کمالوندی

کمالوندی

Selasa, 28 September 2021 18:55

Iron Dome tidak Mampu Lawan Roket Palestina

 

Komandan pertahanan udara Israel mengakui bahwa sistem Iron Dome tidak mampu melawan rudal dan roket yang ditembakkan oleh kelompok perlawanan Palestina di Gaza.

Brigadir Jenderal Gilad Biran dalam wawancara dengan situs Walla Israel, Senin (27/9/2021), mengatakan sistem Iron Dome bukanlah solusi untuk melawan roket Gaza dan ia hanya sebagian dari solusi.

Menurutnya, sistem ini bekerja tidak efektif selama perang 12 hari di Gaza. Ribuan roket ditembakkan ke wilayah pendudukan selama perang dan semua orang merasakan kepanikan di Tel Aviv.

"Dalam dua hari pertama perang, ratusan roket ditembakkan ke wilayah pendudukan. Jumlah ini belum pernah terjadi sebelumnya," kata Brigjen Biran.

"Masyarakat Israel harus tahu bahwa jika pecah perang di perbatasan utara, akan ada kehancuran besar-besaran. Jika terjadi perang skala penuh, rezim ini pasti akan menemui banyak kelemahan," ungkapnya.

Surat kabar rezim Zionis, Haaretz dan Channel 12 sebelumnya melaporkan bahwa Iron Dome secara keliru menembakkan rudal ke drone dan pesawat tempur militer Israel selama pertempuran dengan kelompok perlawanan di Gaza. 

 

Sumber media Irak mengabarkan terjadinya kebakaran di pangkalan militer Amerika Serikat, Camp Victory di dekat bandara internasional Baghdad, Irak.

Dikutip IRNA, Selasa (28/9/2021), sejumlah video yang beredar luas di media sosial Irak menunjukkan kepulan asap tebal di atas pangkalan militer di dekat wilayah Al Radwaniyah, lokasi yang menjadi konsentrasi pasukan AS.

Salah satu sumber keamanan Irak di pangkalan militer Camp Victory mengatakan, kepulan asap tersebut disebabkan oleh terbakarnya sisa ban kendaraan-kendaraan pengangkut personel, dan kendaraan militer AS.

Pangkalan militer Camp Victory yang ditempati pasukan AS, sebelumnya beberapa kali menjadi sasaran serangan kelompok perlawanan Irak.

Sampai sekarang detail insiden kebakaran di pangkalan militer AS ini belum dipublikasikan.

 

Sumber media rezim Zionis Israel mengabarkan, Tel Aviv sangat mengkhawatirkan Hamas dan Hizbullah Lebanon dalam perang mendatang karena keduanya diduga akan menggunakan drone-drone bunuh diri.

Kanal 12 televisi Israel, Selasa (28/9/2021) mengabarkan ketakutan Tel Aviv atas pertempuran mendatang melawan Hizbullah Lebanon dan Hamas Palestina.
 
Kalkulasi Israel menyebutkan, dalam pertempuran mendatang yang diprediksi terjadi di perbatasan utara atau perbatasan Gaza, Hamas dan Hizbullah akan menggunakan drone-drone bunuh diri dalam menghadapi militer Israel.
 
Angkatan Udara Israel meyakini bahwa drone-drone tersebut membawa bahan peledak, dan mampu menghancurkan target dengan akurasi tinggi.
 
Menurut Israel, sekarang Hamas dan Hizbullah tengah berusaha menciptakan drone-drone semacam ini, dan bermaksud memperoleh teknologinya dari Iran sehingga bisa memproduksi sendiri.
 
Kanal 12 TV Israel mengklaim, serangan udara Israel ke sejumlah negara kawasan dimaksudkan untuk melemahkan kemampuan modern ini.
 
Dalam perang terbaru Palestina dan Israel di Jalur Gaza, Hamas dan Hizbullah melakukan koordinasi yang erat. 

 

Ketua Organisasi Haji dan Ziarah Republik Islam Iran Alireza Rashidian mengatakan bahwa lebih dari 80.000 warga Iran telah tiba di Irak untuk menghadiri peringatan Arbain Huseini as di Karbala.

