi, terkait orang-orang yang telah memeluk Islam, beriman dan menjadi obyek ayat-ayat Alquran seperti pada ayat, Al-Nisa :136 bahwa tingkatan-tingkatan perdana penyucian jiwa bagi mereka adalah tanabbuh dan keterjagaan. Ia sepenuhnya sadar bahwa ia harus memulai dan membersihkan dirinya dari segala noda dan kotoran. Setelah tingkatan tanabbuh dan kesadaran ini, maka beranjak pada tingkatan taubat; artinya menebus segala sesuatu yang telah berlalu.
Menebus dan memenuhi hak-hak orang yang telah dilanggar. Serta menebus dan memenuhi hak-hak Tuhan yang belum tertunaikan atau yang ditinggalkan. Akan tetapi tingkatan taubat ini disertai dengan tekad. Bertaubat dari apa yang telah kita lakukan dan bertekad untuk mencapai apa yang ingin kita capai. Atas dasar ini, sebagian ulama menetapkan tingkatan taubat sebagai stasiun kedua dan sebagian lainnya memandang tekad (‘azam) sebagai tingkatan berikutnya setelah tingkatan tanabbuh.
Terkait dengan ‘azam adalah, bertekad untuk menjauhi maksiat dan mengerjakan segala kewajiban serta menebus segala yang telah ditinggalkan (segala yang telah lewat) dan bertekad untuk menjadikan segala yang lahir dan bentuknya sejalan dengan manusia berakal dan seiring dengan syariat Islam.
Tingkatan selanjutnya adalah menjauhi maksiat dan mengerjakan segala kewajiban sepanjang hidup. Karena itu dalam tingkatan ini seluruh kewajiban Ilahi harus ditunaikan berdasarkan ilmu yang kita miliki.
Meninggalkan segala yang haram juga berdasarkan kadar pengetahuan yang kita miliki tentang hal-hal yang haram. Masalah ini akan menjadi penyebab Tuhan menganugerahkan berbagai macam pengetahuan kepada kita. Sehingga dengan perantara jalan ini, kita dapat meraup kemajuan dalam mengayunkan langkah di jalan Ilahi.
Tazkiyah an-Nafs artinya membersihkan dan berkembang. Bulan Ramadhan termasuk program pendidikan efektif dan mendidik Islam serta penyempurna manusia yang akan memajukan kebaikan dan keutamaan manusia. Sejak dahulu puasa menjadi sarana membentuk diri dan berinteraksi dengan alam universal. Menurut urafa (arif) dan orang bijak, Ramadhan landasan bagi makrifat dan hikmah.
Puasa di seluruh agama memiliki arti menahan diri. Manusia dengan ibadah ini diseru untuk mengenal Tuhan, membersihkan diri dan memperkuat tekad. Allamah Syahid Murtadha Muthahhari terkait hal ini menulis, programnya dalah manusia yang cacat di bulan ini akan menjadi manusia sehat, sementara manusia sehat akan menjadikan dirinya sempurna. Agenda bulan Ramadhan adalah tazkiyah an-Nafs, memperbaiki kepribadian dan menghapus segala bentuk kekurangan. Agenda akal, iman dan kehendak untuk mengalahkan syahwat nafsani. Bulan Ramadhan, bulan menuju Tuhan dan meningkatkan jiwa. Jika manusia di bulan ini harus menahan makan dan minum selama tiga puluh hari, tapi tidak ada perbedaan dengan sebelumnya, maka puasa seperti ini tidak ada manfaatnya bagi dirinya."
Allamah Muthahhari menyimpulkan bahwa puasa sebuah amalan ibadah dan pembina jiwa manusia. Jika puasa dilakukan dengan pemahaman yang benar dan dengan memperhatikan kondisi khusus, makan akan diraih hasil yang bernilai dari sisi spiritual, moral, sosial dan ekonomi bagi seseorang ataupun masyarakat.
Al-Quran menyebut hasil terbaik puasa adalah takwa. Takwa yakni menjahui dosa dan takwa dihasilkan melalui tazkiyah nafs. Takwa tak ubahnya pelita yang menerangi jalan manusia dan menyelamatkannya dari ombak mematikan pemberontakan. Menurut wasiat Rasulullah Saw kepada Abu Dzar, takwa sumber seluruh kebaikan.
Para pemuka agama menilai takwa sebagai tangga bagi kesempurnaan manusia dan untuk itu diperlukan kontrol terhadap nafs. Mengingat puasa membuat manusia mampu mengalahkan nasfu, maka dengan sendirinya puasa menjadi sarana penting untuk meraih keutamaan takwa.
Di riwayat disebutkan bahwa jiwa yang mengalami polusi akan mencegah manusia mencapai kesempurnaan dan berkah Ilahi. Di sisi lain, tazkiyah dan penyucian diri merupakan syarat untuk mendapat rahmat Ilahi.
Ketika manusia mengawasi perilakunya, maka hal ini menjadi peluang yang tepat baginya untuk memiliki kecenderungan melakukan perbuatan baik dan berperilaku yang benar sehingga tidak memicu kemarahan Tuhan.
Mereka yang meyakini bahwa Tuhan Maha Mengetahui dan Mengawasi segala urusan, maka ia akan berusaha meninggalkan perbuatan buruk dan melakukan perbuatan baik.
Dosen Unpad: Bela Palestina, Isu Kemanusiaan dan Amanat UUD 1945 !
Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia sejak merdeka hingga kini senantiasa mendukung perjuangan bangsa Palestina. Apalagi saat ini posisinya sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB bisa lebih kuat memberikan dukungannya terhadap Palestina di kancah internasional.