Sebelum penyebaran Virus Corona, jumlah peziarah Arbain dari Iran ke Irak mencapai beberapa juta orang. Namun tahun ini, pemerintah Baghdad membatasi jumlah peziarah disebabkan masalah tersebut.

"Semua fasilitas yang diperlukan telah disiapkan untuk memfasilitasi pergerakan peziarah Arbain di Iran dan Irak, dan menurut rencana, beberapa Mokeb (tenda dan posko layanan)  akan disiapkan untuk melayani para peziarah di perbatasan," kata Rashidian seperti dikutip ISNA, Senin (27/9/2021).

Dia menambahkan, jumlah peziarah Arbain dari Iran ke Irak akan mencapai puncaknya pada hari Selasa, dan setelah itu kita akan menyaksikan gelombang kembalinya para peziarah ke negara mereka.

Pemerintah Irak hanya mengizinkan 60.000 warga Iran menghadiri Arbain pada tahun ini, dan itu pun harus melalui jalur udara, dan semua perbatasan antara Irak dan Iran ditutup untuk peziarah Arbain.

Setelah ribuan peziarah Iran nekad berkumpul di perbatasan dengan Irak, pihak berwenang setempat terpaksa membuka perbatasan untuk sementara. Hingga sekarang perbatasan-perbatasan darat itu kembali ditutup.

Perbatasan Mehran di  Provinsi Ilam dan perbatasan Shalamcheh di Provinsi Khuzestan telah dipertimbangkan untuk dibuka bagi kembalinya para peziarah Iran dari Irak.

Tanggal 20 Safar, yang tahun ini jatuh pada hari Senin, 27 September 2021 diperingati sebagai Hari Arbain Imam Husein as oleh Umat Muslim bermazhab Syiah dan pecinta Ahlul Bait di seluruh dunia.

Arbain adalah peringatan mengenang 40 hari Kesyahidan Imam Husein as, Cucu tercinta Baginda Nabi Muhammad Saw yang dibantai bersama keluarga dan sahabat-sahabatnya oleh pasukan Yazid di padang Karbala pada tanggal 10 Muharram 61 H.

Imam Hussein as, keluarga dan para sahabatnya gugur syahid pada 10 Muharam 61 Hijriah di Karbala atau yang dikenal dengan Tragedi Asyura. Meski telah berlalu berabad-abad, namun peristiwa heorik itu tidak pernah berkurang urgensi dan kedudukannya, bahkan semakin berlalu, pesan Asyura justru semakin tersebar luas.

Kebangkitan Imam Hussein melawan pemerintahan tiran Yazid bertujuan untuk menjaga kelangsungan agama Islam yang terkena erosi kerusakan di berbagai sendi kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu, motivasi perjuangan Imam Husein demi menjaga kesucian Islam dari berbagai penyimpangan yang dilakukan penguasa lalim di masanya.

Imam Husein bangkit melawan Yazid bin Muawiyah bukan karena menghendaki kekuasaan, tapi karena ketulusannya membela ajaran agama Islam dan mengembalikan umat Islam dari berbagai penyimpangan. 

 

“Sangat disesalkan bahwa setelah tiga operasi sabotase teroris di fasilitas nuklir Iran selama setahun terakhir, IAEA belum mengutuk tindakan keji ini, bertentangan dengan banyak resolusi Konferensi Umum IAEA dan Majelis Umum PBB, dan bahkan peralatan dan aset mereka serta keselamatan dan keamanan inspekturnya."

Kazem Gharib Abadi, Wakil Tetap Iran untuk Organisasi Internasional yang berbasis di Wina, mentweet pada Senin (27/09/2021) pagi, mengingatkan masalah ini dan mereaksi laporan Direktur Jenderal IAEA pada Minggu (26/9) malam bahwa Iran tidak mengizinkan untuk memasang kembali kamera CCTV di kompleks Tessa di Karaj serta menilai permintaan ini di luar kesepakatan kedua belah pihak dalam pernyataan bersama.

Kazem Gharib Abadi, Wakil Tetap Iran untuk Organisasi Internasional yang berbasis di Wina,
Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi mengatakan dalam sebuah laporan pada Minggu malam bahwa dari 20 hingga 22 September, Republik Islam Iran telah mengizinkan para inspektur IAEA untuk memperbaiki peralatan pengawasan dan mengganti kartu memori kamera di semua lokasi yang diperlukan di Iran kecuali ruang kerja sentrifugal di kompleks Tessa, Karaj.

Laporan itu dipublikasikan ketika sebelumnya, perwakilan Iran untuk IAEA mengatakan bahwa IAEA tidak memiliki kewajiban untuk memberikan laporan terkait pemahaman bersama yang telah berakhir masa berlakunya dan pencatatan data.

Sekaitan dengan hal ini, Gharib Abadi mengingatkan isi pernyataan bersama Kepala Badan Energi Atom Iran dan Dirjen IAEA pada 12 September, dan mencatat bahwa hal itu dengan jelas dinyatakan dalam pertemuan di Tehran dan baru-baru ini di Wina bahwa sebagaimana investigasi dan masalah hukum terkait kompleks Tessa, Karaj masih berlangsung, peralatan pemantauan kompleks ini tidak berada di bawah layanan teknis.

Iran tidak pernah menerima pendekatan baru IAEA untuk mengutip laporan dugaan, seraya menekankan argumen hukum dan kokoh.

Sekalipun demikian, karena keyakinan akan perlunya interaksi lanjutan dengan IAEA sebagai badan hukum internasional yang mengawasi kegiatan nuklir, Iran terus membuka pintu untuk kerja sama. Namun Badan Energi Atom Internasional (IAEA) tampaknya berusaha mengajukan pertanyaan dan menciptakan ambiguitas baru demi mempersiapkan Amerika Serikat dan Barat untuk meningkatkan tekanannya terhadap Iran.

“Sangat disesalkan bahwa setelah tiga operasi sabotase teroris di fasilitas nuklir Iran selama setahun terakhir, IAEA belum mengutuk tindakan keji ini, bertentangan dengan banyak resolusi Konferensi Umum IAEA dan Majelis Umum PBB, dan bahkan peralatan dan aset mereka serta keselamatan dan keamanan inspekturnya."
Laporan baru Grossi dari perspektif ini juga menunjukkan bahwa IAEA telah menjauhkan diri dari prosedur teknis dalam hal-hal yang bertentangan dengan prinsip ketidakberpihakan IAEA dalam misi yang diembannya.

Dalam hal ini, ada sejumlah alasan untuk ini, yang menimbulkan keraguan tentang bagaimana badan tersebut memantau.

Dalam sebuah catatan yang menilai kekhawatiran Republik Islam Iran tentang pemberian akses seperti ini, François Nicoullaud, mantan Duta Besar Prancis untuk Tehran, mengatakan:

"Bagi Iran, protokol tambahan ganda dikaitkan dengan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran, ditambah serangan malware Stuxnet, teror ilmuwan nuklir Iran, dan pengalaman mata-mata dari berbagai negara yang menyusup ke inspeksi IAEA , semua itu mengingatkan apa yang terjadi di Irak."

Baca juga: Rusia Desak IAEA Berhenti Politisasi Program Nuklir Iran
Gareth Porter, seorang analis dan penulis Amerika, menulis dalam catatan tentang bagaimana rezim Zionis menggunakan informasi yang ada di lembaga-lembaga internasional, termasuk IAEA, untuk meneror ilmuwan Iran:

Menurutnya, "Iran memiliki alasan kuat untuk percaya bahwa Israel dapat mengakses informasi yang dikumpulkan dari wawancara IAEA dengan para ilmuwan Iran dan merencanakan teror lebih lanjut."

Jelas bahwa sesuai dengan prinsip pengawasan IAEA, Iran tidak diharuskan untuk memenuhi kewajiban di luar pengamanan, dan jika secara sukarela merekam data-data ini, itu tidak berarti bahwa Iran telah membuat kewajiban kepada IAEA, sehingga IAEA menjadikan sebagai sebagai hak teknis dan memiliki tuntutan atas Republik Islam.

Dengan menekankan poin ini, perwakilan Iran untuk organisasi internasional yang berbasis di Wina menganggap permintaan IAEA kepada Iran berada di luar kesepakatan kedua belah pihak dalam pernyataan bersama.