Masalah ini dicermati pengamat Timur Tengah, Dina Sulaeman yang menilai pemerintah Indonesia telah berperan besar dalam membela Palestina, terutama dengan posisinya sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
"Yang paling penting dilakukan oleh Indonesia saat ini adalah menyuarakan kembali isu Palestina di PBB. Karena, selama beberapa tahun terakhir, terutama tujuh atau delapan tahun terakhir, sejak maraknya aksi-aksi terorisme dan munculnya ISIS, dunia Islam dan dunia internasional secara umum lebih perduli pada isu-isu tersebut, isu terorisme atas nama agama. Jadi Palestina cenderung terpinggirkan. (Contohnya) kita melihat aksi bombardir beberapa kali Israel terhadap Gaza tidak banyak mendapatkan perhatian dari masyarakat internasional," ujar Direktur Indonesia Center for Middle East Studies (ICMES) dalam wawancara dengan jurnalis IRIB Indonesia.
Posisi Indonesia di PBB juga diharapkan bisa terus mendorong publik internasional melakukan tekanan terhadap Israel dan pendukungnya, terutama AS, supaya menghentikan kejahatan terhadap Palestina.
Menurut Dina, Indonesia saat ini sudah melakukan berbagai langkah konkret untuk membantu Palestina antara lain memberikan berbagai bantuan yang memang dibutuhkan di Gaza, terutama infrastruktur, dan penguatan kapasitas sumber daya manusia, selain dukungan finansial yang terus berlanjut hingga kini yang dilakukan baik pemerintah maupun masyarakat Indonesia.
Peneliti senior sebuah lembaga riset yang berbasis di Bandung ini menyerukan dukungan luas masyarakat dunia terhadap perjuangan Palestina.
"Hampir setiap hari terjadi pembunuhan, perampasan tanah atau penangkapan, termasuk terhadap anak-anak Palestina. Tapi relatif sedikit sekali yang diangkat oleh media, dan yang diangkatpun responnya tidak banyak," tegas Dina.
Ketika ditanya mengenai peran AS dalam masalah Palestina, terutama dengan prakarsa "Kesepakatan abad", penulis buku Prahara Suriah ini menilai Washington tidak bisa dijadikan sebagai mediator adil yang bisa memberikan usulan mengenai konflik di Palestina, karena AS sendiri bagian dari masalah.
Posisi AS, jelas Dina, sejak awal adalah membela kepentingan Israel dan AS jelas-jelas membela kepentingan Israel, karena mereka itu doktrinnya adalah kepentingan Israel adalah kepentingan AS juga.
"Masalah ini ditegaskan oleh Wakil Presiden AS yang menyatakan bahwa kepentingan Israel adalah kepentingan AS, perjuangan Israel adalah perjuangan AS, tujuan Israel adalah tujuan AS," ungkap penulis buku "Obama Revealed, Realitas di Balik Pencitraan".
Oleh karena itu, tutur Dina, apapun proposal yang disampaikan AS menjadi proposal sepihak yang tidak mengedepankan keadilan dan seluruhnya dibuat demi kepentingan Israel.
Suara perjuangan Palestina, meskipun mengalami pasang surut tetap bergema ke seluruh penjuru dunia yang tidak bisa dilepaskan dari kiprah Imam Khomeini. Pada 7 Agustus 1979, Bapak Pendiri Republik Islam Iran ini mencanangkan Jumat terakhir bulan suci Ramadhan sebagai "Hari Quds Sedunia".
"Di hari al-Quds, orang-orang berdemonstrasi yang dilakukan di berbagai negara dunia, bukan hanya di negara-negara Islam tapi di negara-negara Barat sebagaimana seruan yang disampaikan Imam Khomeini dahulu," tegas Dina.
Direktur lembaga riset ICMES menilai inti dari demonstrasi adalah bersuara; menyuarakan pembelaan, menyuarakan solidaritas, juga menyuarakan kecaman terhadap penjajahan dan kepada pelaku kezaliman.
"Inilah yang memang penting sekali dilakukan hari ini dan ini sebuah gerakan yang sangat penting yang perlu terus dilakukan oleh seluruh umat manusia yang berhati nurani, apapun bangsa dan agamanya karena kejahatan yang dilakukan Israel terhadap Palestina adalah kejahatan kemanusiaan,"pungkasnya.
Dosen hubungan internasional Universitas Padjadjaran Bandung ini memandang perjuangan bangsa Palestina sebagai tempat berkaca bagi orang Indonesia tentang perjuangan menghadapi penjajahan, sekaligus bentuk empati dan solidaritas terhadap kezaliman yang menimpa mereka.
"Kita sebagai bangsa Indonesia juga sudah diberi amanat oleh UUD 1945 bahwa kita harus berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia dan menghapuskan penjajahan dari muka tinggi," papar ibu dua anak ini.
"Jadi kita sebagai bangsa Indonesia memiliki tanggung jawab moral yang tinggi untuk membantu Palestina," pungkas penulis yang menekuni isu-isu Timur Tengah kepada IRIB Indonesia.
Ali Larijani kembali Terpilih Jadi Ketua Parlemen Iran
Ali Larijani kembali terpilih sebagai ketua parlemen Republik Islam Iran untuk periode keempat.
Seperti dilaporkan IRNA, Ali Larijani Ahad (26/05) terpilih kembali sebagai ketua parlemen ke 11 dengan 155 suara mendukung.
Mohammad Reza Aref pemilihan ini mendapat 105 suara, Mohammad Javad Abtahi 9 suara dan 5 suara dinyatakan tidak sah.
Voting ini diambil dari total 274 anggota parlemen yang hadir hari ini.