 

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei dalam pidato sambutan peringatan Arbain menyinggung beragam serangan propaganda musuh dengan berbagai metode dan alat terhadap bangsa Republik Islam Iran untuk mempengaruhi opini publik. Dia menganggap gerakan-gerakan untuk mengungkap fakta dan kebenaran sebagai penetralisir serangan propaganda itu.

Pidato sambutan itu disampaikan Rahbar melalui konferensi video dari Huseiniyah Imam Khomeini ra di Tehran di hadapan para peserta peringatan Arbain di Universitas Tehran pada hari Senin (27/9/2021).

Peringatan Arbain di Universitas Tehran dihadiri oleh para mahasiswa, dosen dan masyarakat umum. Dalam sambutannya, Ayatullah Khamenei menyebut periode dari Asyura hingga Arbain sebagai salah satu periode terpenting dalam sejarah Islam.

"Jika hari Asyura adalah puncak perjuangan dan pengorbanan jiwa-jiwa yang terkasih dan mulia, maka periode 40 hari setelah itu adalah puncak perjuangan untuk menjelaskan dan mengungkap kebenaran. Penjelasan yang penuh semangat dari Imam Sajjad as, Hazrat Zainab sa dan Yang Mulia Ummu Kulthum, dan kesabaran yang luar biasa dari keluarga Nabi (Saw) telah menyempurnakan pengorbanan itu dan melanggengkan kebangkitan di Karbala," kata Ayatullah Khamenei seperti dilansir situs Kantor Rahbar.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran menyinggung serangan propaganda musuh terhadap bangsa Iran untuk mempengaruhi opini publik dengan berbagai metode dan alat, dan menilai langkah-langkah untuk menjelaskan fakta dan kebenaran sebagai penetralisir serangan propaganda itu.

"Kalian, mahasiswa-mahasiswa yang tercinta, yang merupakan buah hati bangsa dan harapan sejati negara, dengan mengutamakan masalah penjelasan tentang kebenaran dan fakta, maka masing-masing dari kalian seperti pelita yang menerangi sekitar kalian dan menghapus ambiguitas," ujarnya.


Ayatullah Khamenei lebih lanjut menilai adanya fasilitas seperti media dan dunia maya (media sosial) untuk pencerahan dan menjawab ambiguitas sebagai penting.

"Tentu saja, prinsip yang pasti dalam hal jihad pencerahan dan penjelasan atas kebenaran di hadapan opini publik adalah penggunaan metode yang bermoral, penjelasan masalah dengan logika, ketegasan, rasionalitas lengkap, dan penggunaan perasaan dan reaksi emosional, serta menghindari hinaan, fitnah, kebohongan, dan penipuan," jelasnya.

Rahbar juga mengungkapkan kepuasannya bahwa para pemuda sekarang ini telah dibekali dengan pemikiran, rasionalitas dan kesadaran. Ayatullah Khamenei menekankan pentingnya untuk memperkuat karakteristik tersebut.

"Jalan Sayid al-Syuhada (Imam Husein as) adalah jalan yang diberkati dan manis, yang mengarah pada hasil dan kesuksesan yang pasti. Insya Allah kalian, anak-anak muda, melalui inspirasi dari jalan ini dan pengetahuan yang tercerahkan, akan mampu membawa negeri ini ke puncak kebahagiaan material dan spiritual," pungkasnya.

Selasa, 28 September 2021 18:52

Dubes Iran Kecam Pidato PM Israel di PBB

 

Duta Besar Iran untuk PBB, Majid Takht-Ravanchi mengecam pidato perdana menteri Israel di Sidang Majelis Umum PBB sebagai kebohongan belaka.

"Pidato perdana menteri rezim Zionis tentang Iran penuh dengan kebohongan," kata Takht-Ravanchi via akun Twitternya, Senin (27/9/2021) seperti dikutip IRNA.

"Iranophobia mencapai puncaknya di PBB. Pidato perdana menteri Israel tentang Iran penuh kebohongan. Rezim ini, dengan ratusan hulu ledak nuklir, tidak dapat berbicara tentang program damai kami," tambahnya.

Perdana Menteri rezim Zionis, Naftali Bennett mengulangi retorika dan tuduhan tak berdasar terhadap program nuklir damai Iran selama berpidato di PBB pada hari Senin.

Dia mengatakan Iran telah membuat langkah besar di bidang riset dan pengembangan nuklir dalam beberapa tahun terakhir. "Sentrifugal pengayaan uranium tidak dapat dihentikan dengan kata-kata," tegas Bennett.

Bennett mengklaim bahwa program senjata nuklir Iran berada pada titik kritis dan telah melanggar semua garis merah.

Klaim itu disuarakan ketika Israel memiliki setidaknya 200 bom atom dan tidak mengizinkan inspektur Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk memeriksa fasilitas nuklirnya.

Iran merupakan salah satu negara anggota Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT) dan program nuklirnya juga berada di bawah pengawasan ketat IAEA. 

 

Juru bicara Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Parlemen Iran, mengatakan rakyat Palestina sudah lebih kuat dan keseimbangan kekuatan di tanah pendudukan sedang berubah.

Mahmoud Abbaszadeh Meshkini dalam sebuah pernyataan menanggapi ultimatum Kepala Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas kepada Israel untuk meninggalkan wilayah pendudukan dalam waktu satu tahun.

"Dalam beberapa tahun terakhir, kita melihat ketegangan dan konflik meningkat antara Israel dan rakyat Palestina yang tertindas," ujarnya seperti dilaporkan IRIB, Selasa (28/9/2021).

"Sejarah mencatat bahwa rakyat Palestina sudah lebih kuat dan keseimbangan kekuatan di tanah pendudukan sedang berubah, sehingga kekalahan domino rezim Zionis mulai terbentuk," kata legislator Iran ini.

Meshkini menambahkan, bagaimana rezim agresor Israel, yang membunuh anak-anak dan wanita tak berdaya setiap hari, berbicara tentang perdamaian dan kompromi? Jika mereka percaya pada demokrasi, mereka seharusnya tidak menduduki tanah ini.

"Tidak diragukan lagi, Israel akan terhapus dari peta. Oleh karena itu, negara-negara Islam dan penyeru kebebasan harus berjuang untuk mencapai cita-cita ini," imbuhnya.

Dia menekankan bahwa kebijakan Republik Islam Iran dalam masalah Palestina sepenuhnya jelas.

"Kebijakan negara kita, yang juga diterima oleh para penyeru kebebasan, adalah pelaksanaan referendum, pemulangan pengungsi Palestina, pengusiran penjajah, dan penegakan kedaulatan rakyat," tegasnya. 

 

Perdana Menteri Israel, Naftali Bennett Senin (27/9/2021) di Majelis Umum PBB seraya mengulang tudingan fiktif terhadap program nuklir damai Iran, mengklaim bahwa tujuan Tehran adalah memproduksi senjata nuklir.

Di pidato Bennett ada tujuan multifaset yang dapat dianalisis dari dimensi yang berbeda.

Sebelumnya harus dikatakan bahwa retorika perdana menteri Israel anti-Iran di isu nuklir penuh dengan kebohongan dan klaim fiktif. Metode ini sejatinya sebuah bentuk perang syaraf yang digunakan di era Mantan perdana menteri Israel Benjamin Netanyahu. Netanyahu yang sempat dilecehkan di Sidang Majelis Umum PBB karena kebohongan beruntunnya terkait aktivitas nuklir Iran, tetap memilih melanjutkan pendekatannya tersebut.

Untuk selanjutnya terbukti bahwa tujuan Israel bersikeras melanjutkan metode ini adalah untuk mempersiapkan terorisme nuklir yang memasuki fase baru dengan aksi teror terhadap sejumlah ilmuwan nuklir Iran termasuk Dr. Mohsen Fakhrizadeh. Aksi destruktif terhadap instalasi nuklir Natanz juga dilancarkan dalam koridor tujuan ini.

Dari sudut pandang ini, menjadi jelas bahwa salah satu tujuan Naftali Bennett adalah untuk menutupi pendekatan pengobaran kerusuhan dan perilaku jahat rezim Zionis di kawasan. Dengan kontroversi seperti itu, rezim zionis tentu saja berupaya untuk memajukan rencana untuk menghapus isu Palestina dari prioritas isu regional, yang menurut para zionis salah satu strateginya adalah melemahkan arus perlawanan dan mencitrakan Iran sebagai sebuah ancaman di kawasan. Seperti beberapa tahun lalu, pendekatan represi maksimum di era Mantan presiden AS Donald Trump juga diterapkan melalui koordinasi dengan Israel dan menjadi peluang yang tepat untuk mempersiapkan tujuan ini serta program normalisasi hubungan Israel dengan sejumlah rezim Arab di kawasan.

Tujuan lain dari retorita Bennett adalah terkait perundingan Wina dan mencitrakan Iran sebagai pihak yang bersalah dan merusak JCPOA serta penyebab kegagalan perundingan Wina.

Poin penting di bidang ini adalah ungkapan kekhawatiran Israel atas sikap mundur Amerika Serikat dan Erooa di JCPA yang mengindikasikan bahwa hal ini tidak selaras dengan kepentingan Israel, karena akhir dari skenario ini menandai awal musim yang sulit bagi Israel.

Sementara itu, Statemen Wakil Iran di organisasi-organisasi internasional di Wina, Kazem Gharebabadi saat merespon pidato perdana menteri Israel dan wakil AS serta troika Eropa juga mengisyaratkan masalah ini.

Gharebabadi mengatakan, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dan Barat tidak bisa tinggal diam dalam menghadapi aksi teroris Israel atau menyerukan pemantauan terus fasilitas nuklir.

Ia mengingatkan, ketika peralatan pengawas IAEA disabotase Israel, jangan berharap Iran memasangnya kembali tanpa biaya bagi rezim ini dan juga tanpa langkah yang diambil oleh IAEA serta negara-negara pengklaim.

Sementara itu, Wakil tatap Iran di PBB, Majid Takht-Ravanchi saat merespon proyeksi dan retorika perdana menteri Israel di Sidang Majelis Umum PBB mengungkapkan, Israel saat memiliki ratusan hulu ledak nuklir tidak berhak berbicara mengenai program nuklir damai Iran.

Yang pasti, Israel ingin menciptakan krisis fiktif dan mengobarkan instabilitas di kawasan, serta untuk mencapai tujuannya, rezim ini tak segan-segan memanfaatkan berbagai metode mulai dari klaim palsu hingga menekan AS dan Eropa untuk merusak jalan mencapai kesepakatan dengan Iran di JCPOA. Pendekatan tersebut kini bagi Amerika dan Eropa memiliki biaya yang mahal dan membuat pusing mereka.

 

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan manuver militer di wilayah perbatasan barat laut negara ini adalah masalah kedaulatan nasional untuk mewujudkan ketenanngan, dan stabilitas di seluruh kawasan.

Saeed Khatibzadeh, Selasa (28/9/2021) menuturkan, Republik Islam Iran tidak akan pernah bisa menolerir kehadiran rezim Zionis Israel di dekat perbatasan negara ini, dan akan mengambil setiap langkah untuk menjaga keamanannya.

Ditanya tentang statemen Presiden Azerbaijan yang mengkritik manuver militer Iran di barat laut perbatasan negara ini, Khatibzadeh menjelaskan, hubungan dua negara baik dan penuh penghormatan, selain itu jalur-jalur normal dalam hubungan bilateral dua negara juga digunakan di level tertinggi, oleh karena itu statemen Presiden Azerbaijan cukup aneh.

Ia menambahkan, Iran selalu menentang segala bentuk pendudukan wilayah sebuah negara, dan menekankan pentingya penghormatan terhadap integritas wilayah serta perbatasan negara dunia. Selain itu Iran juga menghormati prinsip bertetangga yang baik.

"Manuver ini adalah masalah kedaulatan nasional, dan dilakukan untuk menciptakan ketenangan dan stabilitas di seluruh kawasan. Akan tetapi jelas bahwa Iran tidak akan pernah menolerir kehadiran Israel di dekat perbatasannya meski hanya formalitas, dan akan melakukan langkah apa pun yang diperlukan untuk menjaga keamanan nasional," pungkasnya.